• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAP.COM - TINJAUAN PUSTAKA INFEKSI NOSOKOMIAL - PERDOSKI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TAP.COM - TINJAUAN PUSTAKA INFEKSI NOSOKOMIAL - PERDOSKI"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Tinjauan Pustaka

INFEKSI NOSOKOMIAL

Lukmanul Hakim Nasution

Departemen / SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan

ABSTRAK

Infeksi nosokomial merupakan suatu keadaan yang penting dalam pelayanan pasien rawat inap di Rumah Sakit di seluruh dunia karena insidensnya yang sangat tinggi. Di bidang dermatologi, infeksi nosokomial tidak menjadi perhatian karena tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi secara umum menjadi penting karena berhubungan dengan angka kesakitan dan kematian.

Mengetahui berbagai jenis infeksi nosokomial di bidang dermatologi. Infeksi nosokomial bukan hanya menyerang pasien rawat inap tetapi juga petugas yang berhubungan dengan proses pelayanan, baik petugas medis maupun nonmedis dan dapat terjadi secara timbal balik. Di bidang dermatologi infeksi nosokomial dikelompokkan menjadi infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur maupun parasit, dan cara penularannya.

Infeksi nosokomial di bidang dermatologi perlu menjadi perhatian dalam pelayanan pasien rawat inap di Rumah Sakit. Pemahaman tentang tindakan pencegahan diperlukan untuk mengatasi infeksi nosokomial tersebut. (MDVI 2012; 39/1:36-41)

ABSTRACT

Nosocomial infection is an important condition in inward patient service around the world because of its high incidence. In dermatology, this condition is lack of attention because it doesn’t cause mortality directly, but commonly this infection become very important because of its relationship with morbidity and mortality rate.

To understand various type of nosocomial infections in dermatology. Nosocomial infection doesn’t affect only inward patient in a hospital but also official that always related with the service process, whether medic or non medic and resiprocal. In dermatology, nosocomial infection is classified into infection that are caused by bacterial, viral, fungal and parasite, and their transmission into host.

Nosocomial infection in dermatology need more attention in inward patient service. Precaution of consideration is needed to overcome this condition.(MDVI 2012; 39/1:36-41)

Alamat penulis:

Jl. Bunga Lau No.17 Medan Telp.061-8360381

(2)

LH Nasution Infeksi nosokomial

PENDAHULUAN

Infeksi nosokomial terjadi di seluruh dunia, baik di negara sedang berkembang maupun negara maju.1 Berbagai penelitian yang dilakukan di seluruh dunia menunjukkan bahwa infeksi nosokomial merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas.2 Selain itu, infeksi nosokomial dapat menambah keparahan penyakit dan stres emosional yang mengurangi kualitas hidup pasien. Bertambahnya lama hari perawatan, penggunaan obat dan pemeriksaan laboratorium karena adanya infeksi nosokomial menyebabkan peningkatan biaya perawatan pasien.3,4

Di bidang dermatologi, infeksi nosokomial tidak menjadi perhatian karena tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi secara umum menjadi penting karena berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas. Pasien rawat inap di bangsal dermatologi rentan terhadap infeksi nosokomial pada beberapa dermatosis karena terjadi pengelupasan luas kulit yang merupakan sawar protektif. Selain itu, penggunaan kortikosteroid dan obat imunosupresif lainnya dalam jangka panjang pada beberapa penyakit kulit merupakan faktor risiko terjadinya infeksi nosokomial.5

DEFINISI

Istilah nosokomial berasal dari bahasa Yunani yaitu

nosokomeion yang berarti rumah sakit (nosos = penyakit,

komeo = merawat). Infeksi nosokomial dapat diartikan infeksi yang berasal atau terjadi di rumah sakit.2,6,7 Infeksi yang timbul dalam kurun waktu 48 jam setelah dirawat di rumah sakit sampai dengan 30 hari lepas rawat dianggap sebagai infeksi nosokomial.1

Suatu infeksi pada pasien dapat dinyatakan sebagai infeksi nosokomial bila memenuhi beberapa kriteria : 1. Pada waktu pasien mulai dirawat di rumah sakit tidak

didapatkan tanda klinis infeksi tersebut.

2. Pada waktu pasien mulai dirawat di rumah sakit tidak sedang dalam masa inkubasi infeksi tersebut.

3. Tanda klinis infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 48 jam sejak mulai perawatan.

4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa infeksi sebelumnya.8-11

EPIDEMIOLOGI

Studi prevalensi pada tahun 1987 yang dilakukan dengan bantuan World Health Organization (WHO) pada 55 rumah sakit di 14 negara yang mewakili 4 wilayah WHO (Eropa, Mediterania Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat) mendapatkan rerata 8,7% pasien rumah sakit mengalami infeksi nosokomial. Dari hasil survei tersebut

didapatkan frekuensi tertinggi infeksi nosokomial dilaporkan oleh rumah sakit di wilayah Mediterania Timur dan Asia Tenggara berturut-turut 11,8% dan 10,0%, sedangkan prevalensi di wilayah Eropa dan Pasifik Barat berturut-turut 7,7% dan 9,0% .3,4

Penelitian oleh Lynch dkk. pada tahun 1997 memperoleh prevalensi terkecil infeksi nosokomial yang ditemukan pada beberapa negara di Eropa dan Amerika berkisar kurang dari 1%, sedangkan prevalensi tertinggi ditemukan pada negara di Asia, Amerika Latin, Afrika bagian Sahara sebesar 40%.4

Di Italia, sekitar 6,7% pasien rawat inap mengalami infeksi nosokomial pada tahun 2000 (sekitar 450.000 – 700.000 pasien), yang menyebabkan kematian pada 4500 – 7000. Di Perancis, prevalensi infeksi nosokomial sebesar 6,87% pada tahun 2001 dan meningkat menjadi 7,5% pada tahun 2006.1 Di Indonesia, penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada tahun 2004 menunjukkan bahwa 9,8% pasien rawat inap mendapat infeksi nosokomial.12

Penelitian WHO dan lainnya menunjukkan bahwa prevalensi tertinggi infeksi nosokomial terjadi pada unit rawat intensif/ ICU, bangsal bedah, dan ortopedi; lebih dari 30% infeksi nosokomial terjadi di ICU.1,3,4,9 Infeksi nosokomial tersering adalah infeksi pada luka operasi, infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas bawah, dan infeksi pada aliran darah.3,9

PEMBAGIAN INFEKSI NOSOKOMIAL

Menurut sistem National Nosocomial Infections Surveillance (NNIS) dari Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) tahun 1994, ada 13 lokasi utama dan 48 lokasi spesifik infeksi nosokomial.10

Tabel 1. Daftar kode lokasi utama infeksi nosokomial dan lokasi spesifik infeksi nosokomial pada kulit dan jaringan lunak.10

Kode Lokasi infeksi nosokomial UTI Bone and Joint Infection Central Nervous System Infection Eye, Ear, Nose, Throat, or Mouth Infection Gastrointestinal System Infection

Lower Respiratory Tract Infection, Other Than Pneumonia Reproductive Tract Infection

Skin and Soft Tissue Infection Skin

Soft tissue Decubitus ulcer Burn

Breast abscess or mastitis Omphalitis

(3)

MDVI Vol. 39. No.1 Tahun 2012: 36-41

PATOGENESIS

Infeksi nosokomial disebabkan oleh virus, jamur, parasit; dan bakteri merupakan patogen paling sering pada infeksi nosokomial.2,8 Patogen tersebut harus diperiksa pada semua pasien dengan demam yang sebelumnya dirawat karena penyakit tanpa gejala demam.8

Faktor predisposisi terjadinya infeksi nosokomial pada seseorang antara lain :

a. Status imun yang rendah (pada usia lanjut dan bayi prematur).

b. Tindakan invasif, misalnya intubasi endotrakea, pemasangan kateter, pipa saluran bedah, dan trakeostomi.

c. Pemakaian obat imunosupresif dan antimikroba. d. Transfusi darah berulang.8,9

Penularan oleh patogen di rumah sakit dapat terjadi melalui beberapa cara :

1. Penularan melalui kontak merupakan bentuk penularan yang sering dan penting infeksi nosokomial. Ada 3 bentuk, yaitu:

a. Penularan melalui kontak langsung: melibatkan kontak tubuh dengan tubuh antara pejamu yang rentan dengan yang terinfeksi.

b. Penularan melalui kontak tidak langsung: melibatkan kontak pada pejamu yang rentan dengan benda yang terkontaminasi misalnya jarum suntik, pakaian, dan sarung tangan. c. Penularan melalui droplet, terjadi ketika

individu yang terinfeksi batuk, bersin, berbicara, atau melalui prosedur medis tertentu, misalnya bronkoskopi.

2. Penularan melalui udara yang mengandung mikroorganisme yang mengalami evaporasi, atau partikel debu yang mengandung agen infeksius. Mikroorganisme yang terbawa melalui udara dapat terhirup pejamu yang rentan yang berada pada ruangan yang sama atau pada jarak yang jauh dari sumber infeksi. Sebagai contoh mikroorganisme Legionella, Mycobacterium tuberculosis, Rubeola, dan virus varisela

3. Penularan melalui makanan, air, obat-obatan dan peralatan yang terkontaminasi.

4. Penularan melalui vektor, misalnya nyamuk, lalat, tikus, dan kutu.2,9,13

Bagan 1. Sumber infeksi di rumah sakit11

Bagan 2. Rantai penularan infeksi nosokomial12

Beberapa jamur, misalnya Candida albicans, Aspergillus

sp., Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium yang

(4)

LH Nasution Infeksi nosokomial

Tabel 1. Mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial.8

Lokasi Jenis mikroorganisme Persentase

Saluran kemih

Gram-negative enteric 50%

Jamur 25%

Enterococci 10%

Luka operasi Staphylococcus aureus 20%

Pseudomonas 16%

Coagulase-negative Staphylococci 15% Enterococci, jamur, Enterobacter,

dan Escherichia coli

< 10%

Darah Coagulase-negative Staphylococci 40%

Enterococci 11,2%

Jamur 9,65%

Staphylococcus aureus 9,3% Enterobacter species 6,2%

Pseudomonas 4,9%

GEJALA KLINIS

Tanda dan gejala sistemik infeksi nosokomial sama dengan infeksi lainnya, yaitu demam, takikardia, takipneu, ruam kulit, dan malaise.8 Gejala dan tanda tersebut timbul dalam waktu 48 jam atau lebih setelah pasien di rawat di rumah sakit, atau dalam 30 hari setelah pasien keluar dari rumah sakit.1

Sumber infeksi nosokomial dapat dicurigai jika terdapat penggunaan alat dalam prosedur medis, sebagai contoh pemasangan pipa endotrakeal yang dapat dihu-bungkan dengan sinusitis, otitis, trakeitis, dan pneumonia; pemasangan kateter intravaskular dapat menyebabkan flebitis; kateter Foley dapat dihubungkan dengan infeksi saluran kemih oleh karena kandida.8

INFEKSI NOSOKOMIAL DALAM BIDANG

DERMATOLOGI

Kulit dan epitel saluran nafas, saluran cerna, dan saluran kemih merupakan sawar fisik yang melindungi pejamu dari lingkungan luar. Epidermis dapat mencegah penetrasi mikroba ke kulit.14

Beberapa dermatosis ditandai dengan adanya pengelupasan kulit yang luas sehingga rentan terhadap infeksi nosokomial. Laporan penelitian oleh Asati dkk. tahun 2008 yang dilakukan di bangsal dermatologi semua Fakultas Kedokteran di India memperoleh 40 dari 860 pasien rawat inap (4,65%) mengalami sepsis nosokomial; kebanyakan pasien menderita penyakit vesikobulosa (42,5%), eritroderma (25%), dan nekrosis epidermal toksik (22,5%). Dari 40 pasien, 17 (42,5%) di antaranya mengalami sepsis berat, dan 15 (37,5%) meninggal.5

Sarcoptes scabiei sering menyebabkan wabah skabies di rumah sakit. Penularan skabies terjadi melalui kontak kulit dengan kulit serta kontak seksual.2,15 Skabies Norwegia merupakan sumber utama penularan skabies pada pasien lain dan tenaga medis karena memiliki jumlah tungau sebesar 2 juta pasien dibandingkan dengan 10-15 tungau pada skabies klasik.15

Skabies nosokomial sering ditemukan. Dilaporkan adanya 19 wabah skabies yang terjadi di 16 rumah sakit. Pada semua wabah yang terjadi, sumber utama penularan adalah pasien imunokompromais, terutama pasien HIV/AIDS atau pasien usia lanjut, pasien yang mendapat pengobatan glukokortikoid dalam jangka panjang atau pasien dengan penyakit kronis. Skabies nosokomial memiliki gambaran klinis yang tidak khas. Kebanyakan skabies pada pasien HIV/AIDS didiagnosis salah sebagai dermatitis seboroik atau eksema, dan baru dicurigai sebagai skabies ketika tidak ada respons terhadap terapi yang diberikan.15

Pada ulkus dekubitus sering terjadi infeksi nosokomial. Bakteri yang sering diisolasi adalah S. aureus (yang paling sering), Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Enterobacter cloacae, Serratia marcescens, Streptococcus group G, Staphylococcus grup A, Enterococcus, dan Acinetobacter sp. Bakteri anaerob juga dapat ditemukan. Ulkus dekubitus dapat menyebabkan bakterimia dan menimbulkan komplikasi, misalnya osteomielitis, endokarditis, sepsis, dan kematian.16

Penggunaan glukokortikoid dan obat imunosupresif lainnya dalam jangka panjang pada beberapa penyakit kulit merupakan faktor risiko terjadinya infeksi nosokomial.5 Glukokortikoid berinteraksi dengan faktor transkripsi yang berperan penting dalam respons inflamasi. Melalui penghambatan activator protein-1 (AP-1) dan nuclear factor

(NF)-kB, glukokortikoid dapat menurunkan transkripsi berbagai gen penghasil sitokin, molekul adhesi (intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan E-selectin), enzim peradangan dan growth factor. Glukokortikooid juga menghambat tumor necrosis factor-α (TNF- α),

granulocyte-macrophage colony stimulating factor, dan berbagai

interleukin (IL-1, IL-2, IL-6, dan IL-8).17,18 Selain itu, glukokortikoid juga mencegah aktivasi dan proliferasi sel T melalui penghambatan produksi IL-2 dan reseptor IL-2.19 Efek imunosupresif dari glukokortikoid meningkatkan kerentanan pasien terhadap berbagai infeksi bakteri, virus, jamur, dan parasit.17

Obat imunosupresan lainnya, misalnya siklofos-famid bekerja sebagai imunosupresan dengan membunuh sel limfosit yang teraktivasi, juga sebagai depresan sumsum tulang.19

(5)

MDVI Vol. 39. No.1 Tahun 2012: 36-41

organisme lainnya dari dermoskopi yang menggunakan minyak mineral sebagai minyak imersinya.20

Penelitian prospektif oleh Dettenkofer dkk. terhadap 1450 pasien di bangsal dermatologi dari bulan November 1999 sampai Desember 2000 memperoleh 37 kasus infeksi nosokomial dari 35 pasien (33 pasien dengan satu infeksi nosokomial dan 2 pasien dengan dua infeksi nosokomial). Dua puluh satu kasus (57%) mengalami infeksi pada tempat operasi, 8 kasus (22%) mengalami infeksi saluran kemih, 7 kasus (19%) mengalami infeksi pada kulit dan jaringan lunak lainnya, dan satu kasus mengalami infeksi pada aliran darah. Mikroorganisme patogen yang paling sering diisolasi adalah Staphylococcus aureus (40%) dan Escherichia coli (18%).21

TATALAKSANA

Pengobatan infeksi nosokomial bergantung pada etiologi yang mendasarinya. Infeksi nosokomial pada daerah bedah atau ulkus dekubitus dapat dilakukan

debridement. Sampel dari jaringan harus di kultur untuk identifikasi patogen yang dicurigai.8

Pada skabies nosokomial dapat diobati dengan antiskabies topikal atau oral. Penggunaan antiskabies topikal, yaitu permetrin 5%, dan lindan 1% dianjurkan 2 kali selang seminggu, sedangkan sulfur presipitatum 5-10% selama 3 hari berturut-turut. Ivermektin oral diberikan dengan dosis 200 μg/kgBB sebagai dosis tunggal dan dapat diulang dalam 10-14 hari. Ivermektin oral diindikasikan pada pasien imunosupresif, penyakit yang berat, pada keadaan wabah dan kasus dengan lesi yang berat.16,22

PENCEGAHAN

Pencegahan infeksi nosokomial memerlukan rencana yang terintegrasi dan terprogram, terdiri atas:

1. Membatasi penularan organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan, menggunakan sarung tangan, tindakan aseptik, isolasi pasien, sterilisasi, dan desinfeksi.

2. Mengontrol risiko penularan dari lingkungan. 3. Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotik

profi-laksis yang tepat, nutrisi yang cukup, dan vaksinasi. 4. Mengurangi risiko infeksi endogen dengan cara

mengurangi prosedur invasif dan menggunakan antimikroba secara optimal.

5. Pengamatan infeksi, identifikasi, dan pengendalian wabah.

6. Pencegahan infeksi pada tenaga medis. 7. Edukasi terhadap tenaga medis.23

Pengurangan penularan infeksi dari orang ke orang dapat melalui :

1. Mencuci tangan. Tangan tidak pernah bebas dari berbagai macam kuman. Kuman tersebut dapat berasal dari benda atau alat yang terkontaminasi, atau merupakan flora normal. Kebiasaan cuci tangan sebelum melakukan suatu pekerjaan menjadi penting dalam upaya pencegahan infeksi. Kepatuhan mencuci tangan pada tenaga medis belum optimal karena beberapa alasan, yaitu kurangnya peralatan yang tersedia, alergi terhadap bahan pembersih tangan, kurangnya pengetahuan tenaga medis mengenai prosedur cuci tangan, dan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mencuci tangan.

2. Higiene personal. Kuku harus bersih dan dipotong pendek, kumis, dan janggut harus dipotong pendek dan bersih serta rambut harus diikat.

3. Pakaian. Bahan pakaian harus dari bahan yang mudah dicuci dan didekontaminasi. Pakaian harus diganti setelah terpajan darah, menjadi basah karena keringat berlebihan, atau terpajan cairan lainnya. 4. Penggunaan masker bertujuan untuk melindungi

pasien dan tenaga medis. Penggunaan masker oleh tenaga medis saat bekerja di ruang operasi dan saat merawat pasien imunokompromais memberikan perlindungan untuk pasien. Tenaga medis harus memakai masker ketika merawat pasien dengan infeksi yang ditularkan melalui udara, atau ketika melakukan bronkoskopi. Pasien dengan infeksi yang ditularkan melalui udara harus menggunakan masker ketika berada di luar ruang isolasi.

5. Penggunaan sarung tangan perlu saat melakukan tindakan bedah, merawat pasien imunokompromais, dan saat melakukan tindakan invasif.

6. Tindakan injeksi yang aman dengan menggunakan jarum dan spuit steril; jika mungkin gunakan yang sekali pakai.23,24

Untuk mengurangi penularan mikroorganisme dari peralatan dan lingkungan, diperlukan tindakan pembersihan, desinfeksi dan sterilisasi. Kebijakan dan prosedur tertulis yang diperbaharui secara rutin harus dikembangkan pada setiap fasilitas rumah sakit.23

(6)

LH Nasution Infeksi nosokomial

KESIMPULAN

Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang berasal atau terjadi di rumah sakit. Dalam bidang dermatologi, infeksi tersebut tidak menjadi perhatian karena tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi secara umum menjadi penting karena berkaitan dengan mor-biditas dan mortalitas. Pengelupasan kulit yang luas pada beberapa dermatosis, dan penggunaan glukokor-tikoid atau obat imunosupresif lainnya dalam jangka panjang pada beberapa penyakit kulit merupakan faktor risiko terjadinya infeksi nosokomial. Beberapa penyakit kulit juga dapat menimbulkan infeksi nosokomial. Pema-haman akan tindakan pencegahan diperlukan untuk mengatasi infeksi nosokomial.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nosocomial infection. [disitasi 21 Januari 2009]. Tersedia

dari : www.en.wikipedia.org/wiki/Nosocomial_infection.

2. Epidemiology of nosocomial infections. Dalam : Ducel G,

Fabry J, Nicolle L, penyunting. Prevention of hospital-acquired infections, a practical guide. Edisi ke-2. Malta : World Health Organization; 2002. h. 4-8. [disitasi 21 Januari 2009]. Tersedia dari : www.who.int/csr/resources/publications/drugresist/en/who cdscsreph200212.pdf.

3. Introduction. Dalam : Ducel G, Fabry J, Nicolle L,

penyunting. Prevention of hospital-acquired infections, a practical guide. Edisi ke-2. Malta : World Health Organization; 2002. h. 1-3. [disitasi 21 Januari 2009].

Tersedia dari : www.who.int/csr/resources/publications/drugresist/en/who

cdscsreph200212.pdf.

4. Preventing nosocomial infections. [disitasi 22 Januari

2009]. Tersedia dari :

www.reproline.jhu.edu/english/4morerh/4ip/IP_manual/20 _Nosocomial.pdf.

5. Asati DP, Sharma VK, Khandpur S, Khilnani GC, Kapil A.

Clinicoetiological study of nosocomial sepsis in dermatology ward. 13th International congress on infectious diseases abstracts, poster presentations 2008:e353.

6. Bhatia A. Nosocomial infections and IV infusion systems.

2004. [disitasi 25 Januari 2009]. Tersedia dari : www.expresshealthcaremgmt.com/20040915/management02. shtml.

7. Satyaputra DW. Pengendalian infeksi nosokomial di RSU

Bekasi. Cermin Dunia Kedokteran 1993;82:18-20.

8. Nguyen QV. Hospital-acquired infections. Last updated

2009 Jan 14. [disitasi 22 Januari 2009]. Tersedia dari : www.emedicine.medscape.com/article/967022-overview.

9. Broaddus E, Fu R. Hospital-acquired infections. [disitasi

21 Januari 2009]. Tersedia dari : www.case.edu/med/epidbio/mphp439/Hospital_Acquired_ Infections.htm.

10. CDC definitions of nosocomial infections. [disitasi 23 Januari

2009]. Tersedia dari : www.medicalcollege.kku.edu.sa/pgcme/Nosocomial/CDC

Definitions.pdf.

11. Hasbullah T, Pengendalian infeksi nosokomial di RS

Persahabatan Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran. 1993;82:8-12.

12. Infeksi nosokomial dan kewaspadaan universal. [disitasi

26 Januari 2009]. Tersedia dari : www.spiritia.or.id/cst/dok/ku1.pdf.

13. Williams WW. Guideline for infection control in hospital

personnel. [disitasi 25 Januari 2009]. Tersedia dari : www.wonder.cdc.gov/wonder/PrevGuid/p0000446/p0000 446.asp.

14. Modlin RL, Kim J, Maurer D, Bangert C, Stingl G. Innate

and adaptive immunity in the skin. Dalam : Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York : McGraw Hill; 2008. h. 95-114.

15. Vorou R, Remoudaki HD, Maltezou HC. Nosocomial

scabies. Journal of Hospital Infection. 2007; 65: 9-14.

16. Phillips TJ, Odo LM. Decubitus (pressure) ulcers. Dalam :

Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York : McGraw Hill; 2008. h. 878-86.

17. Jackson S, Gilchrist H, Nesbitt LT. Update on the

der-matologic use of systemic glucocorticosteroids. Derder-matologic Therapy 2007; 20: 187-205.

18. Helmy N, Munasir Z. Pemakaian cetirizine dan

kortikosteroid pada penyakit alergi anak. Dexa Media. 2007; 20: 68-73.

19. Baratawidjaja KG. Imunologi dasar. Edisi ke-7. Jakarta :

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004. h. 409-29.

20. Kelly SC, Purcell SM. Prevention of nosocomial infection

during dermoscopy?. Dermatol Surg. 2006; 32: 552-5.

21. Dettenkofer M, Wilson C, Ebner W, Norgauer J, Ruden H,

Daschner FD. Surveillance of nosocomial infections in dermatology patients in a German University hospital. Br J Dermatol. 149: 620-3.

22. Stone SP, Goldfarb JN, Bacelieri RE. Scabies, other mites,

and pediculosis. Dalam : Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York : McGraw Hill; 2008. h. 2029-37.

23. Prevention of nosocomial infection. Dalam : Ducel G,

Fabry J, Nicolle L, penyunting. Prevention of hospital-acquired infections, a practical guide. Edisi ke-2. Malta : World Health Organization; 2002. h. 30-7. [disitasi 21 Januari 2009]. Tersedia dari : www.who.int/csr/resources/publications/drugresist/en/who cdscsreph200212.pdf

24. Musadad DA, Lubis A, Kosnodiharjo. Kebiasaan cuci

Gambar

Tabel 1. Daftar kode lokasi utama infeksi nosokomial dan lokasi spesifik infeksi nosokomial pada kulit dan jaringan lunak.10
Tabel 1. Mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial.8

Referensi

Dokumen terkait

Tuan Y umur 55 tahun mengalami suatu keluhan nyeri dada, batuk, demam, diaphoresis, dispnea, hemoptisis, kecemasan/apprehension, hal tersebut dialami 3 hari yang lalu, keluhan

Giat bhabinkamtibmas Polsek Raman Utara Bripka Subasis melaksanakan kontrol poskamling di Dusun I Desa Rukti Sediyo sampaikan himbauan kamtibmas untuk mengaktifkan

Calls upon all parties to fully cooperate with the independent international commission of inquiry put in place by the Human Rights Council on 25 March 2011 to investigate the facts

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Jaringan Sosial terus dan semakin berkembang seiring dengan perkembangan teknologi telekomunikasi internet dan dan

Cara mengisi cell aktif pada gambar di bawah ini untuk menghitung pendapatan tertinggi adalah dengan rumus.. Jelaskan apa yang anda

Pada kultur antera kalus yang berukuran 2-3 mm merupakan kalus yang terbaik untuk dipindahkan ke medium regenerasi, sedangkan kalus yang berukuran kurang dari 2 mm

Metode CMS atau model pangsa pasar konstan sebagai model analisis daya saing yang digunakan utntuk mengetahui keunggulan kompetitif atau daya saing ekspor di pasar

Ekstrak Teh (Camellia Sinensis) Hijau Memperbaiki Profil Lipid Lebih Baik Daripada Ekstrak Teh (Camellia Sinensis) Putih Pada Tikus (Rattus Norvegicus) Jantan