• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pelaksanaan Program Klinik Sanitasi di Puskesmas Belawan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sistem Pelaksanaan Program Klinik Sanitasi di Puskesmas Belawan Tahun 2015"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

2.1.1 Pengertian Puskesmas

Puskesmas adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang merupakan

pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta

masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu

kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Menurut

Permenkes No. 75 Tahun 2014, puskesmas merupakan fasilitas pelayanan

kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya

kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya

kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya

promotif dan peventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

Puskesmas dibangun untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar,

menyeluruh dan terapadu bagi seluruh masyarakat yang tinggal di wilayah

kerjanya. Program kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas merupakan

program pokok (public health essential) yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah

untuk melindungi penduduknya, termasuk mengembangkan program khusus

(2)

Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan

yang menyeluruh yang meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif

(pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan, dan rehabilitatif (pemulihan

kesehatan). Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua penduduk dengan tidak

membedakan jenis kelamin, golongan umur, sejak dari pembuahan dalam

kandungan sampai tutup usia (Permenkes No. 75 Tahun 2014).

2.1.2 Tujuan Puskesmas

Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan

untuk mewujudkan masyarakat yang:

1. memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan

hidup sehat;

2. mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu

3. hidup dalam lingkungan sehat; dan

4. memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok

dan masyarakat (Permenkes No.75 Tahun 2014).

2.1.3 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas

Sebagaimana tertera di Permenkes No.75 Tahun 2014 tentang Puskesmas,

prinsip penyelenggaraan puskesmas meliputi:

1. Paradigma Sehat

Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen

dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi

(3)

2. Pertanggungjawaban Wilayah

Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan

kesehatan di wilayah kerjanya.

3. Kemandirian Masyarakat

Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga,

kelompok, dan masyarakat.

4. Pemerataan

Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang dapat diakses dan

terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa

membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan.

5. Teknologi Tepat Guna

Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan

teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah

dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

6. Keterpaduan dan Kesinambungan.

Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM

dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan sistem rujukan

yang didukung dengan manajemen puskesmas.

2.1.4 Fungsi Puskesmas

Menurut Permenkes No.75 Tahun 2014 tentang Puskesmas, dalam

melaksanakan tugasnya puskesmas menyelenggarakan fungsi:

1. penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya, puskesmas

(4)

a. melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan

masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan;

b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;

c. melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan

masyarakat dalam bidang kesehatan;

d. menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan

masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang

bekerjasama dengan sektor lain terkait;

e. melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya

kesehatan berbasis masyarakat;

f. melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia puskesmas;

g. memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan;

h. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu,

dan cakupan Pelayanan Kesehatan; dan

i. memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat,

termasuk dukungan terhadap

2. penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya, puskesmas

berwenang untuk:

a. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif,

berkesinambungan dan bermutu;

b. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya

(5)

c. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada individu,

keluarga, kelompok dan masyarakat;

d. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan keamanan

dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung;

e. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif dan

kerja sama inter dan antar profesi;

f. melaksanakan rekam medis;

g. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan

akses Pelayanan Kesehatan;

h. melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan;

i. mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan

kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan

j. melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem

rujukan.

2.2 Program Kesehatan Lingkungan

2.2.1 Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan

Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan merupakan

hal yang essensial di samping masalah perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan

dan faktor keturunan. Lingkungan memberikan kontribusi terbesar terhadap

timbulnya masalah kesehatan masyarakat.Ruang lingkup Kesehatan lingkungan

Menurut WHO, adalah

1. Penyediaan air minum

(6)

3. Pembuangan sampah padat

4. Pengendalian vektor

5. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia

6. Higiene makanan, termasuk higiene susu

7. Pengendalian pencemaran udara

8. Pengendalian radiasi

9. Kesehatan kerja

10. Pengendalian kebisingan

11. Perumahan dan pemukiman

12. Aspek kesling dan transportasi udara

13. Perencanaan daerah dan perkotaan

14. Pencegahan kecelakaan

15. Rekreasi umum dan pariwisata

16. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan

epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk.

17. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.

2.2.2 Tujuan Program Kesehatan Lingkungan

1. Tujuan secara umum

a. Melakukan koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman

pada kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.

b. Melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur sumber-sumber

lingkungan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan

(7)

c. Melakukan kerja sama dan menerapkan program terpadu di antara

masyarakat dan institusi pemerintah serta lembaga nonpemerintah dalam

menghadapi bencana alam atau wabah penyakit menular.

2. Tujuan secara khusus

Meliputi usaha-usaha perbaikan atau pengendalian terhadap lingkungan hidup

manusia, yang di antaranya berupa:

a. Menyediakan air bersih yang cukup dan memenuhi persyaratan

kesehatan.

b. Makanan dan minuman yang diproduksi dalam skala besar dan

dikonsumsi secara luas oleh masyarakat.

c. Pencemaran udara akibat sisa pembakaran BBM, batubara, kebakaran

hutan, dan gas beracun yang berbahaya bagi kesehatan dan makhluk

hidup lain dan menjadi penyebab terjadinya perubahan ekosistem.

d. Limbah cair dan padat yang berasal dari rumah tangga, pertanian,

peternakan, industri, rumah sakit, dan lain-lain

e. Kontrol terhadap arthropoda dan rodent yang menjadi vektor penyakit

dan cara memutuskan rantai penularan penyakitnya.

f. Perumahan dan bangunan yang layak huni dan memenuhi syarat

kesehatan.

g. Kebisingan, radiasi, dan kesehatan kerja.

h. Survei sanitasi untuk perencanaan, pemantauan, dan evaluasi program

(8)

2.2.3 Sumber Daya Program Kesehatan Lingkungan

Dalam melaksanakan program-program kesehatan lingkungan diperlukan

sumber daya untuk mencapai tujuan program, sumber daya program kesehatan

lingkungan adalah sebagai berikut :

1. Tenaga Pelaksana

Adapun tenaga yang dibutuhkan untuk melaksanakan program kesehatan

lingkungan adalah terdiri dari tenaga inti dibidang kesehatan lingkungan seperti

sanitarian atau diploma III kesehatan lingkungan. Disamping itu dalam

pelaksanaan program kesehatan lingkungan ini juga dibutuhkan tenaga pendukung

yang telah ditunjuk oleh pimpinan puskesmas dalam pelaksanaan program.

2. Sarana dan Prasarana Program Kesehatan Lingkungan

Sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program

kesehatan lingkungan adalah ruangan sebagai tempat petugas kesehatan

lingkungan melakukan kegiatan-kegiatan penyuluhan, konsultasi, konseling,

demonstrasi, pelatihan atau perbaikan sarana sanitasi dasar dan penyimpanan

peralatan kerja.

Peralatan-peralatan kesehatan lingkungan berupa alat-alat peraga

penyuluhan, cetakan sarana air bersih dan jamban keluarga, alat pengukur kualitas

lingkungan (air, tanah dan udara), lembar chek list untuk inspeksi pada

tempat-tempat umum dan tempat-tempat pengolahan makanan serta alat transportasi untuk

mendukung kegiatan program kesehatan lingkungan yang dilaksanakan.

Alat peraga dan media penyuluhan yang digunakan dalam melaksanakan

(9)

system, media elektronik dan formulir untuk pencatatan dan pelaporan hasil

kegiatan.

3. Sumber Dana Program Kesehatan Lingkungan

Untuk mendukung tercapainya cakupan program kesehatan lingkungan

dibutuhkan dana, adapun dana ini diperoleh dari APBD (Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah) Kabupaten/Kota, APBD Provinsi, BLN

(Bantuan Luar Negeri), kemitraan dan swadaya masyarakat. Besarnya dana

yang dibutuhkan sangat berbeda dimasing-masing puskesmas, tergantung

masalah kesehatan lingkungan yang ditangani di wilayah kerja puskesmas.

2.2.4 Kegiatan Program Kesehatan Lingkungan

Kegiatan yang dilakukan program kesehatan lingkungan di puskesmas

antara lain:

1. Penyehatan Air

Secara umum Program Penyehatan Air bertujuan untuk meningkatkan

kualitas air untuk berbagai kebutuhan dan kehidupan manusia untuk seluruh

penduduk baik yang berada di pedesaan maupun di perkotaan dan meningkatkan

kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat dalam memakai air. Secara

khusus program penyehatan air bertujuan meningkatkan cakupan air bersih pada

masyarakat dan meningkatkan kualitas air yang aman untuk konsumsi

masyarakat.

Kegiatan upaya penyehatan air meliputi : Surveilans kualitas air; Inspeksi

(10)

pemakai air. Kegiatan dilaksanakan dengan strategi terpadu pengawasan,

perbaikan dan pembinaan pemakai air.

Target Program Penyehatan Air yang ingin dicapai yaitu : Cakupan air

bersih perkotaan 100% dan pedesaan 85% dan Memenuhi syarat kimia dan

bakteriologis 70%.

Kegiatan surveylance kualitas air terdiri dari observasi sarana air bersih

dan observasi penduduk yang menggunakan sarana air bersih dan bukan sarana air

bersih. Kegiatan pengawasan kualitas air secara umum bertujuan mengetahui

gambaran keadaan sanitasi sarana dan kualitas air sebagai data dasar dan

penyediaan informasi pengamanan kualitas air sehingga tersedia rekomendasi

tindak lanjut dalam upaya perlindungan pencemaran dan perbaikan kualitas air.

Pengawasan kualitas air dilakukan dengan upaya inspeksi sanitasi sarana air

bersih.

2. Penyehatan Lingkungan Pemukiman

Penyelenggaraan upaya penyehatan lingkungan permukiman, dilaksanakan

dengan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup serasi dengan

lingkungan dan dapat mewujudkan kualitas lingkungan permukiman yang bebas

dari risiko yang membahayakan kesehatan pada berbagai substansi dan komponen

lingkungan, yaitu meliputi jamban keluarga, saluran pembuangan air limbah

(SPAL), dan pengelolaan sampah.

3. Penyehatan Tempat -Tempat Umum (TTU)

Program Penyehatan Tempat Tempat Umum (TTU) bertujuan untuk

(11)

kemasyarakatan lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga dapat

melindungi masyarakat dari penularan penyakit, keracunan, kecelakaan,

pencemaran lingkungan serta gangguan kesehatan lainnya.

Penyehatan tempat-tempat umum meliputi hotel dan tempat penginapan

lain, pasar, kolam renang dan pemandian umum lain, sarana ibadah, sarana

angkutan umum, salon kecantikan, bar dan tempat hiburan lainnya. Selain itu juga

dilakukanupaya pembinanan institusi yang meliputi : Rumah Sakit dan sarana

kesehatan lain, sarana pendidikan, dan perkantoran.

Target program penyehatan tempat-tempat umum yaitu: memenuhi syarat

kesehatan 76%.

4. Penyehatan Tempat Pengelola Makanan (TPM)

Secara umum penyehatan TPM bertujuan untuk melakukan pembinaan

teknis dan pengawasan terhadap tempat penyehatan makanan & minuman,

kesiapsiagaan dan penanggulangan KLB keracunan, kewaspadaan dini serta

penyakit bawaan makanan.

Target program TPM memenuhi syarat sehat sebesar 55 % dengan upaya

kegiatan antara lain melaksanakan pengawasan higiene dan sanitasi TPM pada

restoran, rumah makan, jasa boga, industri rumah tangga, dan depot air minum isi

ulang.

2.3 Klinik Sanitasi

Merupakan suatu upaya/kegiatan yang mengintegrasikan pelayanan

kesehatanantara promotif, preventif, dan kuratif yang difokuskan pada penduduk

(12)

masalah kesehatanlingkungan pemukiman yang dilaksanakan oleh petugas

puskesmas bersamamasyarakat yang dapat dilakukan secara pasif dan aktif di

dalam dan di luarpuskesmas (Depkes RI, 2005)

Klinik sanitasi diharapkan dapat memperkuat tugas dan fungsi puskesmas

dalam melaksanakan pelayanan pencegahan dan pemberantasan penyakit

berbasislingkungan dan semua persoalan yang ada kaitannya dengan kesehatan

lingkungan,khususnya pengendalian penyakit berbasis lingkungan, guna

meningkatkan derajatkesehatan masyarakat (Depkes RI, 2005).

Pelaksanaan program klinik sanitasi menjaring pasien/klien di puskesmas

dengan keluhan penyakit berbasis lingkungan dan lingkungan yang tidak

sehatsebagai media penularan dan penyebab penyakit yang dialami oleh

masyarakatselanjutnya dilaksanakan konseling dan kunjungan lapangan atau

kunjungan rumahuntuk mencari jalan keluar akibat masalah kesehatan lingkungan

dan penyakitberbasis lingkungan yang muncul di masyarakat (Depkes RI, 2005).

Kegiatan klinik sanitasi dilaksananakan di dalam gedung dan di luar

gedung Puskesmas (Depkes RI, 2005):

1. Dalam Gedung

Pasien (penderita penyakit berbasis lingkungan) dan Klien (pengunjung

bukan penyakit berbasis lingkungan). Semua pasien/klien datang berobat ke

puskesmas melalui prosedur pelayanan seperti: mendaftar di loket, selanjutnya

akan mendapat kartu status, diperiksa oleh petugas medis/paramedis di puskesmas

(dokter, bidang, perawat). Apabila diketahui pasien/klien menderita penyakit

(13)

Pada ruang klinik sanitasi pasien/klien diberikan penyuluhan dan bimbingan

teknis, petugas mewawancarai pasien tentang penyakit yang diderita dikaitkan

dengan masalah kesehatan lingkungan.

Selanjutnya hasil wawancara dicacat dalam Kartu Status Kesehatan

Lingkungan. Kemudian petugas klinik sanitasi melakukan konseling tentang

penyakit yang diderita pasien dalam hubungannya dengan lingkungan. Petugas

juga membuat janji dengan pasien dan keluarganya apabila diperlukan untuk

melakukan kunjungan rumah untuk melihat langsung faktor resiko penyakit yang

dialami pasien tersebut.

Setelah konseling di ruang klinik sanitasi, pasien dapat mengambil obat di

apotik puskesmas (loket obat) kemudian pasien diperbolehkan pulang. Kegiatan

lain di dalam gedung yaitu secara rutin petugas klinik sanitasi menyampaikan

segala permasalahan, cara penyelesaian masalah, hasil monitoring/evaluasi dan

perencanaan klinik sanitasi dalam Mini Lokakarya Puskesmas yang melibatkan

seluruh penanggungjawab kegiatan dan dilaksanakan satu bulan sekali. Dengan

demikian diharapkan seluruh petugas puskesmas mengetahui pelaksanaan

kegiatan Klinik Sanitasi dapat dilakukan secara integritas.

2. Luar Gedung

Kunjungan rumah (sebagai tindak lanjut kunjungan pasien/klien ke

Puskesmas). Kunjungan rumah/lokasi dilakukan oleh petugas dengan membawa

hasil analisa keadaan lingkungan pasien/klien klinik sanitasi yang merupakan

lanjut dari kesepakatan antara petugas klinik sanitasi dengan pasien/klien yang

(14)

karena pada saat kunjungan petugas telah memiliki data pasti adanya sarana

lingkungan bermasalah yang perlu diperiksa dan fakor-faktor perilaku yang

berperan besar dalam proses terjadinya masalah kesehatan lingkungan dan

penyakit berbasis lingkungan.

Pada kunjungan tersebut dapat mengambil partisipasi perawat dari

puskesmas pembantu atau bidan desa, dan kader kesehatan lingkungan untuk

melakukan pengecekan fisik/klinis atas penyakit yang telah diobati tersebut

(semacam kegiatanPerawatan Kesehatan Keluarga). Petugas klinik sanitasi

membawa kartu statuskesehatan lingkungan/register yang telah diisi saat

kunjungan pasien ke ruang kliniksanitasi di puskesmas sebelumnya. Untuk

keperluan monitoring/surveilans, dalam kunjungan ini petugas klinik sanitasi

mengisi kartu indeks lingkungan perilaku sehat, selanjutnya kartu ini

secaraberkala (1-3 bulan) diisi oleh kader atau bidan di desa.

Pada kunjungan ke lapangan petugas klinik sanitasi mengajak kader

kesehatan/kesehatan lingkungan, kelompok pemakai air, PKK, dan

berkonsultasi/melibatkan LSM, perangkat desa, tokoh masyarakat, dan pihak

terkaitlainnya. Dengan maksud agar masyarakat turut berperan aktif memecahkan

masalahkesehatan yang timbul di lapangan mereka sendiri. Diharapkan jika suatu

saat timbul masalah penyakit berbasis lingkungan yang sejenis, mereka dapat

menyelesaikan sendiri masalah tersebut. Petugas klinik sanitasimaupun petugas

kesehatan lain yang mendampinginya dapat memberikan penyuluhankepada

(15)

Pada kunjungan rumah tangga petugas klinik sanitasi bekerjasama dengan

lintasprogram dan lintas sektor, apabila dibutuhkan perbaikan atau pembangunan

saranasanitasi dasar dengan biaya besar, (seperti pembangunan sistem perpiaaan)

yang tidakterjangkau oleh masyarakat setempat, petugas klinik sanitasi melalui

puskesmas dapat mengusulkan kegiatan tersebut kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kotauntuk ditindaklanjuti.

Jika masalah di lapangan belum dapat terpecahkan, maka dapat diangkat

ke tingkat yang lebih tinggi. Bila diperlukan koordinasi di Kabupaten/Kota,

makapuskesmas dapat meminta bantuan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

2.4 Penyakit Berbasis Lingkungan

Kesehatan lingkungan pada hakekatnya adalah keadaan lingkungan

yangoptimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status

kesehatan yangoptimal pula, ruang lingkup kesehatan lingkungan antara lain:

perumahan,pembuangan kotoran manusia, penyediaan air bersih, pembangunan

sampah,pembuangan air kotor dan pencemaran ruang lingkup tersebut harus

dijaga untukmengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar menjadi media

yang baik untukterwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup di

dalamnya(Notoatmodjo, 2007).

Masalah kesehatan lingkungan menjadi sangat kompleks seperti

urbanisaasipenduduk dari desa ke kota, pembuangan sampah yang dilakukan

secara dumpingtanpa adanya pengolahan, penyediaan air bersih hanya 60%

penduduk Indonesiamendapatkan air dari PDAM, tingkat pencemaran udara

(16)

limbah industri dan limbah rumahtangga yang tidak dikelola dengan baik,

bencana alam serta perencanaan tata kota dan kebijakan pemerintah yang sering

kali menimbulkan masalah baru bagi kesehatanlingkungan (Chandra, 2007).

Penyakit berbasis lingkungan merujuk pada penyakit yang memiliki akar

atauhubungan yang erat dengan satu atau lebih komponen lingkungan pada

sebuah ruangdalam mana masyarakat tersebut bertempat tinggal atau beraktivitas

dalam jangkawaktu tertentu. Penyakit tersebut bisa dicegah atau dikendalikan,

kalau kondisilingkungan yang berhubungan atau diduga berhubungan dengan

penyakit tersebutdihilangkan (Achmadi, 2012).

2.4.1 TB Paru

TB Paru atau yang sering disebut penyakit Tuberculosis (TBC)

adalahbatuk yang berlangsung secara terus menerus selama 3 minggu atau lebih,

berkeringat malam tanpa aktifitas serta dapat juga ditandai dengan batuk darah

karena pembuluh darah pecah akibat luka dalam alveoli yang sudah lanjut.

Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis basil atau

kumanyangberbentuk batang dan mempunyai sifat tahan terhadap penghilangan

warna yang bersifat asam dan alkohol (kuman tetap berwarna kemerahan), maka

disebut Basil Tahan Asam (BTA). Menemukan kuman BTA ini menjadi

dasardalam penegakan diagnosis (Achmadi, 2012).

2.4.2 Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh virus atau bakteri.

Penyakit ini diawali denganpanas disertai salah satu atau lebih gejala:

(17)

prevalence ISPA dihitung dalam kurun waktu 1 bulan terakhir. Lima provinsi

dengan ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%),

Aceh (30,0%),Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%)

(Kemenkes RI, 2014)

2.4.3 Pneumonia

Pneumonia adalah radang paru yang disebabkan oleh bakteri dengan

gejala panas tinggi disertaibatuk berdahak, napas cepat (frekuensi nafas >50

kali/menit), sesak, dan gejala lainnya (sakit kepala, gelisah dan nafsu makan

berkurang). Pneumonia ditanyakan pada semua penduduk untuk kurun waktu 1

bulan atau kurang dan dalam kurun waktu 12 bulan atau kurang. Period

prevalence dan prevalensi tahun 2013 sebesar 1,8 persen dan 4,5 persen. Lima

provinsi yang mempunyai period prevalence dan prevalensi pneumonia tertinggi

untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur (4,6% dan 10,3%), Papua (2,6%

dan 8,2%), Sulawesi Tengah (2,3% dan 5,7%), Sulawesi Barat (3,1% dan 6,1%),

dan Sulawesi Selatan (2,4% dan 4,8%) (Tabel 6.1). Period Prevalence pneumonia

di Indonesia tahun 2013 menurun dibandingkan dengan tahun 2007 (Kemenkes

RI, 2014)

2.4.4 Diare

Diare adalah gangguan buang air besar/BAB ditandai dengan BAB lebih

dari 3 kali sehari dengankonsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah dan

atau lendir.Penyebab dari diare yaitu oleh bakteri/virus, seperti: Rotavirus,

Escherrichia coli enterotoksigenik (ETEC), Shigella, Compylobacter

(18)

2.4.5 Malaria

Malaria merupakan penyakit menular yang menjadi perhatian global.

Penyakit ini masihmerupakan masalah kesehatan masyarakat karena sering

menimbulkan KLB, berdampak luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi, serta

dapat mengakibatkan kematian. Penyakit ini dapat bersifat akut, laten atau kronis.

Kepada responden yang menyatakan “tidak pernah didiagnosis malaria oleh

tenaga kesehatan” ditanyakan apakah pernah menderita panas disertai menggigil

atau panas naik turun secara berkala, dapat disertai sakit kepala, berkeringat,

mual, muntah dalam waktu satu bulan terakhir atau satu tahun terakhir.

Ditanyakan pula apakah pernah minum obat malaria dengan atau tanpa gejala

panas. Untuk responden yang menyatakan “pernah didiagnosis malaria oleh

tenaga kesehatan” ditanyakan apakah mendapat pengobatan dengan obat program

kombinasi artemisinin dalam 24 jam pertama menderita panas atau lebih dari 24

jam pertama menderita panas dan apakah obat habis diminum dalam waktu 3 hari.

2.4.6 Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue dan

ditularkanoleh nyamuk Aedes Aegypti, dengan cara seseorang yang dalam

darahnya mengandung virus Dengue bila digigit nyamuk akan terhisap masuk ke

dalam lambung nyamuk dan berkembang biak, kemudian masuk ke dalam

kelenjar air liur nyamuk setelah satu minggu di dalam tubuh nyamuk, bila nyamuk

menggigitorang sehat akan menularkan virus Dengue, virus ini tetap berada di

(19)

2.5 Upaya Penyehatan Lingkungan

Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan

lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya

status kesehatan yang optimal pula (Soekidjo, 2007).

Adapun tujuan dilakukannya upaya penyehatan lingkungan adalah untuk

menanggulangi dan menghilangkan unsur-unsur fisik pada lingkungan

sehinggafaktor lingkungan yang kurang sehat tidak menjadi faktor resiko

timbulnya penyakit menular dimasyarakat (Muninjaya, 2011).

2.5.1 Perumahan

Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia.

Perumahan yang baik terdiri dari kumpulan rumah yang dilengkapi dengan

berbagai fasilitas pendukungnya seperti sarana jalan, saluran air kotor, tempat

sampah, sumber air bersih, lampu jalan, dan lain-lain. Standar arsitektur bangunan

terutama untuk perumahan umum pada dasarnya ditujukan untuk menyediakan

rumah tinggal yang cukup baik dalam bentuk desain, letak dan luas ruangan, serta

fasilitas lainnya agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga atau dapat memenuhi

persyaratan rumah tinggal yang sehat dan menyenangkan (Chandra, 2007).

Adapun kriteria rumah sehat yang tercantum dalam Residential

Environment dari WHO antara lain :

1. Harus dapat melindungi dari hujan, panas, dingin dan berfungsi sebagai

tempat istirahat.

2. Mempunyai tempat untuk tidur, masak, mandi, mencuci, kakus dan kamar

(20)

3. Dapat melindungi dari bahaya kebisingan dan bebas dari pencemaran.

4. Bebas dari bahan bangunan yang berbahaya.

5. Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh, dan dapat melindungi penghuninya

dari gempa, keruntuhan dan penyakit menular.

6. Memberi rasa aman dan lingkungan tetangga yang asri.

Sementara itu, kriteria rumah menurut Winslow antara lain :

1. Dapat memenuhi kebutuhan fisiologis.

Terdapat beberapa variabel yang perlu diperhatikan didalam pemenuhan

kebutuhan fisiologis yang berkaitan dengan perumahan, diantaranya :

a. Suhu ruangan. Suhu ruangan harus dijaga agar jangan banyak berubah.

Suhu sebaiknya tetap berkisar antara 18-20ºC. Suhu ruangan ini sangat

dipengaruhi oleh: suhu udara luar, pergerakan udara, kelembaban udara,

suhu benda-benda yang ada disekitarnya.

b. Penerangan. Rumah harus cukup mendapatkan penerangan baik pada

siang maupun malam hari. Idealnya, penerangan didapat dengan

bantuan listrik. Setiap ruangan diupayakan mendapat sinar matahari

terutama dipagi hari.

c. Ventilasi. Pertukaran udara yang cukup menyebabkan udara tetap segar

(cukup mengandung oksigen). Dengan demikian, setiap rumah harus

memiliki jendela yang memadai. Luas jendela secara keseluruhan

kurang dari 15% dari luas lantai. Susunan ruangan harus sedemikian

(21)

d. Jumlah ruangan atau kamar. Ruang atau kamar diperhitungkan

berdasarkan jumlah penghuni atau jumlah orang yang tinggal bersama

didalam satu rumah atau sekitar 5 m2 per orang.

2. Dapat memenuhi kebutuhan psikologis.

Disamping kebutuhan fisiologis, terdapat kebutuhan psikologis yang harus

dipenuhi dan diperhatikan berkaitan dengan sanitasi rumah. Kebutuhan

tersebut, antara lain:

a. Keadaan rumah dan sekitarnya, cara pengaturannya harus memenuhi

rasa keindahan sehingga rumah tersebut menjadi pusat kesenangan

rumah tangga yang sehat.

b. Adanya jaminan kebebasan yang cukup bagi setiap anggota keluarga

yang tinggal dirumah tersebut.

c. Untuk setiap anggota keluarga, terutama yang mendekati dewasa,

harus memiliki ruangan sendiri sehingga privasinya tidak terganggu.

d. Harus ada ruangan untuk hidup bermasyarakat, seperti ruang untuk

menerima tamu.

3. Dapat menghindarkan dari terjadinya kecelakaan atau kebakaran.

Ditinjau dari faktor bahaya kecelakaan ataupun kebakaran, rumah yang sehat

dan aman harus dapat menjauhkan penghuninya dari bahaya tersebut. Adapun

kriteria yang harus dipenuhi dari perspektif ini, antara lain:

a. Konstruksi rumah dan bahan-bahan bangunan harus kuat sehingga

tidak mudah runtuh.

(22)

tempat-tempat lain terutama untuk anak-anak.

c. Bangunan diupayakan terbuat dari material yang tidak mudah

terbakar.

d. Memiliki alat pemadam kebakaran terutama yang menggunakan gas.

e. Lantai tidak boleh licin dan tergenang air.

4. Dapat menghindarkan dari terjadinya penularan penyakit.

Rumah atau tempat tinggal yang buruk atau kumuh dapat mendukung

terjadinya penularan penyakit dan gangguan kesehatan, seperti: infeksi

saluran nafas, infeksi pada kulit, infeksi saluran pencernaan, kecelakaan, dan

gangguan mental.

2.5.2 Penyediaan Air Bersih

Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan, juga manusia selama

hidupnya selalu memerlukan air. Dengan demikian semakin naik jumlah

penduduk dan laju pertumbuhannya semakin naik pula laju pemanfaatan

sumber-sumber air. Untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang semakin

meningkat diperlukan industrialisasi yang dengan sendirinya akan meningkatkan

lagi aktivitas penduduk serta beban penggunaan sumber daya air. Beban

pengotoran air juga akanbertambah cepat sesuai dengan cepatnya pertumbuhan.

Sebagai akibatnya saat ini sumber air minum dan air bersih semakin langka

(Soemirat, 2011).

Bagi manusia air minum adalah salah satu kebutuhan utama, manusia

mengunakan air untuk berbagai keperluan seperti mandi, cuci, kakus, produksi

(23)

oleh air kepada manusia pada saat memanfaatkannya, maka tujuan utama

penyediaan air minum/bersih bagi masyarakat adalah untuk mencegah penyakit

bawaan air (Soemirat, 2011).

Penyakit yang menyerang manusia dapat ditularkan dan menyebar secara

langsung maupun tidak langsung melalui air. Penyakit yang ditularkan melalui air

disebut sebagai waterborne disease atau water-related disease. Berdasarkan cara

penularannya, mekanisme penularan penyakit terbagi menjadi empat, yaitu :

1. Waterborne mechanism, didalam mekanisme ini, kuman patogen dalam air

yangdapat menyebabkan penyakit pada manusia ditularkan kepada

manusia melalui mulut atau sistem pencernaan.

2. Waterwashed mechanism, mekanisme penularan semacam ini berkaitan

dengankebersihan umum dan perseorangan. Pada mekanisme ini terdapat

tiga cara penularan, yaitu: (a) infeksi melalui alat pencernaan, (b) infeksi

melalui kulit dan mata dan (c) penularan melalui binatang pengerat.

3. Water-based mechanism, penyakit yang ditularkan dengan mekanisme

inimemiliki agen penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya

didalam tubuh vektor atau sebagai intermediate host yang hidup didalam

air.

4. Water-related insect vector mechanism, agen penyakit ditularkan melalui

gigitanserangga yang berkembang biak didalam air.

Agar air minum tidak menyebabkan penyakit, maka air tersebut

hendaknya diusahakan memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan,

(24)

mempunyai persyaratan sebagai berikut:

1. Syarat fisik. Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah tidak

berwarna, tidak berasa, suhu dibawah suhu udara diluarnya. Cara

mengenal air yang memenuhi persyaratan fisik ini tidak sukar.

2. Syarat bakteriologis. Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas

dari segala bakteri, terutama bakteri patogen. Cara ini untuk mengetahui

apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri patogen, adalah dengan

memeriksa sampel (contoh) air tersebut.

3. Syarat kimia. Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu

dalam jumlah yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat

kimia dalam air, akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia.

Penyediaan air bersih, selain kualitasnya, kuantitasnya pun harus

memenuhi standar yang berlaku. Untuk ini perusahaan air minum, selalu

memeriksa kualitas airnya sebelum didistribusikan kepada pelanggan.

Karena air baku belum tentu memenuhi standart, maka seringkali

dilakukan pengolahan air untuk memenuhi standart air minum (Soemirat,

2011).

Pengolahan air minum dapat sangat sederhana sampai sangat kompleks,

tergantung dari kualitas air bakunya. Apabila air bakunya baik, maka mungkin

tidak diperlukan pengolahan sama sekali. Apabila hanya ada kontaminasi kuman,

maka desinfeksi saja cukup. Dan apabila air baku semakin jelek kualitasnya maka

pengolahan harus lengkap, yakni melalui proses koagulasi, sedimentasi, filtrasi

(25)

Air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan

tidak berbau. Air minumpun seharusnya tidak mengandung kuman pathogen dan

segala makhluk yang membahayakan kesehatan manusia. Tidak mengandung zat

kimia yang dapat mengubah fungsi tubuh, tidak dapat diterima secara estetis dan

dapat merugikan secara ekonomis (Soemirat, 2011).

2.5.3 Jamban Sehat

Ekskreta manusia yang terdiri atas feses dan urine merupakan hasil akhir

dari proses yang berlangsung dalam tubuh manusia yang menyebabkan pemisahan

dan pembuangan zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak

dibutuhkan oleh tubuh tersebut berbentuk tinja dan air seni (Chandra, 2007).

Peranan tinja di dalam penyebaran penyakit sangat besar, disamping dapat

langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran dan sebagainya, juga air,

tanah, serangga dan bagian-bagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja-tinja

tersebut. Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya

pertambahan penduduk, jelas akan mempercepat penyebaran penyakit yang

ditularkan melalui tinja. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja

manusia antara lain: tifus, disentri, kolera, schistosomiasis dan sebagainya

(Soekidjo, 2007).

Untuk mencegah dan mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan

maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya

pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Suatu

jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi

(26)

1. Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban tersebut

2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya

3. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya

4. Tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa dan

binatang-binatang lainnya

5. Tidak menimbulkan bau

6. Mudah digunakan dan dipelihara Sederhana desainnya

7. Murah

8. Dapat diterima oleh pemakainya

Pengelolaan tinja manusia dapat dilakukan didalam septik tank. Di dalam

septik tank tinja akan dikonversi sacara anaerobik menjadi biogas (campuran gas

karbondioksida dan gas metan). Diharapkan dengan penyedian jamban yang sehat

dan pengelolaan tinja secara tepat, angka kejadian penyakit bawaan air dapat

diminimalkan (Ricky, 2005).

2.5.4 Pengelolaan air limbah

Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari

rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya

mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan

manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Batasan lain mengatakan bahwa air

limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah

pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air

(27)

Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa air buangan adalah air

yang sisa dari kegiatan manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan

lain seperti industri, perhotelan dan sebagainya. Meskipun merupakan air sisa,

namun volumenya besar, karena lebih kurang 80% dari air yang digunakan bagi

kegiatan-kegiatan manusia sehari-hari tersebut dibuang lagi dalam bentuk yang

sudah kotor (tercemar). Selanjutnya air limbah ini akhirnya akan mengalir ke

sungai dan akan digunakan oleh manusia lagi. Oleh sebab itu, air buangan ini

harus dikelola atau diolah secara baik (Soekidjo, 2007).

Air limbah ini berasal dari berbagai sumber, secara garis besar dapat

dikelompokkan menjadi :

1. Air buangan yang bersumber dari rumah tangga, yaitu air limbah yang

berasal dari pemukiman penduduk. Pada umumnya air limbah ini terdiri dari

ekskreta (tinja dan air seni), air bekas cucian dapur dan kamar mandi, dan

umumnya terdiri dari bahan-bahan organik.

2. Air buangan industri, yang berasal dari berbagai jenis industri akibat proses

produksi. Zat-zat yang terkandung didalamnya sangat bervariasi sesuai

dengan bahan baku yang dipakai oleh masing-masing industri. Oleh sebab

itu pengolahan jenis air limbah ini agar tidak menimbulkan polusi

lingkungan menjadi lebih rumit.

3. Air buangan kotapraja, yaitu air buangan yang berasal dari daerah:

perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat umum, tempat

ibadah dan sebagainya. Pada umumnya zat yang terkandung dalam jenis air

(28)

Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak

buruk bagi makhluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut

antara lain: gangguan kesehatan, penurunan kualitas lingkungan, gangguan

terhadap keindahan dan gangguan terhadap kerusakan benda (Ricky, 2005).

Pengolahan air limbah dapat dilakukan secara alamiah maupun dengan

bantuan peralatan. Pengolahan air limbah secara alamiah biasanya dilakukan

dengan bantuan kolam stabilisasi. Kolam stabilisasi sangat direkomendasikan

untuk pengolahan air limbah di daerah tropis dan negara berkembang sebab biaya

yang diperlukan untuk membuatnya relatif murah tetapi membutuhkan area yang

luas.

Kolam stabilisasi yang umumnya digunakan adalah kolam anaerobik

(anaerobic pond), kolam fakultatif (facultative pond) dan kolam maturasi

(aerobic/maturation pond). Kolam anaerobik biasanya digunakan untuk mengolah

air limbah dengan kandungan bahan organik yang sangat pekat, sedangkan kolam

maturasi biasanya digunakan untuk memusnahkan mikroorganisme patogen di

dalam air limbah (Ricky, 2005).

Pengolahan air limbah dengan bantuan peralatan biasanya dilakukan pada

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Di dalam IPAL, biasanya proses

pengolahan dikelompokkan sebagai pengolahan pertama (primary treatment),

pengolahan kedua (secondary treatment) dan pengolahan lanjutan (tertiary

(29)

2.5.5 Pengelolaan Sampah

Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai

lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu

kegiatan manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat membuat batasan

sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak

disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak

terjadi dengan sendirinya (Soekidjo, 2007).

Agar dapat mempermudah pengelolaannya, sampah dapat dibedakan atas

dasar sifat-sifat biologis dan kimianya, sebagai berikut (Soemirat, 2011):

1. Sampah yang dapat membusuk, seperti sisa makanan, daun, sampah kebun,

pertanian dan lainnya.

2. Sampah yang tidak membusuk seperti kertas, plastik, karet, gelas, logam

dan lainnya.

3. Sampah yang berupa debu atau abu.

4. Sampah yang berbahaya terhadap kesehatan, seperti sampah-sampah

berasalkan industri yang mengandung zat-zat kimia berbahaya.

Sampah ini dalam Bahasa Inggris disebut garbage, yaitu yang mudah

membusuk karena aktivitas mikroorganisme. Dengan demikian pengelolaannya

menghendaki kecepatan, baik dalam pengumpulan maupun dalam

pembuangannya. Bagi lingkungan sampah jenis ini relatif kurang berbahaya

karena dapat terurai dengan sempurna menjadi zat-zat organik yang berguna bagi

(30)

Sampah yang tidak membusuk, dalam bahasa inggris disebut refuse.

Sampah ini apabila memungkinkan sebaiknya didaur ulang sehingga dapat

bermanfaat kembali baik melalui suatu proses ataupun secara langsung. Apabila

tidak dapat didaur ulang, maka diperlukan proses untuk memusnahkannya, seperti

pembakaran.

Sampah berupa debu atau abu hasil pembakaran, baik pembakaran bahan

bakar ataupun sampah tentunya tidak membusuk, tetapi dapat dimanfaatkan untuk

mendatarkan tanah atau penimbunan. Selama tidak mengandung zat yang beracun,

maka abu ini pun tidak terlalu berbahaya terhadap lingkungan dan masyarakat.

Yang dimaksud dengan sampah berbahaya (B3) adalah sampah yang

karena jumlahnya, atau konsentrasinya, atau karena sifat kimiawi, fisika dan

mikrobiologinya dapat (a) meningkatkan mortalitas dan morbiditas secara

bermakna atau menyebabkan penyakit yang tidak reversible, (b) berpotensi

menimbulkan bahaya sekarang maupun di masa yang akan datang terhadap

kesehatan ataupun lingkungan apabila tidak diolah, ditransport, disimpan dan

dibuang dengan baik.

Untuk dapat mengatasi dan mengurangi produksi sampah kita dapat

melakukan teknik pembuangan sampah baik dari segi kualitas maupun kuantitas

dengan: meningkatkan pemeliharaan dan kualitas barang sehingga tidak cepat

menjadi sampah, meningkatkan efisiensi pengunaan bahan baku, dan

meningkatkan pengunaan bahan yang dapat terurai secara alamiah. Semua usaha

(31)

Selanjutnya pengelolaan ditujukan pada pengumpulan sampah mulai dari

produsen sampai pada tempat pembuangan akhir (TPA) dengan membuat tempat

penampungan sampah sementara (TPS), transportasi yang sesuai lingkungan dan

pengelolaan pada TPA. Sebelum dimusnahkan, sampah dapat pula diolah dahulu

baik untuk memperkecil volume, untuk didaur ulang atau dimanfaatkan kembali.

2.5.6 Sanitasi Tempat-Tempat Umum

Tempat-tempat umum memiliki potensi sebagai tempat terjadinya

penularan penyakit, pencemaran lingkungan, ataupun gangguan kesehatan

lainnya. Pengawasan dan pemeriksaan sanitasi terhadap tempat-tempat umum

dilakukan untuk mewujudkan lingkungan tempat-tempat umum yang bersih guna

melindungi kesehatan masyarakat dari kemungkinan penularan penyakit dan

gangguan kesehatan lainnya (Chandra, 2007).

1. Tempat atau sarana layanan umum yang wajib menyelenggarakan sanitasi

lingkungan antara lain, tempat umum atau sarana umum yang dikelola

secara komersial, tempat yang memfasilitasi terjadinya penularan penyakit,

atau tempat layanan umum yang intensitas jumlah dan waktu kunjungannya

tinggi. Tempat umum semacam itu meliputi hotel, terminal angkutan umum,

pasar tradisional atau swalayan pertokoan, bioskop, objek wisata dan

lain-lain.

2. Tujuan pengawasan sanitasi tempat-tempat umum, antara lain adalah untuk

memantau sanitasi tempat-tempat umum secara berkala serta untuk

membina dan meningkatkan peran aktif masyarakat dalam menciptakan

(32)

2.5.7 Sanitasi Pengelolaan Makanan

Makanan merupakan salah satu bagian yang penting untuk kesehatan

manusia mengingat setiap saat dapat saja terjadi penyakit-penyakit yang

diakibatkan oleh makanan. Kasus penyakit bawaan makanan (foodborne disease)

dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain

kebiasaan mengolah makanan secara tradisional, penyimpanan dan penyajian

yang tidak bersih dan tidak memenuhi persyaratan sanitasi.

Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan

dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit

pada manusia. Dengan demikian, tujuan sebenarnya dari upaya sanitasi makanan

antara lain: menjamin keamanan dan kebersihan makanan, mencegah penularan

wabah penyakit.

Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan 3 faktor, yakni faktor fisik,

faktor kimia dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan

yang tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang

baik, temperatur ruangan yang panas dan lembab, dan sebagainya. Untuk

menghindari kerusakan makanan yang disebabkan oleh faktor fisik, maka perlu

diperhatikan susunan dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan

(Ricky, 2005).

Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor kimia karena adanya

zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan,

penggunaan wadah bekas obat-obat pertanian untuk kemasan makanan, dan

(33)

adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Akibat buruknya

sanitasi makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang

mengkonsumsi makanan tersebut.

Gangguan kesehatan yang dapat terjadi akibat makanan dapat

dikelompokkan menjadi 2, yaitu: keracunan makanan dan penyakit bawaan

makanan. Keracunan makanan dapat disebabkan oleh racun asli yang berasal dari

tumbuhan atau hewan itu sendiri maupun oleh racun yang ada di dalam panganan

akibat kontaminasi. Makanan dapat terkontaminasi oleh berbagai racun yang

dapat berasal dari tanah, udara, manusia dan vector.Penyakit bawaan makanan

pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan secara nyata dari penyakit bawaan air.

Yang dimaksud penyakit bawaan makanan adalah penyakit umum yang dapat

diderita seseorang akibat memakan sesuatu makanan yang terkontaminasi

mikroba patogen, kecuali keracunan (Slamet, 2004).

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

He snapped the gun shut and ran towards where the Doctor, Peri, Sir Anthony and Janet were standing.. ‘Ah,’ the Doctor said cheerily as

Hasil pengukuran responsivitas pada sampel fotokonduktor dengan variasi tegangan panjar menunjukkan bahwa respon arus mengalami peningkatan pada panjang gelombang λ >

(dibimbing oleh: Wahyuni, S.FT., M.Kes dan Umi Budi Rahayu, S.FT.,S.Pd.,M.Kes) Kadar VO 2 max berhubungan dengan kemampuan kerja otot seseorang. Jika seseorang melakukan

Dalam makalah ini telah disajikan sebuah metode baru untuk mencari syarat perlu dan cukup keberadaan solusi keseimbangan titik pelana lingkar tertutup dari suatu permainan

20 Saya merasa, pemasaran produk JJ House Bakery di berbagai daerah cukup baik 21 JJ House Bakery memiliki kompetitor yang.

Selama Penulis menjadi mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, penulis pernah menjadi Bendahara Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan pada tahun 2013,

Meskipun OJK telah mengeluarkan mekanisme pendaftaran dan perizinan bagi layanan penyedia pinjaman berbasis teknologi informasi ini, namun dalam faktanya masih terdapat praktek

Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas VIII yang berjumlah 120 siswa, sedangkan yang menjadi sampel sebanyak 10 siswa dengan menggunakan teknik kontrak