• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LEMBAGA PENYELENGGARA PELAYANAN NAVIGASI PENERBANGAN INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LEMBAGA PENYELENGGARA PELAYANAN NAVIGASI PENERBANGAN INDONESIA"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 77 TAHUN 2012

TENTANG

PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LEMBAGA PENYELENGGARA PELAYANAN

NAVIGASI PENERBANGAN INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa lembaga penyelenggara pelayanan navigasi

penerbangan perlu dikelola secara profesional,

transparan, akuntabel, dan mandiri agar

menghasilkan tingkat pelayanan navigasi yang andal dalam rangka keselamatan penerbangan;

b. bahwa untuk mewujudkan pengelolaan yang

profesional, transparan, akuntabel, dan mandiri, perlu membentuk lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan yang ditetapkan dalam bentuk badan hukum Perusahaan Umum (Perum);

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta memperhatikan ketentuan Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003

tentang Badan Usaha Milik Negara, perlu

menetapkan Peraturan Pemerintah tentang

Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang

Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297);

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956)

4. Peraturan . . .

(2)

4. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas, dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan

(Persero), Perusahaan Umum (Perum), dan

Perusahaan Jawatan (Perjan) kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 82,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4305);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang

Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan

Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4556);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUSAHAAN

UMUM (PERUM) LEMBAGA PENYELENGGARA

PELAYANAN NAVIGASI PENERBANGAN INDONESIA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelenggara

Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia yang selanjutnya disebut Perum adalah badan usaha yang menyelenggarakan pelayanan navigasi penerbangan di Indonesia serta tidak berorientasi mencari keuntungan, berbentuk Badan Usaha Milik Negara yang seluruh modalnya dimiliki negara berupa kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

2. Pengurusan . . .

(3)

2. Pengurusan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Direksi dalam upaya mencapai maksud dan tujuan Perum.

3. Pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan oleh

Dewan Pengawas untuk menilai Perum dengan cara membandingkan antara keadaan yang sebenarnya dengan keadaan yang seharusnya dilakukan, dalam bidang keuangan dan/atau dalam bidang teknis operasional.

4. Pembubaran adalah pengakhiran Perum yang

ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

5. Menteri adalah menteri yang ditunjuk dan/atau

diberi kuasa untuk mewakili Pemerintah selaku pemilik modal pada Perum dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan.

6. Menteri Teknis adalah menteri yang bertanggung

jawab di bidang penerbangan untuk melakukan pembinaan, penilaian, dan evaluasi kinerja teknis dan operasional Perum dalam rangka kelancaran operasional dan keselamatan penerbangan.

7. Direksi adalah organ Perum yang bertanggung jawab

atas Pengurusan Perum untuk kepentingan dan tujuan Perum serta mewakili Perum baik di dalam maupun di luar pengadilan.

8. Dewan Pengawas adalah organ Perum yang bertugas

melakukan pengawasan dan memberikan nasihat

kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan

Pengurusan Perum.

BAB II

PENDIRIAN PERUM

Pasal 2

(1) Dengan Peraturan Pemerintah ini, didirikan

Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia untuk menyelenggarakan pelayanan navigasi penerbangan nasional.

(2) Dengan didirikannya Perusahaan Umum (Perum)

Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi

Penerbangan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka:

a. Penyelenggaraan . . .

(4)

a. penyelenggaraan pelayanan navigasi

penerbangan nasional oleh Perusahaan

Perseroan (Persero) PT Angkasa Pura I dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Angkasa Pura II serta Unit Pelaksana Teknis Direktorat

Jenderal Perhubungan Udara Kementerian

Perhubungan beralih menjadi kewajiban Perum;

b. kekayaan Perusahaan Perseroan (Persero) PT

Angkasa Pura I dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Angkasa Pura II serta Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perhubungan Udara

Kementerian Perhubungan yang berkaitan

dengan penyelenggaraan pelayanan navigasi dialihkan kepada Perum yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. Pegawai Negeri Sipil yang bertugas pada unit

penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan pada Perusahaan Perseroan (Persero) PT Angkasa Pura I dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Angkasa Pura II serta Unit Pelaksana Teknis

Direktorat Jenderal Perhubungan Udara

Kementerian Perhubungan dapat dialihkan

menjadi karyawan Perum yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian; dan

d. karyawan Perusahaan Perseroan (Persero) PT

Angkasa Pura I dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Angkasa Pura II yang bertugas pada

unit penyelenggara pelayanan navigasi

penerbangan, dapat dialihkan menjadi karyawan Perum yang pelaksanaannya dilakukan sesuai

dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

(3) Pengalihan penyelenggaraan pelayanan navigasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditetapkan oleh Menteri Teknis secara bertahap sebagai berikut:

a. Pengalihan pengelolaan pusat pelayanan navigasi

penerbangan wilayah barat (Jakarta) dan pusat pelayanan navigasi penerbangan wilayah timur (Makassar) dilakukan dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun setelah Perum berdiri.

(5)

b. Pengalihan pengelolaan unit penyelenggaraan pelayanan navigasi penerbangan yang dikelola Perusahaan Perseroan (Persero) PT Angkasa Pura I dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Angkasa Pura II, selain pusat pelayanan navigasi penerbangan wilayah barat (Jakarta) dan pusat pelayanan navigasi penerbangan wilayah timur (Makassar), dilakukan dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun setelah Perum berdiri.

c. Pengalihan pengelolaan unit yang terkait dengan

penyelenggaraan pelayanan navigasi

penerbangan yang dikelola oleh Bandar Udara Unit Pelaksana Teknis dilakukan paling lambat 2 (dua) tahun setelah Perum berdiri.

Pasal 3

(1) Perum berkewajiban menyelenggarakan dan

memberikan pelayanan navigasi penerbangan sesuai dengan tata cara dan prosedur yang diatur dengan Peraturan Menteri Teknis.

(2) Untuk memenuhi kewajiban penyelenggaraan dan

pelayanan navigasi penerbangan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), Perum:

a. memiliki standar prosedur operasi (standard

operating procedure);

b. mengadakan, mengoperasikan, dan memelihara

keandalan fasilitas navigasi penerbangan sesuai standar;

c. mempekerjakan personel navigasi penerbangan

yang memiliki lisensi atau sertifikat kompetensi; dan

d. memiliki mekanisme pengawasan dan

pengendalian jaminan kualitas pelayanan;

(3) Jenis pelayanan navigasi penerbangan yang menjadi

kewajiban Perum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

a. Pelayanan lalu lintas penerbangan (Air Traffic

Services/ATS);

b. Pelayanan telekomunikasi penerbangan

(Aeronautical Telecommunication Services/COM);

c. Pelayanan . . .

(6)

c. Pelayanan Informasi Aeronautika (Aeronautical Information Services/AIS);

d. Pelayanan Informasi Meteorologi Penerbangan

(Aeronautical Meteorological Services/MET); dan

e. Pelayanan Informasi Pencarian dan Pertolongan

(Search And Rescue/SAR).

(4) Pelayanan Informasi Meteorologi Penerbangan

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d bersumber dari badan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika.

(5) Dalam hal badan yang tugas dan tanggung jawabnya

di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika tidak

menyediakan Pelayanan Informasi Meteorologi

Penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka Perum dapat mengambil data Pelayanan Informasi Meteorologi Penerbangan dari sumber lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6) Perum dapat membentuk wilayah pelayanan

berdasarkan persetujuan tertulis Menteri Teknis, baik di dalam maupun di luar wilayah Republik Indonesia.

(7) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

dengan persetujuan Menteri Teknis, Perum dapat memberikan pelayanan lain yang terkait dengan pelayanan navigasi penerbangan.

Pasal 4

(1) Perum menyelenggarakan pelayanan navigasi

penerbangan dengan ketentuan:

a. mengutamakan keselamatan penerbangan;

b. tidak berorientasi kepada keuntungan;

c. secara finansial dapat mandiri; dan

d. biaya yang ditarik dari pengguna dikembalikan

untuk biaya investasi, biaya operasional, dan peningkatan kualitas pelayanan.

(2) Menteri Teknis melakukan pengawasan terhadap

pelaksanaan pelayanan navigasi penerbangan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Perum memberikan laporan triwulanan, laporan

semesteran, dan laporan tahunan serta laporan lain

yang sewaktu-waktu diminta mengenai

penyelenggaraan pelayanan navigasi penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Teknis.

(4) Perum memberikan laporan tahunan audited

mengenai pelaksanaan kegiatan kepada Menteri Teknis.

Pasal 5 . . .

(7)

Pasal 5

(1) Perum berhak mendapatkan biaya pelayanan jasa

navigasi penerbangan atas pelayanan navigasi yang diberikan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (3).

(2) Biaya jasa pelayanan navigasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Teknis dengan mempertimbangkan tingkat pelayanan navigasi yang diberikan.

(3) Seluruh biaya pelayanan jasa navigasi dipergunakan

untuk biaya investasi dan peningkatan operasional

(cost recovery).

Pasal 6

(1) Dalam rangka memenuhi standar pelayanan navigasi

yang andal untuk keselamatan penerbangan dan penyesuaian biaya pelayanan navigasi penerbangan, Perum menyusun rancangan rencana investasi jangka panjang (5 tahun) dan rancangan rencana investasi tahunan di bidang pelayanan navigasi penerbangan.

(2) Rancangan rencana investasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) wajib mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Teknis.

(3) Rancangan rencana investasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Jangka Panjang dan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan.

(4) Menteri Teknis melakukan pengawasan terhadap

pelaksanaan investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 7

(1) Menteri Teknis melakukan pembinaan kenavigasian

Perum.

(2) Pembinaan kenavigasian Perum sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan

menetapkan kebijakan peningkatan pelayanan

kenavigasian Perum.

(8)

Pasal 8

(1) Dalam rangka menjamin penyelenggaraan pelayanan

navigasi penerbangan yang andal sebagai wujud pertanggungjawaban Perum kepada Menteri Teknis, maka Menteri Teknis berwenang:

a. mengatur persyaratan tertentu bagi calon

anggota Direksi dan Dewan Pengawas terkait dengan kemampuan penyelenggaraan pelayanan navigasi, termasuk persyaratan untuk calon pelaksana tugas anggota Direksi dari pihak selain anggota Direksi yang ada, mantan anggota Direksi atau Dewan Pengawas pada saat terjadi kekosongan;

b. melakukan uji kelayakan dan kepatutan

terhadap calon anggota Direksi dan Dewan Pengawas yang diajukan oleh Menteri untuk

memastikan pemenuhan persyaratan

sebagaimana dimaksud pada huruf a serta menyampaikan secara tertulis kepada Menteri untuk ditetapkan;

c. meminta penggantian anggota Direksi dan Dewan

Pengawas dalam rangka lebih meningkatkan pelayanan kenavigasian dan/atau tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud

pada huruf a, dan/atau tidak dapat

melaksanakan tugas penyelenggaraan pelayanan navigasi dengan baik;

d. mengusulkan jumlah dan pembagian tugas serta

kewenangan anggota Direksi.

(2) Penetapan persyaratan, pelaksanaan uji kelayakan

dan kepatutan, serta pengusulan pergantian

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menjadi dasar dalam menetapkan anggota Direksi dan Dewan Pengawas Perum dengan tidak mengesampingkan ketentuan di bidang Badan Usaha Milik Negara.

(3) Dalam rangka melaksanakan fungsi pembinaan

teknis, Menteri Teknis memberikan masukan dalam

pembahasan laporan keuangan audited sebelum

disahkan oleh Menteri.

Pasal 9

Pengangkatan Direksi dan Dewan Pengawas Perum dilakukan berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan oleh Menteri Teknis.

Pasal 10 . . .

(9)

Pasal 10

Laba bersih Perum tidak dibagikan untuk dividen, namun digunakan untuk peningkatan pelayanan kenavigasian.

BAB III

ANGGARAN DASAR

Bagian Kesatu

Nama dan Tempat Kedudukan

Pasal 11

(1) Perusahaan ini bernama Perusahaan Umum (Perum)

Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi

Penerbangan Indonesia atau disebut Perum LPPNPI.

(2) Perum berkedudukan di Jakarta.

(3) Perum dapat membentuk perwakilan di tempat lain,

baik di dalam maupun di luar wilayah Republik Indonesia sebagaimana ditetapkan oleh Dewan Pengawas.

Bagian Kedua Jangka Waktu

Pasal 12

Perum ini didirikan untuk jangka waktu yang tidak terbatas.

Bagian Ketiga

Maksud dan Tujuan serta Kegiatan Pelayanan

Pasal 13

(1) Maksud dan tujuan Perum ialah melaksanakan

penyediaan jasa pelayanan navigasi penerbangan sesuai dengan standar yang berlaku untuk mencapai efisiensi dan efektivitas penerbangan dalam lingkup nasional dan internasional.

(2) Dalam . . .

(10)

(2) Dalam rangka melaksanakan maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perum melakukan kegiatan:

a. Pelayanan lalu lintas penerbangan (Air Traffic

Services/ATS) yang terdiri atas:

1. Pelayanan pemanduan Ialu lintas

penerbangan (Air Traffic Control Service);

2. Pelayanan informasi penerbangan (Flight

Information Service); dan

3. Pelayanan kesiagaan (Alerting Service).

b. Pelayanan telekomunikasi penerbangan

(Aeronautical Telecommunication/COM) yang

terdiri atas:

1. Pelayanan aeronautika tetap (Aeronautical

Fixed Service-AFS);

2. Pelayanan aeronautika bergerak (Aeronautical

Mobile Services-AMS); dan

3. Pelayanan radio navigasi aeronautika

(Aeronautical Radio Navigation Service/ARNS).

c. Pelayanan informasi aeronautika (Aeronautical

Information Services/AIS) terdiri dari:

1. Pelayanan informasi aeronautika dan peta

penerbangan;

2. Penerbitan dan penyebarluasan Notam

(notice to airmen); dan

3. Pelayanan informasi aeronautika bandar

udara.

d. Pelayanan informasi meteorologi penerbangan

(Aeronautical Meteorological Services/MET); dan

e. Pelayanan informasi pencarian dan pertolongan

(Search And Rescue/SAR).

(3) Perum melakukan kegiatan usaha lain dalam rangka

mendukung kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk optimalisasi pemanfaatan sumber daya yang dimiliki dan dikuasai.

Bagian . . .

(11)

Bagian Keempat Modal

Pasal 14

(1) Modal Perum merupakan kekayaan negara yang

dipisahkan dan tidak terbagi atas saham.

(2) Besarnya modal Perum pada saat Peraturan

Pemerintah ini mulai berlaku sebesar

Rp97.952.690.300,00 (sembilan puluh tujuh miliar

sembilan ratus lima puluh dua juta enam ratus sembilan puluh ribu tiga ratus rupiah) berasal dari pengalihan barang milik negara pada Kementerian Perhubungan yang pengadaannya bersumber dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010 dan 2011 dengan perincian:

a. peralatan navigasi pada Bandar Udara Iskandar di

Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah berupa

antena pemancar dan penerima MF, alat

komunikasi navigasi Instrument Landing System,

alat komunikasi navigasi, fasilitas komunikasi

penerbangan dan fasilitas navigasi dan

pengamatan penerbangan sebesar

Rp22.441.164.000,00 (dua puluh dua miliar empat ratus empat puluh satu juta seratus enam puluh empat ribu rupiah).

b. peralatan navigasi pada Bandar Udara Juwata di

Tarakan, Kalimantan Timur berupa unit

Transceiver Very High Frequency Stationery dan

Secondary Surveilance Radar sebesar

Rp22.457.185.000,00 (dua puluh dua miliar empat ratus lima puluh tujuh juta seratus delapan puluh lima ribu rupiah).

c. peralatan navigasi pada Bandar Udara Sentani di

Jayapura, Papua berupa alat penerima MF + AF,

unit Transceiver Ultra High Frequency Portable,

unit Transceiver Very High Frequency Portable,

Doopler Very High Frequency Omnidirectional

Range, alat komunikasi navigasi dan Voice

Switching Communication System sebesar

Rp48.658.401.000,00 (empat puluh delapan

miliar enam ratus lima puluh delapan juta empat ratus satu ribu rupiah).

(12)

d. peralatan navigasi pada Bandar Udara Dewadaru

di Karimun Jawa, Jawa Tengah berupa Doopler

Very High Frequency Omnidirectional Range

sebesar Rp4.395.940.300,00 (empat miliar tiga ratus sembilan puluh lima juta sembilan ratus empat puluh ribu tiga ratus rupiah).

(3) Setiap penambahan penyertaan modal negara dalam

Perum yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan pengurangan penyertaan modal negara ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

(4) Setiap penambahan penyertaan modal negara yang

berasal dari kapitalisasi cadangan dan sumber lainnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Bagian Kelima Pengurusan Perum

Paragraf 1

Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Direksi

Pasal 15

Pengurusan Perum dilakukan oleh Direksi.

Pasal 16

(1) Pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi

dilakukan oleh Menteri.

(2) Dalam rangka pengangkatan anggota Direksi,

Menteri meminta masukan dari Menteri Teknis.

Pasal 17

(1) Pembagian tugas dan kewenangan anggota Direksi

ditetapkan oleh Menteri.

(2) Menteri dapat mendelegasikan kewenangan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Dewan Pengawas.

Pasal 18 . . .

(13)

Pasal 18

(1) Calon anggota Direksi yang ditetapkan sebagai anggota

Direksi adalah calon yang lulus seleksi melalui uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan oleh tim dan/atau lembaga profesional yang dibentuk dan/atau ditunjuk oleh Menteri.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak

berlaku bagi pengangkatan kembali pada posisi jabatan yang sama bagi anggota Direksi yang dinilai mampu m e l a k s a n a k a n t u g a s d e n g a n b a i k s e l a m a m a s a jabatannya.

(3) Calon anggota Direksi yang telah dinyatakan lulus uji

kelayakan dan kepatutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan anggota Direksi yang diangkat kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menandatangani kontrak manajemen sebelum ditetapkan pengangkatannya sebagai anggota Direksi.

Pasal 19

(1) Yang dapat diangkat sebagai anggota Direksi

adalah orang perseorangan yang mampu

melaksanakan perbuatan hukum dan tidak

pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris atau Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan atau Perum dinyatakan pailit atau

orang yang tidak pernah dihukum karena

melakukan tindak pidana yang merugikan

keuangan negara.

(2) Selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang memenuhi

kriteria keahlian, integritas, kepemimpinan,

pengalaman, jujur, perilaku yang baik, serta memiliki

dedikasi yang tinggi untuk memajukan dan

mengembangkan Perum.

(3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dibuktikan dengan surat pernyataan yang ditandatangani oleh calon anggota Direksi dan surat tersebut disimpan oleh Perum.

(4) Pengangkatan . . .

(14)

(4) Pengangkatan anggota Direksi yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal karena hukum terhitung sejak tanggal anggota Direksi lainnya atau Dewan Pengawas mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut.

Pasal 20

(1) Jumlah anggota Direksi ditetapkan oleh Menteri

sesuai dengan kebutuhan.

(2) Dalam hal anggota Direksi lebih dari 1 (satu) orang,

salah seorang anggota Direksi diangkat sebagai Direktur Utama.

Pasal 21

Anggota Direksi diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

Pasal 22

(1) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan anggota

Direksi, diatur ketentuan:

a. Menteri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)

hari terhitung sejak tanggal terjadi kekosongan

jabatan sudah harus mengangkat anggota

Direksi untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut;

b. selama jabatan anggota Direksi kosong dan

Menteri belum mengisi jabatan anggota Direksi yang kosong sebagaimana dimaksud pada huruf a, Dewan Pengawas menunjuk salah seorang anggota Direksi lainnya atau Menteri dapat

menunjuk pihak lain untuk sementara

menjalankan tugas anggota Direksi yang kosong tersebut sebagai pelaksana tugas anggota Direksi dengan tugas, kewenangan, dan kewajiban yang sama;

(15)

c. dalam hal kekosongan jabatan anggota Direksi disebabkan karena berakhirnya masa jabatan dan Menteri belum mengangkat anggota Direksi baru, anggota Direksi yang berakhir masa jabatan tersebut dapat diangkat oleh Menteri sebagai pelaksana tugas anggota Direksi untuk sementara menjalankan tugas anggota Direksi yang kosong tersebut dengan kewajiban dan

kewenangan yang sama sampai dengan

diangkatnya anggota Direksi yang definitif; dan

d. pelaksana tugas anggota Direksi yang kosong

sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c, selain anggota Direksi yang masih menjabat, memperoleh gaji dan tunjangan atau fasilitas yang sama dengan anggota Direksi yang kosong

tersebut, tidak termasuk santunan purna

jabatan.

(2) Dalam hal seluruh jabatan Direksi kosong, diatur

ketentuan sebagai berikut:

a. Menteri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)

hari terhitung sejak tanggal terjadi kekosongan jabatan sudah harus mengangkat anggota Direksi untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut;

b. selama jabatan Direksi kosong dan Menteri

belum mengisi jabatan Direksi yang kosong sebagaimana dimaksud pada huruf a, untuk sementara Perum diurus oleh Dewan Pengawas atau pihak lain yang ditunjuk oleh Menteri sebagai pelaksana tugas anggota Direksi dengan tugas, kewenangan, dan kewajiban yang sama;

c. dalam rangka melaksanakan pengurusan

sebagaimana dimaksud pada huruf b, Dewan Pengawas dapat melakukannya secara bersama-sama atau menunjuk salah seorang atau lebih di antara mereka untuk melakukan pengurusan Perum;

d. dalam hal seluruh jabatan Direksi kosong karena

berakhirnya masa jabatan dan Menteri belum

mengangkat penggantinya, semua anggota

Direksi yang telah berakhir masa jabatannya tersebut dapat diangkat oleh Dewan Pengawas atau Menteri untuk menjalankan pekerjaannya sebagai pelaksana tugas anggota Direksi dengan tugas, kewenangan, dan kewajiban yang sama; dan

e. pelaksana . . .

(16)

e. pelaksana tugas anggota Direksi yang kosong sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf d, selain Dewan Pengawas memperoleh gaji dan tunjangan dan/atau fasilitas yang sama dengan anggota Direksi yang kosong tersebut, tidak termasuk santunan purna jabatan.

Pasal 23

(1) Setiap anggota Direksi berhak mengundurkan diri

dari jabatannya dengan memberitahukan secara tertulis kepada Menteri dan tembusan kepada Dewan Pengawas dan anggota Direksi lainnya.

(2) Pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) sudah harus diterima oleh Menteri paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal efektif pengunduran diri.

(3) Dalam hal pengunduran diri sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) disebutkan tanggal efektif kurang dari 30 (tiga puluh) hari dari tanggal surat diterima, tanggal efektif pengunduran diri dihitung 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat diterima Menteri.

(4) Dalam hal pengunduran diri sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) tidak menyebutkan tanggal efektif pengunduran diri, anggota Direksi tersebut berhenti dengan sendirinya terhitung 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya surat pengunduran diri.

(5) Apabila Menteri tidak memberikan keputusan sampai

dengan 30 (tiga puluh) hari atau sampai dengan tanggal efektif yang diminta, anggota Direksi yang mengundurkan diri tersebut berhenti dengan sendirinya pada hari ke 30 (tiga puluh) terhitung sejak tanggal surat pengunduran diri diterima oleh Menteri.

Pasal 24

(1) Antar anggota Direksi dan antara anggota Direksi

dengan anggota Dewan Pengawas dilarang

memiliki hubungan keluarga sedarah atau

hubungan karena perkawinan sampai dengan derajat ketiga, baik menurut garis lurus maupun garis ke samping.

(17)

(2) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri berwenang memberhentikan salah seorang di antara mereka.

Pasal 25

(1) Anggota Direksi dilarang memangku jabatan rangkap

sebagai:

a. anggota Direksi pada Badan Usaha Milik Negara

lain, badan usaha milik daerah, atau badan usaha milik swasta;

b. anggota Dewan Komisaris atau Dewan

Pengawas pada Badan Usaha Milik Negara;

c. jabatan struktural dan fungsional lainnya dalam

instansi atau lembaga pemerintah pusat atau daerah;

d. jabatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan; dan/ atau

e. jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan

kepentingan.

(2) Anggota Direksi yang merangkap jabatan lain

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masa jabatannya sebagai anggota Direksi berakhir terhitung sejak tanggal terjadinya perangkapan jabatan.

(3) Dalam hal seseorang yang menduduki jabatan yang

diarang untuk dirangkap dengan jabatan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat sebagai anggota Direksi, yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari jabatan lama tersebut paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pengangkatannya sebagai anggota Direksi.

(4) Anggota Direksi yang tidak mengundurkan diri dari

jabatannya semula sebagaimana dimaksud pada ayat (3), jabatannya sebagai anggota Direksi berakhir dengan lewatnya 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Pasal 26

(1) Anggota Direksi dilarang menjadi pengurus partai

politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah.

(2) Pengurus . . .

(18)

(2) Pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah dilarang untuk diangkat menjadi anggota Direksi.

(3) Dalam hal anggota Direksi menjadi pengurus partai

politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah, yang bersangkutan berhenti dari jabatannya sebagai anggota Direksi terhitung sejak tanggal ditetapkan menjadi pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah.

Pasal 27

(1) Anggota Direksi dapat diberhentikan sebelum masa

jabatannya berakhir berdasarkan keputusan Menteri dengan menyebutkan alasannya.

(2) Pemberhentian anggota Direksi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan alasan bahwa pada kenyataannya anggota Direksi yang bersangkutan:

a. tidak dapat memenuhi kewajibannya yang telah

disepakati dalam kontrak manajemen;

b. tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik;

c. tidak melaksanakan ketentuan peraturan

perundang-undangan dan/atau ketentuan

Anggaran Dasar;

d. terlibat dalam tindakan yang merugikan Perum

dan/atau negara;

e. melakukan tindakan yang melanggar etika

dan/atau kepatutan yang seharusnya dihormati sebagai anggota Direksi Badan Usaha Milik Negara;

f. dinyatakan bersalah dengan putusan

pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap; atau

g. mengundurkan diri.

(3) Selain . . .

(19)

(3) Selain alasan pemberhentian anggota Direksi

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), demi

kepentingan dan tujuan Perum, Direksi dapat diberhentikan oleh Menteri berdasarkan alasan lainnya yang dinilai tepat oleh Menteri.

(4) Rencana pemberhentian anggota Direksi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan kepada anggota Direksi yang bersangkutan secara lisan atau tertulis oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

(5) Keputusan pemberhentian karena alasan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d dan ayat (3) diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri.

(6) Pembelaan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (5)

disampaikan secara tertulis kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal anggota Direksi yang bersangkutan diberitahu sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

(7) Dalam hal anggota Direksi yang diberhentikan telah

melakukan pembelaan diri atau menyatakan tidak berkeberatan atas rencana pemberhentiannya pada

saat diberitahukan, maka ketentuan waktu

sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dianggap telah terpenuhi.

(8) Selama rencana pemberhentian masih dalam proses,

anggota Direksi yang bersangkutan wajib

melaksanakan tugas sebagaimana mestinya.

(9) Pemberhentian karena alasan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) huruf d dan huruf f merupakan pemberhentian tidak dengan hormat.

Pasal 28

(1) Jabatan anggota Direksi berakhir apabila:

a. meninggal dunia;

b. masa jabatannya berakhir;

c. diberhentikan berdasarkan keputusan Menteri;

dan/atau

d. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota

Direksi berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(20)

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d termasuk tetapi tidak terbatas pada rangkap jabatan yang dilarang dan pengunduran diri.

(3) Anggota Direksi yang berhenti sebelum atau setelah masa jabatannya berakhir, kecuali berhenti karena meninggal dunia tetap bertanggung jawab terhadap tindakannya yang belum diterima pertanggungjawabannya oleh Menteri.

Pasal 29

Dewan Pengawas dapat memberhentikan anggota Direksi untuk sementara waktu apabila anggota Direksi bertindak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini, terdapat

indikasi melakukan kerugian Perum, melalaikan

kewajibannya, atau terdapat alasan yang mendesak bagi Perum, dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut:

a. keputusan Dewan Pengawas mengenai

pemberhentian sementara anggota Direksi

dilakukan sesuai dengan tata cara pengambilan keputusan Dewan Pengawas;

b. pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud

pada huruf a harus diberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan disertai alasan yang menyebabkan tindakan tersebut dengan tembusan kepada Menteri dan Direksi;

c. pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf b

disampaikan dalam jangka waktu paling lama 2

(dua) hari setelah tanggal ditetapkannya

pemberhentian sementara tersebut;

d. anggota Direksi yang diberhentikan sementara tidak

berwenang menjalankan Pengurusan Perum dan mewakili Perum baik di dalam maupun di luar pengadilan;

e. dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari

setelah pemberhentian sementara sebagaimana

dimaksud pada huruf d, Menteri harus memutuskan

mencabut atau menguatkan keputusan

pemberhentian sementara tersebut setelah anggota Direksi yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri; dan/atau

f. dalam . . .

(21)

f. dalam hal jangka waktu 60 (enam puluh) hari sebagaimana dimaksud pada huruf e telah lewat dan

Menteri tidak dapat mengambil keputusan,

pemberhentian sementara tersebut menjadi batal.

Paragraf 2

Tugas, Kewenangan, dan Kewajiban Direksi

Pasal 30

Direksi bertugas menjalankan segala tindakan yang berkaitan dengan Pengurusan Perum untuk kepentingan Perum dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perum serta mewakili Perum baik di dalam maupun di luar Pengadilan

tentang segala hal dan segala kejadian, dengan

pembatasan sebagaimana diatur dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan, Anggaran Dasar, dan/atau peraturan Menteri.

Pasal 31

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Direksi berwenang untuk:

a. menetapkan kebijakan Pengurusan Perum;

b. mengatur penyerahan kekuasaan Direksi kepada

seorang atau beberapa orang anggota Direksi untuk mengambil keputusan atas nama Direksi atau mewakili Perum di dalam dan di luar pengadilan;

c. mengatur penyerahan kekuasaan Direksi kepada

seorang atau beberapa orang pekerja Perum baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama atau kepada orang lain, untuk mewakili Perum di dalam dan di luar pengadilan;

d. mengatur ketentuan tentang ketenagakerjaan Perum

termasuk penetapan gaji, pensiun atau jaminan hari tua, dan penghasilan lain bagi pekerja Perum

berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan, dengan ketentuan penetapan gaji, pensiun atau jaminan hari tua, dan penghasilan lain bagi pekerja yang melampaui kewajiban yang ditetapkan peraturan perundang-undangan harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri;

e. mengangkat . . .

(22)

e. mengangkat dan memberhentikan pekerja Perum berdasarkan peraturan ketenagakerjaan Perum dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

f. mengangkat dan memberhentikan sekretaris Perum;

dan

g. melakukan segala tindakan dan perbuatan lainnya

mengenai Pengurusan dan pemilikan kekayaan Perum, mengikat Perum dengan pihak lain dan atau pihak lain dengan Perum, serta mewakili Perum di dalam dan di luar pengadilan tentang segala hal dan segala kejadian, dengan pembatasan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, Anggaran Dasar, dan/atau peraturan Menteri yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 32

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Direksi wajib untuk:

a. mengusahakan dan menjamin terlaksananya usaha

dan kegiatan Perum sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usahanya;

b. menyiapkan pada waktunya Rencana Jangka

Panjang, Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan serta perubahannya, dan menyampaikannya kepada Dewan Pengawas dan Menteri untuk mendapatkan pengesahan dari Menteri sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

c. memberikan penjelasan kepada Menteri mengenai

Rencana Jangka Panjang serta Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan;

d. membuat risalah rapat Direksi;

e. membuat laporan tahunan sebagai wujud

pertanggungjawaban Pengurusan Perum dan

dokumen keuangan sesuai dengan Undang-undang tentang Dokumen Perusahaan;

f. menyusun laporan keuangan berdasarkan Standar

Akuntansi Keuangan dan menyerahkan kepada

Akuntan Publik untuk diaudit;

g. menyampaikan . . .

(23)

g. menyampaikan laporan tahunan termasuk laporan keuangan kepada Menteri untuk disetujui dan disahkan;

h. Memberikan penjelasan kepada Menteri mengenai

laporan tahunan;

i. memelihara risalah rapat Dewan Pengawas, risalah

rapat Direksi, laporan tahunan, dokumen

keuangan Perum, dan dokumen lain;

j. menyimpan di tempat kedudukan Perum, risalah

rapat Dewan Pengawas dan risalah rapat Direksi, laporan tahunan, dokumen keuangan, dan dokumen lain;

k. menyusun sistem akuntansi sesuai dengan Standar

Akuntansi Keuangan dan berdasarkan prinsip

pengendalian intern, terutama fungsi Pengurusan, pencatatan, penyimpanan, dan Pengawasan;

l. memberikan laporan berkala menurut cara dan

waktu sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta laporan lainnya setiap kali diminta oleh Dewan Pengawas dan/atau Menteri;

m. menyiapkan susunan organisasi Perum lengkap

dengan perincian dan tugasnya;

n. memberikan penjelasan tentang segala hal yang

ditanyakan atau yang diminta anggota Dewan Pengawas dan Menteri;

o. menyusun dan menetapkan blue prin t

organisasi Perum; dan

p. menjalankan kewajiban lainnya sesuai dengan

ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini dan yang ditetapkan oleh Menteri berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 33

(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Direksi wajib

mencurahkan tenaga, pikiran, perhatian, dan

pengabdiannya secara penuh pada tugas,

kewajiban, dan pencapaian tujuan Perum.

(2) Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi wajib mematuhi Anggaran Dasar Perum dan ketentuan

peraturan perundang undangan dan wajib

melaksanakan prinsip profesionalisme, efisiensi,

transparansi, kemandirian, akuntabilitas,

pertanggungjawaban, serta kewajaran.

(24)

(3) Dalam mengurus Perum, Direksi melaksanakan petunjuk yang diberikan oleh Menteri sepanjang tidak

bertentangan dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan dan/atau Anggaran Dasar ini.

Pasal 34

(1) Setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha Perum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perum apabila yang

bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan

tugasnya untuk kepentingan dan usaha Perum.

(3) Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas

kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan bahwa:

a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau

kelalaiannya;

b. telah melakukan Pengurusan dengan itikad baik

dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perum;

c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik

langsung maupun tidak langsung atas tindakan Pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan

d. telah mengambil tindakan untuk mencegah

timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

(4) Tindakan yang dilakukan oleh anggota Direksi di luar yang diputuskan oleh rapat Direksi menjadi tanggung jawab pribadi yang bersangkutan sampai dengan tindakan dimaksud disetujui oleh rapat Direksi.

Pasal 35

(1) Perbuatan Direksi di bawah ini wajib mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Pengawas untuk:

a. mengagunkan aktiva tetap untuk penarikan

kredit jangka pendek;

b. mengadakan . . .

(25)

b. mengadakan kerjasama dengan badan usaha atau pihak lain berupa kerjasama lisensi, kontrak manajemen, menyewakan aset, Kerja Sama

Operasi (KSO), Bangun Guna Serah (Build

Operate Transfer/BOT), Bangun Milik Serah

(Build Own Transfer/ BOwT), Bangun Serah Guna (Build

Transfer Operate/BTO), dan kerjasama lainnya

dengan nilai atau jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh Menteri;

c. menerima atau memberikan pinjaman

jangka menengah atau jangka panjang, kecuali pinjaman (utang atau piutang) yang timbul karena transaksi bisnis, dan pinjaman yang diberikan kepada anak perusahaan dengan

ketentuan pinjaman kepada anak

perusahaan dilaporkan kepada Dewan

Pengawas;

d. menghapuskan dari pembukuan piutang macet

dan persediaan barang mati;

e. melepaskan aktiva tetap bergerak dengan umur

ekonomis yang lazim berlaku dalam industri pada umumnya sampai dengan 5 (lima) tahun; dan/atau

f. menetapkan struktur organisasi 1 (satu) tingkat

di bawah Direksi.

(2) Dalam rangka memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direksi menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Dewan Pengawas disertai dokumen yang diperlukan.

(3) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya permohonan dari Direksi, Dewan Pengawas harus memberikan keputusan.

(4) Dalam hal Dewan Pengawas masih membutuhkan penjelasan atau dokumen tambahan dari Direksi, Dewan Pengawas meminta penjelasan dan/atau dokumen tambahan dimaksud dari Direksi dalam kurun waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya penjelasan dan/atau dokumen tambahan dari Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Dewan Pengawas memberikan keputusan.

Pasal 36 . . .

(26)

Pasal 36

(1) Perbuatan di bawah ini hanya dapat dilakukan

oleh Direksi setelah mendapat persetujuan

tertulis dari Menteri untuk:

a. mengagunkan aktiva tetap untuk penarikan

kredit jangka menengah atau jangka panjang;

b. melakukan penyertaan modal pada perusahaan

lain;

c. mendirikan anak perusahaan dan/atau

perusahaan patungan;

d. melepaskan penyertaan modal pada anak

perusahaan dan/atau perusahaan patungan;

e. melakukan penggabungan, peleburan,

pengambilalihan, pemisahan, dan pembubaran

anak perusahaan dan/atau perusahaan

patungan;

f. mengikat Perum sebagai penjamin (borg atau

avalist);

g. mengadakan kerjasama dengan badan usaha

atau pihak lain berupa kerjasama lisensi, kontrak manajemen, menyewakan aset, Kerja Sama

Operasi (KSO), Bangun Guna Serah (Build

Operate Transfer/BOT), Bangun Milik Serah

(Build Own Transfer/BOwT), Bangun Serah Guna

(Build Transfer Operate/BTO) dan kerjasama

lainnya dengan nilai atau jangka waktu melebihi yang ditetapkan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b;

h. tidak menagih lagi piutang macet yang telah

dihapusbukukan;

i. melepaskan dan menghapuskan aktiva tetap

Perum, kecuali aktiva tetap bergerak dengan umur ekonomis yang lazim berlaku dalam industri pada umumnya sampai dengan 5 (lima) tahun;

j. menetapkan blue print organisasi Perum;

k. menetapkan dan mengubah logo Perum;

l. melakukan tindakan lain dan tindakan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) yang belum ditetapkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan;

m. membentuk . . .

(27)

m. membentuk yayasan, organisasi, dan/atau perkumpulan baik yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan Perum yang dapat berdampak bagi Perum;

n. pembebanan biaya Perum yang bersifat tetap

dan rutin untuk yayasan, organisasi, dan/atau perkumpulan baik yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan Perum; dan/atau

o. pengusulan wakil dari Perum untuk menjadi

calon anggota Direksi dan/atau Dewan

Komisaris pada perusahaan patungan

dan/atau anak perusahaan yang memberikan kontribusi signifikan kepada Perum dan/atau bernilai strategis yang ditetapkan Menteri.

(2) Untuk memperoleh persetujuan tertulis dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direksi menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Menteri disertai dengan tanggapan tertulis dari Dewan Pengawas dan dokumen yang diperlukan.

(3) Untuk memperoleh tanggapan tertulis dari Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direksi menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Dewan Pengawas disertai dokumen yang diperlukan.

(4) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya permohonan dari Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Dewan

Pengawas harus memberikan tanggapan

tertulis.

(5) Dalam hal Dewan Pengawas masih membutuhkan penjelasan atau dokumen tambahan dari Direksi, Dewan Pengawas meminta penjelasan dan/atau

dokumen tambahan tersebut dari Direksi dalam

waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

(6) Dalam hal Dewan Pengawas tidak memberikan

tanggapan tertulis dan tidak memint a

penjelasan dan/atau dokumen tambahan dari Direksi dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direksi dapat menyampaikan permohonan tertulis kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan tertulis tanpa tanggapan tertulis Dewan Pengawas disertai penjelasan mengenai tidak ada tanggapan tertulis dari Dewan Pengawas.

(28)

(7) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya penjelasan dan/atau dokumen tambahan dari Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Dewan Pengawas harus memberikan tanggapan tertulis.

(8) Apabila dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya penjelasan dan/atau

dokumen tambahan dari Direksi sebagaimana

dimaksud pada ayat (5) Dewan Pengawas tidak memberikan tanggapan tertulis, Direksi menyampaikan permohonan kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan tertulis disertai penjelasan mengenai tidak ada tanggapan tertulis dari Dewan Pengawas.

Pasal 37

(1) Berdasarkan usulan Dewan Pengawas, Menteri dapat

menetapkan Direksi melakukan tindakan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tanpa

mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Pengawas.

(2) Menteri dapat mendelegasikan kewenangan

pemberian persetujuan atas tindakan Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 kepada Dewan Pengawas.

(3) Apabila diperlukan demi mengamankan Perum,

Menteri dapat menetapkan pembatasan lain

kepada Direksi.

Pasal 38

(1) Dalam rangka melaksanakan tugas

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, apabila

tidak ditetapkan lain oleh Direksi, maka

Direktur Utama berhak dan berwenang bertindak untuk dan atas nama Direksi serta mewakili Perum, dengan ketentuan semua tindakan Direktur Utama tersebut telah disetujui oleh rapat Direksi.

(2) Dalam hal Direktur Utama tidak ada atau berhalangan karena sebab apapun yang tidak perlu dibuktikan kepada pihak ketiga, salah seorang Direktur yang ditunjuk oleh Direktur Utama berwenang bertindak atas nama Direksi.

(29)

(3) Dalam hal Direktur Utama tidak melakukan penunjukan, maka salah seorang Direktur yang ditunjuk oleh dan di antara anggota Direksi yang ada berwenang bertindak atas nama Direksi.

(4) Dalam hal penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dilakukan, maka salah seorang Direktur yang paling lama menjabat sebagai anggota Direksi berwenang bertindak atas nama Direksi.

(5) Dalam hal Direktur yang paling lama menjabat sebagai anggota Direksi lebih dari 1 (satu) orang, maka Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang tertua dalam usia yang berwenang bertindak atas nama Direksi.

Pasal 39

Direksi berhak mengangkat seorang atau lebih sebagai wakil atau kuasanya untuk melakukan perbuatan hukum tertentu dengan memberikan kuasa khusus yang diatur dalam surat kuasa.

Pasal 40

(1) Pembagian tugas dan kewenangan setiap anggota Direksi ditetapkan oleh Menteri.

(2) Menteri dapat melimpahkan kewen angan

mengenai pembagian tugas dan kewenangan Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Dewan Pengawas.

Paragraf 3 Rapat Direksi

Pasal 41

(1)Segala keputusan Direksi diambil dalam rapat

Direksi.

(2) Keputusan . . .

(30)

(2) Keputusan Direksi dapat pula diambil di luar rapat Direksi sepanjang seluruh anggota Direksi setuju tentang cara dan materi yang diputuskan. (3) Dalam setiap rapat Direksi harus dibuat risalah

rapat yang ditandatangani oleh ketua rapat Direksi dan seluruh anggota Direksi yang hadir,

yang berisi hal-hal yang dibicarakan dan

diputuskan, termasuk pernyataan

ketidaksetujuan anggota Direksi jika ada.

(4) Salinan risalah rapat sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) disampaikan kepada Dewan

Pengawas untuk diketahui.

Pasal 42

(1) Direksi mengadakan rapat setiap kali apabila dianggap perlu oleh seorang atau lebih anggota Direksi atau atas permintaan tertulis dari seorang atau lebih anggota Dewan Pengawas atau Menteri

dengan menyebutkan hal-hal yang akan

dibicarakan.

(2) Rapat Direksi diadakan di tempat kedudukan Perum, di tempat kegiatan usaha Perum, atau di tempat lain di wilayah negara Republik Indonesia yang ditetapkan oleh Direksi.

(3) Panggilan rapat Direksi dilakukan secara tertulis oleh anggota Direksi yang berhak mewakili Perum dan disampaikan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sebelum rapat diadakan atau dalam waktu yang lebih singkat jika dalam keadaan mendesak, tidak termasuk tanggal panggilan dan tanggal rapat.

(4) Dalam surat panggilan rapat harus dicantumkan acara, tanggal, waktu, dan tempat rapat.

(5) Rapat Direksi adalah sah dan berhak mengambil keputusan yang mengikat apabila dihadiri oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota Direksi atau wakilnya.

(6) Dalam hal rapat Direksi dilaksanakan tanpa panggilan rapat secara tertulis, rapat tersebut adalah sah dan berhak mengambil keputusan yang mengikat apabila dihadiri oleh seluruh anggota Direksi atau wakilnya.

(7) Dalam . . .

(31)

(7) Dalam mata acara lain-lain, rapat Direksi tidak

berhak mengambil keputusan kecuali semua

anggota Direksi atau wakilnya yang sah hadir dan menyetujui agenda rapat yang menjadi mata acara lain-lain.

Pasal 43

(1) Seorang anggota Direksi dapat diwakili dalam rapat hanya oleh anggota Direksi lainnya berdasarkan

kuasa tertulis yang diberikan khusus untuk

keperluan itu.

(2) Seorang anggota Direksi hanya dapat mewakili seorang anggota Direksi lainnya.

Pasal 44

(1) Rapat Direksi dipimpin oleh Direktur Utama.

(2) Dalam hal Direktur Utama tidak hadir atau

berhalangan, rapat Direksi dipimpin oleh

seorang Direktur yang khusus ditunjuk oleh Direktur Utama.

(3) Dalam hal Direktur Utama tidak melakukan

penunjukan, salah seorang Direktur yang

ditunjuk oleh dan di antara anggota Direksi yang ada berwenang untuk memimpin rapat Direksi.

(4) Dalam hal penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dilakukan, anggota Direksi yang paling lama menjabat sebagai anggota Direksi yang memimpin rapat Direksi.

(5) Dalam hal anggota Direksi yang paling lama menjabat sebagai anggota Direksi lebih dari 1 (satu) orang, salah seorang dari anggota Direksi tersebut yang tertua dalam usia berwenang memimpin rapat Direksi.

Pasal 45

(1) Keputusan dalam rapat Direksi diambil dengan musyawarah untuk mufakat.

(2) Dalam . . .

(32)

(2) Dalam hal keputusan tidak dapat diambil dengan musyawarah untuk mufakat, keputusan diambil dengan suara terbanyak biasa.

(3) Setiap anggota Direksi berhak untuk

mengeluarkan 1 (satu) suara dan tambahan 1

(satu) suara untuk anggota Direksi yang

diwakilinya.

(4) Apabila jumlah suara yang setuju dan yang tidak setuju sama banyaknya, keputusan rapat adalah yang sesuai dengan pendapat ketua rapat dengan

tetap memperhatikan ketentuan mengenai

tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2).

(5) Dalam hal usulan lebih dari dua alternatif dan hasil pemungutan suara belum mendapatkan satu alternatif dengan suara lebih dari 1/2 (satu per dua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, dilakukan pemilihan ulang terhadap dua usulan yang memperoleh suara terbanyak sehingga salah satu usulan memperoleh suara lebih dari 1/2 (satu per dua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan.

(6) Suara blanko atau abstain dianggap setuju terhadap usul yang diajukan dalam rapat.

(7) Suara yang tidak sah dianggap tidak ada dan tidak dihitung dalam menentukan jumlah suara yang dikeluarkan dalam rapat.

Paragraf 4

Benturan Kepentingan Anggota Direksi

Pasal 46

(1) Anggota Direksi tidak berwenang mewakili Perum apabila:

a. terjadi perkara di depan pengadilan antara

Perum dengan anggota Direksi yang

bersangkutan; dan/atau

b. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai

kepentingan yang bertentangan dengan

kepentingan Perum.

(2) Dalam . . .

(33)

(2) Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perum diwakili oleh salah seorang Direktur yang ditunjuk dari dan oleh anggota

Direksi selain anggota Direksi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1).

(3) Dalam hal benturan kepentingan menyangkut semua anggota Direksi, Perum diwakili oleh Dewan Pengawas atau oleh seseorang yang ditunjuk oleh Dewan Pengawas.

(4) Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan tidak ada Dewan Pengawas, Menteri mengangkat seorang atau lebih untuk mewakili Perum.

(5) Dalam hal seluruh anggota Direksi atau Dewan

Pengawas mempunyai benturan kepentingan

dengan Perum, Menteri menunjuk pihak lain untuk mewakili Perum.

Bagian Keenam Pengawasan

Paragraf 1

Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Pengawas

Pasal 47

Pengawasan Perum dilakukan oleh Dewan Pengawas.

Pasal 48

(1) Pengangkatan dan pemberhentian anggota Dewan Pengawas dilakukan oleh Menteri.

(34)

(3) Pengangkatan anggota Dewan Pengawas dari unsur-unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dilakukan dengan tetap memperhatikan

persyaratan anggota Dewan Pengawas

sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 49

(1) Yang dapat diangkat sebagai anggota Dewan

Pengawas adalah orang perseorangan yang

mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris atau Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan atau Perum dinyatakan pailit atau orang yang tidak pernah dihukum karena

melakukan tindak pidana yang merugikan

keuangan negara.

(2) Selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang dapat diangkat sebagai

anggota Dewan Pengawas adalah orang

perseorangan yang memiliki integritas, dedikasi, memahami masalah manajemen Perum yang berkaitan dengan salah satu fungsi manajemen, memiliki pengetahuan yang memadai di bidang usaha Perum, dan dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya.

(3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan surat pernyataan yang ditandatangani oleh calon anggota Dewan Pengawas dan surat tersebut disimpan oleh Perum.

(4) Pengangkatan anggota Dewan Pengawas yang

tidak memenuhi persyaratan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) batal karena hukum sejak tanggal anggota Dewan Pengawas lainnya atau

Direksi mengetahui tidak terpenuhinya

persyaratan tersebut.

Pasal 50 . . .

(35)

Pasal 50

Jumlah anggota Dewan Pengawas berjumlah paling banyak 5 (lima) orang, seorang diantaranya diangkat sebagai Ketua Dewan Pengawas.

Pasal 51

(1) Anggota Dewan Pengawas diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

(2) Pengangkatan anggota Dewan Pengawas tidak

bersamaan waktunya dengan pengangkatan

anggota Direksi.

Pasal 52

(1) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan anggota Dewan Pengawas, diatur ketentuan:

a. Menteri dalam waktu paling lama 30 (tiga

puluh) hari terhitung sejak tanggal terjadi kekosongan jabatan sudah harus mengangkat anggota Dewan Pengawas untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut;

b. dalam hal kekosongan jabatan anggota Dewan

Pengawas disebabkan karena berakhirnya masa jabatan dan Menteri belum mengangkat anggota

Dewan Pengawas baru, anggota Dewan

Pengawas yang berakhir masa jabatan tersebut dapat diangkat oleh Menteri sebagai pelaksana

tugas anggota Dewan Pengawas untuk

sementara menjalankan tugas anggota

Dewan Pengawas yang kosong tersebut dengan kewajiban dan kewenangan yang sama sampai dengan diangkatnya anggota Dewan Pengawas yang definitif; dan

c. pelaksana tugas anggota Dewan Pengawas

sebagaimana dimaksud pada huruf b diberikan honorarium dan tunjangan atau fasilitas yang sama dengan anggota Dewan Pe ngawas

yang kosong tersebut, tidak termasuk

santunan purna jabatan.

(2) Dalam . . .

(36)

(2) Dalam hal jabatan seluruh anggota Dewan Pengawas kosong, diatur ketentuan:

a. Menteri dalam waktu paling lama 30 (tiga

puluh) hari terhitung sejak tanggal terjadi kekosongan sudah harus mengangkat anggota Dewan Pengawas untuk mengisi kekosongan tersebut;

b. selama jabatan Dewan Pengawas kosong dan

Menteri belum mengisi jabatan Dewan

Pengawas yang kosong sebagaimana dimaksud pada huruf a, Menteri mengangkat seorang atau beberapa orang sebagai pelaksana tugas anggota

Dewan Pengawas untuk sementara

melaksanakan tugas Dewan Pengawas dengan tugas, kewenangan, dan kewajiban yang sama;

c. dalam hal seluruh jabatan Dewan Pengawas

kosong karena berakhirnya masa jabatan dan Menteri belum mengangkat penggantinya, semua

anggota Dewan Pengawas yang telah

berakhir masa jabatannya tersebut dapat diangkat oleh Menteri sebagai pelaksana tugas anggota Dewan Pengawas untuk menjalankan pekerjaannya sebagai anggota Dewan Pengawas dengan tugas, kewenangan, dan kewajiban yang sama; dan

d. pelaksana tugas anggota Dewan Pengawas

sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c

memperoleh honorarium dan tunjangan

dan/atau fasilitas sebagai anggota Dewan

Pengawas, tidak termasuk santunan purna jabatan.

Pasal 53

(1) Setiap anggota Dewan Pengawas berhak

mengundurkan diri dari jabatannya dengan

memberitahukan secara tertulis kepada Menteri dan tembusan kepada anggota Dewan Pengawas lainnya dan Direksi.

(2) Pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah harus diterima oleh Menteri paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal efektif pengunduran diri.

(3) Dalam . . .

(37)

(3) Dalam hal pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disebutkan tanggal efektif kurang dari 30 (tiga puluh) hari dari tanggal surat diterima, tanggal efektif pengunduran diri dihitung 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat diterima Menteri.

(4) Dalam hal pengunduran diri sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) tidak menyebutkan tanggal efektif pengunduran diri, anggota Dewan Pengawas tersebut berhenti dengan sendirinya terhitung 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya surat pengunduran diri.

(5) Apabila Menteri tidak memberikan keputusan sampai dengan 30 (tiga puluh) hari atau sampai dengan

tanggal efektif yang diminta, anggota Dewan

Pengawas yang mengundurkan diri tersebut berhenti dengan sendirinya pada hari ke-30 (tiga puluh) terhitung sejak tanggal surat pengunduran diri diterima oleh Menteri.

Pasal 54

(1) Antar anggota Dewan Pengawas dan antara anggota Dewan Pengawas dengan anggota Direksi dilarang memiliki hubungan keluarga sedarah

atau hubungan karena perkawinan sampai

dengan derajat ketiga, baik menurut garis lurus maupun garis ke samping.

(2) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), Menteri berwenang

memberhentikan salah seorang di antara mereka.

Pasal 55

(1) Anggota Dewan Pengawas dilarang memangku jabatan rangkap sebagai:

a. anggota Direksi pada Badan Usaha Milik Negara

lain, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta;

b. jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan; dan/atau

c. jabatan . . .

(38)

c. jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan.

(2) Anggota Dewan Pengawas yang merangkap

jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

masa jabatannya sebagai anggota Dewan

Pengawas berakhir terhitung sejak terjadinya perangkapan jabatan.

(3) Dalam hal seseorang yang menduduki jabatan yang

dilarang untuk dirangkap dengan jabatan

anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat sebagai anggota Dewan

Pengawas, yang bersangkutan harus

mengundurkan diri dari jabatan lama tersebut

paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak

pengangkatannya sebagai anggota Dewan Pengawas.

(4) Anggota Dewan Pengawas yang tidak

mengundurkan diri dari jabatannya semula

sebagaimana dimaksud pada ayat (3), jabatannya sebagai anggota Dewan Pengawas berakhir dengan lewatnya 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Pasal 56

(1) Anggota Dewan Pengawas dilarang menjadi

pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah.

(2) Pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah dilarang untuk diangkat menjadi anggota Dewan Pengawas.

(3) Dalam hal anggota Dewan Pengawas menjadi pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah, yang bersangkutan berhenti dari jabatannya sebagai anggota Dewan Pengawas terhitung sejak ditetapkan menjadi pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah.

Pasal 57 . . .

(39)

Pasal 57

(1) Anggota Dewan Pengawas dapat diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir berdasarkan

keputusan Menteri dengan menyebutkan

alasannya.

(2) Pemberhentian anggota Dewan Pengawas

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan alasan bahwa pada kenyataannya, anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan:

a. tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik;

b. tidak melaksanakan ketentuan peraturan

perundang-undangan dan/atau ketentuan

Anggaran Dasar;

c. terlibat dalam tindakan yang merugikan Perum

dan/atau negara;

d. melakukan tindakan yang melanggar etika

dan/atau kepatutan yang seharusnya dihormati sebagai anggota Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara;

e. dinyatakan bersalah dengan putusan

pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap; dan/atau

f. mengundurkan diri.

(3) Selain alasan pemberhentian anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), anggota Dewan Pengawas dapat diberhentikan oleh Menteri berdasarkan alasan lainnya yang dinilai tepat oleh Menteri demi kepentingan dan tujuan Perum.

(4) Rencana pemberhentian anggota Dewan Pengawas

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diberitahukan kepada anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan secara lisan atau tertulis oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

(5) Keputusan pemberhentian karena alasan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d dan ayat (3) diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri.

(6) Pembelaan . . .

(40)

(6) Pembelaan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan secara tertulis kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan diberitahu sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

(7) Dalam hal anggota Dewan Pengawas yang

diberhentikan telah melakukan pembelaan diri atau menyatakan tidak keberatan atas rencana

pemberhentiannya pada saat diberitahukan,

ketentuan mengenai waktu sebagaimana

dimaksud pada ayat (6) dianggap telah terpenuhi.

(8) Selama rencana pemberhentian sebagaimana

dimaksud pada ayat (4) masih dalam proses, anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan

wajib melaksanakan tugasnya sebagaimana

mestinya.

(9) Pemberhentian karena alasan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf e merupakan pemberhentian tidak dengan hormat.

Pasal 58

(1) Jabatan anggota Dewan Pengawas berakhir apabila:

a. meninggal dunia;

b. masa jabatannya berakhir;

c. diberhentikan berdasarkan keputusan Menteri;

dan/atau

d. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota

Dewan Pengawas berdasarkan Peraturan

Pemerintah ini dan ketentuan peraturan

perundang-undangan lainnya.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d termasuk tetapi tidak terbatas pada rangkap jabatan yang dilarang dan pengunduran diri.

(3) Anggota Dewan Pengawas yang berhenti sebelum atau setelah masa jabatannya berakhir, kecuali

berhenti karena meninggal dunia tetap

bertanggung jawab terhadap tindakannya yang

belum diterima pertanggungjawabannya oleh

Menteri.

Paragraf 2 . . .

Referensi

Dokumen terkait

selama jabatan anggota Direksi kosong dan Menteri belum mengangkat anggota Direksi yang kosong sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Dewan Pengawas menunjuk salah seorang anggota

selama jabatan anggota Direksi kosong dan Menteri belum mengisi jabatan anggota Direksi yang kosong sebagaimana dimaksud pada huruf a, Dewan

selama jabatan Direksi kosong dan Menteri belum mengangkat anggota Direksi yang kosong sebagaimana dimaksud dalam huruf a, untuk sementara Perusahaan diurus oleh

selama jabatan anggota Direksi kosong dan Menteri belum mengisi jabatan anggota Direksi yang kosong sebagaimana dimaksud pada huruf a, Dewan Pengawas menunjuk

selama jabatan anggota Direksi kosong dan Menteri belum mengisi jabatan anggota Direksi yang kosong sebagaimana dimaksud pada huruf a, Dewan Pengawas menunjuk

belum mengangkat anggota Direksi yang kosong sebagaimana dimaksud pada huruf a, Dewan Pengawas menunjuk salah seorang anggota Direksi lainnya atau Menteri dapat

disampaikan secara tertulis kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak anggota Dewan Pengawas

selama jabatan anggota Direksi kosong dan Menteri belum mengisi jabatan anggota Direksi yang kosong sebagaimana dimaksud pada huruf a, Dewan Pengawas menunjuk