• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arcci Pradessatama. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Universitas Indonesia, Salemba Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Arcci Pradessatama. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Universitas Indonesia, Salemba Abstrak"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PREVALENSI KOLONISASI ENTEROBACTER PENGHASIL EXTENDED

SPECTRUM BETA-LACTAMASE DAN HUBUNGANNYA DENGAN

RIWAYAT RAWAT INAP PADA INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT

CIPTOMANGUNKUSUMO TAHUN 2011

Arcci Pradessatama

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Universitas Indonesia, Salemba 10430

Abstrak

Enterobacter penghasil extended spectrum beta-lactamse (ESBL) merupakan organisme yang resisten terhadap beta-lactamase jenis baru seperti sefalosporin. Kejadian ESBL pada instansi kesehatan diketahui meningkatkan lama rawat pasien, biaya perawatan, dan angka kematian. Prevalensi ESBL juga terus meningkat secara signifikan sehingga ESBL merupakan masalah yang serius bagi dunia kesehatan. Pasien yang di rawat di rumah sakit, khususnya Intensive Care Unit (ICU) cenderung memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kolonisasi ESBL.Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui prevalensi ESBL di ICU dan hubungannya dengan salah satu faktor risiko kolonisasi, yaitu riwayat rawat inap. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dengan sampel sejumlah 97 orang yang merupakan pasien ICU Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM) dalam tahun 2011. Identifikasi ESBL dilakukan dengan uji laboratorium mikrobiologi sesuai standar The Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI) 2010. Data riwayat rawat inap didapatkan dari rekam medik pasien yang kemudian dikategorikan menjadi pernah dirawat dan tidak pernah dirawat. Hasil uji labotatorium menunjukkan 26 dari 97 sampel (26.8%) mengalami kolonisasi ESBL. Data kemudian dianalis menggunakan uji hipotesis chi-square. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara riwayat rawat inap dengan kejadian ESBL (p=0.798). Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara riwayat rawat inap sebelum masuk ICU dengan angka kejadian ESBL di ICU RSCM pada tahun 2011.

Kata Kunci: Extended Spectrum Beta-Lactamase (ESBL), Intensive Care Unit (ICU), riwayat rawat inap, Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM)

Abstract

Enterobacter producing extended spectrum beta lactamases (ESBL) are organisms which develop resistance to new type beta-lactam antibiotic. ESBL in health instances are known to increase hospital length of stay, costs, and mortality rate. ESBL prevalences increase significantly nearly in every part of the world. Hospitalized patient, especially those in Intensive Care Unit (ICU) tend to have an increased risk of ESBL colonization. Thus ESBL is a serious threat. The objectives of this study is to identify the prevalence of ESBL in ICU and its correlation with hospital admission history. This study used cross-sectional design with 97 samples taken from ICU Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM) in 2011. Identification of ESBL used the standardized method according to The Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI) 2010. The hospital admission history data was taken from patient’s medical record in ICU. Laboratory test results show 26 of 97 samples (26.8%) were colonized with ESBL. Chi-square is used to analyze the data which shows that there is no correlation between hospital admission history and ESBL colonization (p=0.798). It is concluded that there is no correlation between hospital admission history and ESBL colonization in ICU RSCM in 2011.

Keyword: Extended Spectrum Beta-Lactamase (ESBL), Intensive Care Unit (ICU), hospital admission history, Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM)

(2)

ultidrug resistant organism (MDRO) merupakan mikro-organisme yang memiliki ketahanan terhadap beberapa golongan antibiotik.1 MDRO, selain di masyarakat,

merupakan masalah yang serius di fasilitas kesehatan. Masalah terbesar yang dihubungkan dengan MDRO adalah meningkatnya lama rawat di rumah sakit yang berujung pada peningkatan biaya serta angka kematian pasien. Salah satu MDRO yang sering ditemukan di instansi kesehatan adalah golongan Enterobacter penghasil Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL).3

Beta-lactamse merupakan enzim yang dapat merusak antibiotik khususnya golongan beta-lactam dengan memecah struktur cincin beta-lactam. Akibat pecahnya cincin beta laktam, antibiotik tidak dapat bekerja dalam membunuh mikroorganisme. Mengatasi hal di atas, ditemukan cephalosporin jenis baru yang tahan terhadap beta-lactamase, namun pada tahun 1980, ditemukan beberapa bakteri penghasil beta-lactamase jenis baru yang dapat merusak golongan cephalosporin jenis baru tersebut. Mikroorganisme penghasil beta-lactamase jenis baru tersebut dikategorikan sebagai ESBL.4

Enterobacter penghasil ESBL merupakan masalah yang serius di instansi kesehatan di seluruh dunia. Prevalensi Enterobacter penghasil ESBL meningkat secara signifikan setiap saat. Pada tahun 1997, Program Pengawasan Antimikroba (Antimicrobial Surveillance Program) SENTRY menemukan Klebsiella pneumonia yang tahan terhadap cephalosporin generasi ketiga mencapai angka 9.7%. Pada tahun 2003, sebanyak 20.6% K. pneumonia yang ditemukan pada ICU ditemukan tahan terhadap cephalosporin

generasi ketiga.3 Di Indonesia, penelitian di RSAI Harapan Kita menemukan angka prevalensi ESBL mencapai 16%, dengan penyebab utama di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) adalah K. pneumoniae (45%) dan Eschericia coli (19%).5 Penelitian tahun 2004-2005 yang dilakukan di RSUP dr. Kariadi Semarang mendapatkan angka 50.6% positif ESBL dari seluruh kultur bakteri gram negatif.6

Pasien rawat inap di rumah sakit, khususnya pasien Intensive Care Unit (ICU), memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kolonisasi MDRO dibandingkan pasien rawat jalan. Risiko kolonisasi pada pasien juga meningkat jika terdapat penyakit penyerta yang breat, penurunan daya tahan tubuh, riwayat operasi, serta penggunaan alat-alat medis invasif. Terdapat juga bukti epidemiologis, tangan praktisi kesehatan pada instansi kesehatan dapat mentransmisikan MDRO pada pasien. 3

Berdasarkan masalah yang kami uraikan di atas, kami merasa perlu melakukan penelitian untuk mengetahui besarnya angka kejadian Enterobacter penghasil ESBL di RSCM serta hubungannya dengan faktor risiko pada pasien rawat inap, khususnya pasien ICU. Faktor riwayat rawat inap sebelum masuk ICU, kami ambil dengan alasan dekatnya hubungan perawatan di rumah sakit dengan faktor-faktor risiko lainnya. Kami harapkan dengan penelitian ini, dapat diketahui faktor risiko kolonisasi Enterobacter penghasil ESBL lebih jelas lagi sehingga dapat membantu mengurangi angka kejadian kolonisasi maupun infeksi Enterobacter penghasil ESBL di masa depan.

(3)

METODE PENELITIAN Desain Penelitian

Penelitian menggunakan desain studi cross-sectional analitik dengan tujuan melihat hubungan prevalensi Enterobacter penghasil ESBL dan hubungannya dengan riwayat rawat inap di rumah sakit pada pasien.

Tempat dan Waktu

Pengambilan data pasien dilakukan di ICU Pusat RSCM. Pemeriksaan laboratorium dilakukan di Departemen Mikrobiologi FKUI/RSCM. Pengolahan data dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Waktu penelitian dimulai dari bulan Januari 2011 sampai bulan Agustus 2011.

Sumber Data

Data yang digunakan adalah data sekunder dari rekam medik pasien rawat inap di ICU Pusat RSCM serta data hasil pemeriksaan mikrobiologi laboratorium Departemen Mikrobiologi FKUI/RSCM.

Populasi target merupakan pasien rawat inap ICU di Jakarta. Populasi yang dapat dijangkau adalah pasien rawat inap ICU Pusat RSCM. Sampel penelitian merupakan pasien rawat inap ICU RSCM bulan Januari 2011 sampai Agustus 2011. Besar sampel minimal yang dibutuhkan sebesar 52 pasien. Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian sebesar 97 sampel.

Kriteria Inklusi & Eksklusi

Kriteria inklusi sampel penelitian adalah pasien rawat inap ICU Pusat RSCM yang dirawat pada bulan Januari 2011 sampai Agustus 2011 serta dicurigai mengalami

infeksi. Sedangkan kriteria eksklusi pada sampel yang digunakan adalah jika rekam medik pasien tidak lengkap serta pasien tidak bersedia mengikuti penelitian.

Prosedur Kerja

Proposal penelitian dan perizinan komite etik dibuat di awal penelitian. Pembuatan sampling frame dilakukan secara consecutive dengan mengikuti kriteria inklusi serta eksklusi. Pengambilan sampel swab dilakukan pada saat pasien masuk ICU setelah menyetujui informed consent. Isolat sampel kemudian dibawa untuk diuji di laboratorium Mikrobiologi FKUI/RSCM. Data faktor risiko kemudian diambil oleh peneliti dari rekam medik pasien. Hasil pemeriksaan resistensi antibiotik kemudian dikategorikan dan dibandingkan dengan data faktor risiko yang dikumpulkan sebelumnya. Analisis statistik dilakukan menggunakan program SPSS Statistic 11.5 dengan uji hipotesis bivariat chi-square. Hasil uji hipotesis kemudian disusun menjadi laporan penelitian.

Definisi Operasional

Enterobacter penghasil Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) merupakan bakteri yang menghasilkan enzim beta-lactamase dengan resistensi antibiotik cephalosporin generasi ketiga dan keempat berdasarkan hasil uji penyaringan dan uji konfirmasi CLSI 2010.

Hasil kolonisasi positif didefinisikan sebagai kejadian Enterobacter penghasil ESBL pada pasien jika ditemukan hasil uji positif pada salah satu spesimen swab hidung, ketiak, ataupun anus yang dilakukan pada saat pasien pertama kali masuk di ICU RSCM.

Riwayat rawat inap di rumah sakit merupakan riwayat rawat inap pasien di

(4)

RSCM atau rumah sakit lain sebelum masuk sebagai pasien rawat inap ICU Pusat RSCM.

Riwaya rawat inap definisikan sebagai positif jika pada rekam medis ditemukan bahwa pasien merupakan pindahan dari salah satu fasilitas rawat inap RSCM maupun rumah sakit lainnya selain Instalasi Gawat Darurat (IGD).

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diperiksa secara manual terlebih dahulu oleh peneliti, kemudian dikategorikan menjadi data nominal. Riwayat rawat inap dibagi menjadi “pernah dirawat” dan “tidak pernah dirawat”; sedangkan kejadian ESBL dibagi menjadi “positif ESBL” dan “negatif ESBL”. Data kemudian diolah menggunakan SPSS Statistic 11.5 dengan analisis bivariat chi-square.

HASIL

Faktor risiko lama rawat inap sebelum masuk menjadi pasien rawat inap ICU kami pilih dengan alasan bahwa lama rawat inap diketahui meningkatakan risiko dari kejadian ESBL.7 Hal ini diperkirakan berhubungan

dengan riwayat antibiotik serta penggunaan alat medis invasif di rawat inap sebelumnya. Pemilihan ICU Pusat RSCM dengan alasan merupakan ICU Rumah Sakit Pusat Rujukan Nasional sehingga dapat menjadi perwakilan dari seluruh ICU di Indonesia.

Hasil pengumpulan data yaitu 109 data memenuhi kriteria. Sebesar 32 pasien tidak memiliki riwayat rawat sebelum masuk ICU, sedangkan sisanya 77 pasien memiliki riwayat rawat inap sebelum masuk ICU. Karakteristik dasar pasien (Tabel 4.1) menunjukkan keseimbangan yang cukup

merata jika dilihat dari usia dan jenis kelamin pasien, namun asal daerah pasien didominasi oleh pasien yang berasal dari DKI Jakarta dan Jawa Barat.

Tabel 4.1 Karakteristik Dasar Pasien

Karakteristik Riwayat Rawat Inap Sebelum Masuk ICU (N=77) n (%) Tidak Punya Riwayat Rawat Inap Sebelum Masuk ICU (N=32) n (%) Usia Median 46 45 Range 2.5-74 17-74 Jenis Kelamin Laki-Laki 40 (51.9) 15 (46.8) Perempuan 37 (48.1) 17 (53.2) Asal Daerah Bengkulu 1 (1.2) 1 (3.1) DKI-Jakarta 31 (40.2) 21 (65.6) Jawa Barat 32 (41.5) 5 (15.6) Jawa Tengah 0 2 (6.2) Kalimantan Tengah 1 (1.2) 0 Kalimantan Timur 2 (2.6) 0 Bangka Belitung 1 (1.2) 0 Lampung 5 (6.5) 0 Nusa Tenggara Timur 4 (5.2) 0 Sulawesi Utara 0 1 (3.1)

Pengambilan spesimen untuk skrining dilakukan pada saat pasien pertama kali masuk ICU. Spesimen yang diambil berupa swab hidung, aksila, dan rektal.

Pemeriksaan laboratorium mikrobiologi untuk menentukan apakah pasien memiliki kolonisasi ESBL positif dilakukan dengan uji mikrobiologi yang sesuai dengan standard CLSI 2010. Hasil pemeriksaan keluar setelah tiga hari pengambilan sampel.

(5)

Dari seluruh data pasien yang berhasil dikujpulkan, dilakukan pemilihan secara acak secara komputerisasi untuk mendapatkan sampel sebesar 97 pasien. Data awal menunjukkan sebesar 26 (26.8%) sampel memiliki setidaknya salah satu hasil positif kolonisasi ESBL dari ketiga swab spesimen yang dilakukan di awal. Tabel 2x2 kemudian dibuat untuk menghitung rasio prevalensi (Tabel 4.2).

Tabel 4.2 Tabulasi silang riwayat perawatan dan hasil skrining Enterobacter penghasil ESBL

Riwayat Rawat Inap ESBL (n, %) Sebelum ICU Positif Negatif

Ya 19 (27.5) 50 (72.5) Tidak 7 (25) 21 (75) Nilai expected kemudian dihitung dari data tabel di atas dan ditemukan tidak ada tabel dengan nilai expected dibawah lima. Sesuai hasil tersebut, kriteria penggunakan uji-chisquare terpenuhi. Hasil uji menunjukkan nilai p = 0.798 yang menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara riwayat rawat dengan hasil skrining ESBL secara statistik.

Hasil perhitungan rasio prevalens, menunjukkan RP = 1,1. Hasil RP tersebut berarti faktor risiko riwayat rawat inap merupakan faktor risiko. Namun, interval kepercayaan 95% dari rasio prevalensi didapatkan angka -7.38 sampai 9.57 yang menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna karena melewati angka 0.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian kami berupa prevalensi kolonisasi Enterobacter penghasil ESBL sebesar 26.8%, menunjukkan peningkatan yang signifikan jika dibandingkan dengan prevalensi hasil penelitian RSAI Harapan Kita tahun 2004-2005 sebesar 16%.5 Peningkatan ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan di Eropa, SENTRY tahun 1997, yaitu sebesar 4.9% dan Meropenem Yearly Susceptibility Test Information Collection (MYSTIC) pada tahun 2006 sebesar 5.6%.8

Kesimpulan analisis statistik penelitian kami, yaitu tidak ditemukan hubungan bermakna antara riwayat rawat inap dan kolonisasi Enterobacter penghasil ESBL didukung oleh hasil penelitian Friedman et al (2004)9, Ikeda et al (2010)10, dan Harris et al (2005)11.

Penelitian Friedman et al (2004)9 di

Shaare Zedek Medical Center, dengan 167 sampel, menunjukkan 16 dari 167 (10%) sampel memiliki kolonisasi Enterobacter penghasil ESBL. Persebaran sampel dengan riwayat rawat inap sebelumnya sebesar 34 sampel (20%) terhitung dari 30 hari sebelumnya serta 22 sampel (13%) dengan riwayat rawat inap terhitung 3 bulan dari sebelumnya. Melalui uji univariat dan multivariat, hasil uji menunjukkan faktor risiko riwayat rawat inap di rumah sakit sebelumnya tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kolonisasi Enterobacter penghasil ESBL. Lebih jauh lagi, pada penelitian ini ditemukan bahwa jenis kelamin wanita, tempat tinggal, menerima terapi ESBL sebelumnya, dan carrier MRSA sebagai faktor

(6)

risiko kolonisasi Enterobacter penghasil ESBL.

Penelitian Ikeda et al (2010)10 di Japanese

Red Cross Nagoya Daiichi Hospital dengan 28 sampel menggunakan teknik matching. Hasil penelitian tersebut menyatakan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat rawat inap dengan kejadian kolonisasi Enterobacter penghasil ESBL.

Hasil kami kembali didukung oleh penelitian Harris et al (2005)11 di ICU

University of Maryland Medical Center menggunakan sampel berjumlah 5.209 pasien. Salah satu variabel penelitian adalah pernah menjalani rawat inap di rumah sakit, dimana 1594 (31%) sampel merupakan hasil transfer dari rumah sakit lain dan 1693 (33%) sampel pernah menjalani perawatan di Maryland Medical Center dalam satu tahun terakhir. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor risiko usia di atas 60 tahun, komorbiditas, penggunaan vancomycin atau piperacillin-tazobactam sebelumnya merupakan faktor risiko. Sebaliknya, variabel pernah menjalani rawat inap tidak memiliki hubungan bermakna dengan kolonisasi ESBL.

Berbeda dengan hasil penelitian di atas, terdapat beberapa perbedaan hasil dengan penelitian kami yang dapat kami temukan pada penelitian lain. Penelitian Lee et al (2009)12 di St. Vincent Hospital menggunakan 2.312 sampel yang seluruhnya merupakan pasien Infeksi Saluran Kemih (ISK). Hasil penelitian ini menyatakan adanya hubungan bermakna antara riwayat rawat inap di rumah sakit sebelumnya dengan kolonisasi Enterobacter penghasil ESBL.

Hasil yang berbeda ini kami perkirakan akibat perbedaan populasi sampel dimana pasien penelitian diatas merupakan pasien ISK saja sedangkan pasien penelitian kami

merupakan pasien ICU dengan berbagai diagnosis. Hal ini menjadi penting ketika pasien ISK sebesar 25% merupakan pasien rekuren13 yang sebelumnya sering terpajan dengan obat-obatan golongan beta-lactam yang dapat mencetuskan terjadinya resistensi. Di sisi lain, terdapat perbedaan rata-rata usia pasien kami dengan usia pasien penelitian tersebut yang dapat menyebabkan perbedaan hasil akibat perbedaan daya tahan tubuh.

Hasil yang berbeda juga ditunjukkan oleh penelitian Andriatahina et al (2008)14 di Befelatanana Hospital dengan 244 sampel yang seluruhnya adalah anak usia <15 tahun. Penelitian ini menyatakan bahwa riwayat rawat inap di rumah sakit (30 hari) sebelumnya memiliki korelasi dengan kolonisasi Enterobacter penghasil ESBL. Perbedaan ini kami pikirkan akibat perbedaan rerata usia yang cukup jauh antara sampel penelitian ini (35.6 bulan) dengan sampel penelitian kami (46 tahun).

Penelitian yang kami lakukan tidak luput dari kekurangan dan keterbatasan. Pertama, keterbatasan jumlah pasien ICU dan waktu peneliti menyebabkan peneliti memilih desain penelitian cross-sectional yang kurang dapat menggambarkan hubungan antar variabel jika dibandingkan dengan desain studi cohort. Kedua, terdapat kesulitan mendapatkan data riwayat rawat inap yang lengkap pada seluruh pasien. Hal ini disebabkan data karena beberapa pasien kurang dari satu hari berada di ICU sehingga dapat terluput oleh peneliti. Ketiga, keterbatasan waktu yang dimiliki peneliti akibat kegiatan akademis sehingga tidak dapat sepanjang hari berada di ICU. Hal ini juga berdampak pada pemilihan sampel yang tidak dapat menggunakan simple random sampling akibat terlewatnya beberapa pasien yang harusnya dapat menjadi sampling frame.

(7)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Prevalensi kolonisasi Enterobacter penghasil ESBL pada pasien ICU Dewasa RSCM tahun 2011 sebesar 26.8%. Lebih jauh lagi, riwayat rawat inap sebelum masuk ICU tidak memiliki hubungan bermakna dengan kolonisasi Enterobacter penghasil ESBL pada pasien ICU.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai prevalensi Enterobacter penghasil ESBL di ICU setiap tahun untuk mendapatkan data yang berkesinambungan.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai fakto risiko riwayat rawat inap di ICU terhadap kolonisasi Enterobacter penghasil menggunakan metode cohort atau case control.

REFERENSI

1. Multidrug-resistant organisms [Internet]. 2007 [cited 2010 Dec 15]. Available from: https://www.premierinc.com/safety/topics/ HAI/HAI-Multidrug-resistant.jsp

2. Van der Meer JWM, Gyssens IC. Quality of antimicrobial drug prescription in hospital. Clin Microbiol Infect. 2001 Dec;7(6):12-15

3. Siegel JD, Rhinehart E, Jackson M, Chiarello L. Management of Multidrug-Resistant Organisms in Healthcare Settings. Healthcare Infection Control Practices Advisory Comitee. 2006 4. Struthers JK, Westran RP. Clinical

Bacteriology. London: Manson Publishing; 2003. p.58

5. Arnita. Infeksi Nosokomial: Menggantung Harapan pada Antibiotik Anyar. Farmacia [Internet]. 2007 Jun [cited 2010 Jun 20]. Available from: http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNe ws=508

6. Winarto. Prevalensi Kuman ESBL (Extended Spectrum Beta-lactamase) dari Material Darah di RSUP Dr. Kariadi Tahun 2004-2005. Media Medika Indonesiana. 2009;43(5):260-7. 7. Laboratory Detection of

Extended-Spectrum Beta-Lactamses (ESBLs) [Internet]. 2010 [updated 2010 Nov 24; cited 2012 May 13]. Available from: http://www.cdc.gov/HAI/settings/lab/lab_ esbl.html

8. Coque TM, Baquero F, Canton R.

Increasing Prevalence of ESBL-Producing Enterobacteriaceae in Europe. Euro Surveill. 2008;13(47):1-11.

9. Friedmann R, Raveh D, Zartzer E, Rudensky B, Broide E, Attias D, et al. Prospective Evaluation of Colonization with Extended-Spectrum B-Lactamase (ESBL)–Producing Enterobacteriaceae Among Patients at Hospital Admission and of Subsequent Colonization with ESBLProducing Enterobacteriaceae Among Patients During Hospitalization. Infect Control Hosp Epidemiol.

2009;30(6):534-42.

10. Ikeda Y, Mamiya T, Nishiyama H, Koseki T, Mouri A, Nabeshima T. Risk factors for Extended Spectrum Beta Lactamase producing Eschericia coli infection in hospitalized patients. 2012. Nagoya J. Med. Sci;74:105-14.

11. Harris AD, McGregor JC, Johnson JA, Strauss SM, Moore AC, Standiford HC, et al. Risk Factors for Colonization with Extended-Spectrum B-Lactamase-Producing Bacteria and Intensive Care Unit Admission. Emerg Infect Dis. 2007;13(8):1144-9.

12. Lee DS, Lee CB, Lee SJ. Prevalence and Risk Factors for Extended Spectrum Beta-Lactamase-Producing Uropathogens in Patients with Urinary Tract Infection. Korean J Urol. 2010;51:492-497.

(8)

13. Brusch JL. Cystitis in Female [Internet].   2012 [updated 2012 Feb 1; cited 2012 Jun 11]. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/233 101

14. Andriatahina T, Randrianirina F,

Hariniana ER, Talarmin A, Raobijaona H, Buisson Y, et al. High Prevalence of fecal carriage of extended spectrum beta-lactamase producing Escherichia coli and Klebsiella pneumoniae in a pediatric unit in Madagascar. BMC Infectious Disease. 2012;10:204.

Gambar

Tabel 4.1 Karakteristik Dasar Pasien

Referensi

Dokumen terkait

Faktor risiko dengan uji Chi- square pada kelompok dengan metastasis (Kelompok I+II) dibandingkan dengan kelompok bebas-metastasis (Kelompok III); dan uji

Hubungan Antara Kualitas Pelayanan Rawat Inap dengan Kepuasan Pasien di Bangsal Mawar I dan III Rumah Sakit Dr.. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas

Diketahui hubungan antara riwayat pre natal atau pascanatal dengan kejadian penurunan penglihatan pada anak usia pra sekolah di Rumah Sakit Jakarta Eye

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil penggunaan obat-obat kardiovaskular untuk pasien rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta (RSPKUMY)

Faktor risiko yang masih memiliki kesignifikanan hubungan antar variabel ketika dilakukan analisis multivariat yaitu pada variabel kelembaban (p-value 0,026) dan

Adapun faktor yang paling dominan berhubungan dengan kejadian rawat inap ulang pasien dengan gagal jantung kongestif berdasarkan hasil analisis adalah responden yang

Hubungan Antara Supervisi Kepala Ruangan Dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang.. Tesis Manajemen

Faktor tersebut dapat datang dari sisi pasien, yaitu faktor sosiodemografis pasien, yang setelah diteliti tidak ada hubungan bermakna, atau faktor yang datang dari