• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pelatihan Dan Pengembangan, Disiplin Kerja Serta Kompensasi Terhadap Produktivitas Karyawan Pada PT. Alfa Scorpii Cabang Setia Budi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pelatihan Dan Pengembangan, Disiplin Kerja Serta Kompensasi Terhadap Produktivitas Karyawan Pada PT. Alfa Scorpii Cabang Setia Budi Medan"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Produktivitas Karyawan 2.1.1 Pengertian Produktivitas

Sasaran utama pengelolaan sumber daya manusia tersebut adalah

menciptakan sistem pemberdayaan personel yang dapat menampilkan kinerja

yang produktif. Produktivitas kerja menunjukkan tingkat pegawai dalam

mencapai hasil (output) terutama dilihat dari sisi kuantitasnya. Tingkat

produktivitas setiap pegawai bisa berbeda, karena tergantung pada tingkat

kegigihan dalam menjalankan tugasnya.

Produktivitas kerja merupakan kondisi untuk mengukur tingkat

kemampuan dalam menjalankan produk, baik secara individu, kelompok, maupun

organisasi (Yuniarsih dkk., 2008). Produktivitas ditentukan oleh dukungan semua

sumber daya organisasi yang dapat diukur dari segi efektivitas dan efisiensi, yang

difokuskan pada aspek-aspek (1) hasil akhir yang dicapai, kualitas dan

kuantitasnya, (2) lamanya waktu yang digunakan untuk mencapai hasil akhir, dan

(3) penggunaan sumber daya secara optimal.

Menurut Hasibuan (2003), produktivitas kerja dapat diartikan

perbandingan antara output dengan input dimana output harus mempunyai nilai

tambah dan teknik pengerjaannya yang lebih baik. Sedangkan menurut Kusriyanto

(2000), pengertian produktivitas kerja adalah perbandingan antara hasil yang

dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu. Istilah produktivitas

(2)

banyak hasil dengan mempertahankan biaya yang tetap, mengerjakan segala

sesuatu dengan benar, bekerja lebih cerdik dan lebuh keras. Pengoperasian secara

otomatis untuk mendapatkan hasil yang lebih cepat dan lebih baik.

Sinungan (2003) mengemukakan bahwa produktivitas adalah kemampuan

seperangkat sumber-sumber ekonomi untuk menghasilkan sesuatu sebagai

perbandingan antara pengorbanan (input) dengan menghasilkan output.

Sebagaimana dinyatakan oleh Sinungan (2003) disebutkan kualitas kerja juga

harus diperhatikan dalam menilai produktivitas tenaga kerja, sebab sekalipun

dalam segi waktu tugas yang dibebankan kepada pekerja atau perusaaan itu

tercapai, kalau mutu kerjanya tidak baik, maka produktivitas kerja itu tidak

bermakna.

Uraian di atas pada hakekatnya menunjuk pada pengukuran produktivitas

secara kualitatif sebagaimana di atas, inilah yang pada dasarnya dipakai sebagai

acuan untuk melihat tingkat produktivitas kerja karyawan. Jadi dapat disimpulkan

bahwa produktivitas kerja adalah perbandingan antara output per input, dimana

output adalah hasil penjualan yang dicapai pertahun sedangkan input adalah

jumlah karyawan pertahun.

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas

Tujuan dari pelaksanaan produktivitas adalah untuk meningkatkan atau

memanfaatkan sumber-sumber yang ada dalam pelaksanaan produktif dapat

terlaksana dengan baik dan dengan tujuan utama untuk mengatasi adanya

pemborosan-pemborosan atau dengan kata lain semua sumber-sumber yang ada

(3)

terbuang begitu saja. Namun sejauh itu ada juga pelaksanaan produktivitas yang

tidak berhasil yang disebabkan oleh beberapa pengaruh di antaranya masalah

ketenagakerjaan dan modal serta faktor alamiah (natural resources).

Masing-masing syarat atau faktor tersebut berlaku dalam cara yang berbeda dan dalam

keadaan berbeda pula.

Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi pencapaian tingkat

produktivitas yang baik menurut Sinungan (2003), yaitu: (a) manusia; (b) modal;

(c) metode/proses; (d) lingkungan organisasi (internal); (e) produksi; (f)

lingkungan negara (eksternal); (g) lingkungan internal dan regional; (h) umpan

balik.

Menurut Anoraga (2004), ada faktor-faktor yang mempengaruhi

produktivitas kerja karyawan adalah sebagai berikut:

1. Motivasi

Pimpinan organisasi perlu mengetahui motivasi kerja dari anggota

organisasi karyawan. Dengan mengetahui motivasi itu maka pimpinan

dapat mendorong karyawan bekerja lebih baik.

2. Pendidikan

Pada umumnya seseorang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan

mempunyai produktivitas kerja yang lebih baik, hal demikian ternyata

merupakan syarat yang penting dalam meningkatkan produktivitas kerja

karyawan. Tanpa bekal pendidikan, mustahil orang akan mudah dalam

(4)

3. Disiplin kerja

Disiplin kerja adalah sikap kejiwaan seseorang atau kelompok yang

senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi segala peraturan

yang telah ditentukan. Disiplin kerja mempunyai hubungan yang sangat

erat dengan motivasi, kedisiplinan dengan suatu latihan antara lain dengan

bekerja menghargai waktu dan biaya akan memberikan pengaruh yang

positif terhadap produktivitas kerja karyawan.

4. Keterampilan

Keterampilan banyak pengaruhnya terhadap produktivitas kerja karyawan.

Keterampilan karyawan dalam perusahaan dapat ditingkatkan melalui

training, kursus-kursus dan lain-lain.

5. Sikap dan etika kerja

Sikap seseorang atau kelompok orang dalam membina hubungan yang

serasi, selaras dan seimbang di dalam kelompok itu sendiri maupun

dengan kelompok lain. Etika dalam hubungan kerja sangat penting karena

dengan tercapainya hubungan seimbang antara perilaku dalam proses

produksi akan meningkatkan produktivitas kerja.

6. Gizi dan kesehatan

Daya tahan tubuh seseorang biasanya dipengaruhi oleh gizi dan makanan

yang didapat, hal itu mempengaruhi kesehatan karyawan, dengan semua

itu akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan.

7. Kompensasi

Penghasilan yang cukup berdasarkan prestasi kerja karyawan karena

(5)

diterima. Dengan itu maka akan memberikan semangat kerja tiap

karyawan untuk memacu prestasi sehingga produktivitas kerja karyawan

akan tercapai.

8. Lingkungan kerja dan iklim kerja

Lingkungan kerja dari karyawan termasuk hubungan kerja antara

karyawan, hubungan dengan pimpinan, suhu serta lingkungan penerangan

dan sebagainya. Hal ini sangat penting untuk mendapatkan perhatian dari

perusahaan karena sering karyawan enggan bekerja, karena tidak ada

kekompakan dalam kelompok kerja atau ruang kerja yang tidak

menyenangkan. Hal ini mengganggu kerja karyawan.

9. Teknologi

Dengan adanya kemajuan teknologi yang meliputi peralatan yang semakin

otomatis dan canggih akan mendapat dukungan tingkat produksi dan

mempermudah manusia dalam melaksanakan pekerjaan.

10. Sarana produksi

Faktor-faktor produksi harus memadai dan saling mendukung dalam

proses produksi.

11. Jaminan sosial

Perhatian dan pelayanan perusahaan kepada setiap karyawan, menunjang

kesehatan dan keselamatan. Dengan harapan agar karyawan semakin

bergairah dan mempunyai semangat untuk bekerja.

12. Manajemen

Dengan adanya manajemen yang baik maka karyawan akan berorganisasi

(6)

13. Kesempatan berprestasi

Setiap orang dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya,

dengan diberikan kesempatan berprestasi, maka karyawan akan

meningkatkan produktivitas.

2.1.3 Metode Pengukuran Produktivitas

Pengukuran produktivitas merupakan suatu alat manajemen yang penting di semua tingkat ekonomi. Dibebarapa negara maupun perusahaan pada akhir-akhir ini telah terjadi kenaikan minat pada pengukuran produktivitas. Karena itu sudah saatnya kita membicarakan alasan mengapa kita harus mengukur produktivitas tersebut. Indeks produktivitas juga bermanfaat dalam menentukan perbandingan antara negara temporal seperti tingkat pertumbuhan dan tingkat produktivitas.

Secara umum pengukuran produktivitas berarti perbandingan yang dapat

dibedakan dalam 3 (tiga) jenis yang sangat berbeda, menurut Sinungan (2003)

yaitu:

1. Perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan

pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukkan apakah

pelaksanaan sekarang ini memuaskan, namun hanya mengetengahkan

apakah meningkatkan atau berkurang serta adanya tingkatannya.

2. Perbandingan perlawanan antara satu unit (perorangan tugas, seksi,

proses) dengan lainnya. Pengukuran seperti ini menunjukkan

pencapaian relatif.

3. Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya, dan inilah yang

(7)

Dari pengertian di atas dapat diambil suatu cara di dalam penyusunan

perbandingan-perbandingan ini dengan mempertimbangkan tingkatan daftar

susunan dan perbandingan pengukuran dari produktivitas. Paling sedikit ada 2

(dua) jenis tingkatan yang berbeda, yakni produktivitas total dan produktivitas

parsial.

Menurut Ravianto (1985) ada dua macam alat pengukuran produktivitas,

yaitu:

a. Physical productivity, yaitu produktivitas secara kuantitatif seperti ukuran

(size), panjang, berat, banyaknya unit, waktu, dan biaya tenaga kerja.

b. Value productivity, yaitu ukuran produktivitas dengan menggunakan nilai uang

yang dinyatakan dalam rupiah, yen, dollar dan seterusnya.

Mangkunegara (2007) menyatakan bahwa beberapa faktor ukuran

produktivitas kerja, antara lain :

a) Kualitas kerja : Ketepatan, ketelitian, keterampilan, kebersihan

b) Kuantitas Kerja : Output, penyelesaian kerja dengan ekstra

c) Keandalan : Mengikuti instruksi, inisiatif, kehati-hatian, kerajinan

d) Sikap : Sikap terhadap perusahaan/pimpinan, sikap terhadap pegawai lain,

sikap terhadap pekerjaan, sikap kerjasama.

2.1.4 Ciri-ciri Karyawan Produktif

Timpe (2000) mengemukakan beberapa ciri karyawan produktif. Pertama,

lebih dari memenuhi kualifikasi pekerjaan, artinya produktivitas tinggi tidak

mungkin tercapai jika kualifikasi pegawai rendah. Pengamatan yang khas adalah:

(8)

teknis; (3) kreatif dan inovatif, (4) memahami pekerjaaan; (5) bekerja dengan

cerdik, menggunakan logika, mengorganisasi pekerjaan dengan efisien, (6) selalu

mencari perbaikan tetapi tahu kapan harus berhenti; (7) dianggap bernilai oleh

atasannya; (8) mempunyai catatan prestasi yang berhasil; dan (9) selalu

meningkatkan diri.

Kedua, bermotivasi tinggi, yang dalam hal ini pengamatan yang khas

adalah: (1) dapat memotivasi diri sendiri; (2) tekun; (3) mempuanyai kemauan

keras untuk bekerja; (4) bekerja efektif dengan atau tanpa atasan; (5) melihat

hal-hal yang harus dikerjakan dan mengambil tindakan yang perlu, (6) menyukai

tantangan, (7) selalu ingin bertanya; (8) memperagakan ketidakpuasan yang

konstruktif dan selalu memikirkan perbaikan; (9) berorientasi pada sasaran atau

pencapaian hasil; (10) selalu tepat waktu; (11) merasa puas jika telah mengerjakan

dengan baik; (12) memberikan andil lebih dari yang diharapkan; dan (13) percaya

bahwa kerja wajar sehari perlu dimbangi dengan gaji wajar untuk sehari.

Ketiga, mempunyai orientasi pekerjaan yang positif. Hal ini dapat diamati

dari: (1) menyukai pekerjaannya dan membanggakannya; (2) menetapkan standar

yang tinggi; (3) mempunyai kebiasaan kerja yang baik; (4) selalu terlihat dalam

pekerjaannya; (5) cermat, dapat dipercaya, dan konsisten; (6) menghormati

manajemen dan tujuannya; (7) mempunyai hubungan baik dengan manajemen; (8)

dapat menerima pengarahan; dan (9) luwes dan dapat menyesuaikan diri.

Keempat, dewasa. Dalam hal ini pegawai yang dewasa memperlihatkan

kinerja yang konsisten. Kedewasaan pegawai dapat diamati melalui: (1) integritas

tinggi; (2) mempunyai rasa tanggung jawab yang kuat; (3) mengetahui kelemahan

(9)

memperoleh harga diri; (6) mantap secara emosional dan percaya diri, (7) dapat

bekerja efektif di bawah tekanan; (8) dapat belajar dari pengalaman; dan (9)

mempunyai ambisi yang kuat.

Kelima, dapat bergaul dengan efektif. Pengamatannya yang khas adalah:

(1) memperagakan kecerdasan sosial; (2) pribadi yang menyenangkan; (3)

berkomunikasi dengan efektif (jelas dan cermat, terbuka terhadap saran dan

pendengar yang baik); (4) bekerja produktif dalam rangka upaya tim; dan (5)

memperagakan sikap positif dan antusiasme.

2.2 Pelatihan dan Pengembangan

2.2.1 Pengertian Pelatihan dan Pengembangan

Panggabean (2004) mengemukakan bahwa pelatihan adalah suatu cara

yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan keterampilan yang

dibutuhkan untuk pekerjaan sekarang, sedangkan pendidikan lebih berorientasi

kepada masa depan dan lebih menekankan kepada peningkatan kemampuan

seseorang untuk memahami dan menginterpretasikan pengetahuan.

Pelatihan diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan penge

tahuan, keterampilan, dan sikap kerja agar para karyawan dapat lebih optim

dalam menjalankan fungsi dan tugas jabatannya sehari-hari (Noe, 2002).

Pelatihan lebih terarah pada peningkatan kemampuan dan keahlian SDM

organisasi yang berkaitan dengan jabatan atau fungsi yang menjadi tanggung

jawab individu yang bersangkutan saat ini ( current job oriented). Sasaran yang

ingin dicapai dan suatu program pelatihan adalah peningkatan kinerja individu

(10)

Menurut Edy Sutrisno (2010) mengemukakan bahwa pengembangan

sumber daya manusia adalah proses persiapan individu untuk memikul tanggung

jawab yang berbeda atau lebih tinggi, biasanya berkaitan dengan peningkatan

kemampuan intelektual dalam melaksanakan pekerjaan yang lebih baik.

Nawawi (2005) mengungkapkan bahwa pengembangan sumber daya

manusia merupakan kegiatan yang harus dilakukan oleh organisasi, agar

pengetahuan (knowledge), kemampuan (ability) dan keahlian (skill) karyawan

sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang dilakukan. Dengan kegiatan

pengembangan ini, maka diharapkan dapat memperbaiki dan mengatasi

kekurangan dalam melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik, sesuai dengan

perkembangan ilmu dan teknologi yang digunakan.

2.2.2 Tujuan Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Manfaat dan tujuan dari kegiatan pengembangan sumber daya manusia

menurut Schuler (1996), yaitu :

1. Mengurangi dan menghilangkan kinerja yang buruk. Dalam hal ini

kegiatan pengembangan akan meningkatkan kinerja karyawan saat ini,

yang dirasakan kurang dapat bekerja secara efektif dan ditujukan untuk

dapat mencapai efektivitas kerja sebagaimana yang diharapkan oleh

organisasi.

2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Dengan mengikuti

pengembangan berarti karyawan juga memperoleh tambahan

(11)

pekerjaan. Dengan demikian diharapkan juga secara tidak langsung

akan meningkatkan produktivitas kerja.

3. Meningkatkan fleksibilitas dari angkatan kerja. Dengan semakin

banyaknya ketrampilan yang dimiliki karyawan, maka akan lebih

fleksibel dan mudah untuk menyesuaikan diri dengan kemungkinan

adanya perubahan pada lingkungan organisasi. Misalnya bila

organisasi memerlukan karyawan dengan kualifikasi tertentu, maka

organisasi tidak perlu lagi menambah karyawan baru, karena karyawan

yang dimiliki sudah cukup memenuhi syarat untuk pekerjaan tersebut.

4. Meningkatkan komitmen karyawan. Dengan melalui kegiatan

pengembangan, karyawan diharapkan akan memiliki persepsi yang

baik tentang organisasi yang secara tidak langsung akan meningkatkan

komitmen kerja karyawan serta dapat memotivasi para karyawan untuk

menampilkan kinerja yang baik.

5. Mengurangi turn over dan absensi. Bahwa dengan semakin besarnya

komitmen karyawan terhadap organisasi akan memberikan dampak

terhadap adanya pengurangan tingkat turn over dan absensi. Dengan

demikian juga berarti meningkatkan produktivitas organisasi.

Pendapat lain mengenai tujuan pelatihan dan pengembangan menurut

Hasibuan (2003) pada hakikatnya menyangkut hal-hal sebagai berikut :

1. Produktivitas kerja.

Dengan pelatihan dan pengembangan, produktivitas kerja karyawan

akan meningkat, kualitas dan kuantitas produksi semakin meningkat,

(12)

2. Efisiensi.

Pelatihan dan pengembangan karyawan juga bertujuan untuk

meningkatkan efisiensi tenaga, waktu, bahan baku dan mengurangi

ausnya mesin-mesin. Pemborosan berkurang dan biaya produksi relatif

kecil sehingga daya saing perusahaan semakin besar.

3. Kerusakan.

Pelatihan dan pengembangan bertujuan untuk mengurangi kerusakan

barang, produksi dan mesin-mesin karena karyawan semakin ahli dan

terampil dalam melaksanakan pekerjaannya.

4. Kecelakaan.

Pelatihan dan pengembangan bertujuan untuk mengurangi tingkat

kecelakaan karyawan sehingga jumlah biaya pengobatan yang

dikeluarkan oleh perusahaan semakin berkurang.

5. Pelayanan.

Pelatihan dan pengembangan bertujuan untuk meningkatkan pelayanan

yang lebih baik dari karyawan kepada konsumen perusahaan, karena

pelayanan yang baik merupakan daya tarik yang bagus untuk

konsumen dan rekanan perusahaan.

6. Moral.

Dengan adanya pelatihan dan pengembangan, moral karyawan menjadi

lebih baik karena memiliki keahlian dan keterampilan sesuai

pekerjaannya sehingga para karyawan antusias untuk menyelesaikan

pekerjaan dengan baik.

(13)

Dengan adanya pelatihan dan pengembangan, kesempatan untuk

meningkatkan karir karyawan semakin besar karena keahlian,

keterampilan dan prestasi kerja yang lebih baik.

8. Konseptual.

Dengan adanya pelatihan dan pengembangan, para manager semakin

cakap dan mengambil keputusan dengan lebih baik karena technical

skill, human skill dan managerial skill yang lebih baik.

9. Kepemimpinan.

Dengan adanya pelatihan dan pengembangan, kepemimpinan seorang

manager akan lebih baik, hubungan dengan manusia lebih luwes,

motivasinya lebih terarah sehingga pembinaan kerjasama vertikal dan

horisontal berjalan lebih baik.

10.Balas Jasa.

Dengan adanya pelatihan dan pengembangan, balas jasa (gaji, upah,

insenti dan benefit) karyawan semakin besar karena prestasi kerja

semakin baik.

11.Konsumen.

Pelatihan dan pengembangan memberikan manfaat bagi konsumen

perusahaan karena konsumen memperoleh barang atau pelayanan yang

lebih bermutu.

2.2.3 Faktor-faktor Pelatihan dan Pengembangan

Menurut Mangkunegara (2009) disebutkan bahwa faktor-faktor yang perlu

(14)

1. Perbedaan individu (Individual differences).

Pada dasarnya setiap individu mempunyai karakter yang berbeda satu

dengan yang lainnya seperti daya tangkap pengetahuan, latar belakang,

latar pendidikan, pengalaman, usia dan minat, sehingga harus disusun

sebuah program pendidikan dan pelatihan yang dapat diterima semua

karyawan peserta pendidikan dan pelatihan.

2. Hubungan dengan analisis jabatan (Relation to job analysis).

Keterangan dari analisis jabatan harus menunjukkan pengetahuan dan

ketrampilan apa yang diperlukan peserta sehingga program pendidikan

dan pelatihan pun akan disesuaikan berdasarkan kebutuhan tersebut.

3. Motivasi (Motivation).

Perhatian khusus harus dicurahkan kepada motivasi karyawan peserta

program pendidikan dan pelatihan. Karena faktor usia mempengaruhi

motivasi seseorang dalam mengikuti program pendidikan dan

pelatihan, maka programnya harus dibuat sedemikian rupa agar peserta

termotivasi untuk mengikuti program tersebut.

4. Partisipasi Aktif (Active Participation).

Dalam program pendidikan dan pelatihan harus menciptakan keadaaan

dimana peserta turut aktif dalam program tersebut, sehingga peserta

termotivasi untuk mengikuti program tersebut.

5. Seleksi peserta pelatihan (Selection of trainees).

Meskipun menurut urgensinya bahwa seluruh karyawan perlu

(15)

jika yang mengikutinya adalah karyawan yang mempunyai minat dan

bakat pada program itu.

6. Seleksi Pengajar (Selection of Trainer).

Agar program pendidikan dan pelatihan dapat mencapai sasaran maka

para pengajar merupakan orang-orang terpilih yang memenuhi

persyaratan sesuai dengan tujuan perusahaan.

7. Pelatihan Pengajar (Training for Trainer).

Sebaiknya pengajar diberikan pelatihan agar mengetahui tujuan dari

diadakannya program pendidikan dan pelatihan sesuai mengetahui

bagaimana cara memberikan materi yang sesuai dengan keadaan.

8. Metode Pendidikan dan Pelatihan (Training Method).

Dalam program pendidikan dan pelatihan harus jelas metode yang

cocok dengan jenis pendidikan dan pelatihan serta tujuan yang

diharapkan dari penyelenggaraannya.

9. Prinsip Belajar (Principle of learning).

Para pengajar harus cermat dalam membaca minat dan bakat peserta

dan mampu mencegah kemungkinan timbulnya hal-hal yang

mengganggu proses belajar mengajar. Penyelenggaraan pendidikan

dan pelatihan harus direncanakan bahwa peserta akan memperoleh

nilai tambah yang bermanfaat seperti dari yang tadinya tidak tahu

kemudian menjadi tahu dan sebagainya.

2.2.4 Tahapan Proses Pelatihan dan Pengembangan

(16)

Pada tahap pertama organisasi memerlukan fase penilaian yang ditandai

dengan satu kegiatan utama yaitu analisis kebutuhan pelatihan. Terdapat

tiga situasi dimana organisasi diharuskan melakukan analisis tersebut

yaitu :

B. Performance problem, berkaitan dengan kinerja dimana karyawan

organisasi mengalami degradasi kualitas atau kesenjangan antara

unjuk kerja dengan standar kerja yang telah ditetapkan.

C. New system and technology, berkaitan dengan penggunaan

komputer, prosedur atau teknologi baru yang diadopsi untuk

memperbaiki efesiensi operasional perusahaan.

D. Habitual training, berkaitan dengan pelatihan yang secara

tradisional dilakukan berdasarkan persyaratan-persyaratan tertentu

misalnya kewajiban legal seperti masalah kesehatan dan

keselamatan kerja.

Fungsi Training Need Analysis adalah sebagai berikut :

1. Mengumpulkan informasi tentang skill, knowledge dan

feeling pekerja;

2. Mengumpulkan informasi tentang job content dan job context;

3. Mendefinisikan kinerja standar dan kinerja aktual dalam rincian

yang operasional;

4. Melibatkan stakeholders dan membentuk dukungan;

5. Memberi data untuk keperluan perencanaan.

(17)

Desain pelatihan adalah esensi dari pelatihan, karena pada tahap ini

bagaimana kita dapat menyakinkan bahwa pelatihan akan dilaksanakan.

Keseluruhan tugas yang harus dilaksanakan pada tahap ini adalah :

1. Mengidentifikasi sasaran pembelajaran dari program pelatihan;

2. Menetapkan metode yang paling tepat;

3. Menetapkan penyelenggara dan dukungan lainnya;

4. Memilih dari beraneka ragam media;

5. Menetapkan isi;

6. Mengidentifikasi alat-alat evaluasi;

7. Menyusun urutan pelatihan.

3. Penerapan Pelatihan

Tahap berikutnya untuk membentuk sebuah kegiatan pelatihan yang

efektif adalah implementasi dari program pelatihan. Keberhasilan

implementasi program pelatihan dan pengembangan SDM tergantung pada

pemilihan (selecting) program untuk memperoleh the right people under

the right conditions.

4. Evaluasi Pelatihan

Untuk memastikan keberhasilan pelatihan dapat dilakukan melalui

evaluasi. Evaluasi dilakukan untuk memastikan apakah pelatihan yang

telah dilakukan berhasil mencapai tujuan ataukah justru sebaliknya.

Menurut Harris (2000), terdapat 4 dasar untuk mengukur keberhasilan dari

pelaksanaan pelatihan, yaitu:

(18)

Merupakan tanggapan peserta akan pelaksanaan pelatihan saat

mengikutinya, di mana instruktur memberikan materi yang

sesuai dengan kebutuhan.

b. Hasil Pembelajaran (Amount of Learning)

Yakni terkait dengan kompetensi, yaitu pengetahuan dan

ketrampilan baru yang diperoleh peserta dari program

pelatihan. Hasil pembelajaran diukur dalam aktivitas program

pelatihan dan belum dalam bekerja.

c. Perubahan Perilaku (Behavioral Change)

Merupakan tingkat seberapa jauh perilaku peserta pada

pekerjaan di pengaruhi oleh program pelatihan yang diikuti,

dan apakah pengetahuan serta keterampilan baru yang

diperoleh peserta pelatihan dipergunakan dalam melakukan

pekerjaan.

d. Hasil Nyata (Concrete Result)

Merupakan ukuran konkrit akan perbaikan hasil-hasil

pekerjaan dari para karyawan yang menunjang tercapainya

tujuan perusahaan, seperti peningkatan produksi, menurunkan

tingkat kesalahan dalam bekerja, dan tujuan dari program

pelatihan lainnya.

2.2.5 Metode-metode Pelatihan dan Pengembangan

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk pelatihan dan

pengembangan dan pada dasarnya dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok

(19)

Metode pelatihan dan pengembangan menurut Panggabean (2004) :

1. On The Job Training

On the job training meliputi semua upaya melatih karyawan untuk

mempelajari suatu pekerjaan sambil mengerjakannya ditempat kerja yang

sesungguhnya. On the job training meliputi program magang, rotasi

pekerjaan, dan understudy atau coaching.

a. Program magang

Program magang menggabungkan pelatihan dan pengalaman

pada pekerjaan dengan instruksi yang didapatkan dari ruang

kelas.

b. Rotasi pekerjaan

Karyawan berpindah dari satu jenis pekerjaan ke jenis

pekerjaan lain dalam jangka waktu yang direncanakan.

c. Understudy atau Coaching

Understudy atau coaching yaitu teknik pengembangan yang

dilakukan dengan praktik langsung dengan orang yang sudah

berpengalaman atau atasan yang dilatih.

2. Off The Job Training

Pelatihan dan pengembangan dilaksanakan pada lokasi terpisah dengan

tempat kerja. Program ini memberikan individu dengan keahlian dan

pengetahuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan pada waktu

terpisah dari waktu kerja regular mereka.

(20)

a. Training Instruksi Pekerjaan

Pendaftaran masing-masing tugas dasar jabatan, bersama

dengan titik-titik kunci untuk memberikan pelatihan langkah

demi langkah kepada karyawan.

b. Pembelajaran Terprogram (Programmed Learning)

Suatu program sistematik untuk mengajarkan keterampilan

mencakup penyajian pertanyaan atau fakta, memungkinkan

orang itu untuk memberikan tanggapan dan memberikan

peserta belajar umpan balik segera tentang kecermatan

jawabannya

c. Vestibule Training

Merupakan training yang dilakukan dalam suatu ruangan

khusus terpisah dari tempat kerja biasa dan disediakan

peralatan yang sama seperti yang akan digunakan pada

pekerjaan sebenarnya.

d. Studi Kasus

Dalam metode ini disajikan kepada petatar masalah-masalah

perusahaan secara tertulis kemudian petatar menganalisis kasus

tersebut secara pribadi, mendiagnosis masalah dan

menyampaikan penemuan dan pemecahannya di dalam sebuah

diskusi.

e. Management Games

Peserta pelatihan dibagi dalam kelompok-kelompok di mana

(21)

f. Seminar

Metode ini bertujuan mengembangkan keahlian kecakapan

peserta untuk menilai dan memberikan saran-saran yang

konstruktif mengenai pendapat orang lain.

g. Permainan peran (Role Playing)

Peserta memainkan peran tertentu di mana diberikan suatu

permasalahan dan bagaimana seandainya petatar tersebut

menangani permasalahan yang ada.

i. Pengajaran Melalui Komputer

Menggunakan komputer untuk memudahkan training dimana

menggunakan program yang disesuaikan dengan tingkat

kecepatan seseorang dalam menyelesaikan suatu masalah.

2.2.6 Kendala dalam Pelatihan dan Pengembangan

Menurut Hasibuan (2003), kendala dalam pelatihan dan pengembangan

yang dilaksanakan selalu ada dan perusahaan harus berusaha memahami pengaruh

kendala-kendala tersebut. Kendala-kendala pengembangan akan menghambat

lancarnya pelaksanaan pelatihan dan pendidikan sehingga sasaran yang tercapai

kurang memuaskan.

Kendala-kendala pengembangan berkaitan dengan peserta, pelatih atau

instruktur, fasilitas pengembangan, kurikulum, dan dana pengembangan.

a. Peserta

Peserta pengembangan mempunyai latar belakang yang tidak sama atau

(22)

usianya. Hal ini akan menyulitkan dan menghambat kelancaran dan

pelaksanaan latihan dan pendidikan karena daya tangkap, persepsi, dan

daya nalar mereka terhadap pelajaran yang diberikan berbeda.

b. Pelatih atau instruktur

Pelatih atau instruktur yang ahli dan cakap mentransfer pengetahuannya

kepada para peserta latihan dan pendidikan sulit didapat. Akibatnya,

sasaran yang diinginkan tidak tercapai, misalnya, ada pelatih yang ahli dan

pintar tetapi tidak dapat mengajar dan berkomunikasi secara efektif atau

teaching skill-nya tidak efektif, jadi dia hanya pintar serta ahli untuk

dirinya sendiri.

c. Fasilitas pengembangan

Fasilitas sarana dan prasarana pengembangan yang dibutuhkan untuk

latihan dan pendidikan sangat kurang atau tidak baik. Misalnya,

buku-buku, alat-alat dan mesin-mesin, yang akan digunakan untuk praktek

kurang atau tidak ada. Hal ini akan menyulitkan dan menghambat

lancarnya pengembangan.

d. Kurikulum

Kurikulum yang ditetapkan dan diajarkan kurang serasi atau menyimpang

serta tidak sistematis untuk mendukung sasaran yang diinginkan oleh

pekerjaan atau jabatan peserta yang bersangkutan. Untuk menetapkan

kurikulum dan waktu yang mengajarkannya yang tepat dan sulit.

e. Dana pelatihan

Dana yang tersedia untuk pelatihan sangat terbatas, para peserta

(23)

bahkan pelatih maupun sarananya kurang memenuhi persyaratan yang

dibutuhkan.

2.3 Disiplin Kerja

2.3.1 Pengertian Disiplin Kerja

Hasibuan (2005) menjelaskan bahwa kedisiplinan adalah kesadaran dan

kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial

yang berlaku.

Disiplin kerja menurut Veithzal (2004) adalah suatu alat yang digunakan

para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk

mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan

kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan

norma-norma sosial yang berlaku.

Sutrisno (2010) menyimpulkan bahwa disiplin kerja adalah perilaku

seseorang yang sesuai dengan peraturan, prosedur kerja yang ada atau disiplin

adalah sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari

organisasi baik tertulis maupun yang tidak tertulis.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat dirumuskan bahwa yang dimaksud

dengan disiplin adalah sikap hormat terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan

yang ada dalam diri karyawan, yang menyebabkan ia dapat menyesuaikan diri

(24)

2.3.2 Tujuan Disiplin Kerja

Secara umum dapat disebutkan bahwa tujuan utama disiplin kerja adalah

demi kelangsungan organisasi atau perusahaan sesuai dengan motif organisasi

atau perusahaan yang bersangkutan baik hari ini maupun hari esok. Menurut

Sastrohadiwiryo (2003) secara khusus tujuan disiplin kerja para karyawan, antara

lain :

1. Agar para karyawan menepati segala peraturan dan kebijakan ketenagakerjaan

maupun peraturan dan kebijakan organisasi yang berlaku, baik tertulis maupun

tidak tertulis, serta melaksanakan perintah manajemen dengan baik.

2. Karyawan dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta mampu

memberikan pelayanan yang maksimum kepada pihak tertentu yang

berkepentingan dengan organisasi sesuai dengan bidang pekerjaan yang diberikan

kepadanya.

3. Karyawan dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana, barang

dan jasa organisasi dengan sebaik-baiknya.

4. Para karyawan dapat bertindak dan berpartisipasi sesuai dengan norma-norma

yang berlaku pada organisasi.

5. Karyawan mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi sesuai dengan

harapan organisasi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

2.3.3 Jenis – Jenis Disiplin Kerja

Menurut Handoko (2003) ada tiga jenis disiplin kerja yaitu:

(25)

Disiplin preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para

karyawan agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga

penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah. Sasaran pokoknya adalah untuk mendorong

disiplin diri di antara para karyawan. Dengan cara itu, para karyawan menjaga

disiplin diri mereka bukan semata-mata karena dipaksa manajeman. Adapun

aturannya seperti: kehadiran, penggunaan jam kerja, ketetapan waktu,

penyelesaian pekerjaan.

b. Disiplin Korektif.

Disiplin korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran

terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran

lebih lanjut. Yang berguna dalam pendisiplinan korektif antara lain:

(1) Peringatan pertama dengan mengkomunikasikan semua peraturan

terhadap karyawan.

(2) Sedapat mungkin pendisiplinan ditetapkan supaya karyawan dapat

memahami hubungan peristiwa yang dialami oleh karyawan.

(3) Konsisten dalam memberikan sanksi yaitu para karyawan yang

melakukan kesalahan yang sama maka hendaknya diberikan sanksi yang

sesuai dengan kesalahan yang mereka buat.

c. Disiplin Progresif.

Disiplin progresif berarti memberikan hukuman-hukuman yang lebih berat

terhadap pelanggaran-pelanggaran yang berulang. Tujuannya adalah memberikan

kesempatan kepada karyawan untuk mengambil tindakan korektif sebelum

(26)

dalam memberikan hukuman progresif adalah peringatan lisan, peringatan tertulis,

skorsing dan pemecatan.

2.3.4 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Disiplin Kerja

Menurut Sutrisno (2010), faktor-faktor mempengaruhi disiplin kerja dalam

suatu perusahaan. antara lain:

a. Besar kecilnya pemberian kompensasi

Para karyawan akan mematuhi segala peraturan yang berlaku bila mereka merasa

mendapat jaminan balas jasa yang setimpal dengan kinerja yang mereka berikan

bagi perusahaan.

b. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan

Peranan keteladan pimpinan sangat berpengaruh besar dalam perusahaan karena

pimpinan merupakan panutan dalam suatu perusahaan.

c. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan

Para karyawan akan mau melakukan disiplin bila ada aturan yang jelas dan

diinformasikan kepada karyawan.

d. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan

Bila ada seorang karyawan yang melanggar disiplin, maka perlu ada keberanian

dari pimpinan untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tingkat pelanggaran

yang dibuat.

e. Ada tidaknya pengawasan pimpinan

Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada yang

mengarahkan karyawan dalam melaksanakan pekerjaan dengan tepat dan sesuai

(27)

f. Ada tidaknya perhatian kepada pada karyawan

Karyawan tidak hanya puas dengan penerimaan kompensasi yang tinggi, tetapi

juga membutuhkan perhatian yang besar dari pimpinannya.

g. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin.

Seorang pemimpin dapat menciptakan kebiasaan-kebiasaan yang positif yang

memungkinkan terciptanya penegakan disiplin yang wajar.

2.3.5 Indikator Disiplin Kerja

Menurut Hasibuan (2005) bahwa indikator yang mempengaruhi tingkat

kedisiplinan karyawan suatu organisasi, diantaranya adalah:

1. Tujuan dan kemampuan.

Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan

karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara

ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti

bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai

dengan kemampuan karyawan bersangkutan sehingga kemampuan untuk

menjalankan tugas yang dibebankan tersebut tidak memberi jalan untuk

mendapatkan alasan bahwa karyawan tidak bekerja sungguh-sungguh dan

tidak disiplin dalam mengerjakan tugasnya.

2. Teladan Pimpinan.

Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan

karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para

bawahannya, maksudnya bahwa dalam lingkungan perusahaan semua

(28)

menegakkan disiplin dirinya dan bagaimana karyawan dapat

mengendalikan dirinya dari ucapan, perbuatan dan sikap yang dapat

merugikan aturan disiplin yang sudah ditetapkan. Pimpinan harus memberi

contoh yang baik, berdisiplin yang baik, jujur, adil serta sesuai kata

dengan perbuatan. Dengan teladan pimpinan yang baik kedisiplinan

bawahan pun akan ikut baik.

3. Balas Jasa.

Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan

karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan

karyawan terhadap perusahaan/pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan

semakin baik terhadap pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik.

4. Keadilan.

Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego

dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta

diperlakukan sama dengan manusia lainnya.

5. Waskat (Pengawasan Melekat).

Waskat adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan

kedisiplinan karyawan perusahaan. Dengan waskat berarti atasan harus

aktif langsung mengawasi perilaku moral, sikap gairah kerja, dan prestasi

kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu hadir/ada di tempat

kerja agar dapat mengawasi dan memberikan petunjuk, jika ada

bawahannya yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan

(29)

6. Sangsi Hukuman.

Sangsi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan

karyawan. Dengan sangsi hukuman yang semakin berat, karyawan akan

semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap dan

prilaku indisipliner karyawan akan berkurang.

7. Ketegasan.

Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi

kedisiplinan karyawan perusahaan. Pimpinan harus berani dan tegas,

bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai

dengan sangsi hukuman yang telah ditetapkan.

8. Hubungan Kemanusiaan.

Hubungan kemanusiaan yang harmonis diantara sesama karyawan ikut

menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Hubungan

baik yang bersifat vertikal maupun horizontal akan memberikan dampak

yang baik dalam menciptakan suasana lingkungan kerja yang kondusif dan

berdampak pada terlaksananya pekerjaan dengan lancar.

Menurut Soejono (1997), disiplin kerja karyawan dapat dikatakan baik

apabila memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Para karyawan datang tepat waktu, tertib, teratur

2. Berpakaian rapi

3. Mampu memanfaatkan dan menggerakkan perlengkapan secara baik

4. Menghasilkan pekerjaan yang memuaskan

5. Mengikuti cara kerja yang ditentukan oleh perusahaan

(30)

2.4 Kompensasi

2.4.1 Pengertian Kompensasi

Menurut Simamora (2004), kompensasi (compensation) meliputi imbalan

finansial dan jasa nirwujud serta tunjangan yang diterima oleh para karyawan

sebagai bagian dari hubungan kepegawaian. Kompensasi merupakan apa yang

diterima oleh para karyawan sebagai ganti kontribusi mereka kepada organisasi.

Menurut Dessler (2005), kompensasi karyawan adalah semua bentuk

pembayaran atau hadiah yang diberikan kepada karyawan dan muncul dari

pekerjaan mereka.

Panggabean (2004) mengemukakan bahwa : Kompensasi adalah setiap

bentuk penghargaan yang diberikan kepada karyawan sebagai balasa jasa mereka

kepada organisasi.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kompensasi merupakan sesuatu yang

diterima karyawan sebagai ganti kontribusi jasa mereka terhadap perusahaan baik

itu kompensasi finansial dan kompensasi non finansial. Dan dalam penelitian ini

kompensasi yang akan di bahas adalah kompensasi finansial.

2.4.2 Jenis Kompensasi

Menurut Kaswan (2012) pada umumnya kompensasi terbagi 2, yaitu:

kompensasi inansial dan kompensasi non finansial.

a.Kompensasi Finansial.

- Kompensasi Finansial langsung adalah penghargaan / ganjaran yang disebut gaji

atau upah yang dibayar secara tetap berdasarkan tenggang waktu yang tetap dan

(31)

- Kompensasi Finansial Tidak Langsung adalah pemberian bagian keuntungan /

manfaat lainnya bagi para pekerja di luar gaji atau upah tetap, yang bisa berupa

Tunjangan, Asuransi Pesangon, Sekolah Anak, cuti Sakit, dll yang dengan kata

lain merupakan kompensasi tidak langsung.

b. Kompensasi non-Finansial

Menurut Mondy (2008), kompensasi non finansial adalah kepuasan yang diterima

seseorang dari pekerjaan itu sendiri atau dari lingkungan psikologis dan atau fisik

tempat orang tersebut bekerja.

Terdapat bermacam-macam definisi dan jenis-jenis kompensasi, akan

tetapi sejalan dengan tujuan penulisan dan rumusan masalah yang dijelaskan pada

bab terdahulu maka penulis memusatkan landasan teoritikal akan jenis

kompensasi ini pada kompensasi finansial yang terbagi atas kompensasi finansial

langsung dan kompensasi finansial tidak langsung.

2.4.3 Tujuan Kompensasi

Menurut Hasibuan (2005), tujuan pemberian kompensasi (balas jasa)

antara lain adalah:

a. Ikatan Kerja Sama

Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerja sama formal

perusahaan/pengusaha dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan

tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan perusahaan/pengusaha wajib membayar

kompensasi sesuai dengan perjanjian yang disepakati.

(32)

Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik,

status sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari

jabatannya.

c. Pengadaan Efektif

Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang

qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.

d. Motivasi

Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi

bawahannya.

e. Stabilitas Karyawan

Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal

konsistensi yang kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena

turn-over relatif kecil.

f. Disiplin

Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin

baik. Mereka akan menyadari serta mentaati peraturan-peraturan yang berlaku.

g. Pengaruh Serikat Buruh

Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan

dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.

h. Pengaruh Pemerintah

Jika program kompensasi sesuai dengan undang-undang perburuhan yang berlaku

(33)

2.4.4 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kompensasi

Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kompensasi yang

dikemukakan Hasibuan (2005) antara lain :

a. Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja

b. Kemampuan Untuk Membayar

c. Organisasi Buruh

d. Produktivitas

e. Pemerintah.

f. Biaya Hidup.

g. Posisi Jabatan Karyawan.

h. Pendidikan dan Pengalaman Kerja.

i. Kondisi Perekonomian Nasional

j. Jenis dan Sifat Pekerjaan

Bila Perumusan dan pelaksanaan kebijaksanaan kompensasi tepat baik

dalam aspek keadilan maupun kelakannya maka karyawan akan merasa puas dan

termotivasi untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan

pencapaian perusahaan. Sebaliknya, bila rasa keadilan dan kelayakan tidak

terpenuhi akan menyebabkan karyawan mengeluh, timbulnya ketidakpuasan kerja

yang kemudian berdampak pada kemerosotan semngat kerja karyawan yang pada

gilirannya menyebabkan kinerja karyawan akan merosot pula.

2.4.5 Indikator Kompensasi

(34)

1. Upah dan gaji

Upah dan gaji biasanya berhubungan dengan tarif gaji per jam. Upah merupakan

basis bayaran yang kerap kali digunakan bagi pekerja-pekerja produksi dan

pemeliharaan. Gaji umumnya berlaku untuk tarif bayaran mingguan, bulanan atau

tahunan.

2. Insentif

Insentif adalah tambahan kompensasi di atas atau di luar gaji atau upah yang

diberikan oleh organisasi.

3. Tunjangan

Contoh-contoh tunjangan adalah asuransi kesehatan dan jiwa, liburan yang

ditanggung perusahaan, program pensiun dan tunjangan lainnya yang berkaitan

dengan hubungan kepegawaian seperti kesempatan mendapatkan pelatihan.

4. Fasilitas-Fasilitas lain

Contoh-contoh fasilitas adalah seperti mobil perusahaan, keanggotaan klub,

tempat parkir khusus atau akses ke pesawat perusahaan yang diperoleh karyawan.

2.5 Hubungan Pelatihan dan Pengembangan Dengan Produktivitas Kerja

Pelatihan dan pengembangan bertujuan untuk menambah pengetahuan dan

meningkatkan keterampilan pekerja yang dapat mempunyai dampak paling

langsung terhadap produktivitas kerja. Kegiatan pengembangan ini menjanjikan

pertumbuhan produktivitas yang terus menerus (Kusriyanto, 1993) .

Dengan pengembangan maka produktivitas kerja karyawan akan

meningkat, kualitas dan kuantitas produksi semakin baik, karena technical skill,

(35)

Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

pendidikan dan pelatihan mempunyai hubungan yang erat dengan produktivitas

kerja karyawan serta dapat meningkatkannya.

2.6 Hubungan Disiplin Kerja Dengan Produktivitas Kerja

Disiplin pegawai memainkan peranan yang dominan, krusial, dan kritikal

dalam keseluruhan upaya untuk meningkatkan produktivitas kerja para pegawai.

Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan

perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku di organisasi (Hasibuan, 2005).

Selanjutnya Sulistiyani (2004) mengatakan bahwa disiplin bisa mendorong

produktivitas kerja atau disiplin merupakan sarana yang penting untuk mencapai

produktivitas kerja para pegawai dalam birokrasi. Anoraga (2004) mengatakan

agar produktivitas kerja pegawai dapat terlaksana sesuai dengan harapan

organisasi, maka tiada lain kuncinya adalah disiplin. Disiplin harus ditegakkan

baik kepada individu maupun kelompok dan kepada seluruh karyawan yang

terlibat di dalam organisasi.

Dari penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa produktivitas

kerja karyawan dalam suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh disiplin kerja dari

(36)

2.7 Hubungan Kebijakan Kompensasi Dengan Produktivitas Kerja

Peningkatan produktivitas yang dilaksanakan oleh perusahaan kepada

karyawannya dengan cara menyempurnakan sumber daya manusia. Adapun cara

menyempurnakan sumber daya manusia tersebut ialah melalui pembentukan

motivasi sebagai salah satu faktor yang secara langsung dapat berpengaruh

terhadap peningkatan produktivitas karyawan. Dan salah satu cara memotivasi

karyawan untuk meningkatkan produktivitas mereka adalah dengan pemberian

kompensasi yang sesuai dari perusahaan.

Hasibuan (2000) mengungkapkan bahwa jika kompensasi yang diberikan

besar maka produktivitas kerja karyawan akan semakin baik sebaliknya jika

kompensasi yang diberikan kecil maka produktivitas kerjanya buruk. Teori ini

diperkuat dengan hasil penelitian oleh Sumapouw (2013) dan Irawati (2014) yang

menunjukkan adanya pengaruh signifikan dari kompensasi dalam meningkatkan

produktivitas kerja karyawan.

Dari hasil uraian tersebut dapat kita lihat bahwa pemberian kompensasi

kepada karyawan erat hubungannya terhadap peningkatan produktivitas

(37)

2.8 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Peneliti (Tahun)

Judul Penelitian Metode Penelitian

Hasil Penelitian

1 Redonizar (2012)

Pengaruh Kompensasi dan Displin Kerja Terhadap Produktivitas Kerja (Studi Kasus Pada

Karyawan Bagian

Hasil uji regresi menunjukkan bahwa kompensasi berpengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan sebesar 58,2%. Sedangkan hasil untuk variabel disiplin kerja berpengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan sebesar 49,6%. Secara bersama – sama kompensasi dan

kedisiplinan berpengaruh terhadap produktivitas sebesar 61,6%.

2 Hanafi (2009)

Pengaruh Semangat Kerja, dan Disiplin Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai di AKADEMI

PARIWISATA MEDAN

Regresi Linier Berganda

Semangat dan disiplin kerja, baik secara simultan maupun parsial berpengaruh nyata

terhadap peningkatan produktivitas pegawai di

Akademi Pariwisata Medan. Semangat kerja yang tinggi secara nyata juga dipengaruhi oleh kepemimpinan yang baik dan iklim organisasi yang mendukung.

3 Fuanida (2012)

Pengaruh Pelatihan, Disiplin Kerja, dan Motivasi Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada CV Sapu Dunia Semarang

Regresi Linier Berganda

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis secara

signifikan terdapat pengaruh yang dibuktikan melalui uji F hitung sebesar (72,377) yang lebih besar dari F tabel (2,70). Pengaruh yang signifikan ini menunjukkan bahwa semakin baik pelatihan, disiplin kerja dan motivasi maka semakin tinggi produktivitas kerja karyawan, sedangkan apabila semakin buruk pelatihan, disiplin kerja dan motivasi kerja maka

(38)

4 Yuliandari (2014)

Pengaruh Kompensasi dan Lingkungan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Bagian Loster Pada UD Yuri Desa Pangkung Buluh Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana

Regresi Linier Berganda

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan secara simultan maupun parsial dari kompensasi dan lingkungan kerja terhadap produktivitas kerja karyawan loster pada UD Yuri Desa Pangkung Buluh, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana. 5 Kemala

(2008)

Pengaruh Penilaian Prestasi Kerja dan Pelatihan Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan pada PT. Bank Bukopin Cabang Medan.

Regresi Linier Berganda

Secara simultan dan parsial, variabel penilaian prestasi kerja dan pelatihan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas dengan (F

ratio) yang diperoleh tingkat sebesar 24, 430 > dari F

tab dan diuji secara parsial (t

hitung) sebesar

4,556 > dari t

tabel . Dalam

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
tabel penelitian ini juga menunjukkan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 68 orang responden di SMA Negeri 1 Manado, diperoleh hasil dari 56 responden yang berpengetahuan baik terdapat responden yang

Motif Convenience utility. Adalah Kebanyakan responden menggunakan media sosial sebagai alat yang menyenangkan bagi mereka. Mereka merasa senang karena media sosial

Langkah- langkah dari peneitian ini diantaranya, pengambilan sampel “lemea”, isolasi BAL, identifikasi bakteri secara makroskopik dan mikroskopik (pewarnaan Gram) dan penentuan

Untuk membuat sistem penjualan yang terkomputerisasi menggunakan teori perancangan sistem informasi yaitu dengan menggunakan Diagram Konteks, Diagram Zero, ERD, dan Normalisasi

[r]

Peserta PLPG menyiapkan bahan media pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran yang di ampu di sekolah masing-masing.. Peserta PLPG membawa Surat Tugas dari

Pada penulisan ini metode yang digunakan adalah dengan melakukan pengumpulan data dan analisa dengan menggunakan dua metode penelitian, yaitu metode keperpustakaan dan metode

ةرادإ ةئيه عضو زوجي ا دق فقوم يف تاباختناا ا دعاوق ةسارح اهرطضي ةروصب اهقبطت نأ اهل نكم نم صقتني دق كلذ نأ ،ةلوقعم.. ۱3 ىلع ﺎهﺗرﺪﻗ لاخ ﻦم ،ىﺮخأ رﻮمأ ﻦﻤض