LAPORAN KASUS
LAPORAN KASUS
EKSTRAKSI FORCEPS ATAS INDIKASI
EKSTRAKSI FORCEPS ATAS INDIKASI
SUPERIMPOSED PREECLAMPSIA
SUPERIMPOSED PREECLAMPSIA
Oleh: Oleh:Miako Pasinggi
Miako Pasinggi
060111208 060111208 Pembimbing : Pembimbing :Dr. Joice Sondakh, SpOG Dr. Joice Sondakh, SpOG
BAGIAN/SMF OBSTETRI GINEKOLOGI BAGIAN/SMF OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI/ UNIVERSITAS SAM RATULANGI/RSUP PROF DR. R.D. KANDOU RSUP PROF DR. R.D. KANDOU
MANADO MANADO
2011 2011
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus dari Bagian Obstetri Ginekologi dengan Judul :
Laporan Kasus dari Bagian Obstetri Ginekologi dengan Judul :
“
“EKSTRAKSI FORCEPS ATAS INDIKASI
EKSTRAKSI FORCEPS ATAS INDIKASI
SUPERIMPOSED PREECLAMPSIA
SUPERIMPOSED PREECLAMPSIA
”
”
Telah
Telah dikoreksi,
dikoreksi, dibacakan,
dibacakan, dan
dan disetujui
disetujui pada
pada tanggal
tanggal
November
November 2011
2011
Mengetahui,
Mengetahui,
Pembimbing
Pembimbing
dr. Joice Sondakh, Sp.OG
dr. Joice Sondakh, Sp.OG
BAB I
PENDAHULUAN
Ekstraksi forceps adalah suatu persalinan buatan untuk melahirkan janin dengan tarikan pada kepala dengan menggunakan alat yang disebut cunam atau forcep.1,2 Cunam dipakai untuk membantu atau mengganti his, akan tetapi sekali-kali tidak boleh digunakan untuk memaksa kepala janin melewati rintangan dalam jalan lahir yang tidak dapat diatasi oleh kekuatan his yang normal. Jika ini tidak diindahkan, maka ekstraksi dengan cunam akan mengakibatkan luka pada ibu dan terutama pada anak. Cunam ialah suatu alat yang sangat berguna untuk melahirkan janin, akan tetapi berbahaya bagi ibu dan janin apabila disalahgunakan. Kesalahan yang dibuat dalam hal ini ialah tidak diindahkannya syarat-syarat yang harus dipenuhi dan kesalahan dalam cara pemasangan dan ekstraksi. Cunam yang banyak dipakai di Indonesia adalah cunam Naegele yang mempunyai lengkungan kepala, lengkungan panggul, dan sejenis kunci yang menghubungkan kedua sendok dalam dalam posisi yang tetap. 1,3
Ekstraksi forcep dapat dibagi dalam 3 jenis, yaitu:
• Forcep letak tinggi, apabila kepala janin dengan ukuran terbesar belum melewati pintu atas panggul.
• Forcep letak tengah, apabila kepala janin dengan ukuran terbesar sudah melewati pintu atas panggul.
• Forcep letak rendah, apabila kepala janin sudah turun sampai di dasar panggul
Indikasi dalam pelaksanaan ekstraksi forcep, yaitu:
• Indikasi ibu: preeclampsia/eklampsia, ruptur uteri imminens, penyakit jantung, edema paru, dan kelelahan ibu.
• Indikasi janin: tali pusat menumbung, solution plasenta, dan gawat janin.
• Indikasi waktu: multigravida bila ½ jam setelah dipimpin mengedan janin belum lahir, dan primigravida bila 1 jam setelah dipimpin mengedan janin belum lahir.
Sedangkan kontra indikasi dari pelaksanaan ekstraksi forcep yaitu bila syarat-syarat pelaksanaan ekstraksi forcep tidak terpenuhi.4
Syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan tindakan forceps ialah pembukaan serviks sudah lengkap, kepala janin sudah cakap, tidak ada disproporsi sefalopelvik, kepala janin sudah dapat dipegang oleh forceps,janin hidup dan ketuban
sudah pecah. Ekstraksi forceps dinilai gagal apabila cunam tidak dapat dikunci meskipun pemasangan cunam sudah benar dan tiga kali dilakukan traksi tetapi janin tidak dapat lahir. 1,3
Pre-eklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda adanya hipertensi dan proteinuria yang timbul karena kehamilan, umumnya terjadi pada umur kehamilan 20 minggu atau lebih.4,5Faktor predisposisi dari terjadinya pre-eklampsia antara lain adalah primigravida, molahidatidosa, kehamilan ganda, diabetes melitus, hidrops foetalis, bayi besar, umur lebih dari 35 tahun, penyakit ginjal dan hipertensi sebelum kehamilan serta obesitas.6Dahulu, disebut PE jika dijumpai trias tanda klinik yaitu : tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, proteinuria dan edema. Tapi sekarang edema tidak lagi dimasukkan dalam kriteria diagnostik, karena edema juga dijumpai pada kehamilan normal. Insidens preeklampsia dan eklamsia berkisar antara 4-9% pada wanita hamil, 3-7% terjadi pada nullipara, dan 0,8-5% pada multipara. Angka kejadian PE di Indonesia berkisar antara 3-10%. Penelitian terakhir di Medan oleh Girsang ES (2004), melaporkan angka kejadian PEB di RSUP. H. Adam Malik dan RSU. Dr. Pirngadi Medan periode 2000-2003 adalah 5,94%, sedangkan eklamsia 1,07%.7
Pre-eklampsia dibagi atas dua yaitu preeklampsia ringan dan preeklampsia berat. Preeklampsia ringan adalah jika tekanan darah ≥140/90 mmHg, tapi <160/110 mmHg dan proteinuria +1. Preeklampsia berat adalah jika tekanan darah ≥160/110 mmHg diukur dalam keadaan rileks, proteinuria 5 gr atau lebih dalam 24 jam atau ≥+2 pada pemeriksaan kualitatif, oliguria yaitu urine < 500 ml/ 24 jam dapat disertai
keluhan subjektif seperti nyeri epigastrium, sakit kepala, gangguan penglihatan.4,7
Hipertensi kronik dalam kehamilan ( superimposed preeclamsia) merupakan suatu keadaan yang menunjukkan gejala dan tanda preeklampsia yang muncul setelah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya mempunyai riwayat hipertensi kronik.8,9 Diagnosis hipertensi kronik pada kehamilan ditegakkan berdasarkan gejala-gejala sebagai berikut : adanya riwayat hipertensi sebelum kehamilan atau didapatkan hipertensi pada kehamilan kurang dari 20 minggu, ditemukan kelainan organik, misalnya : pembesaran jantung, kelainan ginjal, dan sebagainya, umur ibu di atas 30 tahun dan umumnya multigravida, tekanan darah sistolik lebih dari 200 mmHg, adanya perubahan pada pembuluh darah retina berupa eksudasi, perdarahan, dan penyempitan,
retensi air dan natrium tidak menonjol dan hipertensi masih didapatkan sampai 6 bulan pasca persalinan.4,9
Penanganan superimposed preeclamsia terbagi dua yaitu perawatan aktif dan pengelolaan konservatif. Pemilihan penanganan dan tindakan yang dilakukan
tergantung pada usia kehamilan serta keadaan ibu dan janin.4
Berikut ini akan disajikan laporan kasus ekstraksi forceps atas indikasi superimposed preeclamsia.
BAB II
LAPORAN KASUS IDENTITAS
Nama : Ny. Y.K
Umur : 37 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Pall 4
Suku/ Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
TTL : Manado
Nama Suami : Tn. H.N/40 tahun Pendidikan Suami : SMA
Pekerjaan Suami : Swasta
Masuk RS : 25 September 2011
ANAMNESIS
Keluhan Utama: Nyeri perut bagian bawah ingin melahirkan
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Nyeri perut bagian bawah ingin melahirkan dirasakan sejak pagi hari - Pelepasan lendir campur darah (+)
- Pelepasan air dari jalan lahir (+)
- Pergerakan janin (+) dirasakan saat MRS
- Nyeri ulu hati (-), nyeri kepala hebat (-), pandangan kabur (-)
Riwayat Penyakit Dahulu:
- Penyakit darah tinggi (+)
- Penyakit jantung, penyakit paru-paru, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit kencing manis disangkal penderita.
Riwayat gemelli (+) pihak suami. BAB/BAK biasa
Anamnesis Kebidanan
Riwayat Kehamilan Sekarang
Ada riwayat pusing-pusing, sakit kepala, dan perdarahan. Sedangkan riwayat bengkak-bengkak, muntah, penglihatan terganggu, keputihan dan kejang disangkal penderita. Kencing dan buang air besar biasa.
Penderita tidak merokok dan minum minuman beralkohol.
Pemeriksaan Antenatal (PAN)
PAN 5x dilakukan di Puskesmas dan 2x dilakukan suntikan TT.
Riwayat Haid
Haid pertama dialami pada usia 11 tahun dengan siklus yang teratur dan lamanya haid setiap siklus adalah 7 hari. HPHT 22 Desember 2010, taksiran tanggal partus 29 September 2011.
Riwayat Keluarga
Penderita menikah 3 kali. Pernikahan ini sudah berlangsung 10 tahun. Kehamilan saat ini merupakan kehamilan keempat.
Keluarga Berencana
Penderita berhenti menggunakan KB suntik pada tahun 2009.
Riwayat Kehamilan Terdahulu
1. Kehamilan pertama tahun 1991 di RS.Prof.dr.R.D. Kandou. Perempuan, BBL 2500gr, spontan LBK.
2. Kehamilan kedua tahun 1992 di RS.Prof.dr.R.D. Kandou.. Perempuan, BBL 2100gr, spontan LBK.
3. Kehamilan ketiga tahun 2007 di RS Gorontalo. Laki-laki, BBL 1900gr, spontan LBK.
Penyakit atau Operasi yang pernah atau sedang dialami
Riwayat anemia, penyakit menular seksual, kencing manis, alergi, penyakit ginjal, tuberculosis paru, disangkal penderita.
PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan Fisik Umum
Status Praesens
- Keadaan Umum : Cukup
- Kesadaran : Compos Mentis - Tekanan darah : 170/110 mmHg - Nadi : 88 kali/menit - Pernapasan : 24 kali/menit - Suhu Badan : 36,2 oC - BB/TB : 78kg / 155 cm - Gizi : lebih - Kepala : Simetris
- Mata : Konj. an , skl ikt -/-- Telinga : Sekret
-/-- Hidung : Sekret
-/-- Tenggorokan : T1/T1, hiperemis (-)
- Leher : Pembesaran KGB (-) - Dada : Simetris kiri dan kanan - Jantung : SI-SIInormal, bising (-)
- Paru-paru : Rhonki , Wheezing -/-- Abdomen : Hepar dan lien sulit dievaluasi - Alat Kelamin : Tidak ada kelainan
- Anggota gerak : Edema (-), varises tidak ada
- Refleks : Refleks fisiologis normal, refleks patologis (-)
Status Obstetri Pemeriksaan Luar
- Inspeksi : fluksus (-), fluor (-) v/v: tak ada kelainan - TFU : 33 cm
- Letak janin : Letak kepala U punggung kiri
- BJA : (+) 12-12-13
- His : 6’-7’ // 20“-25“
- TBBA : 3100 gr (palpasi)
Stabilisasi hemodinamik :
- Oksigen dan IVFD
- Pasang kateter
- Pemberian Mg2SO4:4 gram Mg2SO420% IV (20cc) dan 8 gram Mg2SO4
40% IM (10cc bokong kanan dan 10cc bokong kiri)
Pemeriksaan Dalam
Efficement 75 %, pembukaan 6-7 cm, ketuban (-) putih keruh, pp kepala HII-III
Laboratorium
Hemoglobin : 13,8 gr% Creatinin : 0,5 mg/dl
Leukosit : 13.600/mm3 Asam Urat : - mg/dl
Hematokrit : 39,6 % GDS : 165 mg/dl
Trombosit : 139.000/mm3
Proteinuria : ++++
Ureum : 14 mg/dl
Diagnosa
G4P3A0, 37 tahun, hamil 39-40 minggu inpartu kala I + Superimposed PE
Janin intra uterin, tunggal, hidup, letak kepala HII-III Sikap
- Rencana partus pervaginam percepat kala II
- Konsul mata dan konsul interna
- Observasi T, N, R, S, His, BJJ
- Laboratorium, USG, EKG, NST, crossmatch
- Mg2SO4sesuai protokol
- Dopamed 3x250mg
- Konseling sterilisasi postpartum
Resume Masuk
G4P3A0, 37 tahun MRS tgl 25 September 2011 dengan keluhan utama nyeri perut bagian bawah ingin melahirkan. Pelepasan lendir campur darah (+), pelepasan air
dari jalan lahir (+), pergerakan janin (+) dirasakan SMRS. Nyeri ulu hati (-), nyeri kepala (+), pandangan kabur (-). Riwayat penyakit darah tinggi (+), jantung, ginjal, paru, kencing manis, asam urat disangkal. BAB/BAK biasa. PAN dilakukan 5x di puskesmas. HPHT: 22 Desember 2010 TTP: 29 September 2011.
Status Praesens : KU = cukup Kes = CM T=170/110 mmHg N=88x/m
R=24x/m S=36,2 C
Status Obstetrik :
- Inspeksi : fluksus (-), fluor (-) v/v: tak ada kelainan
- TFU : 33 cm
- Letak janin : Letak kepala U punggung kiri - BJA : (+) 12-12-13
- His : 6’-7’ // 20”-25” - TBBA : 3100 gr (palpasi) Stabilisasi hemodinamik :
- Oksigen dan IVFD - Pasang kateter
- Pemberian Mg2SO4:4 gram Mg2SO420% IV (20cc) dan 8 gram Mg2SO4 40% IM (10cc bokong kanan dan 10cc bokong kiri)
Pemeriksaan Dalam
Efficement 75 %, pembukaan 6-7 cm, ketuban (-) putih keruh, pp kepala HII-III
Diagnosis Sementara
G4P3A0, 37 tahun, hamil 39-40 minggu inpartu kala I + Superimposed PE Janin intra uterin, tunggal, hidup, letak kepala HII-III
Sikap
- Rencana partus pervaginam percepat kala II - Konsul mata dan konsul interna
- Observasi T, N, R, S, His, BJJ
- Laboratorium, USG, EKG, NST, crossmatch - Mg2SO4sesuai protokol
- Dopamed 3x250mg
- Konseling sterilisasi postpartum
- Lapor konsulen, advis : percepat kala II dengan ekstraksi forceps.
Observasi Persalinan
Tanggal 25 September 2011 jam 18.00 Wita
Status Praesens : KU = cukup Kes = CM T=170/110 mmHg N=88x/m
R=24x/m S=36,2 C
Status Obstetrik :
- Inspeksi : fluksus (-), fluor (-) v/v: tak ada kelainan - TFU : 33 cm
- Letak janin : Letak kepala U punggung kiri - BJA : (+) 12-12-13
- His : 6’-7’ // 20”-25” - TBBA : 3100 gr (palpasi) Pemeriksaan Dalam
Efficement 75 %, pembukaan 6-7 cm, ketuban (-) putih keruh, pp kepala HII-III
Diagnosis
G4P3A0, 37 tahun, hamil 39-40 minggu inpartu kala I + Superimposed PE
Janin intra uterin, tunggal, hidup, letak kepala HII-III
Sikap
- Rencana partus pervaginam percepat kala II - Konsul mata dan konsul interna
- Observasi T, N, R, S, His, BJJ
- Mg2SO4sesuai protokol - Dopamed 3x250mg
- Konseling sterilisasi postpartum.
- Lapor konsulen, advis : percepat kala II dengan ekstraksi forceps.
Jam 1900– 1930 BJA : 12-12-13 His : (+) 6’-7’ // 20”-25” Jam 1930– 2000 BJA : 12-12-12 His : (+) 6’-7’ // 20”-25” Jam 2000– 2030 BJA : 13-12-12 His : (+) 5’-6’ // 25”-30” Jam 2030- 2100 BJA : 12-13-12 His : (+) 4’-5’ // 30”-35”
Jam 2100 – 2130 BJA : 12-12-13 His : (+) 3’-4’ // 35”-40” Jam 2130- 2200 BJA : 12-13-12 His : (+) 3’-4’ // 35”-40”
Jam 2200 – 2230 BJA : 12-13-12 His : (+) 2’-3’ // 45”-50” Jam 2230- 2300 BJA : 12-13-12 His : (+) 2’-3’ // 45”-50”
T: 160/100 mmHg, N: 84x/mnt, R: 24x/mnt. S: 36,60C BJJ: 13-12-12 HIS: 2’-3’ // 45”-50”
Jam 2310 : Ibu ingin mengejan
PD: Pembukaan lengkap, ketuban (-) sisa putih keruh, PP kepala HIII-IV Diagnosis
G4P3A0, 37 tahun, hamil 39-40 minggu inpartu kala II + Superimposed PE Janin intra uterin, tunggal, hidup, letak kepala HIII-IV
Sikap
- Ekstraksi forceps
Jam 2315 : Lahir bayi ♂, BBL = 3000 g, PBL = 49 cm, AS = 7-9
Jam 2320 :Lahir plasenta spontan kesan lengkap dengan selaputnya BPL: 500 gr
LAPORAN PERSALINAN
Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi, dilakukan tindakan disinfeksi dengan kapas Lysol pada daerah vulva dan sekitarnya. Kemudian dilakukan pemeriksaan dalam: pembukaan lengkap, ketuban (-) sisa putih keruh, PP kepala HIII-IVUUK depan. Forceps dipegang di depan vulva sebagaimana mestinya akan dipasang, forceps biparietal terhadap kepala dan miring terhadap panggul. Forceps yang akan dipasang
lebih dahulu adalah forceps kiri. Tangan kanan membuka labia mayora, empat jari penolong dimasukkan ke dalam antara kepala anak dan dengan dinding vagina. Gagang forceps dipegang seperti memegang pensil dan forceps dimasukkan di mana gagang forceps dibawa ke lipat paha ibu, sementara itu daun forceps dimasukkan ke dalam vagina antara kepala dan empat jari sebagai rel dan daun forceps didorong oleh ibu jari masuk ke dalam vagina. Gagang forceps dibawa ke tengah dan ke bawah. Setelah daun forceps kiri terpasang, gagang forceps dipegang oleh asisten, selanjutnya labia mayora dibuka dengan tangan kiri dan keempat jari tangan kiri dimasukkan ke dalam vagina, antara dinding vagina dan kepala bayi. Gagang forceps dipegang seperti memegang pensil. Daun forceps kanan dimasukkan ke dalam vagina dan empat jari tangan kiri penolong sebagai rel, sementara daun forceps didorong oleh ibu jari masuk ke dalam vagina. Gagang forceps di bawa ke tengah dan ke bawah, kemudian dilakukan penguncian.
Setelah daun forceps terkunci dilakukan pemeriksaan dalam apakah ada jaringan vagina yang terjepit, ternyata tidak ada. Dilakukan traksi percobaan ternyata kedua daun forceps telah mencekap kepala bayi dengan baik.
Dilakukan episiotomy mediolateral dan dilakukan traksi definitif dengan arah tarikan ke atas, setelah batas rambut kepala berada dibawah simpisis, penolong berpindah tempat ke samping kanan penderita kemudian gagang forceps dipegang dengan tangan kiri sementara itu asisten menyokong perineum agar tidak robek.
Gagang forceps digerakkan kearah perut ibu sehingga dengan demikian lahirlah berturut-turut dahi, mata, hidung, mulut, dan dagu. Setelah kepala lahir, forceps dibuka dengan memasukkan jari IV dan V kiri di antara kedua gagang sehingga forceps terbuka. Setelah itu dilakukan putaran paksi luar sesuai punggung janin, kemudain dilakukan traksi ke bawah untuk melahirkan bahu depan dan traksi ke atas untuk melahirkan bahu belakang. Jadi telunjuk dikaitkan pada ketiak bayi secara hati-hati untuk melahirkan seluruh badan.
Jam 23.15 lahir bayi ♂, BBL = 3000 g, PBL = 49 cm, AS = 7-9
Setelah bayi lahir, tali pusat dijepit dengan cunam kocher I 3 cm dari insersionya kemudian diurut ke arah ibu 7 cm, dijepit dengan cuna kocher II lalu dipotong diantaranya.
Bokong ibu dialas dengan stickpan, kemudian dilakukan pengosongan kandung kencing dengan kateter.
Jam 23.20 lahir plasenta lengkap dengan selaputnya. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan jalan lahir, tampak ruptur perineum grade II dilakukan hecting dalam jelujur dan simpul IV. dalam 2 jam keadaan post partum:
KU post partum : T: 150/100 mmHg, N: 88x/mnt, R: 20x/mnt, S: 36,60C
Perdarahan kala III: 150cc Perdarahan kala IV: 100cc
Total : 250cc
Diagnosa Post Partum
P4A0, 37 tahun, post ekstraksi forceps atas indikasi supperimposed preeklampsia
Lahir bayi ♂, BBL = 3000 g, PBL = 49 cm, AS = 7-9
Instruksi Post Partum
Kontrol tanda vital dan perdarahan
Infus RL : D5% = 2 : 2 20 gtt/menit
Cefadroxil 3x500mg
Tab SF 1x1
Dopamed 3x250mg
Mg2SO4sesuai protokol
Konseling sterilisasi postpartum
Follow Up
26 September 2011
S :
-O : KU = cukup kes = CM
TD = 160/100 N= 88x/m R=20x/m S=36,60C
St. purpuralis = mamae : laktasi
-/-Abdomen : TFU : 2 jari di bawah pusat Kontraksi : baik
Vulva : oedem – Perineum: terawat
A : P4A0 37 tahun, post ekstraksi forceps H1 atas indikasi
supperimposed preeklampsiaa
Lahir bayi ♂, BBl 3000 gr, PBL 49 cm, AS 7-9
P : - Asi on demand
- Konseling Sterilisasi postpartum - Rawat perineum - Cefadroxil 3x500mg - SF 1x1 - Dopamed 3x250mg - Mg2SO4sesuai protokol 27 September 2011 S : -O : KU = cukup kes = CM TD = 150/100 N= 80x/m R=20x/m S=36,20C
St. purpuralis = mamae : laktasi
-/-Abdomen : TFU : 2 jari di bawah pusat Kontraksi : baik
Vulva : oedem – Perineum: terawat
Lochia: rubra
A : P4A0 37 tahun, post ekstraksi forceps H2 atas indikasi
superimposed preeklampsia Lahir bayi ♂, BBl 3000 gr, PBL 49 cm, AS 7-9 P : - Asi on demand - Rawat perineum - Cefadroxil 3x500mg - SF 1x1 - Dopamet 3x250mg - Penderita pulang paksa.
BAB III DISKUSI
Dalam diskusi ini akan dibahas mengenai: 1. Diagnosis
2. Penanganan 3. Komplikasi 4. Prognosis
Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan kebidanan, pemeriksaan laboratorium, serta observasi persalinan, maka penderita didiagnosis
dengan:
G4P3A0, 37 tahun, hamil 39-40 minggu inpartu kala I + Superimposed PE, Janin intra
uterin, tunggal, hidup, letak kepala HII-III
Dari anamnesis didapatkan bahwa ini adalah kehamilan keempat dari penderita. Hari pertama haid terakhir tanggal 22 Desember 2010. Saat datang, sudah mulai terlihat adanya tanda-tanda inpartu seperti his dirasakan mulai teratur, adanya pelepasan lendir campur darah serta adanya pelepasan air dari jalan lahir. Ada riwayat pusing-pusing, sakit kepala, dan perdarahan. Ada riwayat hipertensi kronik. Setelah dilakukan pemeriksaan dalam didapatkan efficement 75 %, pembukaan 6-7 cm, sudah ada pelepasan air ketuban berwarna putih keruh dengan presenting part kepala HII-III
Pada pemeriksaan fisik, tekanan darah penderita 170/110 mmHg dan pada pemeriksaan laboratorium urin kualitatif didapatkan proteinuria ++++. Oleh karena itu,
ditegakkan diagnosis supperimposed preeklampsia dimana hal ini sesuai dengan
kepustakaan yang menyatakan bahwa diagnosis supperimposed preeklampsia
ditegakkan jika didapatkan gejala dan tanda preeklampsi yaitu tekanan darah ≥160/110
mmHg diukur dalam keadaan rileks, proteinuria4 gr atau lebih dalam 24 jam atau +2 atau lebih pada pemeriksaan kualitatif, oliguria yaitu urine < 500 ml/ 24 jam disertai keluhan subjektif seperti sakit kepala.4,7
Pada kasus ini faktor predisposisi dari supperimposed preeklampsia yaitu
multigravida dengan usia > 35 tahun disertai hipertensi kronik. Hal ini sesuai dengan
preeklampsiaa antara lain adalah multigravida, molahidatidosa, kehamilan ganda, diabetes melitus, hidrops foetalis, bayi besar, umur lebih dari 35 tahun, penyakit ginjal dan hipertensi sebelum kehamilan serta obesitas.6 12
Pada penderita diambil sikap dari awal yaitu partus pervaginam dengan percepat kala II dengan cara ekstraksi forcepss. Langkah ini diambil berdasarkan indikasi dari
ibu dan waktu. Indikasi dari ibu yaitu supperimposed preeklampsiadan indikasi waktu
yaitu percepat kala II. Pada ibu dengan supperimposed preeklampsia dipilih ekstraksi
forcepss dengan memperhitungakan keuntungannya yaitu ibu tidak perlu mengejan.
Yang dikhawatirkan pada ibu dengan supperimposed preeklampsia yaitu akan masuk
ke stadium eklamsia dimana ibu akan mengalami kejang.3,5,12
Teknik pemasangan cunam dan ekstraksinya yaitu ibu dalam posisi litotomi, dilakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan telah lengkap. Kandung kencing dikosongkan Setelah itu prekonstruksi di depan vulva sesuai kepala janin. Pada posisi ubun-ubun kecil (UUK) di depan, kanan lintang, kanan depan, dan kiri belakang, dipasang cunam kiri terlebih dahulu. Sedangkan pada posisi UUK di kiri
lintang, kiri depan, dan kanan belakang, dipasang cunam kanan terlebih dahulu. Pada kasus ini presentasi belakang kepala dengan UUK di depan. Empat jari tangan kanan penolong dimasukkan ke dalam vagina sebelah kiri. Sendok kiri dengan tangkainya di kanan atas yang dipegag oleh ibu jari, jari telunjuk, serta jari tengah tangan kiri seperti memegang pensil, dimasukkan dengan daunnya ke sebelah kiri vagina. Sambil menurunkan tangkai, daun terus dimasukkan ke dalam antara kepala janin dan empat jari tangan penolong dengan bantuan ibu jari. Tangkai cunam kiri dipegang oleh asisten dan kemudia daun cunam kanan dimasukkan dari kiri atas dengan cara yang sama ke dalam vagina sebelah kanan dengan melewati depan sendok kiri. Sesudah itu cunam dikunci lalu dilakukan pemeriksaan untuk menentukan bahwa tidak ada jaringan lunak ibu terjepit antara cunam dan kepala janin. Kini cunam dalam posisi bilateral terhadap kepala janin dan melintang terhadap panggul ibu. Selanjutnya dilakukan tarikan percobaan untuk mengetahui apakah kepala janin terpegang baik oleh cunam. Jika
tarikan percobaan gagal, cunam dibuka kemudian dipasang kembali. 1,3
Setelah tarikan percobaan berhasil, barulah dilakukan esktraksi. Penolong melakukan penarikan dengan kekuatan terkendali. Jurusan tarikan mengikui arah sumbu panggul. Apabila kepala janin sudah di dasar panggul, cunam ditarik mendatar sampai tampak batas rambut kepala janin di bawah simpisis; kemudian sambil dengan
satu tangan menahan perineum, cunam digerakkan ke atas untuk melahirkan ubun-ubun kecil, ubun-ubun besar, dahi, muka, dan dagu. 1,3
Sesudah kepala lahir, cunam dibuka, dan sendok dilepas satu persatu. Setelah muka dan hidung dibersihkan, bayi selanjutnya dilahirkan seperti biasa dan jalan lahir diperiksa untuk mengetahui ada atau tidak ada luka yang berarti. 1,3
Penanganan
Setelah diagnosis ditegakkan pada kasus ini maka penderita secepatnya ditangani dengan mengobservasi tanda vital disertai dengan pemberian MgSO4, hal ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya kejang (Eklampsi), disamping itu juga dapat menurunkan tekanan darah dan menambah diuresis.5,6,11
Cara pemberian:4
Dosis awal 4 gram MgSO4 20 % (20 cc) IV, kecepatan 1 gram permenit disusul 8 gram MgSO4 40 % (20 cc) IM diberikan pada bokong kiri dan kanan masing-masing 4 gram.
Dosis pemeliharaan diberikan 4 gram IM setelah 6 jam pemberian dosis awal, selanjutnya diberikan 4 gram IM tiap 6 jam.
Syarat-syarat pemberian:6
1. Harus tersedia antidotum, yaitu calsium glukonas 10 % (1 gram dalam 10 cc)
diberikan IV pelan-pelan 2. Refleks patella (+) kuat
3. Frekuensi pernapasan > 16 kali permenit
4. Produksi urin > 30 cc dalam 1 jam sebelumnya.
Konsul penyakit dalam berhubungan dengan penyakit dasar ibu dengan hipertensi kronik yang memiliki komplikasi yang sangat berhubungan dengan bidang ilmu penyakit dalam. Konsul mata untuk melihat ada tidaknya kelainan pada mata berhubungan dengan retinopati hipertensi. Dan konsul EKG dimaksudkan untuk
mengetahui adanya kelainan pada jantung berhubungan dengan riwayat hipertensi. 12
Penanganan aktif berupa ekstraksi forceps dilakukan berdasarkan indikasi ibu dan indikasi waktu. Dalam kasus ini indikasi ibu yaitu dengan supperimposed preeklampsia dan usia ibu > 35 tahun, dan berdasarkan indikasi waktu yaitu percepat kala II.. Berdasarkan kepustakaan, ekstraksi dengan forceps untuk
penyelesaian waktu singkat. Penyakit jantung, preeklampsi/eklampsi, seksio sesarea pada persalinan sebelumnya, merupakan antara lain indikasi dari ibu.4
Penanganan aktif berupa terminasi kehamilan. Cara terminasi kehamilan:4
Belum inpartu Induksi persalinan
Amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor bishop ≥ 6
2. Seksio sesarea bila syarat tetes oksitosin tidak dipenuhi atau adanya kontra
indikasi tetes oksitosin, atau bila 8 jam sejak dimulainya tetes oksitosin belum masuk kedalam fase aktif.
Sudah inpartu Kala I
Fase laten: Amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor bishop ≥ 6
Fase aktif : Dilakukan amniotomi, bila his tidak adekuat diberikan tetes oksitosin dan bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap, dilakukan seksio sesarea.
Kala II
Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan dengan partus buatan.
Pada pasien ini telah dilakukan rencana partus pervaginam dengan percepat kala II menggunakan partus buatan yaitu ekstraksi forcepss.
Konseling sterilisasi postpartum pada pasien ini melihat usia pasien yang sudah 37 tahun disertai jumlah anak yang sudah lebih dari cukup dan kemungkinan kehamilan berikutnya dapat membahayakan jiwa ibu. Sterilisasi postpartum dilakukan dengan cara laparatomi mini yaitu laparatomi khusus untuk tubektomi pada 1-2 hari postpartum. Pada pasien ini menolak untuk dilakukan sterilisasi
dengan alasan tidak mau dilakukan tindakan pembedahan.
Komplikasi
Komplikasi yang biasa terjadi pada pre-eklampsia adalah perdarahan otak, solutio plasenta, hipofibrinogenemia, hemolisis, kelainan mata, edema paru, nekrosis hati, sindroma HELLP, dan kelainan ginjal.11
Komplikasi yang biasa ditemukan pada ibu akibat ekstraksi forceps yaitu perlukaan jalan lahir, perdarahan, dan infeksi. Sedangkan pada bayi yaitu tejadinya
fraktur pada tengkorak, perlukaan pada kepala janin, dan paresis nervus fasialis.3 Pada kasus ini tidak ada komplikasi pada ibu maupun anak.
Prognosis
Prognosis ibu sebelum persalinan adalah dubia karena keadaan ibu dengan
superimposed preeclampsiadengan sikap partus buatan yaitu ekstraksi forceps.
Pada kasus ini keadaan ibu dan anak setelah persalinan baik, dimana tekanan darah post partum menurun dan apgar score pada anak adalah 7-9, serta selama perawatan di ruangan ibu dan bayi dalam keadaan sehat. Pada bayi juga tidak
ditemukaan keadaan yang ditakutkan terjadi akibat ekstraksi forceps seperti fraktur pada tengkorak, luka pada kepala janin, dan paresis nervus fasialis. Maka prognosisnya
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan
- Pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis ekstraksi forcepsss atas indikasi supperimposed preeklampsia berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium serta observasi persalinan.
- Dasar diagnosis supperimposed preeklampsiauntuk kasus ini adalah adanya riwayat hipertensi kronik disertai gejala dan tanda preeklampsi yaitu tensi 170/110 mmHg, proteinuria kualitatif +4, serta adanya gejala penyerta seperti pusing dan sakit kepala.
- Pada kasus ini penanganan dengan pemberian MgSO4 sesuai protokol dan partus pervaginam percepat kala II dengan ekstraksi forcepss.
- Penanganan dengan ekstraksi forcepss atas indikasi ibu yaitu adanya hipertensi kronik ( supperimposed preeclampsia) dan indikasi waktu yaitu percepat kala II.
- Konseling sterilisasi pada kasus ini adalah sterilisasi postpartum dengan cara laparatomi mini pada 1-2 hari postpartum. Namun karena pasien menolak maka di konseling KB.
Saran
- Pada penderita pre-eklampsia baik ringan maupun berat sebaiknya disarankan melakukan PAN yang teratur dan teliti untuk mencegah terjadinya eklampsi waktu persalinan.
- Pada penderita ini perlu untuk pengawasan yang ketat sebelum dan sesudah persalinan.
- Pada penderita ini menolak dilakukan sterilisasi postpartum sehingga sebaiknya dikonseling penggunaan KB.
DAFTAR PUSTAKA
1. Roshni P, Deirdre M. Forceps Delivery in Modern Obstetric Pratice. In: British Medical Journal. 1302-5 : 2004.
2. Tim Pengajar Obstetri dan Ginekologi FK UNSRAT. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi. Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNSRAT. Manado: 36-38.1996.
3. Wiknjosastro, Hanifa. Usaha Melahirkan Janin Hidup per Vaginam. Dalam: Buku Ilmu Kebidanan, edisi ketiga cetakan kesembilan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 808-853: 2007.
4. Tim Pengajar Obstetri dan Ginekologi FK UNSRAT. Pedoman diagnosis dan terapi Obstetri dan Ginekologi. Manado: Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNSRAT. Manado; 67-78 1996.
5. Wiknjosastro H. Pre-eklampsia dan Eklampsia. Dalam: Buku Ilmu kebidanan. Edisi ketiga cetakan kesembilan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 281-300: 2007.
6. Pengurus Besar POGI. Gestosis. Dalam: Standar pelayanan medik obstetri dan ginekologi, bagian I. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 1-8: 2000.
7. Roeshadi R. Hipertensi dalam kehamilan. Dalam: Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Edisi perdana. Surabaya: Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 494-499: 2004.
8. Bagian Obstetri dan Ginekologi UNPAD. Gestose. Dalam: Obstetri patologi.
Bandung: 84-108;1984.
9. Hasan H. Hipertensi dalam Kehamilan/Preeklamsi dan Eklamsi (Gestosis). Dalam: Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran USU. 2005.
10. Mochtar R. Persalinan Lama. Dalam: Lutan G, editor. Sinopsis Obstetri jilid I. Jakarta: EGC. 207: 1998.
11. Rachimhadi T. Pre-eklampsia dan Eklampsia. Dalam: Ilmu kebidanan, edisi ke-3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 281-300:1997.
12. Hipertensi selama kehamilan. Dalam: Kapita selekta kedaruratan obstetri dan ginekologi. Jakarta: EGC. 235-45: 1994.