• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim yang sangat besar di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim yang sangat besar di"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim yang sangat besar di dunia. Karena itu dalam memahami perpolitikan di Indonesia, Islam dapat menjadi faktor penting yang harus dipertimbangkan. Islam bukan hanya mampu menjadi arus ideologi politik yang mampu mempengaruhi budaya politik dan tindakan di dalam masyarakat, tetapi Islam juga juga mampu menjadi modalitas, yang dengannya tuntuntan-tuntutan sosial politik diartikulasikan

dan juga dilaksanakan.1

Ketika berbicara tetang Islam di Indonesia, tentunya tidak terlepas dari Muhammadiyah yang merupakan salah satu dari dua organisasi Islam terbesar di Indonesia. Organisasi yang didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta ini bermaksud merubah perilaku masyarakat yang dianggap menyimpang dan tidak sesuai dengan agama Islam. Maksud lain dari berdirinya organisiasi ini adalah memberikan pendidikan bagi umat Islam.

2

Pemberian nama Muhammadiyah sendiri sebetulnya untuk mengikuti dan meneladani Sunnah Nabi dengan berusaha menghidupkan ajaran Islam sebagaimana yang telah dipraktikkan oleh Nabi Muhammad. Tujuannya untuk memahami dan melaksanakan agama

Islam dengan sebenar-benarnya seperti yang telah dicontohkan Nabi Muhammad.3

Muhammadiyah menghendaki pemahaman terhadap totalitas identitasnya yang tidak hanya dimaknai sebagai serikat atau sekedar organisasi saja, tetapi tetapi juga sebagai

1

Muhammad AS Hikam, Demokrasi dan Civil Society, Jakarta: Pustaka LP3ES, 1996, hlm. 131.

2 M. Amin Rais, Visi dan Misi Muhammadiyah, Yogyakarta: Pustaka Suara Muhammadiyah, 1997, hlm. 15. 3

Djarnawi Hadikusuma, Matahari-Matahari Muhammadiyah: dari KH. Ahmad Dahlan sampai KH. Mas Mansyur, Yogyakarta: Persatuan, T.T, hlm. 7.

(2)

pergerakan. Muhammadiyah berproses pada pergerakan dalam berbagai dimensi kehidupan

seperti pendidikan, kesehatan, tablig, dan ekonomi.4

Sejak awal didirikan, Muhammadiyah yang dimaksudkan sebagai organisasi dakwah dan pendidikan (organisasi sosial-keagamaan) tidak diarahkan menjadi organisasi politik. Oleh karena itu, politik dasar Muhammadiyah ialah sikap yang moderat, kooperatif dan tidak menjadi oposan. Muhammadiyah selalu berhati-hati dan bersikap lentur dalam dalam menghadapi gelombang perubahan politik. Kesan positif ini membuat pemerintah kolonial Belanda tidak menganggap organisasi ini membahayakan eksistensi kolonial mereka.

Dipahami disini Muhammadiyah menjadi pergerakan dengan makna menyeluruh sebagai pemberdayaan umat.

5

Keterlibatan Muhammadiyah dalam politik terlihat misalnya pada masa kepemimpinan KH. Mas Mansur pada masa pendudukan Jepang, Muhammadiyah berani menentang kebijakan Jepang yang berlawanan dengan ajaran Islam yaitu dengan mengeluarkan keputusan pelarangan melakukan seikere (membungkuk ke arah matahari terbit)

Muhammadiyah yang mengutamakan bidang dakwah, pendidikan dan kesejahteraan masyarakat serta terlepas dalam bidang politik, bukan berarti menjadikan Muhammadiyah anti politik. Hal ini karena bagaimanapun Muhammadiyah ikut terlibat atau ikut bermain dalam politik, bahkan menjadi sebuah kekuatan politik di Indonesia. Keterlibatan tersebut diutamakan untuk mendukung dan melancarkan gerakan dakwahnya dan tidak berubah menjadi organisasi politik ataupun partai politik.

6

4 Syarifuddin Jurdi, Elite Muhammadiyah dan Kekuasaan Politik, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2004, hlm. 44. 5

Suwarno, Muhammadiyah Sebagai Oposisi, Yogyakarta: UII Press, 2001, hlm. 2. 6

Ibid, hlm. 3.

di sekolah-sekolah dan dalam pertemuan-pertemuan Muhammadiyah. Pada masa pendudukan Jepang ini pula, banyak anggota Muhammadiyah yang ikut dalam kehidupan politik seperti seperti Kyai Haji Mas Mansur dan Ki

(3)

Bagus Hadikusumo. Ki Bagus Hadikusumo bahkan ikut aktif mempersiapkan berdirinya Negara Republik Indonesia dengan ikut terlibat dalam sidang-sidang Badan Usaha Penyelidik Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan ikut pula merumuskan Mukadimah Undang-Undang

Dasar 1945 dimana terkandung dasar-dasar dan falsafah negara yaitu Pancasila.7

Berdasarkan pengalaman sebelumnya ketika terlibat dalam politik praktis melalui partai politik, hubungan Muhammadiyah dengan politik menjadi lebih tegas yang terlihat saat mengambil kebijakan untuk tidak terlibat dalam kegiatan politik praktis dan menjaga jarak yang sama dengan kekuatan politik manapun dalam asas netralitas. Kebijakan netralitas itu diambil pada Muktamar ke-38 tahun 1971 di Ujung Pandang, yang kemudian dikenal dengan dengan konsep Khittah Perjuangan Muhammadiyah.

Kemudian setelah kemerdekaan, Muhammadiyah bersama Nahdatul Ulama (NU) dan Sarekat Islam (SI) membidani lahirnya partai politik Islam Masyumi dimana Muhammadiyah menjadi anggota istimewanya. Muhammadiyah menjadi organisasi yang paling setia menjadi angggota istimewa Masyumi setelah NU dan PSII menjadi partai politik dan menarik diri dari federasi politik partai Masyumi. Namun Masyumi akhirnya dibubarkan pada tahun 1960 dan Muhammadiyah mundur dalam keterlibatan dalam bidang politik praktis.

8

7

Sutrisno Kutoyo, Kiai Haji Ahmad Dahlan dan Persyarikatan Muhammadiyah, Jakarta: Balai Pustaka, 1998, hlm. 301. 8

Haedar Nasir, Dinamika Politik Muhammadiyah, Malang: IMM Press, 2006, hlm. 52.

Khittah Perjuangan Muhammadiyah itu menjelaskan bahwa Muhammadiyah adalah gerakan dakwah yang tidak mempunyai hubungan organisatoris dan afiliasi dari suatu partai politik atau organisasi manapun. Namun, setiap anggota Muhammadiyah memiliki hak untuk memasuki atau tidak memasuki organisasi lain sepanjang tidak menyimpang ketentuan-ketentuan yang berlaku di Persyarikatan Muhammadiyah.

(4)

Pada masa Orde Baru, asas netralitas itu oleh M. Din Syamsudin (1995) disebut dengan

istilah “Politik Alokatif” (Allocative Politics)9

9

Suwarno, Op.Cit, hlm.2.

. Politik Alokatif Muhammadiyah ini bermakna bahwa aktivitas politik Muhammadiyah diupayakan untuk menanamkan nilai-nilai tertentu di dalam kerangka ideologi negara. Nilai-nilai tersebut adalah prinsip-prinsip Islam yang ditanamkan ke dalam proses pembangunan berdasarkan Pancasila. Prilaku politik Muhammadiyah dalam penerapan politik alokatif berubah-ubah tergantung pada situasi dan kondisi serta karakter elit pemimpinnya.

Penerapan Politik Alokatif yang ditempuh Muhammadiyah tetap menunjukkan organisasi ini sebagai sebuah kekuatan politik di Indonesia. Hal itu terlihat dari keterlibatan Muhammadiyah dalam dalam proses legislasi terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) menjadi Undang-Undang. Misalnya dalam RUU Perkawinan, Muhammadiyah mengirim surat kepada Presiden yang intinya menyerukan agar RUU tersebut ditarik karena bertentangan dengan ajaran Islam. Kemudian dalam perdebatan alot RUU Ormas dimana Pancasila menjadi asas tungal, Muhammadiyah berkali-kali melobi pejabat pemerintah termasuk Presiden dengan mengajukan pembelaan bahwa Muhammadiyah dapat menerima/memasukkan Pancasila dalam Anggaran Dasar asal tidak mengubah asas Islam. Selanjutnya Muhammadiyah juga terlibat dalam proses legislasi RUU peradilan agama. RUU yang dalam pengajuannya menimbulkan isu bahwa aturan hukum peradilan agama merupakan usaha menghidupkan kembali Piagam Jakarta ini mendorong Muhammadiyah menghadap Presiden Soeharto. Pertemuan itu guna menegaskan bahwa peradilan agama merupakan implementasi Pancasila dan UUD 1945 sebagai kewajiban pemerintah dalam melindungi umat Islam yang mayoritas.

(5)

Perubahan prilaku politik Muhammadiyah mengalami perubahan secara signifikan pada kepemimpinan M. Amien Rais pada 1995. Dilandasi konsep High Politics (Politik Adiluhung), prilaku politik Muhammadiyah menunjukkan ketegasan dan keberanian dalam melakukan kritik secara terbuka kepada pemerintah Orde Baru atas berbagai penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang terutama dalam bentuk Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Muhammadiyah melakukannya dengan memainkan fungsi himbauan-himbauan moral dan kritik-kritik tertulis

melalui pernyataan resmi organisasi.10

Ketua umum Muhammadiyah merupakan simbol dan kunci bagi tegaknya gerakan kultural Muhammadiyah. Sebagai ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin gencar menyuarakan perlunya Islam membuka diri terhadap nilai-nilai luhur kemanusiaan dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan berdunia sebagai manifestasi rahmatan

Sebagai organisasi sosial keagamaan yang menyandang gerakan tajdid (pembaharuan), era reformasi adalah merupakan era yang penting bagi Muhammadiyah, dimana Muhammadiyah juga ikut berperan di dalamnya. Hal ini bukan hanya karena tokoh reformasinya (Amien Rais) yang melakukan gerakan reformasi, tetapi gerakan reformasi (tajdid) itu merupakan essensi dari jiwa, semangat, dan aktifitas Muhammadiyah.. Pada era reformasi, Muhammadiyah telah menjalani dalam dua masa kepemimpinan. Pertama dipimpin oleh A. Syafii Maarif yang menggantikan Amin Rais yang ketika itu tampil menjadi ketua umum Partai Amanat Nasional pada 1998. Setelah Syafii Maarif, kepemimpinan Muhammadiyah kedua pada era reformasi berada di bawah komando Din Syamsuddin. Muhammadiyah berada di bawah kepemimpinan Din Syamsuddin dalam dua periode, setelah menjadi ketua PP Muhammadiyah periode 2005-2010, ia terpilih kembali untuk periode berikutnya.

10

(6)

lil’alamin.11 Namun, dalam perjalanan kepemimpinannya, Din Syamsuddin juga sering dikaitkan dengan prilaku politik praktis, misalnya pada tahun 2005 ketika Partai Amanat Nasional (PAN) berdiri dan dinyatakan secara tegas tidak ada hubungan organisatoris dengan Muhammadiyah, Din Syamsuddin tetap menyatakan, bahwa PAN harus menjadi partai yang mewakili aspirasi

politik warga Muhammadiyah dengan menjadikan medium dakwah lewat jalur politik.12

Pada tahun 2008, Din Syamsuddin juga menunjukkan prilaku politik praktis dengan menyatakan dukungan secara total pada Partai Matahari Bangsa pada Rapimnas partai yang

mengusungnya sebagai presiden tersebut.13 Lebih jauh terkait pemilihan presiden pada pemilu

2009, Din Syamsuddin secara khusus terlihat menyerukan dukungan kepada pasangan Jusuf Kalla-Wiranto dimana dalam sebuah kesempatan ia menirukan slogan pasangan tersebut dalam

Sidang Tanwir Aisyiah, sebuah organisasi sayap dari Muhammadiyah.14

Menjelang Pemilihan Umum 2014, Din Syamsuddin secara terang-terangan melibatkan dirinya dengan pernyataan kesiapan menjadi Presiden ataupun Wakil Presiden. Ia juga terlihat mengadakan pertemuan dengan tokoh politik di kantor PP Muhammadiyah, salah satunya dengan Prabowo Subianto. Ketika dikaitkan dengan tawaran menjadi cawapres, ia menyatakan kesiapannya karena baik Din dan Prabowo memiliki pemikiran yang sama soal politik.

15

Melihat perkembangan dan dinamika politik Muhammadiyah seperti yang telah dipaparkan, peneliti merasa penting untuk mengkaji Muhammadiyah sebagai sebuah penelitian politik. Sebelumnya telah banyak studi terhadap Muhammadiyah yang berkaitan dengan aspek

11

http://www.muhammadiyah.or.id/id/2-content-169-det-prof-dr-h-m-din-syamsuddin.html Diakses pada 15 Januari 2014 pukul 20.45 WIB.

12

Ridho Al Hamdi, 2012. “Dinamika Islam dan Politik Elit-Elit Muhammadiyah periode 1998-2010”. Jurnal Studi Pemerintahan. Volume 3 Nomor 1 Tahun 2012. hlm. 186.

13

http://nasional.inilah.com/read/detail/40448/muhammadiyah-masuk-ke-ranah-politik#.UwNYBmJ_t3V Dikases pada 15 Januari 2014 pukul 21.20 WIB.

14

http://news.okezone.com/read/2009/06/12/268/228570/din-syamsuddin-serukan-muhammadiyah-dukung-jk Diakses pada 12 Januari 2014 pukul 14.00 WIB.

15

http://politik.news.viva.co.id/news/read/471781-ditemui-prabowo--din-syamsuddin-beri-sinyal-jadi-cawapres Diakses pada 21 Februari 2014 pukul 20.25 WIB.

(7)

politik. Beberapa karya tersebut antara lain pertama, studi berjudul “Gerakan Modern Islam di Indonesia” oleh Deliar Noer yang membahas tentang peran dan partisipasi kekuatan-kekuatan Islam dalam dinamika politik yang memfokuskan pada periode 1900-1942. Kedua, studi “Gerak Politik Muhammadiyah Dalam Masyumi” oleh Syaifullah yang menjelaskan tentang hubungan Muhammadiyah dengan partai politik Masyumi sejak masa akhir pendudukan Jepang hingga tahun 1960. Ketiga, studi berjudul “Prilaku Politik Elit Muhammadiyah” oleh Haedar Nashir yang menekanlan pada sikap moderat akomodatif para elit Muhammadiyah di Pekajangan (Pekalongan) pada masa Orde Baru. Keempat, studi berjudul “Muhammadiyah Sebagai Oposisi” oleh Suwarno, studi ini melihat kiprah politik Muhammadiyah pada fase akhir Orde Baru periode tahun 1994-1998 khususnya pada kepemimpinan Amien Rais.

Selain penelitian-penelitian di atas, terdapat juga penelitian-penelitian lain terkait dinamika politik Muhammadiyah seperti Haedar Nashir dalam “Dinamika Politik Muhammadiyah” yang menjelaskan tentang peran Muhammadiyah dan hubungannya dengan partai politik dari Masyumi hingga PAN serta pemikiran politik dan budaya politiknya. Selain itu terdapat penelitian oleh Syarifuddin Jurdi yang mengangkat Muhammadiyah dalam dinamika politik Indonesia dalam studi berjudul “Muhammadiyah dalam dinamika politik Indonesia 1996-2006”.

Berdasarkan hal tersebut, terlihat sebelummnya telah banyak penelitian yang mengangkat tentang Muhammadiyah dalam aspek politik baik tentang kiprah, peran maupun dinamika politiknya dari awal berdiri hingga masa era Orde Baru hingga awal reformasi. Untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait Muhammadiyah pada era reformasi dengan menganalisa kepentingan politik Muhammadiyah di era reformasi dengan berfokus pada masa kepemimpinan Din Syamsuddin.

(8)

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan sebelumnya pada latar belakang, Muhammadiyah sebagai salah satu komponen bangsa memiliki posisi dan peran yang penting serta strategis. Muhammadiyah sebagai bagian dari komunitas umat Islam yang menjadi penduduk terbesar di Indonesia dapat mengambil peran proaktif dalam berbagai kehidupan, tidak terkecuali kehidupan politik. Muhammadiyah dengan tidak menjadi partai politik memainkan fungsi sebagai kekuatan politik (political force) yang dapat mempengaruhi proses politik nasional melalui peran para elitnya maupun sebagai kelompok kepentingan (interest group). Maka masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah “bagaimana kepentingan politik Muhammadiyah di era reformasi di

bawah kepemimpinan Din Syamsuddin?” 3. Batasan Masalah

Dalam suatu penelitian, penulis perlu membuat pembatasan masalah terhadap masalah yang akan dibahas dengan tujuan untuk memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian serta menghasilkan uraian yang sistemastis dan hasil penelitian yang diperoleh tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai. Adapun batas dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini mengkaji tentang kepentingan politik Muhammadiyah pada era reformasi dimana fokus kajian pada masa kepemimpinan Din Syamsuddin tahun 2005-2014.

4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian penelitian ini adalah untuk mengetahui kepentingan politik Muhammadiyah pada era reformasi pada masa kepemimpinan Din Syamsuddin.

(9)

5. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat terlebih lagi untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Adapun manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini antar lain:

1. Penelitian ini dijadikan penulis sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan kompetensi dalam menulis karya ilmiah sekaligus sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata Satu di Departemen Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Penelitian ini secara akademis diharapakan dapat menambah objek kajian peneliatian ilmu politik khususnya di Departemen Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara serta menjadi salah satu sumber referensi bagi penelitian-penelitian berikutnya.

6. Kerangka Teori

6.1. Kepentingan Politik

Kepentingan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan suatu, kebutuhan atau interes yang harus didahulukan sebagai sebuah keperluan. Dalam kaitan dengan

politik dapat diartikan sebagai posisi yang menentukan dalam pemerintahan atau negara.16

Politik secara umum dapat diartikan sebagai usaha untuk menggapai kehidupan yang lebih baik. Politik dapat dikatakan sebagai usaha untuk menentukan peraturan-peraturan yang dapat diterima oleh sebagian besar warga, untuk membawa masyarakat kearah kehidupan bersama yang

harmonis.17

David Easton menyatakan kehidupan politik mencakup segala aktifitas kebijakan yang berwibawa, berkuasa dan diterima oleh masyarakat. Easton menilai sistem politik merupakan

16

http://kbbi.web.id/kepentingan diakses pada tanggal 15 Maret 2014 pukul 21.45 WIB. 17

(10)

interaksi yang dipakai untuk membagi dan mendistribusikan nilai-nilai materiil pada saat itu, dan bisa berlangsung di dalam dan untuk masyarakat. Kepentingan politik dalam sebuah sistem politik berwujud tuntutan dan dukungan sebagai input dalam sistem tersebut. Input merupakan masukan dari masyarakat ke dalam sistem politik. input yang masuk dalam masyarakat inlah uang berupa tuntutan dan dukungan. Tuntutan secara sederhana dijelaskan sebagai perangkat kepentingan yang belum dialokasikan secara merata oleh sistem politik kepada sekelompok masyarakat yang ada di dalam cakupan yang ada di dalam sistem politik. Disisi lain, dukungan merupakan upaya dari masyarakat untuk mendukung keberadaan sistem politik agar terus berjalan. Input-input inilah yang memberikan energi yang dibutuhkan untuk kelangsungan sebuah sistem tersebut. Inilah alasan mengapa sistem politik terbentuk dalam suatu masyarakat dan mengapa orang melibatkan diri dalam kegiatan politik yaitu adanya tuntutan-tuntutan dari orang-orang atau kelompok-kelompok dalam masyarakat yang semuanya tidak dapat dipenuhi

dengan memuaskan.18

Menurut Almond, sistem politik merupakan organisasi yang di dalamnya masyarakat berusaha merumuskan dan mencapai tujuan-tujuan tertentu yang sesuai dengan kepentingan bersama. Dalam sistem politik terdapat lembaga-lembaga atau struktur-struktur seperti parlemen, birokrasi, badan peradilan, dan partai politik yang menjalankan funsgsi—fungsi tertentu yang memungkinkan sistem politik tersebut merumuskan dan melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaannya. Sebelum kebijakan-kebijakan dan tujuan-tujuan dapat ditetapkan, individu-individu dan kelompok-kelompok dalam masyarakat harus menentukan apa yang menjadi kepentingan mereka yaitu apa yang ingin mereka dapatkan dari politik. Kepentingan-kepentingan dan tuntutan-tuntutan tersebut diartikulasikan kemudian diagregasikan atau

18

(11)

digabungkan menjadi alternatif-alternatif kebijaksanaan.19

6.2 Kelompok Kepentingan

Selanjutnya alternatif-alternatif kebijaksanaan itu dipertimbangkan dan ditentukan pilihan. Keputusan tersebut harus dilaksanakan dan bila keputusan tersebut diselewengkan harus ada proses penghakiman.

Sistem politik yang terbuka selalu menyediakan ruang bagi munculnya partisipasi pubik guna menanggapi atas keputusan-keputusan politik yang dihasilkan oleh sistem politik itu sendiri. Salah satunya satunya adalah melalui artikulasi politik. artikulasi politik yang dimaksud dapat, secara sederhana berupa pengajuan permohonan/tuntutan/dukungan orang per orang ataupun kelompok atas berbagai keputusan politik yang ditetapkan. Pengajuan permohonan atau tuntutan yang dilakukan secara individual tidak terasa terlalu kuat dibandingkan dengan yang diajukan secara kelompok. Kelompok-kelompok, seperti kelompok kepentingan menjadi sangat penting perannya dalam melakukan atrikulasi pada sebuah sistem politik.

Sebuah keputusan publik yang lahir dari keputusan-keputusan politik merupakan hasil dari pelembagaan issu-issu yang menjadi masalah bersama (masalah publik). Keputusan publik yang berusaha menyelesaikan suatu permasalahan atau persoalan yang bersifat individual atau komunitas kecil semata akan kesulitan mendapat legitimasi politik untuk diselesaikan. Lain halnya jika lingkup permasalahan tersebut luas dan dirasakan oleh mayoritas warga masyarakat. Ketika masalah dan persoalan yang bersifat individual dikomunikasikan dan dikelola oleh kelompok-kelompok kepentingan secara baik sehingga yang terlahir kemudian adalah masalah subyektif yang dikolektifkan, maka bukan hal yang tidak mungkin masalah tersebut menjadi masalah yang dirasakan oleh mayoritas warga masyarakat dan perlu diselesaikan oleh pemerintah melalui keputusan politik yang dilembagakan dalam keputusan publik.

19

(12)

Begitu pentingnya peran dan posisi kelompok kepentingan dalam membangun issu-issu individual atau komunitas menjadi issu-issu publik, maka dalam konteks politik artikulasi kebutuhan warga bukan hanya dapat dilakukan oleh partai politik, tetapi juga kelompok-kelompok kepentingan. Kelompok kepentingan (interest group) merupakan organisasi formal yang dapat memberikan pengaruh terhadap pembuatan dan pelaksanaan kebijakan umum (public

policy) terutama dalam negara-negara yang demokratis (democratic politics). Kelompok

kepentingan merupakan suatu organisasi yang terdiri dari sekelompok individu yang mempunyai kepentingan-kepentingan, tujuan-tujuan, keinginan-keinginan yang sama, dan mereka melakukan kerjasama untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah demi tercapainya

kepentingan-kepentingan, tujuan-tujuan, dan keinginan-keinginan tersebut.20

Menurut Almond21

Kelompok kepentingan terdiri dari sejumlah orang yang mempunyai kesamaan sifat, sikap, kepercayaan, dan tujuan yang sepakat yang sepakat mengorganisasikan diri untuk untuk melindungi dan mencapai tujuan. Sebagai kelompok yang terorganisir, kelompok ini tidak hanya memiliki sistem sistem keanggotaan yang jelas, tetapi juga memiliki pola kepemimpinan, sumber keuangan untuk membiayai kegiatan dan pola komunikasi baik ke dalam maupun ke luar organisasi. Posisi kelompok kepentingan dianggap penting karena kelompok kepentingan dilihat yang disebut kelompok kepentingan ialah setiap organisasi yang berusaha mempengaruhi kebijakan pemerintah tanpa berkehendak memperoleh jabatan publik. Dalam pandangan Almond, kecuali dalam keadaan luar biasa, kelompok kepentingan memmang tidak berusaha menguasai pengelolaan pemerintahan secara langsung sekalipun mungkin para pemeimpin ataupun anggota-anggotanya memenagkan kedudukan-kedudukan politik dalam Pemilihan Umum.

20

Anthonius Sitepu, Studi Ilmu Politik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012, hlm. 196. 21

(13)

sebagai sarana untuk menyampaikan dan memperkuat tuntutan-tuntutan, kepentingan-kepentingan anggota masyarakat terhadap sistem politik.

6.2.1. Jenis Kelompok Kepentingan

Kelompok kepentingan terdiri atas beberapa tipe atau jenis, Gabriel Almond22

a) Kelompok Kepentingan Anomik

membedakannya menjadi empat tipe atau jenis kelompok kepentingan antara lain:

Kelompok kepentinga ini terbentuk diantara unsur-unsur dalam masyarakat secara spontan. Karena tidak memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang mengatur, kelompok ini sering bertumpang tindih dengan bentuk-bentuk partisipasi politik yang

non-konvensional, seperti demonstrasi, kerusuhan, kekerasan politik, pemogokan, huru-hara,

konfrontasi dan sebagainya.

b) Kelompok Kepentingan Non-Assosiasional

Kelompok Kepentingan Non-Assosiasional (Non-Associational Interest) merupakan kelompok kepentingan yang kurang terorganisir secara rapi, dan kegiatannya masih bersifat kadang kala saja. Kelompok ini berwujud keluarga atau keturunan etnik, regional, status kelas yang menyatakan kepentingan secara kadangkala dengan melalui individu-individu, kepala keluarga atau pemimpin agama. Keanggotaan kelompok ini diperoleh berdasarkan kepentingan-kepentingan yang serupa karena persamaan-persamaan dalam hal-hal tertentu, seperti keluarga, status, kedaerahan, keagamaan, keturunan dan etnis. Setelah melakukan kegiatan, kelompok ini langsung bubar dengan sendirinya. Kelompok ini biasanya menggunakan cara-cara pendekatan informal terhadap pemerintah dalam memperjuangkan kepentingannya.

22

(14)

c) Kelompok Kepentingan Institusional

Kelompok ini merupakan kelompok kepentingan yang muncul di dalam lembaga politik dan pemerintahan yang fungsinya untuk mengartikulasikan kepentingan seperti kelompok tertentu di dalam angkatan bersenjata, birokrasi, dan partai politik. Kelompok ini merupakan kelompok yang kepentingan yang bersifat formal yang sudah terorganisir secara rapi dan teratur. Kelompok kepentingan institusional sangat berpengaruh, biasanya akibat dari basis organisasinya yang kuat. Klik-klik militer, kelompok-kelompok birokrat, dan pemimpin-pemimpin partai sangat dominan dinegara-negara belum maju, dimana kelompok kepentingan assosiasional sangat terbatas jumlahnya dan belum efektif.

d) Kelompok Kepentingan Asosiasional

Kelompok kepentingan asosiasional yang terbentuk dari masyarakat dengan fungsi untuk mengartikulasi kepentingan anggotanya kepada pemerintah. Kelompok ini memakai tenaga professional yang bekerja penuh dan memiliki prosedur teratur untuk memutuskan kepentingan dan tuntutan. Kelompok ini juga mengorganisasikan diri dengan baik dan terus menerus menjalin hubungan dengan pemerintah. Kelompok kepentingan asosiasional terdiri dari Serikat Buruh, Kamar Dagang, dan Industri atau perkumpulan usahawan-usahawan, paguyuban etnik, persatuan-persatuan yang diorganisir oleh kelompok-kelompok agama dan sebagainya. Kelompok kepentingan assosiasional jika diijinkan berkembang cenderung untuk menetukan perkembangan dari jenis kelompok kepentingan lain. Basis organisasionalnya menempatkannya diatas kelompok non-assosiasional; taktik dan tujuannya sering diakui sah dalam msyarakat dan dengan mewakili kelompok dan kepentingan yang luas, kelompok assosiasional dengan efektif bisa membatasi pengaruh kelompok anomik non-assosiasional dan institusional.

(15)

6.2.2. Saluran Aktualisasi Kelompok Kepentingan

Dalam mengkomunikasikan tuntutan politik, individu-individu yang mewakili kelompok kepentingan atau dirinya sendiri biasanya tidak hanya ingin sekedar member informasi. Mereka bertujuan agar pandangan-pandangan mereka dipahami oleh para pemimpin yang membuat

keputusan yang relevan dengan kepentingan mereka, dan memperoleh tanggapan baik.23

a) Demonstrasi dan Tindakan Kekerasan

Oleh sebab itu kelompok kepentingan berusaha mencari saluran-saluran khusus untuk menyalurkan tuntutan mereka dan mengembangkan teknik-teknik penyampaian agar tuntutan itu diperhatikan dan ditanggapi. Saluran-saluran untuk menyatakan pendapat dalam masyarakat berpengaruh besar dalam menentukan luasnya dan efektifnya tuntutan-tuntutan kelompok kepentingan. Saluran-saluran tersebut antara lain:

Demonstrasi dan tindakan kekerasan fisik merupakan salah satu saluran yang diperguanakan oleh kelompok-kelompok kepentingan untuk menyatakan kepentingan-kepentingan atau tuntutan-tuntutan. Demonstrasi dan tindakan kekerasan fisik,yang didalamnya termasuk kerusuhan, huru-hara, pembunuhan, konfrontasi, adalah merupakan cirri khas kelompok kepentingan anomik.

b) Hubungan Pribadi

Hubungan pribadi merupakan saluran yang sering digunakan oleh kelompok kepentingan untuk mencapai dan meepengaruhi para pembuat keputusan politik utama. Hubungan pribadi biasanya melalui hungun

23

(16)

gan keluarga, almamater atau hubungan yang bersifar kedaerahan atau yang lain sebagai perantara. Hubungan pribadi biasa digunakan oleh kelompok kepentingan non-asosiasional yang mewakili kepentingan keluarga atau daerah, akan tetapi bisa juga dipergunakan oleh kelompok kepentingan lain.Hal ini karena hubungan secara langsung tatap muka merupakan salah satu cara paling efektif dalam membentuk sikap seseorang. c) Perwakilan Langsung

Perwakilan lamgsung dalam badan legislatif atau birokrasi sangat memungkinkan kelompok-kelompok kepentingan mengkomunikasikan kepentingan-kepentingannya secara terus-menerus. Hal ini misalnya melalui anggota aktif dalam struktur pembuat keputusan atau anggota yang duduk di dalam birokrasi, badan legislative maupun badan eksekutif.

d) Media Massa

Media massa merupakan saluran dalam kegiatan yang dilakukan kelompok kepentingan dalam mengkomunikasikan kepentingan-kepentingannya atau tuntutan-tuntutannya dan pengaruhnya terhadap pembuat keputusan politik utama. Saluran ini antara lain seperti televise, radio, surat kabar, majalah, dan sebaginya.

e) Partai Politik

Partai politik juga merupakan saluran yang digunakan kelompok-kelompok kepentingan dalam mengkomunikasikan kepentingan-kepentingan ataupun tuntutan-tuntutannya. Disini muncul seberapa jauh fungsi partai mengartikulasikan dan mengagregasikan kepentingan-kepentingan kelompok kepentingan yang ada dalam msyarakat dalam sistem politik, sebagai sarana komunikasi politik, sarana sosialisasi politik dan sebagai sarana

(17)

rekrutmen politik. Semua fungsi partai itu diasosiasikan dalam dengan kelompok-kelompok kepentingan.

f) Badan Legislatif, Eksekutif, dan Birokrasi

Kelompok-kelompok kepentingan dapat juga menyalurkan kepentingan-kepentingan, tuntutan-tuntutannya dengan melalui saluran-saluran yang terwujud dalam badan legislatif, eksekutif dan birokrasi.

Beberapa hal penting lain yang secara signifikan dapat mempengaruhi hasil akhir kegiatan ialah sisi internal organisasi, seperti lingkup keanggotaan, loyalitas anggota, lingkup kegiatan dan derajat kedalaman kegiatan. Dari segi cara dan sarana yang digunakan untuk memperjuangkan tuntutan, dapat dilihat seperti teknk-teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan kelompok, bentuk tuntutan yang diajukan, derajat kelompakan kelompok, dan sumberdaya material dan manusia yang tersedia serta yang digunakan untuk mencapai tujuan kelompok. Kemudian dari sisi eksternal organisasi antara lain pertama, derajat kesesuaian dan ketaatan tujuan dan kegiatan kelompok dengan norma-norma dan kebiasaan budaya politik yang berlalu. Kedua, derajat kelembagaan kegiatan dan prosedur yang diikuti kelompok telah mengikuti pola yang ada atau berubah-ubah. Ketiga, derajat kemampuan kelompok memelihara akses komunikasi langsung dengan pemerintah yang hendak dipengaruhi akan sangat mempengaruhi keberhasilan atau hasil akhir dari upaya pencapaian tujuan kelompok

kepentingan.24

24

(18)

6.3. Civil Society

Civil society sering diterjemahkan dengan masyarakat kewarganegaraan atau masyarakat

madani. Pengelompokannya antara lain pada organisasi sosial dan keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi sosial dan keagamaan, paguyuban-paguyuban, dan juga

kelompok-kelompok kepentingan.25

Menurut Tocqueville

Civil society dalam konsep Tocqueville dimana masyarakat hidup dalam tatanan

komunal, tidak tergantung dari campur tangan negara, dapat mengorganisasikan kebutuhannya sendiri dan hanya terikat dalam aturan-aturan lokal. Negara masih dibutuhkan kekuasaannya tetapi harus diminimalisir dan dikontrol. Tatanan civil society dapat ditemukan pada asosiasi, yaitu sekelompok individu dalam masyarakat yang meyakini suatu doktrin atau kepentingan tertentu dan memutuskan untuk merealisasikan doktrin atau kepentingan tersebut. Dalam pemikirannya, civil society memiliki kapasitas politik yang cukup tinggi sehingga mampu menjadi kekuatan penyeimbang terhadap kecenderungan intervensi negara atas warga negara. Namun, civil society hanya menjadi entitas pressure group, tidak berusaha untuk mencari, mempertahankan dan merebut kekuasaan.

26 25 Hikam, Op.Cit, hlm. 3. 26 Ibid.

civil society merupakan sebuah wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan antara lain kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan

(self-generating), dan keswadayaan (self-suporting), kemandirian tinggi berhadapan dengan negara,

dan keterikatan dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya. Sebagai sebuah ruang politik, civil society adalah suatu wilayah yang menjamin berlangsungnya prilaku, tindakan dan refleksi mandiri, tidak terkungkung oleh kondisi kehidupan material, dan tidak terserap di dalam jaringan-jaringan kelembagaan politik resmi. Di dalamnya tersirat pentingnya

(19)

suatu ruang publik yang bebas (the free public sphere), tempat dimana transaksi komunikasi yang bebas bisa dilakukan oleh warga masyarakat.

Civil society setidaknya memiliki tiga ciri utama,27

1) Adanya kemandirian yang cukup tinggi dari dari individu-individu dan kelompok-kelompok masyarakat, utamanya ketika berhadapan dengan negara.

antara lain:

2) Adanya ruang publik yang bebas sebagai wahana bagi keterlibatan politik secara aktif dari warga negara melalui wacana yang berkaitan dengan kepentingan publik.

3) Adanya kemampuan membatasi kuasa negara agar tidak intervensionis

Dari pemaparan tersebut, cukup jelas bahwa civil society menyiratkan kemandirian dan kematangan politis. Civil society terwujud dalam organisasi dan asosiasi yang dibuat di luar penaruh negara. Civil society dapat diartikan sebagai pengelompokkan dari anggota-anggota masyarakat sebagai warga negara mandiri yang dengan bebas dan egaliter bertindak aktif dalam wacana mengenai segala hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan pada umumnya. Hal ini menyiratkan keharusan adanya kebebasan dan keterbukaan untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat serta kesempatan yang sama dalam mempertahankan kepentingan-kepentingan di tempat umum.

7. Metode Penelitian 7.1. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini menggunakan metode deskripstif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang menggambarkan berdasarkan fakta serta data yang ada yang dianggap sebagai argumentasi terhadap suatu penelitian serta dapat dipertanggungjawabkan dengan baik. Metode penelitian deskriptif dilakukan dengan

(20)

menganalisis data dan fakta sebagai suatu cara untuk memecahkan masalah yang diteliti dengan

menerangkan keadaan sebuah objek penelitian sebagaimana adanya.28

7.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan mentode wawancara dengan pengurus wilayah Muhammadiyah tempat penulis menetap yaitu pengurus wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara, selain itu penelitian ini juga menggunakan penelitian kepustakaan (library research). Data-data yang digunakan diperoleh dari buku-buku, jurnal, majalah dan keputusan-keputusan Muktamar Muhammadiyah yang berhubungan dengan tema penelitian.

7.3. Teknik Analisa Data

Setelah tahap pengumpulan data, selanjutnya data yang diperoleh dari sumber-sumber tersebut dilakukan analisis. Adapun teknik analisis data yang digunakan yaitu dengan teknik analisis kualitatif yang menekan analisis pada sebuah proses pengambilan kesimpulan. Seluruh data yang telah diperoleh dieksplorasi menggunakan teori-teori yang memadai dan dipilih untuk memberi gambaran yang tepat terhadap kajian yang diteliti sehingga dapat menghasilkan sebuah kesimpulan yang menjadi penjelasan dalam permasalahan yang diteliti.

8. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB II : PROFIL DAN DINAMIKA POLITIK MUHAMMADIYAH

28

(21)

Bab ini akan menguraikan profil Muhammadiyah yang meliputi sejarah dan deskripsi landasan ideal dan landasan operasional organisasi Muhammadiyah.

BAB III : KEPENTINGAN POLITIK MUHAMMADIYAH DI ERA

REFORMASI MASA KEPEMIMPINAN DIN SYAMSUDDIN

Bab ini akan dijelaslan tentang kepentingan politik Muhammadiyah pada era reformasi dibawah kepemimpinan Din syamsuddin pada periode pertama kepemimpinannya pada tahun 2005 hingga periode kedua yang berjalan sampai tahun 2014.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan penelitian ini yang berisi kesimpulan dari hasil-hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan tujuan dari mata kuliah kewirausahaan dalam salah satu kontrak kuliah yang penulis dapatkan di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Medan menyebutkan bahwa tujuannya

Kajian sanad adalah meneliti sanad hadis untuk mengetahui kualitas perawi, tsiqah atau dhaif dan hal-hal tentang sanad, muttashil atau inqitha’ sanadnya,

Gulma jenis teki-tekian ini memiliki daya tahan yang sangat baik terhadap pengendalian mekanik karena memiliki umbi batang di dalam tanah yang bertahan

Orang yang berpendidikan rendah pada umumnya mempunyai taraf kehidupan perekonomian yang kurang juga, hal ini juga menjadi faktor yang mendorong perkawinan usia

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan berkah, rahmat, taufik, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan

financial stability yang diproksikan dengan rasio perubahan total aset, variabel personal financial need yang diproksikan dengan rasio kepemilikan saham oleh orang dalam,

013.01.01 Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Hukum dan HAM 1558 Pengelolaan Administratif dan Fasilitatif Kantor Wilayah Kementerian Hukum

Adaptasi penglihatan pada hewan nokturnal khususnya terjadi di retina matanya, karena retina merupakan bagian dari mata yang berperan dalam melihat warna.. Dari