PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 77 TAHUN 2012
TENTANG
PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LEMBAGA PENYELENGGARA PELAYANAN
NAVIGASI PENERBANGAN INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa lembaga penyelenggara pelayanan navigasi
penerbangan perlu dikelola secara profesional,
transparan, akuntabel, dan mandiri agar
menghasilkan tingkat pelayanan navigasi yang andal dalam rangka keselamatan penerbangan;
b. bahwa untuk mewujudkan pengelolaan yang
profesional, transparan, akuntabel, dan mandiri, perlu membentuk lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan yang ditetapkan dalam bentuk badan hukum Perusahaan Umum (Perum);
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta memperhatikan ketentuan Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003
tentang Badan Usaha Milik Negara, perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang
Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956)
4. Peraturan . . .
4. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas, dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan
(Persero), Perusahaan Umum (Perum), dan
Perusahaan Jawatan (Perjan) kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4305);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang
Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan
Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4556);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUSAHAAN
UMUM (PERUM) LEMBAGA PENYELENGGARA
PELAYANAN NAVIGASI PENERBANGAN INDONESIA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelenggara
Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia yang selanjutnya disebut Perum adalah badan usaha yang menyelenggarakan pelayanan navigasi penerbangan di Indonesia serta tidak berorientasi mencari keuntungan, berbentuk Badan Usaha Milik Negara yang seluruh modalnya dimiliki negara berupa kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
2. Pengurusan . . .
2. Pengurusan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Direksi dalam upaya mencapai maksud dan tujuan Perum.
3. Pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan oleh
Dewan Pengawas untuk menilai Perum dengan cara membandingkan antara keadaan yang sebenarnya dengan keadaan yang seharusnya dilakukan, dalam bidang keuangan dan/atau dalam bidang teknis operasional.
4. Pembubaran adalah pengakhiran Perum yang
ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
5. Menteri adalah menteri yang ditunjuk dan/atau
diberi kuasa untuk mewakili Pemerintah selaku pemilik modal pada Perum dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan.
6. Menteri Teknis adalah menteri yang bertanggung
jawab di bidang penerbangan untuk melakukan pembinaan, penilaian, dan evaluasi kinerja teknis dan operasional Perum dalam rangka kelancaran operasional dan keselamatan penerbangan.
7. Direksi adalah organ Perum yang bertanggung jawab
atas Pengurusan Perum untuk kepentingan dan tujuan Perum serta mewakili Perum baik di dalam maupun di luar pengadilan.
8. Dewan Pengawas adalah organ Perum yang bertugas
melakukan pengawasan dan memberikan nasihat
kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan
Pengurusan Perum.
BAB II
PENDIRIAN PERUM
Pasal 2
(1) Dengan Peraturan Pemerintah ini, didirikan
Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia untuk menyelenggarakan pelayanan navigasi penerbangan nasional.
(2) Dengan didirikannya Perusahaan Umum (Perum)
Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi
Penerbangan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka:
a. Penyelenggaraan . . .
a. penyelenggaraan pelayanan navigasi
penerbangan nasional oleh Perusahaan
Perseroan (Persero) PT Angkasa Pura I dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Angkasa Pura II serta Unit Pelaksana Teknis Direktorat
Jenderal Perhubungan Udara Kementerian
Perhubungan beralih menjadi kewajiban Perum;
b. kekayaan Perusahaan Perseroan (Persero) PT
Angkasa Pura I dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Angkasa Pura II serta Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
Kementerian Perhubungan yang berkaitan
dengan penyelenggaraan pelayanan navigasi dialihkan kepada Perum yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Pegawai Negeri Sipil yang bertugas pada unit
penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan pada Perusahaan Perseroan (Persero) PT Angkasa Pura I dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Angkasa Pura II serta Unit Pelaksana Teknis
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
Kementerian Perhubungan dapat dialihkan
menjadi karyawan Perum yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian; dan
d. karyawan Perusahaan Perseroan (Persero) PT
Angkasa Pura I dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Angkasa Pura II yang bertugas pada
unit penyelenggara pelayanan navigasi
penerbangan, dapat dialihkan menjadi karyawan Perum yang pelaksanaannya dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
(3) Pengalihan penyelenggaraan pelayanan navigasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditetapkan oleh Menteri Teknis secara bertahap sebagai berikut:
a. Pengalihan pengelolaan pusat pelayanan navigasi
penerbangan wilayah barat (Jakarta) dan pusat pelayanan navigasi penerbangan wilayah timur (Makassar) dilakukan dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun setelah Perum berdiri.
b. Pengalihan pengelolaan unit penyelenggaraan pelayanan navigasi penerbangan yang dikelola Perusahaan Perseroan (Persero) PT Angkasa Pura I dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Angkasa Pura II, selain pusat pelayanan navigasi penerbangan wilayah barat (Jakarta) dan pusat pelayanan navigasi penerbangan wilayah timur (Makassar), dilakukan dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun setelah Perum berdiri.
c. Pengalihan pengelolaan unit yang terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan navigasi
penerbangan yang dikelola oleh Bandar Udara Unit Pelaksana Teknis dilakukan paling lambat 2 (dua) tahun setelah Perum berdiri.
Pasal 3
(1) Perum berkewajiban menyelenggarakan dan
memberikan pelayanan navigasi penerbangan sesuai dengan tata cara dan prosedur yang diatur dengan Peraturan Menteri Teknis.
(2) Untuk memenuhi kewajiban penyelenggaraan dan
pelayanan navigasi penerbangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Perum:
a. memiliki standar prosedur operasi (standard
operating procedure);
b. mengadakan, mengoperasikan, dan memelihara
keandalan fasilitas navigasi penerbangan sesuai standar;
c. mempekerjakan personel navigasi penerbangan
yang memiliki lisensi atau sertifikat kompetensi; dan
d. memiliki mekanisme pengawasan dan
pengendalian jaminan kualitas pelayanan;
(3) Jenis pelayanan navigasi penerbangan yang menjadi
kewajiban Perum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. Pelayanan lalu lintas penerbangan (Air Traffic
Services/ATS);
b. Pelayanan telekomunikasi penerbangan
(Aeronautical Telecommunication Services/COM);
c. Pelayanan . . .
c. Pelayanan Informasi Aeronautika (Aeronautical Information Services/AIS);
d. Pelayanan Informasi Meteorologi Penerbangan
(Aeronautical Meteorological Services/MET); dan
e. Pelayanan Informasi Pencarian dan Pertolongan
(Search And Rescue/SAR).
(4) Pelayanan Informasi Meteorologi Penerbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d bersumber dari badan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika.
(5) Dalam hal badan yang tugas dan tanggung jawabnya
di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika tidak
menyediakan Pelayanan Informasi Meteorologi
Penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka Perum dapat mengambil data Pelayanan Informasi Meteorologi Penerbangan dari sumber lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Perum dapat membentuk wilayah pelayanan
berdasarkan persetujuan tertulis Menteri Teknis, baik di dalam maupun di luar wilayah Republik Indonesia.
(7) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dengan persetujuan Menteri Teknis, Perum dapat memberikan pelayanan lain yang terkait dengan pelayanan navigasi penerbangan.
Pasal 4
(1) Perum menyelenggarakan pelayanan navigasi
penerbangan dengan ketentuan:
a. mengutamakan keselamatan penerbangan;
b. tidak berorientasi kepada keuntungan;
c. secara finansial dapat mandiri; dan
d. biaya yang ditarik dari pengguna dikembalikan
untuk biaya investasi, biaya operasional, dan peningkatan kualitas pelayanan.
(2) Menteri Teknis melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan pelayanan navigasi penerbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Perum memberikan laporan triwulanan, laporan
semesteran, dan laporan tahunan serta laporan lain
yang sewaktu-waktu diminta mengenai
penyelenggaraan pelayanan navigasi penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Teknis.
(4) Perum memberikan laporan tahunan audited
mengenai pelaksanaan kegiatan kepada Menteri Teknis.
Pasal 5 . . .
Pasal 5
(1) Perum berhak mendapatkan biaya pelayanan jasa
navigasi penerbangan atas pelayanan navigasi yang diberikan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (3).
(2) Biaya jasa pelayanan navigasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Teknis dengan mempertimbangkan tingkat pelayanan navigasi yang diberikan.
(3) Seluruh biaya pelayanan jasa navigasi dipergunakan
untuk biaya investasi dan peningkatan operasional
(cost recovery).
Pasal 6
(1) Dalam rangka memenuhi standar pelayanan navigasi
yang andal untuk keselamatan penerbangan dan penyesuaian biaya pelayanan navigasi penerbangan, Perum menyusun rancangan rencana investasi jangka panjang (5 tahun) dan rancangan rencana investasi tahunan di bidang pelayanan navigasi penerbangan.
(2) Rancangan rencana investasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Teknis.
(3) Rancangan rencana investasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Jangka Panjang dan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan.
(4) Menteri Teknis melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 7
(1) Menteri Teknis melakukan pembinaan kenavigasian
Perum.
(2) Pembinaan kenavigasian Perum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
menetapkan kebijakan peningkatan pelayanan
kenavigasian Perum.
Pasal 8
(1) Dalam rangka menjamin penyelenggaraan pelayanan
navigasi penerbangan yang andal sebagai wujud pertanggungjawaban Perum kepada Menteri Teknis, maka Menteri Teknis berwenang:
a. mengatur persyaratan tertentu bagi calon
anggota Direksi dan Dewan Pengawas terkait dengan kemampuan penyelenggaraan pelayanan navigasi, termasuk persyaratan untuk calon pelaksana tugas anggota Direksi dari pihak selain anggota Direksi yang ada, mantan anggota Direksi atau Dewan Pengawas pada saat terjadi kekosongan;
b. melakukan uji kelayakan dan kepatutan
terhadap calon anggota Direksi dan Dewan Pengawas yang diajukan oleh Menteri untuk
memastikan pemenuhan persyaratan
sebagaimana dimaksud pada huruf a serta menyampaikan secara tertulis kepada Menteri untuk ditetapkan;
c. meminta penggantian anggota Direksi dan Dewan
Pengawas dalam rangka lebih meningkatkan pelayanan kenavigasian dan/atau tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, dan/atau tidak dapat
melaksanakan tugas penyelenggaraan pelayanan navigasi dengan baik;
d. mengusulkan jumlah dan pembagian tugas serta
kewenangan anggota Direksi.
(2) Penetapan persyaratan, pelaksanaan uji kelayakan
dan kepatutan, serta pengusulan pergantian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menjadi dasar dalam menetapkan anggota Direksi dan Dewan Pengawas Perum dengan tidak mengesampingkan ketentuan di bidang Badan Usaha Milik Negara.
(3) Dalam rangka melaksanakan fungsi pembinaan
teknis, Menteri Teknis memberikan masukan dalam
pembahasan laporan keuangan audited sebelum
disahkan oleh Menteri.
Pasal 9
Pengangkatan Direksi dan Dewan Pengawas Perum dilakukan berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan oleh Menteri Teknis.
Pasal 10 . . .
Pasal 10
Laba bersih Perum tidak dibagikan untuk dividen, namun digunakan untuk peningkatan pelayanan kenavigasian.
BAB III
ANGGARAN DASAR
Bagian Kesatu
Nama dan Tempat Kedudukan
Pasal 11
(1) Perusahaan ini bernama Perusahaan Umum (Perum)
Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi
Penerbangan Indonesia atau disebut Perum LPPNPI.
(2) Perum berkedudukan di Jakarta.
(3) Perum dapat membentuk perwakilan di tempat lain,
baik di dalam maupun di luar wilayah Republik Indonesia sebagaimana ditetapkan oleh Dewan Pengawas.
Bagian Kedua Jangka Waktu
Pasal 12
Perum ini didirikan untuk jangka waktu yang tidak terbatas.
Bagian Ketiga
Maksud dan Tujuan serta Kegiatan Pelayanan
Pasal 13
(1) Maksud dan tujuan Perum ialah melaksanakan
penyediaan jasa pelayanan navigasi penerbangan sesuai dengan standar yang berlaku untuk mencapai efisiensi dan efektivitas penerbangan dalam lingkup nasional dan internasional.
(2) Dalam . . .
(2) Dalam rangka melaksanakan maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perum melakukan kegiatan:
a. Pelayanan lalu lintas penerbangan (Air Traffic
Services/ATS) yang terdiri atas:
1. Pelayanan pemanduan Ialu lintas
penerbangan (Air Traffic Control Service);
2. Pelayanan informasi penerbangan (Flight
Information Service); dan
3. Pelayanan kesiagaan (Alerting Service).
b. Pelayanan telekomunikasi penerbangan
(Aeronautical Telecommunication/COM) yang
terdiri atas:
1. Pelayanan aeronautika tetap (Aeronautical
Fixed Service-AFS);
2. Pelayanan aeronautika bergerak (Aeronautical
Mobile Services-AMS); dan
3. Pelayanan radio navigasi aeronautika
(Aeronautical Radio Navigation Service/ARNS).
c. Pelayanan informasi aeronautika (Aeronautical
Information Services/AIS) terdiri dari:
1. Pelayanan informasi aeronautika dan peta
penerbangan;
2. Penerbitan dan penyebarluasan Notam
(notice to airmen); dan
3. Pelayanan informasi aeronautika bandar
udara.
d. Pelayanan informasi meteorologi penerbangan
(Aeronautical Meteorological Services/MET); dan
e. Pelayanan informasi pencarian dan pertolongan
(Search And Rescue/SAR).
(3) Perum melakukan kegiatan usaha lain dalam rangka
mendukung kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk optimalisasi pemanfaatan sumber daya yang dimiliki dan dikuasai.
Bagian . . .
Bagian Keempat Modal
Pasal 14
(1) Modal Perum merupakan kekayaan negara yang
dipisahkan dan tidak terbagi atas saham.
(2) Besarnya modal Perum pada saat Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku sebesar
Rp97.952.690.300,00 (sembilan puluh tujuh miliar
sembilan ratus lima puluh dua juta enam ratus sembilan puluh ribu tiga ratus rupiah) berasal dari pengalihan barang milik negara pada Kementerian Perhubungan yang pengadaannya bersumber dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010 dan 2011 dengan perincian:
a. peralatan navigasi pada Bandar Udara Iskandar di
Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah berupa
antena pemancar dan penerima MF, alat
komunikasi navigasi Instrument Landing System,
alat komunikasi navigasi, fasilitas komunikasi
penerbangan dan fasilitas navigasi dan
pengamatan penerbangan sebesar
Rp22.441.164.000,00 (dua puluh dua miliar empat ratus empat puluh satu juta seratus enam puluh empat ribu rupiah).
b. peralatan navigasi pada Bandar Udara Juwata di
Tarakan, Kalimantan Timur berupa unit
Transceiver Very High Frequency Stationery dan
Secondary Surveilance Radar sebesar
Rp22.457.185.000,00 (dua puluh dua miliar empat ratus lima puluh tujuh juta seratus delapan puluh lima ribu rupiah).
c. peralatan navigasi pada Bandar Udara Sentani di
Jayapura, Papua berupa alat penerima MF + AF,
unit Transceiver Ultra High Frequency Portable,
unit Transceiver Very High Frequency Portable,
Doopler Very High Frequency Omnidirectional
Range, alat komunikasi navigasi dan Voice
Switching Communication System sebesar
Rp48.658.401.000,00 (empat puluh delapan
miliar enam ratus lima puluh delapan juta empat ratus satu ribu rupiah).
d. peralatan navigasi pada Bandar Udara Dewadaru
di Karimun Jawa, Jawa Tengah berupa Doopler
Very High Frequency Omnidirectional Range
sebesar Rp4.395.940.300,00 (empat miliar tiga ratus sembilan puluh lima juta sembilan ratus empat puluh ribu tiga ratus rupiah).
(3) Setiap penambahan penyertaan modal negara dalam
Perum yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan pengurangan penyertaan modal negara ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(4) Setiap penambahan penyertaan modal negara yang
berasal dari kapitalisasi cadangan dan sumber lainnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Bagian Kelima Pengurusan Perum
Paragraf 1
Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Direksi
Pasal 15
Pengurusan Perum dilakukan oleh Direksi.
Pasal 16
(1) Pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi
dilakukan oleh Menteri.
(2) Dalam rangka pengangkatan anggota Direksi,
Menteri meminta masukan dari Menteri Teknis.
Pasal 17
(1) Pembagian tugas dan kewenangan anggota Direksi
ditetapkan oleh Menteri.
(2) Menteri dapat mendelegasikan kewenangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Dewan Pengawas.
Pasal 18 . . .
Pasal 18
(1) Calon anggota Direksi yang ditetapkan sebagai anggota
Direksi adalah calon yang lulus seleksi melalui uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan oleh tim dan/atau lembaga profesional yang dibentuk dan/atau ditunjuk oleh Menteri.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku bagi pengangkatan kembali pada posisi jabatan yang sama bagi anggota Direksi yang dinilai mampu m e l a k s a n a k a n t u g a s d e n g a n b a i k s e l a m a m a s a jabatannya.
(3) Calon anggota Direksi yang telah dinyatakan lulus uji
kelayakan dan kepatutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan anggota Direksi yang diangkat kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menandatangani kontrak manajemen sebelum ditetapkan pengangkatannya sebagai anggota Direksi.
Pasal 19
(1) Yang dapat diangkat sebagai anggota Direksi
adalah orang perseorangan yang mampu
melaksanakan perbuatan hukum dan tidak
pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris atau Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan atau Perum dinyatakan pailit atau
orang yang tidak pernah dihukum karena
melakukan tindak pidana yang merugikan
keuangan negara.
(2) Selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang memenuhi
kriteria keahlian, integritas, kepemimpinan,
pengalaman, jujur, perilaku yang baik, serta memiliki
dedikasi yang tinggi untuk memajukan dan
mengembangkan Perum.
(3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibuktikan dengan surat pernyataan yang ditandatangani oleh calon anggota Direksi dan surat tersebut disimpan oleh Perum.
(4) Pengangkatan . . .
(4) Pengangkatan anggota Direksi yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal karena hukum terhitung sejak tanggal anggota Direksi lainnya atau Dewan Pengawas mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut.
Pasal 20
(1) Jumlah anggota Direksi ditetapkan oleh Menteri
sesuai dengan kebutuhan.
(2) Dalam hal anggota Direksi lebih dari 1 (satu) orang,
salah seorang anggota Direksi diangkat sebagai Direktur Utama.
Pasal 21
Anggota Direksi diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal 22
(1) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan anggota
Direksi, diatur ketentuan:
a. Menteri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak tanggal terjadi kekosongan
jabatan sudah harus mengangkat anggota
Direksi untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut;
b. selama jabatan anggota Direksi kosong dan
Menteri belum mengisi jabatan anggota Direksi yang kosong sebagaimana dimaksud pada huruf a, Dewan Pengawas menunjuk salah seorang anggota Direksi lainnya atau Menteri dapat
menunjuk pihak lain untuk sementara
menjalankan tugas anggota Direksi yang kosong tersebut sebagai pelaksana tugas anggota Direksi dengan tugas, kewenangan, dan kewajiban yang sama;
c. dalam hal kekosongan jabatan anggota Direksi disebabkan karena berakhirnya masa jabatan dan Menteri belum mengangkat anggota Direksi baru, anggota Direksi yang berakhir masa jabatan tersebut dapat diangkat oleh Menteri sebagai pelaksana tugas anggota Direksi untuk sementara menjalankan tugas anggota Direksi yang kosong tersebut dengan kewajiban dan
kewenangan yang sama sampai dengan
diangkatnya anggota Direksi yang definitif; dan
d. pelaksana tugas anggota Direksi yang kosong
sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c, selain anggota Direksi yang masih menjabat, memperoleh gaji dan tunjangan atau fasilitas yang sama dengan anggota Direksi yang kosong
tersebut, tidak termasuk santunan purna
jabatan.
(2) Dalam hal seluruh jabatan Direksi kosong, diatur
ketentuan sebagai berikut:
a. Menteri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak tanggal terjadi kekosongan jabatan sudah harus mengangkat anggota Direksi untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut;
b. selama jabatan Direksi kosong dan Menteri
belum mengisi jabatan Direksi yang kosong sebagaimana dimaksud pada huruf a, untuk sementara Perum diurus oleh Dewan Pengawas atau pihak lain yang ditunjuk oleh Menteri sebagai pelaksana tugas anggota Direksi dengan tugas, kewenangan, dan kewajiban yang sama;
c. dalam rangka melaksanakan pengurusan
sebagaimana dimaksud pada huruf b, Dewan Pengawas dapat melakukannya secara bersama-sama atau menunjuk salah seorang atau lebih di antara mereka untuk melakukan pengurusan Perum;
d. dalam hal seluruh jabatan Direksi kosong karena
berakhirnya masa jabatan dan Menteri belum
mengangkat penggantinya, semua anggota
Direksi yang telah berakhir masa jabatannya tersebut dapat diangkat oleh Dewan Pengawas atau Menteri untuk menjalankan pekerjaannya sebagai pelaksana tugas anggota Direksi dengan tugas, kewenangan, dan kewajiban yang sama; dan
e. pelaksana . . .
e. pelaksana tugas anggota Direksi yang kosong sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf d, selain Dewan Pengawas memperoleh gaji dan tunjangan dan/atau fasilitas yang sama dengan anggota Direksi yang kosong tersebut, tidak termasuk santunan purna jabatan.
Pasal 23
(1) Setiap anggota Direksi berhak mengundurkan diri
dari jabatannya dengan memberitahukan secara tertulis kepada Menteri dan tembusan kepada Dewan Pengawas dan anggota Direksi lainnya.
(2) Pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sudah harus diterima oleh Menteri paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal efektif pengunduran diri.
(3) Dalam hal pengunduran diri sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disebutkan tanggal efektif kurang dari 30 (tiga puluh) hari dari tanggal surat diterima, tanggal efektif pengunduran diri dihitung 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat diterima Menteri.
(4) Dalam hal pengunduran diri sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak menyebutkan tanggal efektif pengunduran diri, anggota Direksi tersebut berhenti dengan sendirinya terhitung 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya surat pengunduran diri.
(5) Apabila Menteri tidak memberikan keputusan sampai
dengan 30 (tiga puluh) hari atau sampai dengan tanggal efektif yang diminta, anggota Direksi yang mengundurkan diri tersebut berhenti dengan sendirinya pada hari ke 30 (tiga puluh) terhitung sejak tanggal surat pengunduran diri diterima oleh Menteri.
Pasal 24
(1) Antar anggota Direksi dan antara anggota Direksi
dengan anggota Dewan Pengawas dilarang
memiliki hubungan keluarga sedarah atau
hubungan karena perkawinan sampai dengan derajat ketiga, baik menurut garis lurus maupun garis ke samping.
(2) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri berwenang memberhentikan salah seorang di antara mereka.
Pasal 25
(1) Anggota Direksi dilarang memangku jabatan rangkap
sebagai:
a. anggota Direksi pada Badan Usaha Milik Negara
lain, badan usaha milik daerah, atau badan usaha milik swasta;
b. anggota Dewan Komisaris atau Dewan
Pengawas pada Badan Usaha Milik Negara;
c. jabatan struktural dan fungsional lainnya dalam
instansi atau lembaga pemerintah pusat atau daerah;
d. jabatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan/ atau
e. jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan
kepentingan.
(2) Anggota Direksi yang merangkap jabatan lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masa jabatannya sebagai anggota Direksi berakhir terhitung sejak tanggal terjadinya perangkapan jabatan.
(3) Dalam hal seseorang yang menduduki jabatan yang
diarang untuk dirangkap dengan jabatan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat sebagai anggota Direksi, yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari jabatan lama tersebut paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pengangkatannya sebagai anggota Direksi.
(4) Anggota Direksi yang tidak mengundurkan diri dari
jabatannya semula sebagaimana dimaksud pada ayat (3), jabatannya sebagai anggota Direksi berakhir dengan lewatnya 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 26
(1) Anggota Direksi dilarang menjadi pengurus partai
politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah.
(2) Pengurus . . .
(2) Pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah dilarang untuk diangkat menjadi anggota Direksi.
(3) Dalam hal anggota Direksi menjadi pengurus partai
politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah, yang bersangkutan berhenti dari jabatannya sebagai anggota Direksi terhitung sejak tanggal ditetapkan menjadi pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah.
Pasal 27
(1) Anggota Direksi dapat diberhentikan sebelum masa
jabatannya berakhir berdasarkan keputusan Menteri dengan menyebutkan alasannya.
(2) Pemberhentian anggota Direksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan alasan bahwa pada kenyataannya anggota Direksi yang bersangkutan:
a. tidak dapat memenuhi kewajibannya yang telah
disepakati dalam kontrak manajemen;
b. tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik;
c. tidak melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan/atau ketentuan
Anggaran Dasar;
d. terlibat dalam tindakan yang merugikan Perum
dan/atau negara;
e. melakukan tindakan yang melanggar etika
dan/atau kepatutan yang seharusnya dihormati sebagai anggota Direksi Badan Usaha Milik Negara;
f. dinyatakan bersalah dengan putusan
pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap; atau
g. mengundurkan diri.
(3) Selain . . .
(3) Selain alasan pemberhentian anggota Direksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), demi
kepentingan dan tujuan Perum, Direksi dapat diberhentikan oleh Menteri berdasarkan alasan lainnya yang dinilai tepat oleh Menteri.
(4) Rencana pemberhentian anggota Direksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan kepada anggota Direksi yang bersangkutan secara lisan atau tertulis oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(5) Keputusan pemberhentian karena alasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d dan ayat (3) diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri.
(6) Pembelaan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
disampaikan secara tertulis kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal anggota Direksi yang bersangkutan diberitahu sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(7) Dalam hal anggota Direksi yang diberhentikan telah
melakukan pembelaan diri atau menyatakan tidak berkeberatan atas rencana pemberhentiannya pada
saat diberitahukan, maka ketentuan waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dianggap telah terpenuhi.
(8) Selama rencana pemberhentian masih dalam proses,
anggota Direksi yang bersangkutan wajib
melaksanakan tugas sebagaimana mestinya.
(9) Pemberhentian karena alasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf d dan huruf f merupakan pemberhentian tidak dengan hormat.
Pasal 28
(1) Jabatan anggota Direksi berakhir apabila:
a. meninggal dunia;
b. masa jabatannya berakhir;
c. diberhentikan berdasarkan keputusan Menteri;
dan/atau
d. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota
Direksi berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d termasuk tetapi tidak terbatas pada rangkap jabatan yang dilarang dan pengunduran diri.
(3) Anggota Direksi yang berhenti sebelum atau setelah masa jabatannya berakhir, kecuali berhenti karena meninggal dunia tetap bertanggung jawab terhadap tindakannya yang belum diterima pertanggungjawabannya oleh Menteri.
Pasal 29
Dewan Pengawas dapat memberhentikan anggota Direksi untuk sementara waktu apabila anggota Direksi bertindak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini, terdapat
indikasi melakukan kerugian Perum, melalaikan
kewajibannya, atau terdapat alasan yang mendesak bagi Perum, dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
a. keputusan Dewan Pengawas mengenai
pemberhentian sementara anggota Direksi
dilakukan sesuai dengan tata cara pengambilan keputusan Dewan Pengawas;
b. pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud
pada huruf a harus diberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan disertai alasan yang menyebabkan tindakan tersebut dengan tembusan kepada Menteri dan Direksi;
c. pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf b
disampaikan dalam jangka waktu paling lama 2
(dua) hari setelah tanggal ditetapkannya
pemberhentian sementara tersebut;
d. anggota Direksi yang diberhentikan sementara tidak
berwenang menjalankan Pengurusan Perum dan mewakili Perum baik di dalam maupun di luar pengadilan;
e. dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari
setelah pemberhentian sementara sebagaimana
dimaksud pada huruf d, Menteri harus memutuskan
mencabut atau menguatkan keputusan
pemberhentian sementara tersebut setelah anggota Direksi yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri; dan/atau
f. dalam . . .
f. dalam hal jangka waktu 60 (enam puluh) hari sebagaimana dimaksud pada huruf e telah lewat dan
Menteri tidak dapat mengambil keputusan,
pemberhentian sementara tersebut menjadi batal.
Paragraf 2
Tugas, Kewenangan, dan Kewajiban Direksi
Pasal 30
Direksi bertugas menjalankan segala tindakan yang berkaitan dengan Pengurusan Perum untuk kepentingan Perum dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perum serta mewakili Perum baik di dalam maupun di luar Pengadilan
tentang segala hal dan segala kejadian, dengan
pembatasan sebagaimana diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan, Anggaran Dasar, dan/atau peraturan Menteri.
Pasal 31
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Direksi berwenang untuk:
a. menetapkan kebijakan Pengurusan Perum;
b. mengatur penyerahan kekuasaan Direksi kepada
seorang atau beberapa orang anggota Direksi untuk mengambil keputusan atas nama Direksi atau mewakili Perum di dalam dan di luar pengadilan;
c. mengatur penyerahan kekuasaan Direksi kepada
seorang atau beberapa orang pekerja Perum baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama atau kepada orang lain, untuk mewakili Perum di dalam dan di luar pengadilan;
d. mengatur ketentuan tentang ketenagakerjaan Perum
termasuk penetapan gaji, pensiun atau jaminan hari tua, dan penghasilan lain bagi pekerja Perum
berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan, dengan ketentuan penetapan gaji, pensiun atau jaminan hari tua, dan penghasilan lain bagi pekerja yang melampaui kewajiban yang ditetapkan peraturan perundang-undangan harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri;
e. mengangkat . . .
e. mengangkat dan memberhentikan pekerja Perum berdasarkan peraturan ketenagakerjaan Perum dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. mengangkat dan memberhentikan sekretaris Perum;
dan
g. melakukan segala tindakan dan perbuatan lainnya
mengenai Pengurusan dan pemilikan kekayaan Perum, mengikat Perum dengan pihak lain dan atau pihak lain dengan Perum, serta mewakili Perum di dalam dan di luar pengadilan tentang segala hal dan segala kejadian, dengan pembatasan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, Anggaran Dasar, dan/atau peraturan Menteri yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 32
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Direksi wajib untuk:
a. mengusahakan dan menjamin terlaksananya usaha
dan kegiatan Perum sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usahanya;
b. menyiapkan pada waktunya Rencana Jangka
Panjang, Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan serta perubahannya, dan menyampaikannya kepada Dewan Pengawas dan Menteri untuk mendapatkan pengesahan dari Menteri sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
c. memberikan penjelasan kepada Menteri mengenai
Rencana Jangka Panjang serta Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan;
d. membuat risalah rapat Direksi;
e. membuat laporan tahunan sebagai wujud
pertanggungjawaban Pengurusan Perum dan
dokumen keuangan sesuai dengan Undang-undang tentang Dokumen Perusahaan;
f. menyusun laporan keuangan berdasarkan Standar
Akuntansi Keuangan dan menyerahkan kepada
Akuntan Publik untuk diaudit;
g. menyampaikan . . .
g. menyampaikan laporan tahunan termasuk laporan keuangan kepada Menteri untuk disetujui dan disahkan;
h. Memberikan penjelasan kepada Menteri mengenai
laporan tahunan;
i. memelihara risalah rapat Dewan Pengawas, risalah
rapat Direksi, laporan tahunan, dokumen
keuangan Perum, dan dokumen lain;
j. menyimpan di tempat kedudukan Perum, risalah
rapat Dewan Pengawas dan risalah rapat Direksi, laporan tahunan, dokumen keuangan, dan dokumen lain;
k. menyusun sistem akuntansi sesuai dengan Standar
Akuntansi Keuangan dan berdasarkan prinsip
pengendalian intern, terutama fungsi Pengurusan, pencatatan, penyimpanan, dan Pengawasan;
l. memberikan laporan berkala menurut cara dan
waktu sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta laporan lainnya setiap kali diminta oleh Dewan Pengawas dan/atau Menteri;
m. menyiapkan susunan organisasi Perum lengkap
dengan perincian dan tugasnya;
n. memberikan penjelasan tentang segala hal yang
ditanyakan atau yang diminta anggota Dewan Pengawas dan Menteri;
o. menyusun dan menetapkan blue prin t
organisasi Perum; dan
p. menjalankan kewajiban lainnya sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini dan yang ditetapkan oleh Menteri berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 33
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Direksi wajib
mencurahkan tenaga, pikiran, perhatian, dan
pengabdiannya secara penuh pada tugas,
kewajiban, dan pencapaian tujuan Perum.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi wajib mematuhi Anggaran Dasar Perum dan ketentuan
peraturan perundang undangan dan wajib
melaksanakan prinsip profesionalisme, efisiensi,
transparansi, kemandirian, akuntabilitas,
pertanggungjawaban, serta kewajaran.
(3) Dalam mengurus Perum, Direksi melaksanakan petunjuk yang diberikan oleh Menteri sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan/atau Anggaran Dasar ini.
Pasal 34
(1) Setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha Perum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perum apabila yang
bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan
tugasnya untuk kepentingan dan usaha Perum.
(3) Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas
kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan bahwa:
a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau
kelalaiannya;
b. telah melakukan Pengurusan dengan itikad baik
dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perum;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik
langsung maupun tidak langsung atas tindakan Pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah
timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
(4) Tindakan yang dilakukan oleh anggota Direksi di luar yang diputuskan oleh rapat Direksi menjadi tanggung jawab pribadi yang bersangkutan sampai dengan tindakan dimaksud disetujui oleh rapat Direksi.
Pasal 35
(1) Perbuatan Direksi di bawah ini wajib mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Pengawas untuk:
a. mengagunkan aktiva tetap untuk penarikan
kredit jangka pendek;
b. mengadakan . . .
b. mengadakan kerjasama dengan badan usaha atau pihak lain berupa kerjasama lisensi, kontrak manajemen, menyewakan aset, Kerja Sama
Operasi (KSO), Bangun Guna Serah (Build
Operate Transfer/BOT), Bangun Milik Serah
(Build Own Transfer/ BOwT), Bangun Serah Guna (Build
Transfer Operate/BTO), dan kerjasama lainnya
dengan nilai atau jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh Menteri;
c. menerima atau memberikan pinjaman
jangka menengah atau jangka panjang, kecuali pinjaman (utang atau piutang) yang timbul karena transaksi bisnis, dan pinjaman yang diberikan kepada anak perusahaan dengan
ketentuan pinjaman kepada anak
perusahaan dilaporkan kepada Dewan
Pengawas;
d. menghapuskan dari pembukuan piutang macet
dan persediaan barang mati;
e. melepaskan aktiva tetap bergerak dengan umur
ekonomis yang lazim berlaku dalam industri pada umumnya sampai dengan 5 (lima) tahun; dan/atau
f. menetapkan struktur organisasi 1 (satu) tingkat
di bawah Direksi.
(2) Dalam rangka memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direksi menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Dewan Pengawas disertai dokumen yang diperlukan.
(3) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya permohonan dari Direksi, Dewan Pengawas harus memberikan keputusan.
(4) Dalam hal Dewan Pengawas masih membutuhkan penjelasan atau dokumen tambahan dari Direksi, Dewan Pengawas meminta penjelasan dan/atau dokumen tambahan dimaksud dari Direksi dalam kurun waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya penjelasan dan/atau dokumen tambahan dari Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Dewan Pengawas memberikan keputusan.
Pasal 36 . . .
Pasal 36
(1) Perbuatan di bawah ini hanya dapat dilakukan
oleh Direksi setelah mendapat persetujuan
tertulis dari Menteri untuk:
a. mengagunkan aktiva tetap untuk penarikan
kredit jangka menengah atau jangka panjang;
b. melakukan penyertaan modal pada perusahaan
lain;
c. mendirikan anak perusahaan dan/atau
perusahaan patungan;
d. melepaskan penyertaan modal pada anak
perusahaan dan/atau perusahaan patungan;
e. melakukan penggabungan, peleburan,
pengambilalihan, pemisahan, dan pembubaran
anak perusahaan dan/atau perusahaan
patungan;
f. mengikat Perum sebagai penjamin (borg atau
avalist);
g. mengadakan kerjasama dengan badan usaha
atau pihak lain berupa kerjasama lisensi, kontrak manajemen, menyewakan aset, Kerja Sama
Operasi (KSO), Bangun Guna Serah (Build
Operate Transfer/BOT), Bangun Milik Serah
(Build Own Transfer/BOwT), Bangun Serah Guna
(Build Transfer Operate/BTO) dan kerjasama
lainnya dengan nilai atau jangka waktu melebihi yang ditetapkan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b;
h. tidak menagih lagi piutang macet yang telah
dihapusbukukan;
i. melepaskan dan menghapuskan aktiva tetap
Perum, kecuali aktiva tetap bergerak dengan umur ekonomis yang lazim berlaku dalam industri pada umumnya sampai dengan 5 (lima) tahun;
j. menetapkan blue print organisasi Perum;
k. menetapkan dan mengubah logo Perum;
l. melakukan tindakan lain dan tindakan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) yang belum ditetapkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan;
m. membentuk . . .
m. membentuk yayasan, organisasi, dan/atau perkumpulan baik yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan Perum yang dapat berdampak bagi Perum;
n. pembebanan biaya Perum yang bersifat tetap
dan rutin untuk yayasan, organisasi, dan/atau perkumpulan baik yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan Perum; dan/atau
o. pengusulan wakil dari Perum untuk menjadi
calon anggota Direksi dan/atau Dewan
Komisaris pada perusahaan patungan
dan/atau anak perusahaan yang memberikan kontribusi signifikan kepada Perum dan/atau bernilai strategis yang ditetapkan Menteri.
(2) Untuk memperoleh persetujuan tertulis dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direksi menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Menteri disertai dengan tanggapan tertulis dari Dewan Pengawas dan dokumen yang diperlukan.
(3) Untuk memperoleh tanggapan tertulis dari Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direksi menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Dewan Pengawas disertai dokumen yang diperlukan.
(4) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya permohonan dari Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Dewan
Pengawas harus memberikan tanggapan
tertulis.
(5) Dalam hal Dewan Pengawas masih membutuhkan penjelasan atau dokumen tambahan dari Direksi, Dewan Pengawas meminta penjelasan dan/atau
dokumen tambahan tersebut dari Direksi dalam
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(6) Dalam hal Dewan Pengawas tidak memberikan
tanggapan tertulis dan tidak memint a
penjelasan dan/atau dokumen tambahan dari Direksi dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direksi dapat menyampaikan permohonan tertulis kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan tertulis tanpa tanggapan tertulis Dewan Pengawas disertai penjelasan mengenai tidak ada tanggapan tertulis dari Dewan Pengawas.
(7) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya penjelasan dan/atau dokumen tambahan dari Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Dewan Pengawas harus memberikan tanggapan tertulis.
(8) Apabila dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya penjelasan dan/atau
dokumen tambahan dari Direksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) Dewan Pengawas tidak memberikan tanggapan tertulis, Direksi menyampaikan permohonan kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan tertulis disertai penjelasan mengenai tidak ada tanggapan tertulis dari Dewan Pengawas.
Pasal 37
(1) Berdasarkan usulan Dewan Pengawas, Menteri dapat
menetapkan Direksi melakukan tindakan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tanpa
mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Pengawas.
(2) Menteri dapat mendelegasikan kewenangan
pemberian persetujuan atas tindakan Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 kepada Dewan Pengawas.
(3) Apabila diperlukan demi mengamankan Perum,
Menteri dapat menetapkan pembatasan lain
kepada Direksi.
Pasal 38
(1) Dalam rangka melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, apabila
tidak ditetapkan lain oleh Direksi, maka
Direktur Utama berhak dan berwenang bertindak untuk dan atas nama Direksi serta mewakili Perum, dengan ketentuan semua tindakan Direktur Utama tersebut telah disetujui oleh rapat Direksi.
(2) Dalam hal Direktur Utama tidak ada atau berhalangan karena sebab apapun yang tidak perlu dibuktikan kepada pihak ketiga, salah seorang Direktur yang ditunjuk oleh Direktur Utama berwenang bertindak atas nama Direksi.
(3) Dalam hal Direktur Utama tidak melakukan penunjukan, maka salah seorang Direktur yang ditunjuk oleh dan di antara anggota Direksi yang ada berwenang bertindak atas nama Direksi.
(4) Dalam hal penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dilakukan, maka salah seorang Direktur yang paling lama menjabat sebagai anggota Direksi berwenang bertindak atas nama Direksi.
(5) Dalam hal Direktur yang paling lama menjabat sebagai anggota Direksi lebih dari 1 (satu) orang, maka Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang tertua dalam usia yang berwenang bertindak atas nama Direksi.
Pasal 39
Direksi berhak mengangkat seorang atau lebih sebagai wakil atau kuasanya untuk melakukan perbuatan hukum tertentu dengan memberikan kuasa khusus yang diatur dalam surat kuasa.
Pasal 40
(1) Pembagian tugas dan kewenangan setiap anggota Direksi ditetapkan oleh Menteri.
(2) Menteri dapat melimpahkan kewen angan
mengenai pembagian tugas dan kewenangan Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Dewan Pengawas.
Paragraf 3 Rapat Direksi
Pasal 41
(1)Segala keputusan Direksi diambil dalam rapat
Direksi.
(2) Keputusan . . .
(2) Keputusan Direksi dapat pula diambil di luar rapat Direksi sepanjang seluruh anggota Direksi setuju tentang cara dan materi yang diputuskan. (3) Dalam setiap rapat Direksi harus dibuat risalah
rapat yang ditandatangani oleh ketua rapat Direksi dan seluruh anggota Direksi yang hadir,
yang berisi hal-hal yang dibicarakan dan
diputuskan, termasuk pernyataan
ketidaksetujuan anggota Direksi jika ada.
(4) Salinan risalah rapat sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) disampaikan kepada Dewan
Pengawas untuk diketahui.
Pasal 42
(1) Direksi mengadakan rapat setiap kali apabila dianggap perlu oleh seorang atau lebih anggota Direksi atau atas permintaan tertulis dari seorang atau lebih anggota Dewan Pengawas atau Menteri
dengan menyebutkan hal-hal yang akan
dibicarakan.
(2) Rapat Direksi diadakan di tempat kedudukan Perum, di tempat kegiatan usaha Perum, atau di tempat lain di wilayah negara Republik Indonesia yang ditetapkan oleh Direksi.
(3) Panggilan rapat Direksi dilakukan secara tertulis oleh anggota Direksi yang berhak mewakili Perum dan disampaikan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sebelum rapat diadakan atau dalam waktu yang lebih singkat jika dalam keadaan mendesak, tidak termasuk tanggal panggilan dan tanggal rapat.
(4) Dalam surat panggilan rapat harus dicantumkan acara, tanggal, waktu, dan tempat rapat.
(5) Rapat Direksi adalah sah dan berhak mengambil keputusan yang mengikat apabila dihadiri oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota Direksi atau wakilnya.
(6) Dalam hal rapat Direksi dilaksanakan tanpa panggilan rapat secara tertulis, rapat tersebut adalah sah dan berhak mengambil keputusan yang mengikat apabila dihadiri oleh seluruh anggota Direksi atau wakilnya.
(7) Dalam . . .
(7) Dalam mata acara lain-lain, rapat Direksi tidak
berhak mengambil keputusan kecuali semua
anggota Direksi atau wakilnya yang sah hadir dan menyetujui agenda rapat yang menjadi mata acara lain-lain.
Pasal 43
(1) Seorang anggota Direksi dapat diwakili dalam rapat hanya oleh anggota Direksi lainnya berdasarkan
kuasa tertulis yang diberikan khusus untuk
keperluan itu.
(2) Seorang anggota Direksi hanya dapat mewakili seorang anggota Direksi lainnya.
Pasal 44
(1) Rapat Direksi dipimpin oleh Direktur Utama.
(2) Dalam hal Direktur Utama tidak hadir atau
berhalangan, rapat Direksi dipimpin oleh
seorang Direktur yang khusus ditunjuk oleh Direktur Utama.
(3) Dalam hal Direktur Utama tidak melakukan
penunjukan, salah seorang Direktur yang
ditunjuk oleh dan di antara anggota Direksi yang ada berwenang untuk memimpin rapat Direksi.
(4) Dalam hal penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dilakukan, anggota Direksi yang paling lama menjabat sebagai anggota Direksi yang memimpin rapat Direksi.
(5) Dalam hal anggota Direksi yang paling lama menjabat sebagai anggota Direksi lebih dari 1 (satu) orang, salah seorang dari anggota Direksi tersebut yang tertua dalam usia berwenang memimpin rapat Direksi.
Pasal 45
(1) Keputusan dalam rapat Direksi diambil dengan musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam . . .
(2) Dalam hal keputusan tidak dapat diambil dengan musyawarah untuk mufakat, keputusan diambil dengan suara terbanyak biasa.
(3) Setiap anggota Direksi berhak untuk
mengeluarkan 1 (satu) suara dan tambahan 1
(satu) suara untuk anggota Direksi yang
diwakilinya.
(4) Apabila jumlah suara yang setuju dan yang tidak setuju sama banyaknya, keputusan rapat adalah yang sesuai dengan pendapat ketua rapat dengan
tetap memperhatikan ketentuan mengenai
tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2).
(5) Dalam hal usulan lebih dari dua alternatif dan hasil pemungutan suara belum mendapatkan satu alternatif dengan suara lebih dari 1/2 (satu per dua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, dilakukan pemilihan ulang terhadap dua usulan yang memperoleh suara terbanyak sehingga salah satu usulan memperoleh suara lebih dari 1/2 (satu per dua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan.
(6) Suara blanko atau abstain dianggap setuju terhadap usul yang diajukan dalam rapat.
(7) Suara yang tidak sah dianggap tidak ada dan tidak dihitung dalam menentukan jumlah suara yang dikeluarkan dalam rapat.
Paragraf 4
Benturan Kepentingan Anggota Direksi
Pasal 46
(1) Anggota Direksi tidak berwenang mewakili Perum apabila:
a. terjadi perkara di depan pengadilan antara
Perum dengan anggota Direksi yang
bersangkutan; dan/atau
b. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai
kepentingan yang bertentangan dengan
kepentingan Perum.
(2) Dalam . . .
(2) Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perum diwakili oleh salah seorang Direktur yang ditunjuk dari dan oleh anggota
Direksi selain anggota Direksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal benturan kepentingan menyangkut semua anggota Direksi, Perum diwakili oleh Dewan Pengawas atau oleh seseorang yang ditunjuk oleh Dewan Pengawas.
(4) Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan tidak ada Dewan Pengawas, Menteri mengangkat seorang atau lebih untuk mewakili Perum.
(5) Dalam hal seluruh anggota Direksi atau Dewan
Pengawas mempunyai benturan kepentingan
dengan Perum, Menteri menunjuk pihak lain untuk mewakili Perum.
Bagian Keenam Pengawasan
Paragraf 1
Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Pengawas
Pasal 47
Pengawasan Perum dilakukan oleh Dewan Pengawas.
Pasal 48
(1) Pengangkatan dan pemberhentian anggota Dewan Pengawas dilakukan oleh Menteri.
(3) Pengangkatan anggota Dewan Pengawas dari unsur-unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan tetap memperhatikan
persyaratan anggota Dewan Pengawas
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 49
(1) Yang dapat diangkat sebagai anggota Dewan
Pengawas adalah orang perseorangan yang
mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris atau Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan atau Perum dinyatakan pailit atau orang yang tidak pernah dihukum karena
melakukan tindak pidana yang merugikan
keuangan negara.
(2) Selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang dapat diangkat sebagai
anggota Dewan Pengawas adalah orang
perseorangan yang memiliki integritas, dedikasi, memahami masalah manajemen Perum yang berkaitan dengan salah satu fungsi manajemen, memiliki pengetahuan yang memadai di bidang usaha Perum, dan dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya.
(3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan surat pernyataan yang ditandatangani oleh calon anggota Dewan Pengawas dan surat tersebut disimpan oleh Perum.
(4) Pengangkatan anggota Dewan Pengawas yang
tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) batal karena hukum sejak tanggal anggota Dewan Pengawas lainnya atau
Direksi mengetahui tidak terpenuhinya
persyaratan tersebut.
Pasal 50 . . .
Pasal 50
Jumlah anggota Dewan Pengawas berjumlah paling banyak 5 (lima) orang, seorang diantaranya diangkat sebagai Ketua Dewan Pengawas.
Pasal 51
(1) Anggota Dewan Pengawas diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(2) Pengangkatan anggota Dewan Pengawas tidak
bersamaan waktunya dengan pengangkatan
anggota Direksi.
Pasal 52
(1) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan anggota Dewan Pengawas, diatur ketentuan:
a. Menteri dalam waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak tanggal terjadi kekosongan jabatan sudah harus mengangkat anggota Dewan Pengawas untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut;
b. dalam hal kekosongan jabatan anggota Dewan
Pengawas disebabkan karena berakhirnya masa jabatan dan Menteri belum mengangkat anggota
Dewan Pengawas baru, anggota Dewan
Pengawas yang berakhir masa jabatan tersebut dapat diangkat oleh Menteri sebagai pelaksana
tugas anggota Dewan Pengawas untuk
sementara menjalankan tugas anggota
Dewan Pengawas yang kosong tersebut dengan kewajiban dan kewenangan yang sama sampai dengan diangkatnya anggota Dewan Pengawas yang definitif; dan
c. pelaksana tugas anggota Dewan Pengawas
sebagaimana dimaksud pada huruf b diberikan honorarium dan tunjangan atau fasilitas yang sama dengan anggota Dewan Pe ngawas
yang kosong tersebut, tidak termasuk
santunan purna jabatan.
(2) Dalam . . .
(2) Dalam hal jabatan seluruh anggota Dewan Pengawas kosong, diatur ketentuan:
a. Menteri dalam waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak tanggal terjadi kekosongan sudah harus mengangkat anggota Dewan Pengawas untuk mengisi kekosongan tersebut;
b. selama jabatan Dewan Pengawas kosong dan
Menteri belum mengisi jabatan Dewan
Pengawas yang kosong sebagaimana dimaksud pada huruf a, Menteri mengangkat seorang atau beberapa orang sebagai pelaksana tugas anggota
Dewan Pengawas untuk sementara
melaksanakan tugas Dewan Pengawas dengan tugas, kewenangan, dan kewajiban yang sama;
c. dalam hal seluruh jabatan Dewan Pengawas
kosong karena berakhirnya masa jabatan dan Menteri belum mengangkat penggantinya, semua
anggota Dewan Pengawas yang telah
berakhir masa jabatannya tersebut dapat diangkat oleh Menteri sebagai pelaksana tugas anggota Dewan Pengawas untuk menjalankan pekerjaannya sebagai anggota Dewan Pengawas dengan tugas, kewenangan, dan kewajiban yang sama; dan
d. pelaksana tugas anggota Dewan Pengawas
sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c
memperoleh honorarium dan tunjangan
dan/atau fasilitas sebagai anggota Dewan
Pengawas, tidak termasuk santunan purna jabatan.
Pasal 53
(1) Setiap anggota Dewan Pengawas berhak
mengundurkan diri dari jabatannya dengan
memberitahukan secara tertulis kepada Menteri dan tembusan kepada anggota Dewan Pengawas lainnya dan Direksi.
(2) Pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah harus diterima oleh Menteri paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal efektif pengunduran diri.
(3) Dalam . . .
(3) Dalam hal pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disebutkan tanggal efektif kurang dari 30 (tiga puluh) hari dari tanggal surat diterima, tanggal efektif pengunduran diri dihitung 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat diterima Menteri.
(4) Dalam hal pengunduran diri sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak menyebutkan tanggal efektif pengunduran diri, anggota Dewan Pengawas tersebut berhenti dengan sendirinya terhitung 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya surat pengunduran diri.
(5) Apabila Menteri tidak memberikan keputusan sampai dengan 30 (tiga puluh) hari atau sampai dengan
tanggal efektif yang diminta, anggota Dewan
Pengawas yang mengundurkan diri tersebut berhenti dengan sendirinya pada hari ke-30 (tiga puluh) terhitung sejak tanggal surat pengunduran diri diterima oleh Menteri.
Pasal 54
(1) Antar anggota Dewan Pengawas dan antara anggota Dewan Pengawas dengan anggota Direksi dilarang memiliki hubungan keluarga sedarah
atau hubungan karena perkawinan sampai
dengan derajat ketiga, baik menurut garis lurus maupun garis ke samping.
(2) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Menteri berwenang
memberhentikan salah seorang di antara mereka.
Pasal 55
(1) Anggota Dewan Pengawas dilarang memangku jabatan rangkap sebagai:
a. anggota Direksi pada Badan Usaha Milik Negara
lain, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta;
b. jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan/atau
c. jabatan . . .
c. jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan.
(2) Anggota Dewan Pengawas yang merangkap
jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
masa jabatannya sebagai anggota Dewan
Pengawas berakhir terhitung sejak terjadinya perangkapan jabatan.
(3) Dalam hal seseorang yang menduduki jabatan yang
dilarang untuk dirangkap dengan jabatan
anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat sebagai anggota Dewan
Pengawas, yang bersangkutan harus
mengundurkan diri dari jabatan lama tersebut
paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
pengangkatannya sebagai anggota Dewan Pengawas.
(4) Anggota Dewan Pengawas yang tidak
mengundurkan diri dari jabatannya semula
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), jabatannya sebagai anggota Dewan Pengawas berakhir dengan lewatnya 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 56
(1) Anggota Dewan Pengawas dilarang menjadi
pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah.
(2) Pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah dilarang untuk diangkat menjadi anggota Dewan Pengawas.
(3) Dalam hal anggota Dewan Pengawas menjadi pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah, yang bersangkutan berhenti dari jabatannya sebagai anggota Dewan Pengawas terhitung sejak ditetapkan menjadi pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah.
Pasal 57 . . .
Pasal 57
(1) Anggota Dewan Pengawas dapat diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir berdasarkan
keputusan Menteri dengan menyebutkan
alasannya.
(2) Pemberhentian anggota Dewan Pengawas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan alasan bahwa pada kenyataannya, anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan:
a. tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik;
b. tidak melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan/atau ketentuan
Anggaran Dasar;
c. terlibat dalam tindakan yang merugikan Perum
dan/atau negara;
d. melakukan tindakan yang melanggar etika
dan/atau kepatutan yang seharusnya dihormati sebagai anggota Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara;
e. dinyatakan bersalah dengan putusan
pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap; dan/atau
f. mengundurkan diri.
(3) Selain alasan pemberhentian anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), anggota Dewan Pengawas dapat diberhentikan oleh Menteri berdasarkan alasan lainnya yang dinilai tepat oleh Menteri demi kepentingan dan tujuan Perum.
(4) Rencana pemberhentian anggota Dewan Pengawas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberitahukan kepada anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan secara lisan atau tertulis oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(5) Keputusan pemberhentian karena alasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d dan ayat (3) diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri.
(6) Pembelaan . . .
(6) Pembelaan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan secara tertulis kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan diberitahu sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(7) Dalam hal anggota Dewan Pengawas yang
diberhentikan telah melakukan pembelaan diri atau menyatakan tidak keberatan atas rencana
pemberhentiannya pada saat diberitahukan,
ketentuan mengenai waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) dianggap telah terpenuhi.
(8) Selama rencana pemberhentian sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) masih dalam proses, anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan
wajib melaksanakan tugasnya sebagaimana
mestinya.
(9) Pemberhentian karena alasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf e merupakan pemberhentian tidak dengan hormat.
Pasal 58
(1) Jabatan anggota Dewan Pengawas berakhir apabila:
a. meninggal dunia;
b. masa jabatannya berakhir;
c. diberhentikan berdasarkan keputusan Menteri;
dan/atau
d. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota
Dewan Pengawas berdasarkan Peraturan
Pemerintah ini dan ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d termasuk tetapi tidak terbatas pada rangkap jabatan yang dilarang dan pengunduran diri.
(3) Anggota Dewan Pengawas yang berhenti sebelum atau setelah masa jabatannya berakhir, kecuali
berhenti karena meninggal dunia tetap
bertanggung jawab terhadap tindakannya yang
belum diterima pertanggungjawabannya oleh
Menteri.
Paragraf 2 . . .