• Tidak ada hasil yang ditemukan

e25368e2e67d37d5204c2fb8f27edfda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "e25368e2e67d37d5204c2fb8f27edfda"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEJUTAN DINGIN TERHADAP MASA INKUBASI, DERAJAT PENETASAN, DAN SINTASAN PRELARVA IKAN BANDENG

(Chanos chanos Forsskal)

M. Iqbal Djawad dan Herlinah Jompa

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin

ABSTRACT

The result showed that cold shock treatment have significant different between treatment on incubation time, hatching rate of egg, and survival rate pre larvae of milkfish. The incubation time of egg in control treatment (30 o C) showed fast incubation time (22,17 hours). The other hand, the incubation time of egg that treated with 3 o C showed slower than the other temperature treatment (25 hours). In control treatment (30 o C) showed that high performance of hatching rate of egg (88,89 %), compare with cold shock treatment (9 o C; 40,00 %). The result of survival rate of larvae opposite with the result of hatching rate of eggs. The result showed that shock treatment (6 o C) showed 89,48 % of survival rate, in other hand control treatment (30 o C) showed 58, 72 % of survival rate.

Key words : cold shock, incubation time, hatching rate, survival rate, milkfish

PENDAHULUAN

Permintaan ikan bandeng semakin meningkat namun dari tahun ke tahun jumlah nener hasil tangkap-an alam semakin menurun (Kelley dan Lee 1986). Untuk itu dilakukan berbagai usaha penelitian mengenai penanganan bandeng di tingkat hatchery (pembenihan) dan yang masih menjadi permasalahan saat ini adalah masih rendahnya kualitas larva yang dihasilkan.

Berbagai cara dan metode telah diterapkan untuk memperoleh kuanti-tas dan kualikuanti-tas telur yang tinggi. Salah satu diantaranya adalah ujicoba “mechanical shock” terhadap telur bandeng yang dilakukan oleh Garcia (1998), dan diperoleh perlakuan kontrol (tanpa mechanical shock) menghasilkan derajat penetasan yang rendah dan tingginya jumlah larva yang tidak sehat dan mati. Untuk itu perlu dilakukan suatu penelitian dengan menggunakan salah satu model “shock treatment” lainnya misalnya suhu dingin, untuk melihat pengaruhnya terhadap masa inkubasi,

derajat penetasan telur dan sintasan prelarva ikan bandeng.

BAHAN DAN METODE

Telur ikan bandeng yang digunakan adalah hasil pemijahan alami dengan penyuntikan hormon LHRH-a (Lutenizing Hormon-Releasing Hormon- analog) yang didapatkan dari PT. Mutiara samudera Kabupaten Barru Sulawesi Selatan pada bulan Juni – Juli 1999. Media kejutan suhu dingin dibuat dengan menggunakan es dan diukur dengan termometer. Telur dikejutkan selama 2 menit kurang lebih 9 jam setelah pembuahan. Telur yang telah dikejut-kan dimasukdikejut-kan ke dalam wadah penetasan dengan kepadatan 30 butir/liter. Wadah penetasan ditempat-kan dalam stirofoam yang telah diisi air untuk menghindari fluktuasi suhu. Suhu selama masa inkubasi dan penelitian adalah 30 oC.

(2)

o

C sebagai kontrol) masing-masing terdiri dari 3 ulangan dan karena terdapat pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT).

Peubah yang diamati adalah : ƒ Masa inkubasi telur adalah waktu

yang dibutuhkan untuk berkem-bang mulai dari waktu fertilisasi hingga penetasan (Rusell 1976, Achmad dkk 1993)

ƒ Derajat penetasan telur adalah jumlah larva yang hidup per jumlah telur yang ditebar dikali 100 % (Prijono dan Yunus 1994) ƒ Sintasan adalah jumlah prelarva

yang hidup pada akhir penelitian dibagi jumlah prelarva yang hidup pada awal penelitian (Effendie 1997).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Masa Inkubasi

Nilai kisaran rata-rata masa inkubasi telur ikan bandeng selama penelitian adalah 22,67 – 25 jam, nilai ini tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan Ahmad, dkk (1993) bahwa telur setelah dibuahi berkembang melalui beberapa tahap dan menetas sesudah 18-24 jam pada suhu air 28-31 °C. Chaudhuri, dkk

(1978) mencatat lama inkubasi telur-telur ikan bandeng berkisar 25-28 jam pada kisaran suhu 26,4 – 29,9 °C, dan Vanstone, dkk (1983) mengemukakan bahwa masa inkubasi telur-telur ikan bandeng antara 35 – 36 jam pada suhu pengamatan 28,4 – 29,2 °C. Variasi kisaran masa inkubasi tersebut dipengaruhi oleh faktor suhu dan perlakuan-perlakuan yang diberikan serta kualitas telur yang dihasilkan, dimana penelitian yang dilakukan diberi perlakuan kejutan dingin dan diinkubasi pada suhu 30 °C.

Masa inkubasi telur ikan bandeng yang diperoleh selama pe-nelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan kejutan dingin memberikan pengaruh sangat nyata (P

< 0,05) terhadap masa inkubasi telur ikan bandeng. Perlakuan tanpa kejutan dingin (30 oC) yang meng-hasilkan masa inkubasi tercepat yakni 22,67 jam, tidak berbeda nyata dengan perlakuan kejutan 6 dan 12 o

C.

Lamanya masa inkubasi telur pada perlakuan 3 °C karena suhu ini sudah mendekati o 0 °C yang hampir membeku sehingga memperlambat proses metabolisme dalam telur menyebabkan perkembangan embrio menjadi lambat dan memerlukan waktu yang lama untuk menetas. Kasus ini hampir sama dengan adanya perbedaan suhu maupun lingkungan selama proses perkembangan embrio (inkubasi telur) yang dikemukakan oleh Ricker (1973) bahwa keter-lambatan penetasan telur yang terjadi pada telur yang diinkubasi disebabkan karena suhu di dalam wadah inkubasi terlalu rendah. Telur yang ditetaskan di daerah yang bersuhu tinggi, waktu penetasannya lebih cepat dibanding telur yang ditetaskan di daerah bersuhu rendah. Menurut Poelling dan Tjokrodanoerdjo (1979), perbedaan suhu ini berkaitan dengan proses metabolisme telur. Keadaan suhu yang semakin tinggi menyebabkan kecepatan reaksi dan metabolisme semakin tinggi.

Derajat Penetasan

(3)

memberikan pengaruh yang nyata (P< 0,05) terhadap derajat penetasan telur ikan bandeng. Perlakuan tanpa kejutan dingin yang memberikan derajat penetasan telur yang tertinggi (88,89 %) tidak berbeda nyata dengan perlakuan kejutan 3, 6 dan 12 oC dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan 9 oC.

Kejutan dingin dapat menurun-kan persentase derajat penetasan telur ikan bandeng. Tingginya derajat penetasan telur pada perlakuan tanpa kejutan dingin (30 oC) karena telur-telur tersebut dapat berkembang secara normal tanpa tekanan (shock) dari luar sehingga mekanisme penetasan yang meliputi proses mekanik dan proses enzimatik dapat berlangsung pada hampir semua telur. Berbeda halnya dengan yang mendapat perlakuan kejutan dingin

dimana telur-telur akan terseleksi yakni telur yang tidak mampu melawan tekanan kejutan dingin yang diberikan akan rusak dan tidak menetas sehingga hanya telur-telur yang berkualitas baik yang mampu bertahan melawan tekanan suhu dingin.

Tingkat penetasan telur di-pengaruhi oleh suhu, kepadatan, waktu transport dan salinitas. Goncangan juga menyebabkan menurunnya tingkat kelangsungan hidup dan tingkat penetasan (Garcia dan Toledo 1988). Goncangan dalam hal ini semua bentuk tekanan (shock treatment) misalnya tekanan mekanik/gesekan (mecanical shock) contohnya dalam pengangkutan dan kejutan suhu (termal shock) contohnya kejutan suhu dingin.

Gambar 1. Hubungan Kejutan Dingin dengan Masa Inkubasi Telur Ikan Bandeng 25.00

23.33 24.67 23.33 22.67

0 5 10 15 20 25 30

3 6 9 12 30 (kontrol)

Kejutan Dingin (oC)

M

asa I

n

k

u

b

a

s

i (

jam

(4)

Gambar 2. Hubungan Kejutan Dingin dengan Derajat Penetasan Telur Ikan Bandeng

`

`

Gambar 3. Hubungan Kejutan Dingin dengan Sintasan Prelarva Ikan Bandeng

Sintasan Prelarva

Nilai kisaran sintasan rata-rata yang diperoleh yakni 44,84 – 89,48 % (Gambar 3). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kejutan dingin memberikan pengaruh nyata (P< 0,05) terhadap sintasan prelarva ikan bandeng dan perlakuan kejutan 6 oC memberikan hasil sintasan yang terbaik (89, 48 %)

Tingginya sintasan prelarva pada perlakuan kejutan dingin 6 °C yakni 89,48 % yang memiliki derajat penetasan 71,66 % dibanding dengan perlakuan kontrol (tanpa kejutan

dingin) yakni 58,72 % yang memiliki derajat penetasan tertinggi (88, 89 %) diduga karena prelarva ini telah memiliki ketahanan akibat suhu dingin yang diberikan sebelumnya. Sehingga pada masa kritis (prelarva) dimana larva banyak mengalami kematian akibat berkurangnya bahkan habisnya kuning telur, justru yang telah mendapat kejutan dingin 6 °C dapat terus bertahan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Chaudhuri,

dkk (1978) bahwa kuning telur diabsorbsi secara menyeluruh sekitar 2,5 hari dan selama periode ini banyak post larva yang mati.

70.00 71.66

Derajat Penetasan (%

(5)

Berbeda halnya dengan perlakuan kejutan 3°C, justru me-miliki sintasan terendah yakni 44,84% meskipun memiliki derajat penetasan (70 %) yang tidak berbeda dengan kejutan 6 °C. Hal ini disebabkan kejutan dingin 3 °C cukup ekstrim perbedaannya dengan keadaan normal sehingga mampu memaksa telur-telur untuk dapat menetas namun prelarva yang dihasilkan kurang baik sehingga banyak prelarva yang mengalami kematian.

Berdasarkan hasil penelitian ini, tidak diperoleh hubungan mutlak antara masa inkubasi, derajat penetasan, dan sintasan prelarva dari telur-telur yang diberi perlakuan kejutan dingin, maka sulit untuk menentukan perlakuan yang terbaik berdasarkan 3 kriteria tersebut. Namun dari hasil uji BNT untuk sintasan prelarva yang terbaik adalah perlakuan kejutan dingin 6 °C yang didukung oleh jumlah rata-rata larva hidup tertinggi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa kejutan dingin memperlambat masa inkubasi telur dan menurunkan derajat penetasan telur ikan bandeng. Perlakuan terbaik untuk sintasan prelarva ikan bandeng pada penelitian ini adalah kejutan dingin 6 °C. Kejutan dingin 6 °C adalah suhu kejutan dingin yang paling mampu ditolerir oleh telur ikan bandeng meskipun masa inkubasi dan derajat penetasan telur rendah tetapi menghasilkan sintasan prelarva yang tertinggi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kami ucapkan kepada Ir. Yushinta Fujaya, M.Si dan

Ir. Abd. Djalil Saleng atas koreksi dan masukan yang diberikan saat penyusunan hasil penelitian ini dan Manajemen PT. Mutiara Samudera Kabupaten Barru atas bantuan tempat dan fasilitas selama penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, T., A. Prijono, T. Aslianti, T. Setiadharma, dan Kasprijo. 1993. Pedoman Teknis Pem-benihan Ikan Bandeng. Seri Pengembangan Hasil Penelitian Perikanan No. PHP/KAN/24/ 1993. Badan Pe-nelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengem-bangan Perikanan. Jakarta. 68 hal.

Chaudhuri, H., J.V. Juario, J.H. Primavera, R. Samson, and R. Mateo. 1978. Observation on Artificial Fertilication of Eggs and The Embryonic and Larval Development of Milkfish,

Chanos chanos (Forskal).

Aquaculture, 13: 95-113.

Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan Bagian II. Dinamika Populasi Ikan. Fakultas Perikan-an, IPB, Bogor. 63 hal.

Garcia, G.V. 1998. Sensitivity of Fertilized Milkfish (Chanos

chanos Forskal) Egg to

Mechanical Shock and Simu-lated Transport. Amster-dam. Aquaculture,159: 239-247. Garcia, L.M.B. and J. D. Toledo.

1988. Critical Factors Influ-encing Survival and Hatching of Milkfish (Chanos chanos

Forskal) Eggs during Simulated Transport. Aqua-culture, 72: 85-93.

(6)

Lee, M.S. Gordon, and W.O. Watanabe (eds.) Aquaculture of Milkfish (Chanos chanos

F.). State of the Art. The Oceanic Institute of Hawaii, USA. p: 84-116.

Poelling dan Tjokrodanoerdjo. 1979. Kimia Untuk SMA. Gramedia Jakarta.

Prijono, A., dan Yunus. 1994. Pengaruh Waktu Inkubasi Ter-hadap Perkembangan Embrio dan Larva Ikan Bandeng

(Chanos chanos). Jurnal

Penelitian Budidaya Pantai. Vol.10. No. 1.

Ricker, W.E. 1973. Production and Utilization of Fish Population. Ecological Monograph I (16) : 373-391.

Russel, F.R.S. 1976. The Eggs and Planktonic Stage of British Marine Fishes. Academic Press Inc. London. p.524

Vanstone, WE., LB. Tiro, Jr., AC.Villaluz, DC. Ramsingh, S. Kumagai, PJ. Dulduco, MML. Barnes and CE. Duenas. 1993. Breeding and larval rearing of the Milkfish Chanos chanos

Gambar

Gambar 1. Hubungan Kejutan Dingin dengan Masa Inkubasi Telur Ikan Bandeng
Gambar 2. Hubungan Kejutan Dingin dengan Derajat Penetasan Telur Ikan Bandeng

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian konflik dalam sebuah organisasi dapat terjadi karena berbagai sebab, contohnya adanya sebuah kepemimpinan yang tidak efektif, ketidak jelasan struktur

Selain itu dari hasil wawancara dengan kepala dinas kependudukan dan pencatatan sipil kabupaten bima menjelaskan bahwa untuk meningkatkan kapsitas pegawai dalam melaksanakan

Penelitian deskriptif ini dilaksanakan di 12 SD, di 5 provinsi, Jawa dan Sumatera.Instrumen tes membaca yang digunakan adalah tes PIRLS yang bersifat

adalah teknik pengambilan sampel, yang semua anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Non

Reaksi distonia merupakan spasme atau kontraksi involunter satu atau lebih otot skelet yang timbul beberapa menit dan dapat pula berlangsung lama, biasanya

Buku anak-anak Pandawa Lima sebagai pengenalan tokoh pewayangan yang dikemas dengan gaya gambar populer dan cerita yang bermoral, dengan konsep adaptasi dari pagelaran

Keterangan : P = Persentase Ketercapaian KKM = Jumlah siswa yang mencapai KKM = Jumlah seluruh siswa.. Analisis data tentang ketercapaian untuk setiap indikator terdiri

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh metode ekstraksi berbantuan gelombang mikro dari rimpang temu hitam dengan variasi ukuran bahan