• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kawanua Basiar di Tanah Deli (Studi Etnografi Kawanua di Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kawanua Basiar di Tanah Deli (Studi Etnografi Kawanua di Kota Medan)"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Penelitian ini mengkaji tentang studi etnografi kawanua atau orang Minahasa yang merantau di kota Medan. Penelitian didasarkan pada ketertarikan peneliti untuk melihat bagaimana keberadaan orang Minahasa di kota Medan dalam beradaptasi dengan kebudayaan di Medan saat ini. Di samping itu penelitian ini juga akan merujuk kepada tumbuhnya gejala etnisitas yang dialami oleh sesama orang Minahasa yang hidup dan menetap di kota Medan saat ini serta bagaimana orang Minahasa sebagai perantau beradaptasi dan membentuk pola – pola interaksi dalam proses sosial mereka di tengah masyarakat kota Medan umumnya .

(2)

oleh orang Minahasa contohnya orang Tionghoa selalu dikaitkan dengan pedagang dan wirausaha. Menurut pengamatan yang beberapa kali telah dilakukan penulis, kebanyakan orang Minahasa yang ada di kota Medan menganut agama Kristen, hal itu disebabkan oleh daerah asal mereka yaitu Sulawesi Utara yang penduduknya di dominasi oleh agama Kristen. Orang Minahasa di Kota Medan pada saat ini mulai membangun suatu kekuatan untuk mempertahankan kebudayaan mereka agar tidak hilang saat berada di daerah perantauan. Mereka membentuk asosiasi serta perkumpulan orang minahasa, hal ini dilakukan agar ke depannya kebudayaan serta tradisi yang mereka miliki tidak hilang dengan adanya hubungan interaktsi yang kuat antara orang Minahasa dengan orang-orang dari suku yang lainnya.

(3)

Dalam bahasa popular, etnik merupakan kumpulan masyarakat yang mendiami sebuah wilayah yang memiliki identitas dan kebiasaannya tersendiri dan berbeda dengan masyarakat lainnya. (Purna Made I, 2013:9) Artinya ada perbedaan yang ditunjukan oleh setiap kelompok etnis yang hidup dan menetap di suatu daerah.

Etnisitas secara umum lebih kepada penggunaan simbolik dari berbagai aspek kebudayaan untuk membuat perbedaan antara orang minahasa dengan kelompok yang lainnya . Fredrik Barth mengatakan kelompok etnik yang dapat diidentifikasikan sebagai suku bangsa yakni, suatu kelompok etnik yang memiliki ciri dan kebersamaan secara intern dan perbedaan secara ekstern dengan kelompok – kelompok yang lainnya tidak hanya karena memiliki nilai budaya, tetapi juga bahasa yang khas yang menjadi identitas kelompoknya. (Barth dalam Purna Made I, 2013: 11)

(4)

yang memiliki keberagaman suku yang sangat besar, keberagaman tersebut menunjukan bahwa di Kota Medan semua suku bangsa diterima keberadaannya dan mendapatkan perlakuan yang sangat baik dari suku-suku yang lainnya.

Dalam persoalan etnisitas timbul sebuah kesatuan masyarakat atau kumpulan masyarakat yang berasal dari satu kesatuan dengan ciri – ciri yang hampir sama. Suku bangsa diartikan sebagai kesatuan kesatuan manusia atau kolektifitas yang terikat oleh kesadaran akan kesatuan kebudayaan, sedangkan kesadaran itu sering dikuatkan oleh kesatuan bahasa ( Koentjaraningrat ,1990 ). Perlu dipahami maksudnya di sini adalah kesatuan masyarakat yang terbentuk dari suku bangsa ini memang didasarkan pada kesamaan tradisi dan adat istiadat terkait dengan cara mereka untuk mengenang bahwa mereka berasal dari tradisi yang sama dan kebiasaan yang sama, dalam merespon proses proses sosial yang ada di sekeliling mereka, dan itu diekspresikan oleh kesatuan masyarakat tersebut dengan bahasa yang sama dalam interaksi sesama suku bangsa.

Jika kita melihat kelompok etnis dalam sebuah kelompok masyarakat, biasanya dapat kita identifikasikan dengan ciri-ciri tertentu, misalnya dari ciri rasa tau warna kulit, dialeg dalam berbicara, dan ciri-ciri yang lainnya.

(5)

” secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan, mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk budaya , membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri serta menentukan cirri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain “. (Barth, 1969:11)

Dalam penelitian ini penulis tidak hanya melihat sisi orang Minahasa di kota Medan melalui pendekatan teori etnisitas saja, melainkan beberapa pendekatan yang di rasa berkesinambungan terhadap proses etnisitas suatu suku bangsa terhadap masyarakat sekitarnya. Misalnya, teori-teori dalam studi Antropologi Perkotaan. Dalam studi Antropologi perkotaan dapat dilihat beberapa kajian terkait dengan gejala migrasi, strategi adaptasi, dan hubungan antar etnis perkotaan yang timbul dalam realitas sehari-hari. penelitian akan diarahkan untuk melihat proses masyarakat-masyarakat tersebut dalam beradaptasi di lingkungan yang baru dan juga melihat orang Minahasa dalam kaitannya dengan gaya hidup mereka di Kota Medan. Dalam konteks Penelitian ini, penulis juga tidak lupa mengamati bagaimana adaptasi yang dilakukan bagi mereka yang menetap cukup lama dan mereka yang masih baru menetap. Secara khusus penekanannya adalah bagaimana orang-orang perantau harus menyesuaikan diri kepada budaya dan masyarakat daerah rantau kepada budaya masyarakat penerim. (Bruener oleh Pelly Usman, 1994)

(6)

beserta dengan segala bentuk misi budaya1

Kecenderungan masyarakat luar terhadap kehidupan di daerah perantauan yaitu bagaimana mereka yang tergolong satu etnis berkumpul bersama dan membangun sebuah interaksi dalam wadah perkumpulan tertentu secara perlahan-lahan akan muncul sebuah perasaan bahwa mereka seperti berada di kampung halaman sendiri dengan berkumpul bersama dengan sesama kelompok etnis sendiri, perasaan diharapkan terpacu kepada munculnya proses detribalitas

yang akan mereka sampaikan dalam proses adaptasi mereka sehari-hari dengan masyarakat yang luas dari berbagai elemen suku bangsa.

2

Beberapa pengertian dan pemahaman mengenai suku bangsa dan pola adaptasi yang mereka lakukan dalam proses sosialisasi dengan masyarakat secara umum, akan menjadi hal yang secara serius diteliti oleh penulis terutama orang-orang Minahasa di kota Medan, serta bagaimana mereka beradaptasi dan berkembang menjadi masyarakat yang berbaur dengan golongan masyarakat dari etnis-etnis lainnya, dan juga bagaimana mereka sesama etnis Minahasa menjalin komunikasi dan menjaga

seakan mereka sedang memberikan perasaan klimaks terhadap etnis mereka sendiri serta merasa ingin selalu berkumpul bersama dan kembali seperti keadaan di kampung halaman sebelumnya.

1

Misi budaya adalah seperangkat tujuan yang diharapkan dicapai oleh anggota suatu masyarakat tertentu,

yang didasarkan pada nilai-nilai dominan dari pandangan dunia masyarakat tersebut (Usman Pelly , 2013:11)

2

(7)

nilai kebudayaan asal yang sebelumnya telah mereka bawa dari daerah asal mereka atau menjalankan misi budaya3

Pada penelitian ini migrasi memiliki kesamaan arti dengan basiar. Dalam konsepsi pemikiran orang minahasa, basiar yang artinya adalah berkunjung atau menyinggahi suatu tempat juga dapat dikatakan sebagai bentuk kesamaan dimana seseorang melakukan kunjungan ke suatu tempat dan menetap dalam tempo waktu tertentu

agar budaya minahasa sendiri tetap lestari dan tidak hilang pada diri mereka.

1 . 2 Tinjauan Pustaka

1.2.1 Migrasi

4

- Meninggalkan kampung halaman;

. atau dalam konteks ini disebut dengan migrasi.

Mochtar naim (2012), dalam penelitian pola migrasi suku minangkabau mengatakan bahwa merantau merupakan tipe khusus dari migrasi dengan konotasi budaya tersendiri yang tidak mudah diterjemahkan ke dalam bahasa inggris atau bahasa barat manapun. Merantau adalah istilah melayu,Indonesia, dan Minangkabau. Dari sudut pandang sosiologi kata merantau mengandung enam unsur pokok berikut :

- Dengan kemauan sendiri;

- Untuk jangka waktu lama atau tidak;

3

Misi budaya adalah seperangkat tujuan yang diharapkan dicapai oleh anggota-anggota suatu masyrakat tertentu, yang didasarkan pada nilai dominan dari pandangan dunia masyarakat tersebut (Usman pelly , 1994 :11)

4

(8)

- Dengan tujuan mencari penghidupan, menuntut ilmu atau mencari pengalaman

- Biasanya dengan maksud kembali pulang ; dan - Merantau ialah lembaga sosial yang membudaya

Dari beberapa kriteria sudut pandang mengenai merantau, sangat jelas bahwa orientasi merantau adalah proses yang akan melibatkan dua unsur, yaitu; unsur daerah asal , dan daerah tujuan. Yang dimaksud adalah akan ada konsep konsep pemikiran yang dibawa oleh perantau daerah asal kepada daerah tujuan, konsep pemikiran tersebut berupa budaya-budaya asal atau adat istiadat .

(9)

Merantau menurut pandangan masyarakat luas terkait dengan orang-orang yang ingin mengadu nasibnya di luar daerahnya. Itu artinya ada indikasi bahwa merantau merupakan suatu mobilitas sosial dan ekonomi. Kecenderungan merantau juga mungkin terjadi karena suatu keadaan keadaan dimana perekonomian di daerah asal sangat sulit terdorong akibat adanya persaingan yang ketat sehingga mencoba peruntungan di daerah tujuan. Dengan kata lain merantau akan menghadapkan seseorang juga terhadap kondisi suhu persaingan ekonomi yang baru.

Dampak selanjutnya dari faktor merantau sebagai mobilitas sosial ekonomi akan terlihat apabila seseorang sudah merasa mencapai titik kesuksesan yang tertinggi maka akan berdampak pada menetapnya orang tersebut di daerah itu.

(10)

Berikutnya merantau juga dapat dinilai sebagai “agent of cultural transmission”5

Merantau juga dapat diidentikkan dengan konsep cultur area , karena adanya tempat yang terkait pada dimana seseorang merantau. Culture area menggolongkan berpuluh-puluh kebudayaan yang masing-masing berbeda ke dalam satu golongan, berdasarkan atas persamaan dari sejumlah ciri yang menyolok dalam kebudayaan tersebut

. Maksudnya merantau itu akan menjadi penyalur arus budaya bagi dua kebudayaan yang berbeda, misalnya bagi orang minahasa yang bermigrasi ke medan pasti memiliki budaya asal yang secara tidak langsung akan tersampaikan seiring dengan proses adaptasinya. Keduanya akan bertemu dalam dua kutub ; melalui perbuatan merantau maka budaya tempat asal akan disuplai, diperkuat dan ditantang oleh budaya baru; dan melalui merantau pula setiap perantau sedikit banyaknya juga bertindak sebagai penyalur budaya dari budaya asal, sambil menyesuaikan dirinya dan berorientasi dengan budaya yang ada di rantau (Mochtar Naim , 2012:13)

6

5

Studi klasik tentang The Polish Peasant (Petani Polandia) oleh W.I Thomas dan Florian Znaniecki dalam buku adaptasi urbanisasi usman pelly .

6

(11)

1.2.2 Adaptasi

Ortega Y Gasset (dalam Daeng, 2000:44) memberikan pemikirannya mengenai adaptasi, yaitu; I am I and my circumstances yang artinya aku adalah aku bersama dengan lingkunganku. Manusia dari setiap karakter yang berbeda haruslah menempatkan dirinya bersama dengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya. Proses sosial yang dilakukan setiap harinya akan selalu mengikutsertakan lingkungan sebagai struktur teratasnya. Oleh karena itu segala bentuk adaptasi manusia pasti berjalan beriringan dengan lingkungan tempat tinggalnya

Menurut pandangan secara umum, adaptasi adalah kemampuan yang dimiliki oleh Makhluk hidup untuk menyesuaikan diri terhadap habitatnya. Habitat lebih dikenal dengan istilah daerah tempat tinggal atau lingkungan. Manusia sebagai makhluk sosial haruslah mampu beradaptasi dengan lingkungannya, dan ini merupakan suatu kewajiban utama mengingat manusia tidak dapat hidup normal tanpa bersosialisasi dengan orang lain.

Aristoteles (348-322 SM) menjelaskan zoon politicon, artinya pada dasarnya manusia adalah makhluk yang ingin selalu bergaul dengan berkumpul dengan manusia, jadi makhluk yang bermasyarakat7

Sedangkan menurut

.

Homo Homini socius, yang berarti bagi manusia lainnya.Bahka

7

(12)

makhluk ekonomi (homo economicus), makhluk yang cenderung tidak pernah merasa puas dengan apa yang diperolehnya dan selalu berusaha secara terus menerus dalam memenuhi kebutuhannya.

Kedua pendapat ilmuwan tersebut mengenai Makhluk sosial cukup menjelaskan bahwa manusia tidak mampu untuk hidup sendiri apabila tidak ada orang lain dalam proses sosialnya. Untuk mengimplementasikan proses kehidupan sosial itu diperlukan adaptasi yang benar-benar baik dari manusia satu ke yang lainnya agar kebutuhan yang diperlukan sama sama mampu terpenuhi.

Adaptasi juga mendorong manusia untuk lebih memperhatikan interaksi sosial yang terjalin di lingkungan sekitarnya. Apabila proses adaptasi tidak diiringi dengan interaksi sosial yang baik, maka dapat memicu timbulnya konflik atau pergesekan. Misalnya, orang orang Minahasa yang tinggal di Medan harus menyesuaikan dirinya terhadap cara bertegur sapa di Medan yang mungkin caranya atau kata-katanya berbeda dengan yang ada di kampung halaman sebelumnya.

(13)

Untuk mengenali dan mempelajari kebudayaan orang lain perlu proses adaptasi dan strategi adaptasi. Proses ini berlangsung untuk menjaga hubungan dan mempertahankan keadaan yang baik dengan masyarakat lokal. Oleh karena adaptasi terbilang cukup penting untuk setiap orang yang tergolong baru di suatu kelompok masyarakat, oleh karena itu juga strategi adaptasi sangatlah diperlukan bagi mereka yang ingin lebih terkoneksi dengan golongan lainnya yang berada di lingkungan sekitar lewat proses adaptasi .

(14)

Strategi adaptasi dianggap berhasil apabila tingkat perekonomian seorang perantau jauh lebih baik dibandingkan saat mereka pertama kali tinggal di daerah yang baru ini. Artinya indikator seseorang dinyatakan mampu beradaptasi adalah tingkat perekonomian dan kesejahteraan hidup yang diperoleh saat sebelum dan sesudah merantau.

Untuk mencapai suatu integrasi sosial yang baik masyarakat perantau harus beradaptasi dengan lingkungan barunya dengan santun, menghargai kearifan lokal (local wisdom) yang ada pada daerah itu dan memulai ritual baru untuk ikut bersama dengan masyarakat lokal melestarikan kearifan lokal tersebut seakan merasa bahwa itu merupakan kearifan milik bersama. Integrasi yang adalah sebagai dari hasil bentukan dari adaptasi akan sangat indah bila dipandang sebagai suatu prestisidium dari multikulturalisme yang ada pada masyarakat di lingkungan itu. Sementara itu dalam proses adaptasi terdapat beberapa aspek yang penting itu dilihat sebagai varian dalam penjelasan dalam konsep tersebut antara lain kontak budaya dan asimilasi

(15)

kebudayaan, karena penduduk asli tidak menginginkan budaya baru, sementara ada kecenderungan kelompok migran mempertahankan kebudayaan dan kepastian teritori (cultural imperative and territorial imperative)8

Koentjaraningrat (1996:160) menjelaskanAsimilasi adalah suatu proses sosial yang terjadi pada berbagai golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda setelah mereka bergaul secara intensif, sehingga sifat khas dari unsur – unsur kebudayaan golongan – golongan itu masing – masing berubah menjadi unsur – unsur kebudayaan

. Hal ini tercermin adanya pola pemukiman yang terdiri dari kantung-kantung pemukiman yang didasarkan pada budaya tertentu tetapi pada daerah itu tidak seluruhnya berasal dari suku bangsa yang sama. Misalnya, adanya kampung Jawa di sudut-sudut kota Medan tetapi faktanya ada orang yang bukan berasal dari suku jawa tinggal disana.

Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa orang-orang yang bermigrasi ke suatu tempat, pasti akan membawa kebudayaan dari tempat dimana ia berasal menuju ke tempat tinggal barunya. Oleh karena itu mereka yang bermigrasi akan mengalami pertemuan dua unsur kebudayaan, apakah itu kebudayaan daerah asal dan daerah tujuan sekarang. Pertemuan kedua unsur kebudayaan ini akan menimbulkan pergeseran budaya asli atau budaya asal dan akan membentuk suatu kebudayaan yang baru. Biasanya asimilasi adalah sebuah cara untuk mengurangi perbedaan antara manusia atau kelompok karena merupakan bagian dari proses adaptasi budaya.

8

(16)

campuran. Tidak akan ada yang terlihat dominan dalam proses asimilasi ini mengingat sudah terpadu dua kebudayaan tersebut dan menjadi budaya yang baru .

Sementara itu Asimilasi menurut Soerjono Soekanto;merupakan proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap, dan proses mental dengan memperhatikan tujuan dan kepentingan bersama.9

1.3Rumusan Masalah

Jadi asimilasi merupakan pembauran dua budaya atau lebih yang menghasilkan budaya – budaya baru. Misalnya orang jawa yang tinggal di daerah tanah karo dalam waktu yang cukup lama, sudah dapat dipastikan mengalami perubahan dalam dialeg berbicara karena sehari – hari nya banyak interaksi yang terjadi dengan orang karo dan membentuk kebiasaan – kebiasaan dalam cara berdialog oleh orang jawa.

Topik yang diangkat dalam penelitian ini yang pertama membahas bagaimana orang Minahasa yang bermigrasi ke kota Medan. Kedua ,menggambarkan bagaimana orang Minahasa atau kawanua beradaptasi dengan masyarakat kota medan yang majemuk. Permasalahan ketiga

9

(17)

meneliti bagaimana strategi orang Minahasa dalam upaya mempertahankan identitas etnisnya di Kota Medan.

1.4Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah sub sebelumnya , maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran orang Minahasa yang ada di Kota Medan menurut tradisi suku bangsanya sendiri ,serta strategi beradaptasi dan pola hidup bermasyarakat di kota Medan yang majemuk.

1.5Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini , peneliti mengharapkan beberapa manfaat yang dapat diterima dalam penelitian ini, antara lain ; 1. Pengetahuan peneliti dan pembaca, khususnya mengenai keberadaan

orang Minahasa sebagai etnis yang dapat dikatakan minoritas di Kota Medan ini Menambah menjalin proses sosial dengan masyarakat yang lainnya melalui proses adaptasi dan sifat kesukuan yang dirasakan oleh orang Minahasa setelah hidup berdampingan dengan suku bangsa lainnya, yang relative jumlahnya lebih banyak dari mereka.

(18)

3. Sebagai bahan literature bagi peneliti lainnya yang ingin mengkaji tentang masalah yang sama dengan konteks atau pemahaman yang berbeda serta metode dan bentuk pendekatan yang berbeda .

4. Sebagai bahan penellitian untuk menyelesaikan tugas akhir (Skripsi) sebagai syarat menyelesaikan S1 di Departemen Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

1.6Metode Penelitian

1.6.1 Lokasi Penelitian

(19)

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

1.6.2.1 Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dalam hal ini yaitu mengumpulkan data – data penelitian dengan cara membaca dan mengkaji buku – buku atau literature – literatur yang berkenaan dengan judul penelitian dan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini. Selain buku – buku dan literature – literature, studi kepustakaan juga mengkaji hasil penelitian – penelitian terdahulu yang relevan atau sesuai dengan masalah penelitian yang dikaji hanya pada perbedaan studi kasus yang membedakannya , selain itu studi kepustakaan juga menggunakan internet untuk mencari bahan – bahan yang relevan maupun berkaitan dengan masalah ini.

1.6.2.2 Pengamatan (observation)

(20)

Adapun dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan dua unsur metode observasi dalam proses penelitiannya, antara lain ;

- Observasi Tanpa Partisipasi

Teknik observasi ini dilakukan hanya sebatas melakukan pengamatan terhadap masalah yang diteliti tanpa ikut serta kedalam kegiatannya misalnya hadir dalam acara malam baku dapa dan mengamati bagaimana orang Minahasa saat itu melaksanakan silahturahmi dan disertai kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan ritual adat-istiadat mereka tanpa ikut berpartisipasi di dalam acara itu. Teknik ini melakukan pengamatan untuk melihat aktifas ataupun kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat yang akan diteliti. Dengan observasi tanpa partisipasi ini peneliti akan memperoleh data yang dibutuhkan untuk menjawab masalah yang ada. Juga dalam observasi ini setiap informasi yang diterima diolah berdasarkan kesamaan teori – teori yang sudah dikumpulkan sehingga ditarik kesimpulan dari observasi ini menurut keterkaitannya dengan teori yang dimaksud.

- Observasi Partisipasi (Participant observation)

(21)

dengan orang Minahasa melaksanakan rutinitas mereka dan ikut serta dalam interaksi yang mereka lakukan. Artinya dalam hal ini apa yang dirasakan oleh informan juga harus dilaksanakan oleh peneliti. Informan dalam hal ini dianggap sebagai raja , peneliti tidak boleh merasa lebih pintar daripada informan melainkan dalam hal ini peneliti adalah orang yang sedang belajar dari informan dan menggali pengetahuan yang berasal dari informan tersebut. Observasi partisipasi juga bertujuan agar informan semakin dengan peneliti atau merasa memiliki kedekatan emosional, atau membuat apa yang disebut dengan rapport10

Tehnik wawancara etnografis adalah suatu wawancara yang dilakukan hampir menyerupai cirri- cirri percakapan persahabatan. Dalam kenyataan, seorang etnografer berpengalaman sering sekali mengumpulkan banyak data melalui pengamatan terlibat dan berbagai macam percakapan, seperti layaknya percakapan persahabatan. Etnografer mungkin mewawancarai orang-orang tanpa kesadaran orang-orang itu

Akibat dari kedekatan emosional tersebut menyebabkan keterbukaan yang diberikan oleh informan dalam menjawab dan memberikan data – data akurat sesuai dengan apa yang dicari oleh peneliti.

1.6.2.3 Wawancara Etnografis

10

(22)

dengan cara sekedar melakukan percakapan biasa, tetapi di dalam percakapan itu etnografer memasukan beberapa pertanyaan etnografis11

Idealnya memang , wawancara etnografi terselenggara tatkala telah tercipta suasana kondusif antara etnografer dengan informan dalam sebuah percakapan persahabatan dan sedikit demi sedikit etnografer atau peneliti memasukkan beberapa unsur baru informasi yang dia perlukan dan diharapkan dijawab oleh informan. Memaksakan unsur baru pertanyaan etnografi dengan tidak hati-hati hanya akan membuat wawancara berubah menjadi wawancara formal belaka.

.

12

Wawancara merupakan alat rechecking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in-depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)

Perihal wawancara etnografis adalah sebagai serangkaian percakapan persahabatan yang di dalamnya peneliti secara perlahan memasukan beberapa unsur baru guna membantu informan memberikan jawaban sebagai seorang informan ( Spradley , 1979 : 85 ).

Wawancara Mendalam (Depth Interview)

11

Pertanyaan terkait gambaran-gambaran penting dalam penelitian. 12

(23)

wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan social yang relatif lama (Sutopo 2006: 72).

Dalam tehnik wawancara ini peneliti harus terlebih dahulu memperkenalkan dirinya dan memberitahu kepada informan tujuan dari dilaksanakannya wawancara tersebut. Setelah itu peneliti memberitahukan pokok persoalannya bagaimana orang-orang minahasa beradaptasi di Kota Medan serta bersosialisasi dengan masyarakat luas, lalu setelah itu akan merujuk kepertanyaan- pertanyaan berikutnya yang menjurus lebih dalam. Wawancara dilakukan berdasarkan persetujuan dari informan dan tidak memberatkan informan saat dilakukan wawancara.

Dalam teknik wawancara mendalam (dept interview) ini peneliti tidak membawa atau tidak menggunakan pedoman wawancara saat melakukan wawancara dengan maksud untuk menciptakan suasana kondisi yang santai dan nyaman menghindari ketegangan informan pada saat berlangsung proses wawancara antara peneliti dan informan.

Informan

Dalam penelitian ini peneliti mencari dan memperoleh data tidak hanya dari data sekunder saja, tetapi lewat data-data yang didapat melalui wawancara dengan informan atau narasumber. Adapun informan yang akan diwawancarai dalam penelitian ini antara lain ;

(24)

suku Minahasa karena penulis ingin mencari tahu bagaimana orang Minahasa mampu beradaptasi dengan masyarakat luas dan mampu diterima oleh masyarakat luas.

- Badan Pengurus Harian Perkumpulan Tolong Menolong Pinaesaan (PTMP) Kawanua Medan. Alasan penulis memilih badan pengurus harian PTMP karena penulis ingin mengetahui bagaimana strategi PTMP sebagai paguyuban Minahasa dalam rangka menanamkan kepada seluruh anggota untuk mempertahankan identitas etnisnya dan memobilisasi seluruh anggota untuk tetap ikut campur tangan dalam mempertahankan kelompok sosial mereka

- Dewan Penasehat Perkumpulan Tolong Menolong Pinaesaan (PTMP) Kawanua Medan. Alasan penulis memilih Dewan Penasehat PTMP karena penulis ingin mengetahui bagaimana PTMP dahulunya dibentuk dan bagaimana kehidupan sosial orang Minahasa yang sudah lama menetap di Kota Medan.

(25)

- Orang Minahasa dari berbagai lintas agama yang ada di kota Medan. Alasan penulis memilih orang Minahasa dari berbagai lintas agama karena penulis ingin melihat bagaimana orang Minahasa dari agama lain menjalankan tradisi dan kebudayaan yang dimilikinya dengan adanya pengaruh dari agamanya sendiri.

- Anggota Organisasi Koor Family. Alasan penulis memilih anggota organisasi Koor Family karena penulis ingin lebih mendalami organisasi yang diikuti oleh orang Minahasa sebagai salah satu usaha mempertahankan identitas etnisnya.

1.7Pengalaman Selama Penelitian

Pada penelitian skripsi ini penulis memiliki banyak sekali pengalaman yang dialami pada saat mencari data kelapangan. Pengalaman dimulai saat penulis masih dalam tahap penyusunan proposal penelitian. Dalam tahap ini banyak sekali perencanaan terkait data-data yang akan dicari, siapa informan yang akan diwawancarai dan menyusun pertanyaan yang akan ditanyakan kepada informan.

(26)

Informan yang diwawancarai oleh penulis rata-rata merupakan anggota Perkumpulan Tolong Menolong Pinaesaan kawanua Medan sekitarnya. Tetapi ada juga beberapa informan yang berasal dari luar Perkumpulan Tolong Menolong Pinaesaan Kawanua Medan sekitarnya, Penulis tidak menemui kesulitan dalam menentukan informan karena orang tua penulis adalah ketua Perkumpulan Tolong Menolong Pinaesaan kawanua Medan sekitarnya.Penulis memanfaatkan posisi orang tua penulis sebagai ketua organisasi untuk mencari informan yang akan diwawancarai.

Pencarian data dilakukan dalam kurun waktu satu bulan lebih. Penulis mendatangi secara langsung kerumah informan yang akan diwawancarai. Saat tiba di kediaman informan, penulis tidak langsung menyatakan maksud dan tujuan penulis datang ke kediamannya. Penulis sedikit berbasa-basi bercerita topik lainnya dan setelah itu barulah penulis memulai wawancara.

Penulis juga hadir ketika PTMP kawanua Medan mengadakan perkumpulan doa. Disana penulis juga ikut serta sebagai jemaat doa dan mengikuti acara doa dari awal hingga acara selesai. Penulis mengamati bagaimana situasi dan keadaan orang Minahasa saat berkumpul dalam wadah suatu organisasi paguyuban. Dalam perkumpulan doa penulis juga memanfaatkan situasi untuk mendokumentasikan keadaan selama perkumpulan doa berlangsung

(27)

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan hal tersebut dan untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, perlu ditetapkan jenis dan

[r]

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2)

Bantu, pada akhir bulan di rekap ke buku kuning atau merah sesuai dengan desa asal sasaran. ? Laporan hasil imunisasi di balai pengobatan swasta dicatat di buku biru dari bulan

[r]

dalam masyarakat, apakah individu tersebut dapat di katakan memiliki unggah- ungguh yang baik dan sesuai dengan nilai dalam masyarakat Jawa. Nilai hormat dalam norma masyarakat

Based on the description of the problem above, the researcher conducted pre- experimental research to find out whether reciprocal teaching technique improves reading

Namun kenyataannya sekarang ini masih ditemukan pendidikan didalam keluarga nelayan yang belum berjalan dengan baik. Pendidikan didalam keluarga dinilai berhasil dan