• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Strategi Service Learning dalam Sebuah Diklat Sebuah Kajian untuk Mengembangkan Pembelajaran dalam Diklat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengembangan Strategi Service Learning dalam Sebuah Diklat Sebuah Kajian untuk Mengembangkan Pembelajaran dalam Diklat"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 Pengembangan Strategi Service Learning

dalam Sebuah Diklat

Sebuah Kajian untuk Mengembangkan Pembelajaran dalam Diklat

Irene Nusanti

Widyaiswara PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta

Jl. Kaliurang Km 12.5, Klidon, Sukoharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta e-mail: nuss.peace@yahoo.com

Abstrak:

Ketidakbahagiaan, tawuran adalah hal yang mengindikasikan bahwa pendidikan perlu ditingkatkan, salah satunya dengan meningkatkan kualitas guru melalui diklat. Untuk itu, kajian ini dibuat dengan tujuan: 1) Mengkaji penerapan strategi service learning dalam diklat untuk mengenalkan konsep melayani, 2) Mengkaji penerapan strategi service learning dalam diklat untuk mempraktekkan konsep melayani. Pengkajian terhadap pengembangan strategi service learning dalam sebuah diklat dilakukan dengan studi literatur terhadap berbagai referensi, terkait dengan teori belajar dan proses yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran. Kajian terhadap teori belajar menyatakan bahwa belajar harus memunculkan indikasi perubahan ke arah positif. Kajian terhadap proses kegiatan pembelajaran mengemukakan bahwa profil peserta didik ditentukan oleh apa yang dilakukan setiap harinya selama proses belajar. Ketika yang ditekankan dalam proses belajar adalah melayani orang lain, maka peserta didik akan terbentuk menjadi pribadi yang melayani. Kajian terhadap konsep service learning menyatakan bahwa melayani membuat seseorang menjadi unggul. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kajian pengembangan strategi service learning dalam diklat diharapkan dapat untuk mengenalkan konsep melayani dan sekaligus mempraktekkannya dalam rangka meningkatkan kualitas diklat dan pada akhirnya kualitas pendidikan.

Kata Kunci: service learning, kegiatan pembelajaran, perubahan positif.

Pendahuluan

Salah satu kunci keberhasilan seseorang dapat dilihat dari apakah yang bersangkutan bahagia atau tidak. Kebahagiaan itu sendiri tidak dapat tercermin dari materi yang dimiliki, sekalipun materi dapat menjadi salah satu yang menunjang kebahagiaan seseorang. Jika memiliki materi banyak tetapi tidak tenang atau tidak ada damai berarti belum ada kebahagiaan. Salah satu kunci yang dapat membawa orang bahagia adalah ketika hidup tidak hanya dipusatkan untuk diri sendiri melainkan juga untuk memperhatikan orang lain atau melayani orang lain. Pendidikan merupakan salah satu bidang yang diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik untuk hidup berhasil. Dengan melihat pada penjelasan di atas, maka konsep melayani bisa dijadikan salah satu konsep yang harus dikembangkan dalam dunia pendidikan. Supaya tidak sekedar memasukkan konsep melayani secara teori, maka konsep ini harus dijabarkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan nyata, baik yang dilakukan oleh guru selaku pendidik maupun oleh

(2)

2 peserta didik. PPPPTK Seni dan Budaya selaku lembaga yang berkecimpung di bidang pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan menawarkan konsep ini melalui diklat-diklat yang diselenggarakan, salah satunya adalah diklat-diklat bahasa Inggris bagi guru-guru bahasa Inggris. Melalui aplikasi konsep melayani atau yang dikenal dengan istilah service learning, diharapkan masalah-masalah yang ada di masyarakat dapat ikut terselesaikan. Pada artikel ini, service learning akan lebih diarahkan untuk menjawab permasalahan tawuran. Tawuran merupakan cerminan bahwa yang bersangkutan mengalami ketidakbahagiaan. Akhir-akhir ini banyak sekali berita yang memuat tawuran pelajar, apapun alasan yang melatarbelakanginya. Tawuran juga mengindikasikan adanya pikiran yang dipenuhi dengan hal-hal negatif, misalnya: balas dendam. Jika pikiran pelajar dipenuhi dengan rancangan bagaimana caranya membalas dendam, maka pendidikan yang ditempuh di sekolah menjadi berkurang artinya. Masa belajar seharusnya diisi dengan pikiran-pikiran positif sebagai akibat dari pembelajaran di sekolah. Diharapkan dengan service learning pendidik dan peserta didik belajar bagaimana melayani orang lain melalui pembelajaran yang dilakukan setiap harinya di sekolah. Agar lebih berhasil, service learning juga bisa dilakukan di luar jam sekolah, disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran yang diajarkan. Untuk dapat membuat pembelajaran seperti dimaksud, diperlukan diklat bagi para guru yang mengaplikasikan konsep service learning. Dari uraian tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1) Bagaimana kajian kegiatan diklat dikembangkan dengan menggunakan strategi service learning untuk mengenalkan konsep melayani? dan 2) Bagaimana kajian kegiatan diklat dikembangkan dengan menggunakan strategi service learning untuk mempraktekkan konsep melayani? Dengan guru mampu memperkenalkan konsep service learning, pikiran-pikiran peserta didik yang dipengaruhi oleh unsur balas dendam dapat terkurangi karena mereka diarahkan untuk lebih memfokuskan pada melayani orang lain. Dengan melihat pada latar belakang di atas, maka konsep service learning ini dikaji dengan tujuan: 1) Mengkaji penerapan strategi service learning dalam diklat untuk mengenalkan konsep melayani, 2) Mengkaji penerapan strategi service learning dalam diklat untuk mempraktekkan konsep melayani.

Kajian Literatur dan Pembahasan Teori Belajar

Pendidik mengharapkan peserta didik untuk berhasil dalam belajarnya. Tetapi keberhasilan ini tidak bisa hanya diukur dengan nilai 8 atau 9 yang diberikan karena peserta didik mampu mengerjakan soal dengan baik. Berhasil dalam belajar berarti berhasil dalam ketiga domain,

(3)

3 yaitu: pengetahuan, keterampilan. Sebagai contoh, jika seorang pendidik bahasa Inggris mengharapkan peserta didik berhasil dalam bahasa Inggris, maka hal ini berarti bahwa peserta didik dapat mengerjakan soal dengan baik, setelah itu ketika guru mengajak bicara dalam bahasa Inggris, peserta didik juga dapat menggunakan kemampuan berkomunikasinya dalam bahasa Inggris untuk memberi tanggapan dengan baik. Pada akhirnya, ketika di masyarakat peserta didik menjumpai wisatawan asing yang mengalami kesulitan menemukan suatu tempat dan berusaha bertanya tetapi secara kebetulan yang ditanya tidak dapat berbahasa Inggris, maka peserta didik dapat memberikan bantuannya dengan mempraktekkan bahasa Inggris dan sekaligus memberitahu arah dari tempat yang dimaksud, atau kalau peserta didik itu sendiri kebetulan tidak tahu, ia berusaha untuk mencari tahu terlebih dahulu dan setelah itu diberitahukan kepada wisatawan tersebut. Dengan demikian, peserta didik menunjukkan adanya keberhasilan dalam pelajaran bahasa Inggris, sekalipun baru dalam tingkat yang kecil. Dalam hal ini, peserta didik tidak hanya berhasil di kelas, tetapi juga di luar kelas. Disamping itu, peserta didik ini juga berhasil tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi bahwa apa yang dimilikinya juga digunakan untuk melayani orang lain yang membutuhkan, yaitu membantu wisatawan asing yang sedang kebingungan mencari tempat. Keberhasilan besar berasal dari keberhasilan kecil. Oleh karena itu, untuk membuat supaya keberhasilan yang kecil ini bisa menjadi keberhasilan besar, proses belajar yang terdiri dari: teori dan praktek, belajar di kelas dan di masyarakat harus dilakukan berulang-ulang setiap hari. Kegiatan mengerjakan seperti ini menjadi hal penting dalam proses belajar dan mengajar (Moriyon, 2001). Tanpa mengerjakan apa yang dijelaskan oleh guru peserta didik sebetulnya belum sungguh-sungguh belajar. Sebaliknya, dengan mempraktikkan apa yang diajarkan, mereka benar-benar belajar tentang nilai-nilai, dalam hal ini nilai melayani.

Jika pembelajaran di dalam kelas dapat dimaksimalkan, maka ketika mempraktikkan di luar kelas diharapkan peserta didik dapat lebih siap. Untuk membuat peserta didik lebih siap lagi, seorang guru juga harus mengetahui bahwa pembelajaran di dalam kelas dan di dunia nyata tidak sama. Pembelajaran di sekolah cenderung terpusat pada kinerja individu karena mereka akan dinilai. Sedangkan pembelajaran di dunia yang sesungguhnya cenderung terpusat pada kinerja yang dibangun secara bersama-sama (Resnick dalam Tuckman, 2011, 13). Untuk mendekatkan kedua dunia ini, maka perlu juga dikembangkan pembelajaran yang bersifat kolaboratif.

(4)

4 Jika perubahan dalam pembelajaran di sekolah menjadi perhatian, maka dalam suatu diklat perubahan juga harus menjadi tolok ukur. Untuk itu, setiap mata diklat yang ada dalam suatu diklat mestinya harus mencoba untuk menjadikan perubahan sebagai center of interest. Perubahan seperti apa yang diharapkan dapat terjadi dalam diri peserta diklat setelah mengikuti mata diklat tertentu atau setelah mengikuti suatu diklat.

Kegiatan Pembelajaran

Peserta didik akan menunjukkan kinerja lebih baik apabila ia benar-benar belajar (Tee, 2005a). Dengan kata lain, ketika ada suatu sekolah dimana pelajarnya sering terlebat tawuran maka hal ini berarti bahwa peserta didik yang belajar di sekolah tersebut tidak benar-benar belajar atau tidak benar-benar mengikuti proses belajar dengan baik atau proses belajar kurang diisi dengan hal yang semestinya juga diberikan. Ketika seorang peserta didik benar-benar belajar, maka perubahan ke arah positif pasti akan tercermin, bisa jadi perubahannya lambat tapi pasti. Jadi pembelajaran yang sesungguhnya terjadi ketika peserta didik mengindikasikan adanya perubahan positif akibat dari apa yang dipelajarinya. Jika sudah hampir tiga tahun belajar di sekolah tertentu tetapi tidak menunjukkan adanya kematangan, baik dalam hal pengetahuan, keterampilan, maupun sikap maka selama tiga tahun tersebut peserta didik kurang benar-benar belajar. Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa belajar seharusnya menimbulkan suatu perubahan dan perubahan yang terjadi akan mengakibatkan adanya pembelajaran berikutnya. Dengan demikian, kematangan akibat pembelajaran semakin hari akan semakin meningkat. Kematangan ini tidak dapat diperoleh dengan sendirinya, perlu adanya usaha sadar menuju ke sana. Salah satu usaha sadar yang harus dilakukan oleh guru dan kemudian diikuti oleh peserta didik adalah membuat perubahan itu sendiri menjadi main of interest tidak hanya melalui setiap mata pelajaran, tetapi bahkan melalui setiap tatap muka di kelas. Hal ini harus tercermin pada setiap rencana pembelajaran yang dibuat, sekalipun satu rencana pembelajaran bisa digunakan untuk beberapa kali pertemuan. Dengan memiliki rencana pembelajaran yang seperti ini akan berdampak pada kegiatan belajar mengajar yang berlangsung, termasuk pada tugas-tugas yang diberikan. Untuk mempercepat tercapainya tujuan sebagaimana dimaksud di sini, maka latihan-latihan harian yang diberikan harus berbasis perubahan, dihubungkan dengan permasalahan sesungguhnya yang dihadapi dan disesuaikan dengan topic yang sedang dipelajari pada pertemuan tertentu. Kontribusi dari latihan-latihan yang dilakukan setiap hari akan sangat besar bagi kesuksesan peserta didik dalam belajar, dan pada akhirnya dalam kehidupannya. Maxwell (2009) mengatakan bahwa keberhasilan seseorang ditentukan oleh agenda kegiatan

(5)

5 setiap harinya. Jika agenda yang dilakukan setiap hari oleh peserta didik dipenuhi dengan latihan-latihan yang bersifat melayani, maka latihan melayani inilah yang akan membentuk mereka. Peserta didik yang sungguh-sungguh belajar secara umum menunjukkan beberapa kualitas berikut: a) Memiliki kerelaan; b) Memiliki suka cita; c) Selalu mau belajar dari orang lain, d) Selalu melakukan refleksi diri; e) Tidak membela diri; dan f) Jujur pada diri sendiri (Tee, 2005b). Dengan demikian, proses pembelajaran yang dapat membuat peserta didik mengalami perubahan yaitu pembelajaran yang dilakukan dengan sikap belajar yang benar dan dipraktikkan untuk melayani orang lain. Hal yang sama harus diterapkan dalam diklat juga, yaitu bahwa peserta diklat tidak hanya menerima mata diklat teori kemudian diakhiri dengan post test. Melalui mata diklat yang ada, harus ada tugas-tugas yang membawa mereka pada praktek melayani yang nyata. Dengan demikian, peserta diklat juga memiliki pengalaman nyata yang nantinya ketika mengajar dapat dibagikan kepada peserta didik. Untuk lebih menghayati, peserta diklat diberi tugas untuk melakukan praktek melayani lagi yang akan dimonitor perkembangan dan ketercapaiannnya.

Kajian dan Penelitian yang Relevan

Billig (2000) dalam penelitiannya terhadap sekolah di Amerika yang berbasis service learning menyimpulkan bahwa ada peningkatan tanggung jawab social dan pribadi di antara peserta didik tingkat SMP dan SMA dengan program service learning

Irene (2014) dalam kajiannya tentang service learning untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran di sekolah menyimpulkan bahwa kajian terhadap strategi service learning dapat untuk menanamkan ‘jiwa melayani’ dan mempraktekkan jiwa melayani tersebut dalam kegiatan pembelajaran yang dikembangkan melalui strategi dimaksud.

Karena menurut Billig dan Irene service learning dapat menghasilkan dampak positif, maka kajian ini mencoba untuk mengangkat service learning kembali sebagai salah satu strategi untuk mengembangkan sebuah diklat bagi para guru. Dengan mengaplikasikan strategi ini diharapkan peserta diklat dapat mengenal konsep melayani dan nantinya mengenalkan konsep tersebut kepada peserta didik dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan.

Service Learning

Martin Luther King, Jr (dalam OHSD, 2002) mengatakan bahwa setiap orang dapat menjadi orang besar karena setiap orang pada dasarnya bisa melayani. Permasalahan orang akhirnya

(6)

6 tidak menjadi besar adalah karena tidak mau melayani, terlebih ketika sudah menjadi pemimpin. Jika mengacu pada pandangan ini, maka seseorang tidak akan menjadi pemimpin besar ketika maunya justru dilayani, bukan melayani. Demikian juga dengan guru, seorang guru tidak akan menjadi guru yang hebat ketika tidak mengembangkan jiwa melayani. Di sini letak pentingnya strategi service learning, yaitu untuk meningkatkan kualitas seorang pendidik. Peningkatan yang diharapkan untuk terjadi pada diri guru adalah adanya perubahan dari ‘self-centered’ menjadi ‘serving others’. Dengan melayani orang lain atau mendahulukan orang lain, seseorang akan menjadi bertumbuh. Jika seseorang terus menerus bertumbuh, maka kesuksesan akan segera dapat dicapai. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Maxwell (2014: 134), yaitu kesuksesan diukur dengan berapa banyak orang yang dapat dilayani, bukan berapa banyak orang yang melayani kita. Mengingat betapa besar peran kegiatan melayani bagi kesuksesan seseorang, termasuk kesuksesan pendidik, maka dalam suatu diklat sudah semestinya dikembangkan konsep service learning dalam berbagai bentuk dan modifikasi sesuai dengan jenis diklat yang dilakukan dan kebutuhan melayani seperti apa yang akan diberikan.

Pembahasan

Service Learning dalam suatu kegiatan diklat

Sebagaimana diungkapkan dalam pendahuluan bahwa PPPPTK Seni dan Budaya selaku lembaga pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan berusaha untuk meningkatkan kualitasnya melalui diklat-diklat yang diselenggarakan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mencoba menerapkan konsep service learning dalam diklat. Service learning dipilih sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan kualitas diklat adalah karena beberapa alasan. Alasan-alasan tersebut dapat ditemukan dalam beberapa definisi service learning berikut. Menurut Maurice (2010), service learning merupakan cara mengajar dan belajar yang menghubungkan tindakan positif dan bermakna di masyarakat dengan pembelajaran akademik, perkembangan pribadi dan tanggungjawab sebagai warga masyarakat. Sedangkan Furco dan Billig (2001) dalam The Essence of the Pedagogy, service learning didefinisikan sebagai pelayanan kepada masyarakat berbasis kurikulum yang mengintegrasikan pembelajaran di dalam kelas dengan aktivitas melayani masyarakat. Jacoby (2003) dalam Building Partnerships for Service Learning mengatakan bahwa service learning adalah suatu bentuk pendidikan tentang pengalaman di mana peserta didik terlibat dalam kegiatan yang menyangkut manusia dan kebutuhan masyarakat dengan kesempatan yang sengaja direncanakan untuk meningkatkan perkembangan dan pembelajaran peserta didik. Bringle

(7)

7 (2005) dalam Service Learning: Intercommunity & Interdisciplinary Explorations, service learning didefinisikan sebagai pengalaman dalam pendidikan berbasis mata pelajaran yang memiliki kredit di mana peserta didik: a) berpartisipasi dalam kegiatan melayani yang direncanakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang sudah diidentifikasi dan b) melakukan refleksi sedemikian rupa terhadap kegiatan service learning untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam terhadap isi mata pelajaran, apresiasi yang lebih luas tentang disiplin dan rasa tanggungjawab yang meningkat sebagai warga masyarakat.

Disimpulkan bahwa service learning adalah sebuah strategi belajar, mengajar yang mencoba untuk menghubungkan peserta didik dengan tugas sekolah, untuk melayani masyarakat dan mengembangkan kemampuan akademis dan sosial peserta didik melalui tugas yang diberikan pendidik untuk dipraktikkan di masyarakat. Jika diterapkan dalam diklat maka service learning berarti mencoba untuk menghubungkan antara mata diklat yang diterima dengan kebutuhan untuk melayani di masyarakat. Dalam hal ini karena maksud dari diklat adalah untuk meningkatkan kualitas guru agar guru dapat meningkatkan kualitas pendidikan, maka dengan sendirinya service learning dalam diklat juga diarahkan untuk bagaimana guru dapat mengajarkan materi tertentu kepada peserta didik melalui strategi ini.

Aplikasi Service Learning dalam Kegiatan Diklat

Pendidik tidak bisa hanya memperkenalkan konsep service learning kepada peserta didik dan setelah itu peserta didik harus mempraktekkannya baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Sebelum pendidik memberikan instruksi kepada peserta didik untuk melakukan berbagai tugas melayani, pendidik harus terlebih dahulu melakukan hal yang sama. Untuk memberikan gambaran tentang bagaimana aplikasi service learning, maka dalam diklat yang diselenggarakan oleh PPPPTK Seni dan Budaya hal ini perlu didemonstrasikan terlebih dahulu. Meskipun demikian, apa yang dilakukan di PPPPTK Seni dan Budaya adalah hanya salah satu bentuk service learning. Untuk selanjutnya, peserta diklat dapat mengembangkan sendiri atau memodifikasi sendiri sesuai dengan referensi yang dimiliki dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Dalam diklat, service learning yang dicoba untuk ditawarkan meliputi tiga tahap, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan refleksi. Service learning yang dilakukan dalam diklat harus disesuaikan dengan kompetensi yang ingin dicapai dari diklat tersebut. Dengan demikian, peserta diklat akan dapat menemukan relevansinya antara inti konsep service learning dan kompetensi yang dipelajari. Jika kompetensi yang menjadi focus untuk dipelajari dalam suatu diklat bahasa Inggris adalah kompetensi yang bersifat substantif,

(8)

8 maka aplikasi service learning dapat diintegrasikan dengan topic Entertainment, misalnya. Jika kompetensi yang difokuskan dalam diklat adalah kompetensi pedagogi, maka service learning bisa menjadi salah satu materi pedagogi dengan mengambil contoh sesuai dengan audience dari suatu diklat. Inti dari service learning dalam diklat dapat digambarkan sebagai berikut. Pada tahap persiapan, peserta diklat membuat rencana melayani sesuai kompetensi dalam diklat yang akan dipelajari dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat tertentu, jika memungkinkan diprioritaskan pada kebutuhan yang mendesak. Alternatif lain, jika tidak mungkin untuk membuat rencana, fasilitator memberikan tugas kepada peserta diklat sebagai contoh, sesuai dengan materi yang sedang dibahas. Selanjutnya, tugas didiskusikan dalam kelompok untuk menghasilkan rencana yang meliputi: 1) Bagaimana materi dan nilai-nilai dalam materi tersebut bisa digunakan untuk melayani orang lain, dan 2) Siapa yang akan menjadi target audience serta alasan pemilihan audience. Tahap yang kedua adalah tahap pelaksanaan. Pada tahap ini peserta diklat benar-benar diberi tugas untuk melayani secara nyata, sesuai rencana yang sudah dibuat pada tahap persiapan. Selama proses pelaksanaan kegiatan melayani, peserta diklat membuat catatan-catatan penting terkait dengan kegiatan yang dilakukan.Tahap selanjutnya setelah pelaksanaan adalah tahap refleksi. Kegiatan refleksi sebaiknya dilakukan dua kali, yaitu refleksi individu dan refleksi kelompok. Setiap peserta diklat menuliskan refleksi sesuai dengan pengalaman masing-masing selama kegiatan melayani dan kemudian dikaitkan dengan diklat. Setelah itu, dalam kelompok kecil masing-masing peserta diklat saling berbagi pengalaman dan kemudian membuat sebuah kesimpulan berdasarkan refleksi dari semua anggota kelompok tersebut. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan diklat dengan strategi service learning membuat pembelajaran diklat menjadi lebih nyata, karena ada kegiatan belajar dan bertindak.

Simpulan

Suatu diklat akan berhasil jika peserta diklat menunjukkan adanya perubahan dalam mengajar setelah mendapatkan diklat tertentu. Untuk membuat suatu diklat yang berdampak, salah satunya adalah dengan menerapkan strategi service learning yang menekankan pada memberikan pelayanan kepada orang lain sesuai topic yang dipelajari. Dengan strategi ini diharapkan peserta diklat dapat memiliki kesempatan untuk belajar dan kemudian mempraktekkan apa yang dipelajari dengan langsung melayani orang lain sesuai materi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa: 1) kajian tentang konsep melayani orang lain dapat dikenalkan melalui strategi service learning, 2) kajian tentang konsep melayani dapat

(9)

9 langsung dipraktekkan oleh peserta diklat melalui penerapan strategi service learning dalam diklat yang diselenggarakan.

Pustaka Acuan

Bringle G, Robert et.al. 2005. Service Learning: Intercommunicty & Interdisciplinary Exploration – Enhancing Integrated Professional Development Through Communicty Service. USA: University of Indianapolis Press, diakses dari books.google.com/books?isbn=0880938625 pada tanggal 07 Maret 2014

Furco, Andrew and Billig, Shelley. 2001. Service Learning: The Essence of Pedagogy. USA:

Information Age Publishing Inc, diakses dari

http://books.google.com/books/about/Service_learning. pada tanggal 07 Maret 2014. Garcia Moriyon, Felix. 2001. Human Rights and Education: The Content and the Process,

diakses dari

http://eepat.net/doku.php?id=human_rights_and_education:content_and_process,

tanggal 07 Juli 2014.

Irene, Nusanti (2014). Strategi Service Learning. Sebuah Kajian untuk Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan vol 2, no 2 Juni 2014. Jacoby, Barbara and Associates. 2013. Building Partnerships for Service Learning. San Fransisco: Jossey-Bass., diakses dari http://books.google.co.id/books

Maurice. 2010. Service Learning Handbook. North Carolina: Guilford County Schools, diakses dari www1.gcsnc.com/…ing/pdf/ ServiceLearningHandbook.pdf pada tanggal 07 Maret 2014

Maxwell, John. 2009. How Successful People Think. New York: Hachette Book Group Maxwell, John. 2014. How Successful People Grow. New York: Hatchette Book Group

OHSD. 2002. Service Learning: Mission and Goal. USA: Chicago Public Schools http://www.servicelearning.cps.k12.il.us/

Tee, Ng Pak. 2005a. The Learning Organization. Singapore: Pearson Tee, Ng Pak. 2005b. Grow Me. Singapore: Pearson

Tuchmand, Bruce W and Monetti, M. David. 2011. Educational Psychology. USA: Wadsworth, diakses dari http://books.google.co.id/books?id, tanggal 07 Juli 2014.

(10)

10 BIODATA

Nama :IRENE NUSANTI

NIP :196107151986032001

Pangkat/ Gol :Pembina Tk I/ IVb

Jabatan :Widyaiswara Madya

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Dalam keadaan terpaksa, misalnya pasien tidak mungkin untuk diangkut ke kota/rumah sakit besar, sedangkan tindakan darurat harus segera diambil maka seorang dokter atau bidan

global. OECD telah memainkan peranan yang signifikan dengan meluncurkan Action Plan on BEPS. Gayung pun bersambut karena negara-negara anggota Forum G-20 mendukung penuh

Apabila kolom ID Operasional (kolom 1) berisi ‘3’ dan kolom Nomor Referensi (kolom 2) berisi Nomor Referensi yang sama dengan Nomor Referensi sebelumnya yang pernah

peran Humas dilihat dari perencanaan Program, Perencanaan Strategi, Aplikasi Strategi, dan Evaluasi dan kontrol, jika semua itu diprioritaskan untuk

(2012), dengan sedikit modifikasi yakni menambah variabel kepemilikan terkonsentrasi, serta sampel yang digunakan lebih dikhususkan pada perusahaan yang ada di negara

Berdasarkan permasalahan pada latar belakang, penulis ingin mengetahui seberapa besar Korelasi antara kesejahteraan ini terhadap tanggung jawab guru PAI di Madrasah Aliyah Negeri

Walaupun pengukuran kinerja dengan menggunakan Balanced Scorecard ini lebih banyak digunakan di perusahaan-perusahaan bisnis yang menghasilkan barang/produk, tetapi dapat