• Tidak ada hasil yang ditemukan

FISIP id Akademisi Berperan Mencegah Bencana Komunikasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FISIP id Akademisi Berperan Mencegah Bencana Komunikasi"

Copied!
1
0
0

Teks penuh

(1)

Exported from http://fisip.ub.ac.id/berita/akademisi-berperan-mencegah-bencana-komunikasi.html export date : Sat, 18 Nov 2017 22:57:59

Akademisi Berperan Mencegah Bencana Komunikasi

Kementrian Informasi dan Teknologi (Kominfo) Indonesia menggelar focus group discussion (FGD) ahli dengan menghadirkan pakar dibidangnya. Salah satu pakar yang dihadirkan adalah dosen dan peneliti bidang Komunikasi dari FISIP UB,  yakni Rachmat Kriyantono, PhD. Pada kesempatan ini, Rachmat Kriyantono, selaku dosen dan peneliti pada bidang Komunikasi menyampaikan beberapa poin penting tentang peran penting akademisi dalam mencegah bencana komunikasi dengan beberapa cara diantaranya: (1) kembali pada hakikat pendidikan yakni oleh hati, olah rasa, dan olah pikir, (2) kembali pada jati diri bangsa yang berpegang pada pancasila dan religiusitas, (3) melakukan literasi tentang teknologi informasi dan komunikasi terlebih terkait masalah hoax dan fake information, (4) serta mendorong tegaknya aturan bermedia yang mengacu pada UU ITE. Rachmat mengungkapkan bahwa bencana komunikasi ini terjadi karena beberapa hal seperti: (1) komunikasi tidak lagi sebagai glue of society sehingga dapat mengancam NKRI, (2) banyak konteks komunisi yang menjauh dari harmoni dan ideologi pancasila sehingga memicu adanya perang ideologi, (3) para pelaku komunikasi tidak paham dan tidak mampu menerapkan prinsip-prinsip kebenaran dalam komunikasi serta tidak peduli pada perasn serta status sosialnya, (4) hoax dijadikan sebagai industri, (6) dan ditambah media massa saat ini lebih bertujuan bisnis dan politik kekuasaan. Rachmat juga menilai bahwa hoax menjadi salah satu bencana komunikasi yang perlu mendapat perhatian khusus karena  berdasarkan hasil penelitian Kominfo dan Dirjen Kebudayaan tahun 2015 berapa poin penting tersebut diantaranya bahwa: (1) korban tertinggi dari berita hoax dan pesan singkat penipuan berasal dari orang-orang yang memiliki tingkat intelektual tinggi seperti doktor dan profesor, (2) dan sebaliknya anak-anak yang sedari lahir telah bersinggungan dengan teknologi tidak mudah percaya dengan berita hoax karena mereka lebih selektif dan dapat melacak kebenaran informasi melalui teknologi. Selain Itu Rachmat, juga menyampaikan “Di era teknologi, masyarakat kita belum menjadi masyarakat informasi tetapi hanya sekedar melek teknologi,― ujarnya. Karena, teknologi belum optimal digunakan untuk meningkatkan kualitas masyarakat untuk berdaya saing. Bahkan, teknologi, seperti media sosial banyak berisi caci maki, adu domba, dan fitnah sehingga kualitas masyarakat menjauh dari nilai-nilai Pancasila dan agama. Terlebih dengan geliat penggunaan teknologi informasi dan komunikasi saat ini maka pergerakan manusia semakin cepat dan meluas maka penting bagi masyarakat untuk dapat mengidentifikasi berita-berita hoax dengan memperhatikan beberapa cara berikut: (1) sumber dan penyebar informasi tidak kredibel, (2) pesan tidak cover both side, (3) tidak ada sumber yang jelas untuk mengecek sumber informasi, (4) menyertakan atau membawa tokoh terkenal dalam informasi, (5) pembuat hoax

biasanya diakhir informasi akan meminta informasi tersebut untuk dapat disebarluaskan, dan (6) dalam informasi hoax

biasanya unsur 5W+1H tidak tercantum dengan lengkap. Mengingat beberapa hal di atas, Rachmat sekali lagi menegaskan bahwa  akademisi memegang peran penting dalam mencerdaskan masyarakat dalam menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Oleh karena hal tersebut, dibutuhkan sebuah gerakan yang komprehensif yang nyata dan berkesinambungan untuk membiasakan masyarakat melakukan verifikasi berita. Akan tetapi meski demikian tentu akademisi tidak bisa

menjalankan perannya sendiri, penting adanya sinergi antara pemerintah, akademisi, praktisi, dan pemerint ahuntuk dapat mencerdaskan masyarakat dalam penggunaan TIK dan menangkal hoax FGD ahli yang dilaksanakan pada hari Kamis, 12 Oktober 2017 di Malang ini, mengusung teman “Problema Kecerdasan Masyarakat Memanfaatkan ICT―. Menghadirkan pakar lainnya, yakni Staf Ahli Mentri Kominfo Bidang Hukum, Prof. Dr. Henry Subiakto, S.H, M.A, yang berbicara

mengenai pentingnya pencerdasan penggunaan TIK adalah masyarakat pada tataran usia 30 tahun ke atas karena

masyarakat pada usia tersebut mememiliki kecenderungan yang rendah melakukan verifikasi informasi yang didapat dan langsung menyebarkan ulang informasi tersebut. Selain Staf Ahli Bidang Hukum, pada FGD ini juga turut dihadirkan Staf Ahli Mentri Bidang Sosial, Ekonomi, dan Budaya, Dr. Ir. Lala M Kolopaking, yang menyampaikan tentang definisi kecerdasan dan petinganya kecerdasaran bagi masyarakat untuk pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi; dan

Referensi

Dokumen terkait

Uji t dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana variabel dimensi kualitas pelayanan, yaitu keandalan (X1), daya tanggap (X2), jaminan (X3),

Hasil analisis statistik nilai TPC pada ikan tongkol yang dijual di Kota Kupang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari ketiga lokasi penjualan, dengan

Ketentuan ini sebenarnya disebutkan dalam Pasal 18 yang tidak diperlukan lagi karena pada selengkapnya sebagai berikut : (i)Para hakekatnya segala ketentuan umum

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya selaku Pejabat Pengguna Anggaran/Kuasa Pejabat Pengguna Anggaran, menyatakan bertanggung jawab penuh atas satuan biaya yang

Hasil yang didapatkan dalam proses observasi dikumpulkan serta diananlisis. Dari analisis tersebut, tim peneliti melakukan refleksi diri apakah metode Word Square dapat

Dibuat oleh : Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen tanpa ijin tertulis dari Fakultas Teknik Universitas Negeri YogyakartaA. Diperiksa oleh :

Dari penerapan nilai-nilai as Sunah, privasi antara pemilik rumah, anak kos dan pihak luar seperti tamu, tetangga maupun kerabat kurang dapat terjaga dikarenakan arah hadap

Seterusnya Imam al-Subki mengatakan “ Beliau-Ibn Taimiyah- mengatakan Allah meliputi segala yang baharu dengan zatnya (hulul), Beliau menyebut Al-quran itu baharu, Allah