• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Terpadu Padi Sawah (Ptps): Inovasi Pendukung Produktivitas Pangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan Terpadu Padi Sawah (Ptps): Inovasi Pendukung Produktivitas Pangan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN TERPADU PADI SAWAH (PTPS):

INOVASI PENDUKUNG PRODUKTIVITAS PANGAN

Ameilia Zuliyanti Siregar Departemen Agroekoteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Pendahuluan

Pengelolaan Terpadu Padi Sawah (PTPS) merupakan sebuah inovasi untuk

menunjang peningkatan produksi padi yang merupakan bahan pokok pangan

sebagian besar masyarakat Indonesia, selain jagung dan sagu. Oleh karena itu, padi

memegang posisi strategis untuk dikembangkan. PTPS menggunakan komponen

teknologi tepat guna dan menggunakan sumber daya alam secara bijak agar

memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas pangan. PTPS

bertujuan meningkatkan produktivitas tanaman secara kuantitas dan kualitas melalui

penerapan teknologi dengan memperhatikan spesifik lokasi serta menjaga kelestarian

lingkungan. Dengan meningkatnya hasil produksi diharapkan pendapatan petani akan

naik dan kesejahteraan dapat tercapai.

Penerapan PTPS didasarkan pada empat prinsip berikut ini untuk

meningkatkan produktivitas tanaman, yaitu :

Spesifik lokasi (Local specific): memperhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, pertanian setempat.

Terpadu (Holistic): suatu pendekatan mengunakan sumber daya alam, pengetahuan dan teknologi yang dikelola secara terpadu.

Partisipatif (Participatory): petani berperan serta dalam memilih dan menguji teknologi sesuai dengan kemampuan petani dan kondisi setempat melalui proses

pembelajaran dalam bentuk laboratorium lapangan.

(2)

Dalam penerapan PTPS tidak mengenal rekomendasi untuk diterapkan

secara nasional karena petani secara bertahap dapat memilih sendiri komponen

teknologi yang paling sesuai dengan kemampuan petani berdasarkan kearifan lokal

dalam mendukung efisiensi biaya produksi menggunakan teknologi tepat guna.

B. Komponen Teknologi PTPS

Komponen teknologi PTPS disusun berdasarkan kajian kebutuhan dan

peluang dengan mempelajari permasalahan yang dihadapi petani dan cara-cara

mengatasi permasalahan tersebut dalam upaya meningkatkan produksi menggunakan

teknologi tepat guna. PTPS menyediakan beberapa pilihan komponen teknologi yang

dikelompokkan menjadi komponen teknologi dasar dan komponen teknologi pilihan.

Komponen teknologi dasar adalah sekumpulan teknologi yang dianjurkan

untuk diterapkan semuanya sehingga diharapkan dapat meningkatkan produksi

dengan input yang efisien sebagaimana menjadi tujuan dari PTPS. Komponen

teknologi dasar PTPS meliputi :

• Penggunaan varietas padi unggul (berdaya hasil tinggi dan bernilai ekonomi tinggi sesuai dengan karakteristik lahan, lingkungan dan keinginan petani).

• Benih bermutu dan berlabel/bersertifikat.

• Pemupukan berimbang berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah.

• Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT).

Sedangkan komponen teknologi pilihan adalah teknologi-teknologi

penunjang yang tidak mutlak harus diterapkan tetapi lebih didasarkan pada spesifik

lokasi maupun kearifan lokal yang terbukti serta berpotensi meningkatkan

produktivitas. Komponen teknologi ini dapat diperoleh dari sumber daya alam yang

tersedia ataupun dari pengalaman petani sendiri. Komponen teknologi pilihan PTPS

meliputi :

• Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam.

Pengairan berselang (intermiten irrigation) secara efektif dan efisien.

• Penggunaan bibit muda (< 21 HSS) dengan jumlah bibit terbatas (1 – 3 bibit per lubang).

• Pengaturan populasi tanaman secara optimum (jajar legowo).

(3)

• Pengendalian gulma dengan landak atau gasrok.

• Panen dan penanganan pasca panen yang tepat.

Perpaduan komponen teknologi dasar dan komponen teknologi pilihan ini

diharapkan dapat memberikan jalan keluar terhadap permasalahan produktivitas padi

dengan didasarkan pada pendekatan yang partisipatif.

C.Teknis Pelaksanaan PTPS

1. Pengolahan Tanah Sesuai Musim dan Pola Tanam

Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan dua kali pembajakan, minimal

satu kali garu atau tanpa olah tanah. Pemilihan cara yang akan dilakukan disesuaikan

dengan keperluan dan kondisi lingkungan. Faktor yang menentukan adalah kemarau

panjang, pola tanam dan jenis/struktur tanah. Dua minggu sebelum pengolahan

tanah, taburkan bahan organik secara merata di atas hamparan sawah. Bahan organik

yang digunakan dapat berupa pupuk kandang (2 ton/ha) atau kompos jerami (5

ton/ha).

2. Varietas Unggul

Dalam PTPS pemilihan varietas merupakan salah satu komponen utama

yang mampu meningkatkan produktivitas padi. Varietas padi yang akan ditanam

dipilih varietas unggul baru (VUB) yang mampu beradaptasi dengan lingkungan

untuk menjamin pertumbuhan tanaman yang baik, tahan serangan penyakit, berdaya

hasil dan bernilai jual tinggi serta memiliki kualitas rasa yang dapat diterima

pasar.Varietas unggul baru (VUB) dapat berupa padi inbrida seperti ciherang,

mekongga, inpari (10, 11,13) atau hibrida seperti rokan, hipa 3, bernas super dan

intani. Tanam varietas unggul baru ini secara bergantian untuk memutus siklus hidup

hama dan penyakit.

3. Benih Bermutu

Benih bermutu adalah benih dengan tingkat kemurnian dan daya tumbuh

yang tinggi, berukuran penuh dan seragam, daya kecambah diatas 80 % (vigor

(4)

benih yang telah memiliki sertifikasi atau label untuk mendapatkan benih dengan

tingkat kemurnian tinggi dan berkualitas yang diproduksi oleh petani.

PTPS menganjurkan untuk menyeleksi atau memilih benih bermutu agar

didapatkan benih yang benar-benar berkualitas (bernas) dan vigor tinggi dengan cara

membuat larutan garam dapur (30 gram garam dapur dalam 1 liter air) atau larutan

pupuk ZA (1kg pupuk ZA dalam 2.7 liter air). Benih dimasukkan ke dalam larutan

garam atau pupuk ZA (volume larutan 2 kali volume benih) kemudian diaduk dan

benih yang mengambang atau terapung di permukaan larutan dibuang.

Cara sederhana dapat dilakukan dengan merendam benih dalam larutan

garam dapur menggunakan indikator telur. Telur mentah (bisa telur ayam atau

bebek) dimasukkan ke dalam air, kemudian masukkan garam sedikit demi sedikit

sambil diaduk sampai telur terapung ke permukaan. Kemudian telur diambil dan

benih dimasukkan ke dalam larutan garam. Benih yang mengapung dibuang dan

benih yang tenggelam selanjutnya dicuci sampai bersih dari garam untuk disemai.

Untuk keperluan penanaman seluas 1 hektar benih yang dibutuhkan kurang

lebih sebanyak 20 kg. Benih bernas (yang tenggelam) dibilas dengan air sampai

bersih dari garam kemudian direndam dengan air bersih selama 24 jam. Selanjutnya

diperam dalam karung atau wadah lainnya selama 48 jam dan dijaga kelembabannya

dengan membasahi wadah dengan air. Untuk benih padi hibrida tidak diberi

perlakuan perendaman dalam larutan garam tetapi langsung direndam dalam air dan

selanjutnya diperam.

Lahan persemaian untuk 1 hektar luasan lahan pertanaman sebaiknya 400

meter persegi (4% dari luas tanam) dengan lebar bedengan 1 – 1.2 meter dan antar

bedengan dibuat parit sedalam 25 – 30 cm. Saat pembuatan bedengan taburkan bahan

organik 2 kg /meter persegi seperti kompos, pupuk kandang atau campuran berbagai

bahan antara lain kompos, pupuk kandang, serbuk kayu, abu dan sekam padi. Tujuan

pemberian bahan organik ini untuk memudahkan pencabutan bibit padi sehingga

(5)

4. Sistem Tanam

PTPS menganjurkan tanam menggunakan bibit muda atau kurang dari 21

HSS (hari setelah sebar) dan jumlah bibit 1 – 3 batang per lubang karena bibit lebih

muda akan menghasilkan anakan lebih banyak dibanding menggunakan bibit lebih

tua. Pada daerah endemik keong, untuk mengantisipasi serangan keong dapat

menggunakan bibit lebih dari 21 HSS tetapi dianjurkan tidak lebih dari 25 HSS.

Masa kritis serangan keong berada pada 21 hari setelah sebar dan 10 hari setelah

pindah tanam.

Tanam dilakukan dengan kondisi lahan jenuh air (ketinggian air kurang

lebih 2 cm dari permukaan tanah macak-macak) dengan jumlah bibit yang ditanam

tidak lebih dari 3 bibit per rumpun. Gunakan jarak tanam yang beraturan seperti

model tegel 20 X 20 cm (25 rumpun/meter persegi) atau 25 X 25 cm (16

rumpun/meter persegi). Pengaturan jarak tanam dapat dilakukan dengan

menggunakan caplak atau tali sebagai mal.

PTPS menganjurkan untuk mengatur jarak dan populasi tanaman dengan

menerapkan

tanam dengan pengaturan jarak tanam tertentu sehingga pertanaman akan memiliki

barisan tanaman yang diselingi oleh barisan kosong dimana jarak tanam pada barisan

pinggir setengah kali jarak tanam antar barisan. PTPS menganjurkan penerapan

sistem tanam jajar legowo karena adanya keuntungan dan kelebihan yang lebih

dibanding dengan sistem tanam konvensional (tegel) diantaranya yaitu :

• Adanya efek tanaman pinggir.

• Sampai batas tertentu semakin tinggi populasi tanaman semakin banyak jumlah malai persatuan luas sehingga berpeluang menaikkan hasil panen.

• Terdapat ruang kosong untuk pengaturan air, saluran pengumpulan keong atau mina padi.

• Pengendalian hama, penyakit dan gulma menjadi lebih mudah.

• Dengan areal pertanaman yang lebih terbuka dapat menekan hama dan penyakit.

• Penggunaan pupuk lebih berdaya guna.

• Sistem tanam jajar legowo yang dapat diterapkan adalah sistem tanam jajar legowo 2 : 1 atau 4 : 1 dan penyulaman tanaman dapat dilakukan sebelum

(6)

5. Pengairan Berselang (Intermittent Irrigation)

Pengairan dilakukan dengan sistem pengairan berselang (intermittent

irrigation). Pengairan berselang adalah pengaturan kondisi sawah dalam kondisi

kering dan tergenang secara bergantian yang bertujuan untuk :

• Menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi lebih luas.

• Memberi kesempatan akar tanaman memperoleh udara lebih banyak.

• Mencegah timbulnya keracunan besi.

• Mencegah penimbunan asam organik dan gas hidrogen sulfida yang menghambat perkembangan akar.

• Mengaktifkan jasad renik (mikrobia tanah) yang bermanfaat.

• Mengurangi kerebahan.

• Mengurangi jumlah anakan tidak produktif (tidak menghasilkan malai-gabah).

• Menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen.

• Memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah (lapisan olah).

• Memudahkan pengendalian hama keong mas, mengurangi penyebaran

padi karena hama tikus.

Teknis penerapan pengairan berselang dilakukan pada saat tanaman

berumur 3 HST (hari setelah tanam) dimana petakan sawah diairi dengan tinggi

genangan 3 cm dan selama 2 hari berikutnya tidak ada penambahan air sampai

kondisi air di petakan habis dan tanah mengering sedikit retak. Baru pada hari ke-4

(7 HST) petakan sawah diairi kembali hingga genangan air setinggi 3 cm dan tidak

ada penambahan air sampai kondisi air dipetakan habis dan tanah menjadi mengering

sedikit retak kembali. Cara ini dilakukan terus sampai fase anakan maksimal.

Pada saat mulai fase pembentukan malai (bunting) sampai pengisian biji

petakan sawah digenangi terus. Petakan dikeringkan kembali saat 10 – 15 hari

sebelum panen. Pada tanah yang cepat menyerap air atau berpasir selang waktu

pengairan harus diperpendek. Apabila ketersediaan air selama satu musim tanam

kurang mencukupi selang waktu pengairan dapat diperpanjang yaitu dengan selang

(7)

Pengairan berselang secara efektif dan efisien hanya dapat dilakukan pada

areal sawah irigasi teknis yang dapat dengan mudah mengatur masuk dan keluarnya

air pada areal persawahan. Pada sawah-sawah yang sistem drainasenya tidak baik

(sulit dikeringkan) atau sawah tadah hujan pengairan berselang (intermittent

irrigation) tidak perlu diterapkan.

6. Pemupukan Berimbang

PTPS menerapkan pemupukan berimbang secara efektif dan efisien sesuai

kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara dalam tanah. Pemupukan berimbang

adalah pemberian berbagai unsur hara dalam bentuk pupuk untuk memenuhi

kekurangan hara yang dibutuhkan tanaman berdasarkan tingkat hasil yang ingin

dicapai dan hara yang tersedia dalam tanah. Unsur hara yang dibutuhkan tanaman

adalah unsur N (nitrogen ; dalam bentuk pupuk urea), P (phospat ; dalam bentuk

pupuk TSP/SP36) dan K (kalium ; dalam bentuk pupuk KCL).

Kebutuhan N tanaman dapat diketahui dengan cara mengukur tingkat

kehijauan warna daun padi menggunakan bagan warna daun (BWD). Bagan warna

daun adalah sebuah alat untuk mengukur tingkat kebutuhan N tanaman dengan

mengukur skala tingkat kehijauan warna daun sehingga dapat diketahui jumlah

kebutuhan unsur hara N tanaman. Nilai pembacaan bagan warna daun (BWD)

digunakan untuk mengoreksi dosis pupuk N yang telah ditetapkan sehingga menjadi

lebih tepat sesuai dengan kondisi tanaman.

Pemberian pupuk awal N diberikan pada umur tanaman sebelum 14 HST

ditentukan berdasarkan tingkat kesuburan tanah. Dosis pupuk awal N (urea) untuk

padi varietas unggul baru adalah 50 – 75 kg/ha, sedangkan untuk padi tipe baru

dengan dosis 100 kg/ha. Pembacaan BWD hanya dilakukan menjelang pemupukan

kedua (tahap anakan aktif; umur 21 – 28 HST) dan pemupukan ketiga (tahap

primordia; umur 35 – 40 HST). Khusus untuk padi hibrida dan padi tipe baru

pembacaan BWD juga dilakukan pada saat tanaman dalam kondisi keluar malai dan

10 % berbunga.

Pemupukan dilakukan dengan cara disebar/ditabur merata di seluruh

permukaan tanah. Urea merupakan pupuk yang mudah larut dalam air sehingga pada

(8)

Pemupukan P dan K disesuaikan dengan hasil analisis status hara tanah dan

kebutuhan tanaman. Status hara tanah P dan K dapat ditentukan dengan perangkat uji

tanah sawah (PUTS). Tiap wilayah telah memiliki dosis rekomendasi pemupukan P

dan K yang berdasarkan pada uji tanah sawah yang dilakukan oleh instansi terkait

(Balai Penyuluhan/Dinas Pertanian). Terdapat tiga skala tingkatan status hara tanah P

dan K pada suatu lahan sawah yaitu tinggi (50 kg/ha dan 0-50 kg/ha), sedang (75

kg/ha dan 50 kg/ha) dan rendah (@100 kg/ha).

Pupuk P diberikan seluruhnya sebagai pupuk dasar atau bersamaan dengan

pemupukan N yang pertama pada 0 – 14 HST. Pupuk K pada lahan sawah dengan

status hara tanah P dan K rendah (dosis 100 kg/ha KCL) diberikan 50 % sebagai

pupuk dasar (pemupukan pertama) dan sisanya diberikan pada masa primordia. Pada

lahan sawah dengan status hara tanah P dan K sedang – tinggi (< 50 kg KCL/ha)

pupuk K diberikan seluruhnya sebagai pupuk dasar (0 – 14 HST).

7. Pengendalian Gulma

Pengendalian gulma atau penyiangan adalah kegiatan membersihkan

pertanaman dari rumput, gulma di areal pertanaman. Penyiangan dapat dilakukan

dengan cara mencabut gulma dengan tangan, menggunakan alat gasrok (landak) atau

menggunakan herbisida. PTPS lebih menganjurkan melakukan penyiangan dengan

menggunakan alat gasrok karena sinergis dengan pengelolaan lainnya dan lebih

memiliki keuntungan ramah lingkungan, hemat tenaga kerja, memberikan sirkulasi

udara ke dalam tanah sehingga dapat merangsang pertumbuhan akar tanaman dan

apabila dilakukan bersamaan atau segera setelah pemupukan akan menjadi efisien.

Penyiangan menggunakan gasrok dapat dilakukan apabila penyiangan

dilakukan saat tanaman berumur 10 – 15 HST. Dianjurkan dilakukan dua kali,

dimulai pada saat tanaman berumur 10 – 15 HST dan diulangi 10 – 25 hari kemudian

dilakukan pada kondisi air macak-macak dengan ketinggian 2 – 3 cm. Gulma yang

(9)

8. Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu (PHT)

Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT) merupakan suatu

pendekatan pengendalian yang memperhitungkan faktor ekologi sehingga

pengendalian dilakukan agar tidak terlalu mengganggu keseimbangan alam dan tidak

menimbulkan kerugian yang besar. PHT merupakan perpaduan berbagai cara

pengendalian hama dan penyakit, melalui monitoring populasi hama dan kerusakan

tanaman menggunakan teknologi pengendalian tepat guna. PHT dapat dilakukan

menggunakan strategi berikut ini : gunakan varietas tahan hama dan penyakit,

menggunakan tanaman yang sehat, mmanfaatkan musuh alami, pengendalian secara

mekanik (alat) dan fisik (menangkap) serta penggunaan pestisida hanya jika

diperlukan dan dilakukan tepat sesuai dosis, sasaran dan waktu.

9. Panen dan Pasca Panen

PTPS sangat memperhatikan proses penanganan panen dan pasca panen.

Panen dan pasca panen harus ditangani secara baik dan benar karena penanganan

panen dan pasca panen yang tidak baik dan benar dapat menyebabkan kehilangan

hasil 4 – 18 %. Untuk mendapatkan butir padi dan beras dengan kualitas baik perlu

memperhatikan ketepatan waktu panen. Panen terlalu cepat dapat menimbulkan

prosentase butir hijau tinggi yang berakibat sebagian butir padi tidak berisi atau

rusak saat digiling. Panen terlambat menyebabkan hasil berkurang karena butir padi

mudah lepas dari malai dan tercecer di sawah atau beras pecah saat digiling.

Umur tanaman padi mungkin berbeda antara varietas satu dengan varietas

yang lainnya sehingga hal ini juga perlu diperhatikan. Hitung sejak padi berbunga

biasanya panen dilakukan pada 30 s/d 35 hari setelah padi berbunga. Jika malai telah

menguning 95 % segera lakukan pemanenan.

Panen dilakukan dengan cara memotong padi menggunakan sabit bergerigi

10 – 15 cm dari atas permukaan tanah atau dari pangkal malai jika akan dirontok

dengan power thresser. Panen sebaiknya dilakukan secara berkelompok (15 – 20

orang) yang dilengkapi dengan alat perontok. Dengan cara ini maka tingkat

kehilangan hasil pada saat panen dapat dikurangi.

Gunakan plastik atau terpal sebagai alas padi yang baru dipotong dan

(10)

dilakukan pada waktu pagi hari sebaiknya sore harinya segera dirontokkan karena

perontokkan yang dilakukan lebih dari dua hari dapat menyebabkan kerusakan beras.

Perlu diperhatikan juga jika perontokkan padi dilakukan dengan cara tradisional

(di-gepyok) maka gunakan alas dari plastik atau terpal yang lebarnya mencukupi dan bagian pinggir plastik atau terpal dilipat keatas yang berfungsi sebagai dinding untuk

menahan butir padi terlempar keluar dari alas sehingga mengurangi kehilangan hasil.

Proses selanjutnya adalah penanganan pasca panen. Gabah yang sudah

dirontokkan dijemur di atas lantai jemur atau jika tidak ada bisa menggunakan terpal.

Gabah dijemur dengan ketebalan 5 – 7 cm dan dilakukan pembalikan setiap 2 jam

sekali hingga kering. Gabah kering jika tidak langsung digiling harus disimpan di

tempat yang bersih dalam lumbung/gudang yang bebas hama dan memiliki sirkulasi

udara yang baik. Gabah yang akan dikonsumsi agar diperoleh beras dengan kualitas

baik disimpan dengan kadar air 14 %. Sedangkan gabah yang akan digunakan

sebagai benih disimpan dengan kadar air 12 %.

Gabah yang akan disimpan dalam waktu lama harus memiliki kadar air yang

lebih rendah. Untuk penyimpanan 4 – 6 bulan gabah harus memiliki kadar air 12 %

dan apabila disimpan selama 7 – 12 bulan kadar air gabah 11 %. Yang perlu

diperhatikan dalam penyimpanan gabah adalah tempat penyimpanan dan wadah yang

digunakan untuk mengemas gabah. Gudang atau tempat penyimpanan harus bersih

dari kotoran dan hama, dapat melindungi gabah dari hama seperti tikus dan memiliki

sirkulasi udara yang baik.

Wadah pengemas dapat menggunakan kemasan karung, kemasan plastik

dan kemasan yute. Kemasan harus dapat melindungi gabah dari hama, kerusakan

fisik terhadap goncangan dan mudah dipindahkan. Simpan gabah dengan ditata rapi

secara bertumpuk dan mendapatkan sirkulasi udara yang baik. Sebaiknya kemasan

atau karung disimpan tidak langsung menempel pada dinding karena dapat

mempengaruhi kelembaban padi dalam kemasan.

Pencegahan dan pengendalian hama dapat dilakukan dengan cara fumigasi.

Penggunaan insektisida jangan langsung disemprotkan pada butiran gabah karena

dapat mempengaruhi kualitas gabah. Gabah yang sudah disimpan jika akan digiling

diangin-anginkan terlebih dahulu sebelum digiling untuk menghindari butir beras

Referensi

Dokumen terkait

8.5 Kakvi su to Eulerovi i Hamiltonovi grafovi? Cilj aktivnosti : Uˇcenici ´ce se upoznati s Eulerovim i Hamiltonovim grafom te uoˇciti neka njihova svojstva. Uˇcenici ´ce

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Berkah, serta Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik skripsi yang berjudul

Citra destinasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen yang mana kepuasan tersebut semakin mendorong konsumen untuk datang berkunjung kembali, semakin

Berdasarkan survey peneliti pada 05 Juli 2012 di Desa Pudak melalui wawancara dari 10 ibu yang menyusui 3 (30%) ibu yang tingkat pendidikan, sosial ekonomi dan

Dari penetapan ahli waris tersebut dapat disimpulakan, pada awalnya penggugat tidak berhak atas tanah warisan tersebut karena bukan ahli waris dari Almarhum Teuku

Di dalam model konseptual ini terdapat tiga bagian utama yang didefinisikan yaitu input, proses, dan output. Bagian pertama menjelaskan input, yaitu berupa data

Dari sini kita dapat memahami bahwa Quraish Shihab dalam pemikirannya membolehkan poligami, namun dalam pelaksanaan poligami tersebut beliau sangat menekankan pada

Seluruh dosen di fakultas teknik informatika terima kasih banyak untuk semua ilmu, didikan dan pengalaman yang sangat berarti yang telah kalian berikan kepada