• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KASUS NEUROBLASTOMA pdf version.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN KASUS NEUROBLASTOMA pdf version.pdf"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS

Seorang Anak Perempuan Berusia 60 Bulan dengan

SOL Frontotemporoparietal Dekstra et Sinistra

Suspek Neuroblastoma Stadium IV, Gizi Buruk Marasmus,

Perawakan Normal

Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Stase Divisi Nutrisi dan Penyakit metabolik Bagian Ilmu Kesehatan Anak

FK.Universitas Diponegoro/ RSUP. DR.Kariadi

Disusun oleh : dr. Fetria Melani

Pembimbing

dr. JC Susanto, Sp.A(K) DR. dr. M. Mexitalia, Sp.A(K)

PESERTA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS -1 GIZI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO/RS KARIADI

SEMARANG 2014

(2)

DAFTAR ISI

BAB I TINJAUAN PUSTAKA ... 1

1.1 NEUROBLASTOMA ... 1

1.1.1 Definisi ... 1

1.1.2 Insiden ... 2

1.1.3 Etiologi dan pathogenesis ... 2

1.1.4 Sitogenetik molekuler ... 2

1.1.5 Asal neuroblastoma ... 3

1.1.6 Pemeriksaan laboratorium ... 3

1.1.7 Pemeriksaan pencitraan ... 4

1.1.8 Skintigrafi mthylisobenzyl guanidium (MIBG) ... 4

1.1.9 Skintigrafi tulang (technetium) ... 4

1.1.10 Diagnosis diferensial ... 5

1.1.11 Staging internasional7 ... 5

1.1.12 Terapi ... 6

1.1.13 Prognosis ... 8

1.1.14 Bentuk khusus dari neuroblastoma adalah : ... 9

1.2 Malnutrisi pada pasien anak dengan kanker ... 9

1.2.1 Faktor pejamu yang berperan dalam malnutrisi pada kanker... 10

1.2.2 Efek metabolik kanker dan kemoterapi ... 12

1.2.3 Faktor risiko malnutrisi pada anak dengan keganasan ... 12

1.2.4 Akibat starvasi pada pasien anak dengan keganasan ... 13

1.2.5 Metode untuk mendeteksi dan menganalisa status gizi pada pasien anak dengan kanker ...14

1.2.6 Pentingnya skrining gizi pasien anak dengan kanker ... 17

1.2.7 Asesmen Gizi Pasien Anak dengan Neuroblastoma ... 18

1.2.8 Studi tentang zat gizi yang membantu penyembuhan kanker ... 22

2 BAB II LAPORAN KASUS ... 23

2.1 Data umum pasien ... 23

2.2 Riwayat Penyakit Sekarang ... 23

2.2.1 Keluhan utama ... 23

(3)

2.2.3 Riwayat umum ... 24

2.2.4 Riwayat penyakit dahulu ... 24

2.3 Assessment ... 25 2.3.1. Pengukuran antropometrik ... 25 2.3.2. Pemeriksaan fisik ... 26 2.3.3. Pemeriksaan laboratorium ... 27 2.4 Diagnosa ... 28 2.4.1. Diagnosa penyakit/medis ... 28 2.4.2. Diagnosis gizi ... 28

2.5 Terapi Medis dan Gizi ... 28

2.6 Program ... 28

2.7 Assesment gizi ... 28

2.8 FOLLOW UP ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(4)

1

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

1.1 NEUROBLASTOMA

1.1.1 Definisi

Neuroblastoma merupakan tumor embrional maligna dari sel-sel prekursor ganglia simpatetik dan medulla adrenal. Neuroblastoma adalah tumor neuroektodermal primitif (PNET) berasal dari susunan saraf simpatis embrional. Tumor ini terutama terjadi pada anak berumur di bawah 5 tahun, dan tumor ini setelah leukemia dan tumor otak merupakan kelompok tumor yg paling sering. Tumor ini tumbuh infiltratif kuat dan merupakan tumor saraf paling maligna dengan ketahanan tubuh singkat.1

Tabel 1. Tumor susunan saraf perifer2 1. Tumor asal dari bungkus saraf

Schwannoma (neurilemma) Neurofibroma soliter

Neurofibromatosis Von Recklinghousen Neurofibrosarkoma

2. Tumor berasal dari sel syaraf perifer a. Asal simpatoblastik Neuroblastoma Ganglioneuroblastoma Ganglioneuroma b. Asal feokromositik Paraganglioma Feokromositoma

Kemodektoma (glomus caroticum) 3. Tumor sekunder syaraf perifer

Karsinoma Sarkoma

Neuroblastoma dapat memiliki ukuran yang besar, misalnya di perut atau retroperitoneum sebelum memberi gejala. Gejala-gejalanya sering merupakaan akibat pertumbuhan ke dalam kanalis vertebralis dan di situ tumor bertindak sebagai tumor ekstradural.2

Ditandai oleh :

- Regresi spontan dan diferensiasi menjadi tumor jinak, terutama pada bayi berusia kurang dari 12 bulan biasanya tinggi.

- Pada anak usia >18 bulan dan dengan neuroblastoma tahap lanjut, biasanya bersifat sangat ganas.

(5)

2 1.1.2 Insiden

- Merupakan 8 % neoplasma pada masa kanak-kanak.

- Setiap tahunnya terdiagnosis kasus baru 11 dalam 1 juta anak-anak yang berusia kurang dari 18 tahun.

- Neoplasma solid pada bayi yang sering ditemukan. - Usia rata-rata saat ditemukan adalah 2,5 tahun.

Tabel 2. Insiden neuroblastoma Distribusi usia kumulatif

< usia 1 tahun 35%

< usia 2 tahun 50%

< usia 4 tahun 75%

<usia 10 tahun 90%

- Jarang ditemuan pada usia remaja dan dewasa - Rasio laki-laki : perempuan = 1.1: 1.01

1.1.3 Etiologi dan pathogenesis

- Etiologi tidak diketahu insiden dari sel-sel prekursor neuroblastik pada bayi yang diautopsi berusia <3 bulan yang meninggal akibat sebab lainnya adalah 40 kali lebih tinggi dari yang diperkirakan.

- Faktor-faktor risiko terjadinya neuroblastoma adalah konsumsi obat selama hamil ( sindrom fetal hidantoin), pekerjaan orang tua, infeksi virus.

- Riwayat penyakit serupa pada keluaraga misalnya saudara kandung atau saudara kembar, walaupun jarang.

- Kaitan dengan neurofibromatosis, penyakit Hirscprung, heterokromia iridis. - Perubahan kromosom sel tumor dan berbagai kelainan kariotipik ditemukan pada

sebagian besar pasien.1

- Faktor risiko neuroblastoma telah banyak diteliti dengan hasil yang belum konsisten, diantaranya : ibu merokok saat hamil, penggunaan kontrasepsi hormonal saat hamil, konsumsi alkohol saat hamil3, konsumsi obat saat hamil (analgesik, kodein).4

1.1.4 Sitogenetik molekuler

- Onkogen NMYC berlokasi pada kromosom 2p23-24 dan teramplifikasi pada hingga 50% pasien dengan penyakit stadium 3-4.

(6)

3 - Amplifikasi NMYC dan ekspresi reseptor neurotropik (TRKI, -2, -3), neuropeptida (polipeptida intestinal vasoaktif, VIP, somatostatin, SS), indeks DNA, dan perubahan kromosom (delesi gen supresor 1p pada kromosom 11, delesi 14, dll) adalah merupakan faktor prognosis.

- Sel ploidi (DNA) : 55% dari neuroblastoma lokoregional adalah hiperploidi dengan prognosis yang lebih baik, 45% neuroblastoma adalah diploid dengan prognosis yang paling baik.1

Tabel 3. Kriteria prognostik sitogenetik1

Usia saat terdiagnosa

NMYC DNA TRKI stadium Prognosis

<12 bulan Biasanya normal Hiperdiploid Tinggi 1,2,4S 95% >12 bulan Biasanya normal Diploid Rendah 3,4 50% 1-5 tahun Umumnya diperkuat diploid Rendah 3,4 25%

Anaplastic lymphoma kinase (ALK) mungkin mengalami mutasi pada domaintyrosin kinase

(TKD) yang terjadi pada keluarga dengan predisposisi neuroblastoma. ALK yang bermutasi saat ini diuji sebagai target pada pasien dengan penelitian fase I/II.1

1.1.5 Asal neuroblastoma

Neuroblastoma dapat berasal dari kelenjar adrenal, organ Zuckerkandl atau mengikuti distribusi ganglion simpathetik sepanjang area paraspinal dari leher ke pelvis. Tempat yang paling sering dari perkembangan neuroblastoma adalah retroperitoneum, medula adrenal (35%) dan ganglia paraspinal ekstra adenal (30%-35%), diikuti oleh mediastinum (20%). Jarang namun penting adalah adalah pelvis (2-3%) dan leher (1%-5%).5 Tempat yang tidak biasa adalah thymus, paru, ginjal, mediastinum anterior, lambung, dan cauda equina.6

1.1.6 Pemeriksaan laboratorium

a. Metabolit katekolamin urin (metabolisme tirosin)

- Kadar vanillymandelic acid (VMA) yang tinggi pada 95% kasus, homovanilic acid (HVA) pada 90%, dan 3-methoxy-4-hydroxyphenylglicol (MHPG) pada 97% pasien.

(7)

4 - Metabolit lain metabolisme katekolamin untuk diferensiasi feokromositoma,

neuroblastoma olfaktori, dan melanoma.

- Uji spot dengan hasil beberapa positif palsu dan negatif palsu.

- Analisis metabolit katekolamin urin : sebagai follow up marker tumor. - Adanya vanillacetic acid (VLA) di urin menunjukkan prognosis yang buruk.1 b. Temuan laboratorium lainnya

- Kadar serum feritin sering tinggi

- Kadar laktat dehidrogenase yang tinggi berhubungan dengan turn over tumor yang cepat.

c. Sumsum tulang

Aspirasi dan biopsi pada 2 atau lebih lokasi untuuk deteksi keterlibatan sumsum tulang harus menjadi salah satu metode untuk mendeteksi metastase.1

1.1.7 Pemeriksaan pencitraan

a. Pemeriksaan rontgen thoraks untuk mendeteksi tumor mediastinum b. Pencitraan abdomen : sering kalsifikasi terlihat pada tumor

c. Pemeriksaan tulang : untuk mendeteksi metastasis ke korteks tulang (diagnosis

diferensiasi) : tumor tulang, histiositosis Langerhans, penyakit infeksi tulang, sindrom

battered-child, penyebaran metastasis dari neoplasma lain.5

1.1.8 Skintigrafi mthylisobenzyl guanidium (MIBG)

Metode radiografi yang sensitif dan spesifik untuk mengevaluasi tumor primer dan penyakit metastasis fokal.

USG, CT Scan dan atau MRI atau PET/CT, bila informasi yang didapat dari scan MIBG dan scan tulang tidak mencukupi. Pemeriksaan ini akan mendapatkan informasi yang detil mengenai ukuran tumor, ekstensi, dan metastasis abdominal, hepar, skeletal, pulmo, mediastinum dan sistim saraf pusat.1

1.1.9 Skintigrafi tulang (technetium)

Sepuluh persen pasien memiliki hasil MIBG yang negatif pada pemeriksaan tulang yang dapat dideteksi dengan technetium.

(8)

5 1.1.10 Diagnosis diferensial

Selain tumor jenis lain, DD lainnya adalah : - Osteomielitis

- Rheumatoid arthritis

- Tanda sindrom VIP : infeksi atau kelainan intestinal autoimun. - Pada opsoklonus atau ataxia, kelainan neurologis

- Pada bayi dengan hepatomegali, storage disease. 1.1.11 Staging internasional7

Tabel 4. Staging Neuroblastoma

Sistem staging neuroblastoma internasional

Stadium Deskripsi

I Tumor lokal dengan eksisi gross komplit, dengan atau tanpa penyakit residual mikroskopik (nodus yang melekat dan dibuang dari tumor bisa memberikan hasil positif)

IIA Tumor lokal dengan eksisi gross inkomplit; representatif, limfonodus nonadheren ipsilateral positif bila didapatkan tumor secara mikroskopik

IIB Tumor lokal dengan atau tanpa eksisi gross komplit dengan limfonodus nonadherent positif untuk tumor. Limfonodus ipsilateral yang membesar secara miskroskopik harus negatif. III Tumor unilateral yang tidak bisa direseksi mengilfiltrasi melewati garis tengah, dengan

atau tanpa keterlibatan limfonodus; atau tumor lokal unilateral dengan keterlibatan limfonodus regional ; atau tumor di garis tengah dengan ekstensi bilateral melalui infiltrasi (tidak bisa direseksi) atau dengan keterlibatan limfonodus.

IV Tumor primer apapun dengan diseminata ke limfonodus yang jauh, tulang, sumsum tulang, hati, kulit atau organ lainnya (kecuali didefiniskan sebagai stadium 4S)

IVS Tumor primer lokal (sebagaimana definisi stadium I,IIA, atau IIB) dengan penyebaran terbatas ke kulit, hati, atau sumsum tulang (terbatas pada bayi usia <1tahun)

Klasifikasi kelompok risiko neuroblastoma internasional8

- L1 tumor lokal tidak melibatkan struktur vital sebagaimana didefinisikan oleh daftar faktor risiko pencitraan yang ditentukan dan terbatas pada satu bagian tubuh

- L2 tumor locoregional dengan adanya satu atau lebih faktor risiko dari pencitraan yang ditentukan

- M metastasis jauh (kecuali MS)

- MS metastasis pada anak usia kurang dari 18 bulan dengan metastasis terbatas pada kulit, hati, dan atau sumsum tulang.

Pasien dengan tumor primer multifokal harus ditentukan stadiumnya berdasarkan derajat yang terberat (yang dialami) sebagaimana yang didefinisikan di atas.

(9)

6 Tabel 5. International Neuroblastoma Risk Group (INRG) Consensus Pretreatment Classification schema

1.1.12 Terapi

Terapi tergantung pada usia, stadium, letak tumor, dan gambaran molekuler saat diagnosis.

1. Prosedur operasi

- Pembedahan inisial adalah untuk menegakkan diagnosis, menentukan stadium, dan eksisi tumor bila mungkin tanpa menyebabkan cedera terhadap struktur vital. - Reseksi radikal sering memungkinkan setelah kemoterapi dan atau radioterapi. - Hingga 25 % anak dengan neuroblastoma pada mulanya memiliki keterlibatan

limfonodus.

- Komplikasi pembedahan :

 Perdarahan

 Pada tumor adherent ke ginjal, nefrektomi

 Sindrom Horner 2. Kemoterapi

- Kombinasi kemoterapi : siklofosfamid/ifosfamid, cisplatin, doxorubicin, dan epipodophyllotoxin berdasarkan protokol internasional.

(10)

7 - Terapi dibagi dalam 2 fase : fase induksi dan fase konsolidasi.

3. Radioterapi

- Neuroblastoma radiosensitif - Iradiasi ditentukan :

 Usia pasien

 Sekuele buruk jangka panjang

 Kombinasi dengan kemoterapi - Iradiasi diindikasikan pada :

 Untuk mengurangi ukuran massa tumor yang besar

 Untuk mengurangi ukuran tumor dan menekan massa tumor intraspinal

 Untuk terapi paliatif. 4. Manajemen berdasar risiko

Risiko rendah

- Stadium I, IIA, IIB, IVS (indeks DNA lebih dari 1) - Tidak ada NMYC amplifikasi

- Histologi baik

- Reseksi tumor radikal harus dilakukan selama terapi tumor, atau setelah kemoterapi dan atau radioterapi

- Stadium IVS (pada pasien usia <12-18 bulan) : tingkat kesembuhan tinggi 85-92% setelah staging dan reseksi tumor tanpa kemoterapi dan atau radioterapi; bayi dengan amplifikasi NMYC memiliki prognosis lebih buruk dibanding tumor tanpa NMYC amplifikasi, namun belum seburuk pasien berusia lebih dari 1 tahun dengan tumor amplifikasi NMYC.9

- Pada hepatomegali progresif cepat yang disertai dispneu, kemoterapi inisial dan iradiasi hepar dosis rendah (1.5-6 Gy) mungkin membantu

- Pada anak dengan kompresi intraspinal, kemoterapi saja dan atau intervensi bedah saraf dengan laminektomi diketahui efektif.

Kelompok risiko intermediet dan risiko tinggi

- Stadium II : 1-21 tahun, amplifikasi NMYC; histologi yang jelek

- Stadium III,IV, IVS : usia 0-21 tahun, amplifikasi NMYC; atau usia 1-21 tahun dengan histologi jelek (tanpa amplifikasi NMYC).

- Sebagian besar respon baik terhadap kemoterapi

(11)

8 - Fase induksi : kemoterapi yang diikuti reseksi tumor residual, dilanjutkan dengan

kemoterapi maintenen dan atau radioterapi. - Neuroblastoma persisten :

 Kemoterapi dosis tinggi dengan dukungan sel stem autolog

 Transplantasi sel stem alogenik dengan obyektif efek graft versus tumor yang masih tahap percobaan

 Pengobatan minimal residual disease (MRD) dengan pencitraan MIBG; retinoid untuk induksi diferensiasi neuroblast; antibodi monoklonal spesifik untuk melawan antigen (3F8, GD2a)

 Terapi MIBG menghasilkan respon signifikan pada pasien dengan penyakit refrakter namun terbatas karena toksisitas misalnya mielosupresi. 5. Terapi Relaps

- Untuk pengobatan kuratif atau paliatif : topotecan, paclitaxel (Taxol), irinotecan atau etoposide

- Terapi MIBG dengan label radioterapi.10

1.1.13 Prognosis

Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis yang relevan adalah : stadium, usia, istologi, diferensiasi, amplifikasi NMYC, 11q aberrations dan ploidi kromosomal.

- Berdasar usia ( lebih baik bila usia <18 bulan saat diagnosis), stadium dan letak tumor :

 Prognosis lebih baik bila neuroblastoma primer meliputi thoraks, pra sakral, dan bagian anatomis servikal

 Keterlibatan limfonodus berkaitan dengan prognosis buruk.

- Kelompok risiko rendah memiliki harapan hidup jangka panjang lebih dari 90% - Kelompok risiko intermediet dan tinggi :

 Respon terhadap pengobatan inisial : anak-anak dengan remisi komplit (tingkat respon 78%) atau remisi parsial (tingkat respon 60%)

 Setelah terapi konsolidasi, termasuk kemoterap ganda dosis tinggi dengan dukungan sel stem autolog, usia harapan untuk bebas penyakit (event free survival) adalah 40-60%.

(12)

9 - Studi melaporkan bahwa penemuan imunofenotip sel-sel metastatik di sumsum tulang (chromoganin A dan NPY [neuropeptida Y]) adalah indikator prognosis buruk pasien dengan neuroblastoma stadium IV.11

Pendekatan terapi di masa yang akan datang :

- Obat baru yang masih dievaluasi : kombinasi topotecan-irinotecan, temozolomide dan I-131-MIGB. Tidak ada studi terkontrol.

- Imunoterapi dengaan antibodi manusia yang terkait IL-2 menunjukkan harapan hidup yang lebih baik.

- Retinoid sebagai induser apoptosis

- Agen-agen yang memiliki target teradap mekanisme patogenik seperti tyrokinase inhibitor, ALKase inhibitor.1

1.1.14 Bentuk khusus dari neuroblastoma adalah :

a. Ganglioneuroblastoma b. Ganglioneuroma

c. Neuroblastoma olfaktori

d. Neuroblastoma yang berasal dari organ Zuckerkandl (lokasi pada bifurcasio aorta atau berasal dari arteri mesenterika inferior)

e. Feokromositoma1

1.2 Malnutrisi pada pasien anak dengan kanker

Malnutrisi pada pasien anak dengan kanker sering terjadi. Insiden malnutrisi pada pasien anak dengan kanker bervariasi, yaitu antara 6% hingga 50%, tergantung pada jenis keganasan, ukuran, lokasi, stadium penyakit, populasi yang dievaluasi serta alat yang dipakai untuk mendeteksi malnutrisi.12, 13

Studi tentang prevalensi malnutrisi pada pasien kanker anak di Sao Paolo melaporkan bahwa keganasan tumor padat memiliki tingkat malnutrisi yang lebih tinggi dibandingkan tumor hematologi.14

Malnutrisi biasanya terjadi pada kanker stadium lanjut dan merupakan tanda prognosis yang buruk dan penyebab kematian tersering pada pasien anak dengan kanker. Dibandingkan dengan pasien dewasa, anak-anak memiliki risiko lebih besar untuk terjadinya deplesi zat-zat gizi karena tingkat metabolisme yang lebih cepat dan kebutuhan kalori yang lebih besar untuk pertumbuhan dan perkembangan. Malnutrisi

(13)

10 pada pasien anak dengan kanker telah menjadi bagian dari gejala kompleks suatu penyakit dan kanker progresif.15 Namun sekarang malnutrisi diketahui merupakan masalah tersendiri yang harus diidentifikasi dan diterapi seperti komplikasi lainnya (infeksi, sitopenia).16 Penyebabnya adalah terkait dengan kanker yang diderita dan efek pengobatan, serta kondisi sosial ekonomi.

Asupan makanan, energi ekspenditur, absorbsi dan metabolisme zat gizi, serta komplikasi akibat obat seperti toksisitas oral dan gastrointestinal, nefrotoksisitas, memainkan peran penting dalam etiologi malnutrisi pada kanker.17

Nafsu makan yang menurun menyebabkan asupan makanan berkurang dan berkontribusi untuk terjadinya malnutrisi. Daya terima terhadap makanan dipengaruhi oleh faktor emosional dan psikososial, serta efek pengobatan dan kanker itu sendiri.

Kelainan metabolik yang terjadi yaitu katabolisme yang meningkat dan mengakibatkan berat badan turun karena berkurangnya jaringan otot.18, 19 Studi oleh Green, dkk terhadap pasien anak dengan neuroblastoma stadium IV menunjukkan bahwa malnutrisi terjadi terutama karena buruknya asupan makanan akibat massa intraabdomen serta anoreksia, sedangkan REE ternyata tidak mengalami peningkatan, bahkan lebih rendah 13% dari prediksi REE. Hal ini mungkin adanya tachifilaksis mempengaruhi reseptor β2 adrenergik atau menyebabkan metabolisme katekolamin. adanya hambatan konversi dopamin menjadi nor epinephrin (NE) akan meningktkan kadar dopamin namun tidak terjadi peningkatan NE yang nyata, kondisi inilah kemungkinan yang menyebabkan peningkatan denyut jantung tanpa peningkatan REE.20

1.2.1 Faktor pejamu yang berperan dalam malnutrisi pada kanker

a. Peran sitokin

Asupan makanan diatur di bagian nukleus ventromedial hipothalamus. Studi pada binatang menunjukkan bhwa neuropeptida seperti sitokin proinflamasi (IL-1α, IL-1β, IL-6) dilepaskan oleh jaringan tumor, sel-sel imun dan sel stroma, TNFα dan INFδ berkombinasi dengan mediator lainnya mempengaruhi asupan makanan dan energi expenditur mengakibatkan sindrom klinik kanker kakeksia.21, 22

Sitokin dibawa melewati sawar darah otak dan berinteraksi dengan permukaan luminal sel endotel otak untuk melepaskan zat-zat yang mepengaruhi nafsu makan23. Mediator lainnya yang mempengaruhi nafsu makan adalah leptin, yang kadarnya tergantung pada simpanan lemak tubuh dan berbanding terbalik dengan

(14)

11 derajat respon inflamasi dan kadar sitokin proinflamasi21. Namun demikian studi pada manusia menunjukkan bahwa kadar leptin tidak meningkat pada kanker pasien sehingga diduga leptin tidak berperan dalam proses anoreksia10, 24.

b. Defisit energi dan kelainan metabolik

Telah dibuktikan bahwa defisit energi memainkan peran dalam perkembangan sindrom wasting anak-anak dengan tumor, yang disebabkan oleh : 1) meningkatnya kebutuhan zat gizi; 2) hilangnya eergi yang disebabkan oleh disfungsi saluran cerna yang sering timbul akibat toksisitas yang diinduksi terapi kanker; 3) utilisasi berlebihan dari sumber-sumber energi sebagai akibat pengobatan kanker multimodal; 4) nyeri atau stres tak terkontrol akibat prosedur yang kurang tepat; 5) gangguan sensasi nafsu makan atau perubahan rasa (misalnya akibat xerostomia)25-27 .

Sejumlah faktor yang menghambat pencernaan zat-zat gizi enteral, beberapa diatntaranya berkaitan langsung dengan penyakit (misal pada kasus relaps) atau komplikasi segera (misal demam atau infeksi).28 Namun demikian hal-hal yang telah disebutkan di atas tidak secara eksklusif menjelaskan perkembangan dari wasting derajat berat dan ketidakseimbangan energi pada keganasan anak-anak. pada kasus kelaparan, wasting bersifat reversibel bila diberikan intervensi gizi. Namun sebaliknya, pemberian terapi gizi saja tidak cukup untuk mencegah, mengembalikan atau menghambat kanker kakeksia.29, 30 c. Peran metabolisme substrat dan siklus yang menghabiskan energi

Gangguan metabolisme protein terdiri atas meningkatnya turn over protein seluruh tubuh, yang tampaknya diperantarai oleh sitokin, berkurangnya sintesis protein, dan meningkatnya sintesis protein hepar. Lipolisis terakselerasi disertai dengan bertambahnya produksi gliserol dan asam lemak bebas berkontribusi terhadap deplesi cadangan lemak dan penurunan berat badan selanjutnya.31 Sumber energi utama sel-sel tumor diduga berasal dari metabolisme aerob glukosa yang secara signifikan melebihi metabolisme glukosa pada sel normal dan menghasilkan asam laktat yang sangat tinggi.32 Asam laktat dibawa ke hati untuk memperbarui sintesis glukosa melalui siklus Cori dengan menggunakan energi tinggi. Penggunaan protein yang berasal dari otot untuk glukoneogenesis turut serta menyebabkan kehilangan energi serta meningkatkan energi ekspenditur, dan menimbulkan kondisi katabolik.33

(15)

12 1.2.2 Efek metabolik kanker dan kemoterapi

a. Perubahan faktor hormonal

Selama adaptasi terhadap malnutrisi tanpa komplikasi, terjadi peningkatan katekolamin, glukagon, kortisol, kadar growth hormone, dan menurunnya sekresi insulin.34 Produksi hormon thiroid menurun akibat aktivasi sistim saraf simpatis, berkurangnya sekresi kelenjar tiroid, dan restriksi nutrisional.35 Keuntungan akibat penekanan hormonal ini adalah berkurangnya energi ekspenditur dan mempertahankan substrat energi pada starvasi serta kanker kakeksia.

b. Pengaruhnya pada metabolisme energi

Turn over metabolik pada anak-anak dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, status gizi, asupan energi, komposisi tubih, hormon, aktifitas fisik, suhu tubuh dan lingkungan, farmakoterapi, kondisi patologis seperti stres akibat pembedahan, infeksi atau trauma. berbagai studi telah melaporkan bahwa energi ekspenditur pada pasien kanker (dewasa dan anak) tidak selalu meningkat; ada yang menurun, normal, atau meningkat. penentu energi ekspenditur lainnya adalah obat sitostatika, jenis kanker, stadium, status, dan waktu pemeriksaan dilakukan. kemungkinan peningkatan energi ekspenditur pada pasien kanker adalah akibat stimulasi simpatis dari jaringan lemak coklat atau otot skelet.

c. Perubahan pada komposisi tubuh

Pada anak dengan kanker, berat badan dipengaruhi pula oleh massa tumor dan hidrasi sehingga menutupi kejadian hilangnya massa otot dan lemak selama kemoterapi. Pengukuran kompartemen tubuh berguna untuk menentukan status gizi anak saat diagnosis pertama kali ditegakkan, dan akan menunjukkan perubahan jaringan fungsional yang kemungkinan terjadi selama terapi antitumor, selain data antropometri dan penilaian gizi subyektif. Mengenai obat-obatan antikanker (kemoterapi atau rdiasi) harus diketahui pengaruhnya terhadap komposisi tubuh (lemak dan massa otot). Peningkatan massa lemak akan menimbulkan sindrom metabolik pada periode selanjutnya, sedangkan undernutrisi akan berpengaruh buruk terhadap kesehatan anak pada umumnya.36

1.2.3 Faktor risiko malnutrisi pada anak dengan keganasan

(16)

13 Pasien risiko tinggi malnutrisi meliputi : pasien dengan malnutrisi saat diagnosis pertama ditegakkan, terutama pasien anak dengan tumor padat dan stadium lanjut, biologi tumor buruk, lokasi tumor.

b. Faktor risiko yang berhubungan dengan modalitas terapi kanker

Anak dengan keganasan yang diberikan terapi multimodal termasuk didalamnya pembedahan, radioterapi, pemberian terapi antineoplastik akan menimbulkan berbagai efek samping negatif yang dapat mengakibatkan perburukan status gizi. Tiap terapi tersebut kemungkinan menyebabkan cedera organ dan kombinasinya akan menimbulkan efek samping yang bersifat sinergisme. terapi antikanker multimodal, bersamaan dengan pengaruh keganasan, mempengaruhi status gizi dan merusak sel-sel yang cepat membelah, seperti sel-sel di saluran cerna. Hal tersebut mengakibatkan munculnya gejala serius yang tidak diinginkan misalnya diare, muntah, mukositis dan efek sitemmik terapi yang semuanya itu menurunkan asupan makanan anak, ketidak seimbangan energi, kekurangan cairan, elektrolit, elemen trace, gangguan protein pembawa, defisiensi zat besi dan zat-zat gizi lain, serta malabsorbsi kronik zat gizi makro dan mikro.

1.2.4 Akibat starvasi pada pasien anak dengan keganasan

a. Morbiditas dan mortalitas

Pada kanker anak, kondisi kurang gizi memiliki pengaruh signifikan terhadp prognosis usia harapan hidup, terutama pada pasien anak dengan tumor padat dan metastasis yang berisiko tinggi untuk terjadinya deplesi cadangan tubuh.

Usia harapan hidup yang rendah yaitu pada anak dengan neuroblastoma stadium IV, lekemia limfoblastik akut, dan lekemia mieloid akut yang semua itu berkaitan dengan banyaknya penurunan berat badan.28, 30

b. Konsekuensi jangka panjang

Pasien anak yang sembuh dengan riwayat kanker : sarkoma jaringan lunak, neuroblastoma, limfoma Non-Hodgkin, tumor otak, anak laki-laki dengan riwayat lekemia, anak perempuan dengan tumor tulang yang tidak diamputasi, tumor Wilm, dan penyakit Hodgkin dibandingkan dengan populasi umum dengan usia yang sama, memiliki IMT yang cenderung kurang. Anak yang sembuh dari kanker memiliki risiko untuk terjadinya penyakit di usia dewasa, misalnya obesitas yang berhubungan erat dengan penyakit endokrin dan pembuluh darah.37-39

(17)

14 1.2.5 Metode untuk mendeteksi dan menganalisa status gizi pada pasien anak dengan

kanker

Tujuan utama metode ini adalah untuk mengetahui adanya malnutrisi anak serta risiko untuk terjadinya defisiensi zat gizi yang terjadi sebelum terapi kanker dimulai dan yang memungkinkan untuk terjadinya perburukan status gizi di kemudian hari.

Berbagai uji anthropometri, biokimia, yang penting tersaji di tabel berikut. Selain itu penentuan energi ekspenditur yang bersifat individu juga penting. Analisa feses anak berguna untuk mendeteksi adanya kehilangan zat gizi terutama pada anak dengan komplikasi intestinal.

Tabel 6. Kategori status gizi untuk pasien pediatri onkologi40

Identifikasi kategori

Usia >2 tahun – pilih salah satu

Indeks Massa Tubuh – persentil (BMI) atau

Berat badan ideal ( BBI sesuai TB atau PB – persentil) Usia < 2 tahun—pilih salah satu

BB/PB (persentil) atau

Berat badan ideal (BBI sesuai TB atau PB—persentil)

Berat badan kurang Normal Risiko berat badan lebih

Berat badan berkurang/bertambah ada atau tidak ada IMT

< persentil ke-5 Persentil ke-5 sd 85 >Persentil ke 85-95 BB/PB

<persentil ke-10 Antara persentil 10-90 Berat badan ideal

<70% berat >70-80% moderat >80-90% ringan

>90-110% >110-120%

Monitoring dan evaluasi berkala tentang anthropometri, laboratorium, komposisi tubuh, asupan energi dan kehilangannya sangat membantu pasien kanker anak untuk mencegah dan mengatasi malnutrisi.

Jenis terapi enteral yang diberikan tergantung pada kemampuan aspan per oral, stabilitas usus, tingkat absorbsi, kemungkinan adanya efek buruk yang timbul akibat sitostatik (misalnya mukositis berat). Kontraindikasi pemberian makanan enteral pada pasien kanker anak sama dengan penyakit lainnya yaitu obstruksi intestinal, muntah terus menerus, atau perdarahan akut. Bila pemberian makanan dengan rute oral dan enteral tidak memungkinkan, maka terapi parenteral diindikasikan tanpa penundaan. Penundaan 3-4 hari seperti yang disarankan beberapa studi untuk memulai terapi parenteral tidak baik untuk anak dengan bukti adanya

(18)

15 defisiensi energi protein sebelum anak masuk RS. Pemberian terapi nutrisi parenteral dilakukan hingga anak dapat mentoleransi asupan per oral atau enteral.41

Ada beberapa studi klinis pemberian terapi gizi parenteral tentang waktu yang optimal dan efektifitasnya, kelebihan dan kekurangannya. Sebagian besar studi dilakukan pada pasien dewasa memberikan hasil yang kotroversial dan rekomendasi pemberian terapi gizi parenteral total untuk pasien yang akan menjalani transplantasi sumsum tulang. Komplikasi potensial terapi parenteral meliputi risiko infeksi, kelainan metabolik, hepatotoksisitas, dan berkurangnya asupan oral.41 Pemberian glutamin eksogen terbukti dapat membantu mengatasi efek buruk obat antikanker terhadap mukosa saluran cerna. Sedangkan pemberian karnitin telah disarankan untuk meperbaiki sindrom fatig pada kanker dengan pengaruhnya terhadap parameter gizi dan sistim imun.42, 43

(19)

16 Gambar 1. Algoritma tata laksana gizi pasien pediatri onkologi44

(20)

17 1.2.6 Pentingnya skrining gizi pasien anak dengan kanker

Skrining harus dilakukan dalam 24-48 jam setelah admisi dan diulang secara berkala tergantung usia pasien, diagnosis, terapi, dan faktor risiko lainnya. Hal-hal yang perlu ditanyakan saat skrining gizi adalah riwayat berat badan sebelumnya, berat badan biasanya, dan riwayat subyektif dari gejala-gejala yang timbul, dan tidak terbatas pada mual, muntah, diare dan nafsu makan. Pertanyaan juga termasuk ketersediaan pangan dan penanggung jawab penyajian makanan. Skrining yang meliputi hal-hal di atas dapat mengidentifikasi anak yang berisiko malnutrisi dan membutuhkan asesmen gizi yang lebih menyeluruh.45

Contoh skrining yang dilakukan di RS St Jude Children’s Research adalah sebagai berikut45 :

Tabel 7. Contoh skrining gizi

Apakah anda akhir-akhir ini melalukan pemeriksaan gizi? Skrining gizi

Tidak ada

Alergi terhadap makanan

Berat badan turun ≥5% dalam 1 bulan

Berat badan turun ≥2% dalam 1 bulan untuk bayi Kenaikan berat badan akhir-akhir ini

Mual/muntah ≥3 hari

NPO atau asupan per oral buruk ≥3 hari TPN/makanan lewat selang

Problem atau nyeri saat mengunyah, menelan, dan menghisap Diet yang dimodifikasi/pembatasan makanan

Asupan ASI akhir-akhir ini

Riwayat konsumsi suplemen makanan akhir-akhir ini Lain-lain

Konsultasi gizi

Kebutuhan zat gizi saat ini belum teridentifikasi Permintaan konsul gizi

Subjective Global Assessment (SGA)

SGA adalah suatu alat untuk menilai status gizi pasien secara subyektif, mudah, murah dan dapat dilakukan oleh tenaga non-medis. Penggunaan SGA untuk skrining gizi telah tervalidasi untuk populasi pediatrik perioperatif, namun efektifitasnya belum dievaluasi untuk populasi pasien kanker anak.45

Studi yang dilakukan oleh Sermet-Gaudelus dkk melaporkan tentang penggunaan metode skoring dalam mengidentifikasi pasien anak dengan malnutrisi di RS. Skor risiko gizi berkisar antara 0-5 dan dihitung dengan cara menambah nilai untuk

(21)

18 masing-masing faktor risiko sebagai berikut : 1 untuk asupan makanan <50%, 1 untuk nyeri, 1 untuk kondisi patologis derajat 2, dan 3 untuk kondisi patologis derajat 3. Skor 1 atau 2 mengindikasikan risiko moderat, dan skor ≥3 menunjukkan risiko tinggi malnutrisi.46

Tabel 8 . Skor Risiko Gizi Pediatrik serta Rekomendasi Terapi Gizi46 Faktor risiko [koefisien]

Pathologi Nyeri[1]

Asupan makanan <50% [1]

Skor Risiko Gizi Intervensi gizi Ringan (derajat 1) [0] Tidak ada 0 Rendah Tidak ada Ringan (derajat 1) [0] Satu 1 Sedang Evaluasi asupan

dan BB setiap hari

Ringan (derajat 1) [0] Keduanya 2 Sedang Konsul ke gizi Moderat (derajat 2)[1] Tidak ada 1 Sedang Terapi gizi

dimulai

Moderat (derajat 2)[1] Satu 2 Sedang idem

Moderat (derajat 2)[1] keduanya 3 Tinggi Asupan makanan dihitung dengan cermat

Berat (derajat 3)[3] Tidak ada 3 Tinggi Konsul ke tim terapi gizi

Berat (derajat 3)[3] Satu 4 Tinggi Pertimbangkan

dukungan gizi enteral atau parenteral

Berat (derajat 3)[3] Keduanya 5 Tinggi idem

1.2.7 Asesmen Gizi Pasien Anak dengan Neuroblastoma Neuroblastoma :

- High risk stage III dan IV - MYCN amplification - Relapsed disease

Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada pasien anak dengan neuroblastoma - Usia muda (rata-rata usia saat diagnosis 3,1 tahun)

- Gangguan pola makan - Mual muntah signifikan

- Sangat membutuhkan makanan enteral

- Komplikaasi setelah operasi : diare high output - HCT

(22)

19 - Membutuhkan waktu lama untuk transisi ke makanan via oral setelah terapi

- Harapan hidup 5 tahun : 73.2%47

Asesmen gizi 1. Anthropometri

Pemeriksaan awal meliputi usia, tinggi badan (diukur dengan berbaring bila anak < 2 tahun), berat badan, dan pada anak yang berusia kurang dari 2 tahun, diukur lingkar kepala. Pemeriksaan apapun dengan hasil kurang dari persentil ke-10 merupakan tanda gangguan perkembangan akibat asupan gizi tidak adekwat. Persentil BB/PB adalah indikator anthropometri yang paling baik untuk mengetahui status gizi anak dengan kanker. BB/TB merupakan indikator yang baik karena memiliki hubungan yang kuat dengan lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit triseps. Untuk anak usia pra pubertas (wanita <12 tahun, laki-laki <14 tahun) berat badan ideal adalah dengan mencocokkan berat badan terhadap tinggi badan sesuai usia di persentil ke-50 berdasarkan kurva CDC sesuai jenis kelamin. Sedangkan untuk anak usia paska pubertas, status gizi dinilai menggunakan IMT kurva pertumbuhan CDC sesuai usia. Bila IMT anak antara persentil ke-25 dan 75 maka disebut memiliki berat badan ideal. Bila anak memiliki berat badan >120% , maka berat badan ideal dihitung berdasarkan rumus sbb :

Adjusted weight = [actual weight(kg)-ideal weight (kg)] x 0.25 + ideal weight.

Penting untuk menilai riwayat pertumbuhan dan BB/U, TB/U, BB/TB atau IMT saat ini. Antropometri di lengan dapat membantu menilai protein otot tubuh dan cadangan lemak, juga harus dilakukan pada asesmen awal.

2. Biokimia

Pemeriksaan biokimia yang dianggap baik pada pasien kanker anak kadangkala sulit, karena perubahan biokimia yang terjadi dapat merupakan akibat penyakit itu sendiri maupun akibat terapi kanker.

Saat ini yang dianggap lebih dapat menggambarkan status gizi anak dengan kanker adalah prealbumin. Prealbumin memiliki waktu paruh yang pendek, yakni kurang lebih 2 hari, sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi malnutrisi yang tidak teridentifikasi melalui pemeriksaan anthropometri. Pemeriksaan prealbumin dapat lebih sering dilakukan dan dapat digunakan untuk menilai pengaruh peningkatan asupan kalori dan penambahan berat badan.

(23)

20 3. Riwayat gizi

Riwayat gizi yang ditanyakan meliputi gangguan saluran cerna, gangguan mengunyah, menelan saat ini, mukositis, esofagitis, lebih cepat kenyang, perubahan nafsu makan, gangguan BAB. Modifikasi diit yang dilakukan akhir-akhir ini seperti diit khusus, alergi makanan, intoleransi atau pantangan makanan tertentu, penggunaan suplemen herbal, vitamin, mineral. Adakah gangguan dalam makan makanan (kemampuan makan sendiri, apakah harus dalam bentuk puree atau makanan biasa, menggunakan botol atau cangkir), adakah asupan susu formula atau menyusu.

4. Pemeriksaan fisik

Periksa adakan obesitas, emaciation, dehidrasi atau edema.

5. Pemeriksaan lainnya

Riwayat medis anak, kekuatan fisik, tingkat aktifitas, fungsi organ, derajat nyeri dan kontrol nyeri, yang mungkin mengganggu asupan per oral.

6. Kebutuhan zat gizi

Pemenuhan kebutuhan zat gizi pada anak dengan kanker bertujuan untuk :

- Menyediakan zat gizi yang cukup untuk menjaga massa otot dan mendukung pertumbuhan dan perkembangan.

- Mengidentifikasi dan mencegah atau mengkoreksi malnutrisi energi protein - Mencegah atau memperbaiki kelainan metabolik.

- Memaksimalkan kualitas kehidupan.48

a. Kebutuhan energi dan protein

Kebutuhan energi dan protein berdasarkan asupan zat gizi yang direkomendasikan (DRI) sesuai usia dan jenis kelamin mungkin kurang sesuai untuk pasien kanker anak karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan zat gizi seperti kurang aktif, sepsis bakterial, demam akibat neutropenia, atau komplikasi sekunder. BMR dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan energi dan dikalikan faktor stres 1.6-1.8 untuk anak kecil atau anak dengan malnutrisi yang akan memenuhi kebutuhan untuk tumbuh dan aktifitas ringan.

(24)

21 Kebutuhan vitamin dan mineral untuk anak dengan kanker belum ditentukan secara khusus sehingga kebutuhan yang disarankan adalah sesuai angka kecukupan gizi (DRI).

c. Dukungan Gizi

1. Asupan makanan per oral

Kadangkala pasien kanker anak mengalami penurunan asupan selama terapi, namun untuk anak yang gizi baik, biasanya asupan akan kembali normal. Pada kondisi tersebut, perlu diberikan makanan dengan densitas kalori yang tinggi, dengan frekuensi yang lebih sering. Setiap hari harus dievaluasi tingkat asupan anak, baik dari makanan parenteral, enteral, caian dan makanan via oral.

2. Makanan enteral

Kriteria untuk pemberian makanan via selang makanan :

- Adanya penurunan berat badan >5% dari berat badan sebelum sakit

- BB/TB ≤90% dari berat badan ideal terhadap TB, disesuaikan usia dan TB - IMT turun hingga dibawah persentil 10

- Usaha-usaha untuk memenuhi kebutuhan gizi via oral gagal dilakukan. - Saluran cerna fungsional

- Berat badan ada di batas paling bawah

Berbagai studi tentang pemberian makanan enteral di berbagai pusat perawatan pediatrik onkologi memberikan hasil yang bermanfaat. Namun demikian harus diperhatikan pula komplikasi pemberian makanan enteral seperti tersumbatnya selang makanan, pengosongan lambung yang melambat, asupan elektrolit dan mineral yang tidak adekwat, terutama kalsium, fosfor, seng, magnesium dan kurangnya asupan energi.

Algoritma dan strategi pemberian terapi gizi pada pasien kanker telah banyak dibahas di berbagai literatur dengan tujuan lebih pada terapi malnutrisi diandingkan untuk mencegah penurunan berat badan.27, 49-52 Implementasi protokol nutrisional mungkin berguna untuk mengetahui anak memiliki risiko tinggi malnutrisi selama terapi anti kanker. Kebutuhan enrgi diberikan berdasarkan panduan gizi pediatrik. Gizi seimbang dengan protein yang cukup dan densitas energi tinggi dibutuhkan untuk mencegah overload konsumsi karbohidrat dan lemak. Anak-anak dengan keluhan nyeri (seperti mukositis atau muntah derajat berat) mungkin dapat mentoleransi pemberian makanan dengan selang gaster atau yeyunum lebih baik dibanding oral (misal via NGT) bila dilakukan by pass

(25)

22 nasopharing. PEG adalah metode dengan tingkat penerimaan yang tinggi oleh ahli onkologi, pasien kanker anak dan keluarga dan menunjukkan perbaikan somatik serta mengurangi frustasi pada keluarga akibat problema pemberian makanan.53 3. Nutrisi parenteral

Diberikan bila saluran cerna anak tidak fungsional sehingga tidak memungkinkan pemberian secara oral atau enteral. Misalnya mual dan muntah terus menerus, ileus, enteritis radiasi, dll.

4. Diet untuk anak dengan imunosupresi

Diindikasikan bila hitung neutrofil < 1x103l.

Pada prinsipnya diit ini menekankan pentingnya higiene dan sanitasi dalam pemilihan, penyiapan, penyajian bahan makanan.47

1.2.8 Studi tentang zat gizi yang membantu penyembuhan kanker

a. Asam lemak omega 3

Asam lemak omega 3 secara in vitro dilaporkan memiliki efek menghambat pertumbuhan neuroblastoma. Pada studi in vivo diduga efek antitumor dari omega 3 diperantarai oleh inhibisi proliferasi sel tumor dan atau induksi apoptosis, peningkatan kerusakan mitokondria melalui bertambahnya reactive oxygen species, efek antiinflamasi, dan atau efek anti-angiogenik via inhibisi MVD dan COX-2.54, 55 Namun studi ini belum konsisten.56

b. EPA (eicosapenthanoic acid)

EPA, suatu asam lemak omega 3, dalam studi yang dilakukan oleh Bayram dkk terbukti dapat mengurangi penurunan berat badan pada pasien kanker anak, yakni sebagai tambahan pada makanan padat protein dan energi yang diberikan pada pasien.57 Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa suplementasi dengan EPA dapat memperbaiki penurunan BB karena kanker melalui berbagai mekanisme, termasuk penurunan regulasi produksi sitokin dan respon protein fase akut.58-60

(26)

23

2

BAB II LAPORAN KASUS

2.1 Data umum pasien

Nama : An. Nafisya Lisma TTL : 4 Maret 2009

Alamat : Ngramut RT 001/002, Purwodadi Jenis kelamin : Perempuan

Tanggal MRS : 17 Maret 2014 Tanggal asesmen : 24 Maret 2014 No. CM/Register : C449878/7693445 Bangsal : C1 lt 1

Jaminan : BPJS 2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

2.2.1 Keluhan utama

Timbul benjolan di kepala disertai berat badan menurun 2.2.2 Riwayat perjalanan penyakit

Sejak bulan November 2013 (5 bulan yang lalu) anak mengeluh kepala sakit saat disisir dan diketahui timbul benjolan di kepala sebesar kurang lebih sebesar kacang kedelai, sejumlah 4 buah. Nyeri bila ditekan, warna seperti kulit sekitar dan tidak bisa digerakkan. Oleh keluarga dibawa ke RS Purwodadi, dilakukan CT scan kepala dan USG abdomen dikatakan normal. Di RS Purwodadi diberi tranfusi 2 kolf dan disarankan untuk rujuk ke RSDK, namun keluarga menolak. Semenjak itu anak dibawa ke pengobatan alternatif.

Semakin lama benjolan di kepala makin besar. Anak semakin sering mengeluh nyeri kepala. Anak juga mengeluh tulang terasa nyeri untuk berjalan. Muntah (-), nafsu makan menurun dan makan hanya sedikit-sedikit, berat badan makin turun lalu dibawa ke poli hematologi RSDK pada bulan Januari 2014 dan disarankan mondok. Saat dirawat di RSDK anak dilakukan pemeriksaan sumsum tulang, anak kemudian dipulangkan dan disarankan kontrol. Hasil biopsi sumsum tulang adalah metastasis keganasan ke sumsum tulang.

Saat ini anak mondok karena perut makin membesar dan berat badan anak makin turun. Anak tidak mampu makan banyak, hanya sedikit-sedikit saja. Sesak (+), muntah (-), diare (-). Anak akan dilakukan biopsi.

(27)

24 2.2.3 Riwayat umum

 Ayah pasien sebagai wiraswasta dan ibu pasien tidak bekerja. Pasien merupakan anak angkat, dan anak kandung dari saudara kembar ibu angkat. Ibu angkat belum mempunyai anak.

 Biaya perawatan selama di RS ditanggung BPJS. 2.2.4 Riwayat penyakit dahulu

Riwayat demam (-)

Riwayat mondok (+) bulan Januari 2014 karena sakit serupa

2.2.5. Riwayat penyakit keluarga

 Riwayat keluarga sakit kanker (+) ibu angkat menderita kanker payudara dan sudah diangkat, juga riwayat kista di rahim.

 Riwayat sakit serupa pada keluarga (-)

2.2.6. Riwayat imunisasi Imunisasi lengkap.

2.2.7. Riwayat gizi dan asupan makanan Sebelum sakit :

Makan nasi sehari 3 kali, kurang lebih 1 centong, sering disertai sayur sop atau bening, kadang-kadang terik. Lauk berupa ayam goreng, telur, tahu atau tempe. Kadang-kadang makan selingan snack seperti wafer, roti, susu. Tidak ada riwayat pantangan atau alergi makanan. Sebelum sakit, berat badan pasien adalah 17 kg (WAZ : -0,51; HAZ : 0.47; BMI for age :-1,26)

Setelah sakit :

Sejak 5 bulan SMRS nafsu makan mulai berkurang karena anak mengeluh pusing. Makan 3 kali sehari, kadang-kadang habis, kadang-kadang hanya ½ porsi. Berat badan turun hingga 12 kg. Saat pulang dari RS bulan Januari 2014 pasien mengkonsumsi formula F100 komersial. Dalam satu hari mampu mengkonsumsi 4-6x200 cc. Pasien masih ingin makan, namun hanya mampu sedikit karena cepat merasa kenyang. Kadang-kadang oleh orang tua diselingi roti, mie instan (separuh), wafer, dan makanan kecil lainnya.

Saat dirawat di RS :

Pada bulan Maret 2014 saat rawat inap yang ke-2, berat badan 13 kg.Perut makin membesar. Nafsu makan semakin menurun. makanan dari RS hanya dimakan sedikit : nasi

(28)

3-25 4 sdm, jarang mencapai ½ porsi, sayur sedikit, sering tidak dimakan, lauk juga sedikit. Mendapatkan susu dari RS 2 kali, namun hanya diminum sedikit. Oleh ibu dibuatkan F100 komersial yang dibawa dari rumah, kadang-kadang satu hari mampu minum 2-3 x 150 cc (2 sendok takar). Snack dari RS jarang dimakan. Orang tua membawakan wafer, roti, namun hanya dimakan sedikit.

2.2.8. Riwayat Tumbuh kembang

 BB Lahir : 3 kg, PB 49 cm.

 Setiap bulan pasien dibawa ke posyandu, BB selalu naik 2-3 ons/bulan.

 Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan sesuai umur.

 Januari 2014 : BB=12 kg, TB=112 cm, gizi buruk perawakan normal.

2.2.9. Riwayat Pendidikan Orangtua

 Ayah pasien : SMA

 Ibu pasien : SMP

 Kesan : tingkat pendidikan kedua orang tua sedang.

2.2.10.Riwayat ANC (Ante Natal Care)

 Anak adalah anak kandung dari saudara kembar ibu. Saat hamil, ibu kandung berusia 37 tahun. ANC di bidan 3-4 kali. Saat hamil, ibu sering sesak dan muntah-muntah, namun riwayat penggunaan obat-obatan selama hamil tidak diketahui. Berat badan ibu naik 5 kg selama hamil. Ibu kandung sebelum hamil terlihat kurus (BB= 40 kg, TB = 150 cm, IMT : 17,7 kg/m2)

2.2.11.Riwayat Post natal

Lahir di RS dengan sectio cesaria karena ketuban pecah dini. Riwayat biru (-), kejang (-) 2.3 Assessment 2.3.1. Pengukuran antropometrik  PB : 112 cm  BB : 11 kg.  Lingkar lengan : 11 cm

(29)

26

 Lingkar perut : 54 cm

 WAZ : -3,65

 HAZ : 0.47

 BMI for age : -5.74

 BBI : 19 kg (CDC), 18,4 kg (WHO)

2.3.2. Pemeriksaan fisik ( 24 Maret 2014 dari data rekam medik )

 KU: Sadar, tampak lemah, sesak dan tampak kurus.

 Tanda Vital:

HR : 117x /menit RR : 30 kali/menit Suhu : 37°C

 Kepala : terdapat benjolan di regio frontal, parietal dekstra et sinistra. Ukuran benjolan di regio frontal dekstra ± 4x2x2 cm

 Wajah : dbn

 Mata:

Konjungtiva palpebra anemis +/+ Sklera kebiruan -/-

Mata cekung +/+

 Hidung:

Nafas cuping hidung : +/+ Terpasang kanul oksigen Terpasang NGT

 Telinga : tidak ada gangguan pendengaran

 Mulut : Sianosis (-) Bibir kering (+)  Leher: Deviasi Trachea (-) ; Pembesaran nnll (-)  Dada:

Inspeksi : Simetris, retraksi (+) suprasternal, epigastrial intercostal Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri

(30)

27 Suara jantung 1= suara jantung 2

Bising (-) ; Gallop (-)

 Paru:

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri

Auskultasi : vesikuler +/↓; ronki -/- ; wheezing -/-, eksperium diperpanjang -/-

 Abdomen

Inspeksi : distensi, Auskultasi : BU+N

Palpasi : Hepatomegali (+), lien sulit dinilai

 Ekstremitas: superior / inferior Edema : - / - Sianosis : - / - Pucat : + / + Muscle wasting : + / + Baggy pant : + / + 2.3.3. Pemeriksaan laboratorium a) Hematologi Tanggal: 14 Maret 2014 19 Maret 2014 20 Maret 2014 Hb (11.00– 13.00g%) 10.6 6.02 10.6 Ht (37.0 - 44.0%) 30.7 17.2 30.86 Eritrosit (3,60 - 5,00 juta/mmk) 3.5 1.89 3.678 MCH (23,00-31,00 pg 30.0 33.9 28.82 MCV (77,00-101,00 fl 87.4 90.9 83.89 MCHC (29,00-36,00 g/dl 34.3 35.1 34.35 Lekosit (4.50-13.00 ribu/mmk) 9.0 7.14 7.95 Trombosit (150-400 ribu/mmk 32.8 167 144.8 RDW (11,60-14,80 %) 16.0 19.3 15.02 MPV (4,00-11,00 fl) 10.7 7.46 7.85 b) Kimia Klinik Parameter 14 Maret 2014 18 Maret 2014 19 Maret 2014 GDS (74 - 106 mg/dl) 138 Ureum (15 - 39 mg/dl) 19 14 Kreatinin (0.5-0.8 mg/dl) 0.08 0.45 Albumin (3.4-5.0 g/dl) Natrium (136-145 mmol/L) 139 Kalium (3.5-5.1 mmol/L) 4.4

(31)

28

Chlorida (98-107 mmol/L) 101

c) Koagulasi

14 Maret 2014 20 Maret 2014 Plasma Prothrombin Time (PPT)

Waktu prothrombin (9.4-11.3 detik) PPT Kontrol

14.6 11.2

10.8 10.9 Partial Thromboplastin Time (PPT)

Waktu thromboplastin (23.4-36.8 detik) APTT kontrol

37.0 32.8

2.4 Diagnosa

2.4.1. Diagnosa penyakit/medis

 SOL frontotemporoparietal dekstra post biopsi H+4

 Efusi pleura suspek metastase

 Metastase ke tulang humerus, scapula 2.4.2. Diagnosis gizi

SGA : C

Status gizi : gizi buruk marasmus, perawakan normal. Status metabolik : hiperkatabolik, anemia

Status GI : fungsional dengan anoreksia, early satiety

Status cairan : normohidrasi 2.5 Terapi Medis dan Gizi

Inf D5%:NaCl 0.9% = 1:1 10 tpm Injeksi Ceftriaxon

Injeksi Ranitidin Perbaikan KU dan gizi

Diit : 3x 1 porsi nasi, 5x200 cc F100 PO : asam folat 1x5 mg

Mineral mix 4x5 cc 2.6 Program

 Evaluasi KU, TV, dan akseptabilitas diet

 Timbang BB setiap hari

 Konsul gizi 2.7 Assesment gizi

(32)

29 Kebutuhan cairan, energi/kalori dan protein

 Kebutuhan cairan: 1650 cc

 Kebutuhan energi: 90 kkal x 19 kg = 1710 kkal, dimulai dari 1500 kkal

 Kebutuhan protein: 2.3 g/kgBB(BBI)/hari = 43.7 g≈ 44 g = 176 kkal

 Kebutuhan karbohidrat: 50 – 60% total kkal = 900 Kkal = 225 g

 Kebutuhan lemak: 30-40 % total kalori : 424 Kkal (28,2%) = 47 g

Pemberian terapi gizi: Keb 24 jam Cairan

1650

Kal 1500

Karbohidrat Lemak Prot 44 Inf D5 ½ NS 480 81,6 - 2x1/2 porsi nasi 100 400 14 1xsnack modisco 50 162,6 3,53 5x200 F100 1000 1000 46,53 1630 98% 1644,2 109% 46,53 105%

(33)

30 2.8 FOLLOW UP

Tanggal Subjective Objective Diagnosa Terapi

24/3/2014 Sesak (-), lemah, kurang aktif Asupan : nasi dari RS hanya sedikit-sedikit ± 1/3 porsi 2 kali sehari, sayur tidak dimakan, lauk sedikit, susu pediasure 3x100 cc (2 sendok takar)

KU lemah, CM HR : 117x/menit RR : 30 x/menit T : 37,0°C

N : reguler, isi dan tegangan cukup

Abd : cembung, tegang, BU (+), BAB (+)

SOL frontotemporoparietal dekstra post biopsi H+4 Gizi buruk marasmus

Inf D5%:NaCl 0.9% = 1:1 10 tpm Injeksi Ceftriaxon

Injeksi Ranitidin Perbaikan KU dan gizi Jawaban konsul gizi anak = Target kalori : 1500 Kkal

Diit : 3x 1 porsi nasi, 5x200 cc F100 PO : asam folat 1x5 mg

Mineral mix 4x5 cc 25/3/2014 Sesak (+) berkurang, lemah,

gelisah Asupan :

Susu : 390 cc, makanan selingan molen pisang 1 buah

KU lemah, CM HR : 116x/menit RR : 32x/menit

N : reguler, isi dan tegangan cukup

T :36,8 °C

Abdomen cembung, tegang, BU +)

SOL frontotemporoparietal dekstra post biopsi H+5 Gizi buruk marasmus

Inf D5%:NaCl 0.9% = 1:1 10 tpm Injeksi Ceftriaxon

Injeksi Ranitidin Perbaikan KU dan gizi

Ditambah Alinamin 3 x ½ ampul Diit : 3x 1 porsi nasi, 5x200 cc F100 PO : asam folat 1x1 mg

Mineral mix 4x5 cc 26/3/2014 Sesak(+), lemah

Asupan : susu 5x200 cc Subuh minta susu sekitar 20 cc Nasi dimakan 5 sdm, lauk sedikit, roti tart uk sedang separuh

KU lemah, CM HR : 116x/menit RR : 32x/menit

N : reguler, isi dan tegangan cukup

T : 36,9 °C N : reg, i/t cukup

Abdomen cembung, tegang, BU +)

SOL frontotemporoparietal dekstra post biopsi H+6 Gizi buruk marasmus

Efusi pleura suspek metastase Metastase ke tulang humerus, scapula

Inf D5%:NaCl 0.9% = 1:1 10 tpm Injeksi Ceftriaxon

Injeksi Ranitidin Perbaikan KU dan gizi

Diit : 3x 1 porsi nasi, 5x200 cc F100 PO : asam folat 1x1 mg

Mineral mix 4x5 cc 27/3/2014 Sesak(+), lemah

Asupan : susu 6x200 cc, 100 cc saat malam jam 24.00

Makanan dari RS tidak suka,

KU lemah, CM HR : 118x/menit RR : 32x/menit

N : reguler, isi dan tegangan

SOL frontotemporoparietal dekstra post biopsi H+7 Gizi buruk marasmus

Efusi pleura suspek metastase

Inf D5%:NaCl 0.9% = 1:1 10 tpm Injeksi Ceftriaxon

Injeksi Ranitidin Perbaikan KU dan gizi

(34)

31 minta dibelikan mi, habis ½

porsi

cukup T : 37,2°C

Abdomen cembung, tegang, BU +)

Metastase ke tulang humerus,

scapula Diit : 3x 1 porsi nasi, 5x200 cc F100 PO : asam folat 1x1 mg

Mineral mix 4x5 cc 28/3/2014 Sesak (+), demam nglemeng

Kurang aktif dibanding sebelumnya, sering meringik Asupan : minum susu 6x200 cc + 1x100 cc (5 kali dari RS, 2 kali membuat sendiri : pediasure) Makan nasi : 2 sdm dengan lauk sedikit

BAB (+) kemarin 1 x

KU lemah, sadar, kurang aktif HR : 110x/menit

RR : 34 x/menit N : reg, i/t cukup T: 37,2 °C

Pulmo : SD vesiculer menurun di lapangan paru kiri

Abd : cembung, hepar/lien sdn Lingkar perut : 55,5 cm LLA : 10 cm

BB : 13,4 kg

SOL frontotemporoparietal dekstra post biopsi H+8 Gizi buruk marasmus

Efusi pleura suspek metastase Metastase ke tulang humerus, scapula

Inf D5%:NaCl 0.9% = 1:1 10 tpm Injeksi Ceftriaxon

Injeksi Ranitidin Perbaikan KU dan gizi

2x1/2 porsi nasi ekstra putih telur 5x200 cc F100 1x snack modisco Keb 24 jam Cairan 1650 Kal 1500 Prot 44 Inf D5 ½ NS 480 81,6 - 2x1/2 porsi 100 400 14 1xsnack modisco 50 162,6 3,53 5x200 F100 1000 1000 46,53 1630 98% 1644,2 109% 46,53 105% 29/3/2014 Muntah (-), sesak (+), lemah (+)

BAB cair (-)

Asupan : susu dari RS 3x200 cc, susu membuat sendiri 2x80 cc (1/2 sdk takar), telur rebus 1 bh hbs, makan roti sedikit-sedikit, nasi dari RS hanya sedikit

KU lemah, sadar, kurang aktif HR : 118 x/menit

RR : 36 x/menit N : reg, i/t cukup T : 37,1 °C BB : 14 kg

SOL frontotemporoparietal dekstra post biopsi H+9 Gizi buruk marasmus

Efusi pleura suspek metastase Metastase ke tulang humerus, scapula O2 6 lpm masker Ceftriaxon stop Alinamin stop Ketorolac 3x15 mg Ranitidin 3x25 mg Paracetamol 250 mg k/p Diet :

2x1/2 porsi nasi ekstra putih telur 1 buah

(35)

32 6x200 F100

1/4/2014 Muntah (-), sesak (-), mencret (-) Diit susu habis, posisi ½ duduk Mulai kemarin sore pasien sudah penurunan kesadaran, demam tinggi.

KU penurunan kesadaran HR : 118x/menit

RR : 44 x/menit N : reg, i/t cukup T : 37.5 °C

SOL frontotemporoparietal dekstra post biopsi H+10 Gizi buruk marasmus

Efusi pleura suspek metastase Metastase ke tulang humerus, scapula

O2 6 lpm masker

Lain-lain sesuai TS Anak Keb 24 jam Cairan 1650 Kal 1500 Prot 44 Inf D5 ½ NS 720 81,6 - 8x150 F75 1200 1200 34.8 1680 101.8% 1281.6 85.4% 34.8 79% Dikonsulkan ke perawatan

palliative care oleh DPJP bedah saraf, jawaban :

Pada pemeriksaan didapatkan : - Probable respiratory failure - Nyeri sudah tidak didapatkan

ok kesadaran menurun - Sudah stadium akhir  DNR - Orang tua sudah menerima

penjelasan.

Pukul 14.00 pasien meninggal dunia

Hasil PA (diketahui tanggal 29 Maret 2014 ) :

(36)

33 Follow up Laboratorium 27/3/2014 28/3/2014 Hemoglobin 6,5 9,6 Hematokrit 21,1 28,2 Eritrosit 2,4 3,5 Leukosit 7,0 10 Trombosit 215 195,6 MCH 27,5 27,1 MCV 89,4 79,7 MCHC 34 RDW 15,8 18,3 MPV 8,6 8,0 Albumin 2,8

Pemeriksaan AGD 28 Maret 2014

KIMIA KLINIK BGA kimia Temperatur (C) 40.0 Hb (mg/dl) 9.6 FIO2 44.0 pH 7.39 pCO2 42 pO2 129 pH(T) 7.35 pCO2 (T) 48 pO2 (T) 149 HCO3- 25.4 HCO3 std 25.2 TCO2 26.7 BEecf 0.4 BE (B) 0.3 SO2c 99 A-aDO2 105 RI 0.7

(37)

34

DAFTAR PUSTAKA

1. Imbach P. Neuroblastoma. In: Imbach P, Kuhne T, Arceci RJ, editors. Pediatric Oncology: Springer-Verlag 2011. p. 114-23.

2. Van Alphen HAM. Tumor susunan saraf. In: Van de Velde CJH, Bosman FT, Wagener DJTh, editors. Onkologi. 5 ed. Yogyakarta: Panitia Kanker RSUP DR Sardjito Yogyakarta.Gadjah Mada University Press; 1996. p. 586-7.

3. Schüz J, Kaletsch U, Meinert R, Kaatsch P, Spix C, Michaelis J. Risk factors for neuroblastoma at different stages of disease. Results from a population-based case-control study in Germany. Journal of clinical epidemiology. 2001;54(7):702-9.

4. Cook MN, Olshan AF, Guess HA, Savitz DA, Poole C, Blatt J, et al. Maternal Medication Use and Neuroblastoma in Offspring. American Journal of Epidemiology. 2004;159(8):721-31.

5. Rha SE, Byun JY, Jung SE, Chun HJ, Lee HG, Lee JM. Neurogenic tumors in the abdomen: tumor types and imaging characteristics. Radiographics. 2003;23(1):29-43. 6. Lonergan GJ, Schwab CM, Suarez ES, Carlson CL. Neuroblastoma,

ganglioneuroblastoma, and ganglioneuroma: radiologic-pathologic correlation. Radiographics. 2002;22(4):911-34.

7. Neuroblastoma : early detection, diagnosis, and staging topics. American Cancer

Society; 2014 [cited 2014]; Available from:

http://www.cancer.org/cancer/neuroblastoma/detailedguide/neuroblastoma-staging. 8. Cohn SL, Pearson ADJ, London WB, Monclair T, Ambros PF, Brodeur GM, et al.

The International Neuroblastoma Risk Group (INRG) Classification System: An INRG Task Force Report. Journal of Clinical Oncology. 2009;27(2):289-97.

9. Nickerson HJ, Matthay KK, Seeger RC, Brodeur GM, Shimada H, Perez C, et al. Favorable Biology and Outcome of Stage IV-S Neuroblastoma With Supportive Care or Minimal Therapy: A Children’s Cancer Group Study. Journal of Clinical Oncology. 2000;18(3):477.

10. Sato T, Laviano A, Meguid MM, Rossi-Fanelli F. Plasma leptin, insulin and free tryptophan contribute to cytokine-induced anorexia. Adv Exp Med Biol. 2003;527:233-9.

(38)

35 11. Nowicki M, Ostalska-Nowicka D, Miskowiak B. Prognostic value of stage IV neuroblastoma metastatic immunophenotype in the bone marrow : preliminary report. J Clin Pathol. 2006;59(2):150-2.

12. Donaldson SS, Wesley MN, DeWys WD, Suskind RM, Jaffe N, vanEys J. A study of the nutritional status of pediatric cancer patients. Am J Dis Child. 1981;135(12):1107-12.

13. Jain V, Dubey AP, Gupta SK. Nutritional Parameters in Children with Malignancy. Indian Ped. 2003;40:976-84.

14. Garofolo A, Lopez FA, Petrilli AS. High prevalence of malnutrition among patients with solid non-hematological tumors as found by using skinfold and circumference measurements. Sao Paulo Med J. 2005;123(6):277-81.

15. Maciel Barbosa J, Pedrosa F, Coelho Cabral P. Nutritional status and adequacy of enteral nutrition in pediatric cancer patients. Nutr Hosp. 2012;27(4):1099-105.

16. Ramirez I, van Eys J, Carr D, Coody D, Carter-George P, Washington J, et al. Immunologic evaluation in the nutritional assessment of children with cancer. Am J Clin Nutr. 1985;41(6):1314-21.

17. Mauer AM, Burgess JB, Donaldson SS, Rickard KA, Stallings VA, van Eys J, et al. Special nutritional needs of children with malignancies: a review. JPEN J Parenter Enteral Nutr. 1990;14(3):315-24.

18. Laviano A, Meguid MM, Yang Z-J, Gleason JR, Cangiano C, Fanelli FR. Cracking the riddle of cancer anorexia. Nutrition (Burbank, Los Angeles County, Calif). 1996;12(10):vi-710.

19. Fanelli FR, Laviano A, Preziosa I, Cascino A, Muscaritoli M, Cangiano C. Trytophan and Secondary Anorexia. In: Filippini G, Costa CL, Bertazzo A, editors. Recent Advances in Tryptophan Research: Springer US; 1996. p. 545-9.

20. Green GJ, Weitzman SS, Pencharz PB. Resting energy expenditure in children newly diagnosed with stage IV neuroblastoma. Pediatr Res. 2008;63(3):332-6.

21. Argiles JM, Busquets S, Garcia-Martinez C, Lopez-Soriano FJ. Mediators involved in the cancer anorexia-cachexia syndrome: past, present, and future. Nutrition. 2005;21(9):977-85.

22. Rosenbaum M, Leibel RL, Hirsch J. Obesity. N Engl J Med. 1997;337(6):396-407. 23. Banks WA. Anorectic effects of circulating cytokines: role of the vascular blood-brain

(39)

36 24. Ramos EJ, Suzuki S, Marks D, Inui A, Asakawa A, Meguid MM. Cancer

anorexia-cachexia syndrome: cytokines and neuropeptides. Curr Opin Clin Nutr Metab Care. 2004;7(4):427-34.

25. Pietsch JB, Ford C. Children with Cancer: Measurements of Nutritional Status at Diagnosis. Nutrition in Clinical Practice. 2000;15(4):185-8.

26. Smith DE, Stevens MC, Booth IW. Malnutrition at diagnosis of malignancy in childhood: common but mostly missed. Eur J Pediatr. 1991;150(5):318-22.

27. Han-Markey T. Nutritional considerations in pediatric oncology. Semin Oncol Nurs. 2000;16(2):146-51.

28. Ward E, Hopkins M, Arbuckle L, Williams N, Forsythe L, Bujkiewicz S, et al. Nutritional problems in children treated for medulloblastoma: implications for enteral nutrition support. Pediatric blood & cancer. 2009;53(4):570-5.

29. Ovesen L, Allingstrup L, Hannibal J, Mortensen EL, Hansen OP. Effect of dietary counseling on food intake, body weight, response rate, survival, and quality of life in cancer patients undergoing chemotherapy: a prospective, randomized study. Journal of Clinical Oncology. 1993;11(10):2043-9.

30. Ravasco P, Monteiro-Grillo I, Marques Vidal P, Camilo ME. Impact of nutrition on outcome: a prospective randomized controlled trial in patients with head and neck cancer undergoing radiotherapy. Head Neck. 2005;27(8):659-68.

31. Tisdale MJ. Mechanisms of Cancer Cachexia. Physiological Reviews. 2009;89(2):381-410.

32. Tisdale MJ. Cachexia in cancer patients. Nat Rev Cancer. 2002;2(11):862-71.

33. Roh MS, Ekman L, Jeevanandam M, Brennan MF. Gluconeogenesis in tumor-influenced hepatocytes. Surgery. 1984;96(2):427-34.

34. Love AH. Metabolic response to malnutrition: its relevance to enteral feeding. Gut. 1986;27(Suppl 1):9-13.

35. Danforth E J, Burger AG. The impact of nutrition on thyroid hormone physiology and action. Annu Rev Nutr. 1989;9:201-27.

36. Mauer AM, Burgess JB, Donaldson SS, Rickard KA, Stallings VA, Van Eys J, et al. Reviews: Special Nutritional Needs of Children with Malignancies: A Review. Journal of Parenteral and Enteral Nutrition. 1990;14(3):315-24.

37. Muller HL, Emser A, Faldum A, Bruhnken G, Etavard-Gorris N, Gebhardt U, et al. Longitudinal study on growth and body mass index before and after diagnosis of childhood craniopharyngioma. J Clin Endocrinol Metab. 2004;89(7):3298-305.

(40)

37 38. Nysom K, Holm K, Michaelsen KF, Hertz H, Muller J, Molgaard C. Degree of fatness after treatment of malignant lymphoma in childhood. Med Pediatr Oncol. 2003;40(4):239-43.

39. Meacham LR, Sklar CA, Li S, Liu Q, Gimpel N, Yasui Y, et al. Diabetes mellitus in long-term survivors of childhood cancer. Increased risk associated with radiation therapy: a report for the childhood cancer survivor study. Arch Intern Med. 2009;169(15):1381-8.

40. Rogers PC, Melnick SJ, Ladas EJ, Halton JH, Baillargeon J, Sacks N. Children’s Oncology Group (COG) Nutrition Committee. Pediatric blood & cancer. 2008;50:447-50.

41. Bozzetti F, Arends J, Lundholm K, Micklewright A, Zurcher G, Muscaritoli M. ESPEN Guidelines on Parenteral Nutrition: Non-surgical oncology. Clinical nutrition (Edinburgh, Scotland). 2009;28(4):445-54.

42. Huhmann MB, August DA. Review of American Society for Parenteral and Enteral Nutrition (ASPEN) Clinical Guidelines for Nutrition Support in Cancer Patients: nutrition screening and assessment. Nutr Clin Pract. 2008;23(2):182-8.

43. Hockenberry MJ, Hooke MC, Gregurich M, McCarthy K. Carnitine plasma levels and fatigue in children/adolescents receiving cisplatin, ifosfamide, or doxorubicin. Journal of pediatric hematology/oncology. 2009;31(9):664-9.

44. Ladas EJ. Integrative nutrition and nutrition/herbal supplements. In: Langler A, Mansky PJ, Seifert G, editors. Integrative Pediatric Oncology. Heidelberg: Springer-Verlag; 2012. p. 109-11.

45. Mosby TT, Barr RD, Pencharz PB. Nutritional assessment of children with cancer. J Pediatr Oncol Nurs. 2009;26(4):186-97.

46. Sermet-Gaudelus I, Poisson-Solomon A, Colomb V, Brusset M, Mosser F, Berrier F, et al. Simple pediatric nutritional risk score to identify children at risk of malnutrition. Am J Clin Nutr. 2000;72:64-70.

47. Macris PC, Hunt K. Hematology and Oncology. In: Samour PQ, King K, editors. Pediatric nutrition. 4 ed. London: Jones and Bartlett Learning; 2012. p. 363-81.

48. Van Eys J. Benefits of nutritional intervention on nutritional status, quality of life and survival. Int J Cancer Suppl. 1998;11:66-8.

49. Mehta NM, Compher C, Directors ASPENBo. A.S.P.E.N. Clinical Guidelines: Nutrition Support of the Critically Ill Child. Journal of Parenteral and Enteral Nutrition. 2009;33(3):260-76.

(41)

38 50. Uderzo C, Rovelli A, Bonomi M, Fomia L, Pirovano L, Masera G. Total parenteral nutrition and nutritional assessment and leukaemic children undergoing bone marrow transplantation. Eur J Cancer. 1991;27(6):758-62.

51. Jones L, Watling RM, Wilkins S, Pizer B. Nutritional support in children and young people with cancer undergoing chemotherapy. Cochrane Database Syst Rev. 2010;7(7).

52. Avitsland TL, Kristensen C, Emblem R, Veenstra M, Mala T, Bjornland K. Percutaneous endoscopic gastrostomy in children: a safe technique with major symptom relief and high parental satisfaction. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2006;43(5):624-8.

53. Barlaug M, Kruse A, Schroder H. Percutaneous endoscopic gastrostomy in paediatric cancer patients. Ugeskr Laeger. 2008;170(23):2027-31.

54. Lindskog M, Gleissman H, Ponthan F, Castro J, Kogner P, Johnsen JI. Neuroblastoma cell death in response to docosahexaenoic acid: sensitization to chemotherapy and arsenic-induced oxidative stress. Int J Cancer. 2006;118(10):2584-93.

55. Langelier B, Alessandri JM, Perruchot MH, Guesnet P, Lavialle M. Changes of the transcriptional and fatty acid profiles in response to n-3 fatty acids in SH-SY5Y neuroblastoma cells. Lipids. 2005;40(7):719-28.

56. Barnes CM, Prox D, Christison-Lagay EA, Le HD, Short S, Cassiola F, et al. Inhibition of neuroblastoma cell proliferation with omega-3 fatty acids and treatment of a murine model of human neuroblastoma using a diet enriched with omega-3 fatty acids in combination with sunitinib. Pediatr Res. 2012;71(2):168-78.

57. Bayram I, Erbey F, Celik N, Nelson JL, Tanyeli A. The use of a protein and energy dense eicosapentaenoic acid containing supplement for malignancy-related weight loss in children. Pediatric blood & cancer. 2009;52:571-4.

58. Endres S, Ghorbani R, Kelley VE, Georgilis K, Lonnemann G, van der Meer JWM, et al. The Effect of Dietary Supplementation with n—3 Polyunsaturated Fatty Acids on the Synthesis of Interleukin-1 and Tumor Necrosis Factor by Mononuclear Cells. New England Journal of Medicine. 1989;320(5):265-71.

59. Wigmore SJ, Fearon KC, Maingay JP, Ross JA. Down-regulation of the acute-phase response in patients with pancreatic cancer cachexia receiving oral eicosapentaenoic acid is mediated via suppression of interleukin-6. Clin Sci. 1997;92(2):215-21.

(42)

39 60. Bauer J, Capra S. Nutrition intervention improves outcomes in patients with cancer cachexia receiving chemotherapy—a pilot study. Support Care Cancer. 2005;13(4):270-4.

Gambar

Tabel 2. Insiden neuroblastoma  Distribusi usia kumulatif
Tabel 3. Kriteria prognostik sitogenetik 1 Usia saat
Tabel 6. Kategori status gizi untuk pasien pediatri onkologi 40
Tabel 8 . Skor Risiko Gizi Pediatrik serta Rekomendasi Terapi Gizi 46 Faktor risiko [koefisien]

Referensi

Dokumen terkait

[r]

menyelesaikan skripsi dengan judul “Karakteristik Ibu yang Mengalami Perdarahan Antepartum dan Postpartum di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2010- 2015” dengan baik.Skripsi ini

Mu’ (2005) Taxonomy of ESL Writing Strategies investigated ESL writing strategies based on the synthesis of past research on writing strategies and four dominant theories:

1) Kita harus yakin bahwa kita adalah bagian dari sebuah tim yang hebat. Kuatkan keyakinan kita bahwa kita dapat diterima dengan baik oleh orang lain. Perasaan takut ditolak,

No Nama Indonesia Nama Latin 115 Teki Cyperus rotundus. 116 Tembakau Nicotiana

Akan tetapi pada ikan buntal mas betina menunjukkan bahwa peningkatan panjang total tubuh tidak mempengaruhi rasio berat lambung/berat tubuh karena semakin

Sequence diagram data Peserta Calon Atlit menjelaskan mengenai serangkaian kinerja sistem yang dilakukan oleh admin dalam pengolahan data Peserta pada aplikasi

Pada kasus ini proses penyelesaian masalah kebidanan telah dilaksanakan pengkajian berupa pemeriksaan dan analisa data pada Ny “S” dengan kista ovarium di RSUD Labuang