• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI TENTANG CITRA RAGA DAN PENYESUAIAN SOSIAL TERHADAP TEMAN LAKI-LAKI PADA SISWI SMA PEDESAAN DAN PERKOTAAN. Sri Untari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI TENTANG CITRA RAGA DAN PENYESUAIAN SOSIAL TERHADAP TEMAN LAKI-LAKI PADA SISWI SMA PEDESAAN DAN PERKOTAAN. Sri Untari"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI TENTANG CITRA RAGA DAN PENYESUAIAN SOSIAL TERHADAP TEMAN LAKI-LAKI PADA SISWI SMA

PEDESAAN DAN PERKOTAAN

Sri Untari

Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sahid Surakarta

Abstract

This research aims to understand the correlations between body image with social adjustment for male friends in rural and urban high school students, especially for the social adjustment differences. The research sample was 100 students in 2nd grade SMUN 9 DIY, majority lived in the city, and 2nd grade from SMUN Ngemplak, majority lived in rural. Random sampling technique was used and questionnaire as a collecting data methods was used. Analysis method using product moment correlations. The following conclusions are body image does give a positive correlation and significantly with social adjustment of male friends, the body image give 37,67% effective contribution to social adjustment. It shows that social adjustment of male friends in urban highschool get higher score than rural high school.

(2)

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui hubungan antara citra raga dengan penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki pada siswi SMA pedesaan dan perkotaan, untuk mengetahui perbedaan penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki antara siswi SMA pedesaan dan perkotaan. Sampel penelitian adalah 100 siswi kelas II SMUN 9 Yogyakarta yang terletak di kota dan mayoritas siswinya bertempat tinggal di kota, dan siswi kelas II dari SMUN Ngemplak, yang terletak di desa dan mayoritas bertempat tinggal di desa. Teknik yang digunakan untuk mengambil sampel adalah teknik random sampling. Metode pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode angket. Metode analisis menggunakan korelasi product moment. Berdasarkan hasil analisis data, penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: citra raga berhubungan positif dan sangat signifikan dengan penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki, citra raga memberikan sumbangan sebesar 37,67% terhadap penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki, Penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki pada siswi SMA perkotaan lebih tinggi daripada siswi SMA pedesaan.

(3)

PENDAHULUAN

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke dewasa. Masa remaja merupakan masa yang sangat penting karena kalau dilihat dari aspek-aspek yang berkembang, masa remaja merupakan puncak perkembangan. Banyak sekali persoalan yang timbul pada masa ini yang tidak saja datang dari dirinya sendiri, akan tetapi juga datang dari lingkungan. Permasalahan remaja pada dasarnya merupakan masalah yang kompleks.

Younis dan Smollar (1985) mengatakan bahwa masa remaja merupakan periode sosialisasi kedua setelah periode sosialisasi pertama yang terjadi dalam lima tahun pertama kehidupan. Remaja mulai memperluas daerah sosialisasinya dan mempersiapkan tugas spesifik yang sesuai dengan dunia dewasa (Elder dalam Younis dan Smollar, 1985 ; Kelley dalam Sears dkk, 1988; Hurlock, 1991). Perkembangan pribadi, sosial dan moral yang telah dimiliki remaja menjadi dasar untuk memandang diri

dan lingkungannya dimasa-masa selanjutnya.

Mengingat besarnya arti dan manfaat penerimaan dari lingkungan, baik teman sebaya maupun masyarakat, remaja diharapkan mampu bertanggung jawab secara sosial (Hurlock, 1999; Monks dkk, 1988; Sears dkk, 1988). Tuntutan tanggungjawab sosial tersebut dapat dipenuhi bila ia memiliki kemampuan untuk memahami berbagai situasi sosial dan kemudian menentukan perilaku yang sesuai dan tepat dalam situasi sosial tertentu, yang biasa disebut dengan kemampuan penyesuaian sosial. Remaja yang dapat menyesuaikan diri dengan baik, tentunya akan melewati masa remajanya dengan lancar dan diharapkan ada perkembangan kearah kedewasaan yang optimal serta dapat diterima oleh lingkungannya (Prihartanti, 1989). Sebaliknya, apabila remaja mengalami gangguan penyesuaian, maka penyesuaian pada masa-masa selanjutnya akan terhambat.

Berdasarkan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari, kenyataan memperlihatkan bahwa

(4)

tidak semua remaja berhasil atau mampu melakukan penyesuaian sosial dalam lingkungannya. Hal ini tampak dari banyaknya keluhan remaja yang disampaikan dalam rubrik-rubrik konsultasi psikologi atau dapat juga diketahui dari berbagai berita atau ulasan mengenai masalah dan penyimpangan remaja dalam berbagai media. Banyak masalah timbul diantaranya disebabkan remaja mengalami kesulitan dalam upaya penyesuaian sosialnya.

Remaja mulai melepaskan diri dari orang tuanya dan perhatiannya mulai lebih terarah pada lingkungan sosial di luar keluarganya. Pada masa ini remaja mulai menaruh perhatian pada jenis kelamin lain dan ingin menarik perhatian dan bertingkah laku sesuai dengan apa yang diharapkan oleh jenis kelamin lain. Sejalan dengan timbulnya perhatian untuk jenis kelamin lain maka remaja mulai memperhatikan penampilannya. Perhatian ini membentuk konsep tersendiri mengenai penampilan fisiknya berdasarkan penilaian diri

sendiri dan orang lain yang disebut sebagai citra raga (Gardner, 1996).

Citra remaja terhadap dirinya dipengaruhi oleh cara kawan-kawan memujinya (Jersild, 1979). Retnowati (1984) mengemukakan bahwa citra terhadap fisik (citra raga) ditentukan melalui pola interaksi dengan orang lain. Para remaja memahami bahwa daya tarik fisik yang ada pada dirinya mendatangkan perhatian dari orang lain dan perbedaan daya tarik fisik yang dimiliki remaja menimbulkan respon yang berbeda pula dari teman-temannya dan hal ini berhubungan dengan popularitas dan penyesuaian sosial mereka.

Perubahan fisik yang dialami oleh remaja dapat mengakibatkan gangguan yaitu remaja harus menyesuaikan diri dengan tubuhnya (Jersild, 1979). Sarwono (1989) menyatakan bahwa perubahan fisik mempengaruhi perkembangan jiwa remaja, karena seringkali akibat-akibat perubahan fisik, menimbulkan perasaan tidak puas pada diri remaja terhadap penampilan fisik. Ketidakpuasan terhadap tubuh menunjukkan citra raga yang rendah,

(5)

yang menjadi salah satu penyebab timbulnya konsep diri yang kurang baik dan kurangnya harga diri selama masa remaja (Hurlock, 1991).

Penyesuaian Sosial

Page (dalam Prihartanti, 1989) mendefinisikan penyesuaian sebagai suatu proses mental dalam memecahkan persoalan penyesuaian dan menuju keseimbangan tanpa menimbulkan masalah, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya.

Penyesuaian sosial merupakan salah satu bentuk dari penyesuaian. Keberhasilan individu dalam melakukan penyesuaian sosial berkaitan erat dengan keberhasilannya dalam melakukan penyesuaian baik di rumah, di sekolah, dan di masyarakat (Schneiders, dalam Andriyani, 1996 ; Hurlock 1999).

Menurut Eysenck dkk. (dalam Anantasri, 1997) penyesuaian sosial merupakan proses individu atau suatu kelompok mencapai keseimbangan sosial dalam arti tidak mengalami konflik dengan lingkungan, dengan demikian individu mampu menyesuaikan diri

dengan lingkungan sosial. Meichati (1976) mengemukakan bahwa kegagalan penyesuaian akan membuat individu kehilangan kepercayaan diri dan melemahkan daya hidup. Penyesuaian sosial yang berhasil akan menimbulkan rasa puas dan superior, menambah kepercayaan diri dan menambah harga diri sehingga tercapai mental yang seimbang.

Hurlock (1999) menegaskan bahwa individu yang berpenyesuaian baik akan merasa puas dengan dirinya, meskipun pada suatu saat mengalami kegagalan, ia tetap berusaha terus mencapai tujuannya. Di samping itu, individu yang berpenyesuaian baik mempunyai hubungan yang harmonis dengan orang di sekitar mereka.

Penyesuaian sosial bersifat relatif karena harus dievaluasi berdasarkan kapasitas individu dalam mengubah atau menemukan tuntutan-tuntutan yang dikenakan padanya, dan kapasitas ini bergantung pada: (1) kepribadian dan tingkat perkembangannya (2) masyarakat dan budaya setempat, dan (3) adanya variasi-variasi

(6)

tertentu yang dimiliki individu (Scheiders dalam Andriyani, 1996), sedangkan Hurlock (1999) menyatakan bahwa keberhasilan individu dalam melakukan penyesuaian sosial harus dievaluasi berdasarkan pola-pola budaya setempat, nilai-nilai kelas sosial, dan berdasarkan nilai-nilai peran jenis.

Pada dasarnya individu akan menghindari adanya penolakan dari kelompok sosialnya, oleh karena itulah individu melakukan penyesuaian sosial. Dalam kenyataannya, kemampuan individu untuk melakukan penyesuaian sosial terhadap lingkungan sosialnya berbeda-beda. Bila individu tersebut dapat mengatasi hambatan-hambatan atau kenyataan-kenyataan yang terjadi pada lingkungan sosialnya, maka individu tersbut dapat dikatakan mempunyai penyesuaian sosial yan cukup baik, sehingga terjadi penyesuaian antara dorongan kebutuhan dari dalam diri dengan tuntutan lingkungan yang menimbulkan perilaku normal pada individu tersebut. Sebaliknya, bila individu gagal menyelaraskan kebutuhan-kebutuhannya dengan

tuntutan lingkungan sosial, maka akan timbul konflik, frustrasi, dan stres. Bila tidak cepat teratasi, akan menimbulkan gejala perilaku yang

maladjusted, serta menimbulkan

ketidakstabilan mental yang berakibat penyesuaian sosialnya menjadi jelek (Schneiders dalam Andriyani, 1996).

Schneiders (dalam Andriyani, 1996) mengatakan bahwa individu dikatakan mempunyai penyesuaian yang baik bila mampu menyesuaikan diri dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara baik. Kegagalan melakukan penyesuaian, baik di rumah, sekolah atau masyarakat akan berakibat satu sama lain. Ada lima kriteria yang mengungkap penyesuaian sosial yang baik yaitu: (1) Mau mengakui dan menghormati hak orang lain, (2) Belajar untuk hidup bersama dan menumbuhkan persahabatan dengan orang lain, (3) Mau berpartisipasi dalam aktivitas sosial, (4) memperhatikan kesejahteraan orang lain, dan (5) menghormati nilai, hukum, kebiasaan, dan tradisi sosial yang ada di masyarakat.

(7)

Hurlock (1999) menggunakan empat aspek sekaligus sebagai prediktor penyesuaian sosial yang baik, yaitu: (1) Penampilan nyata, yaitu perilaku sosial individu yang dinilai berdasarkan standar kelompok yang dapat memenuhi harapan kelompoknya, (2) Penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok, baik teman sebaya maupun kelompok orang dewasa, (3) Sikap sosial, yaitu menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap orang lain, terhadap partisipasi sosial, dan terhadap perannya dalam kelompok sosial, dan (4) kepuasan pribadi, yaitu merasa puas terhadap kontak sosialnya dan terhadap peran yang dimainkannya dalam situasi sosial, baik sebagai pemimpin maupun sebagai anggota.

Keberhasilan individu dalam melakukan penyesuaian sosial didukung oleh beberapa faktor, yaitu: inteligensi, pengalaman sosial pada masa kanak-kanak, karakteristik kepribadian, penampilan fisik, jenis kelamin, keadaan emosi, kondisi keluarga, budaya, lingkungan masyarakat.

Interaksi dengan teman sebaya membuat remaja sadar akan tekanan sosial dan pentingnya suatu hubungan sosial, sehingga remaja harus lebih banyak melakukan aktivitas dengan teman sebayanya, dengan demikian ikatan dengan orang tuanya menjadi longgar. Dari aktivitas sosial dan interaksi dengan teman sebaya, remaja mempelajari pola perilaku sosial serta pola-pola perilaku yang dapat digunakan untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan sosial (Hurlock, 1999; Monks dkk, 1994).

Salah satu tugas perkembangan sosial yang tersulit pada masa remaja berkaitan dengan penyesuaian sosial. Schneiders (dalam Andriyani, 1996) menyebutkan bahwa remaja dituntut untuk dapat melakukan penyesuaian sosial dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Selain itu, remaja juga diharapkan dapat menyesuaiakan diri dengan lawan jenis dan mampu menyesuaikan diri dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah.

Remaja yang tidak mempunyai kemampuan yang baik

(8)

dalam menyelaraskan diri dengan lingkungannya seringkali membuat pola-pola perilaku yang keliru atau

maladjusted (Schneiders dalam

Anantasari, 1997). Citra Raga

Menurut Wolman (dalam Rusiemi, 1993) citra raga adalah gambaran mental raga seseorang yang berasal dari sensasi internal, emosi-emosi, fantasi, perawatan tubuh serta pengalamannya dengan objek-objek luar serta orang. Sconfeld (dalam Clarke dan Koch, 1983) menambahkan bahwa citra raga adalah konsep tentang fisik, perasaan tentang hal tersebut berdasarkan pengalaman dari tubuhnya yang lalu dan sekarang, yang nyata maupun fantasi.

Havighurst (dalam Blyth dkk, 1985) mengemukakan bahwa penerimaan terhadap tubuh merupakan tugas dasar remaja, perubahan fisik yang terjadi pada remaja ini meliputi perubahan tinggi, berat, bentuk tubuh, penampilan fisik, dan perubahan suara (Jersild,1979).

Pedesaan dan Perkotaan

Siswi SMA di pedesaan dan perkotaan mempunyai beberapa perbedaan karena pengaruh lingkungannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Soekanto (1990) yang mengatakan bahwa dilihat dari segi fisik, desa dan kota tampak berbeda. Perbedaan ini diperkirakan akan menimbulkan pengaruh tertentu terhadap keadaan penduduknya, termasuk remajanya.

Perbedaan antara masyarakat desa dan kota menurut Soekanto (1990) adalah sebagai berikut : 1. Masyarakat desa mengutamakan

fungsi dari suatu benda sedangkan masyarakat kota memandang penggunanya. 2. Masyarakat kota lebih

mementingkan individu sedangkan masyarakat desa lebih mementingkan kelompok atau keluarga.

3. Masyarakat kota membentuk pembatasan-pembatasan di dalam pergaulan hidup.

4. Jalan pikiran rasional masyarakat perkotaan menyebabkan interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan

(9)

pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.

5. Jalan kehidupan yang cepat di kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, untuk dapat

mengejar

kebutuhan-kebutuhannya.

METODE

Dalam penelitian ini variabel bebas yang digunakan adalah citra raga dan daerah tempat tinggal, sedangkan variabel tergantungnya adalah Penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswi kelas II dari SMUN 9 Yogyakarta yang terletak di kota dan mayoritas siswinya bertempat tinggal di kota, dan siswi kelas II dari SMUN Ngemplak, yang terletak di desa dan mayoritas bertempat tinggal di desa. Sampel penelitian adalah 100 siswi kelas II dari kedua SMUN tersebut. Teknik yang dugunakan untuk mengambil sampel adalah teknik random sampling. Metode pengumpul data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode angket langsung, yaitu angket citra raga dan angket penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki.

Teknik korelasi yang digunakan untuk menguji validitas angket ini adalah korelasi product

moment dari Pearson. Dalam

penelitian ini koefisien reliabilitas angket akan diperoleh dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach pada aitem-aitem yang

sudah terseleksi. Metode analisis menggunakan korelasi product moment seri paket program SPSS

versi 6.0 for windows 97.

Sebelumnya terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi : (1) uji normalitas sebaran variabel bebas dan tergantung, dan (2) uji linearitas hubungan antara variabel bebas dan tergantung. Perbedaan penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki antara siswi SMA pedesaan dan perkotaan dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan uji-t.

(10)

HASIL

1. Hasil Analisis Data Penelitian Disimpulkan bahwa skor citra raga yang diperoleh subjek penelitian berada dalam kategori tinggi yang ditunjukkan oleh Mean empirik sebesar 90,602. Skor minimum untuk penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki adalah 34 dan skor maksimal sebesar 136. Rentang 102 tersebut dibagi dalam satuan deviasi standar 102/6 = 17. Apabila dilihat secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa skor penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki subjek penelitian berada dalam kategori tinggi yang ditunjukkan oleh Mean empirik sebesar 105,388.

2. Hasil Uji Asumsi a. uji normalitas

Menggunakan teknik

Kolmogorov-Smirnov

dengan program SPSS 6.0

for Windows 97. Hasil uji

normalitas sebaran data menunjukkan bahwa sebaran

untuk variabel citra raga

maupun variabel

penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki adalah normal, dengan p > 0,05. Variabel citra raga menunjukkan K-S Z sebesar 0,9459 (p= 0,3326) sedangkan variabel penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki menunjukkan K-S Z sebesar 1,1087 (p= 0,1710).

b. uji linearitas

Pengujian bertujuan untuk melihat apakah sebaran titik-titik yang merupakan nilai-nilai dari variabel penelitian dapat ditarik garis lurus yang menunjukkan sebuah hubungan yang linear antara variabel-variabel tersebut. Hasil uji linearitas memperlihatkan hubugan yang linear diantara dua variabel yang ditunjukkan oleh harga p < 0,01.

(11)

3. Hasil Uji Hipotesis

pengujian hipotesis dengan teknik korelasi product moment. Analisis data menghasilkan korelasi ® sebesar 0,6138 (p< 0,01) yang berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara citra raga dengan penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa makin tinggi citra raga makin tinggi pula penyesuaian sosial terhadap teman laki-lakinya. Koefisien determinasi (r²) sebesar 0,6138 (p< 0,01) yang berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara citra raga dengan penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa makin tinggi citra raga makin tinggi pula penyesuaian sosial terhadap teman laki-lakinya. Koefisien determinasi (r²) sebesar 0,3767. Koefisien ini menunjukkan citra raga memberikan sumbangan sebesar 37,67% terhadap penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki. Hal ini berarti bahwa ada faktor lain sebesar

62,33% yang mempengarhi penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki.

Hasil analisis data dengan uji-t unuji-tuk variabel penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki menghasilkan nilai t = -3,54 (p< 0,01), dengan X kota = 108,1964 dan X desa = 102,0426 (X kota > X desa). Hal ini berarti ada perbedaan yang sangat signifikan dalam hal penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki antara siswi SMA pedesaan dan perkotaan dimana penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki siswi SMA perkotaan lebih tinggi daripada siswi SMA pedesaan.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara citra raga dengan penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki pada siswi SMA pedesaan dan perkotaan diterima (r = 0,6138, p<0,01). Citra raga yang positif akan menghasilkan penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki yang baik pula, sebaliknya

(12)

citra raga yang negatif akan menghasilkan penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki yang kurang baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Mojor dan Carrington (1984) yang mengatakan bahwa penampilan fisik mempunyai peranan yang penting dalam mempengaruhi perilaku dan kepribadian remaja.

Bagi siswi SMA, penampilan fisik mempunyai banyak pengaruh dibandingkan dengan kemampuan intelektualnya seperti yang dikemukakan oleh Gunarsa dan Gunarsa (1986) bahwa dibandingkan dengan kemampuan intelektualnya, penampilan fisik mempunyai banyak pengaruh. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jersild pun (dalam Hardy, 1985) menunujukkan bahwa saat ditanya mengenai apa yang tidak disukai tentang diri remaja itu sendiri, sangat sedikit remaja yang menyatakan hal-hal yang berhubungan dengan kemampuan mereka. Lebih dari 60% menyebutkan beberapa hal mengenai penampilan fisiknya.

Citra raga mempunyai hubungan yang positif dan sangat signifikan dengan penyesuaian sosial

terhadap teman laki-laki, tetapi bukan berarti yang mempengaruhi penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki hanyalah citra raga saja, masih ada faktor lain yang mempengaruhi. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien determinasi (r²) sebesar 0,3767 yang memperlihatkan bahwa citra raga memberikan sumbangan sebesar 37,67% untuk penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki.

Faktor lain yang 62,23% itu diperkirakan adalah inteligensi (Schneiders dalam Andriyani, 1996; Hurlock, 1999), pengalaman sosial pada masa kanak-kanak (Freud dalam Hurlock, 1999; Hurlock, 1999), karakteristik kepribadian (Prihartanti, 1989; Hurlock, 1991), jenis kelamin (Suryabrata, 1988; Prihartanti, 1989), keadaan emosi (Andriyani, 1996), kondisi keluarga, budaya, lingkungan masyarakat (Hurlock, 1991).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang sangat signifikan dalam hal penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki antara siswi SMA pedesaan dan perkotaan (t = -3,54; p< 0,01; dengan X kota =

(13)

108,1964 dan X desa = 102,0426 (X kota > X desa). Hal ini dapat dijelaskan bahwa nilai-nilai sosial budaya mempengaruhi pola pikir dan perilaku individu, termasuk penyesuaian sosial terhadap teman laki-lakinya. Hurlock (1991) menyatakan bahwa perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat di daerah perkotaan mungkin tidak sesuai dengan standar perilaku yang diterima oleh masyarakat di daerah pedesaan.

Pada remaja putri pedesaan lebih banyak tuntutan dari lingkungan sosial yang menimbulkan konflik, frustrasi, dan stress (Schneiders dalam Andriyani, 1996) sehingga berakibat penyesuaian sosial terhadap teman laki-lakinya lebih rendah dibanding remaja putri perkotaan. Remaja putri pedesaan juga mempunyai kecenderungan lebih patuh dan menerima aturan-aturan yang berlaku baik dalam keluarga maupun masyarakat (Prihartanti,1989). Pada masyarakat pedesaan lebih banyak tabu-tabu sosial dibanding perkotaan, sehingga saat seorang remaja putri pedesaan bergaul dengan laki-laki, mereka

dibatasi tabu-tabu sosial tersebut yang mengakibatkan penyesuaian sosial terhadap teman laki-lakinya lebih rendah daripada remaja putri perkotaan.

Remaja putri perkotaan lebih diberi kebebasan untuk bergaul dengan teman laki-lakinya dan tuntutan-tuntutan serta tabu-tabu sosialnya lebih “longgar” dibanding remaja putri pedesaan, sehingga remaja putri perkotaan mempunyai penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki yang sedikit lebih baik dibanding remaja putri pedesaan.

Perlu digaris bawahi, bahwa perbedaan Mean penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki pada siswi SMA pedesaan dan perkotaan hanyalah kecil (= 6,1539) dan keduanya termasuk dalam kategori “tingi” dengan X kota = 108,1964 dan X desa = 102,0426, sehingga perbedaan diantara keduanya tidak begitu jauh.

SIMPULAN

1. Citra raga berhubungan positif dan sangat signifikan dengan

(14)

penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki.

2. Citra raga memberikan sumbangan sebesar 37,67% terhadap penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki. Dengan demikian masih ada faktor lain yang juga turut memberikan sumbangan terhadap penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki. Kemungkinan faktor lain itu adalah inteligensi, pengalaman sosial pada masa kanak-kanak, karakteristik kepribadian, jenis kelamin, keadaan emosi, kondisi keluarga, budaya, dan lingkungan masyarakat.

3. Penyesuaian sosial terhadap teman laki-laki pada siswi SMA perkotaan lebih tinggi daripada siswi SMA pedesaan.

DAFTAR RUJUKAN

Anantasari, M.L. 1997. Hubungan antara persahabatan dengan Penyesuaian Sosial pada Remaja. Skripsi. (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Andriyani, W.N. 1996. Peranan

Kompetensi Sosial Terhadap Penyesuaian Sosial pada remaja. Skripsi (tidak

diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UG. Blyth, A,D., Simmons, G.R., &

Zakin, F.D. 1985. Satisfaction with Body Image for Early Adolescence Female: The Impact of pubertal Timing within

Different School

Environment. Journal of Youth and Adolescence. 14. 207-223.

Clarke, S. & Koch, B. 1983. Children Development Through Adolescence. Chicago: John Wiley & Son. Gardner, R.M. 1996. Methodological

Issues in Assesment of the Perceptual Component of Body Image Disturbance. British Journal of Psychology. 87, 327-337. Hardy, M. 1985. Pengantar

Psikologi. Edisi kedua (terjemahan). Jakarta: Erlangga.

Hurlock, E.B. 1991. Child Development. Tokyo: Mc. Graw-Hill, Kogakusha, Ltd. Hurlock, E.B. 1999. Psikologi

Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi kelima (terjemahan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta: Erlangga.

Jersild, A.T. 1979. Psychology of Adolescence. New York: Mc. Millan Company.

(15)

Meichati, S. 1976. Tanggapan Remaja Mengenai Diri dan Kehidupannya. Jurnal Psikologi. Yoguakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Mojor, B., Carrington, P. 1984.

Physical Attractiveness and Self Esteem: Attribution for Praise from an Evaluator. Personality and Sosial Psychology Bulletin. 10, 43-49.

Monks, F.J., Knoers, A.M.P. & Haditono, S.R. 1994. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Prihartanti, N. 1989. Perbedaan Penyesuaian Sosial antara Kepribadian Tipe Ekstravert dengan Kepribadian Tipe Introvert pada Remaja di SMA I IKIP. Intisari Skripsi. (tidak diterbitkan). Yogyakarta: fakultas Psikoogi UGM.

Retnowati. 1984. Body Image pada Schizoprenia. Intisari Skripsi.

(tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Rusiemi, 1993. Peranan Citra Raga terhadap Penyesuaian Diri pada Remaja di SMAN I Lamongan Jawa Timur. Skripsi. (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Sarwono, S.w. 1989. Psikologi Remaja. Jakarta: CV Rajawali. Sears, D.O. Freedman, J.L. & Peplau, L.A. 1988. Psikologi Sosial. Jilid I (terjemahan oleh Adryanto). Jakarta: Erlangga. Soekanto, S. 1990. Sosiologi: Suatu

Pengantar. Jakarta: CV Rajawali.

Suryabrata, S. 1997. Pengembangan Tes Hasil Belajar. Jakarta: CV Rajawali.

Younis, J & Smollar, J. 1985. Adolescence Relation wiyh Mothers, Fathers and Riends. Chicago: The University of Chicago Press.

Referensi

Dokumen terkait

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan bagian dari pemerintah daerah, karena di dalam negara kesatuan tidak ada legislatif daerah, oleh karena itu DPRD dimasukkan ke

Antarmuka halaman utama adalah antarmuka yang berisi semua fitur aplikasi yaitu fitur untuk melakukan prediksi lokasi pengguna saat ini yang ditunjukan dengan

Kelurahan yang memiliki luas lahan terbesar yang masuk dalam kelas sangat sesuai yaitu Kelurahan Sorosutan dengan luas 130,94 Ha sedangkan yang paling sedikit yaitu Kelurahan

Pernyataan partisipan-partisipan tersebut memiliki persamaan dengan penelitian sebelumnya yang menye- butkan klien dengan pemasangan fiksasi eksternal rentan terhadap gangguan

Tabloid Nova diakses 17 Oktober 2013, “Mengajarkan Anak Tentang Budaya Orangtuanya.” Dalam

karena dengan kehendak-Nya juga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini dengan judul Tradisi Batagak Pangulu di Minangkabau: Studi di Nagari Piobang, Kecamatan Payakumbuh,

Hampir semua ulama hadis sepakat bahwa kitab hadis yang memuat hadis-hadis yang paling autentik adalah dua kitab hadis yang ditulis oleh Imam al-Bukhari dan Imam