• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gaya Hidup Konsumtif Dalam Fashion (Studi Kasus Pada Para Wanita Berbusana Muslim di Kota Medan Yang Merupakan Pelanggan Butik Labiba Medan Johor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gaya Hidup Konsumtif Dalam Fashion (Studi Kasus Pada Para Wanita Berbusana Muslim di Kota Medan Yang Merupakan Pelanggan Butik Labiba Medan Johor)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini perkembangan dunia fashion muslim semakin masif di masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan penjualan busana muslim yang mengalami kenaikan 8,5% dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini melampaui pertumbuhan penjualan busana selain busana muslim yang hanya naik 7% dari tahun 2012. (Kabar Pasar TV ONE, disiarkan tanggal 5 November 2013). Busana muslim kini telah bertransformasi dari busana “pinggiran” menjadi salah

satu busana populer. Busana muslim masa kini menurut Brenner (dalam Barnard, Malcolm:Hal. pengantar xii) dianggap sebagai sesuatu yang seratus persen modern. Jilbabisasi dianggap sebagai tanda globalisasi, suatu identifikasi orang Islam di Indonesia dengan umat Islam di negara-negara lain di dunia modern. Berawal dari kemunculan blog islami pada tahun 2008, (Lestari, Diajeng, 2013:23) busana muslim semakin populer di masyarakat Indonesia dengan lahirnya sebuah kelompok wanita-wanita muslim yang dimotori oleh para desainer muslim yang gerah dengan stigma negatif yang melekat pada wanita muslim selama ini (seperti: kuno, ketinggalan zaman, dan termarginalkan dalam dunia pekerjaan).

(2)

mengedepankan pakaian yang simple nan trendy untuk menjadi ciri khas kelompoknya. Padu padan warna dan corak yang beragam semakin mempercantik tampilan para wanita ini. Selain kelompok/komunitas Hijabers, busana muslim pun semakin mendapat tempat di area publik melalui salah satu komunitas Jurnalis Berhijab yang didirikan pada Oktober 2012 yang lalu. Komunitas ini berisikan para jurnalis wanita yang menggunakan busana muslim dalam kesehariannya. Jurnalis di sini bisa dari media cetak, elektronik, maupun online. Adapun tujuan komunitas ini adalah keinginan para anggotanya untuk membuat opini di masayarakat bahwa menggunakan busana muslim bukanlah halangan untuk berkiprah khususnya di bidang jurnalistik. Tujuan selanjutnya adalah mereka ingin bisa tampil rapi dan cantik meski harus mobile karena tuntutan pekerjaan sebagai jurnalis. (Sintarini, Tri:120)

Indonesia sendiri saat ini menempati urutan pertama negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia. Ini diperkuat dengan penelitian The Pew Forum On Religion and Public Life yang dilakukan selama 3 tahun, pada 232 negara, dan dirilis pada tahun 2010. Disebutkan dalam penelitian tersebut bahwa 13% penduduk muslim dunia berada di Indonesia. (www.pewforum.org diakses pada tanggal 1 November 2013 pukul 14.20 WIB). Pangsa pasar yang besar diikuti dengan perkembangan busana muslim yang cepat pun turut menarik perhatian pemerintah Indonesia, yang kemudian mencanangkan Indonesia sebagai kiblat busana muslim dunia tahun 2014. (www.jakartafashionweek.co.id Diakses pada tanggal 5 November 2013 pukul 22.03 WIB)

(3)

papan atas Indonesia seperti Dian Pelangi, Hannie Hananto, Ira Mutiara, Iva Latifah, Jeni Tjahyawati, Lia Afif, Merry Pramono, Tuti Adip, Feny Mustafa, Najua Yanti, dan Nieta Hidayani dalam ajang bergengsi Jakarta Fashion Week 2013, Oktober silam yang mendapat porsi lebih dari tahun sebelumnya. (www.jakartafashionweek.co.id Diakses pada tanggal 5 November 2013 pukul 22.03 WIB). Hal ini seolah menunjukkan eksistensi busana muslim di era global seperti saat ini. Eksistensi busana muslim khususnya di Indonesia pun diasumsikan dapat mendobrak hegemoni Barat yang pada akhirnya pada kelompok dominan akan melahirkan gaya hidup yang eksklusif dan cenderung konsumtif. Terutama dengan maraknya kemunculan butik-butik yang menjual busana muslim yang bernilai jual tinggi seperti, Shafira, dan Dian Pelangi.

Sebagai contoh mengapa busana muslim diasumsikan mampu mendobrak hegemoni Barat adalah penyelenggaraan Miss World Muslimah 2013 yang berdekatan dengan penyelenggaraan Miss World 2013. Malam puncak penyelenggaraan Miss World Muslimah sendiri diselenggarakan di Jakarta pada 18 September 2013 yang hanya berjarak beberapa hari dengan Miss World 2013 yang diadakan di Bali. Ajang ini diikuti oleh 6 negara, dan telah 3 kali diadakan. (www.bbc.co.uk) Kontes kecantikan wanita kini tak lagi menjadi dominasi Barat dengan gaya busana yang terbuka, dunia fashion muslim pun kini mempunyai ajang yang sama yaitu Miss Word Muslimah.

Medan yang merupakan salah satu kota besar di Indonesia pun turut menjadi sasaran berbagai output industri muslim. Hal ini dikarenakan pasar industri muslim di kota Medan masih terbuka lebar, “pasar” yang dimaksud di sini

(4)

sendiri. Seperti kata pepatah, “Di mana ada semut, di situ ada gula”. Tercatat sampai Agustus tahun 2013 penduduk muslim di Kota Medan sendiri mencapai 1.402.176 jiwa. (Data Rumah Ibadah dan Pemeluk Agama Di Lingkungan Kanwil Kementrian Agama Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013). Jumlah pemeluk agama Islam yang banyak tentunya turut menciptakan kebutuhan-kebutuhan yang kompleks. Penduduk muslim yang secara kuantitas relatif besar, tingkat perekonomian yang baik yaitu menurut data BPS pertumbuhan perekonomian Kota Medan mengalami peningkatan 12,36% pada 2011 (Lihat Medan Dalam Angka 2012:383.) ditambah dengan keinginan untuk tampil modis dan fashionable, menjadikan Kota Medan salah satu wilayah di Indonesia yang maju industri fashion muslimnya. Maraknya desainer dan butik-butik muslim di Kota Medan dengan kreasi-kreasi yang inovatif pun turut meramaikan persaingan dan menciptakan warna baru, serta turut mengangkat citra busana muslim menjadi busana yang prestisius,seperti Labiba, Dian Pelangi, Shafira, dan Gallery plus.

(5)

para pelanggan rela membelanjakan uang yang tidak sedikit untuk mendapatkan busana muslim yang mewah. Beberapa pelanggan bahkan rela membayar sebuah busana muslim dengan harga jutaan dan hanya digunakan beberapa kali, demi tampil fashionable. Para pelanggan tersebut memaknai busana muslim bukan lagi sebagai kebutuhan, namun lebih kepada apa yang disebut oleh Baudrillard (dalam Terjemahan Wahyunto:2009) sebagai pencitraan. Tak berhenti sampai busana saja, dalam rangka menyempurnakan fashion-nya para pelanggan pun rela mendatangkan penata jilbab agar tampil lebih istimewa pada acara-acara tertentu.

Pada abad kapitalisme seperti sekarang ini, memang tak heran jika simbol-simbol agama telah dimanipulasi menjadi barang komoditi dengan harga jual tinggi. Agama saat ini menurut Ibrahim (2011:165) “tidak hanya berubah di tataran simbolik semata, namun watak dan wajah keberagaman itu sendiri, hal ini juga mencuatkan kontradiksi.” Kontradiksi internal di dalam keberagaman manusia modern itu sendiri yang kemudian menjadi incaran industri budaya konsumsi massa (kontradiksi internal yang dimaksud adalah pertentangan antara penggunaan busana muslim yang sesuai syari’at dengan penggunaan busana

muslim yang mengikuti tren yang ada). Orang menganggap bahwa spiritualitas bisa diburu dalam konsumsi massa, oleh karena secara simbolik budaya konsumtif dianggap menjanjikan kepuasan untuk memenuhi hasrat dengan membangkitkan alam bawah-sadar manusia untuk memusatkan perhatian pada pemujaan benda-benda, ikon-ikon, dan simbol-simbol modernitas.

(6)

berpakaian saja. (Ibrahim, Idi Subandy, 2011:166) Ada juga fenomena orang-orang yang berbondong-bondong menghadiri pengajian walaupun harus membayar mahal karena biasanya untuk pengajian yang terbilang eksklusif, sekaligus mengadakan arisan yang nominalnya terhitung cukup besar. Mereka melakukan itu bukan lagi semata untuk mendapat siraman rohani namun lebih kepada menampilkan gaya hidup yang bertakwa namun tetap eksis, misalkan pergi ke pengajian dengan menggunakan busana muslim model terbaru. Maka tak heran jika dewasa ini beberapa pengajian dijadikan tempat “show off” (Pengajian ANS dan SJU Medan).

Fenomena tersebut bisa terjadi menurut Ibrahim (2011:167) karena ketika uang melimpah bertemu dengan semangat keagamaan yang memuncak kemudian pernyataan tentang ketakwaan perlu dipertegas, dirayakan, dan diarak ke ruang publik. Pada saat itulah kesadaran keberagamaan ditransformasikan ke dalam simbol-simbol yang diyakini sebagai representasi kesalehan. Adanya keinginan dan kebanggaan di kalangan tertentu untuk terlihat taat beragama tetapi juga sekaligus ingin tetap terlihat cantik dan sensual, atau istilahnya taat beragama (menggunakan busana muslim) namun tetap stylis atau modis. Inilah yang akhirnya didengung-dengungkan melalui perantara media massa dan seolah dijadikan identitas gaya hidup baru sebagian wanita berbusana muslim masa kini.

(7)

di masyarakat tersebut maka lahirlah berbagai industri pendukung yang berbau agama. Seperti butik muslimah (Labiba), usaha ini semakin subur karena ditunjang dengan gaya hidup sosialita kota Medan yang cenderung glamour dan aktif dalam bersosialisasi dengan komunitasnya. Dari sektor kosmetik muslimah ada Wardah dan Salon kecantikan London Beauty Center dengan tagline “pilih

kosmetik yang halal”. Industri parfum pun tak ingin ketinggalan dengan

menciptakan variasi parfum non alkohol. Terakhir, industri media cetak, yaitu majalah atau tabloid muslimah (Annisa) (Ibrahim, Idi Subandy. 2011:168) yang cenderung mengeksploitasi tentang masalah gaya hidup, cara berbusana, yang disisipi iklan-iklan yang lebih mengarahkan para wanita berbusana muslim ini ke arah gaya hidup konsumtif. Minat para wanita berbusana muslim yang tinggi akan perubahan yang ada menjadikan “pasar” semakin terbuka lebar. Pada tahap inilah para wanita berbusana muslim tersebut perlahan mulai bergeser dari penonton menjadi pelaku/pembeli. Ini akan mencapai puncaknya pada saat menjelang Lebaran. Seperti yang bisa kita lihat sekarang ini, setiap Ramadhan hampir seluruh media terutama televisi menyiarkan acara dengan menampilkan busana muslim (para artis menggunakan busana muslim model terbaru) yang kemudian akan segera diburu “pasar” yang besar tadi.

(8)

-pakaian yang digunakan oleh artis-artis ibu kota. Ada yang menggunakan busana muslim hasil produksinya sendiri, ada pula hasil karya desainer-desainer ternama. Bisa jadi, anda tidak setuju dengan pendapat peneliti karena memang iklan-iklan tersebut tidak tayang pada waktu khusus seperti iklan produk lain. Tapi coba amati pakaian yang digunakan oleh Fatin Shinqia pada saat mengikuti ajang X-Factor, busana yang digunakan Soimah dan banyak artis lain pada saat Ramadhan yang lalu dengan tagline dibawahnya (wardrobe : Dian Pelangi), atau gaya busana muslim atau jilbab para artis yang kemudian ramai diburu orang (jilbab April Jasmine, jilbab Sazkya Adia Meca dll), itu semua merupakan iklan yang mungkin tidak kita sadari. Iklan-iklan tersebut menggiring persepsi masyarakat bahwa dengan menggunakan produk yang sama dengan produk iklan tersebut penonton atau konsumen akan terlihat lebih modis atau tidak ketinggalan zaman. Hal ini diperparah dengan adanya gejala kecenderungan demam umum yang melanda masyarakat, di mana nilai simbolik lebih dominan mengarah pada kecenderungan penekanan dalam aspek meterial. (Syahputra, Iswandi, 2013:67-68)

(9)

kelompok dominan, meski pada beberapa orang busana tersebut dibeli dengan menggunakan busana muslim namun lekukan-lekukan tubuhnya tetap terlihat dan bahkan sengaja diperlihatkan (dengan memilih pakaian yang pas di badan dan menggunakan jilbab di atas dada atau yang sekarang ramai disebut jilboob) sehingga pergeseran fungsi dan makna pun tak dapat dihindari. Keadaan ini semakin diperparah dengan masuknya kapitalisme di berbagai lini kehidupan kita, tak terkecuali di industri fashion muslim yang kemudian dikenal sebagai islamisasi pada perilaku konsumerisme. (Ibrahim, Idi Subandy, 2011:147)

(10)

hanya sekedar pelindung tubuh dari panas dan hujan semata yang pada akhirnya memicu tindakan konsumtif di masyarakat. Perlu digarisbawahi di sini bahwa tindakan konsumtif dalam mengkonsumsi busana muslim tidak hanya berlaku bagi kelompok dominan saja namun juga bisa terjadi pada kalangan menengah ke bawah, namun pada penelitian ini peneliti lebih memfokuskan pada kelompok dominan yang menggunakan busana muslim mewah dengan intensitas acara yang tinggi yang tentunya memerlukan budget yang tidak sedikit .

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka peneliti menyimpulkan permasalahan yang akan dijadikan bahan penelitian, adapun fokus penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perilaku konsumtif dalam fashion para wanita berbusana muslim yang merupakan pelanggan butik Labiba yang berkaitan dengan tuntutan gaya hidup sosialita di Kota Medan ?

(11)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana perilaku konsumtif dalam fashion para wanita berbusana muslim yang merupakan pelanggan butik Labiba yang berkaitan dengan tuntutan gaya hidup sosialita di Kota Medan.

2. Untuk mengetahui kontribusi kelompok pada motivasi konsumsi para wanita berbusana muslim yang merupakan pelanggan butik Labiba dalam memilih fashion (busana muslim).

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Manfaat Teoritis

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan kajian ilmu sosial kepada peneliti lain dan khususnya dalam memahami tentang perilaku konsumtif masyarakat urban kota Medan menyangkut kebutuhan masyarakat yang berubah-ubah serta kajian tentang ilmu sosiologi ekonomi dan sosiologi agama yang berkaitan dengan masalah ini yang berimbas pada munculnya industri pendukung di sektor fashion. b. Manfaat Praktis

(12)

dengan busana muslim dan gaya hidup konsumtif. Saat ini menjadi fenomena, di mana busana muslim tidak lagi digunakan sebagai penutup aurat saja, tapi lebih itu busana muslim yang sedang tren bisa meningkatkan harga diri seseorang yang memakainya tentunya dengan tambahan ornamen pendukung lainnya. Selain itu penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi rujukan bagi usaha-usaha yang bergerak di bidang fashion muslim (butik) untuk memahami kebutuhan konsumennya.

1.5. Defenisi Konsep

1. Busana muslim

Busana Muslim adalah busana yang menutupi hampir keseluruhan tubuh wanita muslim. Pada umumnya wanita yang menggunakan busana muslim menggunakan rok panjang, celana panjang, atasan panjang, atau gamis. Busana muslim pada penelitian ini lebih menekankan pada penggunaan busana yang trendi, yaitu busana muslim yang mengikuti perkembangan zaman seperti busana yang lebih beragam baik dari segi model, warna, maupun bahannya sehingga membuat para wanita muslimah bisa memadu padankan busana muslim dengan segala situasi.

2. Gaya Hidup

Busana muslim yang trendi kini telah menjelma sebagai gaya hidup sebagian wanita muslimah masa kini terutama di kota-kota besar (Medan). Gaya hidup disini diartikan dengan suatu gaya hidup “baru” wanita

(13)

muslim (tidak ingin ketinggalan zaman), berani mencoba model baru demi tampil modis, dan cenderung konsumtif (khususnya pada kelompok dominan). Gaya hidup pada penelitian ini mengacu pada gaya hidup konsumtif karena para pelanggan butik Labiba (informan) saat ini sangat mengedepankan simbol-simbol keagamaan (busana muslim) yang dinilai dapat merepresentasikan ketakwaan serta eksistensinya sebagai wanita yang modis. Simbol-simbol keagamaan di sini meliputi perilaku non verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama. Sebagai contoh simbol disini adalah merek pada busana muslim atau tempat penjualan (butik) busana muslim itu sendiri, hiasan-hiasan (swarovsky, payet, pita) pada busana muslim yang menambah nilai jual busana tersebut. Gaya hidup yang seperti inilah yang kemudian menjadi identitas diri sebagian wanita muslim “modern” masa kini.

3. Komunitas/kelompok

(14)

Komunitas atau kelompok pengajian eksklusif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kelompok pengajian ibu-ibu (sosialita) dari kelompok dominan. Komposisi acaranya sendiri tak berbeda jauh dari pengajian pada umumnya. Yang membedakan biasanya gaya busana yang glamour terutama untuk acara-acara tertentu (adanya dresscode baik dari warna sampai model busana seperti: kaftan, blazer, atau busana dengan warna tertentu).

4. Budaya Konsumerisme

Referensi

Dokumen terkait

Selain pembatalan secara sukarela, wasiat juga boleh terbatal dengan sebab- sebab di luar kawalan seperti pewasiat menjadi seorang yang tak sempurna akal dan

Cambridge IGCSE Co-ordinated Sciences (Double Award) 0654. Syllabus for examination in 2019, 2020 and

Dari gambar di bawah dapat dilihat bahwa daerah-daerah yang mempunyai percepatan gempa yang cukup tinggi adalah daerah- daerah yang dekat dengan sumber gempa

6 Tahun 2014 tentang Desa di dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal I ayat (1) Desa adalah desa adat yang disebut dengan nama lain selanjutnya disebut desa adalah kesatuan

Pertama fasilitas yang mumpuni digunakan sebagai alat untuk memenangkan persaingan industri bongkar muat.. Kedua mengandalkan kemampuan sumber daya manusia yang handal

Hal ini menyebabkan pelaksanaan fungsi manajemen bidang perencanaan Puskesmas Bengkalis belum efektif, karena lemahnya perencanaan yang dibuat berakibat pada kegiatan yang

Dari hasil pengujian akurasi deteksi dapat dilihat bahwa sistem yang dibangun mampu untuk mendeteksi halangan dalam kondisi indoor baik pada waktu pagi hari, siang hari,

Secara keseluruhan, penelitian tindakan kelas dengan menerapkan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) yang dikombinasikan dengan Direct Instruction