• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Keluarga Nelayan

Nelayan dapat didefinisikan sebagai orang atau komunitas orang yang secara keseluruhan atau sebagian dari hidupnya tergantung dari kegiatan menangkap ikan. Beberapa kelompok nelayan memiliki perbedaan dalam karakteristik sosial dan kependudukan. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada kelompok umur, pendidikan status sosial, dan kepercayaan. Dalam satu kelompok nelayan juga sering ditemukan perbedaan kohesi internal, dalam pengertian hubungan diantara sesama nelayan maupun di dalam hubungan bermasyarakat. (Widodo dan Suadi, 2006 : 29). Keluarga nelayan adalah suatu keluarga dengan kepala keluarga atau anggota keluarga terlibat dalam proses produksi atau pengolahan hasil perikanan sebagai sumber pendapatan dan penghidupannya (Rafni, 2008:26).

Menurut Departemen Pertanian Direktorat Jendral Perikanan (1995:6), nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya termasuk tanaman air. Orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkat alat-alat perlengkapan kedalam kapal dan mengangkut ikan dari perahu/kapal tidak dimasukkan sebagai nelayan, tetapi ahli mesin, juru masak di sebuah kapal penangkap ikan dimasukkan kedalam nelayan. Balai Informasi Pertanian dalam Prasetyo A.M (2004:6), nelayan adalah pemilik atau buruh uang sebagian atau seluruh pendapatannya diperoleh dengan jalan melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut atau perairan umum, baik pria maupun wanita.

Charles (2001) dalam Widodo dan Suadi (2006:29 ) membagi empat kelompok nelayan dalam empat kelompok yaitu:

1. Nelayan subsisten (subsistence fishers), yaitu nelayan yang menangkap ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

2. Nelayan asli (native/indigenous/aboriginal fishers), yaitu nelayan yang sedikit banyak memiliki karakter yang sama dengan kelompok pertama,

(2)

namun memiliki hak juga untuk melakukan aktifitas secara komersial walaupun dalam skala yang sangat kecil.

3. Nelayan rekreasi (recreational/sport fishers), yaitu orang – orang yang secara prinsip melakukan kegiatan penagkapan hanya sekedar kesenangan atau berolahraga, dan

4. Nelayan komersil (commercial fishers), yaitu mereka yang menangkap ikan untuk tujuan komersial atau dipasarkan baik untuk pasar domestik maupun pasar ekspor.

Menurut Sajogyo (1982) dalam Doli (1996:25) “nelayan” adalah suatu jenis pekerjaan yang umum dikelompokkan dalam kumpulan jenis pekerjaan “petani” sedangkan “perikanan” (termasuk perikanan laut) menunjuk pada lapangan usaha dan termasuk kelompok “pertanian”. Dalam masyarakat nelayan, rumah tangga perikanan laut dibedakan antara pengusaha dan buruh perikanan. Bagi pengusaha, pendapatan rumah tangga berasal dari tiga sumber yaitu dari usaha perikanan, upah buruh perikanan (oleh anggota keluarga) dan dari sumber lain diluar itu seperti pertanian, usaha dagang dan usaha lain atau usaha sambilan. Bagi rumah tangga buruh adalah sama tapi tidak ada pos khusus dari usaha perikanan. Dengan demikian dapat dikatakan pendapatan nelayan sebenarnya berasal dari dua sumber yaitu penangkapan ikan dan dari luar penangkapan ikan. Sumber penangkapan ikan merupakan sumber utama pendapatan pada rumah tangga nelayan sedangkan sumber pendapatan dari usaha di luar penangkapan ikan relatif lebih rendah.

Masyarakat desa nelayan dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kaya dan kaya sekali serta kelompok ekonomi sedang, miskin sekali yang memiliki ciri-ciri sendiri dan bertempat tinggal ditepi pantai atau dapat juga disebut sebagai bagian dari masyarakat yang membentuk suatu perkampungan yang sering dikenal dengan perkampungan nelayan, yang menjadikan usaha perikanan sebagai mata pencaharian terpenting (Mubyarto (1984) dalam Prasetyo A.M (2004:6). Hermanto (1986), secara umum berdasarkan besarnya bagian yang diterima dalam usaha penangkapan ikan, maka nelayan dapat dibagi atas lima kelompok, yakni:

(3)

1. Juragan darat, yaitu orang memiliki perahu dan alat tangkap ikan tetapi tidak ikut dalam operasi penangkapan ikan di laut. Juragan darat hanya menerima bagi hasil penangkapannya yang diusahakan oleh orang lain. Pada umumnya juragan darat menanggung seluruh biaya operasi penangkapannya.

2. Juragan laut, yaitu orang yang tidak memiliki perahu, alat penangkapan tetapi dia bertanggung jawab dalam operasi penangkapan di laut.

3. Juragan darat-laut, yaitu orang yang memiliki perahu dan alat tangkap dan dia ikut dalam operasi penangkapan, dia juga menerima bagi hasil sebagai nelayan dan bagi hasil sebagai pemilik unit penangkapan.

4. Buruh atau pandega, yaitu orang yang tidak memiliki unit penangkapan dan hanya berfungsi sebagai anak buah kapal. Buruh atau pandega umumnya menerima bagi hasil dari hasil penangkapan, dan jarang yang diberi upah harian. Buruh atau pandega memperoleh uang makan jika mereka berhasil menangkap ikan.

5. Anggota kelompok, yaitu orang yang berusaha pada suatu unit penangkapan secara berkelompok. Ini merupakan suatu system kelembagaan baru dalam usaha penangkapan. Perahu yang diusahakan adalah perahu hasil pembelian dari modal yang dikumpulkan oleh tiap-tiap anggota kelompok. Pemimpin kelompok umumnya berfungsi sebagai juragan laut, sedangkan anggota kelompok berfungsi sebagai anak buah kapal.

Perkampungan nelayan itu terdiri dari beberapa keluarga nelayan yang hidup bersama dan menjadikan usaha perikanan sebagai mata pencaharian terpenting. Definisi keluarga nelayan itu sendiri adalah dua atau lebih individu yang mempunyai hubungan darah atau perkawinan yang memiliki ikatan, perasaan. Selain itu sumber lain juga menyebutkan bahwa keluarga nealayan memiliki arti sebagai sekumpulan manusia yang adal hubungan antara satu sama lain akibat perkawinan, pertalian darah ataupun satu susuan. Keluarga-keluarga nelayan itu ada yang terdiri dari keluarga inti maupun keluarga luas berdasarkan strukturnya, ( Rahardjo (2002).

(4)

B. Analisis Tingkat Kesejahteraan Keluarga Nelayan

Menurut UU No. 16 tahun 1974 pokok kesejahteraan sosial, kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan sosial material maupun spritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri sendiri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 (Alfiah, 2002:23).

Tingkat kesejahteraan suatu masyarakat dapat diukur dengan bermacam-macam alat pengukur, misalnya dengan patokan konsumsi beras, konsumsi sembilan bahan pokok, kadar gizi dalam makanan atau dengan pendapatan perkapita. Sajogyo (1986), menyatakan bahwa untuk melihat pengeluaran rumah tangga perikanan diperinci menurut tujuh pos yang lazim dipakai oleh Biro Pusat Statistik (BPS) yaitu makanan, perumahan, barang dan jasa, pakaian, barang tahan lama, pajak/asuransi, pesta/upacara dan lain-lain, dalam hal ini terdapat 2 pilihan waktu yakni setahun lalu atau sebulan lalu. Klasifikasi tingkat kemiskinan Sayogyo (Sayogyo, (1997), didasarkan pada besarnya pengeluaran per kapita per tahun yang diukur dengan nilai beras setempat adalah:

1) Miskin, apabila pengeluaran/kapita/tahun lebih rendah dari nilai tukar 320 kg beras untuk daerah pedesaan dan 480 kg beras untuk daerah kota.

2) Miskin sekali, apabila pengeluaran/kapita/tahun lebih rendah dari nilai tukar 240 kg beras untuk daerah pedesaan dan 360 kg beras untuk daerah kota. 3) Paling miskin, apabila/kapita/tahun lebih rendah dari nilai tukar 180 g beras

untuk daerah pedesaan dan 270 kg beras untuk daerah kota.

4) Tidak Miskin, apabila/kapita/tahun lebih tinggi dari nilai tukar beras 320 kg beras untuk daerah pedesaan dan 480 kg beras untuk daerah kota.

Kesejahteraan para nelayan Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan para petani padi, yang tingkat kesejahteraannya relatif masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh dua hal. Pertama , para nelayan berbeda dengan para petani padi. Nelayan harus menghadapi musim yang tidak menentu, pada musim barat ketika angin dan ombak tidak keras, mereka dapat melaut dan menangkap

(5)

ikan. Namun ketika musim timur yang ditandai dengan ombak dan angin yang ganas tiba, para nelayan sama sekali tidak mampu melaut, dan harus hidup dengan cara berhutang pada para pelepas uang atau para pemilik perahu. Hutang tersebut dibayar dengan hasil tangkapan mereka pada musim berikutnya. Kedua,

kebanyakan dari para nelayan masih menggunakan alat tangkap yang sangat sederhana, padahal mereka harus menghadapi pemilik modal besar dan bahkan nelayan asing yang menggunakan alat – alat yang canggih. Kehadiran pemilik modal dan nelayan asing tersebut menyebabkan hasil tangkapan nelayan tradisional sangat berkurang, yang berarti juga berkurangnya pendapat, (Soetrisno, 1999:14).

Upaya peningkatan kesejahteraan keluarga sangat diperlukan untuk mengurangi angka kemiskinan, dengan demikian pemahaman mengenai penyebab kemiskinan penting untuk merumuskan strategi pengentasan kemiskinan. Penelitian tentang kesejahteraan kluarga umumnya dilakukan secara parsial dengan menggunakan berbagai indikator hingga saat ini telah banyak indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan keluarga seperti indikator Bank Dunia, Sajogyo, BPS, BKKBN dan indikator kesejahteraan lainnya. (Elmanora dkk, 2012:2).

Kesejahteraan merupakan sejumlah kepuasan yang diperoleh seseorang dari hasil mengkonsumsi pendapatan yang diterima, namun tingkatan dari kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat relatif karena tergantung dari besarnya kepuasan yang diperoleh dari hasil mengkonsumsi pendapatan tersebut. Keterkaitan antara konsep kesejahteraan dan konsep kebutuhan adalah dengan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka seseorang sudah dinilai sejahtera karena tingkat kebutuhan tersebut secara tidak langsung sejalan dengan indikator kesejahteraan (Pratama. D.S, 2012:3).

C. Analisis Keuangan Keluarga Nelayan

Manajemen merupakan salah satu turunan dari ilmu ekonomi. Uang merupakan suatu sumberdaya dan sekaligus merupakan suatu alat pengukur dari sumberdaya. Besarnya uang yang dimiliki oleh seseorang atau keluarga

(6)

menunjukkan berapa banyak sumberdaya uang yang dimilikinya (Guharaja dkk. 1992).

Keuangan merupakan aspek penting dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga nelayan, oleh sebab itu para nelayan saat ini berusaha bagaimana cara untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga mereka, sebab peningkatan kesejahteraan akan dilihat dari pendapatan yang diperoleh melalui hasil tangkapan. Sistem keuangan mengatur sirkulasi modal seluruh kegiatan usaha, mulai dari investasi dasar sebagai awal mula usaha hingga dana untuk modal operasi. Dana untuk modal investasi biasanya digunakan untuk pembelian atau penyewahan lahan, pembuatan kolam atau tambak, pembelian benih atau pakan, pendirian bangunan, pembelian alat angkutan, dan lain-lain, (Wibowo, 2008: 69). Pengelolaan keuangan sebaiknya dilakukan secara ketat, rincim dan disiplin memiliki pembukuan yang teratur. Pembukuan tersebut harus memuat catatan harian, mingguan, dan bulanan. Hal-hal penting yang perlu ditekankan dalam pencatatan, di antaranya jumlah hasil produksi, jumlah pembelian, pembayaran tunai, utang, catatan gaji, stok, peralatan, jumlah penjualan, penerimaan tunai, dan asuransi, (Wibowo, 2008:70)

Catatan dapat digunakan sebagai sumber informasi dalam sistem pengelolaan, oleh karena itu, maka pengelolaannya haruslah dengan penuh disiplin. Dengan demikian, keadaan keluarga atau kelompok nelayan dapat dilihat, apakah, keuntungan, kerugian, atau hanya kembali modal yang di dapatkan. Dari catatan tersebut dapat juga diambil suatu kebijaksanaan baru. Misalnya, adanya keuntungan yang berlebihan yang biasanya diinvestasikan ke bidang lain atau bila terjadi kerugian maka perlu pembenahan di sebagian/semua sektor, (Wibowo, 2008:70).

Pengolahan dan pemasaran kadang – kadang merupakan komponen yang sangat penting. Dengan menyadari bahwa nelayan merupakan pusat perhatian dari hampir semua perikanan dan bahwa pendapatan nelayan merupakan ukuran kunci dari keberhasilan pengelolaan, maka seorang pengelola tidak dapat begitu saja mengabaikan peranan pengolahan dan pemasaran. Sebagai contoh, untuk beberapa model biologi dapat dibuktikan bahwa rata – rata produksi atau hasil

(7)

tangkapan biologi akan dapat dimaksimumkan dengan cara menjaga stok ikan pada suatu tingkat ukuran yang konstan. Usaha ini biasanya akan menghasilkan variasi hasil tangkapan yang agak tinggi dari tahun ke tahun, kadang – kadang dengan sama sekali tidak ada hasil tangkapan dalam bebeapa tahun, sehingga kondisi demikian akan merusak infrarastruktur dan maintenance pasar, (Widodo dan Suadi, 2006:88).

D. Fungsi Manajemen Keluarga Nelayan

Secara umum, manajemen merupakan cara mengatur satu atau beberapa factor yang menunjang jalannya usaha untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam kehidupan sehari-hari, manajemen sangat diharapkan dan diperlukan agar tidak terjadi benturan antara masing – masing faktor yang menyebabkan tujuan tidak tercapai, (Wibowo, 2008:10).

Dalam bisnis perikanan, manajemen juga sangat diperlukan supaya dapat berjalan lancar dan mendapat hasil yang sesuai harapan. Pada manajemen sendiri terdapat beberapa fungsi sebagai bagian dari proses manajemen. Semua fungsi – fungsi manajemen terdapat dalam setiap kegiatan usaha. Dalam bisnis perikanan, fungsi – fungsi itu mempunyai wujud yang berbeda, tergantung dari factor-faktor yang mempengaruhi dan jenis komoditas yang diusahakan, Wibowo (2008:10).

Adapun fungsi – fungsi manajemen yang terdapat dalam sebuah usaha perikanan, antara lain sebagai berikut.

1. Perencanaan

` Fungsi ini merupakan tindakan untuk menentukan sasaran dan arah yang dipilih. Di dalam perencanaan dituntut adanya kemampuan untuk meramalkan, mewujudkan, dan melihat kedepan dengan dilandasi oleh tujuan – tujuan tertentu. Proses perencanaan dalam kegiatan menejemen keuangan senantiasa berkaitan dengan tujuan masa depan mengingat masa depan penuh dengan ketidakpastian dan senantiasa berubah dengan cepat maka suatu perencanaan harus disusun secara cermat dan matang (Yuliawan, 2002: 32).

(8)

2. Pengorganisasian

Fungsi ini merupakan tindakan untuk mengatur dan membagi – bagi bidang pekerjaan antara kelompok yang ada. Setelah terbentuk kelompok yang diperlukan, fungsi pengorganisasian akan menetapkan dan memperinci hubungan-hubungan yang diperlukan.

3. Penggerakan

Penggerakan merupakan tindakan untuk merangsang anggota – anggota kelompok agar melaksanakan tugas-tugas yang yang telah dibebankan dengan baik dan antusias.

4. Pengawasan

Fungsi ini merupakan tindakan untuk mengawasi aktivitas – aktivitas yang terkait agar dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Agar manajemen dapat mencapai tujuan dengan sebaik – baiknya, diperlukan sarana – sarana pendukung. Sarana – sarana tersebut terdiri dari men (tenaga kerja manusia), money (uang yang dipelukan dalam usaha), methods (cara untuk mencapai tujuan), materials (bahan yang diperlukan), machine (alat yang diperlukan), dan market (pasar untuk menjual hasil peroduksi), tanpa adanya sarana – sarana tersebut, manajemen tidak akan mencapai tujuan ataupun fungsinya. (Wibowo, 2008:11).

E. Analisis Pendapatan Usaha

Menurut Gittinger (1986), analisis pendapatan usaha pertanian pada umumnya digunakan untuk mengevalusi kegiatan suatu usaha pertanian. Tujuannya adalah untuk membantu perbaikan pengelolaan usaha pertanian. Analisis pendapatan usaha memerlukan dua keterangan pokok yaitu keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan adalah hasil perkalian dari jumlah produksi total dengan harga satuan sedangkan pengeluaran atau biaya adalah nilai penggunaan sarana produksi atau input dan lain-lain (Tjakrawiralaksana dalam Alfiah 2002:19).

(9)

Menurut Evans dan Berman (1982) dalam Prasetyo A.M (2004:10) Pendapatan keluarga adalah seluruh pendapatan yang diterima oleh seluruh anggota keluaraga atau rumah tangga ekonomi. Pendapatan ini terdiri dari:

1. Pendapatan dari gaji/upah yang diterima oleh seluruh anggota rumah tangga ekonomi yang bekerja sebagai buruh, sebagai imbalan bagi pekerjaan yang dilakukan untuk suatu perusahaan /majikan/instansi tersebut baik uang maupun barang dan jasa.

2. Pendapatan dari seluruh anggota rumah tangga yang berupa pendapatan kotor, yaitu selisih nilai jual barang dan jasa yang diproduksi dengan biaya

produksinya.

3. Pendapatan lainnya adalah pendapatan di luar upah/gaji yang menyangkut usaha lain.

Berg (1986), pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas pangan yang di konsumsi seseorang, semakin tinggi tingkat pendapatan maka semakin besar pula persentase pertambahan pembelanjaannya termasuk untuk pangan dari golongan sayur dan buah-buahan serta berbagai jenis pangan lainnya, tetapi pertambahan kuantitas ini tidak selalu memperbaiki susunan menu makanan yang dikonsumsinya. Pendapatan rumah tangga dapat berasal dari satu sumber pendapatan. Sumber pendapatan yang berragam tersebut dapat terjadi karena anggota rumah tangga yang bekerja, melakukan lebih dari satu jenis kegiatan dan masing-masing anggota rumah tangga mempunyai kegiatan yang berbeda satu sama lainnya. Faktor lain yang berpengaruh terhadap keragaman sumber pendapatan adalah penguasaan faktor produksi. Pendapatan itu sendiri dapat diperoleh sebagai hasil bekerja atau jasa aset dan sumbangan dari pihak lain. Kumpulan pendapatan dari berbagai sumber pendapatan tersebut merupakan total pendapatan rumah tangga (Nurmanaf dalam Doli, 1996:26).

Menurut Simandjuntak (1992), menyatakan bahwa perbedaan tingkat pendapatan tidak saja disebabkan oleh tingkat pendidikan akan tetapi juga oleh beberapa faktor lain seperti pengalaman kerja, keahlian, sektor usaha, jenis usaha, lokasi dan lain-lain. Pendapatan rumah tangga pada umumnya masyarakat pedesaan diperoleh dari berbagai sumber yang sangat berragam. Pada rumah

(10)

tangga nelayan, nampak bahwa pekerjaan penangkapan ikan hampir merupakan satu-satunya sumber pendapatan rumah tangga yang diandalkan. Dalam penelitian Sujana (1992), dikemukakakn bahwa jumlah pendapatan dari usaha penangkapan ikan sekitar 71,58% dari total pendapatan rumah tangga. Pendapatan dari pekerjaan pada sub sektor pertanian relatif kecil 7,61%. Begitu pula dari sektor industri, jasa, perdagangan hanya sekitar 0,55%. Jumlah-jumlah tersebut paling kecil dibanding persentase dari sumber sejenis pada rumah tangga lainnya. (Sujana, 1992).

Usaha Penangkapan ikan di Indonesia memiliki ciri armada tangkap yang sederhana. Kesederhanaan ini dapat dilihat dari ukuran perahu atau kapal, ukuran motor, maupun alat tangkap yang digunakan. Kondisi demikian mengakibatkan sangat sulit untuk memperoleh hasil tangkapan yang memadai untuk menopang kehidupan sehari-hari bagi nelayan, dengan demikian bayangan bahwa nelayan merupakan kelompok yang memiliki pendapatan yang paling rendah dibandingkan kelompok lain masih belum dapat dihapus dari sebagian besar masyarakat. Taryoto, dkk (1993). Besarnya pembagian pendapatan antara nelayan pemilik dengan nelayan penggarap (juragan laut, jurumudi, motoris, pandega dan penguras) tergantung pada system bagi hasil yang dilakukan, jenis unit alat tangkap yang digunakan, besarnya biaya yang ditanggung bersama, banyaknya jumlah nelayan yang terlibat dalam usaha penangkapan. Pola bagi hasil dalam usaha penangkapan dapat dikatakan telah melembaga di masyarakat perikanan (Hermanto, 1986 dalam Doli, 1996:9).

Usaha perikanan laut atas dasar perjanjian bersama dari nelayan pemilik dan nelayan penggarap, hingga mereka masing-masing menerima bagian dari hasil usaha itu sesuai dengan jasa yang diberikannya. Menurut Undang-undang Bagi Hasil Perikanan (UUBHP) Nomor 16 tahun 1964, hasil bersih bagi perikanan laut adalah hasil ikan yang diperoleh dari penangkapan, yang setelah diambil sebagian untuk “lawuhan” para nelayan penggarap menurut kebiasaan setempat, dikurangi dengan beban-beban yang menjadi tanggungan bersama dari nelayan pemilik dan para nelayan penggarap. Jika suatu usaha perikanan

(11)

diselenggarakan atas dasar perjanjian bagi hasil maka dari hasil usaha itu kepada pihak nelayan penggarap paling sedikit harus diberikan bagian sebagai berikut: 1) Jika dipergunakan perahu layar minimum 75% dari hasil bersih

2) Jika dipergunakan kapal motor minimum 40% dari hasil bersih

Soekartawi, dkk (1986), menyatakan bahwa pada usahatani, yang dimaksud dengan pendapatan kotor usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu (umumnya setahun) baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Dalam menaksil pendapatan kotor, semua komponen produk yang tidak dijual harus dinilai berdasarkan harga yang berlaku pada pasar. Selisih antara pendapatan kotor dan pengeluaran total disebut pendapatan bersih usahatani.

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang terkait dengan analisis tingkat kesejahteraan Nelayan diantaranya adalah penelitian Doli (1996) mengenai Analisis Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Nelayan di Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat dengan menggunakan metode survei, dengan analisis pendapatan dan pengeluaran. Hasil penelitian yang diperoleh melalui pendapatan dan pengeluaran rumah tangga nelayan rata – rata positif dengan nilai yang cukup besar yaitu pendapatan yang diperoleh sebesar Rp. 6.596.212,00/tahun yang terdiri dari kegiatan penangkapan ikan rata – rata sebesar Rp. 5.223.812,00/tahun dan kegiatan non penangkapan ikan rata – rata sebesar Rp. 2.018.235,00/tahun, serta pengeluaran rumah tangga nelayan yang diperoleh rata - rata sebesar Rp. 4.577.096,00/tahun yang dipisahkan untuk pengeluaran pangan sebesar Rp. 2.786.400,00/tahun (60,88%) dan pengeluaran untuk kebutuhan non pangan sebesar Rp. 1.790.696,00/tahun (39,12%).

Penelitian selanjutnya oleh Karunia (2009) mengenai Analisis Kebijakan Peningkatan Kesejahteraan Nelayan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dengan menggunakan metode analisis location quotient, di mana metode ini digunakan untuk mengidentifikasi sumber-sumber pertumbuhan regional dan hasil ini menunjukan bahwa subsektor perikanan sebenarnya merupakan sektor

(12)

unggulan dan mempunyai daya saing yang tinggi, di buktikan dengan nilai location quotient positif dan juga differential shift positif.

Omar (2007) mengenai Analisis Kesejahteraan Hidup Nelayan Pesisir di daerah Kuala Terengganu dengan menggunakan metode analisis regresi dan korelasi dan hasil ini menunjukkan bahwa responden yang dipilih secara rawak tidak berstruktur ini semuanya terdiri dari pada lelaki. Hal ini di karenakan para nelayan khususnya di Kuala Terengganu boleh dikatakan kesemuanya atau sebilangan besar adalah lelaki, manakala responden yang paling muda berumur 19 tahun dan paling tua adalah 84 tahun, serta Tahap kesejahteraan hidup nelayan pesisir di daerah Kuala Terengganu itu sendiri, khususnya berada ditahap rendah, misalnya tahap kesejahteraan hidup nelayan mengikut faktor penentu didapati min skor sembilan dari pada lima belas faktor berada di bawah nilai 12, kesejahteraan hidup bagi atribut nelayan juga berada ditahap yang rendah yaitu min skornya 99.39 berbanding dengan nilai median 10 Kesejahteraan hidup bagi dimensi peranan kerajaan sedikit lebih tinggi daripada nilai median yaitu 72.25 berbanding dengan median72. Tetapi secara keseluruhannya min skor adalah lebih rendah daripada nilai median yaitu 171.63 berbanding dengan 180.

Penelitian Hendrik (2011), mengenai analisis Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Danau Pulau Besar dan Danau Bawah di Kecamatan Dayun Kabupaten Siak Propinsi Riau dengan menggunakan metode analisis pendapatan dan pengeluaran, di mana pendapatan yang akan di ukur adalah penerimaan atau penghasilan dalam bentuk uang yang berasal dari usaha perikanan maupun di luar usaha perikanan dalam kurun waktu 1 bulan, sedangkan pengeluaran itu sendiri yang akan di ukur berdasarkan proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok seperti beras, lauk pauk, minyak goreng, garam, gula, kopi/teh, dan lain-lain, serta pengeluaran diluar kebutuhan pokok seperti pendidikan, kesehatan, sosial dan lain-lain yang di ukur dalam 1 bulan pengeluaran. Dan hasil ini menunjukkan Berdasarkan kriteria UMR didapatkan seluruh nelayan mempunyai pendapatan di atas UMR, berdasarkan Bappenas sebanyak 4 rumah tangga nelayan tidak sejahtera dan menurut BPS sebanyak 6 rumah tangga responden termasuk ke dalam rumah tangga tidak sejahtera.

(13)

G. Kerangka Pemikiran Teoritis

Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian maka di susun kerangka pemikiran teoritis sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Berdasarkan Gambar 1. di atas, dapat di jelaskan bahwa usaha perikanan meliputi budidaya perikanan, perikanan tangkap, dan pengolahan hasil perikanan. Perikanan tangkap di jalankan atau di lakukan oleh seorang nelayan. Nelayan

Usaha Perikanan

Perikanan Tangkap

Pengeluaran RT Nelayan

(Kebutuhan pangan + kebutuhan non pangan) Pendapatan RT Nelayan

(Pendapatan nelayan + pendapatan non nelayan)

k Kesejahteraan Nelayan

Budidaya Perikanan Pengolahan

hasil Perikanan

(14)

pada umumnya hanya memfokuskan dirinya untuk menangkap ikan. Namun di samping melaut, nelayan itu juga melakukan pekerjaan sampingan (budidaya tanaman, perahu taksi, dan lain-lain). Sehingga melalui usaha yang berbeda tersebut akan memperoleh pendapatan yang disebut pendapatan rumah tangga nelayan. Pendapatan yang diperoleh rumah tangga nelayan di pergunakan atau di alokasikan untuk memenuhi kebutuhan pangan (beras, lauk pauk, minyak goreng, garam, dan lain) dan kebutuhan non pangan (pendidikan, kesehatan, dan lain-lain), di mana kedua kebutuhan itu disebut pengeluaran rumah tangga nelayan. Selanjutnya dari pengeluaran rumah tangga nelayan tersebut dapat di ukur tingkat kesejahteraan nelayan.

H. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah, tinjauan pustaka, dan kerangka pikir, maka dapat dirumuskan hipotesis bahwa

1. Pendapatan Rumah Tangga nelayan rata-rata diperoleh dari hasil melaut, wiraswasta, sopir taxi perahu dan buruh tani.

2. Pendapatan rumah tangga nelayan rata-rata adalah untuk kebutuhan pangan dan non pangan.

3. Rata-rata nelayan di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara berada pada tingkat keluarga sejahtera I atau miskin.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Referensi

Dokumen terkait

Lokasi penelitian ini dilakukan di daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur dengan pemilihan lokasi secara Multistages cluster sampling di wilayah program Pemberdayaan Ekonomi

[r]

Kebolehpercayaan Persepsi Melayu terhadap Cina dalam Kajian Rintis dan Kajian Sebenar Kebolehpercayaan Persepsi Cina terhadap Melayu dalam Kajian Rintis dan Kajian

Mengingat pentingnya tahapan tersebut, diharapkan hadir tepat waktu serta.. membawa semua dokumen asli dan

PEMBELAJARAN MEMBACA AL-QUR’AN PADA SISWA ROUDLOTUL ATHFAL AL-QUR’AN JABALKAT SAMBIJAJAR SUMBERGEMPOL

kesehatan kerja perusahaan dalam keadaan darurat, peraturan tentang dampak lingkungan, peralatan (boiler dan sistem bahan bakar biomasa) dan komponennya,

menerima dampak baik dari kegiatan eksport- import antar pulau maupun kebutuhan hunian oleh penduduknya sendiri, disamping mempunyai fungsi ekologis tersendiri yang penting

Elliot ei itse asiassa niinkään sano, että ennallistettu luonto olisi vähemmän arvokasta kuin alkuperäinen luonto: oikeastaan hän väittää, ettei se ole enää lainkaan