• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESUME ETIKA BISNIS DAN PROFESI Memahami

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "RESUME ETIKA BISNIS DAN PROFESI Memahami"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

RESUME ETIKA BISNIS DAN PROFESI (Memahami Etika Bisnis dalam Islam) Disusun Oleh:

1. Muzakki 155020301111004 2. Rayvaldo Umboh 155020301111011 3. Yusril Nuril Ihza 155020301111012

MEMAHAMI ETIKA BISNIS DALAM ISLAM I. DEFINISI ETIKA BISNIS ISLAM

Etika Bisnis Islami merupakan suatu proses dan upaya untuk mengetahui hal-hal yang benar dan salah yang selanjutnya tentu melakukan hal yang benar berkenaan dengan produk, pelayanan perusahaan dengan pihak yang berkepentingan dengan tuntutan perusahaan. Mempelajari kualitas moral kebijaksanaan organisasi, konsep umum dan standar untuk perilaku moral dalam bisnis, berperilaku penuh tanggung jawab dan bermoral. Artinya, etika bisnis islami merupakan suatu kebiasaan atau budaya moral yang berkaitan dengan kegiatan bisnis suatu perusahaan.

Dalam membicarakan etika bisnis islami adaah menyangkut “Bussines Form” dan atau “Business Person”, yang mempunyai arti yang bervariasi. Berbisnis berarti suatu usaha yang menguntungkan. Jadi etika bisnis islami adalah studi tentang seseorang atau organisasi melakukan usaha atau kontak bisnis yang saling menguntungkan sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam. Menurut Vincent Barry dalam bukunya “moral issue in business”, menyatakan bahwa Business ethics is the study of what constitutes good and bad human conduct, including related action and values, in a business context. (Etika bisnis adalah ilmu tentang baik buruknya terhadap suatu manusia, termasuk tindakan-tindakan relasi dan nilai-nilai dalam kontak bisnis.

II. NILAI DASAR DAN PRINSIP-PRINSIP ETIKA BISNIS ISLAM

Etika bisnis Islam merupakan etika bisnis yang mengedepankan nilai-nilai al Qur’an. Oleh karena itu, beberapa nilai dasar dalam etika bisnis Islam yang disarikan dari inti ajaran Islam itu sendiri adalah, antara lain:

1. Kesatuan (Tauhid atau Unity)

(2)

 Berbuat diskriminatif terhadap pekerja, pemasok, pembeli, atau siapapun dalam bisnis atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin atau agama.

 Dapat dipaksa untuk berbuat tidak etis, karena ia hanya takut dan cinta kepada Allah swt. Ia selalu mengikuti aturan prilaku yang sama dan satu, dimanapun apakah itu di masjid, ditempat kerja atau aspek apapun dalam kehidupannya.  Menimbun kekayaan dengan penuh keserakahan. Konsep amanah atau

kepercayaan memiliki makna yang sangat penting baginya karena ia sadar bahwa semua harta dunia bersifat sementara dan harus dipergunakan secara bijaksana.

2. Kesimbangan (Equilibrium atau Adil)

Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi.

Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan. Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan. 3. Kehendak Bebas (Free Will)

Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.

Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.

4. Tanggung Jawab

Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.

5. Kebenaran, Kebajikan, dan Kejujuran

Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.

(3)

melakukan transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.Menurut al Ghazali, terdapat enam bentuk kebajikan:

 Jika seseorang membutuhkan sesuatu, maka orang lain harus memberikannya dengan mengambil keuntungan sesedikit mungkin. Jika sang pemberi melupakan keuntungannya, maka hal tersebut akan lebih baik baginya.

 Jika seseorang membeli sesuatu dari orang miskin, akan lebih baik baginya untuk kehilangan sedikit uang dengan membayarnya lebih dari harga sebenarnya.

 Dalam mengabulkan hak pembayaran dan pinjaman, seseorang harus bertindak secara bijaksana dengan member waktu yang lebih banyak kepada sang peminjam untuk membayara hutangnya

 Sudah sepantasnya bahwa mereka yang ingin mengembalikan barang-barang yang sudah dibeli seharusnya diperbolehkan untuk melakukannya demi kebajikan

 Merupakan tindakan yang baik bagi si peminjam untuk mengembalikan pinjamannya sebelum jatuh tempo, dan tanpa harus diminta

 Ketika menjual barang secara kredit, seseorang harus cukup bermurah hati, tidak memaksa orang untuk membayar ketika orang belum mampu untuk membayar dalam waktu yang sudah ditetapkan.

III. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU ETIS DALAM ISLAM Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku etis dalam islam antara lain:

1. Interprestasi Hukum Dalam masyarakat Sekuler

Interprestasi hukum didasarkan pada nilai-nilai dan standar kontemporer yang seringkali berbeda-beda. Sementara dalam masyarakat islam, nilai-nilai dan standar ini dituntun oleh ajaran syari’ah.

2. Faktor – Faktor Organisasional

Organisasi juga dapat memberikan pengaruh terhadap cara berperilaku anggotanya. Salah satu aspek kunci pengaruh organisasional adalah tingkat komitmen pemimpin organisasi terhadap nilai-nilai etis.

3. Faktor – Faktor Individu

Setiap individu masuk ke dunia kerja dengan membawa nilai – nilai yang berbeda – beda.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku etis seseorang antara lain: 1. Tahap Perkembangan Moral

(4)

orang yang tertidur, orang gila, anak-anak sampai mencapai taraf kedewasaan. Kedua, seorang individu tidak bertanggung jawab atas tindakannya sampai ia mencapai taraf mampu berfikir.

2. Rujukan Nilai dan Moral Pribadi

Nilai-nilai dan moralitas individu juga akan mempengaruhi standar etika seseorang. Seseorang yang menekankan sifat jujur akan berperilaku sangat berbeda dari orang yang tidak menghargai hak milik orang lain.

3. Tahap Pengaruh Keluarga

Individu mulai membentuk nilai-nilai etis ketika masih kanak-kanak. Rasulullah Saw menekankan pentingnya peranan pengasuhan keluarga ketika ia berkata: “Suruhlah anakmu untuk melakukan shalat ketika ia menginjak usia tujuh tahun, dan wajibkan ia untuk melakukan shalat ketika menginjak usia sepuluh tahun, dan aturlah tempat tidur mereka secara terpisah”. Jadi implikasinya bahwa jika anda ingin anak anda tumbuh sebagai seorang yang Muslim yang baik, maka anda harus mulai membentuknya semenjak usia belia. Anak-anak cenderung untuk mengembangkan standar etis yang tinggi jika mereka melihat anggota keluarga lainnya secara konsisten berusaha menerapkan standar etis yang tinggi pula.

4. Pengaruh Teman Sebaya

Ketika anak-anak bertumbuh dan mulai masuk sekolah, mereka dipengaruhi oleh teman-teman sebaya yang menjadi teman bermainnya setiap hari. Maka dari itu jika teman-teman seorang anak terlibat dalam tindakan buruk, maka anak itu mungkin akan meniru mereka. Dan jika teman sebaya seorang anak menghindari perilaku tersebut, maka anak itu juga akan cenderung berperilaku demikian.

5. Pengalaman Hidup

Baik positif atau negatif, peristiwa-peristiwa penting akan mempengaruhi kehidupan seseorang individu serta membentuk keyakinan dan perilaku etisnya.

IV. SISTEM ETIKA BISNIS ISLAM

Sistem bisnis yang bersumber pada ajaran non-Islam ternyata telah menyebabkan malapetaka ekonomi, baik di dunia Barat maupun Timur. Malapetaka tersebut antara lain semakin membengkaknya jumlah pengangguran dimana-mana, jumlah orang miskin semakin hari terus meningkat. Faktor penyebabnya karena bisnis yang dipraktikkan oleh para pelakunya hanya berorientasi pada keuntungan materi (profit) semata, tanpa menghiraukan nilai-nilai luhur (kebajikan) kemanusiaan. Mereka banyak mempraktikkan sistem ribawi (bunga) yang hanya menguntungkan pemilik modal, sementara pihak pengutang terus terbebani untuk melunasi pinjaman pokok beserta bunganya.

Untuk mengatasi keprihatinan ekonomi itu, Islam sebagai agama fitrah dan rahmatan lil’alamin memberikan solusi terbaik yang bisa mengatasi manusia dari keterburukan. Islam menawarkan konsep bisnis yang bersih dari berbagai perbuatan kotor dan tercela yang jauh dari keadilan, juga sebuah konsep yang memiliki visi yang jauh ke depan. Namun demikian yang dikejar dalam Islam tidak hanya keuntungan duniawi semata, tetapi keuntungan materi yang halal yang penuh barakah yang akan membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat.

(5)

direkomendasikan dan dianjurkan. Bisnis yang benar-benar sukses menurut al-Quran adalah bisnis yang dapat membawa keuntungan pada pelakunya dalam dua fase kehidupan yang fana dan terbatas yakni dunia, sekaligus kehidupan yang abadi dan tidak terbatas yakni akhirat. Adalah merupakan tindakan yang bijaksana bagi seorang pelaku bisnis apabila dalam tindakannya mampu meninggalkan keuntungan yang cepat namun fana, demi mengejar keuntungan yang lama, namun abadi.

Objek Etika Bisnis Islam apabila dilihat dari pelaku atau pengelola dalam melakukan bisnis atau usaha yang pada dasarnya secara sederhana dapat dilakukan individu-individu tertentu, namun ketika manusia menyadari keterbatasan dirinya dan semakin banyak tantangan di dunia bisnis yang akan dihadapi. Sehingga semakin banyak bisnis yang hanya mungkin dapat dilaksanakan oleh suatu usaha bersama antar individu-individu yang terorganisasi dalam suatu organisasi yakni dalam bentuk perusahaan, persekutuan, koperasi, atau perseroan terbatas. Akan tetapi, ketika bisnis masih dilakukan oleh individu-individu tertentu, maka bisnis masih merupakan aktivitas yang dapat menimbulkan efek-efek yang kompleks kecuali pada individu-individu yang bersangkutan. Namun setelah bisnis dilakukan secara terorganisasi dengan melibatkan banyak individu dalam manajemen perusahaan serta menimbulkan efek-efek sosial yang bertumpu pada penyeimbangan berbagai macam kepentingan dari sudut pandang bisnis sebagai aktivitas maupun sebagai entitas yang terlepas dari etika. Sejumlah parameter kunci sistem etika Islam telah terungkap dan dapat dirangkum sebagai berikut:

a. Berbagai tindakan ataupun keptusan disebut etis bergantung pada niat individu yang melakukannya. Allah Maha Kuasa dan mengetahui apapun niat kita sepenuhnya dan secara sempurna.

b. Niat baik yang diikuti tindakan yang baik akan dihitung sebagai ibadah. Niat yang halal tidak dapat mengubah tindakan yang haram menjadi halal.

c. Islam memberikan kebebasan kepada individu untuk percaya dan bertindak berdasarkan apapun keinginannya, namun tidak dalam hal tanggung jawab dan keadilan.

d. Percaya kepada Allah SWT memberi individu kebebasan sepenuhnya dari hal apapun atau siapapun kecuali Allah.

e. Keputusan yang menguntungkan kelompok mayoritas ataupun minoritas tidak secara langsung berarti bersifat etis dalam dirinya. Etika bukanlah permainan mengenai jumlah.

f. Islam mempergunakan pendekatan terbuka terhadap etika, bukan sebagai sistem yang tertutup, dan berorientasi diri sendiri. Egoisme tidak mendapat tempat dalam ajaran Islam.

g. Keputusan etis harus didasarkan pada pembacaan secara bersama-sama antara al-Qur’an dan alam semesta.

(6)

1. Sistem Paradigma Etika Berbisnis dalam Islam

Bagi seorang muslim, kemapanan paradigma (pola pikir/cara pandang) konvensional akan arti manusia sebagai ‘ Homo economicus’ (pelaku ekonomi yang mencari keuntungan bagi dirinya tanpa mengindahkan kepentingan orang lain) tidak sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai etika Islam. Oleh sebab itu, konsep moral dalam perspektif Islam dikeluarkan pada saat pencerahan aksioma-aksioma yang sudah terlanjur terkenal (sistem kapitalis misalnya).

Ada beberapa ciri khas etos kerja Islami yang dapat diakomodir dari implementasi nilai Islam dalam al-Qur’an dan al-Hadits, seperti sebagai berikut menghargai waktu, ikhlas, jujur, komitmen kuat, istiqamah, disiplin dalam kerja dan lain sebagainya. Adapun penerapan etika bisnis dapat dilakukan pada tiga tingkatan, yaitu; individual, organisasi, dan sistem. Pertama, pada tingkat individual, etika bisnis mempengaruhi pengambilan keputusan seseorang atas tanggungjawab pribadinya dan kesadaran sendiri, baik sebagai penguasa maupun manajer. Kedua, pada tingkat organisasi, seseorang sudah terikat kepada kebijakan perusahaan dan persepsi perusahaan tentang tanggungjawab sosialnya. Ketiga, pada tingkat sistem, seseorang menjalankan kewajiban atau tindakan berdasarkan sistem etika tertentu.

Realitasnya, para pelaku bisnis sering tidak mengindahkan etika. Nilai moral yang selaras dengan etika bisnis, misalnya toleransi, kesetiaan, kepercayaan, persamaan, emosi atau religius hanya dipegang oleh pelaku bisnis yang kurang berhasil dalam berbisnis. Sementara para pelaku bisnis yang sukses memegang prinsip-prinsip bisnis yang tidak bermoral, misalnya maksimalisasi laba, agresivitas, individualitas, semangat persaingan, dan manajemen konflik. Sistem paradigma etika berbisnis dalam Islam antara lain Islam ditujukan sebagai rahmatan lil’alamin, jangkauan Islam mencakup semua aspek kehidupan, tidak ada bagian kehidupan yang terlewatkan oleh Islam, bagian dari total kehidupan adalah dunia bisnis dan lain-lain.

2. Perbedaan Sistem Etika Bisnis Islam dan Non – Islam

Sistem etika bisnis Islam berbeda dari sistem etika sekuler dan dari ajaran moral yang diyakini oleh agama-agama lain. Etika sekuler ini mengasumsikan ajaran moral yang bersifat sementara dan berubah-ubah karena didasarkan pada nilai-nilai yang diyakini dari pencetusnya. Misalnya epicurianisme atau ajaran tentang kebahagiaan demi kebahagiaan semata. Pada saat yang sama, ajaran moral yang diyakini oleh sejumlah agama lain seringkali terlampau menekankan nilai-nilai yang mengabaikan keberadaan kita di dunia ini. Sebagai contoh, ajaran Kristen yang terlampau menekankan kedudukan biara telah mendorong pengikutnya untuk menyingkir dari hiruk-pikuk dan kesibukan kehidupan sehari-hari.

Untuk ajaran Islam yang melekat dalam sistem etika bisnis Islam menekankan hubungan manusia dengan Sang Pecipta. Kaum Muslim memiliki ajaran moral yang tidak terikat waktu dan tidak dipengaruhi oleh prilaku manusia. Ajaran etika bisnis Islam dapat diterapkan sampai pembuatan keputusan bisnis Muslim, sifat egoisme tidak mendapatkan tempat dalam Islam.

(7)

perusahaan begitu saja pada orang yang ditunjuk sebagai manajer yang digaji. Sehubungan dengan sistem ini, maka tidak ada perusahaan yang menjadi sangat besar, seperti di dunia kapitalis barat, tetapi juga tidak ada perusahaan yang tiba-tiba bangkrut atau dibangkrutkan. Misalnya dalam perusahaan yang Islami gaji karyawan dapat diturunkan jika perusahaan benar-benar merugi dan karyawan juga mendapat bonus jika keuntungan perusahaan meningkat. Buruh muda yang masih tinggal bersama orang tua dapat dibayar lebih rendah, sedangkan yang sudah berkeluarga dan punya anak dapat dibayar lebih tinggi dibandingkan rekan-rekannya yang masih muda.

V. TUJUAN UMUM ETIKA BISNIS DALAM ISLAM

Dalam hal ini, etika bisnis Islam adalah merupakan hal yang penting dalam perjalanan sebuah aktivitas bisnis profesional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Syahata, bahwa etika bisnis Islam mempunyai fungsi substansial yang membekali para pelaku bisnis, beberapa hal sebagai berikut:

1. Membangun kode etik Islami yang mengatur, mengembangkan dan menancapkan metode berbisnis dalam kerangka ajaran agama. Kode etik ini juga menjadi simbol arahan agar melindungi pelaku bisnis dari resiko.

2. Kode etik ini dapat menjadi dasar hukum dalam menetapkan tanggungjawab para pelaku bisnis, terutama bagi diri mereka sendiri, antara komunitas bisnis, masyarakat, dan di atas segalanya adalah tanggungjawab dihadapan Allah SWT.

3. Kode etik ini dipersepsi sebagai dokumen hukum yang dapat menyelesaikan persoalan yang muncul, daripada harus diserahkan kepada pihak peradilan.

4. Kode etik dapat memberi kontribusi dalam penyelesaian banyak persoalan yang terjadi antara sesama pelaku bisnis dan masyarakat tempat mereka bekerja. Sebuah hal yang dapat membangun persaudaraan (ukhuwah) dan kerja sama antara mereka semua.

Referensi

Dokumen terkait

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu gayas atau larva hama Oryctes rhinoceros , cendawan Isolat Lokal Lombok Metarrhizium anisopliae dalam bentuk

Pasien TB anak dapat ditemukan melalui dua pendekatan utama, yaitu investigasi terhadap anak yang kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif dan menular, serta anak yang datang

Pedagang kreatif lapangan atau pedagang kaki lima yang selanjutnya disebut PKL adalah pedagang yang didalam usahanya mempergunakan sarana dan perlengkapan yang mudah

Kabupaten Halmahera Barat, Halmahera Selatan, Halmahera Timur, Kepulauan Sula, Halmahera Utara, Halmahera Tengah, Dan Sekitarnya. Jual Tepung Tapioka ke Nusa

Karena setiap node hanya menerima dikonfirmasi paket pertama sebagai satu untuk digunakan dalam routing, adalah mustahil bagi penyerang untuk mengubah

hanya pasrah. Padahal saat itu beliau baru saja menjalani operasi kanker rahim. Penyakit-penyakit tersebut tidak lantas membuat beliau menyerah, tetapi justru beliau semakin

Berdasarkan uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa meningkatkan akhlak siswa tidak terlepas dari pengajaran akhlak itu sendiri dengan metode yang disesuaikan dengan kondisi