• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAGIAN KEKENDURAN PADA TRAMMEL NET: PENGARUHNYA TERHADAP HASIL TANGKAPAN SUGENG HARTONO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBAGIAN KEKENDURAN PADA TRAMMEL NET: PENGARUHNYA TERHADAP HASIL TANGKAPAN SUGENG HARTONO"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBAGIAN KEKENDURAN PADA TRAMMEL NET:

PENGARUHNYA TERHADAP HASIL TANGKAPAN

SUGENG HARTONO

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pembagian Kekenduran pada Trammel net: Pengaruhnya terhadap Hasil Tangkapan” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2017

Sugeng Hartono NIM C44130001

(4)

terhadap Hasil Tangkapan. Dibimbing oleh GONDO PUSPITO dan RONNY IRAWAN WAHJU.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh pembagian kekenduran trammel net terhadap komposisi jenis dan jumlah hasil tangkapan. Metode eksperimental digunakan untuk menguji trammel net langsung di lapang. Hasilnya menunjukkan bahwa komposisi hasil tangkapan trammel net kontrol terdiri atas 12 jenis ikan demersal (58 individu), 5 jenis organisme demersal non ikan (109 individu), dan 1 jenis ikan pelagis (53 individu). Sementara trammel net perlakuan terdiri atas 12 jenis ikan demersal (102 individu), 5 jenis organisme demersal non ikan (220 individu), dan 1 jenis ikan pelagis (116 individu). Pembagian kekenduran trammel net juga membuktikan bahwa trammel net perlakuan menghasilkan jumlah tangkapan utama sebanyak 322 individu atau 1,9 kali lebih banyak dibandingkan dengan trammel net kontrol, yaitu 167 individu. Berdasarkan uji statistik, nilai P bernilai sebesar 0,000011 dengan nilai kritis (α) 0,05. Ada pengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan dari modifikasi trammel net.

Kata kunci: badan jaring, kekenduran, trammel net

ABSTRACT

SUGENG HARTONO. Vertical Slackness Distribution on Trammel net: Its Influence to The Catch. Supervised by GONDO PUSPITO and RONNY IRAWAN WAHJU.

This research aimed to determine the influence of trammel net slackness distribution on species composition and the number of catch. Experimental method was used to test trammel net at the field directly. The results showed that species composition of trammel net as control consists of 12 species of demersal fish (53 individuals), 5 species of non-fish demersal organism (109 individuals), and 1 species of pelagic fish (53 individuals). Meanwhile trammel net with treatment consists of 12 species of demersal fish (102 individuals), 5 species of non-fish demersal organism (220 individuals), and 1 species of pelagic fish (116 individuals). The distribution of trammel net slackness also proved that trammel net with treatment caught the number of main catch with 322 individuals or 1,9 times more than trammel net as control which caught 167 individuals. Based on statistical test, P value is 0.000011 with critical value (α) 0.05. There was beneficial to the number of catch of trammel net modification.

(5)

PEMBAGIAN KEKENDURAN PADA TRAMMEL NET:

PENGARUHNYA TERHADAP HASIL TANGKAPAN

SUGENG HARTONO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITU PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi

Nama

NIM

Program Studi

Pembagian Kekenduran pada Trammel net; terhadap Hasil Tangkapan

Sugeng Hartono

c44130001

Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui oleh

Pengaruhnya

Dr ir Ronny Irawan Wahju. MPhil

Pembimbing

II

Dr Ir Gondo Puspito. MSc

Pembimbing I

Tanggal I-ulus:

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Keseluruhan penelitian berlangsung sejak Januari 2016 sampai dengan September 2016. Tema yang dipilih adalah kekenduran Trammel net dengan judul “Pembagian Kekenduran pada Trammel net: Pengaruhnya terhadap Hasil Tangkapan”.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Gondo Puspito, MSc dan Bapak Dr Ir Ronny Irawan Wahju, MPhil selaku pembimbing yang selalu mendampingi proses penulisan. Ungkapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Bapak, Mamak, Mba Ugi, Gita, Uges, Roro, dan Keluarga PSP 50 yang selalu memberikan doa dan dukungan. Penulis juga sampaikan ucapan terima kasih kepada Sdri. Ratu Sari Mardiah S.Pi, Pak Pirat, Bang Septian, Karat, Lukman, Rilo, Anwar, Fajar, Asita, dan teman-teman di laboratorium Teknologi Alat Penangkapan Ikan (TAP) yang telah banyak membantu penelitian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, Maret 2017 Sugeng Hartono

(9)

ix

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... x DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... x PENDAHULUAN ... Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 3 Manfaat ... 3 METODE PENELITIAN ... Waktu dan Tempat ... 3

Alat dan Bahan ... 3

Metode Penelitian ... 3

Metode Pengambilan Data ... 4

Analisis Data ... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN ... Dinamika Trammel net ... 6

Komposisi Hasil Tangkapan Trammel net ... 10

Jumlah Hasil Tangkapan berdasarkan Konstruksi Trammel net ... 12

Komposisi Hasil Tangkapan berdasarkan Sebaran dan Cara Tertangkap ... 14

Metode Pengoperasian dan Luas Sapuan Optimal Trammel net ... 19

SIMPULAN DAN SARAN ... Simpulan ... 20

Saran ... 20

DAFTAR PUSTAKA ... 21

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah hasil tangkapan berdasarkan cara tertangkap ... 17

DAFTAR GAMBAR

1 Jaring dalam keadaan tegang ... 2

2 Ikan terkantongi pada jaring ... 2

3 Ikan terjerat pada jaring ... 2

4 Penampang sisi trammel net kontrol (a) dan perlakuan (b) ... 4

5 Susunan trammel net yang berselang-seling ... 4

6 Posisi trammel net terhadap arus ... 5

7 Tumpukan jaring lapis dalam trammel net kontrol ... 6

8 Tumpukan jaring lapis dalam trammel net perlakuan ... 7

9 Penampang atas trammel net setelah ditarik membentuk sudut tertentu ... 7

10 Posisi trammel net yang membentuk sudut bergerak selama proses pro penarikan ... 8

11 Perkiraan sudut tegangan yang dilihat dari penampang samping trammel een net kontrol ... 9

12 Perkiraan sudut tegangan yang dilihat dari penampang samping trammel pen net perlakuan ... 9

13 Komposisi jumlah hasil tangkapan trammel net per jenis hasil tangkapan .... 10

14 Perbandingan jumlah tangkapan dari kelompok hasil tangkapan utama spen dan tangkapan sampingan ... 12

15 Perbandingan jumlah hasil tangkapan kedua trammel net ... 13

16 Jumlah hasil tangkapan berdasarkan tiga kelompok hasil tangkapan ... 14

17 Cara tertangkap ikan pada trammel net ... 16

18 Jumlah hasil tangkapan berdasarkan cara tertangkap setiap kelompok spen hasil tangkapan ... 17

19 Penampang samping trammel net kontrol pada saat dilakukan penarikan ... 18

20 Penampang samping trammel net perlakuan pada saat dilakukan penarikan 18 21 Perkiraan pembentukan sudut bergerak akibat penarikan yang pen memengaruhi luas sapuan ... 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta lokasi penelitian ... 24

2 Spesifikasi trammel net yang digunakan dalam penelitian ... 25

3 Hasil perhitungan uji statistik ... 26

4 Data hasil tangkapan ... 27

5 Jenis-jenis organisme laut yang tertangkap ... 28

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Trammel net merupakan salah satu jenis alat penangkapan ikan yang telah lama digunakan oleh nelayan di Indonesia untuk menangkap organisme dasar. Bentuknya empat persegi panjang yang terdiri atas 3 lapis jaring, yaitu 2 jaring lapis luar dan 1 jaring lapis dalam. Panjang ketiga lapis jaring dibuat sama. Perbedaannya terletak pada ketinggian jaring lapis dalam sebesar 1,5 kali tinggi jaring lapis luar. Ketiga lapis jaring secara bersamaan disatukan pada bagian atasnya dengan tali ris atas dan tali ris bawah untuk bagian bawahnya (Thomas et al. 2002).

Nelayan menamakan trammel net sebagai jaring kantong. Menurut argumen mereka, pengoperasian trammel net yang ditarik menyapu permukaan dasar perairan akan menghasilkan deretan kantong. Ikan, udang, atau kepiting yang tersapu jaring akan masuk ke dalam kantong dan selanjutnya terpuntal. Ini mengakibatkan peluang organisme dasar untuk meloloskan diri dari trammel net sangat kecil. Pertanyaannya adalah apakah argumen tersebut benar?

Tiga lapis jaring yang membentuk trammel net terbuat dari benang multifilament polyamide (PA). Jenis material ini memiliki berat jenis yang lebih besar dari air, yaitu 1.140 kgf/m3 (Klust 1982). Sementara berat jenis air laut hanya sebesar 1.027 kgf/m3 (Stewart 2008). Dengan demikian, ketiga jaring cenderung tenggelam ketika dimasukkan ke dalam air. Gaya tenggelam jaring dan pemberat yang lebih besar dibandingkan dengan gaya apung akan membuat badan jaring terentang.

Proses pengoperasian trammel net diawali dengan penebaran jaring dari atas perahu searah arus. Perahu berhenti sejenak sebelum ujung jaring ditarik membentuk satu kelengkungan. Kedua jaring lapis luar akan terentang sempurna, karena adanya pengaruh gaya apung dari pelampung dan gaya berat dari pemberat. Jaring lapis dalam juga akan terentang secara vertikal, namun 1/3 bagiannya akan menumpuk di bagian bawah. Kondisi ini menyebabkan kekenduran jaring tertinggi terdapat pada bagian bawah trammel net. Kantong akan lebih mudah terbentuk pada bagian ini. Penarikan jaring selanjutnya akan memberikan pengaruh terhadap ketegangan jaring yang berbeda pada setiap ketinggian (Puspito et al. 1997; Puspito 2009a; Puspito 2009b). Jaring lapis dalam pada bagian atas akan mendapatkan tegangan maksimum akibat adanya tarikan dari jaring bagian bawah yang memuntal ikan dan gesekan jaring dengan permukaan dasar perairan (Gambar 1). Dengan demikian, cara organisme tertangkap akan berbeda pada setiap ketinggian jaring (Gambar 2). Ikan yang tertangkap pada bagian bawah jaring saja yang cenderung terkantongi dan akhirnya terpuntal (Gambar 3).

Upaya untuk meningkatkan efektivitas penangkapan dengan trammel net dapat dilakukan dengan cara membagi kekenduran jaring pada beberapa bagian badan jaring. Ini dimaksudkan agar setiap bagian jaring memiliki kemampuan yang sama dalam memerangkap dan selanjutnya memuntal organisme air. Organisme dasar akan tertangkap pada bagian bawah jaring, sedangkan organisme dasar yang melompat dan ikan yang berenang pada kolom air akan tertangkap pada bagian atas jaring.

(12)

Gambar 1 Jaring dalam keadaan tegang. Gambar direproduksi dari Montgomerie (2011) dengan seizin penerbit Seafish.

Gambar 2 Ikan terkantongi pada jaring. Gambar direproduksi dari Clark (1931) dengan seizin penerbit California State Print.

Gambar 3 Ikan terjerat pada jaring. Gambar direproduksi dari Illionis State Museum (2009) dengan seizin penerbit Illinois Natural History Survey.

Publikasi yang terkait trammel net lebih banyak membahas selektivitas. Contohnya adalah selektivitas mata jaring trammel net terhadap striped red mullet (Mullus surmuletus) (Kalaycı dan Yeşilçiçek 2012), selektivitas mata jaring trammel net terhadap Japanese whiting (Sillago japonica) (Purbayanto 2000), dan selektivitas dan efisiensi trammel net untuk menangkap tiger prawn (Penaeus japonicus) (Fujimori 1996). Adapun publikasi yang berhubungan dengan materi penelitian hanya ditemukan sebanyak 3 artikel. Masing-masing adalah pengaruh kekenduran jaring lapis dalam terhadap jumlah tangkapan (Koike dan Matuda 1988), konfigurasi dan tegangan tali ris atas trammel net ketika dilakukan penarikan (Puspito et al. 1997), dan pengaruh arus terhadap tegangan dan bentuk kelengkungan model trammel net (Puspito 2009a). Ketiga penelitian ini akan dijadikan sebagai acuan dalam membahas hasil penelitian.

(13)

3

Tujuan Penelitian bertujuan untuk:

1. Menentukan komposisi jenis dan jumlah hasil tangkapan berdasarkan konstruksi trammel net;

2. Membuktikan bahwa perbedaan kekenduran jaring akan memengaruhi jumlah hasil tangkapan.

Manfaat

Manfaat dari penelitian adalah sebagai berikut:

1. Informasi dan masukan bagi nelayan untuk meningkatkan jumlah hasil tangkapan trammel net; dan

2. Sumbangan bagi IPTEK terkait perbaikan konstruksi trammel net dan peningkatan efektivitas alat tangkap.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di perairan Lontar, Kabupaten Serang, Banten, pada bulan Januari 2016 (lihat Lampiran 1). Sebanyak 4 operasi penangkapan dilakukan dalam 1 hari pada selang waktu antara pukul 04.00-14.00 WIB selama 7 hari.

Alat dan Bahan

Kegiatan penangkapan menggunakan 1 unit perahu dan 6 unit trammel net yang terdiri atas 3 lembar jaring milik nelayan sebagai kontrol (k) dan 3 lembar jaring perlakuan (p). Spesifikasi trammel net yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2. Konstruksi jaring kontrol terdiri atas satu kekenduran, sedangkan konstruksi perlakuan tiga kekenduran (Gambar 4). Alat-alat lainnya yang digunakan adalah kamera, alat tulis, neraca pegas, measuring board, GPS, timbangan digital, dan lembar data penelitian. Adapun bahan yang digunakan berupa data hasil tangkapan, baik berupa jenis, jumlah, maupun berat hasil tangkapan (lihat Lampiran 6).

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan metode eksperimental. Caranya adalah dengan melakukan uji coba trammel net kontrol dan perlakuan secara langsung di lapang.

(14)

Gambar 4 Penampang sisi trammel net kontrol (a) dan perlakuan (b)

Metode Pengambilan Data

Penelitian di lapang berupa pengoperasian trammel net kontrol dan trammel net perlakuan pada waktu bersamaan. Susunan kedua trammel net dibuat berselang-seling (Gambar 5).

Gambar 5 Susunan trammel net yang berselang-seling

Proses penelitian mengikuti tahapan pengoperasian trammel net yang biasa dilakukan oleh nelayan. Tahapannya meliputi:

1. Persiapan menuju daerah penangkapan yang meliputi pengecekan kelayakan perahu, perbekalan perahu dan ABK, dan kesediaan alat tangkap trammel net;

2. Pemberangkatan perahu menuju daerah penangkapan ikan; 3. Penurunan jaring searah arus (Gambar 6);

4. Penarikan jaring membentuk ½ lingkaran dengan memotong dan melawan arus selama ±45 menit;

5. Pengangkatan trammel net disertai dengan pengumpulan hasil tangkapan; dan

6. Pengukuran hasil tangkapan kedua jenis trammel net dilakukan di atas perahu. Setiap organisme ditentukan cara tertangkap, jenis, panjang, dan bobotnya.

(15)

5

Gambar 6 Posisi trammel net terhadap arus

Analisis Data

Penelitian menggunakan dua metode analisis data, yaitu metode statistik deskriptif dan uji statistik. Metode statistik deskriptif digunakan untuk meringkas dan menyajikan data secara umum, sehingga pola-pola data penelitian dapat terlihat atau terdeskripsi. Adapun metode uji statistik digunakan untuk menguji hipotesis.

Pengujian hipotesis menggunakan uji Kruskal-Wallis yang terdiri atas beberapa tahap utama. Tahap pertama menentukan hipotesis uji dengan memakai dua hipotesis, yaitu:

1. H0 : Nilai tengah (μ) dua kelompok data hasil tangkapan sama; dan

2. H1 : Kedua nilai tengah semuanya tidak sama.

Kedua, data disusun dan ditentukan peringkatnya untuk dimasukkan ke dalam perhitungan. Selanjutnya, data diolah menggunakan perhitungan nilai statistik uji dengan formula: 𝐻 = 12 𝑛 ( 𝑛 + 1)∑ 𝑟𝑖2 𝑛𝑖 − 3(𝑛 + 1) 𝑘 𝑖=1 ; Keterangan :

H : Nilai statistik uji;

ni : Jumlah data kelompok i;

ri : Nilai peringkat (rank)kelompok i; dan k : Jumlah kelompok data.

Nilai kritis (α) yang digunakan adalah 0,05. H0 ditolak apabila nilai statistik uji

(16)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dinamika Trammel net

Dua kajian utama terkait dinamika trammel net meliputi penumpukan jaring lapis dalam dan pembentukan sudut bergerak dan sudut tegangan. Penumpukan jaring lapis dalam adalah hasil dari turunnya jaring lapis dalam akibat perbedaan massa jenis pada badan jaring tertentu. Adapun sudut tegangan dan sudut bergerak merupakan sudut-sudut yang terdapat ketika trammel net dioperasikan. Puspito (2009b) menjelaskan bahwa sudut bergerak adalah sudut yang terbentuk antara posisi awal trammel net dan posisi trammel net setelah dilakukan penarikan. Sementara sudut tegangan adalah sudut yang terbentuk antara badan jaring dan permukaan dasar perairan akibat pengaruh penarikan.

Tumpukan jaring lapis dalam

Penumpukan jaring lapis dalam terjadi pada proses penurunan jaring ke perairan. Seluruh badan jaring berada di dalam air dan setiap komponennya akan mengalami gaya tenggelam atau gaya apung akibat perbedaan massa jenis. Jaring lapis dalam akan tenggelam dan bertumpuk di bagian bawah, karena massa jenis bahan jaringnya lebih besar daripada massa jenis air (Puspito 2009c).

Posisi tumpukan trammel net kontrol dan trammel net perlakuan berbeda. Jaring lapis dalam trammel net kontrol lebih banyak membentuk tumpukan di bagian bawah (Gambar 7). Sementara tumpukan jaring lapis dalam trammel net perlakuan terbagi di tiga tempat (Gambar 8). Menurut Thomas et al. (2002), kekenduran jaring lapis dalam adalah faktor utama untuk menangkap ikan target. Kekenduran trammel net perlakuan pada 3 bagian badan jaring akan meningkatkan peluang tertangkapnya organisme laut.

(17)

7

Gambar 8 Tumpukan jaring lapis dalam trammel net perlakuan Sudut bergerak dan sudut tegangan

Pengoperasian trammel net dimulai dengan menurunkan jangkar yang terhubung dengan jaring pertama. Perahu bergerak searah arus sambil melepaskan jaring satu per satu. Bagian ujung tali lembar jaring terakhir dihubungkan ke perahu menggunakan tali selambar. Selanjutnya, trammel net ditarik oleh perahu berlawanan arus menyapu dasar perairan hingga membentuk satu kelengkungan. Gambar 9 menunjukkan penampang atas trammel net setelah ditarik membentuk sudut tertentu.

Gambar 9 Penampang atas trammel net setelah ditarik membentuk sudut tertentu Selama proses penarikan berlangsung, trammel net membentuk beragam posisi berdasarkan besar sudut bergerak. Dalam penelitian ini, posisi trammel net disederhanakan hanya terdiri atas 3 posisi (Gambar 10). Posisi pertama, trammel net membentuk sudut 90° atau sejajar arus. Ini merupakan posisi di mana badan jaring belum memiliki sudut tegangan. Posisi tersebut juga membuat peluang ikan tertangkap sangat rendah. Ini disebabkan arah renang ikan yang melawan arus. Laevastu dan Hayes (1982) dalam Kamat et al. (2014), Chicoli et al. (2015), dan Moss dan McFarland (1970) menyatakan bahwa ikan cenderung berenang melawan

(18)

arus pada siang hari dan mengikuti arus pada malam hari. Kedua, trammel net membentuk sudut bergerak 45-90°. Sudut tegangan pada beberapa badan jaring sudah terbentuk pada posisi ini, karena trammel net sudah dipengaruhi oleh arus dan penarikan. Jaring juga telah menyapu permukaan dasar perairan, sehingga organisme demersal maupun non demersal berpeluang tertangkap oleh jaring. Posisi ketiga adalah posisi trammel net membentuk sudut bergerak 0-45°. Posisi ini menghasilkan sudut hadang trammel net terhadap arus yang lebih besar daripada posisi 45-90°, sehingga pengaruh penarikan dan arus juga menjadi besar dalam memengaruhi pembentukan sudut tegangan. Kondisi ini juga membuatketinggian jaring berkurang dan daerah sapuannya menjadi lebih sempit pada kolom perairan. Oleh karenanya, peluang organisme non demersal tertangkap menjadi kecil.

Gambar 10 Posisi trammel net yang membentuk sudut bergerak selama proses penarikan

Nilai sudut tegangan badan jaring berbeda di tiap posisi. Badan jaring yang terletak di sisi jangkar cenderung membentuk sudut tegangan yang besar. Nilainya dapat mencapai maksimum, yaitu sebesar 90°. Puspito (2009b) menjelaskan bahwa sudut tegangan yang terbentuk di sisi kiri kelengkungan (sisi jangkar) memiliki nilai sudut tegangan negatif atau tidak dipengaruhi penarikan yang berada di sisi dekat perahu. Sebaliknya, badan jaring yang semakin dekat dengan perahu lebih mudah membentuk sudut tegangan. Posisi badan jaring yang berada di tengah dan sisi perahu masing-masing dapat bernilai 45-90° dan 0-45°. Nilai sudut tegangannya adalah positif atau mendapat pengaruh faktor penarikan, arus, dan kombinasi keduanya.

Keberadaan sudut tegangan mengakibatkan performa kedua jenis konstruksi jaring yang diuji coba berbeda. Gambar 11 dan 12 menunjukkan perkiraan sudut tegangan yang dilihat dari penampang samping kedua trammel net setelah dilakukan penarikan. Badan jaring trammel net kontrol dengan sudut 90° memiliki kekenduran hanya di bagian bawah, sedangkan bagian atasnya relatif tegang. Akibatnya adalah bagian bawah badan jaring saja yang memiliki kemampuan menangkap hasil tangkapan. Adapun bagian atas badan jaring hanya berfungsi sebagai penghadang. Organisme non demersal yang terkena sapuan trammel net akan memiliki dua kemungkinan, yaitu tersangkut pada mata jaring atau berenang

(19)

9

ke berbagai arah terhadap badan jaring. Sementara itu, badan jaring dengan sudut 45-90° dan 0-45° memiliki peluang menangkap organisme non demersal lebih banyak daripada 90°, karena jaring bagian atas berganti peran sebagai penggiring ikan ke arah jaring bagian bawah yang kekendurannya tinggi.

Performa trammel net perlakuan akibat keberadaan sudut tegangan berbeda dengan trammel net kontrol. Pada saat sudut tegangan sebesar 90°, badan jaring masih memiliki kekenduran yang terbagi di bagian atas, tengah, dan bawah. Ini membuat peluang organisme non demersal untuk tertangkap cukup besar dibandingkan dengan trammel net kontrol, meskipun badan jaring dalam keadaan tegak. Badan jaring dengan sudut tegangan 45-90° dan 0-45° memiliki kemampuan menangkap organisme yang berbeda dengan badan jaring dengan sudut 90°. Organisme non demersal dapat tertangkap di bagian atas badan jaring atau tergiring oleh badan jaring tersebut dan tertangkap di bagian badan jaring bagian bawah. Selain itu, organisme demersal seperti udang bahkan dapat tertangkap oleh bagian atas trammel net ketika sudut tegangan mencapai 0-45°. Hal ini disebabkan tingkah laku udang yang mampu melompat hingga ketinggian 10-100 cm ketika mendeteksi gangguan (Jayanto et al. 2013).

Gambar 11 Perkiraan sudut tegangan yang dilihat dari penampang samping trammel net kontrol

Gambar 12 Perkiraan sudut tegangan yang dilihat dari penampang samping trammel net perlakuan

(20)

Komposisi Hasil Tangkapan Trammel net

Pengoperasian trammel net selama 28 kali ulangan menghasilkan 2 kelompok hasil tangkapan, yaitu hasil tangkapan utama dan sampingan. Seluruhnya didokumentasikan pada Lampiran 5. Hasil tangkapan utama adalah organisme demersal yang terdiri atas 17 jenis, yaitu baji-baji (Grammoplites scaber), sonor (Saurida tumbil), buntal pisang (Lagocephalus lunaris), cucut tokek (Atelomycterus marmoratus), gulama (Panna microdon), sona (Sciades sona), manyung (Arius venosus), kuniran (Upeneus vittatus), lidah (Synaptura commersonnii), pari (Dasyatis zugei), pepetek (Aurigequula fasciata), sebelah (Psettodes erumei), kepiting (Scylla serrata), rajungan (Portunus pelagicus), udang putih (Fenneropenaeus indicus), udang mantis (Harpiosquilla raphidea) dan sotong (Sepioteuthis lessoniana). Adapun hasil tangkapan sampingan hanya berupa 1 jenis organisme non demersal, yaitu bilis (Stolephorus commersonnii). Seluruh jenis hasil tangkapan merupakan organisme yang hidup pada rentang kedalaman 0-120 m, terutama perairan pantai wilayah tropis (Carpenter dan Niem 1998, 1999a, 1999b, 2001a, 2001b).

Jumlah seluruh hasil tangkapan mencapai 658 individu. Sebanyak 489 individu di antaranya merupakan hasil tangkapan utama dan sisanya 169 individu hasil tangkapan sampingan. Komposisi jumlah hasil tangkapan trammel net per jenis organisme dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Komposisi jumlah hasil tangkapan trammel net per jenis hasil tangkapan

Komposisi jenis hasil tangkapan utama trammel net didominasi oleh udang mantis, udang putih, dan gulama. Dominasi ketiga organisme ini berkaitan erat dengan habitat dan distribusinya masing-masing. Selain itu, hal ini juga berhubungan dengan lokasi pengoperasian trammel net pada kedalaman 4-7 m dengan substrat lumpur. Wardiatno dan Mashar (2010) menyebutkan bahwa perairan seperti ini merupakan habitat udang mantis. Selain itu, udang mantis juga tersebar dengan luas di seluruh perairan pantai Indonesia. Sementara itu, jumlah udang putih yang tertangkap lebih banyak 2,3 kali dibandingkan dengan udang mantis. Menurut Carpenter dan Niem (1998), udang putih merupakan salah satu

3 9 86 3 7 4 2 14 10 14 204 28 4 4 94 1 2 169 0 50 100 150 200 250 Ju m lah in d ivi d u

(21)

11

spesies udang yang hidup di substrat lumpur pada kedalaman 2-90 m dan tersebar dengan jumlah besar di Indonesia. Adapun sebab gulama tertangkap dengan jumlah banyak dikarenakan habitatnya adalah perairan dangkal. Carpenter dan Niem (2001a) menjelaskan bahwa gulama merupakan salah satu jenis ikan croaker yang hidup di perairan dangkal dekat pantai yang dapat tertangkap dengan trammel net. Sasaki (1995) juga menyebutkan bahwa salah satu wilayah distribusi ikan ini adalah perairan Laut Jawa.

Ada empat belas jenis hasil tangkapan utama yang tertangkap dengan jumlah sedikit. Hasil tangkapan tersebut dikelompokkan pada tiga golongan hewan; baji-baji, sonor, buntal pisang, cucut tokek, sona, manyung, kuniran, lidah, pari, pepetek, sebelah; kepiting, rajungan; dan sotong. Jumlah tangkapan yang sedikit terhadap ketiga golongan hewan tersebut dipengaruhi oleh musim penangkapan, sebaran dan distribusi organisme, daerah pengoperasian alat, dan kelimpahan sumber daya.

Jumlah baji-baji yang tertangkap adalah 1 individu. Hal ini disebabkan keberadaannya lebih banyak dijumpai di perairan dengan kedalaman sekitar 55 m (Carpenter dan Niem 1999b), sedangkan alat tangkap dioperasikan di kedalaman 4-7 m. Sonor merupakan hasil tangkapan yang berjumlah sedikit lainnya. Hal ini juga disebabkan alat yang dioperasikan tidak sesuai rentang kedalaman (depth range) ikan. Rentang kedalaman ikan ini adalah perairan dengan kedalaman 20-45 m (Carpenter dan Niem 1999a). Buntal pisang tertangkap dengan jumlah 9 individu. Jumlah tangkapan yang sedikit disebabkan ikan tidak selalu memasuki perairan dangkal dekat dengan pantai (Froese dan Pauly 2015). Sebab yang sama juga terjadi pada jumlah tangkapan cucut tokek yang sedikit. Habitat cucut tokek adalah karang atau gosong (Carpenter dan Niem 1998), sehingga jumlah yang tertangkap sedikit. Organisme demersal yang tertangkap sedikit lainnya adalah sona dan manyung. Kedua ikan berasal dari genus yang sama, yaitu Ariidae. Betancur-R et al. (2007) menyatakan bahwa spesies dari genus ini termasuk ikan demersal yang tidak memiliki kemampuan untuk menyebar di satu perairan, sehingga peluang tertangkapnya dalam jumlah yang banyak sangat kecil. Selanjutnya, ikan yang tertangkap dengan jumlah sedikit lainnya adalah kuniran. Hal ini disebabkan sebaran ikan ini lebih banyak di perairan dengan kedalaman 20-30 m (Ernawati dan Sumiono 2006). Ikan lainnya berasal dari ordo Pleuronectiformes, yaitu lidah dan sebelah. Froese dan Pauly (2015) menjelaskan bahwa ikan ini aktif pada malam hari untuk mencari makan dan mengubur dirinya di substrat perairan pada siang hari. Hal ini membuat peluang mereka tertangkap sangat kecil, karena alat tangkap dioperasikan pada siang hari. Pari merupakan jenis hasil tangkapan dengan jumlah sedikit lainnya. Penyebabnya adalah kebiasaan ikan ini yang cenderung soliter (Sen et al. 2014). Trammel net dioperasikan pada areal yang relatif sempit, sehingga peluang pari tertangkap sangat kecil. Organisme demersal yang tertangkap dengan sedikit selanjutnya adalah pepetek. Jumlah pepetek yang tertangkap hanya 14 ekor. Hal ini disebabkan habitat pepetek berada pada rentang kedalaman 20-50 m (Al-Sakaff dan Esseen 1999), atau lebih tinggi dari kedalaman pengoperasian trammel net yang hanya 4-7 m. Hasil penelitian Wahyu et al. (2008) juga menyatakan bahwa pepetek banyak dijumpai di perairan dengan kedalaman 20-35 m.

Dua jenis krustasea yang tertangkap pada trammel net dengan jumlah sedikit adalah kepiting (Scylla serrata) dan rajungan (Portunnus pelagicus). Jarak pengoperasian trammel net yang hanya sekitar 3 km dari pinggir pantai menyulitkan penangkapan kepiting, karena organisme ini berada 50 km di laut lepas pada

(22)

Desember sampai Februari Carpenter dan Niem (1998). Adapun rajungan yang tertangkap dengan jumlah sedikit disebabkan distribusinya yang sedikit di lokasi pengoperasian alat tangkap. Buwono et al. (2015) menjelaskan bahwa rajungan menyukai ekosistem bakau dengan substrat lumpur untuk mencari makan.

Sotong adalah satu-satunya moluska yang tertangkap dengan jumlah yang sangat sedikit, yaitu 4 individu. Sebabnya adalah kebiasaan organisme ini lebih aktif pada malam hari. Phalan et al. (2007) menyatakan bahwa sotongmerupakan hewan nokturnal yang memburu makanannya pada malam hari. Trammel net dioperasikan pada pagi hari sampai siang hari, sehingga peluang tertangkapnya organisme ini sangat kecil.

Hasil tangkapan sampingan trammel net berjumlah 169 individu dan seluruhnya adalah bilis. Perbandingan jumlah tangkapan dari kedua kelompok tangkapan utama dan tangkapan sampingan dapat dilihat pada Gambar 14. Perbedaan jumlah tangkapan berdasarkan kelompok hasil tangkapan dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya adalah musim penangkapan, daerah penangkapan, dan kelimpahan sumber daya organisme.

Bilis yang tertangkap oleh trammel net adalah spesies Stolephorus commersonnii. Froese dan Pauly (2015) menyatakan bahwa ikan ini merupakan ikan pelagis yang hidup di perairan dengan kedalaman 0-50 m. Selain itu, Carpenter dan Niem (1999a) menyatakan bahwa Stolephorus commersonnii tersebar secara luas di perairan Indonesia dan tidak jarang masuk ke perairan laut dangkal untuk mencari makan. Trammel net dioperasikan di perairan dengan kedalaman 4-7 m dan mengakibatkan peluang bilis tertangkap besar.

Gambar 14 Perbandingan jumlah tangkapan dari kelompok hasil tangkapan utama dan tangkapan sampingan

Jumlah Hasil Tangkapan berdasarkan Konstruksi Trammel net

Hasil tangkapan trammel net didominasi oleh kelompok hasil tangkapan utama dibandingkan dengan kelompok hasil tangkapan sampingan. Perbandingannya mencapai 1:3. Pengoperasian trammel net yang menyapu dasar

489 169 0 100 200 300 400 500

Organisme Demersal Organisme Non Demersal

Ju m lah in d ivi d u

Kelompok hasil tangkapan

Organisme demersal Organisme non demersal

(23)

13

perairan ditujukan untuk menangkap organisme laut dasar. Boutson et al. (2007) dan Gobert (1992) juga menjelaskan bahwa organisme demersal selalu mendominasi hasil tangkapan trammel net.

Jumlah hasil tangkapan trammel net perlakuan, baik hasil tangkapan utama maupun sampingan, lebih banyak dibandingkan dengan trammel net kontrol. Perbandingannya tersaji pada Gambar 15. Uji statistik menggunakan uji Kruskal-Wallis juga menyatakan hal yang sama (lihat Lampiran 3). Rata-rata jumlah tangkapan total trammel net perlakuan per setting adalah 15,643 individu dan trammel net kontrol 7,857 individu. Rata-rata rank data hasil tangkapan trammel net kontrol dan perlakuan masing-masing bernilai 18,96 dan 38,04. Nilai P bernilai sebesar 0,000011 dengan nilai kritis (α) 0,05, maka H0 ditolak (nilai P < α). Ini

membuktikan bahwa terdapat pengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan dari perbaikan konstruksi trammel net.

Gambar 15 Perbandingan jumlah hasil tangkapan kedua trammel net

Tumpukanjaring lapis dalam yang tersebar di beberapa tempat menjadikan trammel net perlakuan memiliki kemampuan untuk menjerat atau memuntal organisme laut yang lebih baik dibandingkan dengan trammel net kontrol. Pembagian tumpukan tersebut memberi peluang yang sama di beberapa badan jaring trammel net perlakuan. Koike dan Matuda (1988) menjelaskan bahwa trammel net akan menghasilkan tangkapan lebih banyak apabila jaring lapis dalam masih dapat menghasilkan kekenduran pada badan jaring. Sementara tumpukan jaring lapis dalam trammel net kontrol yang hanya terdapat di bagian bawah saja membuat kemampuan alat tangkap menurun. Saat trammel net kontrol menyapu dasar perairan, bagian bawahnya akan sangat efektif menjerat atau memuntal organisme dasar, namun bagian atasnya akan mengalami peningkatan tensi atau tegangan akibat gaya tarik dari komponen jaring bagian bawah seiring bagian tersebut menjerat atau memuntal hasil tangkapan.

167 322 53 116 0 50 100 150 200 250 300 350 Kontrol Perlakuan Ju m lah in d ivi d u

(24)

Komposisi Hasil Tangkapan berdasarkan Sebaran dan Cara Tertangkap Hasil tangkapan total dapat dibagi menjadi tiga kelompok hasil tangkapan, yaitu ikan demersal, organisme demersal non ikan, dan ikan pelagis. Ikan demersal meliputi baji-baji, sonor, buntal pisang, cucut tokek, gulama, sona, manyung, kuniran, lidah, pari, pepetek, dan sebelah. Organisme demersal non ikan terdiri atas kepiting, rajungan, udang putih, udang mantis, dan sotong. Adapun ikan pelagis hanya bilis. Jumlah hasil tangkapan berdasarkan tiga kelompok hasil tangkapan tersaji pada Gambar 16.

Gambar 16 Jumlah hasil tangkapan berdasarkan tiga kelompok hasil tangkapan Sparre dan Venema (1998) menyatakan bahwa ada empat cara organisme air tertangkap pada trammel net, yaitu entangled, snagged, gilled dan wedged (Gambar 17). Hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa seluruh jenis hasil tangkapan hanya tertangkap dengan tiga cara, yaitu entangled, wedged dan gilled. Kondisi ini disebabkan peluang organisme air tertangkap secara snagged sangat kecil. Ikan tertangkap secara terjerat pada awalnya, kemudian ikan akan berusaha menerobos jaring untuk meloloskan diri. Dorongan tubuh ikan, tekanan arus, dan tekanan jaring pada saat penarikan mengakibatkan organisme air akan semakin masuk ke dalam mata jaring. Material benang jaring berupa polyamide (PA) yang memiliki kekenduran tinggi memungkinkan peluang ikan terperangkap oleh mata jaring semakin besar (Klust 1982). Jumlah hasil tangkapan berdasarkan cara tertangkap setiap kelompok hasil tangkapan pada trammel net disajikan pada Gambar 18.

Organisme air yang tertangkap dengan cara entangled lebih dominan dibandingkan dengan wedged dan gilled. Ini berhubungan dengan konstruksi trammel net yang memang dirancang untuk menangkap organisme air secara terpuntal. Ukuran mata jaring lapis dalam yang kecil mengakibatkan ikan akan terhadang oleh jaring. Adapun ukuran jaring lapis luar yang lebih besar akan berfungsi sebagai bingkai. Ikan kemungkinan besar akan terpuntal pada jaring ketika dilakukan pengangkatan (Boutson et al. 2007).

160 329 169 0 50 100 150 200 250 300 350

Kelompok hasil tangkapan

Ju m lah in d ivi d u Ikan demersal Organisme demersal non ikan Ikan pelagis

(25)

15

Ketiga kelompok hasil tangkapan tersebar di beberapa bagian badan jaring trammel net dengan cara tertangkap yang berbeda-beda, yaitu bagian atas, tengah, dan bawah badan jaring. Hampir seluruh hasil tangkapan tertangkap pada jaring bagian bawah, selanjutnya tengah, dan atas. Pada Tabel 3.1 tersaji sebaran hasil tangkapan pada bagian badan jaring berdasarkan cara tertangkap.

Kelompok organisme demersal non ikan lebih dominan tertangkap pada bagian bawah trammel net. Empat faktor utama penyebabnya adalah metode pengoperasian trammel net, waktu operasi, tingkah laku organisme air, dan konstruksi badan jaring. Prinsip pengoperasian trammel net adalah menyapu permukaan dasar perairan. Ini membuat peluang organisme demersal non ikan tertangkap di bagian bawah trammel net menjadi sangat besar, karena habitat kelompok tersebut memang di dekat dasar perairan (Boutson et al. 2007; Carpenter dan Niem 1998; Wardiatno dan Mashar 2010; Buwono et al. 2015; Phalan et al. 2007). Selain itu, trammel net dioperasikan pada siang hari ketika organisme demersal non ikan tidak aktif dan berada di dasar perairan. Keriuhan yang diakibatkan oleh gerakan trammel net akan mengakibatkan organisme tersebut kaget dan melompat ke arah jaring bagian bawah. Khusus udang, organisme ini memiliki cara berenang dengan menghentakkan tubuhnya ke belakang dan melompat ke atas ketika mendeteksi sapuan alat tangkap (Jayanto 2013). Sebagian udang akan menerobos bagian bawah badan jaring (Puspito dan Prasetiyo 2013). Udang pada awalnya akan terjerat saja, namun udang akan semakin terpuntal pada badan jaring akibat rontaan yang dilakukannya untuk meloloskan diri. Ada sebagian udang yang lompatannya mencapai jaring bagian atas. Jaring tersebut tidak dapat menjeratnya, karena jaring dalam kondisi tegang. Akibatnya adalah udang jatuh kembali ke dasar perairan dan tersapu oleh jaring bagian bawah.

Ikan demersal dan ikan pelagis tertangkap dalam jumlah yang cukup banyak (lihat Tabel 1). Kedua kelompok hasil tangkapan ini seharusnya lebih banyak tertangkap oleh jaring bagian atas. Keadaan ini sangat berhubungan dengan tingkah laku ikan dan dinamika trammel net pada saat menyapu dasar perairan. Badan jaring trammel net menerima tekanan hidrodinamika yang disebabkan oleh pergerakan jaring melalui kolom air dan aliran air yang melalui badan jaring pada proses penarikan. Tekanan hidrodinamika pada badan jaring bagian atas bekerja lebih rendah dibandingkan dengan bagian bawahnya. Hal ini disebabkan oleh kerapatan badan jaring bagian atas lebih rendah dibandingkan dengan bagian bawahnya. Hasil uji coba menggunakan model trammel net menunjukkan penampang samping badan jaring bagian atas dan bawah trammel net kontrol berbeda (lihat Gambar 19). Badan jaring bagian atas agak lurus membentuk sudut tegangan, tetapi bagian bawahnya berbentuk cembung, terutama pada bagian jaring lapis dalamnya. Fungsi badan jaring bagian atas berubah menjadi penghadang dan pengarah, sedangkan bagian bawahnya sebagai penjerat. Respons ikan terhadap alat tangkap bentuk alat seperti ini adalah berenang mengikuti jaring. Menurut Telleng et al. (2012), ikan demersal akan bergerak sangat aktif ke arah vertikal untuk meloloskan diri dari alat tangkap. Ikan yang berenang membentuk sudut α<90o terhadap badan jaring bagian atas akan bergerak menjauhi trammel net. Pergerakan ikan dengan sudut α=90o akan menghasilkan dua kemungkinan, yaitu menjauhi jaring atau bergerak menuju bawah jaring. Sementara pergerakan ikan dengan sudut α>90o akan langsung menuju badan jaring bagian bawah dan terperangkap di bagian tersebut. Hal inilah

(26)

yang membuat jumlah ikan demersal dan ikan pelagis lebih banyak tertangkap oleh jaring bagian bawah dibandingkan dengan bagian atasnya.

Penampang samping trammel net perlakuan pada saat dilakukan penarikan berbeda dengan trammel net kontrol. Ini diilustrasikan pada Gambar 20. Konstruksi trammel net perlakuan yang berbeda dengan trammel net kontrol membuat gaya hidrodinamika yang bekerja pada badan jaring berbeda juga. Implikasinya adalah penampang samping trammel net ini berbeda di tiap posisi pembagian kekenduran. Bentuk jaring lapis luar pada bagian atas badan jaring mendekati horizontal, sehingga jaring lapis dalam yang terbentuk agak sedikit mendatar. Kondisi ini mengakibatkan jaring lapis dalam hanya sedikit membentuk kantong. Konsekuensinya adalah jaring lapis dalam bagian atas hanya lebih berfungsi sebagai penghadang dan pengarah ikan untuk meloloskan diri. Sementara itu, jaring lapis dalam bagian tengah dan bawah trammel net ini sudah membentuk kantong. Ikan yang berenang dengan sudut α<90o terhadap jaring bagian atas akan terperangkap atau meloloskan diri. Adapun ikan yang berenang dengan sudut α=90o

atau α>90o akan terperangkap atau berenang mengikuti jaring ke arah tengah dan bawah. Sementara itu, pergerakan ikan menuju jaring bagian tengah dengan berbagai sudut α akan tertahan dan sebagian lainnya bergerak menuju jaring bagian bawah. Ikan yang tidak tertangkap oleh badan jaring bagian atas dan tengah serta ikan yang memang berenang menuju jaring bagian bawah akan tertangkap oleh jaring bagian bawah.

(27)

17

Gambar 18Jumlah hasil tangkapan berdasarkan cara tertangkap setiap kelompok hasil tangkapan

Tabel 1 Jumlah hasil tangkapan berdasarkan cara tertangkap Konstruksi trammel net Bagian badan jaring Cara tertangkap Ikan demersal Organisme demersal non ikan Ikan pelagis

Kontrol Bawah Entangled 40 86 29

Wedged 1 0 1 Gilled 0 1 2 Tengah Entangled 7 16 10 Wedged 6 4 8 Gilled 1 0 2 Atas Entangled 0 1 0 Wedged 3 1 1 Gilled 0 0 0 47 103 39 10 5 10 1 1 4 0 20 40 60 80 100 120 Ju m lah in d ivi d u Kontrol 96 210 93 3 3 10 0 8 15 0 50 100 150 200 250

Ikan demersal Organisme demersal non ikan Ikan pelagis Ju m lah in d ivi d u

Kelompok hasil tangkapan

Perlakuan Entangled

Wedged Gilled

(28)

Tabel 1 Jumlah hasil tangkapan berdasarkan cara tertangkap (lanjutan) Konstruksi trammel net Bagian badan jaring Cara tertangkap Ikan demersal Organisme demersal non ikan Ikan pelagis

Perlakuan Bawah Entangled 79 157 62

Wedged 3 5 1 Gilled 3 0 2 Tengah Entangled 9 46 23 Wedged 0 5 5 Gilled 0 0 12 Atas Entangled 8 7 8 Wedged 0 0 2 Gilled 0 0 1

Gambar 19 Penampang samping trammel net kontrol pada saat dilakukan penarikan

Gambar 20 Penampang samping trammel net perlakuan pada saat dilakukan penarikan

(29)

19

Metode Pengoperasian dan Luas Sapuan Optimal Trammel net

Hasil tangkapan trammel net yang bernilai ekonomis penting adalah udang (Rudi dan Sumarno 2015). Jumlah total hasil tangkapan udang sebanyak 290 individu atau 59% dari seluruh hasil tangkapan utama yang terdiri atas 204 individu udang putih dan 86 individu udang mantis. Nelayan akan mendapatkan keuntungan besar apabila jumlah hasil tangkapan tersebut meningkat.

Jumlah tangkapan udang dapat ditingkatkan melalui metode pengoperasian yang tepat. Perbaikan yang perlu dilakukan adalah aspek luas sapuan yang berhubungan dengan arah penarikan. Udang berpeluang tertangkap dalam jumlah besar apabila arah penarikan dilakukan dengan sudut yang besar (Puspito 2009b). Gambar 21 menjelaskan perkiraan pembentukan sudut bergerak akibat penarikan yang memengaruhi luas sapuan. Tahap awal dalam proses pembentukan sudut bergerak adalah menurunkan jaring sejajar sumbu y dari satu sistem koordinat empat persegi. Sistem koordinat yang bergerak dinyatakan sebagai (X, Y) dengan titik pusat O (xa, ya) terletak pada puncak kelengkungan. Penarikan bagian ujung

lembar jaring terakhir dimulai dari titik A menuju titik B. Selanjutnya, trammel net akan membentuk sudut bergerak yang bervariasi. Luas sapuan akan semakin besar apabila sudut bergerak semakin kecil atau semakin mendekati titik B (Puspito 2009b).

Gambar 21 Perkiraan pembentukan sudut bergerak akibat penarikan yang memengaruhi luas sapuan (Puspito 2009d)

(30)

Arah penarikan trammel net akan menentukan sudut tegangan badan jaring yang memengaruhi tertangkapnya udang. Pada proses pembentukan kelengkungan, trammel net ditarik dari titik A menuju titik B dengan arah yang beragam. Sudut tegangan badan jaring θ akan semakin mengecil apabila arah penarikan menjauhi titik 0 pada sumbu x (lihat Gambar 21). Sebaliknya, sudut tegangan θ akan semakin besar apabila arah penarikan mendekati titik 0 pada sumbu x. Nilai sudut tegangan yang terbaik dalam menangkap udang adalah sudut bernilai kecil (Puspito 2009b). Badan jaring pada keadaan ini berdekatan dengan dasar perairan, sehingga udang yang terganggu oleh gaya gesek komponen bagian bawah trammel net dapat terjerat badan jaring ketika melompat. Oleh karenanya, aspek luas sapuan dan arah penarikan sangat memengaruhi jumlah hasil tangkapan udang.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Komposisi hasil tangkapan trammel net kontrol terdiri atas 12 jenis ikan demersal (58 individu), 5 jenis organisme demersal non ikan (109 individu), dan 1 jenis ikan pelagis (53 individu) dan trammel net perlakuan 12 jenis ikan demersal (102 individu), 5 jenis organisme demersal non ikan (220 individu), dan 1 jenis ikan pelagis (116 individu);

2. Trammel net perlakuan menghasilkan jumlah tangkapan utama sebanyak 322 individu atau 1,9 kali lebih banyak dibandingkan dengan trammel net kontrol, yaitu 167 individu dan hasil tangkapan sampingan sejumlah 116 individu, atau 2,1 kali lebih banyak dibandingkan dengan trammel net kontrol yang hanya mendapatkan 53 individu.

Saran

Saran yang dapat diberikan untuk penyempurnaan penelitian ini adalah: 1. Penelitian perlu diulang pada lokasi yang berbeda-beda untuk mendapatkan

hasil yang lebih memuaskan; dan

2. Perbaikan terhadap konstruksi trammel net perlu lebih disempurnakan agar kemampuannya dalam menangkap hasil tangkapan lebih meningkat.

(31)

21

DAFTAR PUSTAKA

Al-Sakaff dan Esseen M. 1999. Occurrence and distribution of fish species off Yemen (Gulf of Aden and Arabian Sea). ICLARMq. 22(1): 43-47.

Betancur-R R, Acero AP, Bermingham E, Cooke R. 2007. Systemics and biogeography of new world sea catfishes (Siluriformes: Ariidae) as inferred from mitochondrial, nuclear, and morphological evidence. Mol Phylogenet Evol. 45: 339-357.

Boutson A, Mahasawasde C, Mahasawasde S, Tunkijjanukij S, Preecha A. 2007. Possibly to modify shrimp trammel net to reduce discard spesies. Nat Sci. 41: 149-156.

Buwono YR, Ardhana IP, Sudarma M. 2015. Potensi fauna akuatik ekosistem hutan mangrove di kawasan Teluk Pangpang Kabupaten Banyuwangi. Ecotrophic. 9(2): 28-33.

Carpenter KE dan Niem VH. 1998. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 2. Cephalopods, Crustaceans, Holothurians, and Sharks. Roma (ITA): FAO.

Carpenter KE dan Niem VH. 1999a. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 3. Batoid Fishes, Chimaeras, and Bony Fishes Part 1 (Elopidae to Linophrynidae). Roma (ITA): FAO.

Carpenter KE dan Niem VH. 1999b. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 4. Bony Fishes Part 2 (Mugilidae to Carangidae). Roma (ITA): FAO. Carpenter KE dan Niem VH. 2001a. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 5. Bony Fishes Part 3 (Menidae to Pomacentridae). Roma (ITA): FAO.

Carpenter KE dan Niem VH. 2001b. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 6. Bony Fishes Part 4 (Labridae to Latimeriidae), Estuarine Crocodiles, Sea Turtles, Sea Snakes, and Marine Mammals. Roma (ITA): FAO.

Chicoli A, Butail S, Lun Y, Coleman J, Coombs S, dan Paley DA. 2015. The effects of flow on schooling Devario aequipinnatus: school structure, startle response and information transmission. J Fish Biol. 84(5): 1401–1421. Ernawati T dan Sumiono B. 2006. Sebaran dan kelimpahan ikan kuniran (Mullidae)

di Perairan Selat Makassar. Di dalam: Rahardjo MF et al. Editor. Seminar Nasional Ikan IV; 29-30 Agustus 2006; Jatiluhur; Indonesia. Jakarta (ID): Balai Riset Perikanan Laut.

Froese R dan Pauly D. Editors. 2015. Fishbase. World Wide Web Electronic Publication [internet]. [diacu 2016 Februari 1]. Tersedia dari: www.fishbase.org.

Fujimori Y, Tokai T, Hiyama S, Matuda K. 1996. Selectivity and gear efficiency of trammel nets for kuruma prawn (Penaeus japonicus). Fish Res. 26: 113-124. Gobert B. 1992. Impact of the use of trammel nets on a tropical reef resources. Fish

(32)

Jayanto BB, Bambang AN, Boesono H. 2013. Analisis produksi dan keragaan usaha garuk udang di Perairan Kota Semarang. IJFST. 8(2): 57-65.

Jayanto BB. 2013. Analisis keragaan usaha garuk udang dan garuk udang modifikasi di perairan Kota Semarang. BULOMA. 2: 104-115.

Klust G. 1982. Netting Materials for Fishing Gear. 2nd ed. Inggris (UK): Fishing News Books Ltd.

Kalaycı F dan Yeşilçiçek T. 2012. Investigation of the selectivity of trammel nets used in red mullet (Mullus barbatus) fishery in the Eastern Black Sea, Turkey. TJFAS. 12: 937-945.

Kamat YN, Kalangi PN, dan Sompie MS. 2014. Pola arus permukaan saat surut di sekitar muara Sungai Malalayang, Teluk Manado. JITPT. 1: 99-104.

Koike A dan Matuda K. 1988. Catching efficiency of trammel net with different slacknesses and mesh sizes of inner net. Nippon Suisan Gakkaishi. 54(2): 221-227.

McDonald JH. 2014. Biolological Statistics: Third Edition. Maryland (USA): Sparky House Publishing.

Moss SA dan McFarland WN. 1970. The influence of dissolved oxygen and carbon dioxide on fish schooling behavior.Mar Biol. 5: 100-107.

Phalan B, Phillips RA, Silk JR, Afanasyev V, Fukuda A, Fox J, Catry P, Higuchi H, Croxall JP. 2007. Foraging behaviour of four albatross species by night and day. Mar Ecol Prog Ser. 340: 271–286.

Purbayanto A, Akiyama S, Tokai T, Arimoto T. 2000. Mesh selectivity of a sweeping trammel net for japanese whiting (Sillago japonica). Fish Sci. 66: 97-103.

Puspito G. 2009a. Pengaruh arus terhadap tegangan dan bentuk kelengkungan model trammel net. J Mangrove Pesisir. 9(1): 38-47.

Puspito G. 2009b. Tegangan dan Bentuk Kelengkungan Model Trammel net (Prosedur Pengujian Model Menggunakan Flume Tank dan Perhitungan Matematis). Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan, IPB.

Puspito G. 2009c. Gaya-Gaya Eksternal pada Alat Penangkapan Ikan. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan, IPB.

Puspito G. 2009d. Prediksi Tegangan dan Bentuk Kelengkungan Tali Lentur dengan Perhitungan Matematis. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan, IPB.

Puspito G dan Prasetiyo AN. 2013. Konstruksi garuk untuk kelestarian sumber daya kerang. BLJE. 13(1): 58-68.

Puspito G, Yamamoto K, Hiraishi T, Nashimoto K. 1997. Lower line shape and tension of shrimp trammel net towed along the hypotenuse of right triangle. Fish Sci. 63(1): 1-5.

Rudi A dan Sumarno D. 2015. Teknik percobaan penangkapan udang menggunakan jaring udang (trammel net) di Teluk Cempi, Nusa Tenggara Barat (NTB). BTL. 13(2): 109-112.

Sasaki K. 1995. A review of the Indo-West Pacific Sciaenid Genus Panna (Teleostei, Perciformes). J Ichthyol. 42(1): 27-37.

Sen S, Dash G, dan Bharadiya SA. 2014. First record of blue-spotted stingray, Neotrygon kuhlii from Gujarat, north-west coast of India. Mar Biodivers Rec. 7(81): 1-3.

(33)

23

Sparre P dan Venema SC. 1998. Introduction to Tropical Fish Stock Assessment. Part 1. Manual. Rome (ITA): FAO.

Stewart RH. 2008. Introduction To Physical Oceanography. Texas (US): Texas A & M University.

Thomas SN, Edwin L, dan George VC. 2002. Catching efficiency of gill nets and trammel nets for penaeid prawns. Fish Res. 60: 141-150.

Telleng AG, Labaro IL, dan Takahelo ED. 2012. Pola meloloskan diri ikan kuwe dari alat tangkap jala buang di perairan Kelurahan Papusungan Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara.JITPT. 1(2): 38-42.

Wahyu RI, Sondita MF, Wisudo SH, Haluan J. 2008. Hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan (bycatch) dari perikanan demersal trawl skala kecil di Perairan Utara Jawa Barat. Bul PSP. 17(3): 306-314.

Walpole RE, Myers RH, Myers SL, dan Ye K. 2007. Probability & Statistics For Engineers & Scientists: Eight Edition. New Jersey (USA): Pearson Prentice Hall.

Wardiatno Y dan Mashar A. 2010. Biological information on the mantis shrimp, Harpiosquilla raphidea (Fabricius 1798) (Stomatopoda, Crustacea) in Indonesia with a highlight of its reproductive aspects. J Trop Biol Conserv. 7: 65-73.

(34)
(35)

25

Lampiran 2 Spesifikasi trammel net yang digunakan dalam penelitian

Uraian Keterangan

Jaring lapis dalam

- Material Polyamide (PA) - Mesh size 1,75 in

- Tinggi jaring 2 m

- Jumlah mata Horizontal 1.242 mata; vertikal 45 mata - Panjang terpasang Atas 25 m; bawah 33 m

- Hanging ratio primer Atas 0,45; bawah 0,59 - Sinking force 3,05 kgf

Jaring lapis luar

- Material Polyamide (PA) - Mesh size 7 in

- Tinggi jaring 1,5 m

- Jumlah mata Atas 3 mata; bawah 3 mata - Buoyancy force 3,5 kgf

Selvedge

- Material Polyethilene (PE) - Mesh size 1,75 in

- Jumlah mata Atas 3 mata; bawah 3 mata - Buoyancy force 3,5 kgf

Tali ris atas

- Material Polyethilene (PE);

ø

4 mm; panjang 25 m - Buoyancy force 3,75 kgf

Tali ris bawah

- Material Polyethilene (PE);

ø

4 mm; panjang 33 m - Buoyancy force 3,75 kgf

Tali pelampung

- Material dan ukuran Polyethilene (PE);

ø

4 mm; panjang 25 m - Buoyancy force 3,75 kgf

Tali pemberat

- Material dan ukuran Polyethilene (PE);

ø

2,5 mm; panjang 33 m - Sinking force 3,375 kgf

Pelampung

- Material dan jumlah Sterofoam; 80 keping - Jarak pemasangan 46 cm

- Buoyancy force 4,8 kgf Pemberat

- Bahan dan jumlah Timah hitam; 100 keping - Jarak pemasangan 10 cm

- Sinking force 6,67 kgf Tali salambar

- Ukuran 40 m

(36)

Lampiran 3 Hasil perhitungan uji statistik Kruskal-Wallis Test

Ranks

Trammel net N Mean Rank

Nilai

Kontrol 28 18,96

Perlakuan 28 38,04

Total 56

Test Statisticsa,b

Nilai

H 19,254

df 1

Asymp. Sig. 0,000011

Χ0,052 5,991

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Trammel net

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std.

Deviation

Kontrol 28 2,00 20,00 7,857 4,71180

Perlakuan 28 6,00 29,00 15,643 6,79986

(37)

27

Lampiran 4 Data hasil tangkapan Jumlah hasil tangkapan

No. Jenis organisme Konstruksi trammel net Total (individu) Kontrol Perlakuan

1. Demersal

- Ikan demersal 58 102 160

- Organisme demersal non ikan 109 220 329

2. Organisme non demersal 53 116 169

Total 220 438 658

Berat hasil tangkapan

No. Jenis organisme Konstruksi trammel net Total (gram) Kontrol Perlakuan

1. Demersal

- Ikan demersal 2.203 7.993 10.196

- Organisme demersal non ikan 2.794 5.877 8.671 2. Organisme non demersal 625 1.396 2.021

(38)

Lampiran 5 Jenis-jenis organisme laut yang tertangkap

Udang putih (Fenneropenaeus indicus)

Udang mantis (Harpiosquilla raphidea)

Gulama (Panna microdon) Pepetek (Aurigequula fasciata)

Sonor (Saurida tumbil) Baji-baji (Grammoplites scaber)

Cucut tokek (Atelomycterus

(39)

29

Manyung (Arius venosus) Sona (Sciades sona)

Pari (Dasyatis zugei) Lidah (Synaptura commersonnii)

Sotong (Sepioteuthis lessoniana) Sebelah (Psettodes erumei)

(40)

Bilis (Stolephorus commersonnii) Siput laut (Murex sp.) sebagai hama

Belangkas (Tachypleus gigas) sebagai hama

(41)

31

Lampiran 6 Dokumentasi penelitian

Measuring board Timbangan digital

Lembar atau catatan data penelitian

Neraca pegas

Perahu penelitian Nelayan dan ABK trammel net

(42)

Pelampung Pemberat

Tali ris atas Tali ris bawah

Selvage Bahan badan jaring

(43)

33

Persiapan jaring Penurunan pelampung tanda

Proses penurunan jaring Hauling

Kondisi di atas kapal Ikan terpuntal ketika jaring diangkat

(44)

Udang terpuntal Pengukuran hasil tangkapan

Keadaan jaring ketika diangkat dari kolom perairan

(45)

35

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 6 Oktober 1995 dari Ayah Sutiono dan Ibu Nurjani. Penulis adalah anak kedua dari lima bersaudara. Tahun 2013 penulis lulus dari SMA Negeri 16 Medan dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) dan diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB), Departemen Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Oseanografi Umum pada tahun ajaran 2016/2017. Penulis juga aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan (HIMAFARIN), divisi Penelitian dan Pengembangan Profesi pada periode 2014/2015 dan anggota unit kegiatan mahasiswa (UKM) Flag Football IPB pada periode 2015/2016 dan 2016/2017.

Penulis aktif mengikuti beberapa kompetisi tingkat mahasiswa. Beberapa prestasi yang diraih adalah Juara 2 Siliwangi Bowl tahun 2015, Juara I IPB Open Debating Competition (IODC) tahun 2016, Juara 2 National Friendly Game (NFG) IV tahun 2016, dan Juara 1 Essay Competition SEAMAFSCC tahun 2016.

Gambar

Gambar  direproduksi  dari  Montgomerie  (2011)  dengan  seizin penerbit Seafish.
Gambar 5 Susunan trammel net yang berselang-seling
Gambar 6 Posisi trammel net terhadap arus
Gambar 7 Tumpukan jaring lapis dalam trammel net kontrol
+7

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan dan pengeluaran; proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total; konsumsi energi dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi pakan terfermentasi dan pakan alami meningkatkan kepadatan dan laju pertumbuhan populasi spesifik Diaphanosoma sp.. Kata

Hasil utama jaring trammel adalah udang penaeid yang berukuran relatif besar dan hasil tangkap sampingannya adalah ikan- ikan demersalb. Udang peneid yang tertangkap dengan

Jaring tiga lapis ( trammel net ) merupakan salah satu alat tangkap dari jenis jaring insang ( gill net ) yang dipergunakan untuk menangkap udang dengan cara terpuntal dan banyak

Pada dasarnya, ide eurosceptic dipicu oleh kekhawatiran mereka pada hilangnya kedaulatan negara atau fokus mereka terhadap terkikisnya demokrasi di Uni Eropa,

Setelah selesai masukkan sample sesuai dengan posisi sampel tertera di alat, lalu klik START kemudian klik OK untuk memulai pemeriksaan.. Alat akan melakukan pemeriksaan sampel

Analisa debu dari hasil pembakaran batubara pernah menunjukkan kandungan galium sebanyak 1.5%.Unsur ini satu dari empat logam: raksa, cesium dan rubidium yang

Dari hasil KLT dapat dikatakan bahwa fraksi hasil isolasi ekstrak etanol tepung pelepah batang aren merupakan fraksi yang sudah murni karena pada plat KLT hanya terdapat 1