• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kadar Metampiron Dalam Tablet Antalgin 500 mg di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan Secara Titrasi Iodimetri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kadar Metampiron Dalam Tablet Antalgin 500 mg di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan Secara Titrasi Iodimetri"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tablet

Menurut Anief (1984), tablet adalah sediaan padat yang berbentuk rata atau cembung rangkap umumnya bulat, dibuat dengan mengempa atau mencetak obat atau campuran obat dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai :

1. Pengisi, bahan ini dimaksudkan agar memperbesar volume tablet. Zat-zat yang dipakai ialah: Sakarum Laktis, Amilum, Kalsium Posfat, Kalsium Karbonat dan lain - lain.

2. Pengikat, agar tablet tidak pecah, dapat merekat. Zat - zat yang dapat dipakai: Larutan Gelatin dan Larutan Metil Selulosa.

3. Penghancur, agar tablet dapat hancur dalam perut, digunakan Amilum kering, Gelatin, Agar-agar, Natrium Alginat.

4. Zat pelicin, agar tablet tidak lekat pada cetakan digunakan zat seperti: Talkum, Magnesium Stearat dan Asam Stearat.

Pembuatan Tablet

Pada proses pembuatan tablet, zat berkhasiat dan zat tambahan, kecuali bahan pelicin dibuat granul (butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak dapat mengisi cetakan tablet dengan baik. Jadi dengan dibuat granul, akan terjadi “ free

flowing”, mengisi cetakan secara tetap dan dapat dihindari tablet menjadi

(2)

Menurut Siregar (2010), ada tiga metode pembuatan tablet, yaitu:

a) Metode granulasi basah

Zat aktif dan eksipien dicampurkan, lalu dibuat cairan pengikat dalam alat campur. Pengeringan granul basah ± 50 - 60 0C dalam lemari pengering. Granul yang sudah kering diayak dengan ayakan ukuran 14 - 20 mesh dalam mesin granulator. Kemudian dicampur zat tambahan ke dalam mesin campur khusus, menjadi massa kempa. Massa kempa dikempa menjadi tablet jadi dalam mesin tablet.

b) Metode granulasi kering (slugging)

Campur semua bahan (zat aktif dan zat tambahan) atau hanya zat aktif saja dalam alat campur. Kemudian ayak bahan dengan mesin granulator. Campur granul dengan zat tambahan lain dalam mesin pencampur khusus menjadi massa kempa. Massa kempa dikempa menjadi tablet jadi dalam mesin tablet.

c) Kempa langsung

Campur semua bahan (zat aktif dan zat tambahan) dalam alat campur menjadi massa kempa. Massa kempa dikempa menjadi tablet jadi dalam mesin tablet.

Penggolongan tablet

1. Berdasarkan metode pembuatan a) Tablet Cetak

(3)

perbandingan. Massa serbuk dibasahi dengan etanol persentase tinggi. Kadar etanol tergantung pada kelarutan zat aktif dan bahan pengisi dalam sistem pelarut dan derajat kekerasan tablet yang diinginkan. Massa serbuk yang lembap ditekan dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan, kemudian di keluarkan dan dibiarkan kering. Tablet cetak agak rapuh sehingga harus hati – hati dalam pengemasan dan pendistribusian. Kepadatan tablet tergantung pada ikatan kristal yang terbentuk selama proses pengeringan selanjutnya dan tidak tergantung pada kekuatan tekanan yang diberikan.

Contoh:

a. Tablet triturat merupakan tablet cetak atau kempa

berbentuk kecil, umumnya silindris, digunakan untuk memberikan jumlah terukur yang tepat untuk peracikan obat.

b. Tablet hipodermik adalah tablet cetak yang dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut sempurna dalam air, harus steril dan dilarutkan lebih dahulu sebelum digunakan untuk injeksi hipodermik.

b) Tablet Kempa

(4)

desintegran, dan lubrikan, dapat juga mengandung bahan pewarna dan lak yang diizinkan, bahan pengaroma dan bahan pemanis. Contoh:

a. Tablet triturat digunakan untuk memberikan jumlah

terukur yang tepat untuk peracikan obat.

b. Tablet sublingual digunakan dengan cara meletakkan

tablet dibawah lidah sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut, diberikan secara oral, atau jika diperlukan ketersediaan obat yang cepat seperti halnya tablet nitrogliserin.

c. Tablet bukal digunakan dengan cara meletakkan tablet diantara pipi dan gusi sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut.

d. Tablet effervesent yang larut dibuat dengan cara di kempa; selain zat aktif, juga mengandung campuran asam (asam sitrat, asam tartrat) dan natrium bikarbonat yang jika dilarutkan dalam air akan menghasilkan karbon dioksida; disimpan dalam wadah tertutup rapat atau dalam kemasan tahan lembap, pada etiket tertera tidak untuk langsung ditelan.

e. Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah yang

(5)

tertentu. Pembuatannya adalah dengan cara dikempa, umumnya menggunakan manitol, sorbitol, atau sukrosa sebagai bahan pengikat dan pengisi, serta mengandung bahan pewarna dan pengaroma untuk meningkatkan penampilan dan rasa. (Syamsuni, 2005)

2.2 Evaluasi Tablet

Untuk menjamin mutu tablet maka dilakukan beberapa pengujian yaitu sebagai berikut:

a) Uji keseragaman bobot

Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot. Keseragaman bobot ini ditetapkan untuk menjamin keseragaman bobot tiap tablet yang dibuat. Tablet – tablet yang bobotnya seragam diharapkan akan memiliki kandungan bahan

(6)

Tabel 1: Penyimpangan bobot rata - rata

Bobot rata – rata

Penyimpangan bobot rata – rata dalam %

A B

25 mg atau kurang 15% 30%

26 mg sampai dengan 150 mg 10% 20%

151 mg sampai dengan 300 mg 7,5% 15%

Lebih dari 300 mg 5% 10%

b) Uji keregasan

Cara lain untuk menentukan kekuatan tablet ialah dengan mengukur keregasannya. Gesekan dan goncangan merupakan penyebab tablet menjadi hancur. Untuk menguji keregasan tablet digunakan alat Roche friabilator. Sebelum tablet dimasukkan ke alat friabilator, tablet ditimbang terlebih dahulu. Kemudian tablet dimasukkan kedalam alat, lalu alat di operasikan selama empat menit atau 100 kali putaran. Tablet ditimbang kembali dan dibandingkan dengan berat mula – mula. Selisih berat dihitung sebagai keregasan tablet. Persyaratan keregasan harus lebih kecil dari 0,8%. (Ansel, 1989)

c) Uji waktu hancur

(7)

tersebut bergerak naik turun pada larutan transparan dengan kecepatan 29 – 32 putaran per menit. Interval waktu hancur adalah 5 – 30 menit. Tablet dikatakan hancur bila bentuk sisa tablet (kecuali bagian penyalut) merupakan massa dengan inti yang tidak jelas. (Ansel, 1989)

2.3 Antalgin

2.3.1 Tinjauan umum tentang antalgin (Dirjen POM, 1995)

Rumus bangun :

Nama kimia : Natrium2,3-dimetil-1-fenil-5-pirazolon-4-metilaminometanasulfonat

Sinonim : - Metampiron

- Dipiron

Rumus Molekul : C13H16N3NaO4S.H2O

Berat molekul : 351,37

Pemerian : Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan

(8)

tetap.

Kelarutan : Larut dalam air dan HCl 0,02 N

Arsen : Tidak lebih dari 2 bpj

Logam berat : Tidak lebih dari 20 bpj

Antalgin mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0% C13H16N3NaO4S dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

2.3.2 Analgetik-antipiretik

Analgetik – antipiretik adalah zat – zat yang mampu mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri sekaligus menurunkan panas tubuh. Nyeri adalah perasaan sensori yang tidak baik dan berkaitan dengan kerusakan jaringan. Nyeri dianggap sebagai tanda adanya gangguan di jaringan seperti peradangan dan infeksi. Sedangkan demam pada umumnya adalah suatu gejala dan bukan merupakan penyakit tersendiri.

Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat dihalangi dengan beberapa cara, yakni:

1. Menghalangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri perifer dengan menggunakan analgetik perifer.

2. Menghalangi penyaluran rangsangan disaraf - saraf sensori, misalnya dengan menggunakan anastetika lokal.

(9)

Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi analgetik antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala, fungsinya memberi tanda tentang adanya gangguan - gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri disebabkan rangsangan mekanis atau kimiawi, kalor yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan melepaskan zat yang disebut mediator nyeri (pengantar). Sebagai mediator nyeri adalah : Histamin, Serotonin, Bradikinin, Prostaglandin, Ion kalium. (Anief, 2000).

Menurut Anwar, J., dan Yahya, M., (1973), analgetika dapat dibagi dalam dua golongan besar, yakni:

1. Analgetika non-narkotika, yaitu obat-obat yang dapat menghilangkan rasa sakit, nyeri somatis, dan tidak dapat menghilangkan rasa sakit jeroan kecuali bila digabung dengan obat - obat lain, tidak menimbulkan adiksi, tidak berkhasiat terhadap rasa sakit yang hebat.

2. Analgetika narkotika, yaitu bahan- bahan yang dapat menimbulkan analgesia yang amat kuat dan dapat menimbulkan adiksi/kecanduan. Pada umumya bahan-bahan ini didapat dari opium sehingga sering juga disebut analgetik-opiat.

2.3.3 Farmakodinamika Antalgin

(10)

sentral yang merugikan. Analgetika bekerja secara sentral untuk meningkatkan kemampuan menahan nyeri. Analgesia yaitu suatu keadaan dimana setelah pemerian analgetik bercirikan perubahan perilaku pada respon terhadap nyeri dan kemampuan yang berkurang untuk menerima impuls nyeri tanpa kehilangan kesadaran. (Ganiswara, 1981)

2.3.4 Farmakokinetik Antalgin

Pada fase ini, antalgin mengalami proses absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi yang berjalan secara simultan langsung atau tidak langsung melintasi sel membran. (Anief, 1991).

Pada pemberian secara oral senyawa diserap cepat dan sempurna dalam saluran cerna. Terdapat 60% antalgin yang terikat oleh protein plasma, masa paru dalam plasma 3 jam. Obat ini dimetabolisme di hati menjadi metabolit utama dan diekskresi melalui ginjal (Widodo, 1993).

Antalgin diberikan melalui oral yaitu yang bertujuan terutama untuk mendapatkan efek sistemik, yaitu obat yang beredar melalui pembuluh darah ke seluruh tubuh . Penggunaan obat melalui oral adalah yang paling menyenangkan, murah dan paling aman. (Anief, 2000)

2.3.5 Farmakologi Antalgin

(11)

Antalgin mempengaruhi hipotalamus dalam menurunkan sensitifitas reseptor rasa sakit dan thermostat yang mengatur suhu tubuh. (Lukmanto, 1986)

2.3.6 Efek Samping Antalgin

Pada pemakaian yang teratur dan untuk jangka waktu yang lama, penggunaan obat yang mengandung metampiron kadang – kadang dapat menimbulkan kasus agranulositosis fatal. Untuk mendeteksi hal tersebut, selama penggunaan obat ini perlu dilakukan uji darah secara teratur. Jika gejala tersebut timbul, penggunaan obat ini harus segera dihentikan. (Lukmanto, 1986)

Efek samping lain yang mungkin terjadi ialah urtikaria, leukopenia, trombopenia. Terutama pada pasien usia lanjut terjadi retensi Na dan air dengan edema. Pada kelebihan dosis, terjadi hipotensi, nafas terengah - engah, torus otot meninggi, rahang menutup, kehilangan kesadaran dan serangan kram/kejang cerebral (Widodo, 1993).

2.4 Tablet Antalgin

Tablet antalgin mengandung metampiron, C13H16N3NaO4S.H2O, tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0% dari jumlah yang tidak tertera pada etiket. (Dirjen POM, 2014)

(12)

Tablet sebaiknya dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, di tempat yang sejuk dan terlindung dari cahaya. Wadah yang digunakan harus diberi etiket. Dalam etiket wadah atau kemasan tablet harus disebutkan :

1. Nama tablet atau nama zat berkhasiat.

2. Jumlah zat atau zat-zat yang berkhasiat dalam tiap tablet. ( Anief, 1995)

Contoh pembuatan tablet antalgin, metode granulasi basah (Soekemi, R.A., 1995):

− Antalgin ditambah Sacch Lactis dan Amylum Manihot (pengembang dalam)

gerus halus.

− Tambahkan Mucilago Amily sedikit demi -sedikit sambil digerus sampai

diperoleh massa yang sesuai (dapat dikepal tapi tidak terlalu lembek).

− Granulasi dengan ayakan mesh 8.

− Keringkan pada temperatur 400°C sampai 600°C

− Setelah kering ayak lagi dengan ayakan mesh 12.

− Tambahkan Amylum Manihot (pengembang luar), Talkum dan Magnesium

Stearat, aduk sampai homogen.

− Cetak jadi tablet.

Dosis:

- Dewasa: 250 mg-1000 gram tiap kali, sehari maksimum 3 tablet.

(13)

Peringatan:

- Berisiko agranulositosis fatal.

- Jangan digunakan untuk gangguan ringan bila ada obat lebih aman.

Efek samping:

- Iritasi lambung, hiperhidrosis, retensi air dan natrium.

- Reaksi alergi: reaksi kulit dan edema angioneurotik.

Penyimpanan:

- Simpan di tempat yang sejuk dan kering, terlindung dari cahaya.

Indikasi:

- Analgesik-antipiretik: hanya digunakan jika parasetamol atau asetosal tidak berespons, misalnya nyeri kanker, demam pada penyakit Hodgkin.

Kontra indikasi:

- Alergi terhadap antalgin, granulositopenia, porfiria intermiten akut, payah jantung.

2.5 Metode penetapan kadar antalgin

2.5.1 Iodimetri

(14)

Penetapan kadar antalgin dilakukan secara iodimetri. Metode ini cukup akurat karena titik akhirnya cukup jelas sehingga memungkinkan titrasi dengan larutan titer yang encer. Iodimetri dilakukan terhadap zat yang potensial reduksi lebih tinggi dari sistem larutan iodin. Iodin merupakan oksidator yang lemah dengan nilai potensial oksidasi sebesar +0,535 V. P ada saat reaksi oksidasi, iodin akan direduksi menjadi iodida (Rohman, 2007).

2.5.2 Prinsip Iodimetri

Titrasi iodimetri adalah titrasi berdasarkan reaksi oksidasi antara iodin sebagai pentiter dengan reduktor yang memiliki potensial oksidasi lebih rendah dari sistem iodin – iodida dimana sebagai indikator larutan kanji. Titrasi dilakukan dalam suasana netral sedikit asam (pH 5-8). Pada antalgin (metampiron), gugus – SO3Na di oksidasi oleh I2 menjadi –SO4Na. (Alamsyah, 1994).

2.5.3 Indikator

Bila terdapat zat pengganggu yang berwarna, sebenarnya larutan iodin masih dapat berfungsi sebagai indikator meskipun warna yang terjadi tidak sejelas KMnO4. Umumnya lebih disukai penggunaan larutan kanji sebagai indikator yang dengan iodin membentuk kompleks berwarna biru cerah. Larutan kanji yang telah disimpan lama memberikan warna violet dengan iodium. Meskipun warna ini tidak mengganggu ketajaman titik akhir titrasi, tetapi larutan kanji yang baru perlu dibuat kembali. (Alamsyah, 1994)

(15)

dengan sterilisasi atau dengan penambahan suatu pengawet. Merkurium (II) iodida, asam borat atau asam furoat dapat digunakan sebagai pengawet (Day dan Underwood, 2002).

Biasanya indikator yang digunakan adalah kanji / amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodin – amilum mempunyai kelarutan yang kecil dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi (Khopkar, 2007).

Larutan kanji dengan iod memberi suatu kompleks yang tak dapat larut dalam air, sehingga kanji tak boleh ditambahkan terlalu dini dalam titrasi. Karena itu, dalam titrasi iod, larutan kanji hendaknya tak ditambahkan sampai tepat sebelum titik akhir ketika warna mulai memudar. (Basset, 1994).

Titik kesetaraan ditetapkan dengan bantuan indikator kanji, yang di tambahkan sesaat sebelum titik akhir tercapai. Warna biru kompleks iodium-kanji akan hilang pada saat titik akhir tercapai. (Rivai, 1994)

2.5.4 Larutan pentiter

Pada titrasi iodimetri digunakan larutan iodin sebagai larutan titer. Larutan iodin sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam Kalium iodida pekat. Larutan titer iodin dibuat dengan melarutkan iodium kedalam larutan KI pekat. Larutan ini di bakukan dengan Arsen (III) oksida atau larutan baku Natrium tiosulfat. (Alamsyah, 1995).

(16)

larut sedikit dalam air, namun larut dalam lar utan yang mengandug ion iodida. Larutan iodin standar dapat dibuat dengan melarutkan iodin dengan larutan KI pekat. Ditambahkan kalium iodida berlebih untuk meningkatkan kelarutan dan menurunkan penguapan iod. Biasanya ditambahkan 3% sampai 4% bobot KI kedalam larutan 0,1N dan kemudian wadahnya disumbat baik- baik (Day dan Underwood, 2002).

Kelemahan pelarut beriodida adalah ion ini dapat teroksidasi oleh O2 dari udara yang dipercepat reaksinya dalam suasana asam atau oleh adanya cahaya, tetapi bersifat lambat dalam suasana netral. Selain itu, senyawa iodida (biasanya KI) yang digunakan dipersyaratkan agar bebas iodat (karena iodat bereaksi dengan I- dalam suasana asam dengan membentuk I2). Persyaratan harus dipenuhi bila larutan I2 dalam KI akan digunakan sebagai larutan baku (Mulyono, 2006).

Gambar

Tabel 1: Penyimpangan bobot rata - rata

Referensi

Dokumen terkait

Apabila dikemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam tugas akhir ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya berseia menerima sanksi apapun

Oleh karena itu penetapan kadar tablet antalgin perlu diperiksa apakah telah memenuhi syarat atau tidak, sehingga penulis tertarik untuk mengambil tugas akhir dengan

Alat-alat dan Hasil Penetapan Kadar Antalgin.. Gambar 1 Alat Buret automatic Gambar 2 Alat

Plant Medan apakah memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia edisi IV (1995), sehingga dengan kadar yang tepat tablet dapat memberikan efek terapi yang

Tablet Kalsium Laktat merupakan salah satu sediaan yang sering digunakan sebagai terapi suplemen pada hipokalsemia atau kebutuhan kalsium meninggi.. Sediaan ini

Teknologi Farmasi Sediaan Tablet: Dasar – Dasar Praktis.Jakarta: EGC.. Prinsip-Prinsip

Adapun tujuan tugas akhir ini diselaikan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Diploma 3 Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu pengetahuan Alam

Kemudian titrasi dengan I 2 0,1 N hingga terjadi perubahan warna dari putih susu.. menjadi warna coklat