• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Skizofrenia Residual Fix

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Skizofrenia Residual Fix"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

1.1

1.1 Latar BelakangLatar Belakang

Kesehatan jiwa merupakan bagian integral dari kesehatan sehat jiwa tidak hanya Kesehatan jiwa merupakan bagian integral dari kesehatan sehat jiwa tidak hanya terbatas dari gangguan jiwa tetapi merupakan suatu hal yang dibutuhkan semua terbatas dari gangguan jiwa tetapi merupakan suatu hal yang dibutuhkan semua orang, kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi orang, kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup dapat menerima orang lain sebagaimana adanya,serta mempunyai tantangan hidup dapat menerima orang lain sebagaimana adanya,serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Menkes RI, 2005).

sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Menkes RI, 2005).

Menurut Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan (Depkes), Syafii Ahmad, Menurut Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan (Depkes), Syafii Ahmad, kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap Negara kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap Negara termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada masyarakat. Di memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk menyesuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stres menyesuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stres tersebut (Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan Dan Pelayanan Medik tersebut (Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan Dan Pelayanan Medik Departemen Kesehatan, 2007).

Departemen Kesehatan, 2007).

Ketidakmampuan individu untuk beradaptasi terhadap lingkungan dapat Ketidakmampuan individu untuk beradaptasi terhadap lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan jiwa. Supaya dapat mewujudkan jiwa yang sehat, maka mempengaruhi kesehatan jiwa. Supaya dapat mewujudkan jiwa yang sehat, maka  perlu

 perlu adanya adanya peningkatan peningkatan jiwa jiwa melalui melalui pendekatan pendekatan secara secara promotif, promotif, preventif preventif dandan rehabilitatif agar individu dapat senantiasa mempertahankan kelangsungan hidup rehabilitatif agar individu dapat senantiasa mempertahankan kelangsungan hidup terhadap perubahan

terhadap perubahan  –  –   perubahan yang terjadi pada dirinya maupun pada  perubahan yang terjadi pada dirinya maupun pada lingkungannya termasuk beberapa masalah gangguan jiwa yang diantaranya lingkungannya termasuk beberapa masalah gangguan jiwa yang diantaranya skizofrenia (Windyasih, 2008).

skizofrenia (Windyasih, 2008).

Skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional berupa gangguan mental Skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional berupa gangguan mental  berulang

(2)

Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini di tandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan kognitf dan persepsi. Sedangkan gejala negatifnya antara lain seperti avolition (menurunnya minat dan dorongan), berkurangnya keinginan bicara dan miskinnya isi pembicaraan, afek yang datar, serta terganggunya relasi personal. Tampak bahwa gejala-gejala skizofrenia menimbulkan hendaya berat dalam kemampuan individu berfikir dan memecahkan masalah, kehidupan afek dan menggangu relasi personal. Kesemuanya mengakibatkan pasien skizofrenia mengalami penurunan fungsi ataupun ketidakmampuan dalam menjalani hidupnya, sangat terhambat produktivitasnya dan nyaris terputus relasinya dengan orang lain (Setiadi, 2006).

Dalam melakukan perawatan klien dengan gangguan jiwa, maka perlu adanya dukungan keluarga karena faktor keluarga menempati hal vital dalam penanganan  pasien gangguan jiwa dirumah. Hal ini mengingat keluarga adalah support system terdekat selama 24 jam bersama-sama dengan pasien. Keluarga sangat menentukan apakah pasien akan kambuh atau tetap sehat. Keluarga yang mendukung pasien yang konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan program  pengobatan secara optimal. Dengan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, maka akan mempengaruhi terhadap kebutuhan sistem pada keluarga tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil survei yang dilakukan oleh Biegel et al, 1995 yang dikutip dari Stuart dan Laraia, 2001, bahwasanya dari keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia residual yaitu dengan meningkatnya stres dan kecemasan keluarga, hal ini ditandai dengan adanya respon yang berbeda  pada setiap anggota keluarga dalam kesiapan menerima anggota keluarga yang

mengalami gangguan jiwa. (Windyasih, 2008).

Menurut WHO, masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia sudah menjadi masalah yang sangat serius, paling tidak ada satu dari empat didunia mengalami masalah mental, dengan perkiraan sekitar 450 juta orang didunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Sementara itu menurut Direktur WHO wilayah Asia Tenggara Dr. Uton Muctar Rafei mengatakan bahwasanya hampir satu pertiga dari  penduduk wilayah ini pernah mengalami gangguan Neuropsikiatri, di Indonesia diperkirakan sebesar 264 dari 1000 anggota rumah tangga menderita gangguan

(3)

kesehatan jiwa. Jumlah penduduk yang mengalami gangguan jiwa di Indonesia diperkirakan terus meningkat. Jumlah populasi penduduk Indonesia yang terkena gangguan jiwa berat mencapai 1-3 persen di antara total penduduk. Jika penduduk Indonesia diasumsikan sekitar 200 juta, tiga persen dari jumlah itu adalah 6 juta orang. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar, menurut RISKESDAS, 2007 (Windyasih, 2008).

1.2 Tujuan

Tujuan pemakalah membuat makalah ini antara lain: 1. Mengetahui konsep Skizofrenia Residual meliputi:

 Difinisi  Etiologi

 Tanda dan gejala  Patofisiologi  Manifestasi klinis  Komplikasi

 Prognosis

2. Mengetahui penanganan pasien dengan Skizofrenia Residual meliputi :  pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

1.3 Manfaat

Pemakalah tentunya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Sesuai dengan tujuan awal, maka kami harap para pembaca dapat mengetahui seluk  beluk tentang Skizofrenia Residual mulai dari penyebab, pengobatan dan

 pencegahannya. Diharapkan dengan pengetahuan yang sedikit ini nantinya bisa meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat di indonesia.

(4)

BAB II PEMBAHASAN

Gangguan-gangguan psikis yang sekarang dikenal sebagai skizofrenia, untuk pertama kalinya diidentifikasi sebagai “demence precoce” atau gangguan mental dini olehBenedict Muler (1809-1873), seorang dokter kebangsaan belgia pada tahun 1890. Konsep yang lebih  jelas dan sistematis diberikan oleh Emil Kraepelin (1856-1926), seorang psikiatri jerman  pada tahun 1893. Kraepelin menyebutnya dengan istilah “dimentia praecox”. MenurutKraepeli, dimentia  praecox merupakan proses penyakit yang disebabkan oleh penyakit tertentu dalam tubuh. Dimentia praecox meliputi hilangnya kesatuan dalam pikiran, perasaan, dan tingkah laku. Penyakit ini muncul pada usia muda dan ditandai oleh kemampuan-kemampuan yang menurun yang akhirnya menjadi disintegrasi kepribadian yang kompleks. Gambaran Kraepelin tentang dimentia  paecox ini meliputi pola-pola tingkah laku seperti delusi, halusinasi, dan tingkah laku yang aneh.

Eugen Bleuler (1857-1939), seorang psikiater swiss, memperkenalkan istilah skizofrenia. Istilah ini berasal dari bahasa yunani schitos artinya terbelah, terpecah, dan prenyang artinya pikiran. Secara harafiah, skizofrenia berarti pikiran/jiwa yang terpecah/terbelah.Bleuler lebih menekankan pola perilaku, yaitu tidak adanya integrasi otak yang mempengaruhi pikiran, perasaan, dan afeksi. Dengan demikian tidak ada kesesuaian antara pikiran dan emosi, antara persepsi terhadap kenyataan yang sebenarnya.

PPDGJ III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III) menempatkan skizofrenia pada kode F20. Skizofrenia termasuk dalam kelompok psikosis fungsional. Psikosis fungsional merupakan penyakit mental secara fungsional yang nonorganis sifatnya, hingga terjadi kepecahan kepribadian yang ditandai oleh desintegrasi kepribadian dan maladjustment sosial yang berat, tidak mampu mengadakan hubungan sosial dengan dunia luar, bahkan sering terputus sama sekali denga realitas hidup (lalu menjadi ketidakmampuan secara sosial). Hilanglah rasa tanggung jawabnya dan terdapat gangguan pada fungsi intelektualnya. Jika perilakunya tersebut menjadi begitu abnormal dan irrasional, sehingga dianggap bisa membahayakan orang lain dan dirinya sendiri, yang secara hukum disebut gila.

(5)

2.1 DEFENISI

Skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak  belumdiketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis) yang luas, serta

sejumlah akibatyang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial  budaya. Padaumumnya ditandai oleh penyimpangan yang foundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inapropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaranyang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemundurankognitif tertentu dapat berkembang kemudian.

Skizofrenia residual adalah skizofrenia yang diawali dengan gejala positif, namunminimal dalam waktu satu tahun terakhir telah timbul gejala negatif.

2.2 EPIDEMOLOGI

Insiden skizofrenia secara umum berkisar antara 5-50/100.000 orang pertahun.Ditemukan pada 1%  populasi di seluruh dunia tanpa memandang sosioekonomi dan jeniskelamin. Prevalensi di Amerika Serikat berbeda pada tiap negara bagian dan diperkirakan1.5-2 juta orang terkena kelainan ini. Onset skizofrenia lebih cepat pada laki-laki (15-25tahun) dibanding  perempuan (25-35 tahun). Namun pada hakekatnya bisa terjadi pada hampir setiap tingkat usia

(10% pada usia 20 tahun, 65% pada usia 20-40 tahun, 50% pada usia 30tahun, dan 25% pada usia diatas 40 tahun. Diperkirakan pula bahwa skizofrenia mengenai 33-50% pada individu tunawisma serta  penyalahgunaan obat terjadi pada 50% penderitaskizofrenia.

2.3 ETIOLOGI

Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebabSkizofrenia, yaitu pendekatan biologis ( meliputi faktor genetik dan faktor biokimia), dan pendekatan  psikodinamik.

(6)

Pendekatan Biologis

1. Faktor Genetik

Semakin dekat hubungan genetis antara penderita skizofrenia dan anggota keluarganya,semakin besar kemungkinannya untuk terkena skizofrenia. Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan terkena skizofrenia dapat ditularkan secara genetis. Keluarga penderita skizofrenia tidak hanya terpengaruh secara genetis akan tetapi juga melalui pengalamansehari-hari. Orang tua yang menderita skizofrenia dapat sangat mengganggu perkembangan anaknya.

2. Faktor Biokimia

Hipotesis dopamine menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu  banyaknya penerimaan dopamine dalam otak. Kelebihan ini mungkin karena produksi neurotransmitter atau gangguan regulasi mekanisme pengambilan kembali yang dengannya dopamine kembali dan disimpan oleh vesikel neuron parasimpatik. Kemungkinan lain adalah adanya oversensitif reseptor dopamine atau terlalu banyaknya respon dopamine.

3. Otak

Sekitar 20-35% penderita skizofrenia mengalami beberapa bentuk kerusakan otak.

Pendekatan Psikoanalisa

Menurut Freud struktur kepribadian terdiri atas 3 aspek yaitu id, ego, dan super ego. Pertimbangan antara id dan super ego seringkali tidak seimbang dan menimbulkan konflik. Apabila ego  berfungsi dengan baik, maka situasi konflik tersebut akan dapat dikendalikannyaatau di selesaikannya secara adekuat. Sementara jika ego lemah, maka situasi konflik tersebut tidak akan dapat diseleaikannya, dan akan timbul banyak konflik internal atau bahkan konflik yang sifatnya sangat hebat, yang diekspresikan dalam bentuk tingkahlaku yang abnormal.

(7)

2.4 GEJALA KLINIS

Pembagian skizofrenia menjadi subtipe berdasarkan gejala-gejala yang menonjol.Secara garis besar gejala skizofrenia, menurut DSM-IV, dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Gejala Positif:

 Halusinasi (auditorik; mendengar suara-suara yang mengomentari atau bercakap-cakaptentang dirinnya, visual,olfaktorik, gustatorik, taktil)

 Waham (biasa dalam bentuk waham kejar, cemburu, bersalah, kebesaran, keagamaan, somatik, waham dikendalikan, siar pikiran, penarikan pikiran, waham menyangkut diri sendiri)

 Perilaku aneh (dalam berpakaian, perilaku sosial, seksual, agresif, perilaku  berulang)

 Gangguan proses pikiran (inkoherensi, noologismus, tangensialitas, sirkumtansial,  bicarakacau)

2. Gejala Negatif:

 Afek yang tumpul/datar (ekspresi wajah tidak berubah, penurunan spontanitas gerak,hilangnya gerakan ekspresif, kontak mata yang buruk, afek yang tidak sesuai, tidak adanyamodulasi suara)

 Alogia (kemiskinan bicara, kemiskinan isi bicara, penghambatan dan peningkatan latensirespon)

 Tidak ada kemauan, apati (bersikap acuh tak acuh)

 Anhedonia (tidak suka berhubungan sosial, tidak suka dalam hubungan pertemanan)  Atensional impairmen (pecahnya perhatian)

(8)

2.5 DIAGNOSIS

Menurut PPDGJ III pedoman diagnostik untuk Skizofrenia Residual (F20.5) adalah sebagai berikut: Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut harus dipenuhi semua

a. Gejala negatif dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotor, aktivitas menurun, afek yang tumpul, sikap pasif dan ketidaan inisiatif, kemiskinan dalam kualitas atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk.

 b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang memenuhikriteria untuk diagnosis skizofrenia

c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom “negatif ” dari skizofreniad)

d. Tidak terdapat dimentia atau penyakit/gangguan otak organik lain, depresi kronik atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut.

2.6 PENATALAKSANAAN Farmakoterapi

Trifluooperazine, Fluphenazine, dan Haloperidol yang efek samping sedatif lemah digunakan terhadap sindron psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, afek tumpul, kehilangan minat dan inisiatif, hipoaktif, waham, halusinasi, dll.

Mekanisme obat antipsikosis tipikal adalah memblokade dopamine pada reseptor pascasinaptik neuron diotak, kususnya sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal (DopamineD2 reseptor antagonis), sehingga efektif untuk geala positif. Sedangkan obat antipsikosisatipikal disamping berafinitas terhadap“Dopamine D2 Reseptor ” juga terhadap “Serotonin 5HT2 Reseptor ”, sehingga efektif juga untuk gejala negatif.

(9)

Psikoterapi dan Sosioterapi

Skizofrenia dapat berupa kondisi yang sangat mengkhawatirkan dan dapat berhubungan dengan  penurunan fungsi sosial, sehingga diperlukan dukungan, nasehat, dan pendidikan yang baik.

Terapi pendekatan psikologi keluarga yang utama berfokus padamembangun ikatan yang baik dengan pasien. Pelatihan kemampuan sosial juga diperlukankarena dapat meningkatkan kompetensi sosial dan menolong fungsi adaptasi dalamkomunitas.

2.7 PROGNOSIS

Sekitar 10% pasien skizofrenia akan berhasil bunuh diri. Sebagian besar beresiko pada orang muda yang mempunyai pendidikan tinggi dan bagi orang yang menderita penyakit. Jenjang usia pada  penderita skizofrenia biasa sekitar 10 tahun lebih pendek dibanding usia orang pada umumnya.

Hal ini dikarenakan beberapa faktor diantaranyatindakan bunuh diri, meningkatnya jumlah perokok, sosial ekonomi dan kecelakaan.

Faktor-faktor dengan prognosis yang baik pada skizofrenia

adalah:- Wanita

 Status menikah  Onset pada umur tua

 Onset sakitnya secara tiba-tiba  Merespon baik terhadap pengobatan  Tidak adanya gejala negatif

 Riwayat premorbid yang baik

 Waktu yang pendek dari sakitnya sampai pengobatan

(10)

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Skizofrenia residual adalah skizofrenia yang diawali dengan gejala positif, namun minimal dalam waktu satu tahun terakhir telah timbul gejala negatif. Gejala-gejala positif disini antara lain adalah waham, halusinasi, pikiran kacau, dan bicara kacau. Sedangkan gejala-gejala negatifnya adalah apati (bersikap acuh tak acuh), alogia, afek tumpul/datar, anhedonia (tidak suka berhubungan sosial), dan antensional impairmen (pecahnya  perhatian).

Untuk menentukan diagnosis dari skizofrenia residual, PPDGJ III dapat digunakan sebagai  pedoman. Menurut PPDGJ III pedoman diagnostik untuk Skizofrenia Residual (F20.5)

adalah persyaratan berikut harus dipenuhi semua)

a. Gejala “negatif ” dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotor, aktivitas menurun, afek yang tumpul, sip pasif dan ketidaan inisiatif, kemiskinan dalam kualitas atauisi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang  buruk.

 b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang memenuhikriteria untuk diagnosis skizofrenia.

c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom “negatif ” dari skizofreniad)

d. Tidak terdapat dimentia atau penyakit/gangguan otak organik lain, depresi kronik atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut. Pada skizofrenia residual terdapat adanya gangguan persepsi, isi pikiran, perilaku dan adanya hendaya dalam bidang sosial sehingga pasien membutuhkan farmakoterapi, psikoterapii, dan sosioterapi.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

 Cameron, Alasdair D. 2004. Psychiatry second edition. Philadelphia: Elseivier

Mosbhy.

 Maslim,Dr.Rusdi.SpKJ.2001.Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ

III.Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.

 Maslim,Dr.Rusdi.SpKJ.2007.Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik,Edisi

Ketiga. Jakarta:Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.

 Residual Skizofrenia Diagnostic Criteria, Available.at:

Http://Counsellingresource.com/distress/skizophrenia/icd/residual.html

 Skizofrenia, Available at;Http://www.cc.columbia.edu/cu/cup

 Stern, Theodore A.2004.Massachusetts General Hospital Psychiatry Update

andBoard Preparation, Second Edition.New York: McGraw-Hill.

 Stevens, Vivian M. 2004.Behavioral Science. Philadelphia: Elseivier Mosbhy.

 Wicaksana, inu.2000.Skizofrenia: Antara Kerja dan Kualitas Hidup.Artikel padaharian

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak Kesehatan jiwa adalah suatu bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan, atau bagain integral dan merupakan unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas hidup

Abstrak Kesehatan jiwa adalah suatu bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan, atau bagain integral dan merupakan unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas hidup

Deteksi dini kesehatan jiwa perlu dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan jiwa masyarakat agar individu yang sehat akan tetap sehat, individu yang

Sebagian besar psikologi yang lain mengatakan bahwa mental sehat adalah suatu keadaan jiwa dimana individu merasa aman dan tenang apabila ada keharmonisan diantara

Pengetahuan kader yang diajarkan melalui pelatihan sehat jiwa antara lain tentang tugas utama kader kesehatan jiwa seperti mendeteksi keluarga sehat jiwa,

Pelayanan kesehatan rumah merupakan kunjungan rumah dan bagian integral dari pelayanan keperawatan, yang dilakukan oleh perawat untuk membantu individu, keluarga, dan masyarakat

Paradigma sehat sebagai model pembangunan kesehatan yang dalam jangka panjang diharapkan mampu mendorong masyarakat untuk mandiri dalam menjaga kesehatan

Abstrak Kesehatan jiwa adalah suatu bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan, atau bagain integral dan merupakan unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas hidup