BAB II
KERANGKA MAKRO DAERAH
2.1. Perkembangan Indikator Dan Kinerja Ekonomi Makro Daerah
2.1.1 Kinerja Ekonomi Makro Jawa Timur Tahun 2015-Semester I Tahun 2016 2.1.1.01 PDRB
Kinerja Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada tahun 2015 ditandai dengan nilai tambah bruto mencapai Rp 1.689,88 Triliun (ADHB) setelah di tahun 2014 kinerja yang sama tercatat Rp 1.540,7 Triliun. Dengan demikian pada tahun 2015 terjadi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,44%. Kinerja pertumbuhan yang sama pada tahun 2014 tumbuh sebesar 5,86%. Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 2015 dimaksud lebih cepat dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 4,79%. Pada Semester I 2016 perekonomian ekonomi Jawa Timur tumbuh sebesar 5,55% dan perekonomian nasional tumbuh lebih lambat sebesar 5,04%.
Gambar 2.1
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur dan NasionalTahun 2010 – Semester I 2016
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur
Selanjutnya pada tahun 2016 (semester I) PDRB ADHB Jawa Timur sebesar 903,01 triliun, sedangkan berdasarkan ADHK tahun 2010, total nilai PDRB Jawa Timur tahun 2015 sebesar Rp 1.331,41 triliun dan pada tahun 2016 (semester I) sebesar 687,02 triliun rupiah.
6.31 6.44 6.64
6.08
5.86
5.44 5.55 6.38
6.17 6.03
5.58
5.02
4.79 5.04
1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sem I
Tabel 2.1
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur dan Nasional
No Indikator
Tahun
2015 2016 (SM I)
1 PDRB ADHB (Triliun Rupiah) 1.689,88 903,01
2 PDRB ADHK 2010 (TriliunRupiah) 1.331,41 687,02
3 PertumbuhanEkonomi(%) 5.44 5.55
4 Pertumbuhan Ekonomi Nasional (%) 4,79 5,04
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur
PDRB Menurut Lapangan Usaha
Selama semester I-2016 ekonomi Jawa Timur mengalami pertumbuhan 5,55 persen bila dibandingkan semester I-2015 (c-to-c). Dari sisi produksi, semua lapangan usaha mengalami pertumbuhan positif, kecuali Pengadaan Listrik dan Gas yang mengalami kontraksi sebesar 0,10 persen. Rendahnya pertumbuhan pengadaan listrik dan gas terutama karena kontraksi di subkategori pengadaan gas akibat menurunnya produksi gas. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada Kategori Pertambangan dan Penggalian (10,17 persen); diikuti Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (9,54 persen); Jasa Keuangan dan Asuransi (9,23 persen); Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (7,70 persen); dan Jasa Pendidikan (7,52 persen). Secara lebih lengkap pertumbuhan masing-masing lapangan usaha sampai dengan Semester I 2016 tersaji pada tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2
Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun Dasar 2010 Tahun 2014 – Semester I 2016 (%)
Lapangan Usaha 2014 2015 SM I 2016
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,63 3,46 2,14
2. Pertambangan dan Penggalian 3,65 7,92 10,17
3. Industri Pengolahan 7,66 5,30 4,43
4. Pengadaan Listrik , Gas dan Produksi Es 2,45 -3,00 -0,10 5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah dan Daur
Ulang
0,25 5,28 5,65
6. Konstruksi 5,44 3,60 5,43
7. Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
4,61 6,00 5,92
8. Transportasi dan Pergudangan 6,40 6,56 6,89
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8,88 7,91 9,54
10. Informasi dan Komunikasi 6,34 6,49 7,30
11. Jasa Keuangan dan Asuransi 6,95 7,19 9,23
12. Real Estate 6,97 4,97 5,72
13. Jasa Perusahaan 8,52 5,44 4,72
Kontribusi tujuh belas lapangan usaha pembentuk struktur PDRB Jawa Timur disajikan dalam Tabel 2.3. Sejak tahun 2014 struktur ekonomi Jawa Timur yang tercermin dari PDRB menurut lapangan usaha tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. Tiga lapangan usaha dominan yang berkontribusi terhadap PDRB Jawa Timur adalah industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor serta pertanian, kehutanan, dan perikanan. Kontribusi ketiga lapangan usaha tersebut pada Semester I 2016 masing-masing sebesar 29,18 %, 17,86 % dan 14,22 %. Total kontribusi ketiganya sebesar 61,26 %.
Tabel 2.3
Struktur PDRB Jawa Timur Menurut Lapangan Usaha Tahun 2014 – Semester I 2016 (%)
Lapangan Usaha 2014 2015 SM I
2016 1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 13,61 13,75 14,22
2. Pertambangan dan Penggalian 5,17 3,79 3,54
3. Industri Pengolahan 28,95 29,27 29,18
4. Pengadaan Listrik , Gas dan Produksi Es 0,36 0,35 0,32 5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah dan
Daur Ulang
0,09 0,09 0,09
6. Konstruksi 9,47 9,50 9,22
7. Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
17,29 17,64 17,86
8. Transportasi dan Pergudangan 3,25 3,36 3,38 9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,19 5,41 5,55
10. Informasi dan Komunikasi 4,54 4,56 4,61
11. Jasa Keuangan dan Asuransi 2,68 2,75 2,78
12. Real Estate 1,57 1,63 1,61
13. Jasa Perusahaan 0,79 0,80 0,80
14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran selama tahun 2015 hanya terjadi pada 4 komponen pengeluaran saja, yaitu: komponen pengeluaran konsumsi rumahtangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto dan komponen net ekspor antar daerah yang tumbuh masing-masing sebesar 3,36 %, 2,20 %, 5,73 % dan 13,36 %, sementara komponen lainnya mengalami pertumbuhan negatif. Dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Net Ekspor Antar Daerah sebesar 13,36 %.
yaitu sebesar 19,44 persen, sebagai penyumbang pertumbuhan terbesar sekitar 2,96 persen. Pertumbuhan tertinggi berikutnya adalah komponen pembentukan modal tetap bruto tumbuh sebesar 7,17 persen dengan menyumbang pertumbuhan sebesar 1,93 persen, kemudian pengeluaran konsumsi LNPRT tumbuh 6,49 persen walaupun hanya menyumbang pertumbuhan sebesar 0,06 persen. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah mengalami pertumbuhan sebesar 3,90 persen dan 3,67 persen dengan sumber pertumbuhan sebesar 2,40 persen dan 0,16 persen. Sementara komponen lainnya selama semester I-2016 mengalami kontraksi.
Tabel 2.4
Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Pengeluaran Tahun Dasar 2010 Tahun 2014 – Semester I 2016 (%)
Komponen 2014 2015 SM I
2016 1. Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 6,33 3,36 3,90 2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 13,31 -2,20 6,49 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 4,01 2,20 3,67
4. Pembentukan Modal Tetap Domestik
Bruto 4,37 5,73 7,17
5. Perubahan Inventori 2.843,75 -17,60 61,13
6. Ekspor Luar Negeri -2,14 -3,18 19,44
7. Impor Luar Negeri 8,19 -9,49 -2,97
8. Net Ekspor Antar Daerah -9,01 13,36 -11,31
PDRB 5,86 5,44 5,55
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur
Tumbuhnya pengeluaran konsumsi rumah tangga, lembaga non profit yang melayani rumah tangga (LNPRT) dan pengeluaran konsumsi pemerintah memberikan kontribusi yang besar dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Jawa Timur, ketika ekonomi global yang menjadi pendorong kinerja ekspor luar negeri mengalami perlambatan. Kontribusi ketiganya mencapai mencapai 66,60 %. Kondisi ini terindikasi di dalam PDRB menurut pengeluaran yang disajikan pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5
Struktur PDRB Menurut Pengeluaran Tahun Dasar 2010 Semester I 2015 dan Semester I 2016 (Persen)
Komponen SM I 2015 SM I 2016
1. Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 60,79 60,25
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 1,17 1,18
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 5.25 5,17
4. Pembentukan Modal Tetap Domestik
2.1.1.02 Inflasi
Inflasi nasional bulan Juli 2016 sebesar 0,69 %, Jawa Timur sebesar 0,76 %, sedangkan laju inflasi tahun kalender (Juli 2016 terhadap Desember 2015), nasional sebesar 1,76 %, Jawa Timur sebesar 1,85 %. Laju inflasi tahun kalender (Juli 2016 terhadap Desember 2015) Jawa Timur mengalami inflasi sebesar 1,85 persen, angka ini lebih tinggi dibanding tahun kalender Juli 2015 yang mengalami inflasi sebesar 1,74 persen. Inflasi year-on-year (Juli 2016 terhadap Juli 2015) Jawa Timur sebesar 3,19 persen, angka ini lebih rendah dibanding inflasi year-on-year bulan Juli 2015 sebesar 6,81 persen. Perkembangan Inflasi year-on-year Jawa Timur selama kurun waktu 2010 – Semester I 2016 disajikan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2
Perkembangan Inflasi year-on-year Jawa Timur selama kurun waktu 2010 – Semester I 2016 (persen)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur
Perkembangan inflasi tahun kalender Jawa Timur dari tahun 2014 sampai dengan Juli 2016 dapat dilihat pada Gambar 2.3. Selama kurun waktu tersebut, semua periode mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi pada tahun kalender Juli 2014 sebesar 2,66 persen.
6.96
2010 2011 2012 2013 2014 2015 SEM I
2016
Gambar 2.3
Perkembangan Inflasi Tahun Kalender Bulanan Jawa Timur Tahun 2014 – Juli 2016 (persen)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur
2.1.2 Proyeksi Ekonomi Makro Jawa Timur Akhir Tahun 2016 dan 2017 2.1.2.01 PDRB
Berdasarkan perkembangan terkini kondisi perekonomian global dan domestik serta sinkronisasinya dengan penerapan kebijakan pemerintah maka beberapa proyeksi makro ekonomi Jawa Timur tahun 2016 diperkirakan akan mengalami deviasi yang cukup signifikan dibandingkan dengan rencana jangka menengah yang sudah ditetapkan. Faktor lain yang menjadi pertimbangan dalam memperkirakan kondisi makro ekonomi Jawa Timur adalah pada strategi pembangunan dalam RPJMD Provinsi Jawa Timur 2014 – 2019 dimaksud yang pada amanahnya menggariskan tiga strategi umum, sebagai berikut :
1) Pembangunan berkelanjutan berpusat pada rakyat (people centered development) yang inklusif, dan mengedepankan partisipasi rakyat (participatory based development).
2) Pertumbuhan ekonomi yang berpihak kepada masyarakat miskin (pro - poor growth), yang di dalamnya secara implisit termasuk strategi pro - poor , pro job, pro - growth dan pro - environment. 3) Pengarusutamaan gender (pro - gender).
Gambar 2.4
Keterkaitan antar tiga Strategi Umum Pembangunan Jawa TImur 2104-2019
Dengan strategi tersebut maka dalam memprediksi dan merencanakan target pertumbuhan ekonomi yang Inklusif serta berpihak pada rakyat miskin harus mempertimbangkan capaian kinerja tidak saja dari capaian kinerja pertumbuhan ekonomi itu sendiri namun juga harus mempertimbangkan capaian kinerja dari beberapa indikator kinerja utama pembangunan lainnya. Capaian kinerja dimaksud tertuang seperti pada gambar sebagai berikut:
Gambar 2.5
Capaian Kinerja Beberapa Indikator Kinerja Utama Jawa Timur
keterkaitannya pula dengan data Input Output (I-O Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 dan Tahun 2010) mempergunakan pola pemikiran sebagai berikut :
Gambar 2.6
Pola Pemikiran Derivasi Prediksi dan Target Pertumbuhan Ekonomi Inklusif Jawa Timur
Analisis lengkap Pola Pikir dan pertimbangan-pertimbangan lain tersaji pada dokumen Studi Perencanaan Kebijakan Ekonomi Makro dalam mengaselerasikan Kualitas Pertumbuhan Ekonomi Inklusif di Jawa Timur tahun 2017-2019 (kerjasama antara Bappeda Jawa Timur dengan FEB Universitas Brawijaya Malang tahun 2016). Dari hasil studi tersebut direkomendasikan hubungan keterkaitan kinerja antara pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dengan beberapa indikator kinerja lain disarikan pada tabel loading factor sebagai berikut :
Tabel 2.6
Loading Factor Keterkaitan Capaian Pertumbuhan Ekonomi dan Indikator Kinerja Utama Lainnya Tahun 2009 – 2014
Loading Faktor TPT IPM IGR
Dampak target kemiskinan terhadap TPT,
IPM dan IGR 0.15 -0.41 0.15
Dampak target TPT, IPM dan IGR terhadap
Pertumbuhan PDRB -3.66 0.67 -1.10
Sumber : Studi Perencanaan Kebijakan Ekonomi Makro dalam mengaselerasikan Kualitas pertumbuhan Ekonomi Inklusif di Jawa Timur tahun 2017-2019, Bappeda Prov Jatim, 2016.
Tabel 2.7
Prediksi Makro Ekonomi dan Keterkaitannya Terhadap Indikator Kinerja Utama (IKU) Lain (Inklusif) Jawa Timur 2016 - 2020
Tahun Target
Sumber : Studi Perencanaan Kebijakan Ekonomi Makro dalam mengaselerasikan Kualitas pertumbuhan Ekonomi Inklusif di Jawa Timur tahun 2017-2019, Bappeda Prov Jatim, 2016.
Prediksi tersebut di atas diperoleh dari perhitungan kuantitatif tren kinerja dari analisa tahun 2005 sampai dengan tahun 2014. Di sisi lain sebagaimana Perda Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD Provinsi Jawa Timur Tahun 2014-2019), ditetapkan target pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada tahun 2016 adalah 7,20% – 7,49%. Berdasarkan kondisi perekonomian terkini dan pertimbangan peningkatan kualitas pertumbuhan ekonomi agar lebih inklusif dengan berpihak kepada rakyat miskin yang direalisasikan dari asumsi penurunan 0,5 % prediksi persentase kemiskinan tahun 2016 maka target pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 ditetapkan pada kisaran 5,45 - 5,47%.
2.1.2.02 Inflasi
Tingkat inflasi pada tahun 2016 diproyeksikan sebesar 4,5 ± 1 persen, mengalami penurunan dibandingkan tahun 2015. Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Jatim akan terus memperkuat sinergi dengan TPID di 16 kota/kabupaten guna memperkuat upaya pengendalian inflasi di seluruh wilayah Jatim.
2.2. Perkembangan Indikator Dan Kinerja Sosial Makro Daerah Kinerja Sosial Makro Jawa Timur Tahun 2015-2016
2.2.1.01 Pendidikan
Bertambahnya Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM)
dan Angka Melek Huruf merupakan suatu indikator kunci keberhasilan pendidikan.
Wujud pemerataan dan perluasan akses pendidikan Jawa Timur dilakukan dengan
cara memperluas daya tampung satuan pendidikan, memberikan kesempatan yang
sama bagi semua peserta didik dari berbagai golongan masyarakat yang berbeda
secara sosial, ekonomi, gender, geografis wilayah, dan tingkat kemampuan fisik
serta intelektual.
Tabel 2.8
Perkembangan Pendidikan Umum di Jawa Timur
No. U r a i a n Satuan
Tahun
2015 2016
(TW I )
A Pendidikan SD/MI
1. Angka Partisipasi Kasar (APK) Prosen 112,79 112,84
2. Angka Partisipasi Murni (APM) Prosen 98,35 98,40
3. Angka Partisipasi Sekolah (APS)
(7-12 tahun)
1. Angka Partisipasi Kasar (APK) Prosen 102,90 102,90
2. Angka Partisipasi Murni (APM) Prosen 87,64 87,64
3. Angka Partisipasi Sekolah (APS)
(7-12 tahun)
1. Angka Partisipasi Kasar (APK) Prosen 79,14 79,14
2. Angka Partisipasi Murni (APM) Prosen 65,83 65,83
3. Angka Partisipasi Sekolah (APS)
(7-12 tahun)
Prosen 72,14 72,14
4. Angka Transisi (AT) Prosen 88,56 88,56
5. Angka Murid Mengulang Prosen 0,13 0,13
No. U r a i a n Satuan
Mutu dan pelayanan kesehatan sangat tergantung dari tersedianya sarana
dan prasarana kesehatan. Sebagai bentuk komitmen Pemerintah Provinsi Jatim
terhadap sektor kesehatan masyarakat, maka Pemerintah Provinsi menambah
beberapa fasilitas kesehatan yang ada. Program Ikon Pemerintah Provinsi Jatim
yang berkaitan dengan upaya mendekatkan fasilitas kesehatan dengan masyarakat
adalah program pengembangan Polindes menjadi Ponkesdes.
Tabel 2.9
Perkembangan Sarana Kesehatan di Jawa Timur
No. U r a i a n Satuan Tahun
5. Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) unit 960 960
6. Puskesmas Pembantu (PUSTU) unit 2273 2273
10. Pos Pelayanan Terpadu (POSYANDU) unit 46179 46267
11. Pondok Bersalin (POLINDES) unit 5390 n/a
12. Pondok Kesehatan Desa (PONKESDES) unit 3213 3213
13. Desa Siaga unit 8489 8489
Tabel 2.10
Perkembangan Tenaga Kesehatan di Jawa Timur
No. U r a i a n Satuan Tahun
2014 2015
1. Dokter Umum jiwa 6032 8368
2. Dokter Spesialis jiwa 3776 3873
No. U r a i a n Satuan Tahun
2014 2015
4. Perawat jiwa 31830 32046
5. Bidan jiwa 16652 16909
6 Ahli Kesehatan Masyarakat jiwa 1279 1448
7 Apoteker jiwa 1730 1864
8 Ahli Gizi jiwa 1717 1776
9 Analis Laboratorium jiwa 1880 2297
10. Ahli Rontgen jiwa 459 725
11. Fisioterapis jiwa 552 n/a
12. P. Anestesi jiwa 181 n/a
13. Sanitarian jiwa 1375 1765
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial
ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup
penduduk dari suatu negara. Meningkatnya perawatan kesehatan melalui
Puskesmas, meningkatnya daya beli masyarakat akan meningkatkan akses terhadap
pelayanan kesehatan, mampu memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, mampu
mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan dengan
penghasilan yang memadai, yang pada gilirannya akan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidupnya. Dari hasil
penghitungan propyeksi yang dilakukan oleh BPS RI, rata-rata AHH di Jawa Timur
selama menunjukkan trend meningkat yaitu dari 70,68 (2015) menjadi 70,83
(2016-angka sementara).
Tabel 2.11
Angka Harapan Hidup di Jawa Timur
Indikator Tahun 2015 2016*)
Angka Harapan Hidup 70,68 70,83
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur Ket : *) Angka sementara
2.2.1.03 Kemiskinan
Pembangunan adalah proses mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil
dan merata. Tingkat kesejahteraan secara ekonomi ditunjukkan dengan
meningkatnya kemakmuran masyarakat yang akan berkorelasi dengan tingkat
konsumsi sebagai akibat meningkatnya pendapatan masyarakat. Berbagai upaya
telah ditempuh pemerintah untuk meningkatkan taraf kesejahteraan penduduknya
baik dari segi kinerja perekonomiannya maupun penciptaan pemerataan kue
pembangunan. Upaya tersebut diantaranya mengurangi penduduk miskin dengan
Tabel 2.12
Persentase dan Jumlah Penduduk Miskin
No Uraian
Tahun
2015 2016 (Maret)
1 Persentase (%) 12,28 12,05
2 Jumlah Penduduk Miskin (Ribu) 4.775,97 4.703,30
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur
Selama periode September 2015 - Maret 2016, persentase penduduk miskin
Jawa Timur mengalami penurunan sebesar 0,23 poin persen, yaitu dari 12,28
persen September 2015 menjadi 12,05 persen Maret 2016. Penurunan selama satu
semester tersebut ditunjukkan dengan jumlah penduduk miskin pada September
2015 sebanyak 4.775,97 ribu jiwa menjadi sebanyak 4.703,30 ribu jiwa pada Maret
2016 atau turun sebesar 72,67 ribu jiwa.
Ditinjau secara daerah kota dan desa, selama periode September 2015 –
Maret 2016 penurunan persentase penduduk miskin terjadi di perkotaan (turun 0,47
poin persen), sementara di perdesaan mengalami kenaikan persentase penduduk
miskin (naik 0,17 poin persen). Beberapa faktor yang terkait dengan penurunan
persentase penduduk miskin selama periode September 2015-Maret 2016 antara
lain adalah:
Selama periode September 2015-Maret 2016 terjadi inflasi sebesar 1,31 persen Harga beras mengalami penurunan 0,10 persen, yaitu dari Rp. 9.702 per kg
pada September 2015 menjadi Rp. 9.690 per kg pada Maret 2016.
Selama periode September 2015-Maret 2016, selain beras harga eceran beberapa komoditas bahan pokok mengalami penurunan seperti telur ayam ras
dan tempe, yaitu masing-masing turun sebesar 3,54 persen dan 0,17 persen.
Garis kemiskinan merupakan harga yang dibayar oleh kelompok acuan
untuk memenuhi kebutuhan pangan sebesar 2.100 kkal/kapita/hari dan kebutuhan
non-pangan esensial seperti perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan,
transportasi, dan lainnya.
Berdasarkan hasil Susenas, pada periode September 2015 - Maret 2016,
garis kemiskinan meningkat sebesar 1,67 persen atau Rp. 5.297 per kapita
perbulan, yaitu dari Rp.316.464 perkapita perbulan pada September 2015 menjadi
Rp.321.761 per kapita perbulan pada Maret 2016.
Peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar
disbanding peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan,
dan kesehatan). Pada bulan Maret 2016, kontribusi garis kemiskinan makanan
perkotaan sedikit lebih tinggi dibanding di perdesaan. Garis kemiskinan untuk
perkotaan meningkat sebesar 1,70 persen dan untuk wilayah perdesaan sebesar
1,68 persen. Tingginya kenaikan garis kemiskinan tersebut meliputi garis
kemiskinan makanan (1,68 persen untuk perkotaan dan 1,22 persen untuk
perdesaan) dan garis kemiskinan bukan makanan (1,75 persen untuk perkotaan dan
3,11 persen untuk perdesaan). Pada Maret 2016, komoditi makanan yang
memberikan sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun
di perdesaan pada umumnya sama, seperti beras yang memberi sumbangan
sebesar 22,07 persen di perkotaan dan 25,25 persen di perdesaan. Rokok kretek
filter memberikan sumbangan terbesar ke dua kepada Garis Kemiskinan (8,89
persen di perkotaan dan 9,30 persen di perdesaan). Komoditi lainnya adalah gula
pasir, telur ayam ras, tempe, tahu, dan seterusnya.
Tabel 2.13
Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan
No Uraian
Tahun 2015
(September) 2016 (Maret) 1 Kedalaman Kemiskinan (P1)
Perkotaan 1,285 1,103
Pedesaan 2,903 2,832
Perkotaan + Pedesaan 2,126 1,985
2 Keparahan Kemiskinan (P2)
Perkotaan 0,374 0,231
Pedesaan 0,834 0,708
Perkotaan + Pedesaan 0,613 0,474
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur
Pemahaman kemiskinan secara holistik sangat dibutuhkan, agar dalam
implementasi kebijakan yang diambil dapat terfokus dan efisien. Persoalan
kemiskinan tidak hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin,
tetapi yang juga perlu diperhatikan adalah menyangkut seberapa besar jarak
rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan (tingkat kedalaman)
yang disebut sebagai P1 dan keragaman pengeluaran antar penduduk miskin (P2).
Nilai P1 dalam satu semester ini menunjukkan penurunan 0,141 poin atau
sebesar 2,126 pada September 2015 menjadi 1,985 pada Maret 2016. Penurunan
nilai P1 tersebut terjadi di perkotaan (0,182 poin), serta di perdesaan (0,071 poin).
Sementara itu, nilai P2 juga mengalami penurunan 0,139 poin atau menjadi 0,474
rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan dan
ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin juga semakin menyempit.
Ditinjau secara daerah kota-desa, nilai P1 dan P2 antar perkotaan dan
perdesaan menunjukkan bahwa kesenjangan kemiskinan di perdesaan lebih tinggi
daripada di perkotaan. Hal ini dapat dilihat dari nilai P1 dan P2, di mana nilai kedua
indeks (P1 dan P2) di perdesaan lebih tinggi dibanding di perkotaan.
2.2.1.04 Pengangguran
Keadaan ketenagakerjaan di Jawa Timur pada periode Februari 2016
menunjukkan adanya perbaikan dibandingkan keadaan Agustus 2015. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya peningkatan jumlah angkatan kerja dan penurunan
jumlah pengangguran. Jumlah angkatan kerja di Jawa Timur pada Februari 2016
bertambah sebanyak 223 ribu orang dibanding keadaan Agustus 2015. Peningkatan
jumlah angkatan kerja berpengaruh terhadap peningkatan Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 0,43 poin dari 67,84 persen pada Agustus 2015
menjadi 68,27 persen pada Februari 2016.
Tabel 2.14
Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama
No Jenis Kegiatan Utama Satuan
Tahun 2015
(Agustus)
2016 (Februari)
1 Angkatan Kerja Ribu Orang 20.274,68 20.497,99
> Berkerja Ribu Orang 19.367,78 19.648,66 > Pengangguran Ribu Orang 906,9 849,33 2 Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT)
% 4,47 4,14
3 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
% 67,84 68,27
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur
Indikator utama ketenagakerjaan yang sering digunakan sebagai indikasi
keberhasilan dalam menangani masalah pengangguran adalah Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT), yang merupakan perbandingan antara jumlah
penganggur terhadap jumlah angkatan kerja. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
di Jawa Timur pada Februari 2016 sebesar 4,14 persen atau mengalami penurunan
sekitar 0,33 poin dibandingkan Agustus 2015 (4,47 persen). Penurunan angka TPT
pada Februari 2016 relatif lebih tinggi dibandingkan periode Februari 2015 yang
hanya sebesar 0,17 poin. Penurunan TPT yang kontinyu diharapkan dapat mencapai
2.2.1.05 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Pembangunan
manusia menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari pembangunan, bukan
alat dari pembangunan. Tujuan utama pembangunan adalah menciptakan
lingkungan yang memungkinkan rakyat untuk menikmati umur panjang, sehat, dan
menjalankan kehidupan yang produktif. Pencapaian pembangunan manusia diukur
dengan mempertimbangkan tiga aspek esensial yaitu umur panjang dan hidup
sehat, pengetahuan, dan standar hisup layak. IPM merupakan indikator penting
untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia
(masyarakat/penduduk). IPM adalah indeks komposit hasil agregasi tiga jenis indeks
yang masing-masing mewakili dimensi pembangunan manusia, yakni indeks
kesehatan, indeks pendidikan, dan indeks standar hidup. Perubahan mendasar
perhitungan IPM dengan metode baru mencakup penggunaan indikator harapan
lama sekolah (HLS) menggantikan indikator angka melek huruf (AMH) dalam
perhitungan indeks pendidikan dan penggunaan indikator pendapatan nasional
bruto (PNB) per kapita menggantikan produk domestik bruto (PDB) per kapita
dalam perhitungan indeks standar hidup.
Tabel 2.15
Indeks Pembangunan Manusia Jawa Timur
Indikator Tahun 2014 2015
Indeks Pembangunan Manusia 68,14 68,95
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur
Secara umum angka IPM di Jawa Timur selama periode 2014-2015
menunjukkan kenaikan. Pada tahun 2014 angka IPM sebesar 68,14, dan
selanjutnya meningkat pada tahun 2015 menjadi 68,95. Kenaikan IPM ini
diantaranya disebabkan oleh adanya berbagai program pemerintah baik Provinsi
maupun Kabupaten/Kota untuk meningkatkan angka IPM, seperti program di bidang
kesehatan, pendidikan maupun ekonomi dan peningkatan kualitas sarana prasarana
lainnya. Keberhasilan program juga tergantung pola pikir masyarakat setempat