• Tidak ada hasil yang ditemukan

Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN RAPAT KERJA MENTERI PERTANIAN DENGAN

KOMISI VII DPR RI

Pembahasan RUU tentang Pengesahan

ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas)

12 Maret 2007

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Saudara Pimpinan dan Anggota Komisi VII-DPR RI yang terhormat, Saudara Menteri Negara Lingkungan Hidup

Saudara Menteri Negara Riset dan Teknologi Saudara Menteri Kehutanan

Saudara Menteri Luar Negeri

Para Undangan sekalian yang saya hormati,

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas segala limpahan rakhmat dan karunia-Nya, pada hari ini kita masih diberikan nikmat, khususnya nikmat sehat sehingga kita dapat berkumpul pada Rapat Kerja ini.

Selanjutnya saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi–tingginya kepada Saudara Pimpinan dan Anggota Komisi VII DPR RI atas undangan Rapat Kerja dalam rangka pembahasan RUU tentang Pengesahan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas).

(2)

Saudara Pimpinan dan Anggota Komisi VII DPR RI yang saya hormati,

Tidak dapat disangkal lagi bahwa peran sektor pertanian cukup dominan sebagai dinamisator pertumbuhan ekonomi nasional karena perannya dalam penyediaan pangan, pembentukan PDB, perolehan devisa, penyedia lapangan pekerjaan, penanggulangan kemiskinan dan pembangunan pedesaan. Disisi lain, kebutuhan akan lahan pertanian telah direspon masyarakat tani dengan melalui ekstensifikasi pertanian, dan sebagian diantaranya pengusahaannya tidak berwawasan lingkungan. Ekstensifikasi lahan yang tidak berwawasan lingkungan inilah yang menjadi salah satu penyebab kebakaran lahan.

Kebakaran lahan dan kebun hampir terjadi setiap tahun terutama pada musim kemarau panjang. Kebakaran lahan dan kebun akan berdampak negatif pada beberapa aspek, baik ekonomi, sosial, ekologis maupun politis. Sebagai ilustrasi, dari aspek ekonomis, kebakaran lahan dan kebun akan menurunkan produktivitas tanaman sehingga menurunkan penghasilan petani dan masyarakat pelaku usaha di bidang pertanian/perkebunan yang pada akhirnya menurunkan ekspor hasil produksi pertanian/perkebunan. Dari aspek ekologis akan mengakibatkan kerusakan lingkungan dan habitat beberapa jenis tanaman dan atau hewan. Dari aspek sosial, berdampak pada timbulnya beberapa penyakit seperti ISPA, mata dan lain-lain sehingga menambah penderitaan masyarakat di sekitar areal yang mengalami kebakaran lahan dan kebun. Sedangkan dari aspek politis, kebakaran yang menghasilkan asap yang cukup tebal hingga ke lintas batas, akan menimbulkan claim negara tetangga yang merasa terganggu dengan kehadiran asap tersebut.

Saudara Pimpinan dan Anggota Komisi VII DPR RI yang saya hormati,

Masalah kabut asap yang disebabkan kebakaran hutan dan lahan telah mendominasi masalah lingkungan hidup di tingkat regional ASEAN setiap tahunnya. Atas prakarsa Indonesia dalam pertemuan ke-6 ASEAN Senior Official on Environment (ASOEN) di Bali pada bulan September 1995 telah diputuskan pembentukan ASEAN Haze Technical Task Force (ASOEN-HTTF) yang diketuai oleh Indonesia. Dalam pertemuan ASOEN-HTTF di Bandar Seri Begawan, April 2000 disepakati pembentukan Working Group of Legal and Technical Experts (WGLTE) untuk menjajagi kemungkinan pembuatan suatu perjanjian mengenai penanggulangan masalah polusi kabut asap di tingkat regional ASEAN yang disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan.

(3)

Pertemuan WGLTE di Jakarta, Mei 2000 untuk pertama kalinya menghasilkan draft ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) serta sepakat membahas perjanjian tersebut dalam 4 kali pertemuan Intergovernmental Negotiating Committee (INC) di mana Kementerian Lingkungan Hidup berperan sebagai koordinator dalam negeri.

Persetujuan AATHP ditandatangani pada tanggal 10 Juni 2002 di Kuala Lumpur, Malaysia. Persetujuan AATHP mulai berlaku secara resmi (enter into force) pada tanggal 25 November 2003 setelah Thailand menjadi negara keenam yang meratifikasi dan menyerahkan instrument of ratification pada tanggal 25 September 2003. Hal ini didasari atas isi dari pasal 29 AATHP bahwa persetujuan akan mulai berlaku enam puluh hari setelah negara keenam menyerahkan instrument of ratification.

Secara garis besar persetujuan tersebut mengatur kewajiban negara-negara anggota ASEAN antara lain dalam tindakan pencegahan, pemantauan dan mitigasi.

Saudara Pimpinan dan Anggota Komisi VII DPR RI yang saya hormati,

Masalah kebakaran lahan dan kebun merupakan hal yang wajib kita cegah, agar tidak terjadi kerusakan lingkungan. Hal ini antara lain telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan Undang Undang No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan. Oleh karena itu, jajaran Departemen Pertanian mempunyai komitmen yang kuat untuk mencegah terjadinya kebakaran lahan dan kebun, yang pada akhimya akan mencegah terjadinya asap lintas batas sebagaimana telah diatur dalam AATHP.

Indonesia akan dipandang serius dalam menjalankan komitmennya untuk menyelesaikan masalah pencemaran asap lintas batas secara menyeluruh dan terintegrasi. Hal ini tentunya akan meningkatkan kredibilitas Indonesia di mata dunia, khususnya ASEAN dalam penanggulangan masalah pencemaran asap lintas batas yang diakibatkan oleh kebakaran hutan/lahan di wilayah Indonesia hampir setiap tahunnya serta menunjukkan itikad baik dari Indonesia sebagai sesama negara anggota ASEAN dalam komitmennya mendukung komunitas ASEAN.

Saudara Pimpinan dan Anggota Komisi VII DPR RI yang saya hormati,

(4)

menyadari dan mau melaksanakan pembukaan lahan tanpa bakar untuk menghindarkan terjadinya kebakaran lahan dan kebun yang dapat menimbulkan asap lintas batas.

Undang Undang No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan dan Pedoman Pembukaan Lahan Tanpa Bakar, telah mendukung isi Persetujuan ASEAN yang tertuang dalam AATHP pada Pasal 9 tentang Pencegahan (Prevention). Oleh karena itu, Pemerintah perlu meyakinkan dunia intemasional tentang kesungguhan kita untuk menyelesaikan masalah pencemaran asap lintas batas secara menyeluruh dan terintegrasi antar sektor dan subsektor.

Data pada 2005 menunjukkan terjadinya kebakaran lahan dan kebun seluas 21.658 Ha di Provinsi Riau. Pada tahun 2006, seluas 17.664 Ha lahan terbakar yang terdiri dari kebakaran lahan di Provinsi NAD (75 Ha), Riau (6.433 Ha), Sumatera Selatan (2.922 Ha), Kalimantan Barat (773 Ha), Kalimantan Tengah (1.270 Ha), Sulawesi Tengah (1.111 Ha), Sulawesi Selatan (4.777 Ha), Nusa Tenggara Barat (3 Ha), dan Jambi (300 Ha).

Saudara Pimpinan dan Anggota Komisi VII DPR RI yang saya hormati,

Jumlah hot spots yang terpantau dari satelit, yang dikutip dari Data Spatial Kementerian Lingkungan Hidup selama tahun 2006 sebanyak 33.222 titik yang tersebar di Pulau Sumatera sebanyak 15.441 titik, Kalimantan sebanyak 17.771 titik, Sulawesi 9 titik, dan Nusa Tenggara Barat 1 titik..

Penyebab kebakaran lahan dan kebun antara lain adalah: (1) Tata Ruang Provinsi dan Kabupaten/Kota belum terpadu; (2) Izin pengelolaan perkebunan yang telah diberikan tidak segera dikelola sesuai dengan rencana, kemudian diokupasi oleh masyarakat dan dilakukan pembukaan lahan oleh masyarakat dengan cara membakar; (3) Izin konsesi yang telah habis jangka waktunya dan belum diperpanjang, sehingga dijarah dan dikuasai oleh mayarakat untuk perladangan dan atau usaha perkebunan; (4) Tata batas pengelolaan konsesi belum / tidak dipelihara oleh si penerima konsesi sehingga berpotensi untuk dirambah oleh masyarakat; dan (5) terjadi praktek perladangan berpindah (shifting cultivation).

Untuk mencegah terjadinya kebakaran lahan dan kebun, Departemen Pertanian telah menyusun strategi umum untuk pencegahan kebakaran lahan dan kebun sebagai berikut: 1. Meningkatkan koordinasi dalam penyusunan kebijakan dan manajemen pembangunan

pertanian. Sebagai bagian dari pembangunan ekonomi nasional, pembangunan pertanian harus dilaksanakan secara sinergis dengan pembangunan sektor lainnya mengacu

(5)

kepada RPJM. Pelaksanaan pembangunan pertanian dilakukan oleh berbagai pelaku pembangunan, antara lain Departemen Teknis terkait, Pemerintah Daerah, petani, dunia usaha dan masyarakat.

2. Meningkatkan koordinasi dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran secara internasional, nasional, regional dan lokal penanggulangan kebakaran merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi: (a) Pencegahan; (b) Mitigasi, yaitu rnengurangi dampak yang mungkin ditimbulkan dari kebakaran, (c) Kesiagaan, yaitu persiapan agar dapat melakukan tindakan dini menghadapi kebakaran, (d) Pengendalian, yaitu upaya pemadaman api dan menangani dampak yang ditimbulkan dari kebakaran, dan (e) Tindakan Pasca-kebakaran, yaitu upaya yang diperlukan untuk memperbaiki tidakan penanggulangan kebakaran pada masa yang akan datang.

3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan memberdayakan SDM Pertanian. Disadari bahwa infrastruktur pertanian yang ada masih kurang memadai, organisasi petani dan kualitas sumberdaya manusia yang masih lemah, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat pedesaan masih rendah, wilayah pengembangan yang sangat luas dan terpencar, sehingga masyarakat lebih menyenangi membuka lahan dengan cara.

4. Meningkatkan inovasi dan diseminasi teknologi tepat guna. Kebakaran lahan dan kebun selain disebabkan oleh faktor iklim yang sangat ekstrim (saat EI-Nino muncul) juga disebabkan oleh faktor manusia.

5. Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana. Kondisi sarana dan prasarana penanggulangan kebakaran secara umum saat ini masih dirasakan kurang memadai. Setidaknya diperlukan sarana dan prasarana pendukung untuk melakukan pencegahan kebakaran dengan memberikan fasilitasi penyediaan sarana prasarana yang diperlukan. Untuk tahap awal kepada seluruh Perkebunan Besar diwajibkan menyediakan sarana pencegahan dan pemadaman kebakaran.

6. Meningkatkan pemberdayaan Masyarakat, dalam upaya pencegahan kebakaran di wilayahnya. Kepedulian masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran perlu mendapatkan penghargaan (reward) sedangkan untuk yang melakukan pembakaran lahan perlu diberikan sanksi (punishment).

(6)

Saudara Pimpinan dan Anggota Komisi VII DPR RI yang saya hormati,

Kegiatan pencegahan kebakaran yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan sebagai berikut:

1. Fasilitasi Pemantauan Kebakaran Lahan dan Kebun, dengan kegiatan melakukan ground check ke lapangan setelah memperoleh informasi adanya hot spots dan indikasi terjadi kebakaran;

2. Rintisan Model Pembukaan Lahan Tanpa Bakar, berupa demplot pembukaan lahan tanpa bakar, bantuan bibit dan bantuan peralatan pembuatan kompos dan briket arang; 3. Rapat Koordinasi Pengendalian Kebakaran, yang melibatkan semua pemangku

kepentingan / Instansi terkait serta dilaksanakan per wilayah kabupaten dalam provinsi yang bersangkutan;

4. Sosialisasi Undang Undang No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan dan Pedoman Pembukaan Lahan Tanpa Bakar, yang ditujukan kepada masyarakat dan Pemangku Kepentingan lainnya;

5. Pelatihan Petugas Pengendalian Kebakaran Lahan dan Kebun, untuk membekali petugas Dinas Perkebunan Daerah dan jajarannya sehingga mampu memberikan petunjuk dan pembinaan kepada masyarakat yang akan rnelakukan pembukaan lahan tanpa bakar. Kegiatan yang ada pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air adalah pembukaan lahan tanpa bakar pada komoditas kopi, lada, pala, dan gambir.

6. Memberikan peran bagi Pelaku Usaha dan Instansi Terkait dalam penanggulangan kebakaran lahan dan kebun. Peran pelaku usaha dan Instansi terkait yang diharapkan dalam upaya penanggulangan kebakaran lahan dan kebun yaitu (a) Perusahaan Bidang Pertanian / Perkebunan; (b) Masyarakat Petani / Pekebun; (c) Direktorat Jenderal Lingkup Departemen Pertanian; (d) Dinas Pertanian / Perkebunan Provinsi; (e) Dinas yang membidangi Perkebunan Kabupaten/Kota

Perlu diketahui bahwa Pemerintah Malaysia telah mengidentifikasi 15 perusahaan perkebunan Malaysia yang diduga melakukan praktek-praktek pembakaran hutan. Untuk itu, Malaysia siap bekerja sama dengan Indonesia dalam melakukan mitigasi kebakaran di musim kemarau yang akan datang.

Saat ini sebanyak 35 kabupaten rawan kebakaran hutan dan lahan sedang mengembangkan rencana pelaksanaan program pengendalian kebakaran hutan dan lahan, sejalan dengan Rencana Aksi Indonesia. Instansi pusat terkait dengan pengendalian kebakaran hutan dan

(7)

lahan seperti Kementerian Lingkungan Hidup, Departemen Kehutanan, Departemen Pertanian, SAKORNAS PS, SMG dan LAPAN telah mengalokasikan dana untuk mendukung pelaksanaan Rencana Aksi dan telah mengidentifikasi experts untuk Rencana Aksi dan the Panel of ASEAN Experts.

Sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam AATHP, maka dana-dana yang dialokasikan dalam rangka penanganan masalah asap akan ditampung dalam satu pot yang disebut dengan ASEAN Haze Fund. Dalam kaitan ini, meskipun hingga saat ini Indonesia dan Filipina belum meratifikasi AATHP, namun pertemuan AMMH sepakat bahwa negara-negara tersebut dimungkinkan juga untuk memanfaatkan dana yang terkumpul dalam ASEAN Haze Fund.

Presentasi dari ASEAN Specialised Meteorological Centre (ASMC) dalam AMMH Ke12 mengenai situasi cuaca di Asia Tenggara sejak pertengahan tahun 2006 dan prediksi cuaca sampai akhir tahun 2007 mengindikasikan bahwa aktivitas hot spots di berbagai kawasan bagian utara daerah rawan asap diperkirakan tidak banyak menunjukkan perubahan hingga akhir Maret 2007. Sementara di kawasan bagian selatan nampaknya akan menunjukkan adanya peningkatan jumlah hot spots, pada periode waktu yang sama. Hot spotsdiharapkan mulai dapat dilokalisasi pada periode April 2007 dan siklus badai EI Nino, yang dapat dikategorikan lemah, dimungkinkan akan terjadi pada pertengahan tahun, sementara untuk enam bulan kedua situasi angin dan cuaca di daerah-daerah rawan asap belum dapat diprediksi secara pasti.

Berkaitan dengan rencana Indonesia untuk menjadi negara tuan rumah lokasi ASEAN Coordinating Centre for Transboundary Haze Pollution (ACC), Meneg LH selaku ketua Delegasi Republik Indonesia pada pertemuan Conference of the Parties (COP) ke dua tanggal 1 Maret 2007, antara lain menyampaikan informasi tentang berbagai persiapan awal yang telah dilaksanakan, termasuk dari aspek sumber daya manusia (SDM) yang akan memperkuat ACC.

Sehubungan dengan draft Host Government Agreement, Indonesia masih melakukan konsultasi nasional untuk kemungkinan revisi terhadap isi draft Agreement tersebut. Hasil konsultasi dimaksud, meliputi pula keputusan Pemerintah RI mengenai lokasi ACC, akan disampaikan Indonesia pada COP ke tiga mendatang.

(8)

Sesuai dengan ketentuan yang dimuat dalam AATHP, pertemuan menyepakati untuk mengakhiri keberadaan ASEAN Ministerial Meeting on Haze (AMMH) dan ASEAN Senior Officials on Environment - Haze Technical Task Force (ASOEN-HTTF) serta lembaga-Iembaga di bawahnya. Sebagai pengganti, akan dibentuk sebuah Committee yang beranggotakan wakil-wakil seluruh negara anggota ASEAN. Selama periode transisi antara COP ke dua dan COP ke tiga, komunikasi diantara anggota ASOEN-HTTF masih akan terus berlangsung guna membahas isu-isu yang perlu diselesaikan di antara negara-negara anggota.

Mandat dari Committee baru ini antara lain untuk mengidentifikasi isu-isu relevan yang belum tercakup dalam AATHP. Dalam hal ini, Indonesia juga dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk memperjuangkan kepentingan Indonesia dalam pelestarian hutan tropis seperti illegal logging, sustainable forest management dan forest law and governance.

Saat ini sudah enam negara anggota ASEAN yang telah meratifikasi AATHP, sedangkan Indonesia masih belum meratifikasi AATHP tersebut. Mengingat bahwa salah satu penyebab terjadinya kebakaran lahan dan kebun yang mengakibatkan terjadinya polusi asap lintas batas antara lain karena adanya kegiatan pembukaan lahan untuk usaha pertanian dan perkebunan, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun perusahaan besar swasta nasional dan asing, maka Departemen Pertanian mendukung dilakukannya ratifikasi AATHP dan siap untuk pelaksanaannya sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang No. 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, UU No. 18/2004 tentang perkebunan serta peraturan pelaksanaannya.

Demikian saya sampaikan, Atas perhatian saudara-saudara sekalian peserta Rapat Kerja, Saya ucapkan terima kasih.

Wabillahitaufiq walhidayah, Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Menteri Pertanian RI,

Referensi

Dokumen terkait

Praktik mengajar sudah dilaksanakan sebanyak 8 kali (48 jam pelajaran) dalam matriks untuk kegiatan. Semua ini dapat terlaksana dengan baik karena persiapan-persiapan yang

Bertugas untuk melakukan pembelian barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan operasional perusahaan, mulai dari bahan baku, spareparts mesin, ATK, dan jasa-jasa dari pihak

1. Membaca novel Cerita Calon Arang secara cermat dan berulang-ulang serta menandai peristiwa-peristiwa dalam cerita CCA yang berkaitan dengan penelitian. Mencatat data

Pembelajaran fisika sering disajikan dalam bentuk langsung dan masih bersifat satu arah dari pendidik ke peserta didik (teacher oriented). Hal ini adalah salah

(1) Tim Pemutus mengeluarkan keputusan penetapan sebagian atau seluruh Manajer Investasi dari Daftar Manajer Investasi Terpilih untuk pengelolaan Dana Tapera dengan

Analisa asuhan keperawatan ini dapat menambah keragaman ilmu pengetahuan bagi dunia keperawatan dan menambah keilmuan baru yang dapat dijadikan pedoman untuk ilmu

Untuk menunjukkan peubahan persona dan jender digunakan prefiks, sedangkan untuk perubahan pada jumlah digunakan sufiks.dapat disimpulkan bahwa dalam verba Imperfect 3

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan Model Pembelajaran biologi berbasis Praktikum Virtual untuk membangun karakter bangsa. Karakter bangsa yang diukur meliputi komponen