• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETERAMPILAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL KE (3)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KETERAMPILAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL KE (3)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KETERAMPILAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL KETUA

DALAM MENJAGA KOMITMEN ANGGOTA ORGANISASI

(Studi Kualitatif Deskriptif pada Organisasi Perhumas Muda Malang

Raya Angkatan ke-2 Periode 2011-2013)

RIEFANA RINDA AYU N.D. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Brawijaya Malang

riefanarinda@yahoo.com

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, menganalisis, dan mendeskripsikan bagaimana keterampilan komunikasi interpersonal ketua Perhumas Muda Malang Raya dalam menjaga komitmen anggota organisasi. Tipe penelitian ini adalah kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, keterampilan komunikasi interpersonal ketua dinilai baik dalam beberapa hal, tetapi ada juga yang masih dinilai kurang oleh sebagian besar anggota. Yang dinilai baik oleh anggota organisasi adalah dalam hal mengarahkan dengan cara kolaboratif, mengklarifikasi harapan setiap anggota dengan memotivasi, memberikan penetapan tujuan, dan keterampilan ketua dalam mempengaruhi anggota. Sedangkan keterampilan komunikasi interpersonal yang masih perlu ditingkatkan oleh ketua adalah keterampilan ketua dalam mengirim pesan, adanya sikap menghormati dari ketua kepada anggota, penyediaan umpan balik yang jelas, tidak hanya keterampilan dalam mendengarkan pada tataran mendengarkan saja, akan tetapi ketua juga harus mendengarkan secara aktif, serta kepercayaan dan keterbukaan ketua terhadap seluruh anggota organisasi.

ABSTRACT

(2)

I. PENDAHULUAN

Kelangsungan hidup organisasi sangat dipengaruhi oleh komitmen anggota organisasi. Berbagai literatur mengemukakan bahwa pimpinan organisasi akan melakukan berbagai cara untuk menjaga komitmen anggota, antara lain dalam meningkatkan etika organisasi (Koh dan Boo, 2004), meningkatkan keadilan dan kepercayaan dalam organisasi, terutama yang sedang mengalami perubahan (Saunders dan Thornhill, 2002), dan meningkatkan keterampilan pegawai (Passarelli, 2011). Namun, hanya sedikit literatur yang membahas mengenai pentingnya keterampilan komunikasi interpersonal dalam organisasi untuk menjaga komitmen anggota (Bambacas dan Patrickson, 2008).

Menurut Wursanto (2003, h. 157) komunikasi organisasi ialah

“suatu proses penyampaian

informasi, ide-ide di antara para anggota organisasi secara timbal-balik dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Komunikasi ini terjadi dalam proses pengorganisasian. Seperti yang dikemukakan oleh Pace dan Faules, (2010, h. 33) komunikasi organisasi terjadi ketika anggota organisasi bertransaksi dan memberi makna atas peristiwa yang terjadi. Orang-orang memasuki organisasi tentunya sesuai dengan keinginannya untuk mencapai cita-cita yang tidak dapat dicapainya secara sendiri. Untuk itu, diperlukan peranan komunikasi organisasi dalam mempermudah individu berkomunikasi dan berinteraksi dengan individu lain untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. Melalui komunikasi terjadi pertukaran informasi,

gagasan, dan pengalaman (Pace dan Faules, 2010, h. 169-170).

Dalam suatu organisasi tentunya dibutuhkan peran seorang ketua untuk memimpin dan mengatur anggota dalam suatu organisasi agar tercipta suasana kinerja yang kondusif. Proses ini termasuk dalam proses kepemimpinan. Seperti yang dikemukakan oleh Cheney, Christensen, Zorn, dan Ganesh (2004, h. 180) yang memandang kepemimpinan dari sisi komunikasi. Mereka berargumen bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang-orang untuk meraih tujuan atau untuk membuat perubahan. Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi sikap dan tindakan orang-orang. Salah satu hal yang dapat diraih dari proses kepemimpinan adalah kepercayaan dan komitmen anggota (Allen dan Meyer, dalam Bambacas dan Patrickson, 2008, h. 53).

(3)

bisa menghasilkan lebih banyak kreatifitas, bisa bertindak lebih baik, dan bisa ikut terlibat (Allen dan Mayer, dalam Bambacas dan Patrickson, 2008, h. 53). Kegagalan dalam menjaga komitmen anggota menjadi masalah bagi keberlanjutan berbagai organisasi, komunitas ataupun perhimpunan, terutama organisasi-organisasi yang baru berdiri.

Hal tersebut juga dialami oleh organisasi Perhumas Muda Malang Raya Angkatan ke-2 periode 2011-2013. Perhumas Muda Malang Raya adalah sebuah organisasi Perhimpunan Hubungan Masyarakat Muda Malang Raya yang bergerak dalam bidang Public Relation. Organisasi tersebut memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan para professional Hubungan Masyarakat di Indonesia khususnya Malang Raya, memperluas dan memperdalam ilmu pengetahuan mengenai Hubungan Masyarakat, meningkatkan komunikasi dan pertukaran informasi dan pengalaman di antara para anggotanya, serta menyelenggarakan hubungan dengan organisasi-organisasi yang serumpun dengan bidang Hubungan Masyarakat.

Perhumas Muda Malang Raya berdiri pada tahun 2009. Untuk mencapai tujuannya, organisasi Perhumas Muda Malang Raya selalu mengadakan event-event mengenai public relations seperti Seminar Nasional Public Relations, talk show dan sebagainya. Organisasi tersebut terdiri dari anggota yang berasal dari berbagai Universitas di kota Malang yang memiliki ketertarikan dalam bidang komunikasi, khususnya Humas/Public Relations.

Namun, dari hasil observasi awal pada bulan November 2012

yang dilakukan oleh peneliti kepada 6 orang anggota aktif, anggota yang sudah tidak aktif, dan anggota yang sudah mengundurkan diri dari organisasi tersebut, mengungkapkan adanya suatu permasalahan dimana komitmen anggota terhadap organisasi ini cukup rendah yang diakibatkan oleh kurangnya komunikasi interpersonal ketua kepada anggotanya. Anggota yang masih aktif disini adalah anggota yang masih tetap membantu kegiatan dan mengikuti rapat rutin dari Perhumas Muda Malang Raya dari awal bergabung sampai dengan masa jabatan selesai yaitu mulai dari awal masa jabatan 2011-2013, untuk anggota yang tidak aktif yaitu anggota yang masih membantu dalam beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi Perhumas Muda namun tidak membantu secara keseluruhan dan tidak mengikuti kegiatan rapat secara rutin, sedangkan anggota yang sudah mengundurkan diri adalah anggota yang sudah tidak ikut membantu dan tidak mengikuti kegiatan, tidak mengikuti rapat rutin, serta tidak mengikuti perkembangan yang dilaksanakan oleh organisasi Perhumas Muda Malang Raya.

(4)

kota Malang, sedikit demi sedikit akhirnya banyak yang mengundurkan diri menjadi hanya 7 orang anggota.

Dari data tersebut terlihat bahwa prosentase penurunan jumlah anggota dari organisasi ini mencapai hingga 93%. Masalah lain terlihat dari berkurangnya intensitas dari aktivitas organisasi yang menyebabkan berkurangnya intensitas untuk bertemu secara tatap muka. Hal ini menyebabkan komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh ketua kepada anggotanya dalam proses kepemimpinan yang dijalankan dalam organisasi tersebut sangatlah kurang. Sebagai contoh, saat awal terbentuknya anggota baru aktivitas organisasi dalam menjalankan kegitatan baik pertemuan/rapat rutin maupun pelaksanaan seminar Public Relations dan talk show masih berjalan dengan lancar, namun lambat laun intensitas untuk berkumpul maupun dalam pelaksanaan program dari organisasi tersebut semakin berkurang.

Memperhatikan hal tersebut, komunikasi interpersonal ketua memiliki peran penting dalam menjaga hubungan untuk mempertahankan komitmen anggotanya. Komitmen menurut Allen dan Mayer (dalam Bambacas dan Patrickson, 2008, h. 54) didefinisikan sebagai suatu konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam berorganisasi. Berdasarkan definisi tersebut, anggota yang memiliki komitmen terhadap organisasinya akan lebih dapat bertahan sebagai

bagian dari organisasi dibandingkan anggota yang tidak memiliki komitmen terhadap organisasi.

Konsep komitmen organisasi sendiri dapat dibagi dalam tiga jenis (Allen dan Mayer, dalam Bambacas dan Patrickson, 2008, h. 53). Komitmen afektif adalah konseptualisasi dari identifikasi diri terhadap organisasi, komitmen normatif dikonseptualisasikan sebagai tanggungjawab dan balasbudi atau komitmen pada norma yang berlaku pada organisasi, dan yang terakhir yaitu komitmen berkelanjutan (ekonomi) dikonseptualisasikan sebagai pengorbanan dan investasi yang bisa meningkatkan taraf hidup individu. Dari ketiga jenis komitmen tersebut, komitmen afektif dan normatif paling dicari oleh organisasi. Hal tersebut berlaku tidak hanya untuk organisasi-organisasi profit dan perusahaan besar, tetapi juga berlaku bagi perhimpunan/komunitas yang mengandalkan komitmen dan loyalitas anggotanya. Karena dasar pencapaian tujuan bagi anggota jenis ini normalnya bukan berbentuk materi, komitmen afektif dan normatif anggota organisasi menjadi modal penting bagi tercapainya tujuan organisasi.

(5)

dalam memberikan arahan maupun hal-hal lain terkait dengan kegiatan organisasi. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha untuk mencari tahu dan melihat bagaimana komitmen anggota organisasi dapat dipertahankan atau diruntuhkan dengan komunikasi interpersonal

yang terjalin antara ketua dengan anggota organisasi dengan menggunakan teori milik Robbins dan Hunsaker (2003) tentang 7 kategori keterampilan interpersonal dalam proses komunikasi yang harus dimiliki oleh seorang ketua.

III. METODOLOGI PENELITIAN

Untuk mengkaji lebih jauh tentang keterampilan komunikasi interpersonal ketua organisasi Perhumas Muda Malang Raya dalam menjaga komitmen anggota, peneliti menggunakan tipe penelitian kualitatif. Menurut Kriyantono (2006, h. 56-57) penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Penelitian ini tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling bahkan populasi atau samplingnya sangat terbatas. Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya.

Adapun jenis dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif, di mana data yang dikumpulkan tidak berbentuk angka, tetapi dalam bentuk kata, kalimat, pernyataan, dan konsep. Menurut Moleong (2011, h. 11) data yang dikumpulkan adalah

“berupa kata-kata, gambar, dan

bukan angka-angka, sehingga laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan tersebut”.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber

data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008, h. 218-219). Alasan peneliti menggunakan teknik ini adalah, untuk mendapatkan sampel yang diperoleh benar-benar sesuai dengan penelitian yang dilakukan. Menurut Kriyantono (2006, h. 158) teknik ini mencakup orang-orang yang diseleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan penelitian.

(6)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keterampilan Komunikasi Interpersonal Ketua dalam Pengelolaan Manusia dalam Organisasi

Data hasil penelitian menemukan bahwa komunikasi interpersonal antara ketua dengan anggota memegang peranan penting dalam menjaga komitmen anggota organisasi. Komunikasi interpersonal antara atasan dengan bawahan dapat dilihat dari bagaimana pesan dikirimkan, harapan ditetapkan, persuasi dilakukan, memimpin dengan mengarahkan, mendengarkan secara aktif, memberikan penetapan tujuan, dan penyediaan feedback. Penelitian ini mengungkap bahwa terdapat perbedaan pemahaman antara atasan dengan bawahan dalam menilai faktor-faktor diatas yang akhirnya bisa mempengaruhi proses kepemimpinan itu sendiri.

Menurut hasil penelitian, sebagian anggota menganggap bahwa keterampilan komunikasi interpersonal ketua dinilai baik dalam beberapa hal, tetapi ada juga yang masih dinilai kurang oleh sebagian besar anggota. Yang dinilai baik adalah ketika ketua mengarahkan dengan cara kolaboratif dengan selalu memberikan kesempatan kepada anggota untuk selalu menjadi panitia inti dalam suatu acara, mengklarifikasi harapan kepada seluruh anggota, ketika anggota tersebut dalam menyelesaikan suatu tugas dengan menyampaikan harapan-harapannya agar dapat menyelesaikan tugas tersebut dengan baik dengan memberikan motivasi sebagai bentuk harapan yang

disampaikan, menetapkan tujuan dalam organisasi dengan memberikan feedback terhadap hasil kinerja anggota yang dapat menyelesaikan tugas dengan baik berupa reward, dan proses mempengaruhi anggotanya agar anggota menyetujui konsep maupun ide yang ingin ketua jalankan.

(7)

akan tetapi saran tersebut tidak pernah dijalankan.

Begitu juga ketika dalam proses mendengarkan, dalam penelitian ini dari sisi anggota ditemukan bahwa ketika anggota menyampaikan suatu saran maupun ide kepada ketua, sikap ketua hanya bertindak mendengarkan dengan tataran mendengarkan saja, namun tidak mendengarkan secara aktif. Dan yang terakhir adalah kepercayaan yang diperlukan oleh anggota ketika dalam menyelesaikan suatu tugas yang sesuai dengan job desk, karena dari hasil penelitian dari sisi anggota mengemukakan bahwa ketua sering kali tidak mempercayai anggotanya untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan job desk nya sehingga sebagian besar tugas tersebut ketua lah yang lebih sering menangannya, serta tidak adanya keterbukaan dalam setiap masalah internal organisasi untuk diinformasikan kepada seluruh anggota, karena dalam penelitian ini dari sisi anggota mengemukakan bahwa ketua tidak cukup terbuka dalam menginformasikan segala permasalahan yang ada dalam organisasi. Hal ini menyebabkan dari sisi anggota merasa tidak nyaman dengan tidak adanya kepercayaan dan keterbukaan yang diberikan oleh ketua kepada anggota.

4.2. Komitmen Anggota Organisasi sebagai Dasar dari Keutuhan Organisasi

Salah satu alasan mengapa ketua perlu untuk melakukan komunikasi interpersonal adalah terkait dengan komitmen seorang anggota terhadap suatu organisasi. Anggota yang memiliki komitmen dipercaya lebih produktif, tidak suka

menyerah, lebih bisa diandalkan, bisa menghasilkan lebih banyak kreatifitas, dan bisa bertindak lebih baik untuk organisasi. Menurut Bambacas dan Patrickson (2008, h. 53), hal tersebut merupakan bukti yang mendukung ide bahwa anggota yang memiliki komitmen bisa bertindak lebih baik dan juga dipertinggi oleh aspek umum dari komunikasi seperti kepuasan, hubungan dengan manager, kualitas komunikasi, dan ketentuan informasi organisasi.

Menurut Allen dan Meyer (dalam Bambacas dan Patrickson, 2008, h. 54), komitmen didefinisikan sebagai suatu konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam berorganisasi. Berdasarkan definisi tersebut anggota yang memiliki komitmen terhadap organisasinya akan lebih dapat bertahan sebagai bagian dari organisasi dibandingkan anggota yang tidak memiliki komitmen terhadap organisasi. Mengingat bahwa anggota dari organisasi Perhumas Muda Malang Raya ini bergabung karena faktor kecintaan dan ingin menambah pengetahuan yang lebih mendalam mengenai dunia PR (public relations), maka seperti yang sudah dijelaskan pada bab 2 sebelumnya bahwa anggota yang bergabung dalam suatu organisasi berdasarkan faktor kecintaan dan rasa tanggung jawab dengan organisasi yang dinauinginya, maka anggota tersebut termasuk memiliki komitmen afektif dan komitmen normatif.

(8)

rendah ditemukan dari hasil wawancara, dimana masalah utama dalam hal ini dikarenakan faktor ketidaknyamanan anggota terhadap masalah internal organisasi. Pada akhirnya komitmen yang rendah tersebut menyebabkan anggota dalam organisasi ini lambat laun makin berkurang dan penurunan tersebut terjadi secara drastis dari yang awalnya beranggotakan 40 orang anggota, lambat laun mengerucut hanya menjadi 7 orang anggota.

Disinilah keterampilan komunikasi interpersonal dalam menjaga komitmen anggotanya merupakan poin penting yang harus dimiliki oleh seorang ketua dan lebih meningkatkan lagi proses komunikasi dari yang dilakukan sebelumnya. Dengan melihat beberapa faktor yang sudah dijelaskan pada bab 2, keterampilan komunikasi interpersonal yang harus dimiliki oleh seorang ketua dalam menjaga komitmen anggota organisasi meliputi keterampilan dalam mengirim pesan (sending messages), mengarahkan (leading), mengklarifikasi harapan (clarify expectations), mendengarkan (listening), penetapan tujuan (goal setting), mempengaruhi (persuading), dan juga penyediaan umpan balik (providing feedback).

Melihat dari keterampilan komunikasi interpersonal yang harus dimiliki oleh seorang ketua dalam organisasi yang sudah dijelaskan diatas, banyaknya anggota yang tidak aktif lagi menurut data dari hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti kepada ke 11 informan dikarenakan adanya beberapa faktor yang bervariatif yang menyebabkan anggota Perhumas Muda memiliki komitmen yang rendah untuk tetap

bertahan pada organisasi yang di naunginya tersebut.

Faktor yang paling menonjol terkait dengan rendahnya komitmen yang dimiliki oleh anggota untuk tetap bertahan pada organisasi ini antara lain yang pertama dari sisi anggota mengemukakan, karena faktor mengenai ketidakpuasan anggota terhadap keterampilan komunikasi interpersonal ketua dalam mengirim pesan (sending message) yang lebih banyak menggunakan media dibandingkan berkomunikasi melalui tatap muka secara personal (one-on-one), serta kurangnya komunikasi dua arah (two way communication) yang dilakukan oleh ketua kepada anggota. Yang kedua adalah faktor keterampilan komunikasi interpersonal ketua dalam mengarahkan (leading) anggotanya. Dimana dalam proses kepemimpinannya, ketua sering kali tidak mempercayai anggotanya untuk dapat mengerjakan suatu tugas dengan selalu menghandle semua tugas-tugas tersebut dan ketidakpuasan anggota kepada ketua dalam penyelesaian suatu masalah dalam organisasi yang tidak pernah tuntas. Serta, ketua terkesan tidak transparan kepada seluruh anggota dalam menginformasikan segala masalah internal, melainkan hanya kepada beberapa anggota tertentu saja.

(9)

tindak lanjut untuk menjalankan ide dari anggotanya tersebut, melainkan ketua lebih sering menjalankan konsep yang ia buat sendiri. Sehingga dengan hal tersebut banyak anggota yang merasa kurang nyaman dan merasa tidak dihargai oleh ketua.

Dari hasil penelitian diatas ternyata juga didapatkan bahwa efektifitas komunikasi kepemimpinan tidak hanya diukur dari seberapa mampu ketua mengarahkan anggotanya dalam mencapai tujuan. Kualitas komunikasi interpersonal ternyata juga memiliki peranan besar dalam memastikan bahwa sebuah proses kepemimpinan berjalan baik. Hal ini menguatkan konsep dari Cheney (2004) yang mengungkapkan bahwa kepemimpinan adalah sebuah proses komunikasi.

V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Bedasarkan data yang telah peneliti dapatkan di bab sebelumnya, dapat diketahui dari sisi anggota bahwa penyebab dari rendahnya komitmen yang dimiliki oleh anggota Perhumas Muda Malang Raya kepada organisasi yang dinaunginya yaitu keterampilan komunikasi interpersonal yang ternyata bisa berdampak pada bagaimana komitmen anggota pada organisasi tersebut. Karena menurut hasil penelitian, sebagian anggota menganggap bahwa keterampilan komunikasi interpersonal ketua dinilai baik dalam beberapa hal, tetapi ada juga yang masih dinilai kurang oleh sebagian besar anggota. Yang dinilai baik adalah ketika ketua mengarahkan dengan cara kolaboratif, mengklarifikasi harapan

kepada seluruh anggota, menetapkan tujuan dalam organisasi, dan proses mempengaruhi anggotanya agar anggota menyetujui konsep maupun ide yang ingin ketua jalankan.

Sedangkan keterampilan komunikasi interpersonal ketua yang masih dinilai kurang oleh sebagian besar anggota adalah kurangnya keterampilan dalam mengirim pesan (sending message) secara tatap muka. Dalam keterampilan mengirim pesan, penelitian ini juga menemukan bahwa kebijaksanaan dalam pemilihan media dalam pengiriman pesan sangat penting. Hal ini karena tidak semua anggota memiliki akses yang sama dengan media yang digunakan. Selain itu, konsistensi pesan yang dikirmkan di media yang berbeda juga sering menimbulkan masalah dan miss communication. Hal ini terjadi ketika pesan yang dikirimkan dalam suatu media tidak diklarifikasi dalam media yang sama. Kurangnya keterampilan komunikasi interpersonal ketua dalam menghormati (respect) segala informasi maupun pesan yang disampaikan oleh anggota. Penyediaan feedback yang cukup baik, namun anggota komplain jika ketua hanya memberikan feedback dengan hanya menerima masukan maupun saran dari anggota, akan tetapi saran tersebut tidak pernah dijalankan.

(10)

Maka dari kesimpulan diatas dapat dilihat bahwa kepemimpinan yang berhasil bukan saja dilihat dari bagaimana ketua mengarahkan anggota untuk mencapai tujuan seperti yang banyak dikemukakan dalam literatur kepemimpinan, tetapi juga mengenai proses komunikasi. Penelitian ini telah mengungkap bahwa komitmen anggota sangat bisa ditentukan oleh keterampilan komunikasi interpersonal ketuanya.

5.2. Saran

Berdasarkan analisis dan kesimpulan dari hasil penelitian dikemukakan bahwa ternyata salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya komitmen anggota adalah komunikasi interpersonal yang kurang baik antara ketua kepada anggotanya. Maka peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut:

1. Intensitas betemu secara tatap muka perlu ditingkatkan, sehingga komunikasi interpersonal yang terjadi antara ketua dengan anggota bisa lebih sering dilakukan. 2. Kurangnya pengiriman pesan

yang jelas dan kepercayaan yang dimiliki ketua kepada anggota bisa mempengaruhi pada rancunya job description. Maka diharapkan adanya pembagian tugas secara jelas agar masing-masing anggota melakukan tugas sesuai dengan job description yang sudah ditentukan agar tidak terjadi miss communication jika di kemudian hari di dapati anggota lain maupun ketua menghandle suatu tugas yang

bukan menjadi

tanggungjawabnya.

3. Kurangnya keterampilan komunikasi interpersonal ketua dalam mendengarkan juga menyebabkan ketidakpuasan anggota terhadap feedback yang diberikan oleh ketua. maka diharapkan ketika anggota sedang menyampaikan suatu informasi baik berupa saran maupun keluhan, akan lebih baik ketua tidak hanya mendengarkan pada tataran mendengarkan saja. Akan tetapi, ketua juga harus mendengarkan secara aktif. Sehingga ketika terdapat anggota memberikan saran namun ketua tidak menyetujui hal tersebut, ketua tidak hanya menerima tanpa mengungkapkan ketidaksetujuannya. Namun, ketua juga harus langsung memberikan feedback agar anggota dapat mengetahui bahwa saran dan masukan tersebut tidak dapat diterima dengan beberapa pertimbangan.

(11)

DAFTAR PUSTKA

Ananda, I. A. (2009). Komunikasi organisasi, Jakarta: Fakultas Ilmu Komunikasi Mercu Buana. Diakses pada tanggal 03 Januari 2013, pukul 16.15 WIB.

Aw, S. (2011). Komunikasi interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Bambacas M., dan Patrickson, M. (2008). Interpersonal communication skills that enhance organizational commitment. Journal of communication management. 12(1), 51-72.

Cangara, H. (2007). Pengantar ilmu komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers.

Cheney, Christensen, Zorn, dan Ganesh. (2004). Organizational

communication in an age of globalization. Issues, Reflections, Practices. USA: Waveland.

Daft, R. L. dan Lengel, R. H., (1984). Information richness: A new approach to managerial behavior and organizational design, In: Staw, B. M. and Cummings, L. L. (Eds.), Research in Organizational Behavior. Greenwich: JAI Press. Diakses pada tanggal 18 Desember 2013, pukul 17.50 WIB.

Daniel J. O'Keefe. (2002). Persuasion theory and research (second Edition), USA: SAGE Publications.

Diakses pada tanggal 05 Desember 2013, pukul 14.25 WIB.

Effendy, O. U. (2004). Ilmu komunikasi; Teori dan praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Handoko, T. H. (2003). Manajemen. Yogyakarta: BPFE.

Hardjana, A. (2003). Komunikasi intrapersonal dan interpersonal. Yogyakarta: KANISIUS.

Johnson, D. W., dan Johnson, F. P. (2000). Joining together: group theory and group skill. New York: Pearson Education Company. Diakses pada tanggal 05 Desember 2013, pukul 15.20 WIB.

Kartono, (2005). Pemimpin dan kepemimpinan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Koh, H.C., dan Boo, E.H.Y. (2004). Organisational ethics and employee satisfaction and commitment. Management decision. 42(5), 677-693.

Kreitner, R., dan Kinichi, A. (2003). Perilaku organisasi. Jakarta: Salemba Empat.

Kriyantono, R. (2006). Teknik praktis riset komunikasi: Disertai contoh praktis riset media, public relations, advertising, komunikasi organisasi, komunikasi pemasaran. Jakarta: Kencana Prenda Media Group.

(12)

Moleong, L. J. (2011). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Muhammad, A. (2007). Komunikasi organisasi. Jakarta: Bumi Aksara

Pace, R.W., dan D.F, Mulyana, D. (2010). Komunikasi organisasi, strategi meningkatkan kinerja perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Passarelly, G. (2011). Employees’ skills and organizational commitment. International business research. 4(1), 28-42.

Robbins, S.P. (2003). Perilaku organisasi. Edisi ke-9. Jilid 2. Jakarta: PT Indeks

Robbins, S.P. dan Hunsaker, P.L. (2003). Training in

interpersonal skills: Tips for managingpeople at work, 3rd ed., Prentice Hall, Upper Saddle River: NJ.

Robbins, S. P. (2005). Perilaku organisasi. Jakarata: Erlangga.

Rivai, V. dan Mulyana, D. (2011). Kepemimpinan dan perilaku organisasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Saunders, M.N.K., dan Thornhill, A. (2002). Organisational justice, trust and the management of change an exploration. Personnel review. 32(3), 360-375.

Spector, P. E. (2000). Industrial and organizational psychology research and practice (second edition). New York : Jhon Wily & Sons, Inc. Diakses pada tanggal 05 Desember 2013, pukul 15.49 WIB.

Sugiyono. (2008). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Ucok, O. (2006). Transparency, communication and mindfulness. Journal of Management Development. 25(10), 1024-1028.

Wiryanto. (2004). Pengantar ilmu komunikasi. Jakarta: PT. Gramedia.

Wursanto, I.G. (2003). Dasar-dasar ilmu organisasi, Yogyakarta: Andi.

Referensi

Dokumen terkait

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder mengenai capaian Indikator Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan pada Puskesmas di Kota Surabaya yang

IMPROVING STUDENTS’ SPEAKING SKILL IN MASTERING TRANSACTIONAL AND INTERPERSONAL DIALOGUES THROUGH TASK BASED-MATERIAL (A Classroom Action Research Conducted at the Second Grade

Karena Perusahaan tidak dapat mengontrol metode, volume, atau kondisi aktual penggunaan, Perusahaan tidak bertanggung jawab atas bahaya atau kehilangan yang disebabkan dari

[r]

A : Tanggung jawab secara khusus tidak ada, putusan hakim adalah social justice, hakim tidak dapat memprediksi apa efek yang timbul kepada masyarakat, misalnya pada kasus

Setelah diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan keefektifan yang signifikan untuk kedua kelom- pok eksperimen, maka tidak dilakukan uji lanjut mengenai model pembelajaran

Berdasarkan hasil akhir pertumbuhan pucuk baik jumlah daun maupun panjang tunas, perlakuan dengan menggunakan media tanam berbeda yang diberi rootone-F cenderung

segala apa saja yang dapat digambarkan oleh otak manusia, tidak ada yang mampu menyerupai, mirip, atau bahkan menyamai-Nya. Bahkan sejatinya, esensi dari segala yang ada