• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kemampuan Menjual, Desain Wilayah Penjualan, Sistem Kontrol Tenaga Penjual dan Pelatihan Terhadap Kinerja Tenaga Penjual pada PT Bintang Balige Jaya di Balige

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kemampuan Menjual, Desain Wilayah Penjualan, Sistem Kontrol Tenaga Penjual dan Pelatihan Terhadap Kinerja Tenaga Penjual pada PT Bintang Balige Jaya di Balige"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Penelitian Terdahulu.

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan erat dan mendasari

adanya penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut diantaranya adalah seperti yang

terlihat dalam Tabel 2.1. berikut ini.

(2)

Penjualan pada

Seorang tenaga penjual harus memiliki kemampuan dalam mengendalikan

perilaku disetiap situasi, permintaan-permintaan yang timbul didalam interaksi

hubungan dengan orang lain. Singkatnya seorang tenaga penjual harus mempunyai

pengetahuan tentang produk yang ditawarkan dan bagaimana cara kerjanya, melakukan

presentasi penjualan dengan efektif dan ketrampilan atau kemampuan menjual lainnya.

Rahasia keberhasilan seorang tenaga penjual terletak pada kesediaan untuk

senantiasa mengetahui kebutuhan orang dengan melakukan pengamatan dan

memperhatikan setiap orang di lingkungan tempat ia berada dan memenuhinya. Untuk

(3)

Menurut Machfoedz, (2012, p.20) menyatakan bahwa ada tiga tahapan dalam

proses kreatif

1. Latar belakang dan akumulasi pengetahuan

Kreasi yang berhasil biasanya didahului dengan penelitian dan

pengumpulan informasi yang meliputi membaca, percakapan dengan orang

lain yang bekerja dalam bidangnya, atau mengikuti pertemuan professional.

2. Proses inkubasi

Alam bawah sadar orang kreatif memungkinkan mereka untuk dapat

merinci dengan seksama informasi yang mereka dapatkan selama tahan

persiapan.

3. Pengalaman ide

Tahap proses kreatif ini sering kali dianggap sebagai tahap yang paling

menyenangkan, karena merupakan saat ditemukannya solusi atau ide yang

dicari oleh seseorang.

Menurut Machfoedz, (2012, p.20) menjual kepada prospek merupakan tujuan

dari aktivitas personal selling. Prospek yang telah membeli suatu produk atau jasa yang

ditawarkan dalam personal selling kemudian disebut pembeli. Ada beberapa cara

sistematis untuk mengkualifikasikan prospek. Rencana yang akan dibuat harus

didasarkan pada wilayah, wiraniaga, dan produk. Pada umumnya wiraniaga bekerja

dengan metode prospecting sebagai berikut:

1. Metode pusat pengaruh

(4)

4. Metode kunjungan

Menurut Prasetyo (2013, p.95) seorang penjual dalam menjual memiliki tujuan

tertentu yaitu:

1. Sales for informing (know)

Sekedar mengenalkan produknya kepada calon pelanggan, agar calon

pelanggan tahu dan mengenalnya.

2. Sales for educating (intuitive)

Membantu calon pelanggan untuk tahu cara menggunakan dan member

pengertian tentang pentingnya memiliki barang/jasa tersebut.

3. Sales for inspiring (willing)

Orang tergerak dan bersedia untuk membeli.

Menurut Prasetyo (2013, p.96) ada beberapa tipe menjual, yaitu:

1. Consultative

Menjual dengan tipe konsultatif sangatlah berfokus pada bagaimana

mengajukan pertanyaan untuk mengetahui permasalahan dan bagaimana

mengkorelasikan permasalahan dengan solusinya.

2. Relationship

Focus tipe menjual relationship adalah membangun kedekatan hubungan

dan keakraban.

3. Display

Penjual hanya menjual dan menguasai produk yang di pajang dan

pelanggan mendatanginya.

(5)

Tipe ini tidak dapat menerima jawaban tidak dari calon pelanggan. Focus

mereka adalah bagaimana membuat calon pelanggan tertarik dan segera

membeli.

Kemampuan menjual dipelajari pada saat melakukan tugas atau pekerjaan yang

penting. Kemampuan menjual merupakan salah satu hal yang penting untuk

meningkatkan kinerja tenaga penjual (Rentz, 2002, p.12). Baldauf et al (2001, p.109)

dalam penelitiannya menguji hubungan antara orientasi strategi perusahaan,

pengawasan, dan manajemen penjualan, desain wilayah penjualan dan kinerja tenaga

penjualan serta pengaruhnya terhadap efektifitas penjualan perusahaan.

Kemampuan menjual (selling skill) merupakan keyakinan akan adanya

pengetahuan khusus yang dimiliki oleh tenaga penjualan tersebut yang mendukung

hubungan bisnis (Liu and Leach dalam Setiobudi 2007, p.48).

Selling skills adalah kemampuan seseorang untuk menjual sesuatu barang atau jasa (elqorni.wordpress.com,2010). Semua orang pasti ingin menjadi penjual yang

sukses tetapi tidak semua penjual tahu bagaimana caranya. Dengan mempelajari

pengetahuan tentang produk bukan berarti kita sudah mempelajari pengetahuan tentang

menjual produk. Anggapan ini tentu sangat keliru karena pengetahuan produk tentu

saja berbeda dengan pengetahuan menjual. Selling skill merupakan bagaimana cara

menjual dengan baik melalui teknik probing. Teknik probing digunakan oleh penjual

untuk menyelidiki, mencaritahu, menggali informasi/peluang dan kebutuhan prospek

dengan cara mengajukan pertanyaan yang tepat dan mengena kepada calon pembeli

(6)

kantor, instansi, organisasi, dan lain-lain. Namun dalam menghadapi pelanggan juga

harus mempelajari sikap pelanggan yang berbeda beda (elqorni.wordpress.com,2010).

Menurut Spiro dan Weitz (1990, p.61), kemampuan tenaga penjual dalam

menjual terdiri dari beberapa hal seperti, kemampuan tenaga penjual dalam melakukan

pendekatan dengan pelanggan dalam situasi yang berbeda, memiliki kepercayaan diri

yang tinggi terhadap kemampuannya dalam membangun hubungan baik dengan

pelanggan, dan percaya diri dalam menyakinkan pelanggan.

Ketrampilan menjual sering juga ditunjukkan dengan kemampuan tenaga

penjualan untuk memberikan solusi yang dibutuhkan oleh pelanggannya, sehingga

pelanggan merasakan adanya nilai tambah yang diperoleh. Kemampuan menjual yang

dimiliki tenaga penjualan akan semakin meningkat, peningkatan ini terjadi seiring

pembelajaran seorang tenaga penjualan terhadap kondisi yang dihadapi didalam

melaksanakan tugas penjualan. Ketrampilan menjual juga digambarkan sebagai

sebuah orientasi dari seseorang untuk berusaha melakukan perbaikan dan

meningkatkan kemampuan serta penguasaan atas pekerjaan yang menjadi

tanggungjawabnya (Sujan et al dalam Setiobudi, 2007, p.48). Dengan kata lain,

ketrampilan menjual merupakan pengetahuan dan penguasaan untuk melakukan

tindakan tertentu sebagai pengetahuan prosedural maupun tindakan khusus yang

mengacu pada keberhasilan penjualan. Ketrampilan menjual merupakan hal penting

yang perlu menjadi pemikiran bagi pihak perusahaan, sehingga pengelolaan tenaga

penjualan yang baik harus benar-benar menjadi suatu perhatian. Ketrampilan menjual

yang baik akan memberi kemudahan dalam menguasai serta menangani proses

(7)

Kemampuan tenaga penjualan dalam melakukan aktivitas penjualan

dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki, sehingga tenaga penjualan memahami

perencanaan yang akan disusun untuk meningkatkan kinerjanya. Ketrampilan tenaga

penjual sangat diperlukan dalam memaksimalkan pekerjaannya, termasuk didalamnya

pengetahuan mengenai produk dan cara kerjanya, presentasi penjualan, kemampuan

bertanya serta kemampuan beradaptasi dari seorang tenaga penjualan.

2.2.2. Desain Wilayah

Setiap wilayah penjualan menggambarkan lingkungan dimana ia harus bersaing

dan bekerja. Desain wilayah penjualan mencakup sejumlah isu seperti menentukan

batas wilayah (pengalokasian tanggung jawab pelanggan), memutuskan ukuran tenaga

penjual dan pengalokasian beban kerja tenaga penjual kepada pelanggan serta

prospeknya.

Menurut Kotler dan Amstrong (2008, p.97) dalam struktur tenaga penjualan

territorial (territorial sales force structure), masing-masing wiraniaga ditugaskan pada

daerah geografis tertentu dan menjual seluruh lini produk atau layanan perusahaan

kepada seluruh pelanggan di daerah tersebut. Struktur ini juga meningkatkan keinginan

wiraniaga untuk membangun hubungan dengan pelanggan lokal yang pada gilirannya

meningkatkan efektivitas penjualan.

Pengaturan wilayah penjualan yang baik bermanfaat untuk memperluas

cakupan pelanggan (customer coverage), meningkatkan penjualan, mendukung system

evaluasi dan rewards yang adil, serta memperkecil biaya perjalanan (Zoltners dan

(8)

Grant and Cravens, (1999, p.945) menyatakan desain wilayah penjualan terdiri

dari unit kerja dimana tenaga penjualanlah yang bertanggung-jawab. Pengaturan

wilayah yang ideal tentunya disesuaikan dari seberapa banyak outlet yang ada, jarak

tempuh dan waktu yang dibutuhkan. Desain wilayah dapat terdiri dari desain area

geografis dan seperangkat tanggungan atau kombinasi dari keduanya. Pemetaan area

distribusi dapat berdasarkan outlet, geografis yang ada, volume penjualan, dan cara

-cara penanganan outlet.

Desain wilayah penjualan yang efektif memberikan suatu bidang yang penting

untuk meningkatkan efektifitas organisasi penjualan. Pihak manajemen harus tepat

menentukan berapa jumlah pelanggan bagi masing masing tenaga penjualan, tanggung

jawab produk dan wilayah geografis yang dicakup (Baldauf et al, 2001, p.109).

Rajagopal dalam Pratiwi (2007, p.23) menyatakan desain wilayah penjualan

menetapkan jangkauan tanggung jawab kerja untuk tenaga penjualan secara individual

yang ditentukan melalui geografi atau jumlah konsumen yang menjadi tanggung

jawabnya. Manajer penjualan harus memutuskan jumlah penugasan pada tenaga

penjualan, tanggung jawab produk dan area berdasarkan geografi (atau dasar lain

seperti, tipe industri). Beberapa pertimbangan mungkin penting dalam menentukan

desain wilayah, termasuk kekuatan dalam pembelian pada, penyebaran secara geografi,

waktu yang dibutuhkan untuk melayani dan intensitas persaingan.

Manfaat dari pengaturan wilayah yang baik adalah (Zoltner and Lorimer, 2000,

p.143)

(9)

2. Pengaturan wilayah penjualan yang baik meningkatkan penjualan.

3. Pengarturan wilayah berdampak pada reward dan konsekuensi moral.

4. Pengaturan wilayah dapat menghemat waktu perjalanan.

Zoltner and Zolimer (2000, p.143) juga menyatakan terdapat empat langkah

teknik sukses dalam pengaturan wilayah pertama, Menentukan kriteria pengaturan

dan tujuan, kedua, mengembangkan database, ketiga, mengembangkan pengaturan

wilayah keempat, finalize pengaturan wilayah review dan memodifikasi dengan first

line sales manager (supervisor). Terdapat banyak kompetitor dan kendala yang harus

dihadapi oleh perusahaan misalnya biaya yang makin tinggi. Pelanggan akan meminta

pada perusahaan untuk memberikan nilai lebih terhadap produk dan servis yang

diberikan. Karena itu, marketing data based harus berada pada level yang bertujuan

untuk dapat mengatur knowledge dimana marketing database memberikan organisasi

melanjutkan tujuannnya melalui pembelajaran dari masing-masing program yang

digunakan untuk program selanjutnya.

Menurut Prastiwi (2005, p.194), peninjauan terhadap desain wilayah penjualan

dapat memastikan tercapainya peningkatan profitabilitas penjualan, peliputan teratur

dan terkendali atas seluruh wilayah serta terbukanya banyak kesempatan menjual

dengan lebih sedikit perjalanan, Desain organisasi penjualan juga penting bagi

efektivitas organisasi penjualan karena menyediakan kesempatan bagi tenaga

(10)

Grant, et al.,( 2001, p.167), menyatakan bahwa desain wilayah penjualan

merupakan elemen kunci yang mampu mendorong atau memotivasi tenaga penjualan

untuk semakin efektif dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab tenaga

penjualan. Baldauf, et al.,(2001, p.110) mempertegas bahwa desain wilayah penjualan

dan penguasaan wilayah pemasaran yang kurang baik tidak akan memberikan

konsekuensi dan kontribusi yang menguntungkan bagi aktivitas dan kinerja tenaga

penjualan. Penelitian Baldauf dan Cravens (2002, p.1368), memberikan gambaran

desain wilayah penjualan berpengaruh positif terhadap aktivitas dan kinerja tenaga

penjualan.

Desain wilayah penjualan yang buruk dapat menjadi penghalang besar untuk

meningkatkan kinerja tenaga penjualan sehingga desain wilayah penjualan merupakan

faktor penting dalam menghasilkan tenaga penjualan yang mempunyai kinerja yang

baik. Jika wilayah penjualan terlalu luas, terlalu kecil, maupun terstruktur sehingga

ketrampilan dan aktivitas tenaga penjualan tidak dapat digunakan secara efektif, maka

kinerja akan terpengaruh secara negatif. Oleh karena itu manajer penjualan harus selalu

waspada terhadap kesempatam untuk mengembangkan desain wilayah penjualannya

serta harus tepat dan pasti dalam merancang wilayah penjualan sehingga membawa

dampak positif terhadap efektivitas aktivitas tenaga penjualan.

2.2.3. Sistem Kontrol Tenaga Penjualan

Untuk memastikan agar para tenaga penjualan dapat menghasilkan kinerja

(11)

penjualan. Hal ini terutama sekali dilaksanakan terhadap perusahaan-perusahaan yang

menempatkan tenaga penjualan sebagai sarana paling penting dalam menjembatani

hubungan perusahaan dengan pelanggan.

Pendekatan teori yang dipergunakan dalam sistem kontrol tenaga penjual

adalah agency theory, dimana teori ini bersifat analisis, normatif mikroekonomi atau

pendekatan akutansi untuk mempertanyakan bagaimana prinsip-prinsip yang ada dapat

mengendalikan aktivitas daripara agents untuk mendelegasikan wewenang dalam

mengambil keputusan.

Organization theory, yaitu teori secara implisit mengingatkan dua hal yang

penting:

a). Mengacu dari perbedaan antara salesperson dan perusahaan yang tidak

membutuhkan perkiraan bahwa agents dapat mensosialisasikan dan

mengidentifikasikan tujuan mereka dengan perusahaan.

b). Mengukur baik input maupun output atau keduanya dimungkinkan diukur.

Masih ada pendekatan lain seperti transaction cost analysis dan cognitive

evaluation theory. Beberapa perusahaan menempatkan penjualan pada

operasi sales kontrol systems, sebagai pelengkap dalam perilaku atau

outcame based, meskipun hampir dari seluruh perhatian dari organisasi

penjual saling memperhatikan satu dengan yang lain.

Penelitian Shoemaker dalam Aisyah (2006, p.26) menyatakan bahwa peran

seorang pengawas pada tenaga penjualan baik secara keseluruhan maupun secara

(12)

atas pekerjaan para tenaga penjualan, meluangkan waktu memberi arahan untuk dapat

meningkatkan kinerja tenaga penjualan menjadi lebih terlatih dan efektif, karena

tingginya kinerja tenaga penjualan dapat dilihat melalui penyelesaian tugas para tenaga

penjualan dan pengendalian aktivitas.

Sisi positif lain dari sistem kontrol tenaga penjualan adalah mampu mendorong

produktifitas dan mengembangkan keinginan berinovasi serta mendukung budaya

perusahaan yang terus berkembang ke arah tercapainya tujuan perusahaan.

Kontrol merupakan kumpulan aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan

profitabilitas bahwa rencana-rencana yang telah ditetapkan dilaksanakan secara tepat

dan mencapai hasil-hasil diinginkan (Jaworski dan Kohli dalam Aisyah, 2006, p.13).

Sistem kontrol merupakan salah satu sarana untuk memastikan bahwa sasaran-sasaran

yang diinginkan oleh perusahaan dapat tercapai. Oleh karena itu tata cara dalam sistem

kontrol sengaja didesain untuk mempengaruhi perilaku individu yang pada gilirannya

diharapkan dapat mempengaruhi kinerjanya. Sementara itu sistem kontrol yang

biasanya digunakan oleh bagian penjualan untuk mengarahkan aktifitas-aktifitas

karyawannya adalah kontrol output dan kontrol perilaku/kontrol proses.

Penerapan kontrol perilaku dilakukan oleh manajer penjualan dengan cara

berusaha mempengaruhi bagaimana pelaksanaan tugas yang diberikan kepada tenaga

penjualan, memusatkan perhatian pada penilaian individu dalam hal cara-cara yang

digunakan, perilaku atau aktifitas-aktifitas yang dianggap mengarah pada tujuan yang

telah ditetapkan. Sedangkan penerapan kontrol output dilakukan dengan cara menilai

tenaga penjualan dari jumlah unit produk yang dijual relatif terhadap target yang telah

(13)

penjualan ini merupakan kecenderungan untuk memberi tekanan pada salah satu dari

dua kutup tersebut (Cravens, et al, 1993, p.47).

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk meneliti dampak dari penerapan

sistem kontrol terhadap tenaga penjualan, misalnya : dampak kontrol terhadap kinerja

perilaku dan outcome serta efektifitas penjualan perusahaan (Baldauf, et al, 2001,

p.112).

Pada penelitian Baldauf et al. (2001, p.112) sistem kontrol oleh manajer

penjualan, kepuasan terhadap desain wilayah penjualan, dan cakupan produk pasar

mempengaruhi kinerja tenaga penjual akan lebih bersandar pada penggunaan aktivitas

memonitor dan mengarahkan, sehingga tenaga penjual memperoleh kejelasan dalam

melakukan pekerjaan.

Tenaga penjualan menempati ujung tombak dalam menjual barang, peran

tenaga penjualan dalam meningkatkan pertumbuhan penjualan telah lama menjadi

salah satu strategi pemasaran. Dengan peran tenaga penjualan maka perusahaan akan

mampu menjalin hubungan yang dekat dan baik dengan pelanggan. Hubungan yang

dekat dan baik dengan pelanggan dapat meningkatkan penjualan dan profitabilitas dan

loyalitas pelanggan melalui tenaga penjual yang unggul. Tiatira (2006, p.5)

mengindikasikan bahwa citra yang diproyeksikan oleh tenaga penjual merupakan citra

perusahaan itu sendiri, namun kurangnya perhatian pada personil pemasaran dapat

menjadi masalah. Hal ini mengingat bahwa pengontrolan perilaku tenaga penjualan

merupakan faktor yang penting dan mengingat tenaga penjual menempati porsi yang

(14)

Diadakannya pelatihan dan pengembangan yang diselenggarakan perusahaan

terhadap pegawai dikarenakan perusahaan menginginkan adanya perubahan dalam

prestasi kerja pegawai sehingga dapat sesuai dengan tujuan perusahaan. Jadi sebelum

melakukan pelatihan dan pengembangan akan dijelaskan terlebih dahulu tujuan

perusahaan tersebut.

Wiraniaga baru mungkin memerlukan pelatihan selama beberapa minggu atau

bulan sampai satu tahun bahkan lebih. Program pelatihan memiliki beberapa tujuan.

Wiraniaga harus tahu tentang pelanggan dan cara membangun hubungan dengan

mereka. Jadi, program pelatihan harus mengajarkan mereka tentang jenis pelanggan

yang berbeda dan kebutuhan mereka, motif pembelian, dan kebiasaan pembelian. Dan

program itu harus mengajarkan mereka tentang cara melakukan penjualan yang efektif

dan melatih mereka dasar-dasar proses penjualan.(Kotler dan Armstrong, 2008, p.97)

Menurut Mariam (2009, p.15) menjelaskan bahwa hal-hal yang berhubungan

dengan kemampuan pegawai yaitu pendidikan/pelatihan, etos kerja, motivasi, sikap

kondisi dan kondisi fisik pegawai. Untuk meningkatkan kinerja karyawan bagian

penjualan maka diperlukan peningkatan kemampuan karyawan dan memperhatikan

motivasi. Berdasarkan dua pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa upaya

yang dilakukan oleh perusahaan untuk meningkatkan kemampuan pegawai adalah

dengan pemberian pelatihan dan motivasi. Kemudian dengan meningkatnya

kemampuan maka diharapkan akan meningkatkan kinerja karyawan.

Menurut Tanjung (2003, p.50) pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah

(15)

semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik,

sesuai dengan standar. Biasanya pelatihan merujuk pada pengembangan keterampilan

bekerja yang dapat digunakan dengan segera. Sedangkan pengembangan sering

dikategorikan secara eksplisit dalam pengembangan manajemen, organisasi, dan

pengembangan individu karyawan. Pengembangan lebih fokus pada pemenuhan

kebutuhan perusahaan jangka panjang.

Menurut Rivai (2005, p.226), pelatihan secara singkat didefinisikan sebagai

suatu kegiatan untuk meningkatkan kinerja saat ini dan kinerja pada masa yang akan

datang. Hal-hal berikut ini penting untuk mengetahui konsep pelatihan lebih lanjut,

yaitu:

1. Pelatihan adalah proses secara sistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk

mencapai tujuan organisasi. Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan

pegawai untuk melaksanakan pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat

ini dan membantu pegawai untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar

berhasil dalam melaksanakan pekerjaannya.

2. Program pelatihan formal adalah usaha pemberi kerja untuk memberikan

kesempatan kepada pegawai untuk memperoleh pekerjaan atau bidang tugas yang

sesuai dengan kemampuan, sikap, dan pengetahuannya.

Menurut Desler (2010, p.263) efek pelatihan diukur dari empat kategori dasar dari

hasil pelatihan:

1. Reaksi

(16)

2. Pembelajaran

Ujilah orang-orang itu untuk menentukan apakah mereka telah mempelajari

prinsip, keterampilan, dan fakta yang seharusnya mereka pelajari.

3. Perilaku

Tanyakanlah apakah perilaku dalam bekerja orang-orang yang dilatih itu

mengalami perubahan, karena program pelatihan tersebut.

4. Hasil

Yang terpenting adalah menanyakan: hasil akhir yang dicapai dalam sasaran

pelatihan yang telah ditentukan sebelumnya.

2.2.5. Kinerja Tenaga penjual

Definisi kinerja menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah sesuatu yang

dicapai, prestasi yang diperlihatkan, kemampuan kerja, kinerja atau hasil kerja yang

merupakan salah satu wujud dari hasil karya seorang pekerja. Hasil karya pekerja ini

dapat berupa pencapaian terhadap kinerja yang telah ditetapkan

ataupun hasil karya tersebut dibandingkan dengan hasil karya pekerja lainnya. Menurut

Robbins (2002, p.304) kinerja adalah suatu hasil yang dicapai oleh pekerja dalam

pekerjaannya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan.

Dalam penelitian Tansu Barker dalam Maurisa (2007, p.30) menyatakan bahwa

kinerja tenaga penjual dapat dievaluasi dengan menggunakan faktor-faktor yang

dikendalikan oleh tenaga penjual dan hasil yang diperoleh tenaga penjual.

Menurut Mathis and Jackson (2009, p.378) ada tiga faktor utama yang

(17)

(1) kemampuan individual untuk melakukan pekerjaan tersebut,

(2) tingkat usaha yang dicurahkan,

(3) dukungan organisasi.

Kinerja pemasaran yang baik menunjukkan tingkat penjualan yang tinggi,

meningkatnya jumlah penjualan baik dalam unit produk maupun dalam satuan

moneter. Membaiknya kinerja pemasaran ditandai dengan pertumbuhan penjualan

yang baik dari tahun-tahun sebelumnya dan pertumbuhan yang lebih tinggi dari

pesaing, serta memiliki porsi pasar yang lebih luas dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Sedangkan kinerja pemasaran yang buruk ditandai dengan penurunannya penjualan,

kemunduran penjualan dibanding tahun sebelumnya maupun kompetitor industri yang

sama, dan menurunnya porsi pasar.

Dua maksud diperlukannya standar kinerja (Wibowo, 2012, p.73) :

1. Membimbing perilaku pekerja untuk menyelesaikan standar yang telah

dibangun.

Apabila manajer menciptakan standar kinerja pekerja dengan pekerja

dan memperjelas apa yang diharapkan, hal tersebut akan merupakan latihan

yang berharga. Hal ini karena orang menginginkan melakukan pekerjaan yang

dapat diterima.

2. Untuk standar kinerja adalah menyediakan dasar bagi kinerja pekerja dapat

dinilai secara efektif dan jujur

Sampai standar kinerja dibuat, penilaian sering bias terhadap perasaan

(18)

apa yang diharapkan merupakan hal yang penting jika program berjalan

efektif.standar kinerja merupakan cara terbaik untuk melakukannya.

Dalam pelaksanaannya setiap organisasi perlu melakukan penilaian kinerja

pegawai. Pelaksanaan penilaian kinerja berhubungan dengan tujuan dari organisasi,

misalnya untuk menetapkan kebijakan gaji pegawai, mengevaluasi hasil kerja yang

telah diselesaikan dalam periode tertentu, promosi jabatan atau untuk memenuhi

keperluan lain. Menurut Mangkunegara (2007, p.69) kinerja adalah hasil kerja secara

kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan

tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja

(performance) dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor yaitu:

1. Faktor individual yang terdiri dari kemampuan dan keahlian, latar belakang,

demografi;

2. Faktor Psikologis yang terdiri dari persepsi, attitude, personality,

pembelajaran, motivasi

3. Faktor Organisasi yang terdiri dari sumberdaya, kepemimpinan,

penghargaan, struktur, job design

Menurut (Robbins, 2002, p.38), penilaian kinerja memiliki sejumlah tujuan

dalam organisasi , yaitu:

1. Manajemen menggunakan penilaian untuk mengambil keputusaan personalia

secara umum, misalnya dalam hal promosi, transfer, ataupun pemberhentian

2. Penilaian memberikan penjelasan tentang pelatihan dan pengembangan yang

(19)

para pekerja yang belum cukkup tetapi dapat diperbaiki jika suatu program

yang memadai dikembangkan.

3. Penilaian kinerja dapat dijadikan sebagai kriteria untuk program seleksi dan

pengembangan yang disahkan

4. Memenuhi tujuan umpan balik yang ada terhadap para pekerja tentang

bagaimana organisasi memandang kinerja mereka.

5. Sebagai dasar untuk mengalokasikan atau menentukan penghargaan

Menurut Gibson (2001, p.55) ada empat indikator untuk mengukur kinerja pegawai

yaitu:

1. Kualitas hasil pekerjaan, dapat diukur dari ketepatan waktu, ketelitian kerja

dan kerapian kerja;

2. Kuantitas hasil pekerjaan, dapat diukur dari: jumlah pekerjaan dan jumlah

waktu yang dibutuhkan;

3. Pengertian terhadap pekerjaan, dapat diukur dari pemahaman terhadap

pekerjaan, dan kemampuan kerja;

4. Kerja sama yaitu kemampuan bekerja sama.

2.3. Kerangka Konseptual

Kemampuan menjual dipelajari pada saat melakukan tugas atau pekerjaan yang

penting. Kemampuan menjual merupakan salah satu hal yang penting untuk

meningkatkan kinerja tenaga penjual (Rentz, 2002, p.13). Baldauf et al (2001, p.120)

(20)

pengawasan, dan manajemen penjualan, desain wilayah penjualan dan kinerja tenaga

penjualan serta pengaruhnya terhadap efektifitas penjualan perusahaan.

Menurut Grant, et al.,(2001, p.170), menyatakan bahwa desain wilayah

penjualan merupakan elemen kunci yang mampu mendorong atau memotivasi tenaga

penjualan untuk semakin efektif dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab tenaga

penjualan. Baldauf, et al.,(2001, p.120) mempertegas bahwa desain wilayah penjualan

dan penguasaan wilayah pemasaran yang kurang baik tidak akan memberikan

konsekuensi dan kontribusi yang menguntungkan bagi aktivitas dan kinerja tenaga

penjualan. Penelitian Baldauf dan Cravens (2002, p.1385), memberikan gambaran

desain wilayah penjualan berpengaruh positif terhadap aktivitas dan kinerja tenaga

penjualan.

Menurut Baldauf et al. (2002, p.120) sistem kontrol oleh manajer penjualan,

kepuasan terhadap desain wilayah penjualan, dan cakupan produk pasar mempengaruhi

kinerja tenaga penjual akan lebih bersandar pada penggunaan aktivitas memonitor dan

mengarahkan, sehingga tenaga penjual memperoleh kejelasan dalam melakukan

pekerjaan.

Wiraniaga baru mungkin memerlukan pelatihan selama beberapa minggu atau

bulan sampai satu tahun bahkan lebih. Program pelatihan memiliki beberapa tujuan.

Wiraniaga harus tahu tentang pelanggan dan cara membangun hubungan dengan

mereka. Jadi, program pelatihan harus mengajarkan mereka tentang jenis pelanggan

(21)

program itu harus mengajarkan mereka tentang cara melakukan penjualan yang efektif

dan melatih mereka dasar-dasar proses penjualan.(Kotler dan Armstrong 2008, p.98)

Berkaitan dengan variabel-variabel yang ditetapkan untuk mengidentifikasi

kinerja tenaga penjual, maka kerangka pemikiran teoretis yang telah dibangun dalam

penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual

Kinerja Tenaga Penjual (Y)

Kemampuan

menjual (X1)

Desain wilayah

penjualan (X2)

Sistem kontrol tenaga penjual (X3)

(22)

2.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, didasarkan pada tinjauan

kepustakaan dan kerangka konseptual yang telah dikembangkan di atas adalah sebagai

berikut:

Hipotesis 1 : Kemampuan menjual berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga

penjual.

Hipotesis 2 : Desain wilayah penjualan berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga

penjual.

Hipotesis 3 : Sistem Kontrol tenaga penjual berpengaruh positif terhadap kinerja

tenaga penjual.

Hipotesis 4 : Pelatihan berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga penjual.

Hipotesis 5 : Kemampuan menjual, desain wilayah penjualan, sistem kontrol

tenaga penjual dan pelatihan secara serempak berpengaruh positif

Gambar

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1.  Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Koefisien variasi (variance) merupakan perbandingan risiko yang harus ditanggung oleh petani blewah di Desa Gapura Barat dengan jumlah pendapatan ataupun produksi yang

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan indeks bias minyak goreng curah dengan minyak goreng kemasan bermerek sunco

Namun, sehubungan dengan hal ini, pengertian ‘melawan hukum’ juga dipengaruhi oleh doktrin melawan hukum (Perbuatan Melawan Hukum/PMH) dalam hukum perdata. Peraturan pertama

Upaya Instansi Yang Berwenang Dalam Penyelesaian Pemberian Hak Atas Tanah Transmigrasi Di Lahan Usaha II UPT Sunaam IV Provinsi Aceh yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten

Pelaksanaan otonomi daerah juga berimbas pada program transmigrasi karena hubungan antara Pemerintah Nasional, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten atau Kota

Latar belakang masalah dalam penelitian ini adalah siswa mengalami kesulitan belajar sesuatu yang baru, hal tersebut terjadi karena siswa telah memahami alam

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan tersebut, diketahui bahwa masalah kemampuan siswa yang rendah dalam memecahkan masalah tersebut dikarenakan pembelajaran

dan dalam kedua hal ih1 antara kedua orang atau badan dimaksud dalam hubungan dagangnya atau hubungan keuangannya diadakan atau diterapkan syarat-syarat yang menyimpang dari