• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Model Pembelajaran Sains Berbas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Model Pembelajaran Sains Berbas"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SAINS BERBASIS BUDAYA

LOKAL BERBANTUAN MEDIA REALITA TERHADAP

HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD

GUGUS KOMPYANG SUJANA

Luh Ayu Purnawati, Made Putra

2

, I G.A. Agung Sri Asri

3

1,2,3

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail : Ayupurnawati32@yahoo.com¹. Putra_md13@yahoo.com

2

.

xgungasrix@gmail.com³

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal Berbantuan Media Realita dengan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Gugus Kompyang Sujana Tahun Pelajaran 2013/2014. Rancangan penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan desain

nonequivalen control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas V SD Negeri Gugus Kompyang Sujana. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data hasil belajar IPA yang berupa nilai kognitif. Instrumen penelitian menggunakan tes hasil belajar dalam bentuk tes objektif. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji-t. Pengujian hipotesis dilakukan pada taraf signifikansi 5% dengan dk = 88, diperoleh ttabel = 1,90 dan thitung

=3,05. Sehingga thitung > ttabel dengan demikian, Ho ditolak. Ini berarti terdapat perbedaan

yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang mendapatkan perlakuan model tersebut dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran Konvensional siswa kelas V Gugus Kompyang Sujana, Denpasar Utara tahun ajaran 2013/2014. Rata-rata hasil belajar IPA siswa kelas V yang dibelajarkan melalui model pembelajaran ini lebih dari siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional (57,45 > 47,81). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan Model Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal Berbantuan Media Realita dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Sehingga, Model Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal Berbantuan Media Realita berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Gugus Kompyang Sujana tahun ajaran 2013/2014.

Kata kunci:Sains Berbasis Budaya Lokal, Media Realita, hasil belajar

Abstract

(2)

Assisted by students who take conventional learning. Hypothesis testing is performed at a significance level of 5% with df = 88, obtained ttable = 1.90 and tvalue 3.05. So tvalue >

ttable. Therefore, Ho is rejected. This means that there are significant differences between

the science learning results of students who get treated the model with students who get conventional teaching in fifth grade students Gugus Kompyang Sujana, North Denpasar academic year 2013/2014. Average science learning results fifth grade students that learned through this learning model that learned more than students using the conventional learning (57.45> 47.81). Thus it can be concluded that there are significant differences in science learning results between students who learned with Model Science-Based Local Culture Learning Media Reality Assisted by students who take conventional learning. The results showed that Model Science-Based Local Culture Learning Media Reality Assisted affects to science learning results fifth grade elementary school students Gugus Kompyang Sujana academic year 2013/2014

Keywords : Science-Based Assisted Local Culture, Media Reality, science learning result

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan suatu langkah awal untuk mencapai kemajuan suatu negara, di mana pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta

meningkatkan mutu kehidupan dan

martabat manusia. Pendidikan merupakan

tahapan kegiatan penyempurnaan

perkembangan individu dalam memperoleh pengetahuan, kebiasaan, dan sikap moral (Syah, 2004:112). Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya (Hamalik, 2005:78). Dalam era globalisasi yang ditandai dengan persaingan yang sangat kuat dalam bidang teknologi, manajemen dan sumber daya manusia (SDM), maka diperlukan pengelolaan pendidikan yang mampu mewujudkan pendidikan yang

bermutu, relevan dengan kebutuhan

masyarakat, dan berdaya saing tinggi dalam kehidupan global.

Untuk meningkatkan mutu

pendidikan, guru perlu mewujudkan

suasana belajar dan proses

pembelajaran yang berkualitas dengan mengadakan inovasi dalam model, metode, startegi, pendekatan dan media

yang digunakan dalam proses

pembelajaran. Berdasarkan uraian

tersebut, proses pembelajaran merupakan salah satu faktor yang paling penting karena jika proses pembelajaran berjalan dengan baik, akan menghasilkan output yang berkualitas sehingga output tersebut dapat bersaing di era globalisasi.

Untuk menghasilkan output yang

berkualitas, perlu mencetak tenaga

pendidik yang profesional. Guru

merupakan komponen pembelajaran yang

berperan sebagai pelaksana dan

penggerak kegiatan pembelajaran. Dengan

demikian, dalam pelaksanaan

pembelajaran guru harus berperan ganda, dalam artian guru tidak hanya sebagai pembelajar, tetapi juga harus mampu

menjadi motivator belajar, fasilitator,

organisator, dan peran-peran lain yang

dibutuhkan oleh siswa dalam

pembelajaran.

Menurut kurikulum KTSP (Depdiknas,

2006), bahawa pembelajaran IPA

berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga

bukan hanya penguasaan kumpulan

pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Suastra ( 2009), memaparkan bahwa pembelajaran IPA adalah merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam dan pembelajaran. Sementara

itu, Wahana (dalam Trianto, 2010)

mendefinisikan pembelajaran IPA adalah

suatu kumpulan pengetahuaan yang

tersusun secara sistematis dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan

bahwa IPA merupakan sekumpulan

pengetahuan tentang objek dan fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan

dengan keterampilan bereksperimen

(3)

seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikapilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, kreatif.

Prinsip pembelajaran IPA yang harus dirancang dan dilaksanakan sebagai cara

„mencari tahu‟ dan cara „mengerja

-kan/melakukan‟ yang dapat membantu

siswa memahami fenomena alam secara mendalam (Depdiknas, 2004:3). Hal ini sesuai dengan pendapat dari Aly, (2009:7) menyatakan karakteristik pembelajaran IPA yaitu aktif, metodik, kreatif, objektif, sistematik dan berlaku umum. Dengan karakteristik tersebut maka dalam proses pembelajaran IPA siswa diharapkan dapat memiliki sikap ilmiah

Dari hasil observasi yang peneliti lakukan di kelas V SD di gugus kompyang sujana guru masih menjadi pusat dalam pembelajaran sehingga mengakibatkan kurangnya interaksi aktif antar siswa. Guru

belum sepenuhnya melibatkan siswa

secara aktif dan kreatif dalam membangun

pengetahuannya, hal ini sangat

bertentangan dari karakteristik

pembelajaran IPA yang menuntut siswanya untuk aktif dan kreatif . Hendaknya guru memanfaatkan pengetahuan awal siswa sebagai hasil interaksi mereka dengan lingkungan dimana mereka tinggal. Kondisi

tersebut dapat menjadi salah satu

penyebab mengapa pembelajaran IPA di sekolah menjadi kurang menarik minat siswa sehingga motivasi belajar siswa menjadi rendah, akibat yang ditimbulkan adalah rendahnya hasil belajar IPA siswa.

Menyikapi hal tersebut, maka perlu

diupayakan usaha peningkatan

penguasaan siswa terhadap

konsep-konsep IPA melalui berbagai model pembelajaran yang lebih berpusat pada upaya menumbuhkembangkan partisipasi dan aktivitas siswa di dalam pemecahan

suatu masalah sehingga kegiatan

pembelajaran tidak lagi hanya berpusat kepada guru. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan mencobakan Model Pembelajaran Sains Berbasis Budaaya

Lokal yang menekankan kepada peserta

didik untuk membangun pengetahuannya sendiri secara aktif dan kreatif, dengan

memberi permasalahan yang akan

memberikan pengalaman langsung kepada peserta didik dalam pemecahannya. Model

pembelajaran sains berbasis budaya lokal akan lebih efektif apabila dipadukan dengan memanfaatan media yang tepat salah satunya media realita atau media konkret. Dalam proses pembelajaran sains

melalui Model Pembelajaran Sains

Berbasis Budaaya Lokal Berbantuan Media Realita menurut Suprayekti, dkk (2008) dapat memberikan kesempatan siswa, yaitu : 1) menggunakan pengalam dan lingkungan sekitar siswa sebagai sumber belajar, 2) siswa aktif dalam membangun pengetahuannya sendiri, 3) siswa menjadi

kreatif dalam menghubungkan

pengalaman/budaya yang mereka ketahui dengan materi yang mereka pelajari.

Model pembelajaran sains berbasis budaya lokal berbantuan media realita merupakan strategi penciptaan lingkungan belajar dan perancangan pengalaman

pembelajaran yang mengintegrasikan

budaya sebagai bagian dari proses pembelajaran dan pengalaman langsung dengan pemanfaatan media realita untuk

mempermudah penyerapan informasi

dalam roses pembelajran. Dalam

pembelajaran berbasis budaya, budaya menjadi sebuah metode bagi siswa untuk mentrasformasikan hasil observasi mereka ke dalam bentuk -bentuk dan prinsip - prinsip yang kreatif tentang alam sehingga peran siswa bukan sekedar meniru atau menerima saja informasi, tetapi berperan sebagai penciptaan makna, pemahaman dan arti dari informasi yang diperolehnya.

Adanya model pembelajaran sains berbasis budaya lokal berbantuan media

realita dalam penelitian ini dapat

memfasilitasi siswa dalam belajar aktif sehingga menumbuhkan interaksi aktif baik antara guru dengan siswa maupun antara

siswa dengan siswa. Pada proses

pembelajaran dengan menggunakan

model pembelajaran sains berbasis

budaya lokal berbantuan media realita

pada materi cahaya, siswa dapat

menumbuhkan kreatifitasnya dalam

(4)

informasi tetapi berperan sebagai pencipta makna dan pemahaman dari informasi yang diperolehnya.

Oleh karena itu, pembelajaran

dengan menggunakan model

pembelajaran sains berbasis budaya lokal berbantuan media realita merupakan salah

satu alternatif yang diduga dapat

berpengaruh terhadap hasil belajar IPA. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul

“Pengaruh Penerapan Model

Pembelajaran Sains Berbasis Budaaya

Lokal Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Gugus Kompyang Sujana

Denpasar Utara Tahun Pelajaran

2013/2014”.

Tujuan penelitian ini yaitu : (1) untuk mengetahui hasil belajar IPA siswa yang belajar melalui model pembelajaran sains berbasis budaya lokal berbantuan media realita pada siswa kelas V SD Gugus Kompyang Sujana Denpasar Utara Tahun Pelajaran 2013/2014, (2) untuk mengetahui hasil belajar IPA siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Gugus Kompyang Sujana

Denpasar Utara Tahun Pelajaran

2013/2014, (4) untuk mengetahui

perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA anatara siswa yang belajar melalui model pembelajaran sains berbasis budaya lokal berbantuan media realita dengan siswa

yang belajar melalui pembelajaran

konvensional pada siswa kelas V SD Gugus Kompyang Sujana Denpasar Utara Tahun Pelajaran 2013/2014.

METODE

Berdasarkan tujuan penelitian ini untuk mencari perbedaan pengaruh model

pembelajaran yang diterapkan dan

pembelajaran konvensional dalam materi IPA terhadap hasil belajar, maka jenis penelitian ini di golongkan eksperimen. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas V SD di Gugus Kompyang Sujana Denpasar Utara. Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar antara siswa

yang diberikan perlakuan model

pembelajaran sains berbasis budaya lokal berbantuan media realita dengan siswa

yang diberikan perlakuan model

pembelajaran konvensional pada mata pelajaran IPA siswa dengan memanipulasi variabel bebas yaitu model pembelajaran sains berbasis budaya lokal berbantuan media realita dan variabel terikatnya adalah hasil belajar IPA siswa kelas V SD.

Desain eksperimen yang akan

dilakukan dengan memberikan post test. Dimana Nilai pree test hanya sebagai uji kesetaraan untuk mengetahui kemampuan awal seluruh sampel. Untuk mengetahui kemampuan awal siswa dilakukan uji kesetaraan antara kelas kontrol dan kelas eksperiment menggunakan pree tes yang telah dilakukan oleh peneliti. Dan untuk nilai Post test dilakukan setelah treatmen

atau perlakuan. Pada desain ini,

pengacakan individuti dak dapat dilakukan namun yang diacak adalah kelasnya.

Rancangan penelitian yang akan

digunakan dalam penelitian ini adalah Nonequivalent Control Group Design

Dalam penelitian ini terdapat tiga

tahapan, yaitu tahap persiapan,

pelaksanaan, dan akhir eksperimen. Pada tahap persiapan eksperimen, langkah-langkah yang dilakukan yaitu: Melakukan observasi untuk melihat situasi dan kondisi dalam pembelajaran yang dilaksanakan di SD Gugus Kompyang Sujana, mencari

informasi kepada kepala gugus inti

mengenai ada tidaknya sekolah unggulan, dari informasi tersebut hasil yang diperoleh bahwa tidak ada sekolah unggulan di SD Gugus Kompyang Sujana, menentukan sampel penelitian melalui teknik purposive sampling diperoleh dua sekolah yang dijadikan sampel, menyusun kisi-kisi hasil belajar, menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), menyusun instrument postes berupa tes hasil belajar untuk mengukur hasil belajar siswa kelas V pada

mata pelajaran IPA materi cahaya,

mengkonsultasikan instrumen penelitian dengan guru kelas dan dosen pembimbing, mengadakan validasi instrumen penelitian yaitu tes hasil belajar pada mata pelajaran IPA materi cahaya, memberikan prates kepada kelompok yang terpilih sebagai sampel, menentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan cara undian.

Pada tahap pelaksanaan penelitian

(5)

dilakukan yaitu: memberikan perlakuan

kepada kelas eksperimen dengan

menerapkan model pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal Berbantuan Media Realita pada pembelajaran IPA materi cahaya, memberikan perlakuan kepada

kelas kontrol dengan menerapkan

pembelajaran konvensional berupa

pembelajran dengan metode ceramah dan diskusi

Pada tahap akhir eksperimen,

langkah-langkah yang dilaksanakan adalah memberikan post-test berupa tes objektif bentuk pilihan ganda biasa pada akhir penelitian, baik untuk kelompok eksperimen maupuan kelompok kontrol.

Sugiyono (2012:57) menyatakan

“populasi adalah wilayah generalisasi

yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya‟). Sedangkan Sukardi

(2011:53) menjelaskan, “populasi pada

prinsipnya adalah semua anggota

kelompok manusia, binatang, peristiwa, atau benda yang tinggal bersama dalam satu tempat dan secara terencana menjadi target kesimpulan dari hasil akhir suatu

peristiwa”. Jadi, populasi adalah semua objek yang menjadi sasaran dalam sebuah penelitian yang dipilih oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V di gugus

Kompyang Sujana Denpasar Utara.

Pemilihan satu gugus untuk populasi dikarenakan peneliti memerlukan dua kelas yang akan dijadikan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Disamping itu, pemilihan gugus juga dilakukan agar hasil

penelitian nantinya dapat lebih

digeneralisasikan. Populasi yang

ditetapkan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Gugus Kompyang Sujana tahun pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 383 orang siswa, meliputi sekolah dasar yaitu SDN 2 Peguyangan, SDN 4 Peguyangan, SDN 7 Peguyangan, SDN 8 Peguyangan, SDN 9 Peguyangan, SDN 3 Tonja, SDN 4 Tonja, dan SD Sathya Sai.

Sampel adalah sebagian atau wakil

dari populasi yang diteliti (Arikunto,

2010:131). Sedangkan Sugiyono

(2012:118) menyatakan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. .

Pengambilan sampel pada penelitian

ini dilakukan dengan teknik purposive

sample (sampel bertujuan) dan yang dirandom adalah kelas. Agung (2005:45)

memaparkan purposive sample adalah

teknik sampling yang dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan berdasarkan

atas strata, random, wilayah tetapi

didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Tujuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah untuk menentukan sampel siswa kelas V SD Gugus Kompyang Sujana yang berjumlah 30 orang atau lebih. Dari pemaparan di atas dengan menggunakan teknik purposive sampling, sample yang digunakan dalam penelitian ini adalah SDN 2 Peguyangan, SDN 4 Peguyangan, SDN 7 Peguyangan, SDN 8 Peguyangan, SDN 9 Peguyangan, SDN 3 Tonja, SDN 4 Tonja.

Penentuan kelas kontrol dan kelas ekserimen dilakukan dengan cara undian terhadap kedua SD yang telah diuji kesetaraannya. Untuk menentukan kelas control dan kelas eksperimen m aka

dilakukan pengundian. Pengundian

dilakukan dengan menulis kedua nama kelas yang telah diuji kesetaraannya, kemudian kertas digulung dan diacak. Ambil satu gulungan kertas sebagai kelas eksperimen, lalu ambil satu gulungan kertas lain, tanpa memasukkan kembali gulungan kertas pertama sebagai kelas kontrol. Nama-nama kelas di masing-masing SD pada kedua gulungan kertas tersebut merupakan sampel penelitian. Setelah dilakukan pengundian didapatkan dua kelas yaitu V SDN 4 Peguyangan sebagai kelas

eksperimen dan kelas V SDN 2

Peguyangan sebagai kelas kontrol.

Variabel Penelitian adalah suatu

atribut seseorang atau objek yang

(6)

adalah model Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal Berbantuan Media Realita yang akan diterapkan pada kelompok

eksperimen dan pembelajaran

konvensional yang dikenakan pada

kelompok kontrol. Sedangkan yang menjadi variabel terikat adalah hasil belajar IPA siswa kelas V SDN Gugus Kompyang Sujana Denpasar Utara.

Trianto (2010:263) meyatakan

instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang hasil belajar IPA siswa adalah tes hasil belajar pada ranah kognitif. Tes hasil

belajar IPA yang digunakan dalam

penelitian ini disusun oleh peneliti. Sebelum tes hasil belajar digunakan, maka tes

tersebut akan diuji cobakan untuk

menentukan validitas dan reliabilitasnya. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar IPA dalam bentuk tes objektif. Instrumen penelitian kemudian diuji validitas, reliabilitas, daya beda, dan tingkat kesukaran. Uji prasyarat yang digunakan yaitu uji normalitas dengan

rumus chi kuadrat dan uji homogenitas

dengan uji F (Fisher). Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah hipotesis nol

(H0) yang berbunyi: “tidak terdapat

perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan melalui

model Pembelajaran Sains Berbasis

Budaya Lokal Berbantuan Media Realita dan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada kelas V SDN Gugus Kompyang Sujana Denpasar

Utara”.

Analisis statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini adalah uji beda mean (uji t) kelompok tidak berkorelasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi data hasil penelitian ini

memaparkan mean, median, modus,

standar deviasi, varian, nilai minimum, nilai maksimum, dan rentangan dari data nilai akhir hasil belajar IPA untuk siswa kelas V SDN 4 Peguyangan yang dibelajarkan melalui model pembelajaran sains berbasis

budaya lokal berbantuan media realita maupun siswa kelas V SDN 2 Peguyangan yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional.

Pemberian perlakuan (treatment)

dilaksanakan sebanyak 6 kali pertemuan baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol. Pada akhir penelitian, seluruh siswa

di kelas eksperimen diberikan post-test

berupa tes objektif bentuk pilihan. Dari hasil post-test diperoleh nilai rata-rata kelas

eksperimen sebesar 57, 45 dengan

perolehan minimum sebesar 30 dan nilai maksimum sebesar 90. Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa terdapat 8 siswa atau 16, 32% siswa memperoleh hasil belajar dalam kategori sangat baik, 16 siswa atau 32, 65 % siswa memperoleh

Dari hasil post-test diperoleh nilai rata-rata kelas kontrol sebesar 47,8 dengan perolehan minimum sebesar 26 dan nilai maksimum sebesar 76. Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa terdapat 1 siswa atau 2,43% siswa memperoleh hasil belajar dalam kategori sangat baik, 13 siswa atau 31,7% siswa memperoleh hasil belajar dalam kategori baik, 7 siswa atau 17,07% siswa memperoleh hasil belajar dalam kategori cukup, dan 20 atau 47,78% siswa memperoleh hasil belajar dalam kategori kurang.

Sebelum dilakukan pengujian

hipotesis dengan analisis uji-t, terlebih dahulu harus dipenuhi beberapa asumsi sebagai prasyarat.Uji prasyarat meliputi uji normalitas data dan uji homogenitas varians. Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui sebaran data hasil penelitian

berdistribusi normal atau tidak. Uji

normalitas data dilakukan terhadap

post-test hasil belajar IPS kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol. Untuk pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan analisis Chi-Square dengan

taraf signifikansi 5 % dan derajat

kebebasan (dk) = k-1. Dari hasil analisis data terlihat bahwa harga x2hitung yang

(7)

dengan harga x2tabel dengan dk = 5 dan

taraf signifikansi 5% sehingga diperoleh harga x2tabel = 11,07, karena x2hitung<x2tabel

(5,6 < 11,07) maka H0 diterima atau Ha

ditolak. Ini berarti sebaran data hasil belajar IPA kelompok eksperimen berdistribusi normal. Dari hasil analisis data pada kelompok kontrol diperoleh harga x2hitung

adalah 11,00. Harga tersebut kemudian dibandingkan dengan harga x2tabel dengan

Uji homogenitas varians dilakukan berdasarkan data hasil belajar IPA yang meliputi data kelas eksperimen yang dibelajarkan melalui model Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal Berbantuan Media Realita dan kelas kontrol yang

dibelajarkan melalui pembelajaran

konvensional. Jumlah kelompok

eksperimen adalah 49 orang dan kelompok

kontrol berjumlah 41 orang. Uji

homogenitas untuk kedua kelas dalam penelitian ini menggunakan uji F (Fisher). Pengujian dilakukan pada taraf signifikansi

5% dengan derajat kebebasan untuk pembilang n1 – 1 (41 – 1) dan derajat

kebebasan untuk penyebut n2– 1 (49 – 1).

Berdasarkan nilai Ftabel pada taraf

signifikansi 5% diperoleh hasil Ftabel = 1,69,

sedangkan dari hasil perhitungan diperoleh Fhitung = 1,1. Ini menunjukkan Fhitung < Ftabel

sehingga varians data hasil belajar IPA antara kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama atau homogen.

Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah hipotesis nol (H0) yang berbunyi:

“tidak terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan Model Pembelajaran Sain Berbasis Budaya Lokal Berbantuan Media Realita dan siswa yang dibelajarkan secara konvensional pada kelas V SDN

Gugus Kompyang Sujana Denpasar Utara”.

Adapun kriteria pengujiannya adalah

apabila thitung < ttabel, maka H0 diterima (gagal

ditolak) dan Ha ditolak. Sebaliknya apabila thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan Ha

diterima. Dengan dk = n1 + n2 – 2 dan taraf

signifikansi 5% (α = 0,05) atau taraf

kepercayaan 95%. Hasil analisis uji

hipotesis hasil belajar IPA dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil Analisis Uji-t Data Post-test

Berdasarkan hasil analisis data

diperoleh thitung sebesar 3,05. Harga tersebut

kemudian dibandingkan dengan harga ttabel.

Harga ttabel diperoleh dari tabel nilai-nilai

dalam distribusi T dengan dk = 49 + 41 – 2 = 88 dan taraf signifikansi 5%. Bersadarkan tabel nilai-nilai dalam distribusi T diperoleh harga ttabel sebesar 1,99, karena thitung>ttabel

(3,05 > 1,99) maka H0 ditolak atau Ha

diterima. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara

siswa yang dibelajarkan melalui

pembelajaran dengan Model Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal Berbantuan

Media Realita dengan siswa yang

dibelajarkan melalui pembelajaran

konvensional.

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data

diperoleh thitung sebesar 3,05. Dengan menggunakan taraf signifikansi 5% dan

dk= 88 diperoleh batas penolakan

hipotesis nol sebesar 1,980. Berarti thitung

≥ ttabel maka H0 (hipotesis nol) yang diajukan ditolak.

Maka dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan

melalui Model Pembelajaran Sains

Berbasis Budaya Lokal Berbantuan Media

Realita dengan siswa yang dibelajarkan

melalui pembelajaran Konvensional

siswa kelas V SD Gugus Kompyang Sujana, Denpasar Utara tahun pelajaran 2013/2014. Hal tersebut juga didukung

No Sampel N Dk thitung ttabel

1 Kelompok eksperimen 49

88 57,45 236,67 3,05 1,99

(8)

oleh penelitian Suastra & Tika (2011)

dengan judul “Efektivitas Model

Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal Untuk Mengembangkan Kompetensi Dasar Sains Dan Nilai Kearifan Lokal di

SMP” yang menyatakan bahwa dengan

penerapan model pembelajaran sains berbasis budaya lokal dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa.

Hal ini disebabkan karena Model Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal

merupakan alternatif baru yang di

modifikasi dengan Media Realita yang akan mempermudah siswa dalam memahami materi yang akan dibelajarkan. Dalam

penerapannya di kelas memiliki

kelebihan yaitu dapat mengaitkan

pengalaman siswa melalui budaya sekitar yang sering mereka temui dengan materi yang dibelajarkan. Dengan menggunakan pengalaman awal siswa dan dibantu

dengan media realita dalam

pembelajrannya dapat menciptakan

pembelajaran yang aktif dan mengundang

rasa ingin tahu siswa. Dan diakhir

pelajaran siswa mendapatkan sebuah penghargaan dari hasil kerjanya, yang berupa tepuk tangan dari guru dan teman-temannya, ataupun kata “Bagus/Baik” dari gurunya yang dapat memacu mental dan memotivasi siswa-siswa yang lain sehingga

pembelajaran dapat lebih bermakna,

didukung oleh pedapat Suprayekti, dkk

(2008:4.17), yang menyatakan

pembelajaran berbasis budaya merupakan salah satu cara yang dapat (1) menjadikan pembelajaran bermakna dan kontekstual yang sangat terkait dengan komunitas budaya, di mana suatu bidang ilmu dipelajari dan akan diterapkan nantinya, dan dengan komunitas budaya tempat asal, (2) menjadikan pembelajaran menarik dan

menyenangkan. Kondisi belajar yang

memungkinkan terjadinya penciptaan

makna secara kontekstual berdasarkan pada pengalaman awal yang dimiliki

sebagai seorang anggota suatu

masyarakat budaya merupakan salah satu prinsip dasar dari teori konstruktivisme.

Pada saat proses penelitian

menggunakan model pembelajaran sains berbasis budaya lokal berbantuan media realita pada mata pelajaran IPA materi cahaya, siswa lebih aktif dalam proses

pembelajaran dengan menggunakan ketiga gaya belajar yang dimiliki oleh siswa

dengan belajar melihat, belajar

mendengarkan dan belajar dengan cara praktek. Jadi siswa lebih ingat apa yang dilihat, didengar dan dilakukannya. Model pembelajaran sains berbasis budaya lokal berbantuan media realita ini membuat siswa lebih termotivasi belajar karena

dalam pembelajarannya menggunakan

pengalam yang telah mereka lihat dan mereka sering temui untuk dijadikan dasar dan kemudian dianalisis sesuai dengan materi yang mereka pelajari. Dengan demikian siswa menjadi aktif dan lebih bersemangat dalam memcahkan masalah yang diberikan dan dengan bantuan dari media realita akan lebih mempermudah siswa untuk memahami dari materi yang dibelajarakan.

Berbeda dengan pembelajaran IPA

yang menggunakan pembelajaran

konvensional, dalam proses

pembelajarannya siswa cenderung pasif. Karena guru hanya sebagai pentrasfer ilmu, tanpa diberikannya siswa turut serta dalam proses pembelajaran seperti praktikum atau pembuatan suatu karya

atau model. Dalam pembelajaran

konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan. Dalam

proses pembelajaran tersebut guru

sebagai subjek aktif dan siswa sebagai objek pasif, ini terlihat bahwa pembelajaran terpusat pada guru.

Dalam pembelajaran IPA

(9)

dan bantuan dari media realita yang akan lebih mempermudah pemahaman siswa dalam menganalisis materi yang sedang

mereka pelajari. Sehingga dalam

pembelajaran siswa lebih aktif dan

menumbuhkan rasa ingin tahu. Ini

mengakibatkan pada hasil belajar IPA yang lebih baik dibandingkan dengan

siswa yang diberi pembelajaran

konvensional.

Hal ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa ada perbedaan yang

signifikan hasil belajar IPA antara

kelompok eksperimen yang dibelajarkan

melalui model pembelajaran sains

berbasis budaya lokal berbantuan media realita dengan kelompok kontrol yang

dibelajarkan melalui pembelajaran

konvensional

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut.

Rata-rata hasil belajar IPA siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran sains berbasis budaya lokal berbantuan media realita pada siswa kelas V SDN 4 Peguyangan Tahun Pelajaran 2013/2014 sebagai kelompok eksperimen sebesar 57,45. Dari rata-rata tersebut diperoleh persentase hasil belajar yang berada di sekitar rata-rata sebesar 20.4%, hasil belajar di bawah rata-rata sebesar 40.6%, dan hasil belajar di atas rata-rata sebanyak 46. 92%. Kategori hasil belajar IPA siswa kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran sains berbasis budaya lokal berbantuan media realita dapat dipersentasekan sebagai berikut. Hasil belajar yang berada pada kategori sangat baik sebanyak 16.32%, hasil belajar yang berada pada kategori baik sebanyak 32.65%, hasil belajar yang berada pada kategori cukup 34.69%, hasil belajar yang berada pada kategori baik sebanyak 16.32%

Rata-rata hasil belajar IPA siswa yang

dibelajarkan melalui pembelajaran

konvensional pada siswa kelas V SDN 2 Peguyangan Tahun Pelajaran 2013/2014 sebagai kelompok kontrol sebesar 47.81.

Dari rata-rata tersebut diperoleh

persentase hasil belajar yang dengan

persentase di sekitar rata-rata sebesar 7.31%, hasil belajar di bawah rata-rata sebesar 48.78%, dan hasil belajar di atas rata-rata sebanyak 43.89%. Kategori hasil belajar IPA siswa kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut. Hasil belajar yang berada pada kategori sangat baik sebanyak 2.43%, hasil belajar yang berada pada kategori baik sebanyak 31.70%, hasil belajar yang berada pada kategori cukup sebanyak 17.07% dan hasil belajar yang berada pada kategori kurang sebanyak 48.78%.

Dari perhitungan uji-t pada bab

sebelumnya, diperoleh harga = 3.05

dan =1,980 (pada taraf signifikansi

5% dan dk = 88). Kedua nilai tersebut dibandingkan maka diperoleh thitung > ttabel

(3.05 > 1.980). Sehingga Ho ditolak. Hal ini

berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa antara kelompok ekperimen dan kelompok kontrol. Dengan

demikian, model pembelajaran sains

berbasis budaya lokal berbantuan media realita berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Gugus Kompyang Sujana Denpasar Utara.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran yang dapat diajukan yaitu : bagi guru,

dalam membelajarkan siswa, guru

hendaknya lebih kreatif dan variatif dalam memilih strategi atau model pembelajaran yang tentunya disesuaikan dengan materi yang akan dibelajarkan, dan menggunakan berbagai media pembelajaran yang dapat

membantu siswa memahami materi

pembelajaran, sehingga siswa terlibat dalam pembelajaran yang bermakna. Salah satunya adalah dengan menerapkan model pembelajaran sains berbasis budaya lokal

berbantuan media realita dalam

membelajarkan IPA materi cahaya kepada siswa.

Bagi sekolah, Sekolah hendaknya menyediakan sarana dan prasarana yang memadai guna menunjang pembelajaran yang berlangsung, dan selalu aktif dalam mencari informasi mengenai model-model pembelajaran inovatif lainnya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

(10)

terbatas pada materi cahaya, untuk

mengetahui kemungkinan hasil yang

berbeda pada materi lainnya, disarankan

bagi peneliti lain untuk melakukan

penelitian yang sejenis pada mata pelajaran

yang lain, atau menerapkan model

pembelajaran sains berbasis budaya lokal

berbantuan media realita di kelas

eksperimen dan mengganti pembelajaran konvensional berupa strategi ceramah dan diskusi yang diterapkan di kelas kontrol dengan model pembelajaran yang lain, untuk mengetahui kemungkinan perbedaan hasil belajar siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Agung. Gede. 2005. Metodologi Penelitian

Pendidikan Suatu Pengantar.

Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Singaraja.

Alwi, Hasan. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Hamalik, O. 2005. Proses belajar mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Krisnayanti, Putu. 2013. Pengeruh Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share Terhadap Hasil Belajar IPA Kelas V SD Gugus Letda Made Putra

Denpasar Utara Tahun Ajaran

2012/2013. Skripsi (tidak diterbitka). Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Undiksha

Mulyasa, E. 2009. Kurikulum tingkat satuan pendidikan: Sebuah panduan praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya

Manik, Ayu. 2013. Pengaruh Penerapan

Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbasis Lingkungan Terhadap Hasil Belajar Ipa ditinjau Dari Kemampuan Berpikir Divergen Siswa Kelas V SD Gugus IR Suekarno Pedungan. Skripsi (tidak diterbitka). Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Undiksha

Suastra, I Wayan. 2009. Pembelajaran Sains Terkini. Singaraja: Undiksha

Sugiyono, 2012. Metode penelitian

pendidikan Kualitatif Kuantitatif dan D&R. Bandung: Alfabeta

Sukardi, 2011. Metodologi Penelitian

Pendidikan. Jakarta : PT Bumi Aksar

Suprayekti, dkk. 2008. Pembaharuan

Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka

Syah, M. 2004. Psikologi pendidikan

dengan pendekatan baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Trianto. 2009. Mendesain Model

Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana

Widyantara, I Gede Eka. 2012.

Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Budaya Lokal Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri 3 Sukadana, Kecamatan Kubu,

Kabupaten Karangasem Tahun

Pelajaran 2011/2012. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Undiksha tidak diterbitkan. Semarang: PPS UNNES

Pitunov, B. 13 Desember 2007. Sekolah

Unggulan Ataukah Sekolah

Pengunggulan ? Majapahit Pos, hlm. 4 & 11

Waseso, M.G. 2001. Isi dan Format Jurnal Ilmiah. Makalah disajikan dalam Seminar Lokakarya Penulisan artikel

dan Pengelolaan jurnal Ilmiah,

Referensi

Dokumen terkait

Chevron Pacific Indonesia untuk periode Awal Tahun 2015 meliputi wilayah kerja Region Jawa, Region Sumatera, Region Kalimantan dan Region Indonesia Timur yang dilaksanakan

Menurut PIC ESAP, seiring berjalannya waktu pada program ESAP, timbul berbagai permasalahan seperti peningkatan kemampuan dari para peserta berkemampuan lebih tinggi dan

variable, karena variabel ini tergantung dari Jenis Sekolah. Misal untuk jenis sekolah SMA, data 31 tidak dapat dimasukkan, karena data tersebut masuk pada jenis se- kolah SMK.

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa rata- rata total skor kumulatif pada variabel Motif yang didapat dari 4 dimensi adalah 330,2875, atau berkriteria tinggi

Gerabah atau kereweng (pecahan gerabah) sering kali ditemukan di anatara benda-benda lain pada situs arkeologi. Untuk keperluan studi arkeologi temuan ini sangat

institusi hukum dan profesi hukum, Pembangunan yang komprehensif harus memperhatikan hak-hak azasi manusia, keduanya tidak dalam posisi yang berlawanan, dan dengan

Penelitian ini menunjukan dari 3 sampel yang positif terdapat bakteri Streptococcus agalactiae dan resisten terhadap tetrasiklin terdapat 2 sampel yang positif menunjukan

Dari semua faktor yang diteliti baik jenis kelamin, umur, pendidikan formal, status pekerjaan, pengalaman gula darah rendah, kepemilikan alat pengukur gula darah,