KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
penyelesaian makalah makalah ini, ini, terutama terutama bagi bagi BapakBapak Dr.Eng., Syafrizal, S.T., M.T. yDr.Eng., Syafrizal, S.T., M.T. yang telahang telah membimbing penulis dan selaku dosen pemangku mata kuliah Metode Perhitungan membimbing penulis dan selaku dosen pemangku mata kuliah Metode Perhitungan Cadangan. Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada Saudara Fadlan Adit, S.T Cadangan. Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada Saudara Fadlan Adit, S.T selaku asisten mata kuliah Metode Perhitungan Cadangan yang telah meluangkan waktunya selaku asisten mata kuliah Metode Perhitungan Cadangan yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing serta membantu proses pengerjaan makalah ini.
untuk membimbing serta membantu proses pengerjaan makalah ini.
Makalah Estimasi Sumberdaya Mineral Bauksit Laterit disusun sebagai hasil Makalah Estimasi Sumberdaya Mineral Bauksit Laterit disusun sebagai hasil dari kegiatan belajar mata kuliah Metode Perhitungan Cadangan yang telah penulis dari kegiatan belajar mata kuliah Metode Perhitungan Cadangan yang telah penulis lakukan. Makalah ini berisi gambaran mengenai estimasi sumberdaya mineral bauksit lakukan. Makalah ini berisi gambaran mengenai estimasi sumberdaya mineral bauksit laterit dan
laterit dantop soil top soil , mencakup peta topografi persebaran titik , mencakup peta topografi persebaran titik bor, penentuan horizon daribor, penentuan horizon dari setiap bor
setiap bor pada pada komoditi komoditi bauksit bauksit laterit, laterit, estimasi estimasi luas luas wilayah wilayah sumberdaya, sumberdaya, sertaserta estimasi volume dari sumberdaya mineral bauksit laterit.
estimasi volume dari sumberdaya mineral bauksit laterit.
Demikian makalah ini penulis buat. Penulis menyadari masih terdapat banyak Demikian makalah ini penulis buat. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan di dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kekurangan di dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kedepannya. Akhir kata, semoga makalah ini kritik dan saran yang membangun untuk kedepannya. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua.
dapat bermanfaat bagi semua.
Bandung, 30 Desember 2015 Bandung, 30 Desember 2015 Penulis Penulis 1 1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
Halaman Halaman KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR ………..……….………..……….11 DAFTDAFTAR AR ISI ISI ... 22 DAFTAR GAMBAR ...
DAFTAR GAMBAR ... 44 DAFTAR GRAFIK ...
DAFTAR GRAFIK ... 55 DAF
DAFTAR TAR TABETABEL L ... 66 BAB I PENDAHULUAN ...
BAB I PENDAHULUAN ... 77 1.1
1.1 Latar Belakang Latar Belakang ... 77 1.2
1.2 Rumusan Masalah Rumusan Masalah ... 88 1.3
1.3 Tujuan Tujuan ... 88 1.4
1.4 Metodologi Metodologi ... 88 1.4.1
1.4.1 Studi Literatur Studi Literatur ... 99 1.4.2
1.4.2 Pengumpulan Data Pengumpulan Data ... 99 1.4.3
1.4.3 Pengolahan Data ...Pengolahan Data ... 99 1.4.4
1.4.4 Analisis Data ...Analisis Data ... 1010 BAB II
BAB II TINJATINJAUAN PUSTAKA ...UAN PUSTAKA ... 1111 2.1
2.1 Deskripsi Umum Endapan Bauksit Laterit ...Deskripsi Umum Endapan Bauksit Laterit ... 1111 2.1.1
2.1.1 Pengertian Bauksit Laterit ...Pengertian Bauksit Laterit ... 1111 2.1.2
2.1.2 Mineral Penyusun Bauksit Laterit ...Mineral Penyusun Bauksit Laterit ... 1111 2.2
2.2 Genesa Bauksit Laterit ...Genesa Bauksit Laterit ... 1212 2.2.1
2.2.1 Host Rock Bauksit Laterit ...Host Rock Bauksit Laterit ... 1212 2.2.2
2.2.2 Paragenesa PembenParagenesa Pembentukan Bauksit Laterit ...tukan Bauksit Laterit ... 1212 2.2.3
2.2.3 Sub-tipe EndapSub-tipe Endapan Bauksit Laterit ...an Bauksit Laterit ... 1212 2.3
2.3 Bentuk Endapan Bauksit Laterit ...Bentuk Endapan Bauksit Laterit ... 1414 2.4
2.4 Zona Endapan BZona Endapan Bauksit Laterit ...auksit Laterit ... ... 1414 2.5
2.5 Basis Data dan Evaluasi Data ...Basis Data dan Evaluasi Data ... 1515 2.5.1
2.5.1 Data Utama dan RData Utama dan Rekapitulasi Datekapitulasi Data ...a ... 1515 2.5.2
2.5.2 Teknik Komposit ...Teknik Komposit ... 1515 2.5.3
2.5.3 Statistika Dasar ...Statistika Dasar ... 1616 2.5.3.1 Statistika Univarian ...
2.5.3.1 Statistika Univarian ... 1616 2.5.3.2 Statistika Bivarian ...
2.5.3.2 Statistika Bivarian ... 1818 2.6
2.6 Metode EstiMetode Estimasi Sumberdaya ...masi Sumberdaya ... 1919 2.6.1
2.6.1 Metode Poligon ...Metode Poligon ... 1919 2
2.6.2.6.2 Metode Penampang ...Metode Penampang ... 2020 2.7
2.7 Klasifikasi SKlasifikasi Sumberdaya Mineumberdaya Mineral ...ral ... 2020 BAB
BAB III III PENGPENGOLAHOLAHAN AN DATADATA... 2222 3.1
3.1 Langkah Kerja ...Langkah Kerja ... 2222 3.2
3.2 Data-data Statistik ...Data-data Statistik ... 2424 3.2.1
3.2.2
3.2.2 Statistik Statistik Data Data Univariat Univariat ... 2525 3.2.3
3.2.3 Statistik Statistik Data Data Bivariat Bivariat ... 2929 3.2.4
3.2.4 Statistik Statistik Data Data Multivariat Multivariat Terner Terner Diagram Diagram (Al(Al22OO33 - Fe - Fe22OO33 -SiO -SiO22) ...) ... 3232 3.3
3.3 Data Data Rekapitulasi Rekapitulasi ... 3333 BAB IV PERHITUNGAN SUMBERDAYA M
BAB IV PERHITUNGAN SUMBERDAYA M ETODE POLIGON ...ETODE POLIGON ... 3434 4.1
4.1 Konstruksi Konstruksi poligon poligon ... 3434 4.2
4.2 Prosedur Prosedur dan dan Asumsi Asumsi Perhitungan Perhitungan ... 3535 4.3
4.3 Hasil Hasil Perhitungan Perhitungan ... 3838 4.3.1
4.3.1 Jumlah Sumber DayaJumlah Sumber Daya Top SoiTop Soil l ………..………..………3838 4.3.2
4.3.2 Jumlah Sumber Daya Bauksit………..38Jumlah Sumber Daya Bauksit………..38 BAB V PERHITUNGAN SUMBERDAYA METODE
BAB V PERHITUNGAN SUMBERDAYA METODE PENAMPANG ...PENAMPANG ... 3939 5.1
5.1 Kontruksi Kontruksi penampang penampang ... 3939 5.2
5.2 Prosedur Prosedur dan dan Asumsi Asumsi Perhitungan Perhitungan ... 4242 5.3
5.3 Hasil Hasil Perhitungan Perhitungan ... 4343 5.3.1
5.3.1 Jumlah Jumlah Sumber Sumber DayaDaya Top soil Top soil ... ... 4343 5.3.2
5.3.2 Jumlah Jumlah Sumber Sumber Daya Daya Bauksit Bauksit ... 4343 BAB
BAB V V PENUTUP PENUTUP ... 4444 5.1 5.1 Ringkasan ...Ringkasan ... 4444 5.2 5.2 Kesimpulan ...Kesimpulan ... 4545 5.3 5.3 Saran Saran ... 4646 DAFTAR
DAFTAR PUSTAKA PUSTAKA ... 4747 LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Diagram Alir Estimasi CadanganGambar 1 Diagram Alir Estimasi Cadangan ... ..1010 Gambar 2 Zona Horizon atau Lapisan Endapan Bauksit laterit
Gambar 2 Zona Horizon atau Lapisan Endapan Bauksit laterit ...1515 Gambar 3
Gambar 3 Ilustrasi PerIlustrasi Perhitungan Kadar hitungan Kadar ... ..1616 Gambar 4 Skewness dari beberapa Kurva Histogram
Gambar 4 Skewness dari beberapa Kurva Histogram ...1818 Gambar 5 Diagram pencar beberapa pasangan data
Gambar 5 Diagram pencar beberapa pasangan data yang menunjukkan hubuyang menunjukkan hubunganngan korelasi antar pasangannya
korelasi antar pasangannya ... ..1818 Gambar 6 Metode Poligon
Gambar 6 Metode Poligon ... ..1919 Gambar 7 Hubungan umum antara hasil eksplorasi, sumberdaya mineral dan cadangan Gambar 7 Hubungan umum antara hasil eksplorasi, sumberdaya mineral dan cadangan bijih menurut JORC Code and
bijih menurut JORC Code and Guidelines Resources and Reserves (Durham, 2000)Guidelines Resources and Reserves (Durham, 2000) ...2121 Gambar 8 Horison
Gambar 8 Horison Bauksit Laterit Bauksit Laterit secara Umum secara Umum ...2222 Gambar 9 Kontruksi Metode Poligon
Gambar 9 Kontruksi Metode Poligon ... ..3434 Gambar 10 Peta Persebaran Lubang Bor
Gambar 10 Peta Persebaran Lubang Bor ... ..3535 Gambar 11 Penentuan Garis Pengaruh
Gambar 11 Penentuan Garis Pengaruh ... ..3636 Gambar 12 Pembuatan
Gambar 12 Pembuatan Garis Batas Garis Batas Poligon Poligon ... ..3737 Gambar 13 Gambar Hasil Proses Trim pada
Gambar 13 Gambar Hasil Proses Trim pada Auto CAD 2016 software Auto CAD 2016 software...3737 Gambar 14 Hasil Kontruksi Metode Poligon.
Gambar 14 Hasil Kontruksi Metode Poligon... ..3838 Gambar 15
Gambar 15 Perhitungan Volume Menggunakan SPerhitungan Volume Menggunakan Satu Penampang atu Penampang ...3939 Gambar 16 Perhitungan Volume Menggunakan Dua Penampang
Gambar 16 Perhitungan Volume Menggunakan Dua Penampang ...4040 Gambar 17
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1 Histogram dan Data Statistik Al2O3... .25
Grafik 2 Histogram dan Data Statistik Fe2O3... .26
Grafik 3 Histogram dan Data Statistik SiO2... .27
Grafik 4 Kadar Al2O3 terhadap Fe2O3... .29
Grafik 5 Kadar Al2O3 terhadap SiO2... .30
Grafik 6 Kadar Fe2O3 terhadap SiO2... .31
DAFTAR TABEL
Table 1 Klasifikasi endapan bauksit laterit Sumber: Ore Deposit Geology and its
Influence on Mineral Exploration (Richard, 1986) ...13 Table 2 Data Borehole ... .24 Table 3 Data Rekapitulasi ... .33
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangKegiatan penambangan bahan galian merupakan proses kegiatan yang berperan penting dalam sektor pembangunan guna penyediaan bahan baku. Usaha pertambangan tidak lepas akan pekerjaan-pekerjaan dalam mencari bahan tambang. Estimasi sumberdaya merupakan suatu usaha penting dalam mengevaluasi suatu proyek pertambangan yang diperlukan suatu taksiran keberadaan material galian yang dapat
dimanfaatkan secara maksimal.
Estimasi sumberdaya berdasarkan pada metode-metode yang didasari pertimbangan teoritis maupun empiris. Metode teoritis merupakan metode yang didasari oleh pendapat-pendapat yang sudah ada sebelumnya dan telah disepakati bersama sedangkan empiris merupakan metode yang didasari oleh penginderaan dan hasil dari proses simulasi pengamatan dan percobaan. Estimasi sumberdaya akan menghasilkan jumlah tonase dan kadar rata-rata dari suatu bahan galian tersebut.
Hasil estimasi sumberdaya merupakan kegiatan eksplorasi detail yang akan berlanjut ke proses studi kelayakan untuk menjadi cadangan tertambang (mineable). Dari data estimasi sumberdayaakan dikorelasikan dengan proses penambangan secara berkala baik jangka pendek maupun jangka panjang dan disesuikan hasil perencanaan tambang. Selain itu, estimasi sumberdaya berkaitan dengan modifying factor, faktor pengubah yang diperhitungan jumlah cadangan dari sejumlah sumberdaya.
Dasar dari proses estimasi sumberdaya merupakan pengetahuan mengenai distribusi spasial kadar dan penentuan lokasi material bahan galian yang bernialai diatas cut of grade (cog). Estimasi sumberdaya juga berperan penting dalam menentukan
daerah-daerah yang ditambang beserta metode penambangan yang disarankan berdasarkan keterdapatan sebaran endapan serta dapat memperkirakan seberapa lama umur penambangan.
Bauksit laterit merupakan salah satu bahan galian yang saat ini digunakan dalam berbagai bidang. Potensi terbesar komoditi bauksit laterit ber ada di Provinsi Kalimantan Barat – Indonesia. Setiap tahun jumlah kebutuhan bauksit laterit meningkat dengan signifikan di Indonesia. Bauksit laterit salah satu sumberdaya yang tak terbarukan sehingga penggunaan harus dikelola dengan baik dan bijak dengan menerapkan good mining practice.
Untuk menentukan estimasi sumberdaya diperlukan metode estimasi yang sesuai dengan kondisi geologi, genesa dan mineralisasi komoditi bauksit laterit. Maka penulis berusaha menyajikan data estimasi sumberdaya komoditi bauksit laterit dengan
membandingkan metode poligon menggunakan Auto CAD 2016 software dengan metode penampang menggunakan Auto Land Desktop 2009 software.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ‘Tugas Besar Metode Esti masi Cadangan Komoditi Bauksit’, antara lain:
1. Bagaimana menentukan letak titik bor dan topografi endapan bauksit laterit menggunakan Surfer 12 software?
2. Bagaimana analisis statistik dari kandungan Al2O3, Fe2O3, dan SiO2 tiap horizon endapan bauksit laterit dari masing masing titik lubang bor secara bivariat dan multivariat dari ketiga kandungan dengan RockWare 15 software?
3. Bagaimana menentukan komposit dari profil final endapan bauksit laterit dengan menggunakan Microsoft Excel 2016 software?
4. Bagaimana menentukan perbandingan hasil estimasi sumberdaya dengan metode poligon menggunakan Auto CAD 2016 software dan metode penampang
menggunakan Auto Land Desktop 2009 software?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ‘Tugas Besar Metode Estimasi Cadangan Komoditi Bauksit’, antara lain:
1. Menentukan letak titik lubang bor dan topografi endapan bauksit laterit menggunakan Surfer 12 software
2. Menganalisis statistik dari kandungan Al2O3, Fe2O3, dan SiO2 tiap horizon endapan bauksit laterit dari masing masing titik lubang bor secara bivariate dan multivariate dari ketiga kandungan dengan RockWare 15 software
3. Menentukan komposit dari profil final endapan bauksit laterit dengan menggunakan Microsoft Excel 2016 software
4. Menentukan luas cakupan lubang bor untuk mengestimasi total sumberdaya top soil dan bauksit laterit menggunakan AutoCAD 2016 software
5. Menentukan penampang endapan bauksit laterit untuk mendapatkan total sumberdayatop soil dan bauksit laterit menggunakan Autodesk Land Desktop 2009 software
1.4 Metodologi
Adapun prosedur dari makalah ‘Tugas Besar Metode Estimasi Cadangan Komoditi Bauksit’, antara lain:
1. Membuat distribusi letak titik lubang bor dan peta topografi endapan bauksit laterit menggunakan Surfer 12 software.
2. Membuat analisis statistik deskriptif dari kandungan Al2O3, Fe2O3, dan SiO2 tiap horizon endapan bauksit laterit dari masing masing titik lubang bor dengan
Rockware 15 software
3. Membuat analisis statistik dari ketiga kandungan yang terkandung pada endapan bauksit laterit (Al2O3, Fe2O3, dan SiO2) secara multivariat diplot dalam diagram
4. Menentukan kadar rata-rata tertinggi bauksit laterit dengan memperhitungkan kadar Fe2O3 dan SiO2 menggunakan teknik komposit, yaitu top soil (overburden) (kadar Al2O3 < 32%), bauksit laterit (kadar Al2O3 > 32%),weathered bedrock (kadar Al2O3 > 22% dan < 32%) dan bedrock (kadar Al2O3 < 22%)
5. Menentukan sumberdaya tertunjuk, terkira dan terukur menggunakan metode poligon dan metode penampang secara komputasi dengan Auto CAD 2016 software dan Auto Land Desktop 2009 software.
1.4.1 Studi Literatur
Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan berbagai referensi kepustakaan yang relavan untuk mendukung gambaran umum proses pengerjaan dan pelaporan estimasi sumberdaya bauksit laterit. Studi kepustakaan diperoleh dari bahan buku, ensiklopedia, jurnal, internet dan dokumentasi lainnya.
1.4.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperoleh dari data-data sekunder berupa penyebaran titik lubang bor (easting, northing, dan elevasi), kedalaman, data concression factor , data kadar (Al2O3, Fe2O3 dan SiO2) tiap borehole.
1.4.3 Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan pertama adalah proses verifikasi data sekunder endapan bauksit laterit, dengan hasil keluaran berupa data yang siap dilakukan teknik komposit. Data komposit didasarkan pada deskripsi penentuan kadar dari kandungan material galian bauksit laterit untuk menentukan ketebalan horizon dari endapan bauksit laterit. Selanjutnya dilakukan analisis statistika berupa analisis deskriptif, bivariat dan multivariat menggunakan RockWork 15 software. Analisis statistika digunakan untuk mengetahui persebaran kadar, hubungan kadar satu dengan kadar lain, serta perilaku ketebalan terhadap peta topografi dan morfologi. Tahapan selanjutnya, membuat peta topografi, peta persebaran titik lubang bor, peta iso-kadar, peta iso-lapisan bauksit laterit untuk mengetahui letak distribusi data. Tahapan akhir dalam pengerjaan yakni melakukan perbandingan dua metode model estimasi sumberdaya dengan menggunakan metode poligon dan metode penampang sehingga diperoleh hasil jumlah estimasi sumberdaya endapan bauksit laterit dan top soil yang berguna dalam tahapan lanjut ( feasibility study)
Gambar 1 Diagram Alir Estimasi Cadangan
1.4.4 Analisis Data
Proses pengerjaan analisis data dilakukan dengan mengkuantitatifkan dan mengkualitatifkan data kandungan endapan bauksit laterit berupa Al2O3, Fe2O3 dan SiO2 terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku material endapan bauksit laterit.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Deskripsi Umum Endapan Bauksit Laterit
Bauksit laterit adalah endapan batuan yang berkadar aluminium oksida (Al2O3) relative tinggi yang ditemukan di Les Baux dekat Avignon, Prancis Selatan (Berthier, 1821). Bauksit laterit endapan batuan berkadar aluminium oksida (Al2O3) relatif tinggi yang mengalami proses pengayaan karena pelapukan mineral gibsit pada bataun basalt di Vogelsberg, Jerman (A. Liebrich, 1892).
Dalam perkembangan selanjutnya, bauksit laterit didefinisikan sebagai endapan residual yang berkadar aluminium relatif tinggi, kadar besi rendah, dan sedikit atu tidak mengandung kuarsa (SiO2) bebas. Sehingga, bauksit laterit adalah material heterogen dengan komposisi mineral gibsit (Al(OH)3), boehmit (AlO(OH)), dan diaspore (AlO(OH)). Sebagian besar bauksit laterit di dunia ditemukan dalam bentuk gibsit yang merupakan bauksit laterit trihidrat, dan sebagian kecil dalam bentuk boehmit ataupun diaspore yang disebut juga bauksit laterit monohidrat.
2.1.1 Pengertian Bauksit Laterit
Bauksit laterit merupakan laterit berkomposisi aluminium hidroksida yang hampir murni. Bauksit laterit adalah bijih aluminium, logam yang sangat banyak digunakan seperti sebagai bahan pembuatan kaleng maupun pesawat terbang. Aluminium memiliki faktor konsentrasi yang kecil, dengan kata lain sangat umum dijumpai di alam dan ekonomis. Hasil produksi bauksit laterit kebanyakan diolah menjadi logam aluminium. Serta dapat juga digunakan untuk keperluan operasi non-metalurgi, seperti pabrik refractory, ampelas, alumina, dan pabrik semen.
2.1.2 Mineral Penyusun Bauksit Laterit
Bauksit laterit memiliki sistem oktahedral yang terdiri dari Al2O3(35-65%), SiO2(2-10%), Fe2O3(2-20%), TiO2 (1-3%) dan H2O (10-30%). Secara komersial, bauksit laterit terjadi dalam tiga bentuk, yaitu: a) pissolitic atau oolitic yang berukuran diameter beberapa sentimeter sebagai amorphous trihydrate, b) sponge ore (Arkansas) yang berupa sisa dari batuan asal berkomposisi utamagibsit danbersifatporous, dan c) amorphous atau bijih lempung.
2.2 Genesa Bauksit Laterit
2.2.1 Host Rock Bauksit Laterit
Bauksit laterit dapat terbentuk dari berbagai macam batuan primer, seperti pada batuan sedimen kaolinit (kandungan Al 30%-35%), batuan granit (kandungan Al 10%-15%), dan batuan basalt (kandungan Al 10%-15%). Kandungan unsur aluminium dari batuan asal bisa bermacam-macam bahkan di bawah 15%. Batuan asal sendiri bukanlah faktor utama dari keterdapatan bauksit
laterit karena kontrol utamanya adalah proses leaching. Salah satu faktor kontrol
tersebut adalah perbandingan antara aluminium dan silika serta kecepatan
pelapukan (weathering ) batuan dasar. Selain kandungan aluminium, kandungan
besi yang rendah juga merupakan salah satu faktor penting. Fe dengan kadar
tinggi dapat membentuk formasi laterit ferruginous yang dapat mengurangi zona
bauksit laterit.
2.2.2 Paragenesa Pembentukan Bauksit Laterit
Bauksit laterit dapat terjadi karena adanya bauksit lateritisasi. Bauksit lateritisasi ini dikontrol oleh air meteorik atau air hujan, yang dapat
menyebabkan terjadinya pelindian (leaching ) silika dan pengayaan aluminium
secara kuat. Biasanya, pelindian silika terjadi saat musim kemarau, dan pengayaan aluminium terjadi di saat musim penghujan. Oleh karena itulah, sebaran bauksit laterit berada di daerah yang beriklim subtropis hingga tropis.
Bauksit lateritisasi terjadi pada suhu ± 22oC dengan curah hujan rata-rata 1200
mm (Bardossy dan Aleva, 1990). Paragenesis mineralogi dari bagian atas profil pelapukan dikontrol oleh kelembaban atmosfer dalam jangka waktu yang lama. Selain itu, bauksit lateritisasi juga dikontrol oleh: a) porositas efektif yang membuat air mengalir secara bebas, b) drainase yang tinggi, c) relief topografi rendah sampai moderat, d) adanya vegetasi. Adapun tiga proses pembentukan bauksit laterit adalah a) pelapukan dan pelindian secara in situ dari batuan
asal, b) pengayaan aluminium dari batuan yang terlapukkan oleh air tanah, c) erosi dan redepositasi material bauksit laterit. Proses pelapukan dan pelindian merupakan proses yang umum terjadi dalam pembentukan bauksit
laterit.
2.2.3 Sub-tipe Endapan Bauksit Laterit
Endapan bauksit laterit dapat dikelompokkan menjadi 1) orthobauksit, 2) metabauksit dan 3) kriptobauksit ;
Ortho bauksit
Orthobauksit memiliki profil laterit yang normal yang terbentuk secara kontinu pada daerah tropis dengan curah hujan lebih dari 1700 mm/tahun, merupakan hasil evolusi dari protobauksit yang mengandung gibsit, goethit dan hematit. Orthobauksit berkembang dari batuan asal yang cukup kaya besi yang didominasi oleh mineral gibsit.
Meta bauksit
Metabauksit merupakan bauksit laterit yang terjadi secara in situ pada batuan asal dengan kadar kuarsa rendah. Kandungan besi pada me tabauksit lebih rendah dari orthobauksit. Terbentuk pada dataran tinggi yang luas dan memungkinkan terjadinya oksidasi secara kuat. Selain itu, perubahan kondisi dari lembab menuju kering sangat membantu terjadinya formasi metabauksit. Pada bagian atas profil, goethit dan gibsit melepaskan air dan berubah menjadi hematit dan boehmit.
Kripto bauksit
Kriptobauksit merupakan endapan bauksit laterit yang tertutupi oleh lapisan lempung tebal. Sangat jarang ditemui di daerah pelapukan tropis serta jarang juga membentuk endapan yang ekonomis utuk ditambang. Kriptobauksit dicirikan oleh fase mikro-agregat yang berkomposisi kaolinit yang mengandung gibsit dan goethit. Kriptobauksit tersebar sangat banyak di daerah Amazonia.
Table 1 Klasifikasi endapan bauksit laterit
Sumber: Ore Deposit Geology and its Influence on Mineral Exploration (Richard, 1986)
Pembagian sederhana dari Grubb didasarkan pada ketinggian topografi dari deposit yang terbentuk. Hutchison menggabungkan dua kelas dari klasifikasi Grubb ke dalam satu kelas yang diberi nama lateritic crust. Pembahasan mineralogi dan geokimiadari bauksit laterit dapat ditemukan dalam penjelasan dari Maynard (1983) yaitu sebagai berikut,
High level or upland bauksit
Bauksit ini biasanya terjadi pada batuan beku atau vulkanik yang membentuk lapisan tebal dengan ketebalan mencapai 30 m. Lapisan ini menutup zona plato di daerah iklim tropis dan subtropis. Contoh dari bauksit jenis ini adalah di Deccan traps (India), Quessland, Ghana, dan Guinea. Bauksit jenis ini memiliki kenampakan yang berpori dan rapuh menunjukkan tekstur
batuan asal dan didominasi oleh gibbsitic. Pembentukan bauksit laterit sebagian besar dikontrol oleh pola kekar pada batuan asal.
Low level peneplain-type bauksit
Bauksit jenis ini biasanya terjadi pada level yang rendah disepanjang garis pantai tropis, misalnya di daerah Amerika Selatan, Australia dan Malaysia. Mereka dibedakan oleh perkembangan dari tekstur pisolitic dan mempunyai komposisi boehmitic. Deposit yang bertipe peneplain biasanya mempunyai ketebalan kurang dari 9m dan biasanya dipisahkan oleh kaolinitic underclay dari batuan asalnya. Mereka biasanya sering berasosiasi dengan detrital bauksit
horizon yang diproduksi oleh aktivitas sungai dan laut. Karst bauksit
Jenis ini termasuk jenis bauksit laterit yang tertua yang pernah diketahui. Ditemukan di daerah Mediterania, Jamaika, dan Hispaniola. Bauksit laterit jenis ini berada pada permukaan karst batu gamping dan dolomit yang tidak teratur. Tekstur karst bauksit laterit cukup bervariasi.
Transported or sedimentary bauksit
Bauksit jenis ini merupakan kelas yang kecil dari bauksit laterit non residual yang dibentuk oleh erosi dan redeposit dari material bauksit.
2.3 Bentuk Endapan Bauksit Laterit
Bauksit laterit merupakan endapan sekunder berupa residual. Bauksit laterit mengganti dan terakumulasi di atas batuan asalnya yang telah terlapukkan. Oleh karena itu, endapan bauksit laterit terakumulasi relatif datar sesuai dengan relief batuan asalnya yang berupa permukaan datar pada saat sebelum terjadi proses pelapukan dan leaching . Dataran tinggi bauksit laterit yang ditemukan sekarang merupakan sisa dari permukaan datar pada masa lampau yang memiliki kemiringan 1o-5o, sehingga secara regional paleo-surface yang sama mungkin terbentuk pada ketinggian yang berbeda.
2.4 Zona Endapan Bauksit Laterit
Endapan bauksit laterit dapat dibagi menjadi beberapa zona lapisan. Yaitu tanah penutup, pisolitic, nodular ironstone dan zona lempung. Kadar alumina terbanyak berada pada zona pisolitic yang kadar aluminanya di atas 45%. Zona pisolitic inilah yang nantinya akan ditambang. Zona lain yang memiliki kadar alumina rendah akan dibuang dan menjadi overburden dan waste.
Gambar 2 Zona Horizon atau Lapisan Endapan Bauksit laterit
2.5 Basis Data dan Evaluasi Data
2.5.1 Data Utama dan Rekapitulasi Data
Pembuatan suatu model sumberdaya atau cadangan yang representatif dan cukup detail membutuhkan tingkat ketelitian tinggi dan waktu pengerjaan yang lama, sehingga perlu pemodelan endapan dengan komputerisasi. Adapun data utama yang diperlukan antara lain, (a) lokasi data (x, y, z) berupa data singkapan dan data pemboran, (b) data interval, (c) data kadar, (d) informasi geologi. Tahapan selanjutnya, yakni dengan data yang telah diverifikasi dilanjutkan proses rekapitulasi data. Penyusunan rekapitulasi data disusun dalam bentuk tabel.
2.5.2 Teknik Komposit
Teknik komposit digunakan untuk mereduksi jumlah data. Teknik ini mereduksi adanya efek pencilan data (sangat tinggi maupun sangat rendah) dan bersifat erratik sehingga dapat dikorelasikan untuk jenjang penambangan (bench composite). Outline (batas bijih) dapat ditentukan secara vertikal dan secara horizontal. Secara vertical untuk menentukan batas badan bijih berdasarkan data komposit dalam satu lubang bor. Secara horizontal untuk menentukan batas badan bijih dalam suatu areal pada suatu distribusi lubang bor.
Gambar 3 Ilustrasi Perhitungan Kadar
2.5.3 Statistika Dasar
Statistika adalah suatu displin ilmu matematika yang digunakan untuk merancang proses pengumpulan data, meringkas, menginterpretasikan, dan
menggambarkan data, serta menarik kesimpulan.
Dalam statistika terdapat beberapa metode yang dapat digunakan, antara lain: 1. Deskripsi univarian adalah deskripsi yang dapat digunakan untuk
melihat hubungan antar data dalam satu populasi, tanpa mempertimbangkan faktor posisi dari data-data tersebut.
2. Deskripsi bivarian adalah deskripsi yang dapat digunakan untuk melihat hubungan antara dua populasi data yang berbeda, pada posisi yang sama,
3. Deskripsi ruang adalah deskripsi yang dapat digunkan untuk melihat kumpulan data dengan mempertimbangkan faktor ruang (posisi) dari data tersebut (geostatistik)
Tujuan dari analisis statistik adalah untuk melihat hubungan antara data dalam populasi yang sama atau hubungan antara data-daya dalam satu populasi dengan data dalam populasi lainnya. Dalam analisis statistik satu populasi data dapat disajikan dalam bentuk histogram maupun deskripsi univarian.
2.5.3.1 Statistika Univarian
-
Rata-rata sampel
merupakan parameter lokasi dimana data terpusat, dihitung dengan cara jumlah semua nilai data yang diamati dibagi dengan banyaknya data yang diamati-
Median (med)
adalah niali tengan pada sekelompok data yang telah diurutkan dari yang terkecil hingga yang terbesar-
Modus (mod
) adalah nilai dari sekelompok data yang memiliki frekuensi tertinggi atau nilai yang sering muncul-
Quartil bawah, tengah, atas (25%, 50%, 75% percentiles)
. Jika memiliki n buah data yang telah diurutkan, maka quartil bawah (25% percentiles) adalah data yang terletak pada urutan (n/4), quartiltengah adalah median, dan quartil atas adalah data yang terletak pada urutan (3n/4).
-
Nilai jarak (range)
, merupakan selisih anatara nilai data yang terbesar dengan nilai data terkecil.-
Variansi
adalah ukuran sebaran data-
Simpangan baku (standard deviation)
adalah nilai yang mengukur selisih indiovidi data terhadap nilai rata-rata hitung, dalam suatu populasi.-
Histogram
adalah suatu populasi data yang disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan histogram. Dalam tabel frekuensi, populasi data dibagi ke dalam beberapa kelas, yang kemudian ditentukan jumlah data yang berada dalam tiap kelas (frekuensi). Hasil dari tabel frekuensi digambarkan dalam suatu histogramLebar kelas umumnya ditentukan dengan:
Dimana k merupakan banyaknya kelas.
Banyaknya kelas dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:
K = 1 + 3.322 log n (H.A Sturgers, 1926)
-
Ukuran kemiringan kurva (skewness)
menyatakan simetris atau tidaknya suatu kurva histogram.Suatu histogram dikatakan negative skewness jika med > , dan positive skewness jika med <
Gambar 4 Skewness dari beberapa Kurva Histogram
-
Ukuran keruncingan kurva (kurtosis)
, menggambarkan ukuran keruncingan kurva histogram. Dari tingkat keruncingan, kurva dapat dibedakan menjadi, leptokurtis (meruncing), platykurtis (mendatar), dan mesokurtis (normal). Kurva distribusi dikatakan nomal jika nilai kurtosisi mendekati 3.-
Pencilan (outlier)
adalah suatu data yang jauh berbeda dibandingkan terhadap keselurahan data. Data yang berbeda ini disebabkan oleh kesalahan pada conto, analisis, atau terjadi pemfilteran. Terdapat beberapa metode yang paling umum untuk menentukan batasan pencilan dalam suatu analisis yakni mempergunakan nilai kuartil dan jangkauan.2.5.3.2 Statistika Bivarian
Metode statistik dapat juga untuk menganalisis distribusi dua buah kumpulan peubah yang berbeda tetapi terletak pada lokasi yang sama. Metode statistik bivarian yang biasa digunakan adalah diagram pencar ( scatter plot ), yaitu penggambaran dua peubah dalam satu grafik X-Y. Kedua peubah mempunyai hubungan positif jika kedua peubah tersebut cenderung menunjukkan nilai yang berbanding terbalik, maka kedua peubah tersebut mempunyai hubungan negatif. Apabila penyebaran data kedua peubah cenderung acak, maka kedua peubah tersebut dikatakan tidak mempunyai hubungan
2.6 Metode Estimasi Sumberdaya
Perhitungan sumberdaya merupakan hal yang paling vital dalam kegiatan eksplorasi. Perhitungan yang dimaksud di sini dimulai dari sumberdaya sampai pada cadangan yang dapat di tambang yang merupakan tahapan akhir dari proses eksplorasi. Hasil perhitungan cadangan tertambang kemudian akan digunakan untuk mengevaluasi apakah sebuah kegiatan penambangan yang direncanakan layak untuk di tambang atau tidak.
Penaksiran perlu dilakukan untuk menentukan nilai data pada titik-titik lokasi (grid) yang belum memiliki nilai, dengan menggunakan distribusi nilai pada titik-titik data disekitarnya, melalui suatu pembobotan. Pembobotan ini pada umumnya didasarkan pada :
1. Jarak antara grid yang akan ditaksir dengan grid penaksir 2. Kecenderungan penyebaran data
3. Posisi antara grid yang ditaksir dengan grid penaksir dalam ruang. 2.6.1 Metode Poligon
Metoda poligon merupakan metoda perhitungan yang konvensional. Metoda ini umum diterapkan pada endapan-endapan yang relatif homogen dan mempunyai geometri yang sederhana. Kadar pada suatu luasan di dalam poligon ditaksir dengan nilai conto yang berada di tengah-tengah poligon sehingga metoda ini sering disebut dengan metoda poligon daerah pengaruh (area of influence). Daerah pengaruh dibuat dengan membagi dua jarak antara dua titik conto dengan satu garis sumbu.
Metoda poligon ini merupakan metoda perhitungan yang konvensional. Metoda ini umum diterapkan pada endapan-endapan yang relatif homogen dan mempunyai geometri yang sederhana. Kadar pada suatu luasan di dalam poligon ditaksir dengan nilai conto yang berada di tengah-tengah poligon sehingga metoda ini sering disebut dengan metoda poligon daerah pengaruh (area of influence). Daerah pengaruh dibuat dengan membagi dua jarak antara dua titik conto dengan satu garis sumbu.
2.6.2 Metode Penampang
Metode penampang menggambarkan kondisi endapan, bijih, tanah penutup (overburden) pada penampang-penampang vertikal. Perhitungan luas masing-masing elemen tersebut dilakukan pada masing-masing penampang. Perhitungan tonase dan volume dilakukan dengan rumus-rumus yang sesuai.
Metode penampang dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Membuat irisan-irisan penampang melintang yang memotong endapan bauksit laterit yang akan dihitung
b. Menghitung luas bauksit laterit dan overburden tiap penampang
c. Setelah luasan dihitung, maka volume dan tonase dihitung dengan rumusan perhitungan. Perhitungan volume tersebut dilakukan dilakukan dengan menggunakan satu penampang, dua penampang, tiga penampang dan rangkaian banyak penampang.
2.7 Klasifikasi Sumberdaya Mineral
Ketentuan dan peraturan sumberdaya dan cadangan mineral pada industri pertambangan memiliki batasan-batasan yang bervariasi di masing-masing perusahaan
maupun negara. Namun dewasa ini telah ada usaha-usaha penyeragaman pedoman standar pelaporan sumberdaya mineral yang dipelopori oleh lembaga terkait dari beberapa negara yang selama ini banyak menjadi acuan perkembangan ilmu geologi dan pertambangan.
Menurut pedoman klasifikasi sumberdaya bijih yang dituangkan pada JORC
(Joint Ore Reserve Comitte) Code 1999, dimana pedoman ini mulai diterapkan di Australia dan Selandia Baru serta banyak dijadikan pertimbangan oleh industri pertambangan di seluruh dunia semenjak pertemuan CMMI 1999 di Geneva yang menjadikannya sebagai acuan dalam penyusunan panduan-panduan yang dipakai Amerika (SME 1999), UK (IMM 2001), Kanada (CIM 2000) maupun Afrika Selatan (SAMREC 2000) yang merupakan negara-negara paling berpengaruh pada perkembangan ilmu pertambangan , menyatakan bahwa beberapa pertimbangan penting harus dimasukkan dalam menentukan klasifikasi sumberdaya ke dalam kategori terukur
(measured),terindikasi (indicated)dan tereka (inferred ).
Suatu metode khusus telah dibuat berdasarkan pedoman ini pada tambang bijih untuk membantu pengelompokan kategori sumberdaya mineral dengan beberapa pertimbangan sehingga menghasilkan tingkat kepercayaan relatif yang dapat dikorelasikan sepanjang badan bijih. Metode ini diteliti oleh para ahli yang berkompeten (competent person) untuk membantu intuisi para geologist dalam penyelidikan/ eksplorasi badan bijih dengan pendekatan yang konsisten. Penelitian
tersebut menghasilkan garis besar klasifikasi sumberdaya bijih sebagai berikut:
1. Sumberdaya tereka (inferred resources), yaitu pada area-area yang telah dilakukan pemboran/sampling dengan spasi yang lebih besar dari 50 m atau pada badan bijih yang sulit dilakukan interpretasi antar section. Sumberdaya mineral yang dimana tonase, kadar dan kandungan mineral dapat diestimasi dengan tingkat keyakinan
rendah. Pada tahapan ini dilakukan asumsi dari fakta-fakta geologi yang ada, dan tidak ada verifikasi dari informasi geologi dan/atau kemenerusan kadar. Informasi-informasinya disapat dari lokasi outcrop, puritan, test-pit, lubang bor dimana informasi yang didapat terbatas dan kualitasnya tidak pasti dan masih diragukan. 2. Sumberdaya terindikasi (indicated resources), yaitu apabila pemboran/sampling
dilakukan dengan jarak spasi 25-50 m dan pada badan bijih yang cukup tebal/ strukturnya cukup jelas. Sumberdaya mineral dimana tonase, density, bentuk, karateristik fisik, kadar dan kandungan mineral dapat diestimasi dengan range dari
reasonable sampai confidence. Estimasi didasarkan pada informasi eksplorasi, sampling, dan hasil pengujian yang terkumpul melalui teknik-teknik tertentu yang teruji dari lokasi pengambilan sample misalnya singkapan, trench (paritan), sumur uji (test pit) atau lubang bor. Lokasi yang diteliti terlalu luas dibandingkan informasi-informasi yang dikumpulkan sehingga tidak cukup untuk digunakan mengkonfirmasi geologi dan/atau kemenerusan kadar tetapi cukup untuk melakukan asumsi kemenerusannya.
3. Sumberdaya terukur (measured resources), yaitu apabila pemboran dilakukan pada jarak spasi 12.5 – 25 meter. Sumberdaya mineral dimana tonase, kerapatan, bentuk, karateristik fisik, kadar dan kandungan mineral dapat diestimasi dengan tingkat keyakinan yang tinggi. Estimasi didasarkan pada informasi detail yang didapat dari kegiatan eksplorasi, sampling, dan data data yang dikumpulkan dari lokasi-lokasi singkapan , trench (paritan) ,sumur uji (test pit), lubang bukaan dan lubang bor dan telah teruji dengan menggunakan teknik tertentu. Antar luas lokasi penelitian dengan data-data yang dikumpulkan mempunyai relasi yang kuat sehingga cukup untuk mengkonfirmasi kemenerusan geologi dan/atau kadar.
Secara sederhana, sumberdaya mineral merupakan hasil pemodelan cebakan dan perhitungan nilai potensi mineral berharga berdasarkan interpretasi geologi setempat. Sedangkan cadangan mineral adalah bagian lebih kecil dari sumberdaya yang dapat dinyatakan layak dan bisa ditambang.
Gambar 7 Hubungan umum antara hasil eksplorasi, sumberdaya mineral dan cadangan bijih menurut JORC Code and Guidelines Resources and Reserves (Durham, 2000)
2.3 Langkah Kerja
Proses pengerjaan yang dilakukan terdiri dari beberapa tahap, yaitu: 1. Persiapan Basis Data
Persiapan dimulai dengan mengolah data assay, yakni membagi profil- profil laterit dari setiap lubang bor yang ada. Horizon 1 pada setiap lubang bor ditentukan. Untuk profil dengan kadar yang lebih besar dari 35% termasuk sebagai bauksit laterit. Hal ini disesuaikan dengan horizon bauksit laterit pada umumnya yang dibagi atas top soil (overburden), zona bauksit, weathered bedrock dan bedrock (batuan dasar/asal). Setelah itu membuat horizon 2. Kadar bauksit laterit yang kadarnya jauh di atas 35% dibuat mendekati 35% dengan
menjadikan top soil dan bedrock sebagai bauksit laterit. Data kadar kadarAl2O3, Fe2O3, dan SiO2 dibagi menjadi ply-ply untuk setiap lubang bor. Pembagian tersebut umumnya berdasarkan ketebalan per 0,5 m Serta melakukan reduksi data pencilan yang tertinggi dan terendah sehingga akan dihasilkan tiga horizon yakni top soil (overburden), zona bauksit dan bedrock (batuan dasar/asal).
Gambar 8 Horison Bauksit Laterit secara Umum
2. Membuat Rekapitulasi Data
Pada bagian rekapitulasi terdapat tebal dari lapisan. Ketebalan ini
ditentukan dengan mengurangi antara to dengan from. Setelah itu kadar Al2O3,
Fe2O3, dan SiO2 ditentukan dari horizon 2 (data akhir) yang dibuat sebelumnya hingga mencapai keseluruhan data lubang bor yang diberikan
3. Membuat Analisis Statistika
Pada proses ini menggunakan aplikasi ‘ RockWorks 15’. Cakupan data analisis
meliputi kadar Al2O3, Fe2O3, dan SiO2, dengan analisis univarian, bivarian, dan multivarian.
4. Plotting Lubang Bor
Setelah basis data disiapkan, selanjutnya adalah melakukan plotting lubang bor
berdasarkan kordinat dari setiap titik bor. Proses ini menggunakan aplikasi “Surfer 12”.
Setelah itu membuat sebuah peta sebaran lubang bor dengan format standar.
5. Membuat Peta Topografi
Setelah basis data disiapkan, selanjutnya adalah membuat peta topografi dengan menggunakan data borehole. Proses ini menggunakan aplikasi “Surfer 12”. Setelah itu
membuat sebuah peta dasar dengan format standar (memuat judul peta, arah utara, skala batang dan legenda).
6.
Pembuatan Poligon dan Penampang Endapan Bauksit Laterit danTop Soil
Lakukan perhitungan sumberdaya top soil dan bauksit laterit dengan menggunakan metode poligon dan metode penampang. Daerah pengaruh sumberdaya terukur, tertunjuk dan tereka secara berturut-turut diasumsikan sebesar 25 m; 45 m dan 65 m.
Kedua metode ini menggunakan aplikasi ‘ AutoCAD 2016 ’ dan ‘ Autodesk Land Desktop 2009’ untuk metode penampang. Jika daerah pengaruh sumberdaya terukur dibuat
sebesar 25 m, maka didapatkan lingkaran-lingkaran yang tidak saling berpotongan pada metode poligon. Sementara itu, pada metode penampang dengan adanya daerah pengaruh sebesar 25 m, maka dibuat ekstrapolasi dari titik bor terluar sejauh 25 m serta lakukan penggabungan antara area masing masing radius poligon yang telah dilakukan.
Hasil perolehan luas dari poligin akan dikalikan dengan tebal, specific gravity,
concression factor , geological losses 10% sedangkan hasil perolehan luas penampang dikalikan jarak antar penampang, specific gravity, concression factor , geological losses
10%. Alhasil dari kedua perbandingan data tonnage (ton) kedua metode dilakukan analisis. Serta perbedaan untuk perolehan tonnage (ton) tidak perlu dikalikan
7. Perhitungan Cadangan
Setelah sketsa luas poligon dan bentuk panampang endapan, selanjutnya kami melakukan perhitungan cadangan.
Data-data yang kami gunakan dalam proses pengerjaan ini adalah sebagai berikut.
Data borehole.
Data kordinat titik-titik lubang bor. Data elevasi titik-titik lubang bor. Data luas tereka, tertunjuk dan terukur.
2.4 Data-data Statistik 2.4.1 Data
Borehole
No. Bor Koordinat
Easting Northing Elev.
DH-01 62057 1638 36 DH-26 61857 1838 34 DH-02 62207 1638 42 DH-27 62067 1838 37 DH-03 62157 1638 40 DH-28 61807 1838 32 DH-04 62007 1638 35 DH-29 61957 1838 38 DH-05 62057 1688 38 DH-30 61764 1838 33 DH-06 61907 1688 30 DH-31 62007 1848 39 DH-07 61957 1688 35 DH-32 61907 1878 38 DH-08 62097 1688 39 DH-33 61957 1878 38 DH-09 62007 1688 37 DH-34 61707 1888 39 DH-10 62157 1688 38 DH-35 61847 1888 37 DH-11 61957 1738 36 DH-36 61807 1888 33 DH-12 61867 1738 29 DH-37 61757 1888 35 DH-13 62157 1738 34 DH-38 61707 1938 35 DH-14 61907 1738 32 DH-39 61967 1938 34 DH-15 62107 1738 38 DH-40 61757 1938 36 DH-16 62007 1748 38 DH-41 61907 1938 38 DH-17 62057 1748 40 DH-42 61807 1938 36 DH-18 61847 1778 33 DH-43 61857 1938 39 DH-19 61907 1788 35 DH-44 61807 1978 37 DH-20 61957 1788 37
DH-21 61807 1788 28 BoreholeTable 2 Data DH-22 62107 1788 36 DH-23 62057 1788 40 DH-24 62007 1788 39 DH-25 61907 1838 37 DH-26 61857 1838 34 DH-27 62067 1838 37 DH-28 61807 1838 32 DH-29 61957 1838 38 DH-30 61764 1838 33 DH-31 62007 1848 39 DH-32 61907 1878 38
2.4.2 Statistik Data Univariat 1. Statistik Al2O3
Grafik 1 Histogram dan Data Statistik Al2O3
Statistika Deskriptif Al2O3
Mean 39.02066167 Standard Error 0.367188151 Median 38.35 Mode 38.84 Standard Deviation 10.39213825 Sample Variance 107.9965374 Kurtosis 0.37254365 Skewness 0.303177111 Range 56.01 Minimum 11.87 Maximum 67.88 Sum 31255.55 Count 801 Confidence Level (95.0%) 0.720766009 Analisis:
Dari histogram Al2O3 yang berjumlah 801 data di atas dapat dilihat bahwa histogram tersebut terdistribusi hampir normal dengan total jumah data 31255.55 yang merupakan populasi tunggal karena memiliki positive skewness
(kecondongan data kearah kanan) 0,303177111 (mendekati nol) dan nil ai median
38,35 ≈ nilai mean 39,02006. Selain itu juga dibuktikan pernyataan positive skewness dikarenakan nilai mean lebih besar daripada nilai median dan berdasarkan dari histogram menjelasakan suatu distribusi memiliki ekor yang
lebih memanjang ke kanan. Standar deviasi pada histogram Al2O3 adalah 10,39214, sedangkan koefisien variasi mempunyai nilai 0,26632 yang menunjukan bahwa penyebaran data kadar Al2O3 cukup bervariasi, cenderung tidak homogen dan menyebar. Range data memperlihatkan jangkauan yang cukup jauh, yaitu 56,01 dengan kadar tertinggi 67,99 dan kadar terendah 11,87. Dari data ini kita dapat menentukan jumlah sumberdaya bauksit laterit, karena data terdistribusi secara normal dan kita mempunyai data persebaran spasial kandungan endapan tersebut.
2. Statistik Fe2O3
Grafik 2 Histogram dan Data Statistik Fe2O3
Statistika Deskriptif Fe2O3 Mean 17.32706617 Standard Error 0.273809212 Median 15.7 Mode 18.64 Standard Deviation 7.74933281 Sample Variance 60.05215901 Kurtosis 0.530743971 Skewness 0.876249566 Range 44.03 Minimum 3.99 Maximum 48.02 Sum 13878.98 Count 801 Confidence Level (95.0%) 0.53746934
Analisis:
Dari histogram Fe2O3 di atas yang berjumlah 801 dapat dilihat bahwa
histogram tersebut memiliki jumlah data sebanyak 13878.98 dengan arah kemencengan ke kanan dan skewness positif 0,876249566 (mendekati satu) dengan populasi tunggal. Data kurtosis pada tabel Fe2O3 menunjukkan
0.530743971. Serta nilai median 15,7 < nilai mean 17,32707. Dengan kata lain, histogram menjelaskan suatu distribusi memiliki ekor yang lebih memanjang ke kanan sebagai bukti data cenderung condong kanan. Standar deviasi pada histogram Fe2O3 adalah7,7493281, sedangkan sample variasi mempunyai nilai
60.05215901yang menunjukan bahwa penyebaran data kadar Fe2O3 cukup
bervariasi, cenderung tidak homogen dan menyebar. Adapun rincian kadar tertinggi yakni 48.02, kadar terendah 3.99 dengan range (selisih data tertinggi dengan terendah) sejumlah 44.03. Histogram ini memperlihatkan kadar yang dominan adalah kadar yang rendah dibandingkan kadar yang tinggi.
3. Statistik SiO2
Grafik 3 Histogram dan Data Statistik SiO2
Statistika Deskriptif SiO2
Mean 22.17243446 Standard Error 0.275973697 Median 21.81 Mode 23.34 Standard Deviation 7.810591955 Sample Variance 61.00534669 Kurtosis -0.754217961 Skewness -0.017320907 Range 40.86
Minimum 1.56 Maximum 42.42 Sum 17760.12 Count 801 Confidence Level (95.0%) 0.541718081 Analisis:
Dari histogram SiO2 di atas dapat dilihat bahwa histogram tersebut terdistribusi hampir normal karena memiliki skewness -0,01322 (mendekati nol). Jumlah data kadar SiO2 sebanyak 17760,12. Berdasarkan dari histogram pula menunjukkan nilai modus lebih besar dari median yakni nilai median 22,345 ≈ nilai mean 22,68549. artinya kecondongan data ke arah kiri (negative skewness) serta menjelaskan suatu distribusi memiliki ekor yang lebih memanjang ke kiri. Namun terlihat bahwa histogram tersebut memiliki dua buah puncak (bimoidal). Hal ini menunjukan bahwa data berasal dari dua buah populasi yang terdiri dari puncak yang tinggi mewakili nilai background, sedangkan puncak yang lebih rendah mewakili nilai anomali. Standar deviasi pada histogram SiO2 adalah 7,37873, sedangkan koefisien variasi mempunyai nilai 0,32526 yang menunjukan bahwa penyebaran data kadar SiO2 cukup bervariasi, cenderung tidak homogen dan menyebar. Histogram dengan skewness negatif, namun sangat mendekati nol yang menunjukan bahwa dominasi kadar rendah dan kadar tinggi hampir sama.
2.4.3 Statistik Data Bivariat 1. Statistik Al2O3 terhadap Fe2O3
Al
2O
3Vs Fe
2O
3 r 2 3 60.00 50.00 40.00 30.00 Y 20.00 Predicted Y 10.00 -0 20 40 60 80 Kadar Al2O3Grafik 4 Kadar Al2O3 terhadap Fe2O3
Analisis:
Dari hasil scatterplot di atas menunjukan bahwa gradient dari garis yang terbentuk memiliki nilai negatif. Hal ini menunjukan bahwa perbandingan antara
kadar Al2O3 dan kadar Fe2O3 adalah berbanding terbalik, dengan nilai hasil
regresi R
2
= 0,2911. Hal ini ditunjukkan dari persamaan pada hubungan grafikKadar Al2O3 terhadap Fe2O3 yakni y = -0.4023x + 33.025, nilai minus pada
variabel x didepan konstanta yang memperlihatkan hubungan berbanding
terbalik. Sehingga kadar yang tinggi pada Al2O3 dapat diamati pada kadar yang
rendah pada Fe2O3, dan sebaliknya. Hal ini bergantung pada proses
terbentuknya endapan bauksit laterit tersebut. Dimana pada saat proses
pelindian, dan kandungan Al2O3 akan tahan terhadap proses tersebut sehingga
mengakibatkan endapan bauksit laterit akan berada pada lapisan di atas lapisan Fe2O3 yang mengalami proses perlindihan tersebut perlahan lapuk dan
kandungannya akan berkurang, berbanding dengan Al2O3 kandungannya akan tetap, namun akibat supergene enrichment , maka mengakibatkan kandungan Al2O3 akan cenderung naik.
2. Statistik Al2O3 terhadap SiO2
Al
2O
3Vs SiO
2 i 2 45.00 40.00 35.00 30.00 25.00 20.00 SiO2 15.00 Predicted SiO2 10.00 5.00 -0 20 40 60 80 Al2O3Grafik 5 Kadar Al2O3 terhadap SiO2
Analisis:
Dari hasil scatter plot di atas menunjukan bahwa gradien dari garis yang terbentuk memiliki nilai negatif. Hal ini menunjukan bahwa perbandingan antara
kadar Al2O3 dan kadar SiO2 adalah berbanding terbalik, dengan nilai hasil regresi
R
2
= 0.4149. Sehubungan dengan hasil dari persamaan liner hubungan kadar Al2O3 dan SiO2 yakni y = -0.4841x+ 41.063 dimana ditunjukkan hasil minusdidepan konstanta pada variabel x sehingga hubungan kadar berbanding terbalik. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan Al2O3 yang tinggi dapat teramati SiO2
yang rendah dan sebaliknya. Hal ini dapat dikorelasikan dengan proses terbentuknya endapan bauksit laterit tersebut sama seperti pada analisa, dimana kandungan dalam tanah akan mengalami proses pelindihan, dan kandungan
Al2O3 akan tahan terhadap proses tersebut sehingga mengakibatkan endapan bauksit laterit akan berada pada lapisan di atas. SiO2 yang mengalami proses
pelindihan dan pelapukan tersebut perlahan kandungannya akan berkurang,
berbanding dengan Al2O3 kandungannya akan tetap, namun akibat supergene enrichment , maka mengakibatkan kandungan Al2O3 akan cenderung naik.
3. Statistik Fe2O3 terhadap SiO2
Fe
2O
3Vs SiO
2 S iO 2 45 40 35 30 25 Y 20 Predicted Y 15 SiO2 Predicted SiO2 10 5 0 0 20 40 60 Fe2O3Grafik 6 Kadar Fe2O3 terhadap SiO2
Analisis:
Dari hasil scatter plot di atas menunjukan bahwa gradient dari garis yang terbentuk cenderung datar, namun masih menunjukan kemiringan negatif yang sangat kecil dengan nilai regresi yang diperoleh R 2 = 0,0133. Hal ini ditunjukkan dengan persamaan antara hubungan kadar keduanya yakni y = -0.1162x + 24.187. Serta distribusi persebaran scatterplot yang sangat tersebar menunjukkan bahwa kandungan Fe2O3 tidak memiliki hubungan dengan SiO2. Apabila kita lihat dalam genesa terbentuknya endapan bauksit laterit Fe2O3 dan SiO2 merupakan mineral yang tidak tahan pelapukan jadi keduanya tidak akan kita temukan banyak bersama dalam suatu endapan bauksit laterit.
2.4.5 Statistik Data Multivariat Terner Diagram (Al2O3 - Fe2O3 -SiO2)
Grafik 7 Tri-Lateral Diagram Al2O3 vs Fe2O3 vs SiO2
Analisis Multivariat:
Terlihat dari diagram di atas nilai terakumulasi membentuk menjadi sebuah kontur data dengan rata-rata kandungan Al2O3 yang tinggi dibandingkan dengan
kadar Fe2O3 dan SiO2. Grafik tersebut mencapai jumlah maksimum pada kadar
Al2O3 yaitu sekitar 42%, kadar Fe2O3 yaitu 23%, dan kadar SiO2 yaitu 35%, yang
3 3 T a b l e 3 D a t a R e k a p i t u l a s i
Bor ID Top Soil Bauxite Bedrock
From To Tebal Al2O3 Fe2O3 SiO2 From To Tebal Al2O3 Fe2O3 SiO2 From To Tebal Al2O3 Fe2O3 SiO2
DH-01 0.0 3.0 3.0 26.107 28.465 25.470 3.0 6.5 3.5 44.831 11.177 15.509 6.5 9.5 3.0 20.130 12.983 34.793 DH-02 0.0 3.0 3.0 16.816 33.558 30.044 3.0 10.5 7.5 39.622 15.095 22.638 DH-03 0.0 2.0 2.0 27.970 27.378 25.318 2.0 8.5 6.5 49.122 19.780 18.029 DH-04 0.0 2.0 2.0 29.590 21.585 26.675 2.0 7.5 5.5 49.300 10.306 21.001 DH-05 0.0 2.0 2.0 26.650 28.825 25.198 2.0 6.0 4.0 55.195 11.955 14.108 6.0 7.0 1.0 16.510 19.910 33.800 DH-06 0.0 0.5 0.5 30.220 14.740 25.690 0.5 6.5 6.0 50.990 16.419 16.890 6.5 9.0 2.5 31.384 13.404 33.150 DH-07 0.0 1.5 1.5 27.947 28.463 24.313 1.5 7.5 6.0 50.753 13.014 17.321 DH-08 0.0 2.0 2.0 29.553 23.005 22.983 2.0 7.5 5.5 39.543 12.777 21.881 10.5 11.5 1.0 30.940 12.820 33.830 DH-09 0.0 2.5 2.5 27.070 26.996 26.538 2.5 7.5 5.0 49.799 13.023 18.221 7.5 9.5 2.0 30.425 14.008 33.688 DH-10 0.0 0.5 0.5 27.530 24.460 28.510 0.5 4.5 4.0 54.075 10.451 12.561 DH-11 0.0 1.5 1.5 27.960 26.853 25.827 1.5 8.5 7.0 39.346 14.106 20.024 8.5 10.5 2.0 29.925 11.588 32.715 DH-12 0.0 1.0 1.0 31.075 28.995 20.835 1.0 10.0 9.0 50.607 12.564 17.888 10.0 11.0 1.0 30.990 14.945 30.935 DH-13 0.0 1.5 1.5 30.680 23.670 25.317 1.5 8.0 6.5 49.871 13.167 18.015 8.0 10.5 2.5 31.178 12.776 29.422 DH-14 0.0 1.5 1.5 28.515 24.230 27.790 1.5 8.0 6.5 43.084 17.035 20.495 8.0 10.5 2.5 28.587 12.338 31.272 DH-15 0.0 7.0 7.0 39.041 12.639 20.795 7.0 8.5 1.5 29.363 12.313 34.973 DH-16 0.0 1.5 1.5 29.290 25.733 12.960 1.5 7.5 6.0 48.236 16.943 14.793 7.5 9.5 2.0 31.090 10.728 33.403 DH-17 0.0 3.0 3.0 25.862 28.143 25.330 3.0 9.5 6.5 39.460 12.569 23.277 DH-18 0.0 1.0 1.0 29.795 26.530 22.490 1.0 9.5 8.5 38.516 15.557 20.609 9.5 11.0 1.5 31.250 12.337 34.163 DH-19 0.0 1.5 1.5 30.283 26.163 24.273 1.5 8.0 6.5 50.145 12.382 18.497 8.0 10.5 2.5 29.910 12.452 32.608 DH-20 0.0 2.0 2.0 26.298 27.850 26.460 2.0 7.5 5.5 51.805 13.440 15.917 7.5 9.0 1.5 26.903 9.843 32.123 DH-21 0.0 2.0 2.0 28.080 28.190 23.970 2.0 8.0 6.0 49.103 13.155 18.755 8.0 9.5 1.5 30.780 11.400 34.163 DH-22 0.0 1.0 1.0 29.040 28.295 23.435 1.0 8.0 7.0 45.729 14.809 20.391 8.0 9.5 1.5 30.203 12.887 35.967 DH-23 0.0 2.0 2.0 27.108 30.375 21.870 2.0 9.0 7.0 45.839 14.294 20.434 9.0 10.5 1.5 30.460 11.750 33.333 DH-24 0.0 1.0 1.0 31.225 24.895 24.585 1.0 9.0 8.0 39.624 13.128 22.204 9.0 10.0 1.0 30.540 12.315 34.210 DH-25 0.0 2.0 2.0 27.058 27.803 24.358 2.0 9.0 7.0 44.920 15.256 21.072 DH-26 0.0 1.5 1.5 31.097 26.873 21.880 1.5 8.5 7.0 45.404 13.072 22.363 8.5 9.0 0.5 30.660 10.430 33.860 DH-27 0.0 1.0 1.0 30.615 26.565 25.475 1.0 6.5 5.5 39.814 17.546 19.954 DH-28 0.0 3.0 3.0 24.863 32.515 22.917 3.0 10.0 7.0 40.166 17.146 20.057 DH-29 0.0 2.5 2.5 15.490 44.170 21.230 2.5 7.5 5.0 48.217 15.031 17.815 DH-30 0.0 1.5 1.5 31.260 32.207 17.607 1.5 7.5 6.0 39.741 15.224 22.359 7.5 8.0 0.5 32.000 15.910 32.380 DH-31 0.0 2.5 2.5 28.468 17.722 19.918 2.5 8.0 5.5 39.571 14.471 22.410 8.0 8.5 0.5 27.620 14.210 28.660 DH-32 0.0 2.0 2.0 26.335 34.825 19.798 2.0 7.5 5.5 45.781 17.619 17.670 7.5 9.5 2.0 30.558 12.875 33.165 DH-33 0.0 2.0 2.0 26.220 29.700 24.778 2.0 7.5 5.5 40.119 16.985 17.173 7.5 9.0 1.5 31.647 12.467 30.293 DH-34 0.0 2.5 2.5 30.146 27.044 19.202 2.5 8.0 5.5 49.377 16.152 15.648 8.0 9.5 1.5 31.637 12.547 32.127 DH-35 0.0 2.5 2.5 24.562 32.920 23.290 2.0 7.5 5.5 39.546 22.869 17.985 8.0 9.0 1.0 30.110 12.200 33.305 DH-36 0.0 0.5 0.5 30.340 25.860 24.510 0.5 9.0 8.5 39.428 14.959 26.231 9.0 9.5 0.5 31.370 10.490 33.130 DH-37 0.0 0.5 0.5 30.310 22.680 27.560 0.5 9.5 9.0 38.771 17.682 22.679 9.5 10.5 1.0 30.965 10.555 34.460 DH-38 0.0 0.5 0.5 26.360 26.010 28.150 0.5 8.5 8.0 38.991 23.098 17.686 8.5 9.0 0.5 31.850 10.580 32.590 DH-39 0.0 2.5 2.5 26.216 33.942 20.752 2.5 10.5 8.0 38.962 20.054 21.399 10.5 11.0 0.5 30.260 12.060 33.690 DH-40 0.0 3.0 3.0 24.195 30.382 25.735 3.0 10.0 7.0 39.105 17.547 20.894 DH-41 0.0 1.0 1.0 29.385 26.475 24.835 1.0 7.0 6.0 38.997 20.416 20.905 7.0 9.5 2.5 28.604 10.866 34.206 DH-42 0.0 1.0 1.0 29.235 27.370 24.125 1.0 7.0 6.0 39.157 16.780 27.209 7.0 9.0 2.0 29.678 14.075 32.585 DH-43 0.0 1.0 1.0 29.425 26.045 25.205 1.0 5.5 4.5 38.839 18.007 24.319 5.5 6.5 1.0 31.785 12.345 33.970 DH-44 0.0 0.5 0.5 29.310 28.120 23.340 0.5 5.5 5.0 39.914 18.264 22.633 5.5 8.0 2.5 26.290 11.148 33.673 3 .3 D a ta R ek a p itu la si
2.5 Konstruksi poligon
Metode poligon ini merupakan metode yang sederhana dibandingkan dengan metode lainnya, karena pada perhitungan sumberdaya endapannya tidak memperhatikan struktur parsial daerah yang akan diobservasi dan tidak memperhatikan data-data dari titik-titik bor disekitarnya. Sebelum melakukan perhitungan dengan metode poligon terlebih dahulu diketahui variabel yang
mempengaruhi perhitungan, diantaranya:
Luas blok/poligon yang akan dihitung.
Ketebalan endapan batubara pada lubang bor yang terletak pada blok yang
akan dihitung cadangan endapan batubaranya.
SG (Spesific Gravity) batubara yang terletak pada blok yang akan dihitung
Metode penaksiran ini menggunakan titik data sebagai sentral data yang mewakili suatu areal tertentu. Metode poligon pada umumnya digunakan dalam perhitungan cadangan endapan yang relatif homogen dan geometri sederhana. Kadar pada suatu luasan tertentu ditaksir dengan nilai data yang berada di tengah -tengah poligon.
Gambar 9 Kontruksi Metode Poligon
2.5.1Prosedur dan Asumsi Perhitungan
Prosedur pengerjaan menentukan luas hingga mendapatkan tonnage (ton) sumberdaya bauksit dan top soil dengan metode poligon, yakni
1. Lakukan verifikasi data sekunder berupa data easting ,northing dan elevasi titik persebaran lubang bor dapat digunakan Microsoft Excel 2016.
2. Lakukan proses grid data dari Microsoft Excel 2016 data lalu di import ke AutoCAD 2016 software dalam bentuk dxf.
3. Buat lingkaran terhadap tiap-tiap lubang bor yang telah dibuat sebelumnya padaSurfer 12 software.
Gambar 11 Penentuan Garis Pengaruh
4. Untuk setiap lubang bor ditentukan suatu daerah pengaruh yang dibentuk oleh garis-garis berat antara titik terdekat keduanya. Garis-garis tersebut diekstensikan sejauh jarak dari titik yang membentuk titik daerah pengaruh. 5. Masing-masing daerah atau blok diperlukan sebagai poligon yang memiliki
kadar dengan ketebalan yang konstan yaitu sama dengan kadar dan lubang titik bor dalam poligon tersebut.
6. Taksir luasan dalam poligon dengan conto yang berada dalam tengah-tengah lingkaran.
Gambar 12 Pembuatan Garis Batas Poligon
7. Bagi dua jarak terhadap daerah pengaruh antara dua titik conto dengan garis sumbu.
8. Lakukan aplikasi trim yang berada di AutoCAD 2016 software untuk menaksir luasan lubang bor sehingga membentuk poligon.
9. Hitung luas daerah atau blok dari poligon (m2) yang telah terbentuk. 10. Hitung volume endapan bauksit laterit dalam (m3) dengan cara
mengalikan luas (m2) dengan ketebalan endapan bauksit laterit didaerah
Gambar 14 Hasil Kontruksi Metode Poligon
11. Hitung tonnage endapan bauksit laterit dalam (ton) dengan cara mengalikan volume (m3) dengan nilai specific gravity (SG) dan nilai concression factor
hanya untuk perhitungan sumberdaya bauksit laterit.
12. Demikian juga perhitungan sumberdaya bauksit laterit dan top soil pada blok-blok lainnya sehingga didapat tonnage total sumberdaya endapan bauksit laterit pada endapan tersebut. Hal ini dilakukan dengan pengerjaan
yang sama dengan radius yang berbeda-beda secara berturut-turut 25 m; 45 m dan 65 m.
2.5.2 Hasil Perhitungan
Adapun hasil perhitungan dalam menentukan sumberdaya top soil dan bauksit laterit dengan radius secara berturut-turut 25 m, 45m dan 65 m terakumulasi sebagai berikut:
a. Jumlah Sumber Daya
Top soil
Jumlah Sumber Daya Top soil adalah730,000 Ton (tabel perhitungan terlampir).
b. Jumlah Sumber Daya
Bauxite
2.6 Kontruksi penampang
Pada prinsipnya, perhitungan sumberdayadengan menggunakan metoda penampang ini adalah mengkuantifikasikan sumberdaya dan cadangan pada suatu areal dengan membuat penampang-penampang yang representatif dan dapat mewakili model endapan pada daerah tersebut.
Pada masing-masing penampang akan diperoleh luas (m2) dan luas overburden (m2). Volume dan overburden dapat diketahui dengan mengalikan luas terhadap jarak pengaruh penampang tersebut. Perhitungan volume tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan 1 (satu) penampang, atau 2 (dua) penampang, atau 3 (tiga) penampang, atau juga dengan rangkaian banyak penampang.
a. Dengan menggunakan 1 (satu) penampang.
Cara ini digunakan jika diasumsikan bahwa 1 penampang
mempunyai daerah pengaruh hanya terhadap penampang yang dihitung saja
Gambar 15 Perhitungan Volume Menggunakan Satu Penampang
Volume = (A x d1) + (A x d2) dimana :
A = luas overburden/ endapan bauksit laterit d1 = jarak pengaruh penampang ke arah 1 d2 = jarak pengaruh penampang ke arah 2
Volume yang dihitung merupakan volume pada areal pengaruh penampang tersebut. Jika penampang tunggal tersebut merupakan penampang korelasi lubang bor, maka akan merefleksikan suatu bentuk
poligon dengan jarak pengaruh penampang sesuai dengan daerah pengaruh titik bor (poligon) tersebut.
b. Dengan menggunakan 2 (dua) penampang
Cara ini digunakan jika diasumsikan bahwa volume dihitung pada areal di antara 2 penampang tersebut. Yang perlu diperhatikan adalah variasi (perbedaan) dimensi antara kedua penampang tersebut. Jika tidak terlalu berbeda (Gambar 5.2a), maka dapat digunakan rumus mean area & rumus kerucut terpancung, tetapi jika perbedaannya terlalu besar (Gambar 5.2b) maka digunakan rumus obelisk.
Gambar 16 Perhitungan Volume Menggunakan Dua Penampang
Adapun rumus yang digunakan sebagai berikut : Rumus mean area :
Rumus kerucut terpancung :
Rumus obelisk :
c. Dengan menggunakan 3 (tiga) penampang
Metoda 3 (tiga) penampang ini digunakan jika diketahui adanya variasi (kontras) pada areal di antara 2 (dua) penampang, maka perlu ditambahkan penampang antara untuk mereduksi kesalahan (Gambar 5). Untuk menghitungnya digunakan rumus prismoida.
Rumus prismoida :
2.6.1 Prosedur dan Asumsi Perhitungan
Prosedur pengerjaan menentukan luas hingga mendapatkan tonnage (ton) sumberdaya bauksit dan top soil dengan metode penampang, yakni
1. Menyimpan file peta kontur dari Surfer 12 dengan format dxf.
2. Buka file pada Auto CAD 2016 software, buat sepuluh buah penampang dalam arah Utara-Selatan dengan interbal 65 meter antar penampang satu dengan penampang lainnya.
3. Lakukan proses penamaan penampang berdasarkan urutan penampang yang dibuat lalu simpan file dalam bentuk dwg.
4. Setelah itu, buka Auto Land Desktop 2009 untuk dilakukan proses pembuatan peta penampang
5. Pisahkan 10 penampang untuk top soil dan 10 penampang untuk bauksit 6. Tahapan lanjutan, atur kedalaman dari litologi hubungan top soil dan bauksit
pada Auto CAD 2016 software.
7. Hitung luas masing-masing horizon (top soil dan bauksit) di tiap penampang yang dihitung dengan aplikasi area pada Auto CAD 2016 software
8. Hitung volume masing masing horizon yang didapat dari perkalian antara luas, dan jarak antar penampang yang telah ditentukan sebelumnya
dengan metode mean area,
9. Hitung tonnage (ton) dari sumberdaya bauksit dan top soil dari hasil
perkalian antara volume, specific gravity, concression factor dan geological losses 10% untuk estimasi bauksit sedangkan estimasi top soil hanya hasil perkalian dari specific gravity dan volume
BAB V
PENUTUP
5.1 Ringkasan
Berdasarkan dari estimasi sumberdaya bauksit laterit dengan menggunakan dua metode estimasi berupa metode poligon dan metode penampang diperoleh hasil yang
tidak terlalu signifikan perbedaan angka. Total sumberdaya top soil (overburden)
dengan menggunakan metode poligon diperoleh 732.419,94 ton atau sejumlah ±730.000 ton dan total sumberdaya bauksit diperoleh 2.205.893,43 ton atau sejumlah ± 2,2 juta
ton. Sedangkan hasil estimasi sumberdaya top soil dengan menggunakan metode
penampang diperoleh 740.870,44 ton atau ± 740.000 ton dan total sumberdaya bauksit diperoleh 2.202.890,98 ton atau sejumlah ± 2,2 juta ton.
Perbedaan perbandingan data tonnage sumberdaya top soil menunjukkan
aplikasi estimasi sumberdaya dengan metode poligon kurang dari hasil estimasi dengan
metode penampang. Sedangkan data tonnage sumberdaya bauksit menunjukkan aplikasi
estimasi sumberdaya dengan menggunakan metode poligon lebih besar daripada hasil estimasi dengan menggunakan metode penampang. Faktor-faktor variabel dari metode
poligon meliputi tebal, specific gravity, concression factor, dan geological losses 10%
untuk endapan bauksit sedangkan metode penampang meliputi jarak antar spasi
penampang, specific gravity, concression factor, dan geological losses 10%.
Selisih dari estimasi sumberdaya bauksit dengan menggunakan poligon dan
penampang sebesar ±3000 juta ton. Sedangkan untuk selisih estimasi top soil
(overburden) sejumlah ±8000 juta ton. Artinya terdapat galat dari hubungan kedua metode estimasi tersebut. Metode poligon dan metode penampang memiliki kelebihan dan kekurangan. Perbedaan mendasar dari hubungan tersebut dikarenakan pada metodee poligon dianggap kondisi topografi pada daerah pengujian diasumsikan datar, sedangkan pada metode penampang yang kondisi topografi sesuai dengan dari litologi dari endapan di lapangan.
Dilihat dari aspek-aspek lain, metode estimasi sumberdaya dengan poligon dikenal untuk kriteria endapan yang relatif homogen dan geometri yang sederhana. Terlebih lagi, pada pengujian proyek ini memiliki persebaran titik lubang bor yang cenderung teratur dan daerah pengujian endapan bauksit tidak terdapat bidang diskontinuitas. Proses estimasi dari luasan (daerah pengaruh) memiliki pengaruh ke segala arah dan faktor terpenting yakni ketebalan dari endapan yang berada ditengah dengan menyesuaikan panjang radius. Sehingga metode poligon dinyatakan layak dalam proses pengerjaan estimasi sumberdaya bauksit dengan mempertimbangkan
kriteria-kriteria pengaruh luasan.
Sementara itu, pengerjaan estimasi sumberdaya dengan metode penampang ini merupakan hasil representatif yang mewakili model endapan pada daerah pengujian. Metode ini cenderung sederhana apabila dilihat dari proses pengerjaan dibandingkan dengan metode poligon. Proses estimasi penampang berdasarkan dari rekonstruksi hubungan penampakan permukaan, geometri endapan dan faktor-faktor pembatas lainnya. Berbeda dengan metode poligon, ketebalan horison diasumsikan bersifat kontinu
sedangkan faktor terpenting yakni jarak antar penampang. Hal ini dikarenakan dapat menentukan jumlah volume dari endapan tersebut.
Penentuan jumlah tonase sumberdaya yang representatif baik estimasi bauksit dan to soil yang perlu diketahui untuk pengupasan tanah penutup merupakan perihal dasar dalam eskplorasi detail. Apabila tahapan ini memiliki tingkat keyakinan yang rendah maka tidak dapat beralih ke tahapan selanjutnya ( feasibility study). Kesalahan-kesalahan dalam estimasi dapat diminimalisir dengan memperoleh data-data yang lengkap dan sebagai pelaksana pengujian diperlukan ketelitian dan bertanggung jawab atas metode yang ditentukan dalam estimasi sumberdaya. Selain itu, pelaksana tugas dalam pembuatan laporan estimasi sumberdaya akan semakin baik dalam mengolah data apabila semakin banyak pengalaman untuk turut andil dalam proses awal hingga terbentuk suatu laporan estimasi cadangan.
5.2 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ‘Tugas Besar Metode Estimasi Cadangan Komoditi Bauksit’, antara lain:
1. Penentuan letak lubang bor dari drill hole (DH-01 hingga DH-44) (terlampir dalam lampiran II)
2. Hasil analisis kadar Fe2O3, Al2O3, dan SiO2 pada endapan bauksit laterit, kadar Al2O3 memiliki pengaruh paling besar dalam penentuan horison bauksit laterit. Pengaruh hubungan tingkat kadar Al2O3 menentukan
variasi ketebalan dari horison bauksit sehingga berdampak pada besar atau kecil nilai volume dan hasil tonase (ton) sumberdaya bauksit.
3. Hasil komposit dari profil endapan bauksit laterit (terlampir dalam lampiran I)
4. Hasil total sumberdaya top soil dan bauksit dari kedua metode, sebagai berikut:
Top soil
i. Jumlah sumberdayatop soil dengan menggunakan metode poligon adalah 5379.22 ton.
ii. Jumlah sumberdayatop soil dengan menggunakan metode penampang adalah 2904.93 ton.
Bauxite
i. Jumlah sumberdayabauxite dengan menggunakan metode penampang adalah 814533.31 ton.
ii. Jumlah sumberdayabauxite dengan menggunakan metode poligon adalah 863985.77 ton.