• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLANTASI HORMON TERHADAP KEMATANGAN GONAD IKAN TILAN MERAH (Mastacembelus erythrotaenia)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLANTASI HORMON TERHADAP KEMATANGAN GONAD IKAN TILAN MERAH (Mastacembelus erythrotaenia)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Ikan tilan merah (Mastacembelus erythrotaenia) merupakan ikan hias yang diperoleh dari hasil tangkapan di sungai-sungai Sumatera dan Kalimantan yang belum berhasil dipijahkan di lingkungan budidaya. Pada ikan yang baru di domestikasi, sinyal lingkungan tidak mampu memicu kelenjar hipofisa mensekresikan hormon gonadotropin yang memadai. Penelitian pematangan gonad dengan cara perlakuan implantasi hormon yaitu LHRH 100 mg/kg dan testosteron 100 mg/kg (A); LHRH 100 mg/kg dan testosteron 50 mg/kg (B); LHRH 50 mg/kg; dan testosteron 50 mg/kg (C), bertujuan mendapatkan dosis hormon yang tepat untuk kematangan gonad induk tilan merah. Wadah pemeliharaan adalah kontainer ukuran 1.000 L sebanyak 9 buah yang diisi air ± 600 L dilengkapi dengan filter dan aerasi. Kepadatan 10 ekor induk dengan bobot 65–600 g, panjang 40–60 cm. Pakan yang diberikan adalah cacing tanah secara satiasi (sekenyangnya), dipelihara selama 6 bulan. Hasil penelitian adalah perlakuan A (LHRH 100 mg/kg dan testosteron 100 mg/kg) gonad ikan mencapai stadium oosit IV dan kadar estradiol ± 96,042 pg/mL, pada perlakuan B (LHRH 100 mg/kg dan testosteron 50 mg/kg) mencapai stadium oosit III kadar estradiol ± 32,27 pg/mL dan pada perlakuan C (LHRH 50 mg/kg dan testosteron 50 mg/kg) mencapai stadium oosit II dan kadar estradiol ± 20.725 pg/mL, sedang induk jantan belum ada yang mengandung sperma.

KATA KUNCI: induk, hormon, implantasi, matang gonad, oosit

PENDAHULUAN

Ikan tilan merah (Mastacembelus erythrotaenia) merupakan ikan hias yang mempunyai nilai ekonomis, cukup populer dan digemari di kalangan pecinta ikan hias, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Ikan ini bentuknya memanjang berwarna coklat kehitaman dengan spot atau noktah merah di sepanjang badannya. Ikan tilan merupakan ikan dasar yang aktif di waktu malam. Di alam pakannya adalah cacing, larva serangga, krustase (Sterba, 1978; Axelrod et al., 1985). Ikan ini hidup baik pada suhu 25°C–28°C dengan air agak asam sampai netral yaitu pH antara 6,0–7,0. Ikan tilan ini belum dibudidayakan dan banyak diekspor, produksinya masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam yaitu dari perairan Sumatera dan Kalimantan, terutama dari Sungai Musi, Batanghari, dan Kapuas.

Ikan perairan umum dari daerah tropis di alam biasanya matang gonad pada musim kemarau dan akan bertelur pada awal atau musim penghujan yang diduga akan memberikan stimulus bagi ikan-ikan untuk memijah (Tang & Affandi, 2000). Menurut Stacey (1984), siklus reproduksi ikan-ikan dipengaruhi oleh faktor endogen terutama hormon, genetis, umur, ukuran baik induk betina maupun jantan dan faktor eksogen (luar) yaitu lingkungan yang meliputi suhu, kualitas media, arus, dan spawning substrat. Sedang faktor yang paling mempengaruhi perkembangan gonad adalah suhu, makanan, dan musim (Scot, 1979; Sterba, 1978).

Untuk ikan yang baru mulai proses domestikasi atau baru dibudidayakan di luar habitat (ex-situ), sinyal lingkungannya tidak sama dengan habitat alamiah, sehingga tidak mampu memicu kelenjar hipofisis untuk mensekresikan GtH I dan GtH II dalam komposisi dan jumlah yang memadai, keadaan demikian menghambat perkembangan reproduksi ikan (Zairin, 2003; Bromage et al., 1982). Untuk mengatasi hal tersebut, salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan perlakuan hormon reproduksi terhadap induk-induk ikan.

Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan dosis hormon yang tepat untuk kematangan go-nad induk tilan merah yang siap mijah.

IMPLANTASI HORMON TERHADAP KEMATANGAN GONAD IKAN TILAN MERAH

(

Mastacembelus erythrotaenia

)

Siti Subandiyah, Rina Hirnawati, Tutik Kadarini, dan Asep Permana Balai Riset Budidaya Ikan Hias

Jl. Perikanan No. 13 Pancoran Mas, Depok E-mail: irbihat@dkp.go.id

(2)

BAHAN DAN METODE

Hasil domestikasi koleksi induk tilan dipelihara dalam bak fiber dengan volume 1.000 L, sebanyak 10 kontainer dan kepadatan 10 ekor/bak. Pakan diberikan secara satiasi yaitu pakan alami berupa cacing tanah dan pakan tambahan berupa udang air tawar. Ikan betina dilakukan implan hormon dengan LHRH-α, diberikan bertingkat yaitu: A: LHRH 100 mg/kg/g + testosteron 100 mg/kg/g; B: LHRH 100 mg/kg/g + testoteron 50 mg/kg/g; dan C: LHRH 50 mg/kg/g + testosteron 50 mg/kg/g, pada bulan Mei sampai September. Tingkat kematangan gonad diamati setiap 3 bulan mengacu pada Chinabut (1991). Pengamatan panjang dan bobot badan dilakukan pada induk ikan, serta katerisasi untuk mengetahui ada tidaknya telur atau sperma. Pada akhir penelitian diamati kadar hormon yang ada dalam darah dengan cara pengambilan darah induk ikan dan plasmanya dianalisis melalui prosedur ELISA. Apabila pada akhir penelitian ada ikan yang telah siap mijah maka dilakukan penyuntikan dengan hormon ovaprim untuk merangsang pengeluaran telur atau sperma, sehingga dapat dilakukan kawin suntik (induce breeding) (Gambar 1).

HASIL DAN BAHASAN

Dari pengamatan bulan Juli sampai September belum ada ikan yang berkembang gonadnya, terlihat dari perut/bentuk ikan yang masih tetap langsing, juga bobot ikan belum terlihat adanya penambahan, sementara dari katerisasi belum didapatkan calon telur atau sperma.

Pengamatan bulan November pada perlakuan implantasi hormon LHRH 100 dan testosteron 100 (A) pada induk ikan betina yang berukuran panjang > 50 cm dengan bobot > 400 g mengandung oosit (calon telur) diameter ± 0,5–0,7 mm dalam stadium oosit IV. Sedang untuk ikan jantan belum mengandung sperma (Tabel 1). Untuk perlakuan LHRH 100 dan testosteron 50 (B) hanya terdapat 1 ekor yang sudah ada mencapai oosit stadium III (Gambar 2), sedang lainnya masih berupa lemak, begitu juga pada perlakuan LHRH 50 dan testosteron 50 (C) masih dalam keadaan kosong atau belum ada calon telur.

Perkembangan gonad ikan tilan merah ternyata sangat dipengaruhi oleh musim yaitu pada awal musim atau musim penghujan, karena induk yang berkembang telurnya ditemukan pada bulan No-vember walaupun baru berkembang secara sempurna (masih stadium oosit IV). Namun ternyata

Gambar 1. Pembuatan hormon implan (a) dan implantasi hormon (b)

(a)

(b)

(a)

(b)

(a)

(b)

(c)

(a)

(b)

(c)

(3)

induk yang ditangkap langsung dari alam, ikan dengan bobot 225 g dan panjang 41 cm bobot gonad 16 g dengan fekunditas ± 43 butir/g induk dan diameter oosit ± 2,2 mm ternyata sudah mencapai stadium oosit V (Gambar 3c), hal ini mungkin di alam disebabkan oleh lingkungan dan pakan yang cocok (Gambar 4a dan 4b) yaitu menurut informasi petani penangkap, induk ikan tilan sebagian besar didapatkan di liang-liang sedangkan yang remaja dan yang kecil ditangkap di antara fegetasi (tanaman enceng gondok). Sedangkan setelah dilakukan pembedahan isi usus didapatkan kepiting kecil jenis Sesarma eydouxi (Gambar 4c) sesuai dari hasil pengamatan Syarifah (2009).

(a)

(b)

(c)

(a)

(b)

(c)

Gambar 3. Induk tilan matang gonad (a), oosit tilan (b), dan histologi oosit (c)

(a)

(b)

(c)

(a)

(b)

(c)

Gambar 4. Lingkungan tempat induk matang gonad (a), lingkungan yang ada vegetasinya (b), dan pakan induk di alam (c)

Tabel 1. Hasil pengamatan induk ikan tilan, bobot, panjang, dan keadaan oosit selama penelitian Bobot (g) Panjang (cm) Sintasan (%) Keterangan Awal 1 165,80±59,54 40,38±3,31 100 2 425,00±134,57 51,69±6,44 100 1 299,00±102,186 43,25±5,03 100 2 211,20±86,92 43,64±5,48 100 1 259,50±88,71 46,55±5,71 100 2 255,20±67,63 46,60±3,64 100 Akhir 1 198,56±68,18 42,22±3,42 100 2 443,60±122,97 52,97±5,41 100 1 216,86±70,19 44,21±4,95 100 2 203,79±79,41 43,22±5,52 90 1 266,57±102,96 48,23±5,89 70 2 292,20±76,64 48,05±4,62 100 Oosit stadium IV 70%, lemak 30% Oosit stadium III 10%, lemak 40%, kosong 50% Oosit stadium II, Lemak

10%, kosong 90% A B C Perlakuan Oosit stadium IV 70%, lemak 30% Oosit stadium III 10%, lemak 40%, kosong 50% Oosit stadium II, Lemak 10%, kosong 90%

C A B

(4)

Untuk sintasan selama penelitian pada perlakuan LHRH 100 dan testosteron 100 (A) seratus persen, sementara untuk perlakuan LHRH 100 dan testosteron 50 (B) mencapai 95% dan untuk perlakuan LHRH 50 dan testosteron 50 (C) sintasannya adalah 85%. Hal ini sebenarnya dari masing-masing perlakuan tidak ada pengaruhnya, di mana kematian mungkin disebabkan oleh perubahan fluktuasi suhu (musim) karena terjadi kematian pada bulan September–November dalam keadaan borok-borok, sudah dilakukan pengobatan tetapi terjadi kematian.

Kadar Estradiol Plasma

Hasil analisis menunjukkan bahwa konsentrasi A dalam darah setelah perlakuan mengalami fluktuasi tertera dalam Gambar 5a, pada akhir pengamatan berkisar antara 24,29–96,042 pg/mL. Pada ikan yang perkembangan kandungan estradiol mencapai 97,042 pg/mL menunjukkan di dalam katerisasi sudah ada calon telur yang diameter ± 0,6–0,8 mm, sedang pada perlakuan B (Gambar 5b) kadar estradiol dalam darah berkisar antara 14,58–32,374 pg/mL, hal ini di dalam katerisasi masih berupa lemak yang agak menggumpal dan pada perlakuan C (Gambar 5c) kandungan estradiol antara 9,5–20,725 pg/mL, di dalam katerisasi belum ada calon telur atau masih kosong. Hal ini sesuai dengan yang terjadi pada ikan botia (Chromobotia macracanthus) dengan dosis hormon LHRH-α 100

μgkg-1 dapat mempercepat matang gonad dan lebih 60% ikan botia mencapai TKG IV (Subagja et al.,

1997). Demikian juga pada ikan Turbot, Scopthalmus maximus (Mugnier et al., 2000). Hal yang sama dilakukan oleh Cholik et al. (1990), LHRH-α yang dikombinasikan dengan 17α Metiltestosteron (MT) diimplantasikan pada ikan bandeng (Chanos chanos Fork) memperlihatkan pemijahan yang optimal. Konsentrasi estradiol dalam plasma darah tinggi pada penelitian yang dilakukan Haasin et al. (1991) dalam Subagja (2006) menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi vitellogenin darah.

77.47 19.84 25.36 96.04 7.47 12.31 6.74 10.85 17.84 25.04 1 10 100 1000 1 2 3 4 5 LHRH 100-methil 100 (ulangan 1) Ka dar e st radi ol dalam dar ah (p g/ m L) Awal Akhir 24.13 26.97 28.44 52.37 28.57 16.20 9.32 12.66 30.99 25.47 1 10 100 1000 1 2 3 4 5 LHRH 100-methil 100 (ulangan 2) Ka dar e st radi ol dalam dar ah (p g/ m L) Awal Akhir

Gambar 5a. Kadar estradiol dalam darah (pg/mL) perlakuan A: LHRH 100 mg/kg/g + testosteron 100 mg/kg/g 16.36 32.37 15.04 11.35 10.98 11.68 19.77 8.52 23.69 16.67 1 10 100 1 2 3 4 5 LHRH 100-methil 50 (ulangan 1) Ka dar e st radi ol dalam dar ah (p g/ m L) Awal Akhir 14.47 19.92 19.35 21.79 6.55 8.22 9.51 7.67 24.79 14.58 1 10 100 1 2 3 4 5 LHRH 100-methil 50 (ulangan 2) Ka da r e st ra di ol da la m da ra h ( pg /m L) Awal Akhir

Gambar 5B. Kadar estradiol dalam darah (pg/mL) perlakuan B: LHRH 100 mg/kg/g + testosteron 50 mg/kg/g

(5)

14.36 12.68 9.56 11.04 5.69 8.12 13.24 5.29 17.66 11.34 1 10 100 1 2 3 4 5 LHRH 50-methil 50 (ulangan 1) Ka da r e st radi ol da lam dar ah (p g/ m L) Awal Akhir 20.32 5.34 14.36 12.68 17.66 9.56 14.93 16.50 20.73 13.33 1 10 100 1 2 3 4 5 LHRH 50-methil 50 (ulangan 2) Ka da r e st ra di ol da lam da ra h ( pg /m L) Awal Akhir

Gambar 5C. Kadar estradiol dalam darah (pg/mL) perlakuan C: LHRH 50 mg/kg/g + testosteron 50 mg/kg/g

Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan misal pada ikan trutta dan rainbow trout (Salmo gairdneri), striped bass (Morone sexatilis) dan Clarias macrocepalus. Sintesis vitelogenin dalam hati sangat dipengaruhi oleh kandungan 17-β yang merupakan stimulator dalam biosintesis vitelogenin, selain itu dipengaruhi juga oleh androgen (testosteron) yang ada dalam badan ikan dan mungkin karena perubahan menjadi estrogen dengan adanya enzim aromatase.

Dari parameter kualitas air yang diukur semuanya masih bagus tidak ada yang terlalu mengkhawatirkan untuk kehidupan ikan. Parameter kualitas air selama pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 2.

KESIMPULAN

Perkembangan oosit paling bagus pada induk betina ikan tilan yang diimplan LHRH 100 dan testosteron 100 mencapai oosit stadium IV, kadar estradiol dalam darah tertinggi 96,042 pg/mL sedang pada ikan yang diimplan LHRH 100 dan testosteron 50 hanya ada 1 ekor ikan yang sudah oosit stadium III, kadar estradiol dalam darah mencapai 32,37 pg/mL dan lainnya masih berupa lemak demikian pula pada induk yang diimplan LHRH 50 dan testosteron 50 masih berupa lemak, oosit stadium II, kadar estradiol dalam darah ± 20,725 pg/mL. Induk jantan belum ada yang mengandung sperma.

DAFTAR ACUAN

Axelrod, H.R. Eunemus, C.W., Burgess, W.E., Wreneck, N., & Axelrod, G.S. 1980. Exotic tropical fishes T.F.H. Publications Inc. Ltd. British Crown Colony of Hongkong.

Bromage, N.R., Whitehead, C., & Breton, B. Relationships between serum levels of gonadotropin, E2-Tabel 2. Kisaran parameter kualitas air dalam pemeliharaan ikan tilan merah

selama pemeliharaan Parameter A B C Suhu (°C) 25–29 25–29 25–29 pH 5,5–6,5 5,5–6,5 5,5–6,5 CO2 (mg/L) 5,9–9,9 5,8–9,7 5,7–9,7 O2 (mg/L) 6,6–8,9 6,5–8,9 6,5–8,9 Alkalinitas 11,33–12,96 11,32–11,65 11,33–19,66 Hardness (°dH) 21,50–27,96 20,89–27,83 21,49–28,12 NH3 (mg/L) x 10–2 0,0008–0,0049 0,0009–0,0032 0,0009–0,0032 NO2 (mg/L) x 10–2 0,0007–0,0010 0,0008–0,0014 0,0008–0,0012

(6)

17â; an vitellogenin in the control of ovarian development in the rainbow trout II. The effects of alterations in environmental photoperiod. Gen. Comp. Endoer, 47: 336–376.

Chinabut, S., Limswan, C., & Kitsawat, P. 1991. Histology of the walking catfish, Clarias batrachus. IDRC: 93 pp.

Cholic, F., Aswak, Priyono, A., Badraeni, & Iriani, S.N. 1990. Teknologi Pembenihan Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskall). Sub Balai Penelitian Budidaya Pantai, Gondol Bali, 24 hlm.

Scot, D.B.C. 1979. Enviromental training and the control of reproduction in Teleost Fish. Zoot. SOC. Lood, 44: 105–132.

Stacey, N.E. 1984. Control of the timming of ovulation by exogenous and endogenous factors in: Potts, G.W. & Wooton, K.J. (Eds). Fish Reproduction Strategic and tacties. Acad. Press. London. Sterba, G.. 1978. The aquaris’t encyclopaedia. Balndford Press Dorset. GDR, 561 pp.

Subagja, J. 2006. Implantasi LHRH-a Dengan Kombinasi Dosis 17á-Methyltestosteron Terhadap Perkembangan Gonad Ikan Balashark (Balantiocheilus melanopterus Bleeker). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, hlm. 11.

Syarifah, N. 2009. Makanan dan Reproduksi Ikan Tilan (Mastacembelus erythrotaenia Bleeker 1850). Tesis Pascasarjana Program Studi Ilmu Perairan IPB. Bogor, hlm. 40–43.

Tang, U.M. & Affandi, R. 2000. Biologi Reproduksi. Kumpulan bahan kuliah IPB. Bogor, 37–39. Zairin, M.J. 2003. Endokrinologi dan peranannya bagi masa depan perikanan Indonesia. Orasi ilmiah.

Gambar

Gambar 2. Induk tilan (a), gonad (b), dan histology oosit (c)
Tabel 1. Hasil pengamatan induk ikan tilan, bobot, panjang, dan keadaan oosit selama penelitian Bobot  (g) Panjang (cm) Sintasan (%) Keterangan Awal 1 165,80±59,54 40,38±3,31 100 2 425,00±134,57 51,69±6,44 100 1 299,00±102,186 43,25±5,03 100 2 211,20±86,92
Gambar 5B. Kadar estradiol dalam darah (pg/mL) perlakuan B: LHRH 100 mg/kg/g + testosteron 50 mg/kg/g
Gambar 5C. Kadar estradiol dalam darah (pg/mL) perlakuan C: LHRH 50 mg/kg/g + testosteron 50 mg/kg/g

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mendeskripsikan peningkatan keterlibatan siswa pada aktivitas fisik dalam pelaksanaan pembelajaran IPA pada

Bagi santri Pondok Pesantren Ulin Nuril Islamil Qayyidi UNIQ Cabang Wilayah Malang Para santri harus mempertahankan akhlak baik yang telah dimiliki, dan juga harus selalu ikhlas

Butuh dikembangkan sebuah kursi roda untuk rehabilitasi stroke yang dapat menyesuaikan dengan semua keadaan dari penderita dimana pada bagian armrest dapat

Sistem penskoran yang dilakukan secara rinci dengan pembobotan pada aspek

(4) Dalam hal rapat setelah ditunda sampai 2 (dua) kali sebagaimana dimaksud pada ayat (3), masih belum diperoleh kata mufakat, keputusan diambil oleh Ketua Dewan Pengawas

Pengaruh jenis kayu serta interaksi antara faktor perlakuan dan jenis kayu juga memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai kehilangan berat akibat serangan rayap

Saluran tataniaga sapi potong kelompok ternak “Lembu Suro” setelah dilihat dari margin pemasaran, Farmer’s Share dan nilai efisiensi tataniaga, maka didapatkan saluran tataniaga

Dewasa ini telinga kita tidak asing lagi mendengar kata genosida atau pembantaian masal, secara umum genosida ini disimpulkan sebagai kejahatan yang paling kejam.Genosida adalah