• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rekayasa Gempa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rekayasa Gempa"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)Bab I. Fenomena Gempa I.1 Pendahuluan Geofisika adalah bidang ilmu yang mempelajari fenomena-fenomena fisik yang yang berhubungan. dengan. kebumian.. Seismologi adalah cabang dari ilmu geofisika yang. mempelajari mekanisme terjadinya gempa serta gelombang seismik yang ditimbulkannya, sedangkan orang yang mempelajari seimologi disebut seimolog. Dari sudut pandang rekayasa bangunan, seimologi diharapkan dapat memberikan data atau informasi yang akurat untuk memperkirakan pengaruh gempa yang perlu dipertimbangkan pada perancangan struktur bangunan. Seimologi juga memberikan konstribusi yang penting bagi kita untuk dapat memahami struktur bagian dalam dari bumi. Kerusakan yang dapat ditimbulkan gempa tergantung dari besar (magnitude) dan lamanya gempa, atau banyaknya getaran yang terjadi. Desain struktur dan material yang digunakan untuk konstruksi bangunan, juga akan berpengaruh terhadap intensitas kerusakan yang terjadi. Tingkat kekuatan gempa bervariasi mulai dari getaran yang ringan, sedang, sampai getaran kuat yang dapat dirasakan sampai ribuan kilometer. Gempa dapat menyebabkan perubahan bentuk dari permukaan bumi, menyebabkan runtuhnya struktur bangunan, atau menyebabkan terjadinya gelombang pasang yang besar (tsunami). Akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa akan menyebabkan jatuhnya korban jiwa dan kerugian harta benda dalam jumlah yang banyak. Di seluruh dunia, gempa dapat terjadi ratusan kali setiap harinya. Suatu jaringan alat seismograph (alat untuk mencatat pergerakan tanah akibat gempa) yang terpasang di seluruh dunia, mendeteksi sekitar 1 juta gempa ringan terjadi setiap tahunnya. Gempa sangat kuat (great earthquake) seperti yang terjadi pada 1964 di Alaska yang mengakibatkan kerugian jutaan dollar, terjadi sekali dalam beberapa tahun. Gempa-gempa kuat (major earthquake) seperti yang terjadi di Loma Prieta, California pada 1989 dan di Kobe, Jepang pada 1995, dapat terjadi 20 kali setiap tahunnya. Gempa kuat juga dapat menyebabkan banyak kerugian materi dan korban jiwa. Dalam 500 tahun terakhir, gempa telah menyebabkan jutaan korban jiwa di seluruh dunia, termasuk 240000 korban saat terjadi gempa Tang-Shan di Cina pada 1976. Gempa juga mengakibatkan kerugian properti dan kerusakan struktur. Persiapan-persiapan yang memadai seperti pendidikan atau sosialisasai mengenai bahaya gempa, perancangan keselamatan saat terjadi gempa, perkuatan struktur bangunan yang sudah berdiri dan desain struktur bangunan.

(2) tahan gempa, dapat mengurangi jumlah korban jiwa dan kerusakan infrastruktur yang disebabkan oleh gempa.. I.2 Interior Bumi Seismolog juga mempelajari gempa untuk mengungkap lebih jauh mengenai struktur bagian dalam (interior) dari bumi. Gempa memberikan kesempatan bagi. ilmuwan untuk. melakukan observasi bagaimana bagian dalam dari bumi merespon ketika gelombang gempa melewatinya. Mengukur kedalaman dan struktur geologi di dalam bumi dengan menggunakan gelombang gempa adalah lebih sulit dibandingkan dengan mengukur jarak pada permukaan bumi. Dengan menggunakan gelombang gempa, seismolog mendapatkan gambaran mengenai susunan dari interior bumi yang terdiri dari 4 bagian, yaitu : permukaan bumi (crust), selimut bumi (mantle), inti bagian dalam (inner core) dan inti bagian luar (outer core). Susunan bagian dalam bumi diperlihatkan pada Gambar I.1.. Gambar I.1. Susunan struktur bagian dalam bumi. Studi yang intensif terhadap gempa dimulai pada akhir abad ke 19, dimana pada saat itu mulai banyak dipasang jaringan alat seismogragh untuk melakukan observasi di seluruh dunia.. Pada. 1897,. ilmuwan. mendapatkan. cukup. banyak. seismogram gempa yang. mengindikasikan bahwa gelombang gempa P dan S telah menjalar jauh bumi. Dengan mempelajari perilaku perambatan. sampai ke dalam. gelombang gempa P dan S ini, seismolog. menemukan suatu struktur lapisan geologi yang besar di bagian dalam bumi. Dengan menggunakan hasil pengukuran ini, seismolog mulai menginterpretasikan struktur geologi bumi yang dilewati oleh gelombang P dan S.. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 1.

(3) Berdasarkan pengamatan terhadap pola perambatan gelombang P dan S, pada 1904 seimolog dari Croatia A. Mohorovicic menyebutkan bahwa pada bagian luar bumi terdapat suatu lapisan permukaan (crust) di atas lapisan batuan yang keras. Dia berpendapat bahwa di dalam bumi, gelombang gempa dipantulkan secara tidak menerus (discontinue) akibat adanya perubahan sifat kimiawi atau struktur geologi batuan. Dari penemuannya ini, lapisan pertemuan antara lapisan permukaan bumi dengan lapisan selimut bumi (mantle) di bawahnya,diberi nama Mohorovicic atau Moho Discontinuity. Pada 1906, R.D. Oldham dari India menggunakan waktu kedatangan dari gelombang P dan S untuk memastikan bahwa bumi mempunyai pusat atau inti. (core) yang besar. Dia. menginterpretasikan struktur bagian dalam bumi dengan membandingkan kecepatan rambat gelombang P terhadap gelombang S, dan diketahui bahwa perambatan gelombang P mengalami perubahan arah akibat diskontinuitas seperti pada Moho Discontinuity. Pada 1914, dengan menggunakan waktu perambatan dari gelombang gempa yang dipantulkan dari batas antara selimut dan inti bumi, seismolog Beno Gutenberg dari Jerman dapat memperkirakan besarnya radius dari inti bumi yaitu sekitar 3500 km. Pada 1936 seismolog Inge Lehmann dari Dermark menemukan pusat struktur bumi yang lebih kecil yang dikenal sebagai inti bagian dalam (inner core) bumi. Dengan mengukur waktu kedatangan gelombang gempa yang diakibatkan oleh gempa yang terjadi di Pasific Selatan (South Pasific), dia dapat memperkirakan besarnya radius inti bagian dalam bumi sebesar 1216 km. Pada saat gelombang gempa merambat melewati bumi dan mencapai pusat observatori gempa di Denmark,. dia mendapatkan kesimpulan bahwa kecepatan dan waktu kedatangan. gelombang gempa telah mengalami pembelokan oleh inti bumi bagian dalam. Pada penelitian-penelitian lebih lanjut terhadap gelombang gempa, seismolog menemukan fakta bahwa inti bagian luar (outer core) dari bumi merupakan cairan, sedangkan inti bagian dalam bumi terdiri dari benda padat. Seperti sudah dijelaskan di atas, bumi terdiri dari beberapa lapisan yaitu lapisan permukaan bumi, selimut bumi, inti bagian dalam dan bagian luar. Lapisan lithosphere setebal kurang lebih (50-100) km adalah bagian dari lapisan permukaan dan lapisan selimut bumi bagian atas, dan merupakan lapisan batuan sangat padat. Di atas lapisan lithosphere ini terdapat benua (continent) dan lautan (ocean). Di bawah lapisan lithosphere terdapat lapisan asthenosphere yang merupakan lapisan batuan kurang padat. Lapisan ini mengelilingi lapisan mantle. Lapisan lithosphere bumi patah menjadi lebih kurang dua puluh keping bagian yang disebut pelat tektonik (plate tectonic). Pelat-pelat tektonik ini mengambang di atas lapisan asthenosphere, dan secara perlahan bergerak. Secara periodik beberapa pelat akan saling Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 2.

(4) berbenturan satu dengan yang lainnya, dan dapat menyebabkan patahan pada permukaan bumi. Tumbukan antara pelat dapat memicu timbulnya gempa.. Gambar I.2. Lapisan Lithosphere dan Asthenosphere. I.3 Pelat Tektonik Jika gempa vulkanik terjadi akibat aktifitas gunung berapi, maka gempa tektonik terjadi akibat benturan antara pelat-pelat tektonik yang terdapat pada lapisan luar dari bumi. Menurut teori pelat tektonik, lapisan terluar dari bumi terdiri dari pelat-pelat batuan yang saling bergerak relatif satu dengan yang lainnya. Teori ini diformulasikan pada awal 1960, dan merupakan suatu penemuan yang baru di bidang geologi. Dengan menggunakan teori ini, para ilmuwan dapat secara ilmiah menjelaskan beberapa fenomena geologi seperti letusan gunung berapi, mekanisme terdinya gempa, terbentuknya pegunungan, serta formasi dari lautan dan benua. Teori pelat tektonik dikembangkan dari teori yang diusulkan oleh ilmuwan German Alfred Wegener pada 1921. Dengan melihat bentuk dari benua-benua yang ada sekarang ini dan dengan bukti-bukti geologi yang ditemukan di setiap benua, ia mengembangkan suatu teori mengenai benua yang lepas (continental drift).. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 3.

(5) Gambar I.3. Perubahan formasi benua-benua yang ada di bumi.. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 4.

(6) Teori continental drift diawali dengan pendapat bahwa pada masa lalu benua-benua yang ada di bumi ini pernah bergabung menjadi satu membentuk benua yang sangat besar (supercontinent) yang disebut Pangaea. Gambar I.3 menunjukkan formasi benua pada 200 juta tahun yang lalu ketika semua benua masih berkumpul menjadi satu. Sekitar 160 juta tahun yang lalu Pangaea terpecah menjadi dua benua yang besar yaitu Laurasia dan Gondwaland. Setelah sekian lama, kedua benua besar tersebut pecah menjadi beberapa benua dengan dengan bentuk yang seperti yang terlihat sekarang. Diperkirakan perubahan formasi dari benua-benua akan terus berlangsung. Pada gambar juga diperlihatkan prediksi dari formasi benua pada 60 juta tahun mendatang. Para ahli geologi pada 1960 menemukan bukti yang mendukung ide dari pelat tektonik dan pergerakannya. Mereka menggunakan teori dari Wegener pada berbagai aspek dari perubahan bumi, dan menggunakan bukti-bukti ini untuk memperkuat teori mengenai benua yang lepas. Pada 1968 para ilmuwan menggabungkan banyak kejadian geologi pada suatu teori yang disebut Global Tektonik Baru (New Global Tectonics) atau lebih dikenalal dengan nama Pelat Tektonik. Saat ini terdapat tujuh buah pelat tektonik yang besar dan beberapa pelat yang berukuran lebih kecil. Beberapa pelat yang besar meliputi pelat Pasific, pelat North American, pelat Eurasian, pelat Antartica, dan pelat Africa. Pelat yang lebih kecil tediri dari pelat Cocos, pelat Nazca, pelat Caribean, pelat Philippine.. Gambar I.4. Pelat-pelat tektonik bumi. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 5.

(7) Ukuran dari pelat tektonik sangat bervariasi, sebagai contoh, pelat Cocos mempunyai lebar 2000 km, sedangkan pelat Pacific yang merupakan pelat yang terbesar mempunyai ukuran lebar 14000 km. Para ahli geologi mempelajari bagaimana pelat-pelat tektonik tersebut dapat bergerak relatif terhadap suatu tempat yang tetap pada lapisan mantel, dan pergerakan relatif antara satu pelat tektonik dengan pelat lainnya. Tipe gerakan yang pertama dari pelat tektonik disebut gerakan absolut, dan gerakan ini dapat menjebabkan terbentuknya rangkaian gunung berapi. Tipe gerakan yang kedua disebut gerakan relatif, dan gerakan ini dapat menyebabkan berbagai bentuk perubahan permukaan bumi. Teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan terjadinya pergerakan-pergerakan pelatpelat tektonik bumi adalah teori Sea Floor Spreading yang dikembangkan oleh F. J. Vien dan D. H. Mathews pada 1963. Teori ini menyatakan bahwa permukaan bumi seluruhnya tertutup oleh lebih kurang 20 lapisan lithospere, yaitu lapisan batuan yang berbentuk pelat-pelat tektonik yang mempunyai ukuran berbeda-beda serta tebalnya berkisar antara 50–100 km. Karena lapisan permukaan bumi dengan ketebalan (50-100) km mempunyai temperatur relatif jauh lebih rendah dibanding dengan lapisan didalamnya, yaitu lapisan asthenosphere yang terdiri selimut bumi dan inti bumi, maka akan terjadi aliran konveksi dimana massa dengan temperatur tinggi mengalir ke daerah temperatur rendah atau sebaliknya. Teori aliran konveksi ini sudah lama berkembang untuk menerangkan pergeseran pelat-pelat tektonik yang menjadi penyebab utama terjadinya gempa. Benua dan lautan yang terletak di atasnya, diangkut oleh pergerakan pelat-pelat tektonik ini akibat proses geologi. Pelat-pelat tektonik selalu bergerak antara satu dengan yang lainnya. Pergerakan pelat-pelat tektonik ini bervariasi, dan ada yang mencapai 10 cm pertahun. Pada perbatasan atau pertemuan antara pelat-pelat tektonik, dapat terjadi beberapa proses geologi yaitu :  Subduction, yaitu pelat tektonik yang satu bergerak membelok ke bawah, sedangkan pelat yang lain sedikit terangkat.  Extrusion, yaitu kedua pelat tektonik saling bergerak ke atas kemudian saling menjauh.  Intrusion, yaitu kedua pelat tektonik saling mendekat kemudian bergerak ke bawah  Trancursion, yaitu pelat tektonik yang satu bergerak vertikal atau horisontal terhadap pelat yang lainnya.. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 6.

(8) I.4 Gempa Bumi Gempa bumi (earth quake) adalah suatu gejala fisik yang ditandai dengan bergetarnya bumi dengan berbagai intensitas. Getaran gempa dapat disebabkan oleh banyak hal antara lain peristiwa vulkanik, yaitu getaran tanah yang disebabkan oleh aktivitas desakan magma ke permukaan bumi atau meletusnya gunung berapi. Gempa yang terjadi akibat aktivitas vulkanik ini disebut gempa vulkanik. Gempa vulkanik terjadi di daerah sekitar aktivitas gunung berapi, dan akan menyebabkan mekanisme patahan yang sama dengan gempa tektonik. Getaran gempa dapat juga diakibatkan oleh peristiwa tektonik, yaitu getaran tanah yang disebabkan oleh gerakan atau benturan antara lempeng-lempeng tektonik yang terdapat di dalam lapisan permukaan. bumi. Gempa yang terjadi akibat aktivitas tektonik ini disebut. gempa tektonik. Selain gempa vulkanik dan gempa tektonik, terdapat juga gempa runtuhan, gempa imbasan, dan gempa buatan. Gempa runtuhan disebabkan oleh runtuhnya tanah di daerah pegunungan, sehingga akan terjadi getaran disekitar runtuhan tersebut.. Gempa imbasan. biasanya terjadi di sekitar dam karena fluktuasi air dam, sedangkan gempa buatan adalah gempa yang sengaja dibuat oleh manusia seperti ledakan nuklir atau ledakan untuk mencari bahan mineral. Skala gempa tektonik jauh lebih besar dibadingkan dengan jenis gempa lainnya, sehingga efeknya lebih banyak terhadap bangunan. Gerakan atau getaran tanah yang terjadi akibat gempa disebabkan oleh terlepasnya timbunan energi yang tersimpan di dalam bumi secara tiba-tiba. Energi yang terlepas ini dapat berbentuk energi potensial, energi kinetik, energi kimia, atau energi regangan elastis. Pada umumnya gempa-gempa yang merusak lebih banyak diakibat oleh terlepasnya energi regangan elastis di dalam batuan (rock) di bawah permukaan bumi. Energi gempa ini merambat ke. segala arah. dan juga kepermukaan tanah sebagai gelombang gempa. (seismic wave), sehingga akan menyebabkan permukaan bumi bergetar. Sifat merusak dari suatu gempa tergantung dari besarnya atau magnitude dan lamanya gempa, serta banyaknya getaran yang terjadi. Perencanaan konfigurasi struktur bangunan dan jenis material yang digunakan pada konstruksi bangunan, juga akan berpengaruh terhadap banyaknya kerusakan struktur bangunan. Gempa dan gelombang gempa terjadi beberapa ratus kali setiap hari diseluruh dunia. Suatu jaringan dunia dari alat seismograph (mesin yang mencatat gerakan tanah) medeteksi sekitar 1 juta kali gempa kecil pertahun. Gempa sangat kuat seperti yang terjadi di Alaska pada tahun 1964 yang menyebabkan kerugian jutaan dollar, dapat terjadi sekali setiap satu tahun. Sedangkan gempa kuat seperti yang terjadi di Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 7.

(9) Loma Prieta, California pada 1989 dan gempa Kobe di Jepang pada 1995, terjadi rata-rata 20 kali setiap tahunnya. Pada 500 tahun terakhir ini, jutaan orang telah meninggal dunia akibat gempa yang terjadi diseluruh dunia, termasuk 240.000 korban jiwa yang meninggal akibat gempa TangShan di China pada 1976. Gempa-gempa yang terjadi di seluruh dunia juga telah menyebabkan kerusakan properti dan kerusakan berbagai macam struktur bangunan. Antisipasi awal terhadap bencana gempa seperti, pendidikan dan sosialisasi terhadap pemahaman gempa, mitigasi, perkuatan struktur bangunan, perencanaan struktur bangunan tahan gempa yang lebih fleksibel dan aman, dapat membatasi korban jiwa dan mengurangi kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa. Lapisan paling atas bumi yaitu crust atau lapisan litosfir merupakan batuan yang relatif dingin dan bagian paling atas berada pada kondisi padat dan kaku. Di bawah lapisan ini terdapat batuan yang jauh lebih panas yang disebut mantle. Lapisan ini sedemikian panasnya sehingga senantiasa dalam keadaan tidak kaku dan dapat bergerak sesuai dengan proses pendistribusian panas, yang kita kenal sebagai aliran konveksi. Pelat-pelat tektonik yang merupakan bagian dari lapisan litosfir padat dan terapung di atas mantel ikut bergerak satu sama lainnya. Ada tiga kemungkinan pergerakan yang dapat terjadi antara satu pelat tektonik relatif terhadap pelat lainnya, yaitu : . Spreading, jika kedua pelat tektonik bergerak saling menjauhi. . Collision, jika kedua pelat tektonik bergerak saling mendekati. . Transform, jika kedua pelat tektonik bergerak saling menggeser Jika dua buah pelat tektonik bertemu pada suatu daerah sesar atau patahan (fault),. keduanya dapat bergerak saling menjauhi, saling mendekati atau saling bergeser. Umumnya gerakan dari pelat tektonik ini berlangsung sangat lambat dan tidak dapat dirasakan oleh manusia, namun terukur sebesar 0 sampai 15 cm pertahun. Kadang-kadang gerakan pelat tektonik macet dan saling mengunci, sehingga terjadi pengumpulan energi yang berlangsung terus sampai pada suatu saat batuan pada pelat tektonik tersebut tidak mampu lagi menahan gerakan tersebut, sehingga terjadi pelepasan energi regangan secara mendadak. Mekanisme pelepasan energi regangan ini yang kita kenal sebagai pemicu terjadinya gempa tektonik. Gempa dapat terjadi kapan saja, tanpa mengenal musim. Meskipun demikian, konsentrasi gempa cenderung terjadi di tempat-tempat tertentu saja, seperti di daerah pertemuan antara dua pelat tektonik. Gempa dapat terjadi dimanapun di bumi ini, tetapi pada umumnya banyak terjadi di sekitar perbatasan antara pelat-pelat tektonik. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 8.

(10) I.5 Bencana Yang Ditimbulkan Gempa Gempa tektonik adalah gempa yang disebabkan oleh terlepasnya energi regangan elastis pada formasi batuan yang ada dipermukaan bumi . Salah satu teori yang dipakai untuk menjelaskan mekanisme terjadinya gempa tektonik adalah teori Elastic Rebound yang dikemukakan oleh Prof. H. F. Reid. Teori ini dapat dipaparkan secara sederhana sebagai berikut : di dalam permukaan bumi senantiasa terdapat aktivitas geologis yang mengakibatkan pergerakan relatif suatu massa batuan di dalam permukaan bumi terhadap massa batuan lainnya. Gaya-gaya yang menimbulkan pergerakan batuan-batuan ini disebut gaya-gaya tektonik (tectonic forces). Batuan-batuan ini bersifat elastis dan dapat menimbun regangan bilamana ditekan atau ditarik oleh gaya-gaya tektonik. Ketika tegangan yang terjadi pada batuan tersebut melampaui kekuatannya, maka batuan tersebut akan hancur di daerah terlemah yang disebut patahan (fault). Batuan yang hancur tersebut akan melepaskan sebagian atau seluruh tegangan untuk kembali ke dalam keadaan semula yang bebas tegangan. Gempa secara langsung tidak begitu membahayakan manusia. Ini berarti bahwa korban jiwa tidak disebabkan karena adanya goncangan tanah yang disebabkan oleh gempa. Kebanyakan dari bencana gempa. yang menimbulkan korban jiwa dan kerugian materi. diakibatkan oleh struktur bangunan yang dibuat oleh manusia. Bahaya yang sesungguhnnya disebabkan oleh keruntuhan dari struktur bangunan, korban banjir yang disebabkan oleh jebolnya suatu bendungan atau tanggul, longsoran batuan dan tanah pada tebing yang curam, dan kebakaran. I.5.1 Pengaruh Akibat Goncangan Tanah Bencana pertama yang disebabkan oleh gempa adalah pengaruh dari goncangan tanah. Struktur bangunan dapat mengalami kerusakan dan keruntuhan, baik oleh goncangan itu sendiri. maupun. oleh. lapisan. tanah. dibawahnya. yang. mengalami penurunan. elevasi. (subsidence) saat terjadi gempa. Struktur bangunan bahkan dapat ambles ke dalam tanah ketika terjadi liquifaksi (liquefaction). Liquifaksi adalah peristiwa tercampurnya pasir atau tanah berpasir dengan air tanah, selama terjadi goncangan gempa. Ketika air dan pasir dicampur, lapisan ini menjadi sangat lunak dan berperilaku seperti pasir hisap. Jika liquifaksi terjadi di bawah suatu bangunan, dapat menyebabkan longsoran atau amblesan. Lapisan tanah bergerak ke atas lagi setelah gempa berlalu dan air tanah kembali turun ke tempatnya yang semula. Peristiwa liquifaksi lebih berpengaruh pada lokasi tanah berpasir dimana air tanah terletak cukup dekat dengan permukaan tanah.. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 9.

(11) Gambar I.5. Salah satu bagian jalan mengalami kerusakan yang parah akibat Gempa Good Friday di Alaska, 1964.. Gambar I.6. Keruntuhan bangunan akibat likuifaksi saat terjadi gempa Kobe di Jepang, 1995.. Struktur banguan juga dapat mengalami kerusakan akibat gelombang permukaan yang kuat yang berasal dari dorongan dan rekahan tanah. Struktur bangunan apapun yang berada di alur gelombang permukaan ini dapat bergeser atau roboh akibat dari pergerakan tanah. Goncangan tanah dapat juga menyebabkan tanah longsor yang dapat merusak bangunan atau mencederai manusia. I.5.2 Pergeseran Tanah Bencana utama akibat gempabumi yang kedua adalah pergeseran tanah di sepanjang patahan. Jika sebuah bangunan seperi gedung, jembatan atau jalan dibangun melintasi daerah. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 10.

(12) patahan, maka pergeseran tanah akibat gempa akan sangat merusak dan bahkan akan meruntuhkan bangunan tersebut. I.5.3 Banjir Bencana yang ketiga yang dapat ditimbulkan gempa adalah banjir. Sebuah gempa dapat merusak tanggul atau bendungan sepanjang sungai. Air yang berasal dari sungai atau reservoir akan membanjiri daerah tersebut dan merusak bangunan atau mungkin menghanyutkan dan menenggelamkan orang. Tsunami dan seiche dapat juga menyebabkan banyak kerusakan. Kebanyakan orang menyebut tsunami sebagai ombak pasang yang sangat besar, tetapi ini tidak ada kaitannya dengan gelombang pasang air laut biasa. Tsunami merupakan suatu gelombang yang sangat besar disebabkan oleh gempa yang terjadi di bawah samudera. Tsunami dapat mencapai tinggi tiga meter dan mempunyai kecepatan yang tinggi pada saat mencapai daerah pantai, sehingga dapat menyebabkan kerusakan yang besar di daerah pantai. Seiche adalah gelombang air sama seperti tsunami, tetapi dengan skala yang lebih kecil. Seiche terjadi pada danau yang diakibatkan oleh gempa, dan pada umumnya hanya memiliki tinggi setengah meter. Meskipun demikian, seiche juga dapat menyebabkan banjir. I.5.4 Kebakaran Bencana lainnya yang dapat diakibatkan oleh gempa adalah kebakaran. Kebakaran ini diawali oleh terputusnya jaringan kabel listrik atau meledaknya pipa gas. Hal tersebut dapat menjadi masalah yang serius, kususnya pada saat saluran air yang menyokonng pompa hydrant juga terputus. Sebagai contoh terjadinya kebakaran akibat gempa adalah terbakarnya kota San Fransisco setelah gempa kuat pada tahun 1906. Kota ini terbakar selama 3 hari yang menyebabkan sebagian besar kota hancur dan 250000 penduduk kehilangan tempat tinggal.. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 11.

(13) Gambar I.7. Kebakaran di kota San Francisco setelah terjadi gempa kuat pada 1906 .. I.6 Cara Mempelajari Gempa Para ahli seismologi mempelajari gempa bumi dengan cara melihat kerusakan yang disebabkan oleh gempa dan dengan menggunakan seismograf. Seismograf adalah alat yang dapat merekam goncangan pada permukaan bumi akibat gelombang gempa.. Seismograf pertama kali ditemukan oleh seorang ahli astronomi Cina bernama Chang Heng. Kebanyakan seismograf modern saat ini adalah bersifat elektronik, tetapi komponenkomponen. dasar dari alat seismograf adalah tetap yaitu drum yang diberi kertas diatasnya. (rotating drum records motion), suatu ruang yang dihubungkan dengan suatu engsel yang dapat bergerak pada kedua ujungnya, suatu beban (mass), dan suatu pena (pen). Salah satu ujungnya dipalang dengan kotak logam yang tertancap di tanah. Beban diletakkan pada ujung lainnya dari palang dan pena ditancapkan pada beban itu. Drum dengan kertas di atasnya akan berputar secara konstan (Gambar I.8). Ketika terjadi gempa, semua peralatan di seismograf bergerak; kecuali beban dengan pena di atasnya. Saat drum dan kertas berguncang mendekati pena, maka pena akan membuat garis-garis yang. tak beraturan di atas kertas,. dan membuat catatan mengenai pergerakan. tanah akibat gempa. Catatan yang terekam oleh seismograf ini disebut seismogram. Dengan mempelajari seismogram, para ahli seismologi dapat memperkirakan. seberapa. jauh dan seberapa kuat gempa yang terjadi. Catatan ini tidak dapat menceritakan letak pusat gempa secara tepat, hanya dapat memberitahukan bahwa gempa terjadi sejauh beberapa mil atau kilometer dari seismograf. Untuk memperoleh letak pusat gempa yang tepat, dibutuhkan setidaknya 2 seismograf lain yang berada di tempat lain. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 12.

(14) Gambar I.8. Komponen-komponen dasar alat seismograph. I.6.1 Parameter-parameter Gempa Suatu peristiwa gempa biasanya digambarkan dengan beberapa parameter, sebagai berikut :  Tanggal dan waktu terjadinya gempa  Koordinat epicenter ( dinyatakan dengan garis lintang dan garis bujur geografi )  Kedalaman pusat gempa (focus)  Magnitude dan Intensitas maksimum gempa Pusat gempa atau focus adalah titik di bawah permukaan bumi di mana gelombang gempa untuk pertama kali dipancarkan. Fokus biasanya ditentukan berdasarkan perhitungan data gempa yang diperoleh melalui peralatan pencatat gempa (seismograf). Lokasi sumber gempa pada umumnya terdapat diperbatasan antara pelat-pelat tektonik, di mana pada tempat ini sering terjadi patahan bidang permukaan bumi. Pada prinsipnya gempa adalah suatu peristiwa pelepasan energi pada suatu tempat di perbatasan antara pelat-pelat tektonik. Episentrum (Epicenter) adalah titik pada permukaan bumi yang didapat dengan menarik garis melalui focus, tegak lurus pada permukaan bumi. Episentrum dapat ditentukan melalui peralatan pencatat gempa atau secara makroseismik. Episentrum yang ditentukan melalui peralatan pencatat getaran gempa disebut. instrumental epicenter. Bilamana tidak ada hasil. pencatatan. ditentukan. getaran. gempa,. episentrum. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. berdasarkan. pengamatan. terhadap. 13.

(15) kerusakan pada suatu daerah. Episentrum. pada cara ini adalah titik di mana kerusakan. terbesar terjadi, dan disebut macroseismic epicenter. Kedalaman fokus adalah kedalaman jarak antara fokus dengan epicentrum. Berdasarkan kedalaman fokus ini, suatu gempa dapat diklasifikasikan sebagai berikut :  Gempa dengan kedalaman fokus lebih kecil dari 70 km, disebut Gempa Dangkal.  Gempa dengan kedalaman fokus antara 70 km sampai dengan 300 km, disebut Gempa Menengah.  Gempa dengan kedalaman fokus lebih besar dari 300 km, disebut Gempa Dalam.. Gambar I.9. Focus, Epicenter, seismic waves, dan fault. I.6.2 Menentukan Letak Episentrum dan Magnitude Gempa Untuk menentukan di mana gempa terjadi, perlu dipelajari data rekaman gempa (seismogram) yang tercatat pada seismograf. Sekurang-kurangnya diperlukan 2 seismograf yang berbeda untuk gempa yang sama. Gambar I.10 menunjukkan contoh rekaman gempa yang tercatat pada seismograf. Jarak antara awal permulaan gelombang P dan awal mula gelombang S menunjukkan berapa detik gelombang tersebut terpisah.. Gambar I.10. Rekaman gempa yang tercatat pada seismograf.. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 14.

(16) Hasil ini dapat digunakan untuk memperkirakan jarak dari seismograf ke pusat gempa. Untuk menentukan jarak episentrum dan magnitude gempa dapat dilakukan dengan menggunakan grafik seperti pada Gambar I.11.. Gambar I.11. Grafik untuk menentukan jarak episentrum dan magnitud gempa. Prosedur untuk menentukan jarak episentrum dan magnitude gempa, sbb. :  Mengukur jarak antara awal gelombang P dan gelombang S. Dalam hal ini, awal gelombang P dan S adalah terpisah 24 detik. Plot 24 detik ini pada grafik skala S-P, akan didapatkan jarak pusat gempa adalah 215 kilometer (Gambar I.11).  Ukur amplitudo maksimum dari gelombang gempa yang terekam pada seismograf. Pada rekaman seismograf di dapat amplitudo maksimum adalah 23 mm (Gambar I.10)  Plot 23 mm ini pada grafik skala Amplitude yang sudah tersedia (Gambar I.11).  Tarik garis lurus melalui dua yaitu titik 24 detik dan 23 mm, sehingga memotong grafik skala Magnitude. Dengan membaca titik potong pada grafik skala Magnitude, didapatkan besarnya magnitude gempa adalah M = 5 pada Skala Richter.. I.7 Patahan Patahan (fault) adalah retakan di permukaan bumi dimana dua buah pelat tektonik bergerak dengan arah yang berbeda. Patahan dapat terjadi karena tumbukan dan gesekan antar. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 15.

(17) pelat tektonik. Tergantung dari arah terjadinya patahan, pada dasarnya ada dua jenis patahan yang dapat terjadi, yaitu patahan dip slip dan patahan strike slip.. Gambar I.12. Jenis-jenis patahan yang dapat terjadi akibat gempa.. Patahan dip slip atau patahan normal (normal fault) adalah retakan dimana satu bagian dari batuan bergeser kearah vertikal menjauhi bagian yang lain. Patahan jenis ini biasanya terjadi pada wilayah dimana suatu pelat tektonik terbelah dengan sangat lambat, atau pada dua buah pelat tektonik yang saling mendorong satu sama lain. Patahan strike-slip adalah retakan antara dua pelat tektonik yang bergesekan satu sama lain dalam arah horisontal. Patahan strike slip yang terkenal adalah adalah patahan San Andreas sepanjang 300 km dengan lebar patahan 6,4 m. Patahan San Andreas di California ini disebabkan oleh gempa San Francisco yang berkekuatan M = 8,3 pada Skala Richter pada 1906. Patahan berlawanan arah (reverse fault) adalah retakan yang terbentuk dimana salah satu pelat tektonik terdorong menuju pelat lainnya. Patahan ini juga terjadi jika sebuah pelat tektonik terlipat akibat tekanan dari pelat yang lain. Pada patahan jenis ini, salah satu bagian dari pelat bergeser kebawah, sedangkan bagian lainnya terdorong ke atas.. I.8 Mengukur Besaran Gempa Jika terjadi gempa yang merusak disuatu tempat, mungkin pertanyaan yang pertamatama timbul adalah : Berapakah besarnya gempa tersebut dan bagaimana cara mengukurnya?. Besaran yang dipakai untuk mengukur suatu gempa ada dua, yaitu Intensitas (Intencity) dan Magnitude (Magnitude). Kedua ukuran ini menunjukkan aspek-aspek yang berbeda mengenai suatu gempa.. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 16.

(18) I.8.1 Skala Mercalli Sebelum ditemukannya alat-alat pencatat getaran gempa, satu-satunya cara untuk mengukur besarnya gempa adalah dengan jalan pengamatan langsung oleh manusia. Untuk memudahkan pengamatan tersebut, dibuatlah daftar-daftar yang mengklasifikasikan besarnya gempa, berdasarkan derajat kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa terhadap bangunanbangunan. Skala daftar derajat kerusakan ini dinyatakan dalam angka Romawi. ( I, II, III, ….. ). Skala ini pada umumnya digunakan untuk pengamatan oleh orang-orang yang sudah berpengalaman untuk memperkirakan tingkat intensitas suatu gempa. Derajat kerusakan akibat gempa yang sama dengan ukuran yang terdapat dalam daftar yang dipakai untuk menyatakan intensitas suatu gempa. Intensitas yang dilaporkan untuk suatu gempa adalah intensitas maksimum yang disebabkan oleh aktivitas gempa pada suatu lokasi. Intensitas ini sering juga disebut sebagai intensitas lokal. Intensitas lokal berhubungan langsung dengan percepatan tanah maksimum yang terjadi akibat gempa. Dengan demikian intensitas lokal gempa akan berhubungan pula dengan besar kecilnya kerusakan yang terjadi pada bangunan-bangunan disuatu lokasi. Daftar skala intensitas, pertama kali dikembangkan oleh Rossi dari Italia dan Forrel dari Swiss. Skala ini, merujuk pada nilai I sampai X, yang untuk pertama kalinya digunakan untuk melaporkan gempa San Fransisco yang terjadi pada tahun 1906. Pada tahun 1902 seorang seimolog dan vulkanolog dari Italia bernama Giuseppe Mercalli mengusulkan skala intensitas dari I sampai dengan XII.. Pada tahun 1931, Harry O. Wood dan Frank Neumann. memodifikasi skala Mercalli ini, dan disebut skala Modified Mercalli Intensity (MMI Scale) untuk mengukur intensitas gempa yang terjadi di California, Amerika. Skala MMI mempunyai 12 tingkatan intesitas gempa (I s/d XII). Setiap tingkatan intensitas didefinisikan berdasarkan pengaruh gempa yang didapat dari pengamatan, seperti goncangan tanah, dan kerusakan dari struktur bangunan seperti gedung, jalan, dan jembatan. Tingkat intensitas I sampai VI, digunakan untuk mendeskripsikan apa yang dilihat dan dirasakan orang selama terjadinya gempa ringan dan gempa sedang. Sedangkan tingkat intensitas VII sampai dengan XII digunakan untuk mendeskripsikan kerusakan pada struktur bangunan selama terjadinya gempa kuat. Di dunia, setiap tahunnya terjadi rata-rata satu gempa dengan tingkat intensitas X sampai XII, 10 sampai 20 gempa dengan intensitas VII sampai IX, dan lebih dari 500 gempa dengan intensitas I sampai VI. Setiap tahun terjadi hampir 100000 gempa tetapi tidak dicatat manusia, oleh karena itu gempa-gempa ini tidak diklasifikasikan di dalam skala MMI. Gempa dengan intensitas II dan III pada skala MMI dapat dianggap setara dengan gempa dengan Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 17.

(19) magnitude M=3 sampai M=4 pada Skala Richter. Gempa dengan intensitas XI dan III pada skala MMI dapat dianggap setara dengan gempa dengan magnitude M=8 sampai M=9 pada Skala Richter. Hal-hal yang dapat menyebabkan banyaknya kerusakan dari bangunan pada saat terjadi gempa adalah, desain dari konstruksi bangunan, jarak lokasi bangunan dari pusat gempa, dan kondisi lapisan permukaan tanah dimana bangunan tersebut didirikan. Desain dari konstruksi bangunan yang berbeda, akan memiliki daya tahan terhadap gempa yang berbeda pula, serta semakin jauh lokasi bangunan dari pusat gempa, semakin sedikit kerusakan yang akan terjadi. Demikian juga pengaruh dari kondisi tanah dasar dimana bangunan didirikan, akan menyebabkan perbedaan pada tingkat kerusakan yang dapat terjadi. Pada lokasi dimana lapisannya merupakan tanah lunak, gempa akan menyebabkan bangunan bergoncang lebih keras dibandingkan jika lapisan tanahnya merupakan tanah lunak. Bangunan-bangunan yang didirikan di atas lapisan tanah lunak akan mengalami kerusakan yang lebih parah dibandingkan dengan bangunan-bangunan yang didirikan di atas lapisan tanah keras. Dari penjelasan mengenai tingkat kerusakan bangunan yang dapat terjadi akibat gempa, terlihat bahwa penentuan dari nilai Skala Mercalli sangat bersifat subjektif karena beberapa hal sebagai berikut :  Tergantung pada jarak epicenter sampai tempat yang dimaksud.  Keadaan geologi setempat  Kualitas dari bangunan-bangunan setempat di lokasi terjadinya gempa.  Pengamatan manusia sangat dipengaruhi oleh keadaan panik akibat kekacauan yang biasanya terjadi pada saat gempa, Skala Mercalli tidak dapat digunakan secara ilmiah seperti Skala Richter. Karena skala ini bersifat subjektif, maka untuk suatu kerusakan yang diakibatkan oleh gempa, pengamatan yang dilakukan oleh beberapa orang akan mempunyai pendapat yang berbeda mengenai tingkat kerusakan yang terjadi. Tabel I.1. Skala Intensitas Modified Mercalli ( MMI Scale ). Skala Intensitas I II III. Keterangan Tidak terasa orang, hanya tercatat oleh alat pencatat yang peka Getaran terasa oleh orang yang sedang istirahat, terutama orang yang berada di lantai dan di atasnya Benda-benda yang tergantung bergoyang, bergetar ringan. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 18.

(20) IV V. VI VII VIII IX X. XI XII. Getaran seperti truk lewat. Jendela, pintu dan barang pecah belah bergemerincing Getaran terasa oleh orang di luar gedung. Orang tidur terbangun. Benda-benda tidak stabil di atas meja terguling atau jatuh. Pintu bergerak menutup dan membuka. Getaran terasa oleh semua orang. Banyak orang takut dan keluar rumah. Berjalan kaki sulit. Kaca jendela pecah. Meja dan kursi bergerak. Sulit berdiri. Getaran terasa oleh pengendara motor dan mobil. Genteng di atap terlepas. Pengemudi mobil terganggu. Tembok bangunan retak. Semua orang panik. Tembok bangunan mengalami kerusakan berat. Pipa-pipa dalam tanah putus. Sebagian konstruksi portal dan temboknya rusak beserta pondasinya. Tanggul dan bendungan rusak berat. Rel kereta api bengkok sedikit. Banyak terjadi tanah longsor. Rel kereta api rusak berat. Pipa-pipa di dalam tanah rusak Terjadi kerusakan total. Bangunan-bangunan mengalami kerusakan. Barang-barang terlempar ke udara.. Beberapa orang saksi mungkin akan melebih-lebihkan betapa banyaknya hal buruk yang terjadi saat terjadi gempa. Jumlah kerusakan yang disebabkan oleh gempa tidak dapat didata dengan teliti, sama halnya dengan kekuatan gempa itu sendiri. Dengan demikian, skala intensitas tidak dapat digunakan sebagai ukuran untuk menyatakan besarnya suatu gempa. Meskipun demikian, skala intensitas sangat berguna untuk membuat garis isoseismal pada peta suatu daerah atau lokasi guna menetapkan tempat-tempat atau daerah-daerah yang mempunyai derajat kerusakan yang sama. Peta ini adalah yang sering disebut sebagai peta jalur gempa, dan berguna sekali sebagai informasi di dalam perencanaan struktur bangunan tahan gempa. Dengan ditemukannya alat seismograf, yaitu alat pencatat getaran gempa, maka terbukalah kemungkinan untuk mengukur besarnya suatu gempa dengan lebih teliti. Dari hasil pencatatan suatu alat seismograf, akan dapat diketahui jumlah energi kinetik yang terlepas pada pusat gempa. I.8.2 Skala Richter Salah satu skala yang paling sering digunakan untuk mengukur kekuatan atau besarnya gempa adalah Skala Richter (Richter Magnitude Scale), atau disebut Local Magnitude (ML). Skala ini dibuat oleh DR. Charles F. Richter dari California Institute of Technology pada 1934. Skala Richter didasarkan pada skala logaritma dan ditulis dalam angka Arab (1, 2, 3, …. ). Besaran dari Skala Richter ditentukan dengan mengukur amplitudo maksimum dari. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 19.

(21) gelombang seismik yang tercatat pada alat seismograf standart Wood-Anderson, yang ditempatkan pada jarak 100 km dari pusat gempa. Alat seismograf dapat mendeteksi gerakan tanah yang sangat kecil sebesar 0,00001 mm, sampai gerakan tanah sebesar 1 meter. Karena besaran pada Skala Richter ditulis berdasarkan skala logaritma (base 10), ini berarti bahwa setiap penambahan satu angka pada Skala Richter, akan mempresentasikan kenaikan sebesar 10 kali lipat pada pergerakan tanah akibat gempa. Jadi dengan menggunakan skala ini, gempa yang tercatat 5 pada Skala Richter (magnitude gempa M=5), akan mengakibatkan goncangan tanah sepuluh kali lipat lebih kuat dibandingkan gempa dengan skala 4 (magnitude gempa M=4), dan permukaan bumi akan bergerak sejauh 10 kali. Untuk memberi gambaran mengenai angka-angka pada Skala Richter, maka anggaplah hal ini sebagai suatu bentuk energi yang dilepaskan oleh bahan peledak. Suatu gelombang gempa dengan tingkat magnitude gempa M=1 pada Skala Richter akan melepaskan energi setara dengan energi ledakan 6 ton bahan peledak TNT. Sebuah gempa dengan tingkat magnitude gempa M=8 akan melepaskan energi setara dengan banyaknya energi yang dihasilkan oleh ledakan 6 juta ton TNT. Untungnya, kebanyakan dari gempa yang terjadi setiap tahunnya mempunyai tingkat magnitude kurang dari 2.5, sehingga terlalu kecil untuk dapat dirasakan oleh manusia. Meskipun Richter yang pertama kali mengusulkan cara ini untuk mengukur kekuatan gempa, ia hanya menggunakan suatu jenis alat seismograf tertentu dan mengukur gempa dangkal di California Selatan. Untuk penggunaan berbagai jenis alat seismograf untuk mengukur magnitude dan kedalaman gempa dari semua tingkatan gempa, para Ilmuwan sekarang telah membuat skala magnitude yang lain, yang semuanya sudah dikalibrasikan terhadap metoda asli dari Richter. Berikut ini adalah sebuah tabel yang menggambarkan tingkatan magnitude dan kekuatan gempa, pengaruh-pengaruhnya, serta perkiraan jumlah gempa yang terjadi setiap tahunnya. Tabel I.2. Magnitude dan Kelas Kekuatan Gempa. Magnitude Gempa < 2,5 2,5 s.d 4,9 5,0 s.d 5,9 6,0 s.d 6,9. Kelas Kekuatan Gempa Minor earthquake Light earthquake Moderate earthquake. Strong. Pengaruh gempa Pada umumnya tidak dirasakan, tetapi dapat direkam oleh seismograf. Selalu dapat dirasakan, tetapi hanya menyebabkan kerusakan kecil. Menyebabkan kerusakan pada bangunan dan struktur-struktur yang lain. Kemungkinan dapat menyebabkan. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. Perkiraan kejadian pertahun 900,000 30,000 500 100. 20.

(22) earthquake 7.0 s.d 7.9  8.0. Gempa. Major earthquake Great earthquake dengan. kerusakan besar, pada daerah dengan populasi tinggi. Menimbulkan kerusakan yang serius. Dapat menghancurleburkan daerah yang dekat dengan pusat gempa.. magnitude. M=5. dianggap. sebagai gempa. 20 satu setiap 510 tahun sedang. (moderate. earthquake), sedangkan gempa dengan magnitude M=6 merupakan gempa kuat (strong earthquake). Gempa dengan magnitude M=8 atau lebih, merupakan gempa sangat kuat (great earthquake). Sebagai contoh gempa Los Angeles 1994 mempunyai magnitude M=6,7 dan gempa San Fransisco 1906 mempunyai magnitude M=7,9. Meskipun Skala Richter tidak mempunyai batas atas, tetapi gempa dengan magnitude lebih dari M=8 sangat jarang terjadi. Gempa ini hanya terjadi sekali setiap 5 sampai 10 tahunnya di dunia. Demikian juga tidak terdapat batas bawah pada Skala Richter. Suatu gempa berukuran 1/10 dari gempa dengan magnitude M=1, adalah gempa dengan skala 0 pada Skala Richter. Dan gempa berukuran 1/10 dari gempa dengan magnitude 0, adalah gempa dengan skala -1 pada Skala Richter. Gempa dengan magnitude negatif pada skala Richter terjadi setiap hari, tetapi sangat kecil getarannya sehingga sulit untuk dideteksi. Magnitude gempa dapat mencermikan kondisi sesungguhnya dari besarnya gempa. Magnitude tidak memberikan gambaran mengenai derajat kerusakan yang disebabkan oleh gempa. Perlu dicatat, bahwa suatu gempa dengan magnitude besar yang terjadi di tengah samudera, mungkin tidak akan mengakibatkan kerusakan pada bangunan, bahkan getarannya pun mungkin tidak akan dirasakan oleh manusia yang berada di darat. Sebaliknya suatu gempa dengan magnitude rendah tetapi mempunyai pusat gempa yang dekat pada suatu kota yang padat penduduk serta penuh dengan bangunan-bangunan, mungkin akan menyebabkan banyak kerusakan. Hubungan sesungguhnya antara intensitas dan magnitude sangat sulit untuk ditentukan. Banyak faktor disamping magnitude gempa dan jarak yang mempengaruhi besarnya intensitas. Salah satu faktor yang berpengaruh adalah kondisi tanah. Meskipun demikian, hubungan perkiraan antara besaran magnitude (Richter) dengan intensitas (MMI dapat ditentukan sebagai berikut :. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 21.

(23) Tabel I.3. Hubungan antara Magnitude dan Intensitas Gempa. Magnitude ( Richter ) 2. Intensitas ( MMI ) I – II. 3. III. 4. IV – V. 5. VI – VII. 6. VII – VIII. 7. IX – X. 8. XI – XII. Pengaruh-pengaruh Tipikal Pada umumnya tidak terasa Terasa di dalam rumah, tidak ada kerusakan Terasa oleh banyak orang, barang-barang bergerak, Tidak adak kerusakan struktural Terjadi beberapa kerusakan struktural, seperti Retak-retak pada dinding Kerusakan menengah, seperti hancurnya dinding Kerusakan besar, seperti runtuhnya bangunan Rusak total atau hampir hancur total. I.9 Energi Gempa Dan Percepatan Tanah Gempa tektonik hanya dapat terjadi jika dua syarat utamanya terpenuhi, yaitu :  Harus terjadi penimbunan regangan secara perlahan-lahan pada batu-batuan di dalam kulit bumi dalam waktu yang lama  Batuan-batuan di dalam kulit bumi tersebut harus cukup kuat untuk dapat menimbun tegangan hingga mencapai energi, kira-kira (1020 –1025 ) erg. Sebagai perbandingan : bom atom Hiroshima mempunyai energi sebesar 8x1020 erg. Jika kedua syarat tersebut tidak tercapai, maka dapat dipastikan gempa tektonik tidak akan terjadi. Seperti telah di sebutkan di atas, anggapan yang dapat diterima sampai saat ini adalah, suatu gempa akan terjadi karena adanya pelepasan energi regangan yang telah lama tertimbun di dalam batu-batuan, dan terjadinya penimbunan tegangan adalah karena pergerakan di dalam bumi. Pada saat terjadi pergerakan tanah akibat gempa, akan terjadi pelepasan energi pada sumber gempa. Besarnya energi yang dilepas pada sumber gempa diukur dengan skala Richter. Hubungan antara Skala Richter dan besarnya energi yang dilepaskan pada saat terjadi gempa, dapat ditulis dalam suatu persamaan : Log E = 11,4 + 1,5 M dimana E adalah energi gempa yang dilepaskan (erg atau dyne-cm), dan M adalah besaran atau magnitude gempa pada Skala Richter. Dari rumus di atas terlihat bahwa peningkatan dalam satu satuan Skala Richter berarti peningkatan energi sebesar 32 kali, dan peningkatan dua satuan pada Skala Richter berarti. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 22.

(24) peningkatan energi sebesar 1000 kali. Jadi suatu gempa yang tercatat M=7 pada Skala Richter, akan melepaskan energi sebanyak 32 kali dari energi yang dilepas dari gempa yang tercatat M=6 pada Skala Richter. Jumlah energi yang dilepaskan gempa dengan magnitude M=4,3 adalah ekivalen dengan energi yang dilepas oleh bom atom yang menghancurkan kota Hirosima di Jepang, yaitu sebanding dengan 20 kiloton TNT. Diperkirakan suatu gempa dengan magnitude M=12 pada Skala Richter, akan melepaskan cukup banyak energi yang dapat mengakibatkan bumi terbelah menjadi dua bagian. Pembagian besaran gempa menurut skala Richter ini kurang begitu tepat digunakan di bidang rekayasa struktur bangunan tahan gempa, karena meskipun gempa yang tercatat melepaskan energi sangat besar, tetapi kadang-kadang kurang terasa di permukaan tanah, karena jarak sumber gempa sangat jauh di dalam bumi. Sebagai contoh, gempa yang melanda Chili dan Agadir (Maroko), keduanya terjadi pada 1960. Magnitude gempa yang terjadi di Chili tercatat sebesar M=7,5 pada Skala Richter, tetapi tidak mengakibatkan kerusakan yang berat karena sumber gempa terletak 100 km di bawah muka tanah. Sedangkan magnitude gempa yang melanda Agadir tercatat hanya sebesar M=5,7 pada Skala Richter, tetapi mengakibatkan kerusakan yang hebat karena sumber gempa terletak hanya 6 km dari permukaan tanah. Jadi pengaruh gempa di permukaan tanah tidak hanya ditentukan oleh besarnya energi yang dilepaskan dari sumber gempa saja, akan tetapi juga kedalaman atau jarak sumber gempa. Hubungan antara Skala Richter dan percepatan tanah maksimum atau Peak Ground Acceleration (PGA) akibat pengaruh gempa pada suatu wilayah, dapat dihitung dengan. menggunakan rumus Donovan dan Matuschka. Jika M adalah besarnya gempa menurut Skala Richter, H adalah jarak hypocenter (dalam km), maka besarnya percepatan tanah maksimum a (dalam cm/detik2 ) adalah : 0,5.M.  Rumus Donovan (1973). : a = 1080.(2,718).  Rumus Matuschka (1980). : a = 119.(2,718). 0,81.M. –1,32. (H+25). –1,15. .(H+25). Perpindahan materi biasa disebut displacement. Jika dapat diketahui waktu yang diperlukan untuk perpindahan tersebut, maka akan dapat dihitung kecepatan materi tersebut. Sedangkan percepatan adalah parameter yang menyatakan perubahan kecepatan mulai dari keadaan diam sampai pada kecepatan tertentu. Percepatan gelombang gempa yang sampai di permukaan bumi disebut percepatan tanah, dan merupakan gangguan yang perlu dikaji untuk setiap gempa, kemudian dipilih percepatan tanah yang maksimum untuk dipetakan agar bisa. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 23.

(25) memberikan pengertian tentang efek paling parah yang pernah dialami suatu lokasi. Efek primer gempa adalah kerusakan struktur bangunan baik yang berupa gedung, perumahan rakyat, gedung bertingkat, fasilitas umum, monumen, jembatan dan infrastruktur lainnya,. yang diakibatkan oleh getaran yang ditimbulkannya. Secara garis besar, tingkat. kerusakan yang mungkin terjadi tergantung dari kekuatan dan kualitas bangunan, kondisi geologi dan geotektonik lokasi bangunan, dan percepatan tanah di lokasi bangunan akibat dari getaran gempa. Faktor yang merupakan sumber kerusakan dapat dinyatakan dalam parameter percepatan tanah. Sehingga data percepatan tanah maksimum akibat gempa pada suatu lokasi menjadi penting untuk menggambarkan tingkat resiko gempa di suatu lokasi tertentu. Semakin besar nilai percepatan tanah maksimum yang pernah terjadi disuatu tempat, semakin besar resiko gempa yang mungkin terjadi. Gempa bisa terjadi berulang-ulang di suatu tempat. Hal ini dikenal sebagai perioda ulang gempa. Terjadinya gempa yang berulang di suatu tempat didukung oleh teori Elastic Rebound yang mempunyai fase pengumpulan energi dalam jangka waktu tertentu, dan kemudian masa pelepasan energi pada saat gempa besar. Perioda ulang gempa bisa 10 tahun, 50 tahun, 100 tahun, 500 tahun, atau bahkan 2500 tahun, sehingga tingkat resiko bangunan terhadap gempa bisa terkait dengan periode ulang terjadinya gempa.. I.10 Frekuensi Terjadinya Gempa Hubungan antara besarnya gempa menurut Skala Richter dengan frekuensi terjadinya gempa pada suatu wilayah, oleh Gutenberg dan Richter dapat dinyatakan dengan rumus : Log N = A – b.M dimana N adalah jumlah rata-rata gempa yang besarnya M atau lebih pada Skala Richter yang terjadi pada suatu wilayah, M adalah magnitude gempa menurut Skala Richter, A dan b adalah konstanta yang besarnya tergantung pada lokasi atau wilayah yang ditinjau. Sebagai contoh, untuk wilayah Jepang Timur Laut, harga A=6,88 dan b=1,06, untuk Jepang Barat Daya, harga A=4,19 dan b=0,72, untuk wilayah Amerika Barat, harga A=5,94 dan b=1,14, untuk wilayah Amerika Timur, harga A=5,79 dan b=1,34. Untuk Indonesia, besarnya konstanta A dan b dapat diambil sebesar A=7,30 dan b=0,94. Rumus Gutenberg dan Richter di atas menunjukkan hubungan antara frekuensi dan besarnya gempa yang ditinjau berdasarkan besarnya energi yang dilepas pada sumber gempa, pada suatu wilayah tertentu. Untuk keperluan rekayasa Teknik Sipil, rumus ini jarang digunakan, karena pada rekayasa Teknik Sipil yang diperlukan adalah besarnya percepatan. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 24.

(26) maksimum tanah permukaan pada saat terjadinya gempa. Hubungan yang banyak dipakai di bidang Teknik Sipil adalah hubungan antara frekuensi terjadinya gempa dan besarnya percepatan permukaan tanah yang maksimum pada suatu wilayah tertentu. Jika untuk suatu wilayah tertentu telah diketahui besarnya percepatan permukaan tanah yang pernah terjadi, maka dapat dibuat hubungan antara besarnya percepatan tanah dengan frekuensi terjadinya gempa. Misalnya pada suatu daerah, berdasarkan catatan-catatan gempa yang lalu, rata-rata mengalami 1 kali getaran gempa dengan percepatan permukaan tanah sebesar 0,10 gal (gal = gravity acceleration atau percepatan gravitasi) atau lebih untuk setiap 50 tahun, dan mengalami 1 kali getaran gempa dengan percepatan permukaan tanah sebesar 0,08 gal atau lebih untuk setiap 10 tahun, maka dapat dikatakan bahwa daerah tersebut mempunyai gempa 50 tahunan sebesar 0,10 gal dan gempa 10 tahunan sebesar 0,08 gal. Makin lama waktu atau periode ulang terjadinya gempa, maka akan makin besar percepatan permukaan tanahnya.. I.11 Gelombang Gempa Hancurnya massa batuan di dalam kulit bumi akan disertai dengan pemancaran gelombang-gelombang gempa (seismic wave) ke segala arah, kadang-kadang sampai ke tempat yang jauh sekali tergantung dari banyaknya energi yang terlepas. Pada dasarnya ada dua jenis gelombang yang dilepas pada saat terjadi gempa, yaitu Gelombang Badan (Body Waves) dan Gelombang Permukaan (Surface Wave). Gelombang badan ada dua jenis, yaitu Gelombang P (Primer) dan Gelombang S (Secunder). Gelombang permukaan ada dua jenis, yaitu Gelombang R (Rayleigh) dan Gelombang L (Love). Gelombang. P. merambat pada arah longitudinal,. dengan cara memampat dan. mengembang searah dengan arah rambatan. Kecepatan perambatan gelombang P antara 1,4 sampai dengan 6,4 km/detik. Gelombang S merambat pada arah transversal. Perambatan dari Gelombang S ini disertai juga dengan gerakan berputar sehingga dapat lebih membahayakan di bandingkan Gelombang P. Kecepatan perambatan Gelombang S sekitar 2/3 kali kecepatan Gelombang P. Karena perbedaan kecepatan rambat dari kedua gelombang ini, maka dari hasil rekaman gempa, dapat diperkirakan jarak sumber gempanya berdasarkan selisih waktu tiba antara kedua gelombang tersebut pada alat seismograf. Gelombang R dan Gelombang L hanya merambat di permukaan tanah saja. Gelombang R arah gerakannya pada bidang vertikal, sedangkan Gelombang L bergerak transversal pada bidang horisontal.. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 25.

(27) I.11.1 Gelombang P Gelombang P adalah gelombang gempa yang tercepat. Gelombang P ini dapat merambat melalui media padat dan cair, seperti lapisan batuan, air atau lapisan cair bumi. Pada saat merambat, gelombang ini akan menekan media batuan yang dilewatinya. Mekanisme perambatan Gelombang P yang menekan lapisan batuan, identik dengan mekanisme terjadinya getaran pada jendela kaca saat terjadi suar*a petir yang keras. Jendela bergetar karena adanya tekanan dari gelombang suara pada kaca jendela. Pada saat terjadi gempa, pengaruh dari Gelombang P dapat dirasakan berupa getaran.. Gambar I.13. Perambatan Gelombang P. I.11.2 Gelombang S Jenis kedua dari Gelombang Badan adalah Gelombang S, yang merupakan gelombang kedua yang dapat dirasakan pada saat gempa. Gelombang S lebih lambat dari pada Gelombang P, dan hanya dapat merambat melalui batuan padat. Arah gerakan dari gelombang ini naik-turun atau bergerak menyamping.. Gambar I.14. Perambatan Gelombang S. I.11.3 Gelombang L Jenis pertama dari Gelombang Permukaan disebut Gelombang L. Gelombang ini diberi nama sesuai dengan nama penemunya yaitu A.E.H. Love seorang ahli matematika dari Inggris. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 26.

(28) yang mengerjakan model matematika untuk jenis gelombang ini di pada 1911. Gelombang ini adalah yang tercepat dan menggerakkan tanah dari samping ke samping.. Gambar I.15. Perambatan Gelombang L. I.11.4 Gelombang R Jenis. Gelombang. Permukaan lainnya adalah Gelombang R.. Keberadaan dari. gelombang ini diperkirakan secara matematika oleh W.S. Rayleigh pada 1885. Pada saat merambat, Gelombang R akan menggulung media yang dilewatinya, dimana gerakan dari gelombang ini mirip dengan gerakan gelombang air di laut. Karena gerakan yang menggulung ini, maka lapisan tanah atau batuan akan naik dan turun, dan akan ikut bergerak searah dengan gerakan. gelombang.. Kebanyakan. goncangan. dari. gempa. berhubungan. erat. dengan. Gelombang R ini. Pengaruh kerusakan yang diakibatkan oleh Gelombang R dapat lebih besar dibandingkan gelombang- gelombang gempa lainnya.. Gambar I.16. Perambatan Gelombang R. I.11.5 Amplifikasi Gelombang Gempa Karena lapisan permukaan bumi tidak homogen dan terdiri dari bermacam-macam bahan dan lapisan,. maka gelombang-gelombang gempa tersebut dalam perjalanannya. mencapai permukaan bumi akan mengalami berbagai perubahan, yaitu diredam, dipantulkan, dibiaskan baik pada lapisan-lapisan maupun pada permukaan bumi. Sebagai akibatnya jalannya gelombang menjadi tidak beraturan, rumit, serta sulit untuk diprediksi. Lapisan permukaan bumi merupakan lapisan yang penting di bidang rekayasa gempa, karena pada lapisan ini sering terjadi retakan atau patahan yang dapat menyebabkan. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 27.

(29) terjadinya gempa. Pengalaman menunjukkan bahwa, kondisi geologi dan kondisi tanah setempat sangat mempengaruhi gerakan permukaan tanah pada saat terjadi gempa. Beberapa faktor yang mempengaruhi gerakan tanah akibat gempa adalah : panjang dan tebalnya lapisan tanah di atas lapisan batuan, perubahan jenis lapisan tanah, kemiringan lapisan tanah endapan, retakan di dalam lapisan batuan, dan lain-lain. Pada saat gelombang gempa menyebar di tanah, maka akan terjadi pemantulan. dan. penyebaran pada perbatasan antara lapisan-lapisan permukaan tanah yang mempunyai sifat karakterisitik yang berbeda. Seperti diilustrasikan pada Gambar I.17, hubungan antara sudut 1 pada bagian lapisan batuan dasar dan sudut gelombang n pada permukaan teratas, dapat dinyatakan dalam persamaan :. c sin  n  n sin 1 c1 Sebagai contoh, jika cn = 0,1c1 dan 1 = 900 , maka n = 60 . Hal ini menunjukkan bahwa arah penyebaran gelombang seismik hampir vertikal pada saat mencapai permukaan tanah. Jika gelombang gempa dengan percepatan yang tetap (stationary wave) merambat dari lapisan batuan dasar ke permukaan tanah, maka amplitudo dari gelombang pada saat mencapai permukaan tanah akan menjadi lebih besar dari pada gelombang asalnya. Dalam hal ini disebut bahwa gelombang seismik mengalami amplifikasi. Fenomena resonansi dapat terjadi terutama jika waktu getar dari gelombang gempa sama dengan atau mendekati waktu getar alami dari lapisan tanah yang dilewatinya.. Gambar I.17. Perambatan gelombang gempa pada beberapa lapisan tanah. Pada kondisi sebenarnya, gelombang gempa mempunyai percepatan rambat yang tidak tetap (nonstationary wave).. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 28.

(30) Gambar I.18. Distribusi akar kuadrat rata-rata dari pembesaran amplitudo percepatan tanah untuk komponen utara-selatan gempa El Centro, California, 1940 (Toki, 1981). Amplifikasi yang terjadi pada gelombang gempa nonstationary gelombang. gempa. stationary.. Meskipun demikian,. lebih kecil dari pada. gelombang gempa akan semakin. membesar saat mendekati permukaan tanah, seperti yang terlihat pada contoh numerik pada Gambar I.18. I.11.6 Bentuk Gelombang Gempa Bentuk, amplitudo, durasi, serta karakteristik lainnya dari gelombang gempa tidak hanya dipengaruhi oleh ukuran besarnya gempa dan jarak hiposentrum saja, tetapi juga dipengaruhi oleh mekanisme yang terjadi pada sumber gempa, dan struktur geologi tanah yang dilalui gelombang gempa. Pada suatu tempat yang letaknya jauh dari pusat gempa, gelombang gempa akan mempunyai intensitas dan bentuk yang berbeda dengan gelombang yang terjadi di dekat pusat gempa. Derajat dari amplifikasi dan perubahan bentuk dari gelombang gempa dipengaruhi juga oleh kekerasan dan ketebalan dari lapisan tanah di bawah lokasi setempat. Bentuk dari gelombang gempa sangat komplek dan berbeda satu dengan lainnya. Newmark dan Rosenblueth (1971) mengklasifikasikannya dalam empat tipe gelombang yaitu : 1. Single-shock type. Pusat gempa terdapat pada kedalaman yang dangkal, dimana lapisan dasar terdiri dari lapisan batuan yang keras, seperti gempa Port Hueneme 1957 (Gambar I.19), gempa Libya 1963, dan gempa Skopje 1963. 2. A moderately long, extremely irregular motion. Pusat gempa terdapat pada kedalaman sedang, dimana lapisan dasar terdiri dari lapisan batuan yang keras, seperti gempa El. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 29.

(31) Centro 1940 (Gambar I.20). Tipe ini sering terjadi pada sabuk Sirkum Pasifik , dimana lapisan batuan dasarnya keras. 3. A long ground motion exhibiting pronounced prevailing periods of vibration. Pada tipe ini, gelombang gempa tersaring oleh banyak lapisan tanah lunak, dan terjadi refleksi berurutan pada permukaan tanah, seperti pada gempa Meksiko 1964. 4. A ground motion involving large-scale permanent deformation of the ground. Gempa seperti ini terjadi di pelabuhan Alaska 1064 dan Niigata 1064. Sudah barang tentu gempa-gempa lainnya yang terjadi tidak akan memiliki bentuk gelombang gempa yang tepat sama dengan salah satu dari keempat tipe yang disebutkan diatas. Sejumlah gempa memperlihatkan bentuk gelombang diantara atau kombinasi dari keempat tipe tersebut.. Gambar I.19. Komponen timur-barat dari gempa Port Hueneme, 1957.. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 30.

(32) Gambar I.20. Komponen utara-selatan gempa El Centro, California, 1940.. I.12 Wilayah Gempa Gempa dapat terjadi kapan saja dan dimanapun di bumi ini, tetapi pada umumnya gempa terjadi di sekitar batas pelat tektonik dan banyak disekitar sesar aktif disekitar batas pelat tektonik. Dengan demikian lokasi gempa cenderung terkonsentrasi pada tempat-tempat tertentu saja, seperti pada batas pelat tektonik Pasific. Tempat ini dikenal dengan nama Lingkaran Api (Ring of Fire) karena banyaknya gunung berapi dan aktivitas geologi.. Gambar I.21. Lingkaran Api (Ring of Fire). Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 31.

(33) Dengan melihat tempat-tempat dimana gempa sering terjadi, maka telah dipetakan tiga jalur gempa yang ada di bumi, yaitu : 1.. Circum Pasific Earthquake Belt ( Jalur Gempa Pasifik ), yang meliputi : Chili, Equador, California, Jepang, Taiwan, Philipina, Sulawesi Utara, Kepulauan Maluku, Irian, Melanesia, Polynesia, dan Selandia Baru.. 2.. Trans Asiatic Earthquake Belt ( Jalur Gempa Asia ), yang meliputi : Pegunungan Alpine di Eropa, Asia Kecil, Irak, Iran, Afganistan, Himalaya, Birma, Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan Irian.. 3.. Mid Atlantic Earthquake Belt ( Jalur Gempa Atlantik Tengah ), yang meliputi : Atlantik Selatan melintas ke utara melalui Iceland dan Spitzbergen.. Dari jalur gempa di atas terlihat bahwa kepulauan Indonesia menjadi tempat pertemuan dua jalur gempa, yaitu Circum Pasific Earthquake Belt dan Trans Asiatic Earthquake Belt. Dengan demikian kepulauan Indonesia merupakan daerah yang rawan gempa.. I.13 Tsunami Istilah tsunami berasal dari kosa kata Jepang tsu yang berarti gelombang dan nami yang berarti pelabuhan, sehingga secara bebas, tsunami diartikan sebagai gelombang laut yang melanda pelabuhan.. Bencana tsunami terbukti menelan banyak korban manusia maupun. harta benda, sebagai contoh untuk tsunami di Flores. (1992) mengakibatkan meninggalnya. lebih dari 2000 manusia, kemudian untuk tsunami di Banyuwangi (1994) telah menelan korban 800 orang lebih, belum termasuk hitungan harta benda yang telah hancur, dan yang terakhir di Aceh yang menyebabkan lebih dari 100.000 ribu korban jiwa.. Gambar I.22. Gelombang Tsunami. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 32.

(34) Tsunami ditimbulkan oleh adanya perubahan bentuk (deformasi) pada dasar lautan, terutama perubaan permukaan dasar lautan dalam arah vertikal. Perubahan pada dasar lautan tersebut akan diikuti dengan perubahan permukaan lautan, yang mengakibatkan timbulnya penjalaran gelombang air laut secara serentak tersebar keseluruh penjuru mata-angin. Kecepatan rambat penjalaran tsunami di sumbernya bisa mencapai ratusan hingga ribuan km/jam, dan berkurang pada saat menuju pantai, dimana kedalaman laut semakin dangkal. Meskipun tinggi gelombang tsunami pada sumbernya kurang dari satu meter, tetapi pada saat menghempas di pantai, tinggi gelombang tsunami bisa mencapai lebih dari 5 meter. Hal ini disebabkan karena berkurangnya kecepatan merambat gelombang tsunami disebabkan semakin dangkalnya kedalaman laut menuju pantai. Tetapi ini akan mengakibatkan tinggi gelombangnya menjadi lebih besar karena harus sesuai dengan hukum kekekalan energi. Penelitian menunjukkan bahwa tsunami dapat timbul bila kondisi tersebut di bawah ini terpenuhi :  Gempa dengan pusat gempa di tengah lautan.  Gempa dengan magnitude lebih besar dari M=6.0 pada Skala Ricter  Gempa dengan pusat gempa dangkal, kurang dari 33 Km  Gempa dengan pola mekanisme dominan adalah sesar naik atau sesar turun  Lokasi sesar (fault) di lautan yang dalam.. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 33.

(35) Bab. II Aspek Rekayasa Gempa Pada Desain Struktur II.1 Pendahuluan Gempa bumi (earthquake) adalah salah satu peristiwa alam yang dapat menimbulkan bencana, yang pada umumnya terjadi akibat rusak atau runtuhnya gedung, rumah, atau bangunan buatan manusia.. Lapisan kulit bumi dengan ketebalan 100 km mempunyai. temperatur relatif jauh lebih rendah dibanding dengan lapisan dalamnya (mantel dan inti bumi), sehingga terjadi aliran konveksi dimana massa dengan temperatur tinggi mengalir ke daerah temperatur rendah atau sebaliknya. Teori aliran konveksi ini sudah lama berkembang untuk menerangkan terjadinya pergeseran pelat tektonik yang menjadi penyebab utama terjadinya gempa bumi tektonik. Disamping itu kita juga mengenal gempa vulkanik, gempa runtuhan, gempa imbasan, dan gempa buatan. Gempa vulkanik disebabkan oleh desakan magma ke permukaan, gempa runtuhan banyak terjadi di pegunungan yang runtuh, gempa imbasan biasanya terjadi di sekitar dam karena fluktuasi air dam, sedangkan gempa buatan adalah gempa yang dibuat oleh manusia seperti ledakan nuklir atau ledakan untuk mencari bahan mineral. Skala gempa tektonik jauh lebih besar dibandingkan dengan jenis gempa lainnya, sehingga efeknya lebih banyak terhadap bangunan. Hampir setiap tahun bencana gempa bumi terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Walaupun bencana ini berpengaruh sangat besar terhadap perekonomian regional dan pembangunan,. kelihatannya. masih. sangat. sedikit. usaha-usaha. yang. dilakukan. untuk. mengantisipasi, mempersiapkan, atau mengurangi pengaruh bencana dari gempa-gempa yang akan datang. Sepanjang sejarah manusia, gempa bumi telah menimbulkan banyak korban jiwa serta harta benda di seluruh dunia. Bencana ini pada umumnya disebabkan oleh gagalnya bangunan-bangunan buatan manusia. Sampai saat ini manusia belum dapat berbuat banyak untuk mencegah terjadinya gempa bumi, meskipun demikian manusia dapat berihtiar dan berusaha untuk mengurangi dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh bencana gempa. Oleh karena itu, salah satu upaya nyata untuk mengurangi atau mencegah pengaruh gempa bumi yang akan datang adalah dengan memberikan ketahanan gempa yang cukup terhadap bangunan-bangunan tersebut. Secara geografis, kepulauan Indonesia berada di antara 60 LU dan 110 LS, serta diantara 950 BT dan 1410 BT, serta terletak pada perbenturan tiga lempeng kerak bumi yang disebut triple juntion, yaitu : Lempeng Eurasia, Lempeng Pasific, dan Lempeng Indo Australia. (Gambar II-1). Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan lempeng Eurasia di. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 34.

(36) lepas pantai Sumatera, Jawa dan Nusa Tenggara, sedangkan dengan lempeng Pasific di utara Irian dan Maluku Utara. Di sekitar lokasi pertemuan antara lempeng ini, akumulasi energi tabrakan terkumpul sampai suatu titik dimana lapisan bumi tidak lagi sanggup menahan tumpukan energi, sehingga energi yang terkumpul akan dilepaskan berupa gempa bumi. Pelepasan energi sesaat ini akan menimbulkan berbagai dampak terhadap bangunan karena percepatan gelombang seismik, tsunami, longsoran, dan liquefaction. Besarnya dampak gempa terhadap bangunan bergantung pada beberapa hal; diantaranya adalah skala gempa, jarak epicenter,. mekanisme sumber gempa, jenis tanah di lokasi bangunan, dan kualitas dari. bangunan. Benturan tiga lempeng tektonik bumi yang terjadi di Indonesia membuat kawasan ini berpola tektonik yang sangat komplek. Oleh karena itu di Indonesia terdapat berbagai jalur rawan tektonik yang dapat menimbulkan gempa tektonik, dan sebagian besar bersifat merusak. Gempa bumi tektonik dapat. digolongkan sebagai bencana alam geologi, karena. bencana ini ditimbulkan oleh bencana alam dengan karakteristik yang spesifik yaitu terjadi secara cepat dan mendadak, tanpa dapat diramalkan terlebih dahulu intensitas besar dan arahnya, serta waktu kejadiannya. Pada akhir abad ke 20 ini sangat banyak gempa yang terjadi di Indonesia. Gempagempa yang terjadi ini umumnya menyebabkan bencana yang mengakibatkan korban jiwa dan kerugian harta benda. Tidak kurang dari belasan gempa bumi besar telah melanda Indonesia, dan beberapa diantaranya mencapai magnitude > M=6 pada Skala Richter, bahkan ada yang disertai dengan gelombang pasang (Tsunami) seperti gempa yang terjadi di Sumbawa, Flores, dan Banyuwangi. Kita tidak bisa melupakan gempa-gempa hebat yang terjadi di Bali (1976), Flores (1992), Halmahera (1994), Liwa (1994), Banyuwangi (1994), Kerinci (1995), Biak (1996), Pandeglang (1997,1999), Sukabumi (2000), Bengkulu (2000), Papua (2004), Bali (2004), Kepulauan Alor (2004), dan di Jogja (2006). Beberapa gempa bahkan dirasakan dampaknya di Jakarta, sehingga mendorong kita semua untuk memperhatikan fenomena gempa lebih serius. Terjadinya gempa bumi di beberapa wilayah di Indonesia mengingatkan kita bahwa, kepulauan Indonesia termasuk daerah yang rawan bencana gempa. Distribusi gempa bumi besar yang bersifat merusak dengan magnitude M > 6. pada. Skala Richter yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1900 sampai dengan 1996, diperlihatkan pada Gambar II-2. Dari distribusi gempa besar yang pernah terjadi, terlihat bahwa kawasan Indonesia khususnya sebagian Sumatera dan Jawa, serta hampir seluruh wilayah Indonesia bagian timur yang meliputi kepulauan Bali, NTT, dan NTB adalah daerah yang rawan bencana gempa. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 35.

(37) 110 mm / yr Lempeng Eurasia. Lempeng Pasifik. 71 mm / yr. Lempeng Indo-Australia. Gambar II-1. Lingkungan tektonik Indonesia terdiri dari tiga lempeng tektonik; Indo-Australia, Pasifik dan Eurasia yang bergerak relatif terhadap lainnya (lihat arah panah). Batas lempeng tektonik merupakan daerah konsentrasi aktifitas gempa bumi yang diplot sebagai garis hitam dan segi tiga. Garis tebal merupakan sesar aktif, sedangkan lingkaran adalah stasiun seismograf (Sumber : Badan Metereologi dan Geofisika).. Lempeng Eurasia. Lempeng Pasifik. Lempeng Indo-Australia. Gambar II-2. Distribusi lokasi gempa bumi besar yang pernah terjadi tahun 1900 s/d 1996 dengan magnitude M > 6 pada Skala Richter (Sumber : Badan Metereologi dan Geofisika).. Kerusakan maupun kerugian yang diakibatkan bencana gempa cukup besar, baik dari kerusakan sarana dan prasarana, serta hancurnya banyak rumah penduduk di suatu wilayah. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 36.

(38) permukiman. Lebih parah lagi adalah, sebagian besar dampak diakibat gempa adalah kerusakan dari bangunan rumah sederhana yang dihuni oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia. Sementara itu banyaknya korban jiwa maupun luka-luka akibat terjadinya gempa mengindikasikan kurangnya antisipasi dan kesiapsiagaan masyarakat akan terjadinya bencana gempa. Untuk itulah diperlukan upaya terpadu pengurangan dampak bencana gempa yang melibatkan seluruh potensi masyarakat. Untuk dapat mengurangi bencana yang diakibatkan oleh gempa, beberapa usaha yang dapat dilakukan manusia diantaranya adalah : . Memahami tingkah laku alam, sehingga manusia dapat mengikuti keinginan alam, dengan demikian manusia dapat hidup berdampingan secara harmonis dan selaras dengan alam.. . Mencoba untuk memperkirakan kapan suatu gempa tektonik atau gempa vulkanik akan terjadi. Usaha-usaha ini telah mendorong berkembangnya suatu disiplin ilmu yang dikenal dengan Peramalan Gempa (Earthquake Prediction).. . Mencoba untuk mempelajari. perilaku dari suatu struktur atau konstruksi bangunan. jika diguncang gempa, dengan harapan akan dapat direncanakan dan dibangun struktur atau konstruksi bangunan yang tahan terhadap pengaruh gempa. Usaha ini telah mendorong. lahirnya. suatu. disiplin. ilmu. yang. disebut. Rekayasa. Gempa. (Earthquake Engineering). Ilmu ini merupakan bagian dari ilmu Teknik Sipil. Indonesia merupakan kawasan rawan gempa tektonik, dengan intensitas kegempaan yang cukup besar. Dalam 50 tahun terakhir ini, tidak kurang dari belasan gempabumi besar telah melanda kawasan ini, dan beberapa diantaranya mencapai magnitude gempa M=7 pada Skala Richter.. Sebagai. negara. berkembang. dengan. pertumbuhan. ekonomi. yang. banyak. dimanifestasikan pada sektor properti seperti pembangunan gedung-gedung bertingkat dalam jumlah yang besar, pengaruh gempa dapat menambah kerawanan akan jatuhnya korban jiwa dan harta benda, bila perencanaan struktur bangunan terhadap gempa tidak ditangani dengan memadai.. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 37.

(39) Gambar II-3. Kedalaman dan magnitude gempa di Indonesia, tahun 1991 s/d 2000 (Sumber : Badan Metereologi dan Geofisika ).. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 38.

(40) II.2 Konstruksi Engineered Dan Non-Engineerred Rekayasa struktur bangunan tahan gempa merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan manusia untuk mengantisipasi pengaruh-pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh bencana gempa, agar kerugian material / harta benda dan jatuhnya korban jiwa dapat ditekan seminimal mungkin. Rekayasa struktur bangunan di daerah rawan gempa, memerlukan filosofi dan antisipasi yang tepat dengan menggunakan spesifikasi atau peraturan yang berlaku. Di Indonesia, syarat-syarat minimum untuk prosedur perencanaan struktur bangunan tahan gempa telah tercantum di dalam beberapa peraturan yang berlaku. Pada dasarnya, bangunan-bangunan yang ada dapat dibagi menjadi dua kategori berdasarkan proses perencanaan dan pelaksanaannya, yaitu Engineered Construction dan Non-Engineered. Construction.. Engineered. Construction. adalah. bangunan. yang. direncanakan berdasarkan perhitungan struktur, dan dilaksanakan atau dibangun di bawah pengawasan para Ahli Bangunan.. Sebagai contoh dari Engineered Construction adalah. struktur bangunan gedung bertingkat,. struktur jembatan dan jalan layang, fasilitas. pembangkit tenaga listrik atau tenaga nuklir, dan bendungan. Bangunan-bangunan ini pada umumnya menggunakan bahan-bahan dan sistem struktur yang modern, seperti beton bertulang dan baja. Non-Engineered Construction adalah bangunan yang dibangun secara spontan berdasarkan kebiasaan tradisional setempat, dan pelaksanaannya tidak dibantu Arsitek atau Ahli Bangunan, melainkan mengikuti cara-cara yang diperoleh dari hasil pengamatan tingkat laku bangunan sejenis yang mengalami gempa bumi di masa lalu. Non-Engineered Construction mencakup bangunan tradisional, bangunan tembokan (bata, batu, batako) yang memakai perkuatan (kolom dan balok praktis) maupun yang tidak memakai perkuatan, bangunan kayu dan bambu, bangunan beton bertulang sederhana, bangunan rangka baja sederhana. Bangunan Non-Engineered Construction dapat dibagi menjadi dua katergori. Yang termasuk. kategori pertama adalah,. bangunan yang dibangun menurut tradisi dan. disesuaikan dengan budaya dan bahan bangunan yang tersedia di daerah tersebut. Bangunan yang termasuk kategori ini pada umumnya disebut bangunan tradisional. Bangunan tradisional pada umumnya mempunyai ketahanan yang cukup baik terhadap gempa. Pola permukiman manusia, cara-cara tradisional, serta bahan bangunan yang dipakai untuk bangunan tradisional pada suatu wilayah merupakan bukti dari keselerasan hidup berdampingan secara harmonis antara manusia dengan dengan alam. Kearifan Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 39.

(41) tradisional, pengalaman dan keahlian yang berkembang selama berabad-abad, mampu menghasilkan karya bangunan tradisional yang tahan terhadap pengaruh gempa.. Gambar II-4. Bangunan tradisional dengan Arsitektur Bali. Sistem struktur bangunan tradisional ini terdiri dari saka (kolom) dan balok sunduk dengan penguat pasak. Struktur tradisional ini cukup kuat menahan gempa Karangasem 2 Januari 2004. Bangunan tradisional ini lambat laun hilang dan digantikan dengan bangunan NonEngineered Construction yang termasuk kategori kedua yaitu bangunan rumah tinggal sederhana atau bangunan komersial yang dibangun oleh pemilik bangunan atau tukangtukang setempat, tanpa mendapatkan bantuan dari Arsitek atau Ahli Bangunan. Bangunanbangunan tersebut terutama mencakup bangunan tembokan (bata, batu, batako) atau bangunan. beton. bertulang. sederhana.. Bangunan-bangunan. tersebut. pada umumnya. dibangun dengan tidak memperhatikan prinsip-prinsip yang diperlukan agar memiliki ketahahan yang baik terhadap gempa. Bangunan Non-Engineered Construction kategori yang kedua ini merupakan bangunan yang paling banyak dibangun di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. Di Indonesia bangunan-bangunan ini banyak dijumpai di daerah permukiman penduduk, baik yang berada di perkotaan maupun pedesaan. Dari pengalaman gempa yang terjadi di Indonesia, kegagalan atau kehancuran struktur dari bangunan kategori kedua inilah yang sering menimbulkan korban jiwa dan kerugian harta benda. Jumlah perbandingan masing-masing kategori bangunan agak berbeda untuk negara-negara maju, negara-negara sedang berkembang, dan negara-negara belum. Di Indonesia, Engineered Construction pada umumnya hanya terdapat di kota-kota besar,. Rekayasa Gempa – Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 40.

Gambar

Gambar I.5.  Salah satu bagian jalan mengalami kerusakan yang parah akibat Gempa Good Friday di  Alaska, 1964
Gambar  I.7.  Kebakaran di kota San Francisco setelah terjadi gempa kuat pada 1906 .
Gambar  I.9.  Focus, Epicenter, seismic waves, dan fault
Tabel I.2. Magnitude dan Kelas Kekuatan Gempa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sulawesi Utara diklasifikasikan sebagai daerah dengan zona sumber gempa bumi subduksi dengan magnitude maksimum adalah 8 Skala Richter (Firmansjah dan Irsyam,1999) dimana

Lokasi penelitian ini adalah gempa bumi yang terjadi di Padang, Pariaman, Sumatera Barat pada tanggal 30 September 2009 dengan gempa sebesar 7.6 skala richter (SR)

Dugaan yang kuat terjadinya penurunan permukaan air danau disebabkan oleh dampak gempa bumi yang besarnya hampir 9 skala Richter pada tanggal 26 Desember 2004 yang mungkin

Gempa susulan yang terjadi bahkan mencapai 50 kali banyaknya dengan kekuatan gempa rata-rata 6 hingga 7 skala richter.. Lempeng tektonik yang berbenturan penyebab gempa ini

Beberapa waktu yang lalu, saudara-saudara kita di daerah Lombok utara dan sekitarnya sedang diuji oleh Allah 'azza wajalla berupa musibah gempa bumi berkekuatan 7 skala richter

Menentukan sebaran data, cara mengestimasi parameter, skala richter gempa, intensitas mercalli dan besar energi dari data frekuensi gempa, serta

Lokasi penelitian ini adalah gempa bumi yang terjadi di Padang, Pariaman, Sumatera Barat pada tanggal 30 September 2009 dengan gempa sebesar 7.6 skala richter (SR)

Jangan Membangun di Daerah Geseran Tanah Sumber: Puslit Geoteknologi Umumnya pada peristiwa gempa dalam skala yang cukup tinggi, pada Skala Richter, dapat membuat bangunan menjadi