• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1. Pemahaman Terhadap Kerangka Acuan Kerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2.1. Pemahaman Terhadap Kerangka Acuan Kerja"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PUSTAKA

BAB II

2.1.

Pemahaman Terhadap Kerangka Acuan Kerja

Berdasarkan Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang telah diberikan sebagai pedoman awal dalam perencanaan dan perancangan Rumah Sakit Pendidikan ini, diketahui Rumah Sakit Pendidikan yang akan dirancang adalah milik swasta dengan klasifikasi kelas satelit. Desain bangunan Rumah Sakit Pendidikan harus memenuhi konsep bangunan gedung hijau/green building sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 02 Tahun 2015 tentang Bangunan Gedung Hijau serta penilaian dari GBCI (Green Building Council Indonesia) dengan peringkat minimum Gold dan harus dapat mengakomodir seluruh kegiatan yang dibutuhkan serta menyesuaikan dengan tipologi bangunan rumah sakit.

Arsitektur bangunan Rumah Sakit Pendidikan yang akan dirancang diharapkan adaptif terhadap perkembangan arsitektur kedepan dengan harus mempertimbangkan masterplan kawasan agar selaras dengan pengembangan kawasan. Desain Ruang Luar pada level lantai dasar bangunan berupa penyediaan Plaza pada bangunan dan lansekap yang selaras dan berkesinambungan dengan kawasan. Sedangkan Pada desain tata ruang dalam mencerminkan efisisensi penggunaan ruang, fleksibel dengan desain teknis bangunan, desain yang terintegrasi dalam struktur, mekanikal dan elektrikal serta perawatan bangunan yang tepat guna dan efisien bagi sebuah bangunan rumah sakit serta berorientasi pada kenyamanan pasien. Tidak lupa juga bangunan rumah sakit menyediakan akses bagi para difabel baik di area dalam dan luar bangunan.

Taksiran biaya pembangunannya masih dalam batas yang wajar dengan diupayakan menggunakan bahan-bahan yang mudah didapat dan diutamakan menggunakan kandungan lokal yang paling optimal dengan kualitas yang ekonomis dan wajar (reasonable). Bangunan yang dirancang harus sesuai dengan peraturan tata bangunan dan lingkungan yang sudah dikeluarkan oleh Pemprov DKI dan mempertimbangkan aspek iklim tropis serta mendukung upaya penggunaan energy yang efisien dan pemanfaatan maksimal tata cahaya dan udara secara cerdas dan maksimal.

Dalam merancang bangunan Rumah Sakit Pendidikan ini mengadopsi prinsip-prinsip arsitektur berkelanjutan (sustainable architecture), antara lain:

1. Konsumsi sumber daya alam, termasuk konsumsi air dan energi secara minimal dan mempertimbangkan penggunaan sumber energi terbarukan.

(2)

2. Memberikan dampak negatif yang minimal terhadap alam, lingkungan dan manusia, dengan menyediakan konsep sistem pengelolaan dan pengolahan limbah dari bangunan.

3. Kenyamanan termal dan visual di dalam bangunan harus terpenuhi sesuai peraturan atau standar nasional yang berlaku.

4. Rancangan bangunan tidak meningkatkan konsentrasi CO2 di dalam bangunan 5. Memperhatikan orientasi (hadapan) bangunan, penempatan dinding yang dapat

menyerap panas berlebih secara proporsional.

6. Mengoptimalkan bidang atap dan dinding vertikal bangunan untuk mengurangi efek pemanasan kawasan (heat island effect).

7. Mempertimbangkan penyediaan jalur pedestrian yang nyaman dan teduh terpisah dengan jalur kendaraan bermotor.

8. Meminimalkan perkerasan dalam site dan memberi peneduhan yang cukup pada permukaan tanah yang membutuhkan perkerasan.

2.2.

Rumah Sakit

2.2.1. Definisi Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah tempat merawat orang sakit, tempat yang menyediakan dan memberikan pelayanan kesehatan yang meliputi berbagai masalah dalam kesehatan. Ratnakanyaka (2011)

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.44 Tahun 2009 pasal 1 Tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Sedangkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.539/MenKes/SK/VI/1994, Rumah Sakit didefinisikan sebagai unit organisasi di lingkungan departemen kesehatan yang berada di bawah pertanggung jawaban langsung kepada Dirjen pelayanan medik, yang dipimpin oleh seorang kepala rumah sakit dan mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya, guna mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.

(3)

2.2.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Tugas dan fungsi rumah sakit menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI no.134/Menkes/SK/IV/78 mengenai susunan organisasi dan tata cara kerja Rumah Sakit Umum adalah:

1. Rumah Sakit Umum mempunyai tugas melaksanakan pelayanan kesehatan dan penyembuhan penderita serta pemulihan cacat badan dan jiwa sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Rumah Sakit mempunyai fungsi melaksanakan upaya pelayanan medis, melaksanakan upaya rehabilitas medis, melaksanakan pencegahan akibat penyakit dengan peningkatan pemulihan kesehatan, usaha perawatan, sistem rujukan, tempat pendidikan, dan tempat penelitian.

2.2.3. Klasifikasi Rumah Sakit

Menurut Ratnakanyaka (2011) Klasifikasi rumah sakit dikategorikan berdasarkan jenis pelayanannya, berdasarkan kepemilikannya, berdasarkan fasilitas pelayanan dan kapasitasnya rumah sakitnya.

1. Berdasarkan Jenis Pelayanan

Pembagian rumah sakit berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan menjadi Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Khusus dan Rumah Sakit Pendidikan:

 Rumah Sakit Umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.

 Rumah Sakit Khusus memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.

 Rumah Sakit Pendidikan adalah rumah sakit umum yang dipergunakan untuk tempat pendidikan tenaga medik tingkat S1, S2 dan S3.

2. Berdasarkan Kepemilikan

Klasifikasi Rumah Sakit berdasarkan kepemilikannya terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

(4)

Rumah sakit umum pemerintah adalah rumah sakit umum yang dikelola langsung oleh Departemen Kesehatan, Rumah Sakit Pemerintah Daerah, Rumah Sakit Militer, Rumah Sakit BUMN. Rumah sakit umum pemerintah dapat dibedakan berdasarkan unsur pelayanan, ketenagaan, fisik dan peralatan menjadi empat kelas yaitu rumah sakit umum Kelas A, B, C, dan D.  Rumah Sakit Umum Swasta

Rumah sakit umum swasta terbagi atas beberapa jenis, yaitu:

a. Rumah Sakit Umum Swasta Pratama, yaitu rumah sakit umum swasta yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas D.

b. Rumah Sakit Umum Swasta Madya, yaitu rumah sakit umum swasta yang memberikan pelayanan medik bersifat umum dan spesialistik dalam 4 cabang, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas C.

c. Rumah Sakit Umum Swasta Utama, yaitu rumah sakit umum swasta yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, spesialistik dan subspesialistik, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas B.

3. Berdasarkan Fasilitas Pelayanan dan Kapasitas

Klasifikasi rumah sakit berdasarkan pelayanan dan kapasitas adalah sebagai berikut:

 Rumah Sakit Kelas A, yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dan subspesialistik luas, dengan kapasitas lebih dari 1000 tempat tidur.

 Rumah Sakit Kelas B, terbagi sebagai berikut:

a. Rumah sakit B1 yaitu RS yang melaksanakan pelayanan medik minimal 11 (sebelas) spesialistik dan belum memiliki sub spesialistik luas dengan kapasitas 300-500 Tempat tidur.

b. Rumah sakit B2 yaitu yaitu RS yang melaksanakan pelayanan medik spesialistik dan sub spesialistik terbatas dengan kapasitas 500-1000 tempat tidur.

 Rumah Sakit Kelas C, yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar, yaitu penyakit dalam, bedah,

(5)

kebidanan atau kandungan, dan kesehatan, dengan kapasitas 100-500 tempat tidur.

 Rumah Sakit Kelas D, yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar, dengan kapasitas tempat tidur kurang dari 100.

2.3.

Rumah Sakit Pendidikan

2.3.1. Definisi Rumah Sakit Pendidikan

Menurut Kemenkes Republik Indonesia nomor 1069 tahun 2008 Tentang Klasifikasi dan Standar Rumah Sakit Pendidikan dalam siregar (2008), dari berbagai definisi yang ada pada prinsipnya pengertian RS Pendidikan (Teaching Hospital) adalah Rumah Sakit yang juga digunakan untuk pendidikan kedokteran, yang berhubungan erat dengan pendidikan kedokteran dan berfungsi sebagai pendidikan praktikum untuk mahasiswa kedokteran, “internsip” dan residen atau peserta pedidikan spesialis.

Selain istilah RS Pendidikan, dikenal juga istilah RS Universitas (University Hospital). Medline,1997 mendefinisikan RS Universitas sebagai Rumah Sakit yang dikelola oleh suatu universitas untuk pendidikan mahasiswa kedokteran, program pendidikan pasca sarjana dan penelitian klinis. Memperhatikan uraian tersebut dan berdasarkan fungsi Rumah Sakit dalam proses pendidikan profesi kedokteran, dapat dirumuskan RS Pendidikan di Indonesia adalah Rumah Sakit yang merupakan jejaring Institusi Pendidikan Kedokteran dan digunakan sebagai wahana pembelajaran klinik untuk memenuhi modul pendidikan dalam rangka mencapai kompetensi berdasarkan Standar Pendidikan Profesi Kedokteran.

RS Pendidikan diharapkan memiliki kemampuan pelayanan yang lebih dari Rumah Sakit non Pendidikan terutama meliputi:

 Penjaminan mutu pelayanan dan keselamatan pasien serta kedokteran berbasis bukti.

 Penerapan Metode Penatalaksanaan Terapi terbaru.

 Teknologi Kedokteran yang bertepat guna.Hari rawat yang lebih pendek untuk penyakit yang sama.

 Hasil pengobatan dan survival rate yang lebih baik.

(6)

Setiap Rumah sakit harus memenuhi persyaratan dan standar untuk ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan. Persyaratannya adalah telah beroperasi paling sedikit dua tahun, memiliki izin operasional yang masih berlaku, terakreditasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, memiliki sumber daya manusia yang memenuhi kualifikasi sebagai dosen, memiliki teknologi kedokteran dan kesehatan yang sesuai dengan standar nasional pendidikan tenaga kesehatan, memiliki program penelitian secara rutin, membuat pernyataan kesediaan menjadi Rumah Sakit Pendidikan dari pemilik rumah sakit dan memiliki dokumen perjanjian kerja sama dengan Institusi Pendidikan. Sedangkan standar untuk ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan adalah visi, misi, dan komitmen rumah sakit, manajemen dan administrasi pendidikan, sumber daya manusia, sarana penunjang pendidikan dan perancangan dan pelaksanaan program pendidikan klinik yang berkualitas. 2.3.2. Tujuan Penetapan Standar Rumah Sakit Pendidikan

Tujuan Penetapan Standar Rumah Sakit Pendidikan adalah sebagai berikut:  Meningkatkan mutu pelayanan di RS Pendidikan

 Meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan standar pendidikan profesi kedokteran

 Meningkatkan penelitian dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Profesi Kedokteran di RS Pendidikan

2.3.3. Fungsi Rumah Sakit Pendidikan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 1988 dalam Siregar (2008) Fungsi rumah sakit pendidikan adalah menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan medic, pelayanan penunjng medic, pelayanan perawatan, pencegahan dan peningkatan kesehatan sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi bidang kesehatan.

2.3.4. Klasifiksi Rumah Sakit Pendidikan

Klasifikasi pada Rumah Sakit Pendidikan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:  Standar RS Pendidikan Utama.

RS Pendidikan Utama adalah Rumah Sakit Jejaring Institusi Pendidikan Kedokteran yang digunakan sebagai wahana pembelajaran klinik peserta didik untuk memenuhi seluruh atau sebagaian besar modul pendidikan dalam rangka mencapai kompetensi berdasarkan Standar Pendidikan Profesi Kedokteran.

(7)

 Standar RS Pendidikan Afiliasi (Eksilensi)

RS Pendidikan Afiliasi (Eksilensi) adalah Rumah Sakit Khusus atau Rumah Sakit Umum dengan unggulan tertentu yang menjadi pusat rujukan pelayanan medik tertentu yang merupakan jejaring Institusi Pendidikan Kedokteran dan digunakan sebagai wahana pembelajaran klinik untuk memenuhi modul pendidikan tertentu secara utuh dalam rangka mencapai kompetensi berdasarkan Standar Pendidikan Profesi Kedokteran.

 Standar RS Pendidikan Satelit

RS Pendidikan Satelit adalah RS jejaring Intitusi Pendidikan Kedokteran dan jejaring RS Pendidikan Utama yang digunakan sebagai wahana pembelajaran klinik peserta didik untuk memenuhi sebagian modul pendidikan dalam rangka mencapai kompetensi berdasarkan Standar Pendidikan Profesi Kedokteran. 2.3.5. Fasilitas Rumaah Sakit Pendidikan Kelas Satelit

Dalam Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Bangunan Rumah Sakit Kelas B tahun 2012 area fasilitas rumah sakit dibagi menjadi 3, yaitu:

Gambar 2. 1 Pengelompokan Area Fasilitas Rumah Sakit Kelas B (Sumber: Pedoman Teknis Rumah Sakit Kelas B, 2012)

(8)

Berdasarkan fasilitas baik sarana dan prasarana Rumah Sakit Pendidikan kelas Satelit setara dengan Rumah Sakit Umum Kelas B, berikut uraiannya:

1. Ruang Rawat Jalan

Fungsi Ruang Rawat Jalan adalah sebagai tempat konsultasi, penyelidikan, pemeriksaan dan pengobatan pasien oleh dokter ahli di bidang masing-masing yang disediakan untuk pasien yang membutuhkan waktu singkat untuk penyembuhannya atau tidak memerlukan pelayanan perawatan.

2. Ruang Gawat Darurat

Pelayanan gawat darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat 24 jam dan 7 hari seminggu dengan kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar. Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kelas B setara dengan unit pelayanan gawat darurat Bintang III. Yaitu memiliki dokter spesialis empat besar (dokter spesialis bedah, dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis anak, dokter spesialis kebidanan) yang siaga di tempat (on-site) dalam 24 jam, dokter umum siaga ditempat (on-site).

Persyaratan Khusus

 Area IGD harus terletak pada area depan atau muka dari tapak RS.

 Area IGD harus mudah dilihat serta mudah dicapai dari luar tapak rumah sakit (jalan raya) dengan tanda-tanda yang sangat jelas dan mudah dimengerti masyarakat umum.

 Area IGD harus memiliki pintu masuk kendaraan yang berbeda dengan pintu masuk kendaraan ke area Instalasi Rawat Jalan/Poliklinik, Instalasi rawat Inap serta Area Zona Servis dari rumah sakit.

 Untuk bangunan RS yang berbentuk bangunan bertingkat banyak yang memiliki ataupun tidak memiliki lantai bawah tanah (Basement Floor) maka perletakan IGD harus berada pada lantai dasar (Ground Floor) atau area yang memiliki akses langsung.

 Disarankan pada area untuk menurunkan atau menaikan pasien (Ambulance Drop-In Area) memiliki sistem sirkulasi yang memungkinkan ambulan bergerak 1 arah (One Way Drive/Pass Thru Patient System).

 Letak bangunan IGD harus berdekatan dengan Ruang Operasi RS, Ruang Perawatan Intensif, Ruang Radiologi, Ruang Kebidanan, Ruang Laboratorium, dan Bank Darah RS.

(9)

3. Ruang Rawat Inap

Lingkup kegiatan di Ruang Rawat Inap rumah sakit meliputi kegiatan asuhan dan pelayanan keperawatan, pelayanan medis, gizi, administrasi pasien, rekam medis, pelayanan kebutuhan keluarga pasien (berdoa, menunggu pasien, mandi, dapur kecil/pantry, konsultasi medis). Pelayanan kesehatan di Instalasi Rawat Inap mencakup antara lain:

 Pelayanan keperawatan dan Pelayanan medik (Pra dan Pasca Tindakan Medik)  Pelayanan penunjang medik: Konsultasi Radiologi, Pengambilan Sample

Laboratorium, Konsultasi Anestesi, Gizi (Diet dan Konsultasi), Farmasi (Depo dan Klinik), Rehab Medik (Pelayanan Fisioterapi dan Konsultasi).

Persyaratan Khusus

 Kecepatan bergerak merupakan salah satu kunci keberhasilan perancangan, sehingga blok unit sebaiknya sirkulasinya dibuat secara linier/lurus (memanjang).  Konsep Rawat Inap yang disarankan “Rawat Inap Terpadu (Integrated

Care)” untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan ruang.

 Apabila Ruang Rawat Inap tidak berada pada lantai dasar, maka harus ada tangga landai (Ramp) atau Lift Khusus untuk mencapai ruangan tersebut.

 Bangunan Ruang Rawat Inap harus terletak pada tempat yang tenang (tidak bising), aman dan nyaman tetapi tetap memiliki kemudahan aksesibilitas dari sarana penunjang rawat inap.

 Sinar matahari pagi sedapat mungkin masuk ruangan  Alur petugas dan pengunjung dipisah.

Gambar 2. 2 Contoh Ruang Rawat Inap (Sumber; Pedoman Teknis Instalasi Rawat Inap, 2012)

(10)

4. Ruang Perawatan Intensif

Merupakan ruang untuk perawatan pasien yang dalam keadaan belum stabil sehingga memerlukan pemantauan ketat secara intensif dan tindakan segera. Ruang perawatan intensif merupakan unit pelayanan khusus di rumah sakit yang menyediakan pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan selama 24 jam.

Persyaratan Khusus

 Gedung harus terletak pada daerah yang tenang  Harus tersedia pengatur kelembaban udara.

 Sirkulasi udara yang dikondisikan seluruhnya udara segar

 Ruang pos perawat (Nurse station) disarankan menggunakan pembatas fisik transparan/tembus pandang (antara lain kaca tahan pecah, flexi glass) untuk mengurangi kontaminasi terhadap perawat.

 Tersedia aliran Gas Medis (O2, udara bertekanan dan suction).

 Pintu kedap asap & tidak mudah terbakar, terdapat penyedot asap bila terjadi kebakaran.

5. Ruang Operasi (COT/Central Operation Theatre)

Ruang operasi adalah suatu unit di rumah sakit yang berfungsi sebagai tempat untuk melakukan tindakan pembedahan secara elektif maupun akut, yang membutuhkan kondisi steril dan kondisi khusus lainnya. Luas ruangan harus cukup untuk memungkinkan petugas bergerak sekeliling peralatan bedah. Pelayanan pembedahan pada rumah sakit kelas B meliputi :

Gambar 2. 3 Contoh Detail Ruang Rawat Inap (Sumber: Pedoman Teknis Instalasi Rawat Inap, 2012)

(11)

 Bedah minor (antara lain: bedah insisi abses, ekstirpasi, tumor kecil jinak pada kulit, ekstraksi kuku/benda asing, sirkumsisi).

 Bedah umum/ mayor dan bedah digestif.

 Bedah spesialistik (antara lain: kebidanan, onkologi/tumor, urologi, orthopedik, bedah plastik dan reanimasi, bedah anak, kardiotorasik dan vaskuler).

 Bedah sub spesialistik (antara lain: transplantasi ginjal, mata, sumsum tulang belakang, kateterisasi Jantung (Cathlab)

Persyaratan Khusus

 Pembagian Zona

Ruangan-ruangan pada bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit dapat dibagi kedalam beberapa zona, yaitu:

Keterangan :

5 : Area Nuklei Steril (Meja Operasi)

4 : Zona Resiko Sangat Tinggi (Steril dengan prefilter, medium filter dan hepa filter,Tekanan Positif)

3 : Zona Resiko Tinggi (Semi Steril dengan Medium Filter) 2 : Zona Tingkat Resiko Sedang (Normal dengan Pre Filter) 1 : Zona Tingkat Resiko Rendah (Normal)

5 4 3

zona diatas meja operasi

2

Kamar bedah

1

Kompleks kamar bedah Area penerimaan pasien

Area diluar instalasi bedah

Gambar 2. 4 Pembagian Zona Ruang Operasi

(12)

 Sistem zonasi pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit bertujuan untuk meminimalisir risiko penyebaran infeksi oleh micro-organisme dari rumah sakit (area kotor) sampai pada kompleks ruang operasi.

 Sistem zonasi tersebut menyebabkan penggunaan sistem air conditioning pada setiap zona berbeda-beda. Ini berarti bahwa petugas dan pengunjung datang dari koridor kotor mengikuti ketentuan berpakaian dan ketentuan tingkah laku yang diterapkan pada zona.

 Aspek esensial dari system zonasi ini dan layout/denah bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit adalah mengatur arah dari tim bedah, tim anestesi, pasien dan setiap pengunjung serta aliran bahan steril dan kotor.

Gambar 2. 5 Contoh Suasana Ruang Operasi Umum/general (Sumber: Pedoman Teknis Ruang Operasi, 2012)

Gambar 2. 6 Contoh Denah/Layout Ruang Operasi Umum (Sumber: Pedoman Teknis Ruang Operasi, 2012)

(13)

6. Ruang Kebidanan

Pelayanan di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Kelas B meliputi  Pelayanan Persalinan

 Pelayanan Nifas

 Pelayanan KB (Keluarga Berencana)  Pelayanan tindakan/operasi kebidanan

 Pelayanan sub spesilistik lainnya di bidang kebidanan dan penyakit kandungan.

7. Ruang Rehabilitsi Medik

Pelayanan Rehabilitasi Medik bertujuan memberikan tingkat pengembalian fungsi tubuh semaksimal mungkin kepada penderita sesudah kehilangan/ berkurangnya fungsi dan kemampuan yang meliputi, upaya pencegahan/ penanggulangan, pengembalian fungsi dan mental pasien. Lingkup pelayanan Instalasi Rehabilitasi Medik mencakup:

 Fisioterapi

 Terapi Okupasi (OT-Occupation Therapy)

 Terapi Wicara (TW) / Terapi Vokasional (Speech Therapy)  Orthotik dan Prostetik/ OP

 Pelayanan Sosio Medik/ Pekerja Sosial Masyarakat/PSM  Pelayanan Psikologi

 Rehabilitasi Medik Spesialistik Terpadu, berada pada unit pelayanan terpadu rumah sakit (UPT-RS), meliputi: Muskuloskeletal, Neuromuskuler, Kardiovaskuler, Respirasi, Pediatri, Geriatri

 Pelayanan cidera olahraga

8. Ruang Hemodialisasi

Pelayanan bagi pasien yang membutuhkan fasilitas cuci darah akibat terjadinya gangguan pada ginjal.

9. Ruang Radioterapi

Pelayanan radioterapi meliputi :

 Pelayanan radioterapi eksternal, yaitu pelayanan radioterapi dengan menggunakan sumber radiasi yang berada di luar tubuh atau ada jarak antara pasien dengan alat penyinaran.

(14)

 Pelayanan brakiterapi, yaitu pelayanan radioterapi dengan menggunakan sumber yang didekatkan pada tumor.

 Pelayanan radioterapi interstisial adalah pelayanan radioterapi dengan menggunakan sumber yang dimasukkan dalam tumor.

10. Ruang Kedokteran Nuklir

Pelayanan Kedokteran Nuklir adalah pelayanan penunjang dan/atau terapi yang memanfaatkan sumber radiasi terbuka dari disinegrasi inti radionuklida yang meliputi pelayanan diagnostik in-vivo dan in-vitro melalui pemantauan proses fisiologi, metabolisme dan terapi radiasi internal.

11. Ruang Farmasi

Ruang Farmasi direncanakan mampu untuk melakukan pelayanan :

 Melakukan perencanaan, pengadaan dan penyimpanan obat, alat kesehatan reagensia, radio farmasi, gas medik sesuai formularium RS.

 Melakukan kegiatan peracikan obat sesuai permintaan dokter baik untuk pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan

 Pendistribusian obat, alat kesehatan, regensia radio farmasi & gas medis.  Memberikan pelayanan informasi obat dan melayani konsultasi obat.

 Mampu mendukung kegiatan pelayanan unit kesehatan lainnya selama 24 jam.

12. Ruang Radiodiagnostik

Radiologi adalah Ilmu kedokteran yang menggunakan teknologi pencitraan/ imejing (imaging technologies) untuk mendiagnosa dan pengobatan penyakit. Merupakan cabang ilmu kedokteran yang berkaitan dengan penggunaan sinar-X (X-Ray) yang dipancarkan oleh pesawat sinar-X atau peralatan-peralatan radiasi lainnya dalam rangka memperoleh informasi visual sebagai bagian dari pencitraan/imejing kedokteran (medical imaging). Pelayanan Radiodiagnostik pada Rumah Sakit Kelas B yaitu terdiri dari pemeriksaan general X-Ray, fluoroskopi, Tomografi, Angiografi, Ultrasonografi, CT-Scan, MRI.

13. Ruang Laboratorium

Laboratorium direncanakan mampu melayani tiga bidang keahlian yaitu patologi klinik, patologi anatomi dan forensik sampai batas tertentu dari pasien rawat inap, rawat jalan serta rujukan dari rumah sakit umum lain, Puskesmas atau Dokter Praktek Swasta. Pelayanan laboratorium tersebut dilengkapi pula oleh fasilitas berikut:

(15)

 Blood Sampling

 Administrasi penerimaan specimen  Gudang regensia & bahan kimia  Fasilitas pembuangan limbah

 Perpustakaan, atau setidaknya rak-rak buku

14. Bank Darah/Unit Tranfusi Darah

Unit Transfusi Darah Rumah Sakit (UTDRS) adalah unit yang berfungsi sebagai pengelola penyediaan darah transfusi yang aman, berkualitas dan efektif, mulai dari pengerahan pendonor sukarela resiko rendah sampai dengan ketersediaan darah aman serta pendistribusiannya kepada rumah sakit. Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) merupakan suatu unit pelayanan di rumah sakit yang bertanggung jawab atas tersedianya darah untuk transfusi yang aman, berkualitas dan dalam jumlah yang cukup untuk mendukung pelayanan kesehatan di rumah sakit.

15. Ruang Diagnostik Terpadu

Ruang diagnostik terpadu memiliki peranan penting dalam mendukung pelayanan internalisasi diagnostik pencitraan di rumah sakit. Umumnya, ruang diagnostic terpadu merupakan unit unggulan dalam pelayanan di rumah sakit. Pelayanan dalam IDT disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan rumah sakit, jenis pemeriksaan dengan peralatan pencitraan diantaranya adalah :

 Pemeriksaan dengan Ultra SonoGrafi (USG), USG 3 Dimensi, USG 4 Dimensi  Pemeriksaan dengan Elektro Kardiogram (EKG)

 Pemeriksaan dengan Endoscopy  Pemeriksaan dengan Electro EEG

 Pemeriksaan dengan Echo jantung sonografi  Treadmil, dll

16. Ruang Pemulasaraan Jenazah dan Forensik Fungsi Ruang Jenazah adalah:

 Tempat meletakkan/penyimpanan sementara jenazah sebelum diambil keluarganya

 Tempat memandikan/dekontaminasi jenazah  Tempat mengeringkan jenazah setelah dimandikan

(16)

 Otopsi jenazah

 Ruang duka dan pemulasaraan  Laboratorium patologi anatomi

17. Ruang Sterilisasi Pusat (CSSD/Central Supply Sterillization Department)

Ruang Sterilisasi Pusat (CSSD) mempunyai fungsi menerima, memproses, memproduksi, mensterilkan menyimpan serta mendistribusikan instrumen medis yang telah disterilkan ke berbagai ruangan di rumah sakit untuk kepentingan perawatan dan pengobatan pasien. Kegiatan utama dalam Ruang Sterilisasi Pusat (CSSD) adalah dekontaminasi instrumen dan linen baik yang bekas pakai maupun yang baru serta bahan perbekalan baru.

Persyaratan Khusus

 Lokasi CSSD memiliki akses pencapaian langsung ke ruang operasi.

 Sirkulasi udara/ventilasi pada bangunan CSSD dibuat sedemikian rupa agar tidak terjadi kontaminasi dari tempat penampungan bahan dan instrumen kotor ke tempat penyimpanan bahan dan instrumen bersih/steril.

 Persyaratan tata udara pada ruang-ruang di CSSD mengacu pada Pedoman Teknis Prasarana RS : Instalasi Tata Udara, oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Tahun 2011.

 Area barang kotor dan barang bersih dipisahkan (sebaiknya memiliki akses masuk dan keluar yang berlawanan)

 Lantai tidak licin, mudah dibersihkan dan tidak mudah menyerap kotoran atau debu.  Pada area pembilasan disarankan untuk menggunakan sink pada meja bilas

kedap air dengan ketinggian 0.80 – 1,00 m dari permukaan lantai, dan apabila terdapat stop kontak dan saklar, maka harus menggunakan jenis yang tahan percikan air dan dipasang pada ketinggian minimal 1.40 m dari permukaan lantai  Dinding menggunakan bahan yang tidak berpori.

18. Ruang Dapur Utama dan Gizi Klinik

Ruang Dapur Utama dan Gizi Klinik RS mempunyai fungsi untuk mengolah, mengatur makanan pasien setiap harinya, serta konsultasi gizi.

(17)

Londri RS adalah tempat pencucian linen yang dilengkapi dengan sarana penunjangnya berupa mesin cuci, alat dan desinfektan, mesin uap (steam boiler), pengering, meja, dan mesin setrika.

20. Ruang Sanitasi

Kegiatan pada Ruang sanitasi meliputi :

 Pengolahan air limbah rumah sakit dan pemeriksaan kualitas air limbah yang dilakukan 3-4 kali dalam setahun.

 Pemeriksaan sanitasi di ruang instalasi dapur utama yang dilakukan 3-4 kali dalam setahun.

 Pemeriksaan kualitas air bersih yang dilakukan 2-3 kali dalam setahun.

 Pemeriksaan kualitas/ kondisi udara di ruang-ruang khusus yang dilakukan 2 kali dalam setahun.

 Pemeriksaan emisi incenerator dan generator set yang dilakukan 2 kali dalam setahun.

 Pembuatan dokumen Implementasi Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RKL/RPL) setiap 6 bulan sekali.

 Pemantauan, pengawasan dan pengelolaan limbah padat medis (Pewadahan, pengangkutan dan pembuangan/ pemusnahan limbah padat medis).

21. Ruang Pemeliharaan Sarana (Bengkel Mekanikal & Elektrikal Workshop

Tugas pokok dan fungsi yang harus dirangkum unit workshop adalah pemeliharaan dan perbaikan ringan pada peralatan medik (Optik, elektromedik, mekanis dll), peralatan penunjang medik, peralatan rumah tangga dari metal/ logam (termasuk tempat tidur), peralatan rumah tangga dari kayu, saluran dan perpipaan, listrik dan elektronik.

22. Area Pengunjung Umum dan Administrasi

Suatu bagian dari rumah sakit tempat dilaksanakannya manajemen rumah sakit. Terdiri dari :

• Unsur direksi/ pimpinan rumah sakit • Unsur pelayanan medik

• Unsur pelayanan penunjang medik • Pelayanan keperawatan

(18)

• Administrasi umum dan keuangan • SDM

• Komite medik

• Komite etik dan hukum.

2.4.

Persyaratan Umum Bangunan Rumah Sakit

2.4.1. Lokasi Rumah Sakit

Pemilihan lokasi rumah sakit harus memenuhi persyaratan massa bangunan, zonasi dan kebutuhan luas lantai.

1. Massa Bangunan

a. Intensitas antar Bangunan Gedung di RS harus memperhitungkan jarak antara massa bangunan dalam RS dengan mempertimbangkan hal-hal berikut ini :  Keselamatan terhadap bahaya kebakaran;

 Kesehatan termasuk sirkulasi udara dan pencahayaan;  Kenyamanan;

 Keselarasan dan keseimbangan dengan lingkungan;

b. Perencanaan RS harus mengikuti Rencana Tata Bangunan & Lingkungan (RTBL), yaitu :

 Koefisien Dasar Bangunan (KDB)

Ketentuan besarnya KDB mengikuti peraturan daerah setempat. Misalkan Ketentuan KDB suatu daerah adalah maksimum 60% maka area yang dapat didirikan bangunan adalah 60% dari luas total area/ tanah.

 Koefisien Lantai Bangunan (KLB)

Ketentuan besarnya KLB mengikuti peraturan daerah setempat. KLB menentukan luas total lantai bangunan yang boleh dibangun. Misalkan Ketentuan KLB suatu daerah adalah maksimum 3 dengan KDB maksimum 60% maka luas total lantai yang dapat dibangun adalah 3 kali luas total area area/tanah dengan luas lantai dasar adalah 60%.

 Koefisien Daerah Hijau (KDH)

Perbandingan antara luas area hijau dengan luas persil bangunan gedung negara, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan daerah setempat tentang bangunan, harus diperhitungkan dengan mempertimbangkan daerah resapan air dan ruang terbuka hijau kabupaten/kota. Untuk bangunan

(19)

gedung yang mempunyai KDB kurang dari 40%, harus mempunyai KDH minimum sebesar 15%.

 Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan Garis Sepadan Pagar (GSP)

Ketentuan besarnya GSB dan GSP harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam RTBL atau peraturan daerah setempat.

c. Memenuhi persyaratan Peraturan Daerah setempat (tata kota yang berlaku) d. Pengembangan RS pola vertikal dan horizontal

Penentuan pola pembangunan RS baik secara vertikal maupun horisontal, disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan kesehatan yang diinginkan RS (health needs), kebudayaan daerah setempat (cultures), kondisi alam daerah setempat (climate), lahan yang tersedia (sites) dan kondisi keuangan manajemen RS (budget).

2. Zonasi

Pengkategorian pembagian area atau zonasi rumah sakit adalah zonasi berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit, zonasi berdasarkan privasi dan zonasi berdasarkan pelayanan.

a. Zonasi berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit terdiri dari :  Area dengan risiko rendah, yaitu ruang kesekretariatan dan administrasi,

ruang komputer, ruang pertemuan, ruang arsip/rekam medis.

 Area dengan risiko sedang, yaitu ruang rawat inap non-penyakit menular, rawat jalan.

 Area dengan risiko tinggi, yaitu ruang isolasi, ruang ICU/ICCU, laboratorium, pemulasaraan jenazah dan ruang bedah mayat, ruang radiodiagnostik.  Area dengan risiko sangat tinggi, yaitu ruang bedah, IGD, ruang bersalin,

ruang patolgi.

b. Zonasi berdasarkan privasi kegiatan terdiri dari :

 Area publik, yaitu area yang mempunyai akses langsung dengan lingkungan luar rumah sakit, misalkan ruang rawat jalan, gawat darurat, apotek.

 Area semi publik, yaitu area yang menerima tidak berhubungan langsung dengan lingkungan luar rumah sakit, umumnya merupakan area yang menerima beban kerja dari area publik, misalnya laboratorium, radiologi, rehabilitasi medik.

(20)

 Area privat, yaitu area yang dibatasi bagi pengunjung rumah sakit, umumnya area tertutup, misalnya seperti ruang perawatan intensif, ruang operasi, ruang kebidanan, ruang rawat inap.

c. Zonasi berdasarkan pelayanan terdiri dari :

 Zona Pelayanan Medik dan Perawatan yang terdiri dari : ruang rawat jalan, ruang gawat darurat, ruang rawat inap, ruang perawatan Intensif, ruang operasi, ruang rehabilitasi medik, ruang kebidanan, ruang hemodialisa, ruang radioterapi, ruang kedokteran nuklir, ruang transfusi darah/bank darah.  Zona Penunjang dan Operasional yang terdiri dari : ruang farmasi, ruang

radiodiagnostik, laboratorium, ruang diagnostik terpadu, ruang sterilisasi/CSSD), dapur utama, laundri, pemulasaraan jenazah dan forensik, ruang sanitasi, ruang pemeliharaan sarana.

 Zona Penunjang Umum dan Administrasi yang terdiri dari : Bagian Kesekretariatan dan Akuntansi, Bagian Rekam Medik, Bagian Logistik/ Gudang, Bagian Perencanaan, Sistem Pengawasan Internal (SPI), Bagian Pendidikan dan Penelitian, Bagian Personalia, Bagian Pengadaan, Bagian Informasi dan Teknologi (IT).

Gambar 2. 7 Zoning Rumah Sakit Berdasarkan Pelayanan Pada RS Pola Pembangunan Horisontal (Sumber: Pedoman Teknis Rumah Sakit Kelas B, 2012)

(21)

2.4.2. Perencanaan Bangunan Rumah Sakit 1. Prinsip Umum

Perlindungan terhadap pasien merupakan hal yang harus diprioritaskan. Terlalu banyak lalu lintas akan menggangu pasien, mengurangi efisiensi pelayanan pasien dan meninggikan risiko infeksi, khususnya untuk pasien bedah dimana kondisi bersih sangat penting. Jaminan perlindungan terhadap infeksi merupakan persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam kegiatan pelayanan terhadap pasien.

Merencanakan sependek mungkin jalur lalu lintas. Kondisi ini membantu menjaga kebersihan dan mengamankan langkah setiap orang, perawat, pasien dan petugas rumah sakit lainnya. RS adalah tempat dimana sesuatunya berjalan cepat, mengingat jiwa pasien taruhannya, oleh karena itu jalur lalu lintas harus direncanakan seefisien mungkin baik dari segi waktu, biaya maupun tenaga.

Pemisahan aktivitas yang berbeda, pemisahan antara pekerjaan bersih dan pekerjaan kotor, aktivitas tenang dan bising, perbedaan tipe layanan pasien, dan tipe berbeda dari lalu lintas di dalam dan di luar bangunan.

Mengontrol aktifitas petugas terhadap pasien serta aktifitas pengunjung RS yang datang, agar aktifitas pasien dan petugas tidak terganggu. Tata letak Pos perawat harus mempertimbangkan kemudahan bagi perawat untuk memonitor dan membantu pasien yang sedang berlatih di koridor pasien, dan aktifitas pengunjung saat masuk dan ke luar unit. Bayi harus dilindungi dari kemungkinan pencurian dan dari kuman penyakit yang dibawa

Gambar 2. 8 Zoning Rumah Sakit Berdasarkan Pelayanan Pada RS Pembangunan Vertikal (Sumber: Pedoman Teknis Rumah Sakit Kelas B, 2012)

(22)

pengunjung dan petugas RS. Pasien di ruang ICU dan ruang bedah harus dijaga terhadap infeksi.

2. Prinsip Khusus

Prinsip khusus pada perencanaan bangunan rumah sakit terdiri dari :

 Pencahayaan dan penghawaan yang nyaman untuk semua bagian bangunan merupakan faktor yang penting. Ini khususnya untuk RS yang tidak menggunakan AC.

 RS minimal mempunyai 3 akses/pintu masuk/gerbang masuk, terdiri dari pintu masuk utama, pintu masuk ke Unit Gawat Darurat dan Pintu Masuk ke area layanan Servis.

 Pintu masuk untuk service sebaiknya berdekatan dengan dapur dan daerah penyimpanan persediaan (gudang) yang menerima barang-barang dalam bentuk curah, dan bila mungkin berdekatan dengan lif service. Bordes dan timbangan tersedia di daerah itu. Sampah padat dan sampah lainnya dibuang dari tempat ini, juga benda-benda yang tidak terpakai. Akses ke kamar mayat sebaiknya diproteksi terhadap pandangan pasien dan pengunjung untuk alasan psikologis.

 Pintu masuk dan lobi disarankan dibuat cukup menarik, sehingga pasien dan pengantar pasien mudah mengenali pintu masuk utama.

Gambar 2. 9 Contoh Gambar Akses Pintu Masuk RS

(23)

 Jendela sebaiknya dilengkapi dengan kawat kasa untuk mencegah serangga lainnya yang berada di sekitar RS, dan dilengkapi pengaman.

 Alur lalu lintas pasien dan petugas RS harus direncanakan seefisien mungkin.  Koridor publik dipisah dengan koridor untuk pasien dan petugas medik,

dimaksudkan untuk mengurangi waktu kemacetan. Bahan-bahan, material dan pembuangan sampah sebaiknya tidak memotong pergerakan orang. Rumah sakit perlu dirancang agar petugas, pasien dan pengunjung mudah orientasinya jika berada di dalam bangunan.

 Lebar koridor 2,40 m dengan tinggi langit-kangit minimal 2,40 m. Koridor sebaiknya lurus. Apabila ramp digunakan, kemiringannya sebaiknya tidak melebihi 1 : 10 ( membuat sudut maksimal 70).

 Alur pasien rawat jalan yang ingin ke laboratorium, radiologi, farmasi, terapi khusus dan ke pelayanan medis lain, tidak melalui daerah pasien rawat inap.  Alur pasien rawat inap jika ingin ke laboratorium, radiologi dan bagian lain,

harus mengikuti prosedur yang telah ditentukan.

Gambar 2. 10 Contoh Model Aliran Lalu Lintas dalam RS (Sumber: Pedoman Teknis Rumah Sakit Kelas B, 2012)

(24)

2.5. Persyaratan Teknis Sarana Rumah Sakit

Persyaratan teknis sarana rumah sakit terdiri dari atap, langit-langit, dinding dan partisi, lantai, struktur bangunan, pintu serta toilet (kamar kecil).

2.5.1. Atap

Atap harus kuat, tidak bocor, tahan lama dan tidak menjadi tempat perindukan serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya. Adapun persyartannya terdiri dari:

(Sumber: Pedoman Teknis Rumah Sakit Kelas B, 2012) 2.5.2. Langit-Langit

Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan. Adapun persyartannya terdiri dari tinggi di ruangan minimal 2,80 m dan di selasar (koridor) minimal 2,40 m. Adapun rangka yang menopong harus kuat. Bahan langit-langit dapat terdiri dari gipsum, acoustic tile, GRC (Grid Reinforce Concrete), bahan logam/metal.

2.5.3. Dinding dan Partisi

Dinding harus keras, rata, tidak berpori, tidak menyebabkan silau, tahan api, kedap air, tahan karat, tidak punya sambungan (utuh), dan mudah dibersihkan. Adapun persyartannya terdiri dari :

 Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca dan tidak berjamur.

 Lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori-pori) sehingga dinding tidak dapat menyimpan debu.

 Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata. Tabel 2. 1 Persyaratan Atap Rumah Sakit

Penutup Atap Dari bahan beton harus dilapisi dengan lapisan tahan air

Bila genteng keramik, atau genteng beton, atau genteng tanah liat (plentong), pemasangannya harus dengan sudut kemiringan sesuai ketentuan yang berlaku

Mengingat pemeliharaannya yang sulit khususnya bila terjadi kebocoran, penggunaan genteng metal sebaiknya dihindari Rangka Atap Rangka atap harus kuat memikul beban penutup atap.

Apabila rangka atap dari bahan kayu, harus dari kualitas yang baik dan kering, dan dilapisi dengan cat anti rayap.

Apabila rangka atap dari bahan metal, harus dari metal yang tidak mudah berkarat, atau di cat dengan cat dasar anti karat.

(25)

 Khusus pada ruangan-ruangan yang berkaitan dengan aktivitas anak, pelapis dinding warna-warni dapat diterapkan untuk merangsang aktivitas anak.

 Pada daerah tertentu, dindingnya harus dilengkapi pegangan tangan (handrail) yang menerus dengan ketinggian berkisar 80 ~ 100 cm dari permukaan lantai. Pegangan harus mampu menahan beban orang dengan berat minimal 75 kg yang berpegangan dengan satu tangan pada pegangan tangan yang ada.

 Bahan pegangan tangan harus terbuat dari bahan yang tahan api, mudah dibersihkan dan memiliki lapisan permukaan yang bersifat non-porosif (tidak mengandung pori-pori).

 Khusus untuk daerah yang sering berkaitan dengan bahan kimia, daerah yang mudah terpicu api, maka dinding harus dari bahan yang tahan api, cairan kimia dan benturan.

 Pada ruang yang menggunakan peralatan yang menggunakan gelombang elektromagnit (EM), seperti Short Wave Diathermy atau Micro Wave Diathermy, penggunaan penutup dinding yang mengandung unsur metal atau baja sedapat mungkin dihindarkan.

 Khusus untuk daerah tenang (misalkan daerah perawatan pasien), maka bahan dinding menggunakan bahan yang kedap suara atau area/ruang yang bising (misalkan ruang mesin genset, ruang pompa, dll) menggunakan bahan yang dapat menyerap bunyi.

2.5.4. Lantai

Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin, warna terang, dan mudah dibersihkan. Komponen penutup lantai memiliki persyaratan sebagai berikut :

 Tidak terbuat dari bahan yang memiliki lapisan permukaan dengan porositas yang tinggi yang dapat menyimpan debu.

 Mudah dibersihkan dan tahan terhadap gesekan.

 Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata.

 Memiliki pola lantai dengan garis alur yang menerus keseluruh ruangan pelayanan.

 Pada daerah dengan kemiringan kurang dari 70, penutup lantai harus dari lapisan permukaan yang tidak licin (walaupun dalam kondisi basah).

(26)

 Khusus untuk daerah yang sering berkaitan dengan bahan kimia, daerah yang mudah terbakar, maka bahan penutup lantai harus dari bahan yang tahan api, cairan kimia dan benturan.

 Khusus untuk daerah perawatan pasien (daerah tenang) bahan lantai menggunakan bahan yang tidak menimbulkan bunyi atau area/ruang yang bising menggunakan bahan yang dapat menyerap bunyi.

 Pada ruang-ruang khusus yang menggunakan peralatan (misalkan ruang bedah), maka lantai harus cukup konduktif, sehingga mudah untuk menghilangkan muatan listrik statik dari peralatan dan petugas, tetapi bukan sedemikian konduktifnya sehingga membahayakan petugas dari sengatan listrik. 2.5.5. Pintu

Pintu adalah bagian dari suatu tapak, bangunan atau ruang yang merupakan tempat untuk masuk dan ke luar dan pada umumnnya dilengkapi dengan penutup (daun pintu). Adapun persyaratan pintu pada rumah sakit dijelaskan melalui tabel berikut ini ;

(Sumber: Pedoman Teknis Rumah Sakit Kelas B, 2012) Tabel 2. 2 Persyaratan Pintu pada Bangunan Rumah Sakit

Pintu ke luar/masuk utama Lebar bukaan minimal 120 cm atau dapat dilalui brankar pasien

Pintu-pintu yang tidak menjadi

akses pasien tirah baring Lebar bukaan minimal 90 cm

Di daerah sekitar pintu masuk Dihindari ramp atau perbedaan ketinggian lantai Pintu Darurat Bertingkat lebih dari 3 lantai harus dilengkapi dengan

pintu darurat

Lebar pintu darurat minimal 100 cm

Pintu membuka kearah ruang tangga penyelamatan (darurat)

Pada lantai dasar membuka ke arah luar (halaman) Jarak antar pintu maksimal 25 m

Pintu kamar mandi Terbuka ke luar

(27)

2.5.6. Toilet (Kamar Kecil)

Toilet merupakan fasilitas sanitasi yang aksesibel untuk semua orang (tanpa terkecuali penyandang cacat, orang tua dan ibu-ibu hamil) pada bangunan atau fasilitas umum lainnya. Adapun persyaratan toilet pada rumah sakit dijelaskan melalui tabel berikut:

Tabel 2. 3 Persyaratan Toilet (Kamar Kecil) pada Bangunan Rumah Sakit

Toilet Umum

Memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk dan keluar oleh pengguna

Ketinggian tempat duduk kloset 36 - 38 cm Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin Lantai tidak boleh menggenangkan air bua Pintu harus mudah dibuka dan ditutup

Kunci-kunci toilet atau grendel bisa dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat

Toilet untuk Aksesibilitas

Dilengkapi dengan tampilan rambu/simbol "penyandang cacat" pada bagian luarnya

Memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk dan keluar pengguna kursi roda

Ketinggian tempat duduk kloset sekitar 45 - 50 cm Dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) Pegangan memiliki bentuk siku-siku mengarah ke atas untuk membantu pergerakan pengguna kursi roda

Letak kertas tissu, air, kran air atau pancuran (shower) dan perlengkapan-perlengkapan seperti tempat sabun dan pengering tangan harus mudah dan bisa dijangkau pengguna kursi roda dan oleh orang yang memiliki keterbatasan keterbatasan fisik

Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin Gambar 2. 11 Pintu Kamar Mandi pada RuangRawat Inap Harus Terbuka keluar

(28)

(Sumber:Pedoman Teknis Rumah Sakit Kelas B. 2012)

2.6. Persyaratan Teknis Prasarana Rumah Sakit

Persyaratan teknis prasarana rumah sakit terdiri dari sistem proteksi kebakaran, sistem komunikasi dalam rumah sakit.

2.6.1. Sistem Proteksi Kebakaran

Sistem proteksi kebakaran pada gedung rumah sakit terbagi menjadi dua, yakni: 1. Sistem Proteksi Pasif

Setiap bangunan rumah sakit harus mempunyai sistem proteksi pasif terhadap bahaya kebakaran yang berbasis pada desain atau pengaturan terhadap komponen arsitektur dan struktur rumah sakit. Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi resiko kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau

Lantai tidak boleh menggenangkan air bua Pintu harus mudah dibuka dan ditutup

Kunci-kunci toilet atau grendel bisa dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat

Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah pintu masuk, dianjurkan untuk menyediakan tombol bunyi darurat (emergency sound button) bila sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang tidak diharapkan

Gambar 2. 12 Ruang Gerak dalam Toilet untuk Aksesibel (Sumber:Pedoman Teknis Rumah Sakit Kelas B, 2012)

(29)

jumlah dan kondisi penghuni dalam rumah sakit. Proteksi kebakaran pada bangunan rumah sakit harus terdiri dari:

- Rumah sakit harus mampu secara struktural stabil selama kebakaran

- Kompartemenisasi dan konstruksi pemisah untuk membatasi kobaran api yang potensial, perambatan api dan asap, agar dapat :

 Melindungi penghuni yang berada di suatu bagian bangunan terhadap dampak kebakaran yang terjadi ditempat lain di dalam bangunan.

 Mengendalikan kobaran api agar tidak menjalar ke bangunan lain yang berdekatan.

 Menyediakan jalan masuk bagi petugas pemadam kebakaran - Proteksi Bukaan

Seluruh bukaan harus dilindungi, dan lubang utilitas harus diberi penyetop api (fire stop) untuk mencegah merambatnya api serta menjamin pemisahan dan kompartemenisasi bangunan.

2. Sistem Proteksi Aktif

Sistem proteksi aktif adalah peralatan deteksi dan pemadam yang dipasang tetap atau tidak tetap, berbasis air, bahan kimia atau gas, yang digunakan untuk mendeteksi dan memadamkan kebakaran pada bangunan rumah sakit. Sistem proteksi aktif terdiri dari:

 pipa tegak dan slang kebakaran  hidran halaman

 sistem springkler otomatis  pemadam api ringan (PAR)

 sistem pemadam kebakaran khusus  sistem deteksi & alarm kebakaran  sistem pencahayaan darurat

 tanda arah dan sistem peringatan bahaya.

2.6.2. Sistem Proteksi Petir

Suatu instalasi proteksi petir dapat melindungi semua bagian dari bangunan rumah sakit, termasuk manusia yang ada di dalamnya, dan instalasi serta peralatan lainnya terhadap bahaya sambaran petir. Instalasi proteksi petir disesuaikan dengan adanya perluasan atau penambahan bangunan rumah sakit. Pembumian untuk peralatan medik dipisahkan dari pembumian instalasi bangunan.

(30)

2.6.3. Sistem Kelistrikan

Sistem instalasi listrik dan penempatannya harus mudah dioperasikan, diamati, dipelihara, tidak membahayakan, tidak mengganggu dan tidak merugikan lingkungan, bagian bangunan dan instalasi lain, serta perancangan dan pelaksanaannya.

2.6.4. Sistem Penghawaan (Ventilasi) dan Pengkondisian Udara 1. Sistem Penghawaan (Ventilasi)

Setiap bangunan rumah sakit harus mempunyai ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/buatan sesuai dengan fungsinya. Bangunan rumah sakit harus mempunyai bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami.

2. Sistem Pengkondisian Udara

Untuk kenyamanan termal dalam ruang di dalam bangunan rumah sakit harus mempertimbangkan temperatur dan kelembaban udara. Dengan cara menyediakan satu (paket tunggal) atau lebih (sistem terpisah/split system) paket yang dirakit di pabrik yang terdiri dari ; sarana sirkulasi udara, pembersih udara, pendingin udara dengan kontrol temperatur dan penurunan kelembaban.

Gambar 2. 13 Contoh Sistem Tata Udara pada Ruang Bedah (Sumber: Pedoman Teknis Tata Udara RS, 2012)

(31)

2.6.5. Sistem Fasilitas Sanitasi 1. Sanitasi

Sanitasi adalah suatu cara untuk mencegah berjangkitnya suatu penyakit menular dengan jalan memutuskan mata rantai dari sumber. Program sanitasi di rumah sakit terdiri dari penyehatan bangunan dan ruangan, penyehatan makanan dan minuman, penyehatan air, penyehatan tempat pencucian umum termasuk tempat pencucian linen, pengendalian serangga dan tikus, sterilisasi/desinfeksi, perlindungan radiasi, penyuluhan kesehatan lingkungan, pengendalian infeksi nosokomial, dan pengelolaan sampah/limbah.

2. Air Bersih

Air bersih pada rumah sakit harus memenuhi persyaratan sebagi berikut :

 Air bersih pada rumah sakit harus memiliki penampungan air (reservoir) bawah atau atas.

 Distribusi air minum dan air bersih di setipa ruangan/kamar harus menggunakan jaringan perpipaan yang mengalir dengan tekanan positif.

 Penyediaan Fasilitas air panas dan uap terdiri atas Unit Boiler, sistem perpipaan dan kelengkapannya untuk distribusi ke daerah pelayanan.

 Kualitas air yang digunakan di ruang khusus, seperti ruang operasi.

 RS yang telah menggunakan air yang sudam diolah seperti dari PDAM, sumur bor dan sumber lain untuk keperluan operasi dapat melakukan pengolahan tambahan dengan cartridge filter dan dilengkapi dengan desinfeksi menggunakan ultra violet.

 Ruang Farmasi dan Hemodialisis : yaitu terdiri dari air yang dimurnikan untuk penyiapan obat, penyiapan injeksi dan pengenceran dalam hemodialisis.  Tersedia air bersih untuk keperluan pemadaman kebakaran dengan mengikuti

ketentuan yang berlaku. 3. Sistem Pengolahan Limbah

Pelaksanaan pengelolaan sampah setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah mulai dari sumber, harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun, harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi. Adapun proses pengelolahannya dapat melalui penampungan kemudian pengangkutan. Sementara pada limbah klinis dapat dilakukan proses pembakaran maupun penggunaan bahan kimia.

(32)

4. Penyaluran Air Hujan

Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang dengan

mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah, permeabilitas tanah, dan ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota. Adapun persyaratan teknis pada penyaluran air hujan sebagai berikut :

 Setiap bangunan gedung dan pekarangannya harus dilengkapi dengan sistem penyaluran air hujan.

 Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diresapkan ke dalam tanah pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan sebelum dialirkan ke jaringan drainase lingkungan/kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

 Pemanfaatan air hujan diperbolehkan dengan mengikuti ketentuan yang berlaku.  Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapat

diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain yang dibenarkan oleh instansi yang berwenang.

 Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya endapan dan penyumbatan pada saluran.

2.6.6. Sistem Pengolahan Limbah

Air limbah adalah seluruh air buangan yang berasal dari hasil proses kegiatan sarana pelayanan kesehatan yang meliputi: air limbah domestik (air buangan kamar mandi, dapur, air bekas pencucian pakaian), air limbah klinis (air limbah yang berasal dari kegiatan klinis rumah sakit, misalnya air bekas cucian luka, cucian darah dll), air limbah laboratorium dan lainnya.

Prosentase terbesar dari air limbah adalah limbah domestik sedangkan sisanya adalah limbah yang terkontaminasi oleh infectious agents kultur mikroorganisme, darah, buangan pasien pengidap penyakit infeksi, dan lain-lain.

Air limbah yang berasal dari buangan domestik maupun buangan limbah cair klinis umumnya mengandung senyawa pencemar organik yang cukup tinggi dan dapat diolah dengan proses pengolahan secara biologis. Air limbah yang berasal dari laboratorium biasanya banyak mengandung logam berat yang apabila dialirkan ke dalam proses pengolahan secara biologis dapat mengganggu proses pengolahannya., sehingga perlu dilakukan pengolahan awal secara kimia-fisika, selanjutnya air olahannya dialirkan ke instalasi pengolahan air limbah.

(33)

Jenis air limbah yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan dapat dikelompokkan sebagai berikut:

 Air limbah domestik b . Air limbah klinis  Air limbah laboratorium klinik dan kimia

 Air limbah radioaktif (tidak boleh masuk ke IPAL, harus mengikuti petunjuk dari BATAN)

Gambar 2. 14 Diagram Proses Pengelolaan Air Limbah Rumah Sakit (Sumber: Pedoman Teknis Ipal, 2011)

Gambar 2. 15 Diagram Proses Air Limbah Fasilitas kesehatan dengan Proses Biofilter (Sumber: Pedoman Teknis Ipal, 2011)

(34)

2.6.7. Sistem Gas Medik dan Vakum Medik

Sistem Instalasi Gas Medik dan Vakum Medik adalah seperangkat sentral gas medik dan vakum medik, instalasi pipa, katup penutup dan alarm gas medik sampai ke titik outlet medik dan inlet medik.

Gas Medik meliputi oxygen (O2). dinitrogen oksida/nitrous oxide (N2O), nitrogen (N2), karbon dioksida (CO2), helium (He), argon (Ar), udara tekan medik (medical compressed air) dan udara tekan alat (instrument air). Vakum Medik meliputi sebuah rakitan dari peralatan vakum secara sentral dan jaringan pemipaan untuk pemakaian penghisapan cairan tubuh pada pasien secara medik, bedah medik, dan buangan sisa gas anestesi.

Dalam hal penggunaan Gas Medik dan Vakum Medik pada fasilitas pelayanan kesehatan di ruang operasi, ruang intensif, dan ruang gawat darurat harus dilakukan melalui penyaluran pada Sistem Instalasi Gas Medik dan Vakum Medik.

2.6.8. Sistem Hubungan Horisontal dalam Rumah Sakit

Kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan RS meliputi tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman bagi orang yang berkebutuhan khusus, termasuk penyandang cacat. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas harus mempertimbangkan tersedianya hubungan horizontal antar ruang dalam bangunan RS, akses evakuasi, termasuk bagi penyandang cacat. Adapun persyaratan sistem hubungan horisontal dalam rumah sakit sebagai berikut :

 Setiap bangunan RS harus memenuhi persyaratan kemudahan hubungan horizontal berupa tersedianya pintu dan/atau koridor yang memadai untuk terselenggaranya fungsi bangunan RS tersebut

 Jumlah, ukuran, dan jenis pintu, dalam suatu ruangan dipertimbangkan berdasarkan besaran ruang, fungsi ruang, dan jumlah pengguna ruang.

 Arah bukaan daun pintu dalam suatu ruangan dipertimbangkan berdasarkan fungsi ruang dan aspek keselamatan.

 Ukuran koridor sebagai akses horizontal antarruang dipertimbangkan berdasarkan fungsi koridor, fungsi ruang, dan jumlah pengguna. Ukuran koridor yang aksesibilitas brankar pasien minimal 2,4 m.

(35)

2.6.9. Sistem Hubungan (Transportasi) Vertikal dalam Rumah Sakit

Setiap bangunan RS bertingkat harus menyediakan sarana hubungan vertikal antar lantai yang memadai untuk terselenggaranya fungsi bangunan RS tersebut berupa tersedianya tangga, ram dan/ lift. Adapun persyaratan teknis sebagai berikut :

 Jumlah, ukuran, dan konstruksi sarana hubungan vertikal harus berdasarkan fungsi bangunan RS, luas bangunan, dan jumlah pengguna ruang, serta keselamatan pengguna gedung.

 Setiap bangunan RS dengan ketinggian di atas lima lantai harus menyediakan sarana hubungan vertikal berupa lift.

 Bangunan RS umum yang fungsinya untuk kepentingan publik, baik berupa fungsi keagamaan, fungsi usaha, maupun fungsi sosial dan budaya harus menyediakan fasilitas dan kelengkapan sarana hubungan vertikal bagi orang yang berkebutuhan khusus, termasuk penyandang cacat.

1. Ramp

Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu, sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga. Fungsi dapat digantikan dengan lift (fire lift). Ramp pada rumah sakit harus memiliki persyaratan sebagai berikut :

 Kemiringan suatu ramp di dalam bangunan tidak boleh melebihi 70, perhitungan kemiringan tersebut tidak termasuk awalan dan akhiran ramp (curb ramps/landing).

 Panjang mendatar dari satu ramp (dengan kemiringan 70) tidak boleh lebih dari 900 cm. Panjang ramp dengan kemiringan yang lebih rendah dapat lebih panjang.

 Lebar minimum dari ramp adalah 120 cm dengan tepi pengaman.

 Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran dari suatu ramp harus bebas dan datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk memutar kursi roda dan stretcher, dengan ukuran minimum 160 cm.

(36)

Gambar 2. 16 Tipikal Ramp

(Sumber: Pedoman Teknis Rumah Sakit Kelas B, 2012)

Gambar 2. 17 Bentuk-bentuk Ramp

(37)

Gambar 2. 18 Kemiringan Ramp

(Sumber: Pedoman Teknis Rumah Sakit Kelas B, 2012)

Gambar 2. 19 Pegangan pada Rambat Ramp (Sumber: Pedoman Teknis Rumah Sakit Kelas B, 2012)

Gambar 2. 20 Kemiringan Sisi Lebar Ramp (Sumber: Pedoman Teknis Rumah Sakit Kels B, 2012)

(38)

 Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ramp harus memiliki tekstur sehingga tidak licin baik diwaktu hujan.

 Lebar tepi pengaman ramp (low curb) 10 cm, dirancang untuk menghalangi roda dari kursi roda atau stretcher agar tidak terperosok atau ke luar dari jalur ramp.  Apabila berbatasan langsung dengan lalu lintas jalan umum atau persimpangan,

harus dibuat sedemikian rupa agar tidak mengganggu jalan umum.

 Ramp harus diterangi dengan pencahayaan yang cukup sehingga membantu penggunaan ramp saat malam hari. Pencahayaan disediakan pada bagian ramp yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya dan bagian-bagian yang membahayakan.

 Ramp harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang dijamin kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai

2. Tangga

Tangga merupakan fasilitas bagi pergerakan vertikal yang dirancang dengan mempertimbangkan ukuran dan kemiringan pijakan dan tanjakan dengan lebar yang memadai. Persyaratan pada tangga rumah sakit adalah sebagai berikut :

 Harus memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran seragam Tinggi masing-masing pijakan/tanjakan adalah 15 – 17 cm.

 Harus memiliki kemiringan tangga kurang dari 600. Gambar 2. 21 Pintu di Ujung Ramp

(39)

 Lebar tangga minimal 120 cm untuk membawa usungan dalam keadaan darurat, untuk mengevakuasi pasien dalam kasus terjadinya kebakaran atau ancaman bom

 Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan pengguna tangga.

 Harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail).

Gambar 2. 22 Tipikal Tangga

(Sumber: Pedoman Teknis Rumah Sakit Kelas B, 2012)

Gambar 2. 23 Pegangan Rambat pada Tangga (Sumber: Pedoman Teknis Rumah Sakit Kelas B, 2012)

(40)

Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65 cm ~ 80 cm dari lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu, dan bagian ujungnya harus bulat atau dibelokkan dengan baik ke arah lantai, dinding atau tiang.

 Pegangan rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujung-ujungnya (puncak dan bagian bawah) dengan 30 cm.

 Untuk tangga yang terletak di luar bangunan, harus dirancang sehingga tidak ada air hujan yang menggenang pada lantainya.

3. Lift Elevator

Lift merupakan fasilitas lalu lintas vertikal baik bagi petugas RS maupun untuk pasien. Oleh karena itu harus direncanakan dapat menampung tempat tidur pasien. Adapun persyaratan lift sebagai berikut :

 Ukuran lift rumah sakit minimal 1,50 m x 2,30 m dan lebar pintunya tidak kurang dari 1,20 m untuk memungkinkan lewatnya tempat tidur dan stretcher bersama-sama dengan pengantarnya.

 Lif penumpang dan lift service dipisah bila dimungkinkan. Gambar 2. 24 Desain Profil Tangga

(41)

 Jumlah, kapasitas, dan spesifikasi lif sebagai sarana hubungan vertikal dalam bangunan gedung harus mampu melakukan pelayanan yang optimal untuk sirkulasi vertikal pada bangunan, sesuai dengan fungsi dan jumlah pengguna bangunan RS.

 Setiap bangunan RS yang menggunakan lif harus tersedia lif kebakaran yang dimulai dari lantai dasar bangunan (ground floor).

 Lif kebakaran dapat berupa lif khusus kebakaran/lif penumpang biasa/lif barang yang dapat diatur pengoperasiannya sehingga dalam keadaan darurat dapat digunakan khusus oleh petugas kebakaran.

2.6.10. Sarana Evakusi

Setiap bangunan RS harus menyediakan sarana evakuasi bagi orang yang berkebutuhan khusus termasuk penyandang cacat yang meliputi :

 Sistem peringatan bahaya bagi pengguna,  Pintu keluar darurat, dan

 Jalur evakuasi yang dapat menjamin pengguna bangunan rs untuk melakukan evakuasi dari dalam bangunan rs secara aman apabila terjadi bencana atau keadaan darurat.

2.6.11. Aksesibilitas Penyandang Cacat

Setiap bangunan RS, harus menyediakan fasilitas dan aksesibilitas untuk menjamin terwujudnya kemudahan bagi penyandang cacat dan lanjut usia masuk dan keluar ke dan dari bangunan RS serta beraktivitas dalam bangunan RS secara mudah, aman, nyaman dan mandiri. Fasilitas dan aksesibilitas meliputi toilet, tempat parkir, telepon umum, jalur pemandu, rambu dan marka, pintu, ramp, tangga, dan lif bagi penyandang cacat dan lanjut usia.

2.6.12. Prasarana/Sarana Umum

Guna memberikan kemudahan bagi pengguna bangunan RS untuk beraktivitas di dalamnya, setiap bangunan RS untuk kepentingan umum harus menyediakan kelengkapan prasarana dan sarana pemanfaatan bangunan RS, meliputi: ruang ibadah, toilet, tempat parkir, tempat sampah, serta fasilitas komunikasi dan informasi. Penyediaan prasarana dan sarana disesuaikan dengan fungsi dan luas bangunan RS, serta jumlah pengguna bangunan RS.

(42)

2.7. Perencanaan Arsitektur Rumah Sakit

Dalam merencanakan fisik rumah sakit yang meliputi perencanaan lahan, bangunan dan infrastruktur terdapat 14 prinsip yang perlu diperhatikan dan dikembangkan menjadi arahan dasar dalam merencanakan sebuah rumah sakit. Ratnakanyaka (2001)

10 prinsip diantaranya adalah sebagai berikut:

2.8. Studi Banding

2.8.1. RS Pendidikan USU Medan (Indonesia)

Organisasi Berkembang Bertahap

Aksebilitas Tepat Sirkulasi Tepat

Mudah dan Murah Perawatannya

Hijau

Aman dan Tanggap Keadaan Darurat

Zoning Tepat

Hemat Energi dan Nyaman Termal Kompak

Harapan Sehat

RUMAH SAKIT

Gambar 2. 25 Prinsip Perencanaan Arsitektur Rumah Sakit (Sumber: Ratnakanyaka, 2001)

Gambar 2. 26 RumahSakit Pendidikan USU (Sumber: http://www.djppr.kemenkeu.go.id/page/load/1406)

(43)

Nama Bangunan : Rumah Sakit Pendidikan USU Medan

Lokasi : Jl. Dr. Mansyur Merdeka, Medan Baru, Sumut Pelaksana : PT. Waskita Karya

Luas Tanah : 38.000 m2 Luas Bangunan : 52.000 m2

KDB : 35%

Tinggi Bangunan : 5 lantai Tahun Didirikan : 2009 Tahun Selesai : 2011

Rumah Sakit Pendidikan USU (Gambar 2.1) adalah entitas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan/Dikti yang pengelolaannya dilaksanakan oleh Universitas Sumatera Utara. Rumah sakit ini merupakan salah satu dari 20 RS Perguruan Tinggi Negeri dengan status yang sama dan akan dikembangkan di Indonesia oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan/Dikti. Rumah sakit ini berada di kawasan Kampus USU Medan. Dalam menyelenggarakan pelayanan, Rumah Sakit USU memilih motto Kualitas, Aman dan Bersahabat (quality, safety and friendly). Rumah Sakit USU menganut dua nilai dasar, yaitu salus aegroti suprema lex yang artinya kepulihan pasien adalah hukum tertinggi (pelayanan berorientasi kepada pasien), kemudian primum non nocere yang berarti tidak membahayakan (patient safety). Kedua nilai tersebut ditampilkan di bagian depan dari bangunan utama Rumah Sakit USU dengan harapan menjadi nilai yang dijiwai oleh seluruh unsur penyelenggara Rumah Sakit USU.

Gambar 2. 27 Suasana pada Siang Hari

(44)

Konsep

Rumah Sakit USU memilih warna jingga sebagai warna dominan. Bermakna revitalisasi dengan harapan rumah sakit mampu memberikan semangat dan kekuatan baru bagi para pengguna jasa pelayanan rumah sakit ini. Warna jingga juga mengekspresikan karakter energetik, berani, percaya diri, antusias, kreatif, sukses, kehangatan, keramahan, keakraban, keceriaan, dan keterjangkauan.

Fasilitas

Sesuai dengan Istisna’a Agreement Rumah Sakit USU dirancang untuk menyediakan fasilitas 28 klinik spesialis/sub spesialis, rawat inap dengan kapasitas 474 bed (108 ward), instalasi gawat darurat dengan pelayanan 24 jam, 12 kamar bedah, 18 ruang persalinan, 42 bed perawatan intensif (ICU, ICCU, PICU, NICU), dan 25 bed unit hemodialise.

Rumah Sakit USU juga mempersiapkan berbagai layanan komprehensif dengan unggulan di bidang Nefrologi, Traumatologi dan Luka bakar, serta Infeksi Tropis. Seluruh kegiatan akan didukung tenaga spesialis dan subspesialis, paramedik dan tenaga administrasi/teknisi/tenaga penunjang lainnya. Sejumlah Departemen Klinis akan menyelenggarakan fungsi pendidikan, riset dan pelayanan. Teknologi dan sistem informasi rumah sakit ditata secara maksimal untuk mengakomodasi penyelenggaraan kegiatan administrasi, pendidikan, riset dan pelayanan tersebut.

Gambar 2. 28 Atrium Rumah Sakit USU (Sumber: http://www.panoramio.com/photo/64655674)

(45)

Kegiatan pelayanan di RS USU adalah UGD 24 jam, Klinik Umum, Klinik KIA, Klinik Gigi, Layanan Klinik Spesialis Dasar (penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri & ginekologi), Klinik Spesialis lainnya (mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, jantung dan pembuluh darah), layanan Farmasi, Rawat Inap dengan kapasitas 100 tempat tidur dan perawatan Intensif.

Gambar 2. 29 Ruang Rawat Pasien (Sumber: www.antaranews.com)

(46)

Gambar 2. 31 Denah Lantai 1 RS USU (Sumber: BiblioCAD)

(47)

Gambar 2. 33 Denah Lantai 2 RS Pendidikan USU (Sumber: BiblioCAD)

(48)

Gambar 2. 35 Denah Lantai 3 RS USU (Sumber: BiblioCAD)

(49)

Gambar 2. 37 Denah Lantai 4 RS USU (Sumber: BiblioCAD)

(50)

Gambar 2. 39 Denah Lantai 5 RS USU (Sumber: BiblioCAD)

2.8.2. Rush Teaching Hospital

Gambar 2. 40 Rush Teaching hospital (Sumber: Archdaily.com)

Gambar

Gambar 2. 5 Contoh Suasana Ruang Operasi Umum/general  (Sumber: Pedoman Teknis Ruang Operasi, 2012)
Gambar 2. 7 Zoning Rumah Sakit Berdasarkan Pelayanan Pada RS Pola Pembangunan Horisontal  (Sumber: Pedoman Teknis Rumah Sakit Kelas B, 2012)
Gambar 2. 8 Zoning Rumah Sakit Berdasarkan Pelayanan Pada RS Pembangunan Vertikal  (Sumber: Pedoman Teknis Rumah Sakit Kelas B, 2012)
Gambar 2. 10 Contoh Model Aliran Lalu Lintas dalam RS  (Sumber: Pedoman Teknis Rumah Sakit Kelas B, 2012)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 8 Mei 2010 di ruang guru SDN 2 Sidomulyo Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Peneliti dan guru kelas V mendiskusikan rancangan

Fasilitas yang akan dirancang adalah area penerima, area kesehatan, area pet shop, area pet café, area slaon, area pengelola, area service, area hotel hewan, da area ruang luar..

Maka area yang langsung berhadapan dengan tapak dibuat menjadi area publik, area yang menghadap ke dalam area perkuliahan dijadikan area privat yang diperuntukan bagi

Tujuan khusus dari penelitian dalam bidang rekayasa dan modifikasi teknologi terpadu antara pemupukan dengan optimasi variabel frekuensi dan taraf intensitas

Berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan pada hari kamis tanggal 31 Agustus 2017 di kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu kota

Dari pembahasan yang penulis lakukan di bab IV dapat disimpulkan beberapa hal yang terkait dengan permasalahan penelitian ini, yaitu: (1) Pembelajaran kemah iran berbicara

Perbedaan batas aurat yakni muka dan telapak tangan itu termasuk aurat yang wajib ditutup atau tidak, sedangkan pendapat mengenai hukum ber-jilba<b itu

Show room(ruang pamer), receptionis penerima work dan fasilitas penunjangtermasuk ke dalam area publik ditempatkan pada urutan kedua dari depan setelah area ^l^^ Area semi