• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESAIN SISTEM KONTROL KELEMBABAN TANAH MENGGUNAKAN TRANSDUSER RESISTIVITAS. Sugiarto M Jurusan Fisika FMIPA UNS INTISARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DESAIN SISTEM KONTROL KELEMBABAN TANAH MENGGUNAKAN TRANSDUSER RESISTIVITAS. Sugiarto M Jurusan Fisika FMIPA UNS INTISARI"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN SISTEM KONTROL KELEMBABAN TANAH MENGGUNAKAN TRANSDUSER RESISTIVITAS

Sugiarto M0203010

Jurusan Fisika FMIPA UNS INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mendesain sistem kontrol kelembaban tanah menggunakan transduser resistivitas. Transduser resistivitas yang dipakai adalah konfigurasi Wenner. Rancangan sistem kontrol ini terdiri dari transduser, rangkaian penguat diferensial, rangkaian komparator, rangkaian optocoupler dan triac, serta ICL 7107, dan seven segment display. Desain sistem kontrol ini diujikan untuk mengontrol kelembaban tanah pada tanah Aluvial dengan mengatur on/off pompa air. Mekanisme pengujiannya adalah membandingkan nilai set point pada desain alat dengan hasil pengontrolan sampel tanah yang dikontrol kelembabannya. Jika set point pada alat kurang dari kelembaban yang dikontrol maka alat dalam kondisi off, dan jika set point pada alat lebih besar dari kelembaban yang dikontrol maka alat dalam kondisi on.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa sistem kontrol kelembaban tanah yang telah didesain mempunyai overshoot 0,5 % pada set point kelembaban tanah 20 %. Set point 22 % mempunyai overshoot 0,3 %, dengan toleransi 1,36 %.

Kata kunci: sistem kontrol, kelembaban tanah, resistivitas.

I. PENDAHULUAN

Air merupakan faktor penting bagi tanaman. Karena itu air yang cukup tersedia merupakan keharusan untuk hidup dan berkembangnya tanaman secara wajar. Manfaat air bagi tanaman kurang lebih adalah (1). Hampir semua tanaman sebagian besar tersusun dari air. Kurang lebih 80-98 % berat tanaman terdiri dari air. (2). Air merupakan bahan pelarut unsur-unsur mineral dalam tanah yang kemudian diserap oleh akar tanaman. (3). Air adalah bahan mentah yang penting dalam proses fotosintesis untuk pembentukan gula dan pati. (4). Air adalah alat transpor utama dalam peredaran makanan ke seluruh bagian tumbuhan. (5). Air diperlukan dalam pembesaran sel dan merupakan sarat penting untuk pertumbuhan tanaman. Selain itu, air merupakan sumberdaya pertanian yang sangat strategis. Berbeda dengan input lain seperti pupuk ataupun pestisida yang dimensi peranannya relatif terbatas pada proses produksi yang telah dipilih, peranan air untuk irigasi mempunyai dimensi yang lebih luas. Di sisi lain, permintaan air untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, industri, dan untuk

memelihara keberlanjutan fungsi sumberdaya itu sendiri, semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk, perkembangan ekonomi dan perluasan perkotaan. Dengan demikian, kompetisi penggunaan air antar sektor meningkat. Jadi, tantangan yang kita hadapi adalah satu sisi kebutuhan air irigasi meningkat, di sisi lain air yang tersedia untuk irigasi justru semakin langka (Sumaryanto, 2006).

Dalam usaha mengefisienkan penggunaan air khususnya untuk irigasi, maka perlu didesain suatu sistem kontrol kelembaban tanah yang harapannya dapat digunakan sebagai solusi atas permasalahan di atas.

Sistem kontrol yang didesain pada penelitian ini berdasarkan sifat kelistrikan tanah dan air, yaitu resistivitas. Air memiliki sifat yang cenderung meningkatkan laju konduktivitas listrik dalam tanah, sehingga tanah dengan kadar air yang tinggi akan memiliki resistivitas yang lebih rendah dibanding dengan tanah dengan kadar air yang lebih rendah. Maka sistem kontrol yang sesuai adalah sistem kontrol kelembaban tanah

(2)

menggunakan transduser yang dapat digunakan pada sifat di atas.

Transduser resistivitas ada berbagai macam konfigurasi, diantaranya: Wenner, Sclumberger, dan Driven Rod (3 Pin). Pada desain sistem kontrol ini digunakan transduser resistivitas konfigurasi Wenner, yaitu dengan menggunakan 4 probe dari logam konduktor yang dialiri dengan arus listrik. Konfigurasi ini pengaturan probenya sangat sederhana yaitu jaraknya sama sehingga dapat dijadikan konstanta, dengan demikian hanya dua buah variabel yang dipantau yaitu arus dan tegangan listrik, sedangkan dengan menggunakan sumber arus konstan dimana arus listrik dapat dibuat konstan tidak tergantung pada beban (Brennan, 2006). Sehingga tinggal satu buah variabel yang dipantau yaitu tegangan listrik. Serta pengontrolan kelembaban tanah menggunakan transduser resistivitas konfigurasi Wenner memiliki beberapa keuntungan, diantaranya: cepat, murah karena hanya membutuhkan 4 buah konduktor dan sebuah sumber arus. II. METODOLOGI PENELITIAN

2.1. Penetapan Kelembaban Tanah Secara Gravimetri

Prosedur yang dilakukan adalah menggerus/menghaluskan sampel (tanah Aluvial) dengan blender, kemudian diayak dengan mata saring 2 mm. Setelah didapatkan sampel berukuran ≤2 mm, sampel ditimbang kemudian dioven selama 24 jam pada suhu antara 105 oC – 110 oC, kemudian didinginkan dan ditimbang lagi. Sampel dioven kembali selama 1 jam dan ditimbang. Apabila setelah dioven selama 1 jam masih terdapat pengurangan massa, maka dilakukan pengovenan dan penimbangan lagi, namun jika tidak terjadi pengurangan massa lagi sampel diambil 5 kg sebagai massa kering oven (ms) (Black, 1965).

Untuk mendapatkan nilai kelembaban tanah, diperlukan mengukur massa air (mw)

dengan variasi sebesar 125 gr dan kelipatannya sampai dengan 1500 gr. Penyiraman air ke dalam tanah dilakukan dengan metode penyemprotan dan diaduk sampai merata untuk mencapai keadaan homogen serta dipadatkan

2.1.1. Pengukuran Kelembaban Tanah Melalui Metode Resistivitas

2.2. Perancangan dan Pengujian Transduser

2.3. Perancangan dan Pengujian Rangkaian Penguat Diferensial

2.4. Perancangan dan Pengujian Rangkaian Komparator

Vi

Vo Vref

Gambar 2.3 Perancangan penguat diferensial

Gambar 2.4 Perancangan Rangkaian Komparator LM 324

Vi

Vref

Vo

10 k ohm

Gambar 2.1 Pengukuran kelembaban tanah metode resisitivitas I V d d d C1 P1 P2 C2 Ground level (Permukaan Tanah) Sumber Arus

Gambar 2.2 Perancangan transduser Catu Daya

Sumber Arus instrumentasi ke perangkat

(3)

2.5. Perancangan dan Pengujian Rangkaian

Optocoupler dan Triac

2.6. Perancangan dan Pengujian Papan Penampil

2.7. Perancangan dan Pengujian Sumber Arus Konstan

2.8. Pengujian Sistem Kontrol

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Penetapan Kelembaban Tanah secara Gravimetri

Hasil penetapan kelembaban tanah pada jenis Aluvial seperti ditunjukkan pada tabel 3.1, dimana nilai kelembaban dihitung yang dinyatakan dalam persentase. Penetapan kelembaban tanah secara gravimetri ini selanjutnya dijadikan pembanding pada pengukuran resistivitas yang akan dijadikan sebagai transduser alat ukur kelembaban tanah.

Tabel 3.1 Nilai kelembaban tanah Aluvial

No. Massa Kering Tanah (gr) Massa Air (gr) Kelembaban Tanah Secara Gravimetri (%) 3 5000 375 7,5 4 5000 500 10,0 5 5000 625 12,5 6 5000 750 15,0 7 5000 875 17,5 8 5000 1000 20,0 9 5000 1125 22,5 10 5000 1250 25,0 11 5000 1375 27,5 12 5000 1500 30,0

3.1.1. Hasil Pengukuran Resistivitas Tanah Dari data yang diperoleh yaitu V dan I yang telah ditentukan sebesar 1 mA, sehingga dapat diketahui nilai resistivitas tanah. Jika dibuat grafik menghasilkan hubungan resistivitas dan kelembaban tanah yang ditampilkan pada gambar berikut:

Gambar 3.1 Grafik hasil pengukuran resistivitas tanah Aluvial dalam bentuk eksponen Catu Daya Penampi l Catu Daya V 5 ± Gambar 2.6 Diagram blok pengujian

penampil MOC 3041 0.1 mikroFarad 39 ohm BT 137 330 ohm 220 ohm 9013 47 k ohm Vi

Gambar 2.5 Perancangan Rangkaian Optocoupler dan Triac

Vi 5,1 k ohm 5,1 k ohm 1,5 k ohm 1,5 k ohm LM 324 Rbeban Ibeban

Gambar 2.7 Perancangan Sumber Arus Konstan

TRANSDUS-ER CATU DAYA SUMBER ARUS KONSTAN TANAH ALUVIA L PENGUAT DIFERENSIAL OPTO- COUPLER TRIAC KOMPA- RATOR POMPA AIR Penamp Pengukuran Kelembaban Tanah Set point

Gambar 2.8 Pengujian Sistem Kontrol

Grafik Pengukuran Resistivitas Tanah

0 10 20 30 40 0 100 200 300 400 500 K e le m b a b a n y = 58,744 x (–0, 3507) R2 = 0,9906

Grafik Pengukuran Resistivitas Tanah

0 10 20 30 40 0 100 200 300 400 500 Resistivitas K el em b ab an y = 21,915 e( -0, 0031x) R2 = 0,7198 (Ohm.m)

(4)

4

Gambar 3.2 Grafik hasil pengukuran resistivitas tanah Aluvial dalam bentuk power

3.2. Pengujian Sebagai Transduser

Gambar 3.3 Hasil grafik hubungan kelembaban dengan tegangan keluaran transduser

Adapun pada perancangan transduser diharapkan fungsi transfernya dalam bentuk linier, karena selain mudah pengolahannya juga kebanyakan dari rangkaian elektronik bekerja pada kondisi yang linier, begitu pula dengan papan penampil sebagai penunjuk hasil pengukuran juga mengambil hubungan yang linier antara tegangan masukan dengan angka desimal yang ditampilkannya. Maka dari grafik pada gambar 3.3 diambil bagian yang mendekati linier (linierisasi), yaitu pada rentang 15 % sampai dengan 30 %, hasilnya ditampilkan pada gambar 3.4.

Gambar 3.4 Bentuk linierisasi hubungan kelembaban dengan tegangan keluaran

Dengan demikian desain alat ini hanya valid pada rentang kelembaban tanah 15 % sampai dengan 30 %.

3.3. Pengujian Rangkaian Penguat Diferensial

Hasil pengujian terhadap penguat diferensial tampak seperti pada gambar berikut:

Gambar 3.5 Grafik hasil pengujian penguat diferensial

Dari grafik di atas diketahui penguatan penguat diferensial yang dirancang adalah 2,0715 kali. Jika dihitung berdasarkan persamaan (V V ) R R V 2 1 1 2 o = − , dengan nilai R1 dan R2 seperti pada gambar 2.3 dan V2

dijadikan sebagai Vref sebesar 0,547 V, maka

diperoleh penguatan 2,2 kali. Berdasarkan hasil di atas maka hasil pengujian mendekati dari teori.

3.4. Pengujian Rangkaian Komparator

grafik hubungan Vi dengan Vo , seperti

pada gambar 3.6 diketahui bahwa ketika tegangan input kurang dari 0,58 Volt maka tegangan output dari komparator adalah 3,61 V dan ketika tegangan input lebih besar dari 0,58 V maka tegangan output dari komparator adalah -4,4 V. Hal ini menunjukkan karakteristik dari keluaran komparator yaitu menghasilkan keluaran berupa tegangan logika tinggi saat Vi kurang dari Vref dan

menghasilkan keluaran tegangan logika rendah saat Vi lebih besar dari Vref. Pada

pengujian ini Vref yang digunakan adalah 0,55

Volt.

3.5. Pengujian Rangkaian Optocoupler dan

Triac

Tabel 3.2 Pengujian Rangkaian Optocoupler dan

Triac

Hasil pengujian ini terlihat pada tabel 3.2. Ketika optocoupler diberi tegangan input sebesar 0 V, kondisi lampu dalam keadaan mati. Hal ini berarti ketika kaki input optocoupler diberikan tegangan 0 V, maka pada kaki outputnya tidak menghasilkan tegangan sehingga kaki GATE pada triac tidak mendapatkan arus sebagai penyulut triac.

Tegangan input Kondisi Lampu

0 Volt Off 5 Volt On Kelembaban Vs Tegangan 0 0.1 0.2 0.3 10 15 20 25 30 35 Kelembaban (%) V y= -0, 0106 x + 0,3401 R2 = 0,9447 Kelembaban Vs Tegangan 0 1 2 3 5 10 15 20 25 30 35 Kelembaban (%) V y = 544,48 x– 2,825 R2 = 0,9906

Pengujian Penguat Diferensial

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 V o y = - 2,0715 x + 1,1377 R2 = 0,9968

Gambar 3.6 Grafik Pengujian Rangkaian Komparator Hubungan Vi dan Vo

-4,4

Vi (Volt)

Vo(Volt)

3,61

(5)

Akibatnya arus pada kaki MT1 dan MT2 pada triac terputus, dan lampu tidak mendapatkan arus dari sumber tegangan 220 V AC.

Ketika kaki input optocoupler diberikan tegangan 5 V, maka menyebabkan LED pada optocoupler hidup dan mengakibatkan phototransistor mengeluarkan tegangan melalui kaki output optocoupler. Sehingga kaki GATE pada triac akan dialiri arus yang berasal dari optocoupler. Adanya arus pada kaki GATE, akan menyebabkan kaki MT1 dan MT2 pada triac terhubung dan menyebabkan lampu akan terhubung dengan sumber tegangan 220 V AC.

3.6. Pengujian Papan Penampil

Gambar 3.7 Pengujian papan penampil dengan masukan dari catu daya

Grafik pada gambar 3.6 di atas menunjukkan hasil pengujian papan penampil dimana diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 1. Hal ini menunjukkan bahwa papan penampil tersebut sangat layak digunakan pada penelitian ini.

Teknik yang digunakan pada pengujian ini ialah dengan menampilkan angka desimal dari 1,0 hingga 35,0 dan mengatur tegangan referensi pada ICL 7107 untuk mendapatkan tegangan masukan yang dapat menunjukkan angka desimal yang bersesuaian dengan nilai kelembaban tanah. Tegangan masukan yang diberikan catu daya pada papan penampil ini nilai-nilainya disesuaikan dengan nilai keluaran penguat diferensial.

3.7. Pengujian Sumber Arus Konstan

Tabel 3.3 Pengujian Rangkaian Sumber Arus Konstan

Pengujian rangkaian sumber arus

arus output yang dihasilkan oleh rangkaian tersebut. Pengujian rangkaian ini langsung pada sampel tanah dengan kelembaban yang berbeda-beda. Hasil dari pengujian ini ditampilkan pada tabel 3.3 di atas. Apabila arus output rangkaian sumber arus konstan ini dihitung berdasarkan teori dari persamaan

2 R V I i beban

= dengan besarnya R2=5,1 kΩ , dan

Vin= -5 V didapat arus output sebesar 0,980

mA. Dari hasil pengujian di atas maka hasil pengujian ini mendekati dari teori.

3.8. Pengujian Sistem Kontrol

Gambar 3.8 Grafik Pengujian Sistem Kontrol Hubungan Antara Set Point dengan Respon

Gambar 3.8 merupakan hasil pengujian sistem kontrol menggunakan masukan dari catu daya. Dan menunjukkan bahwa gradien garis lurus grafik di atas adalah 0,8343, hal ini menunjukkan ketepatan respon sistem kontrol tersebut terhadap set point adalah 0,8343 atau 83,43 % dengan koefien korelasi yang cukup baik yaitu sebesar 0,9968.

Gambar 3.9 Hasil Pengujian Sistem kontrol Kelembaban Tanah pada Set Point 20 %

Pada grafik di atas (gambar 3.9) diketahui bahwa set point sistem kontrol pada kelembaban 20% dan overshoot yang dicapai yaitu sebesar 0,5%. Jika persentase kesalahan dihitung berdasarkan persamaan:

No θ (%) Arus output (mA)

1 19,9 0,960 2 23,4 0,999 3 24,5 1,037 y = 0.8343x + 3.9286 R2 = 0.9968 20 21 22 23 24 25 26 20 21 22 23 24 25 26 Set Point (%) R e sp o n ( % ) Pengujian Penampil 0.0 10 .0 20 .0 30 .0 40 .0 0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 Vi (Volt ) T am p il an y = 38,278 x– 0,142 R2 =1 Set point= 20% overshoot

(6)

persentase kesalahan = − ×100% nilaiharap ur nilaiteruk nilaiharap (Jones, 1995)

Maka diketahui persentase kesalahan (overshoot)=2,5 %.

Gambar 3.10 Hasil Pengujian Sistem kontrol Kelembaban Tanah pada

Set Point 22 %

Pada grafik di atas (gambar 3.10) diketahui bahwa sistem kontrol diset pada kelembaban 22% dengan overshoot sebesar 0,3% dan toleransinya adalah 1,36%, dalam teori toleransi yang diperbolehkan adalah 5% atau 2% (Ogata, 1997). Jadi toleransi tersebut masih dalam ambang yang diperbolehkan.

Bila dihitung persentase kesalahan overshoot dari hasil pengujian di atas maka nilainya adalah 1,36 %.

IV. KESIMPULAN

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Desain sistem kontrol kelembaban tanah menggunakan transduser resistivitas dapat dilakukan dengan menggunakan transduser resistivitas konfigurasi Wenner, dan desain sistem kontrol tersebut terdiri dari: transduser, rangkaian penguat diferensial, rangkaian komparator, rangkaian optocoupler dan triac, dan penampil (ICL 7107 dan sevent segment display).

2. Pengujian desain sistem kontrol ini mempunyai overshoot 0,5% pada set point kelembaban tanah 20%. Set point 22 % mempunyai overshoot sebesar 0,3 %, dan toleransi 1,36 %.

3. Desain sistem kontrol kelembaban tanah ini valid pada rentang kelembaban tanah 15 % sampai dengan 30 %.

DAFTAR PUSTAKA

Bandi Hermawan, 2004: Penetapan Kadar Air Tanah Melalui Pengukuran Sifat Dialektrik pada Berbagai Tingkat Kepadatan, JIPI, Volume 6, 66-74. Black, C.A., 1965: Methods of Soil Analysis:

Part I Physical and Mineralogical Properties, American Society of Agronomy, USA.

Brennan, Sean., 2006: Measuring a Loudspeaker Impedance Profile Using the AD5933, Analog Devices, Inc., USA. Website: www.analog.com. Didownload pada tanggal 4 Januari 2008.

Jones, D. Larry,1995: Electronic Instruments and Measurements Second Edition, Prentice-Hall International, Inc., New York. Ogata, Katsuhiko. 1997. Teknik Kontrol Automatik Jilid I (Terjemahan). Jakarta: Erlangga. Ogata, Katsuhiko. 1997. Teknik Kontrol

Automatik Jilid I (Terjemahan). Jakarta: Erlangga.

Pozdnyakova, Larisa, 1999: Electrical Properties of Soil, Dissertation, Department of Renewable Resource, University of Wyoming, Laramie, WY. Website: www.landviser.com. Didownload pada tanggal 14 November 2007.

Sumaryanto, 2006: Peningkatan Efisiensi Penggunaan Air Irigasi Melalui Penerapan Iuran Irigasi Berbasis Nilai Ekonomi Air Irigasi, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor, No. 2, Vol. 24, Hal.

77 – 91. Website:

pse.litbang.deptan.go.id. Didownload pada tanggal 20 Januari 2008.

Waluyo, 2000: Teori dan Aplikasi Metode Resistivitas. Laboratorium Geofisika UGM, Yogyakarta.

Set point= 22%

Toleransi

Toleransi

Gambar

Gambar 2.3 Perancangan penguat diferensial
Gambar 3.5 Grafik hasil pengujian penguat  diferensial
Gambar 3.8  Grafik Pengujian Sistem Kontrol  Hubungan Antara Set Point dengan Respon
Gambar 3.10 Hasil Pengujian Sistem kontrol   Kelembaban Tanah pada

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dengan melihat aspek pertumbuhan dan reproduksi ikan Nilem, didapatkan bahwa ukuran ikan Nilem yang tertangkap di perairan Rawa Pening

Peserta Pandu Penuntun yang dimaksud adalah Pandu HW Penuntun yang memenuhi persyaratan dan terdaftar sebagai peserta Hizbul Wathan Scout Virtual Got Talens Kwarwil Jawa

Produksi bioekonomik dalam usaha tani kacang tanah yang utama adalah biji dan polong kacang tanah yang memberikan kontribusi pendapatan petani lahan kering mencapai 60%, sehingga

 Dosen peneliti mendapatkan penghargaan  Absensi  Dokumentasi kegiatan Pusat Penelitian dan Penerbitan  Dewan Guru Besar  Dewan kehormatan peneliti Nopember

[r]

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perencanaan, teknik, evaluasi, tindak lanjut, dan implikasinya pengelolaan SDM Di SMA Negeri 5 Mataram.

Na samom poˇcetku ovog poglavlja definiramo i iskazujemo neke od osnovnih pojmova i teorema koji ´ce nam trebati za daljnji rad.. Tu ´ce se na´ci skalarni produkt, unitaran

BAZNAS memiliki strategi dalam mendistribusikan zakat. Strategi pendistribusian tersebut dilakukan agar zakat dapat diterima oleh golongan yang berhak menerimanya. BAZNAS