• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG MENDUKUNG PROGRAM ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG MENDUKUNG PROGRAM ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 108

BAB VI

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG MENDUKUNG

PROGRAM ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI

Program Kartu Cermat di Kabupaten Bandung Barat yang lahir berdasarkan Peraturan Buapati nomor 2 tahun 2014, merupakan jaminan sosial mandiri daerah yang terdiri atas jaminan kesehatan, pendidikan dan ketenagakerjaan. Jaminan kesehatan sebagai fokus kajian ini, menerapkan model atau skema Poverty targeted Insurance Scheme, yang berarti bahwa penerima manfaat dari penerapan Jamkesda (baca:Kartu Cermat) selama ini adalah masyarakat miskin/tidak mampu atau rentan dengan kemiskinan.

Masyarakat miskin menjadi prioritas karena selama ini mengalami keterbatasan (khususnya secara ekonomi) untuk memenuhi kebutuhan dan akses terhadap layanan dasar kesehatan. Walau dalam perkembangannya antara tahun 2013 hingga 2016, masyarakat miskin di Kabupaten Bandung Barat mengalami penurunan dari 13,35% (2013) turun menjadi 11,71% (2016). Penurunan tingkat kemiskinan ini tentu berpengaruh pada pembiayaan program jaminan kesehatan daerah setidaknya sejak diberlakukannya jaminan kesehatan daerah (melalui Kartu Cermat) pada tahun 2014 hingga saat ini. Tren penurunan kemiskinan ini harus pula menjadi program utama pemerintah daerah, salah satunya dengan menggalakkan program-program pemberdayaan ekonomi masyarakat yang mampu mengikis kemiskinan tersebut. Karena keberhasilan pemberdayaan ekonomi masyarakat setidaknya dapat berpengaruh pada kemampuan masyarakat untuk membayar (daya beli) khususnya di sektor kesehatan.

Pemberdayaan masyarakat (secara khusus bagi kelompok miskin/tidak mampu atau yang rentan dengan kemiskinan) perlu menjadi fokus pemerintah daerah dalam penerapan program jaminan sosial khususnya di sektor kesehatan. Karena dalam kontek asuransi kesehatan, kemampuan dan kesediaan masyarakat harus juga dibarengi dengan peningkatan keinginan dari masyarakat untuk membayar premi asuransi tersebut. Peningkatan daya beli masyarakat tidak serta-merta mendorong kesadaran dan keinginan masyarakat untuk membayar asuransi kesehatan. Selain itu, walau pun pemerintah Kabupaten Bandung Barat sudah mengintegrasian Jamkesda (Kartu Cermat) terhadap BPJS-KIS tidak serta-merta membebaskan beban biaya premi yang harus ditanggung oleh APBD. Pemerintah Kabupaten Bandung Barat tetap mengalokasikan dana melalui APBD untuk membiayai

(2)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 109

peserta yang menjadi bagian dari Kartu Cermat. Berdasarkan pengalaman daerah lain yang mempraktikkan jaminan kesehatan daerah, faktor keterbatasan pendanaan pemerintah daerah mengharuskan coverage jaminan kesehatan daerah tidak berlaku semesta atau untuk semua warga termasuk di Kabupaten Bandung Barat. Pengalokasian dana dari APBD ini untuk membiayai skema jaminan kesehatan baik itu untuk membiayai aktifasi kepesertaan hingga membayarkan klaim terhadap biaya-biaya yang lahir dari layanan kesehatan – yang ditangung program Kartu Cermat Kesehatan – yang digunakan oleh peserta Jamkesda.

Menjadi strategis bahwa mendorong kemampuan, kesediaan dan keinginan masyarakat untuk membiayai asuransi kesehatan dirinya melalui kebijakan dan program pemberdayaan ekonomi masyarakat untuk mendukung asuransi masyarakat mandiri di kemudian hari. Skema pemberdayaan dalam kajian ini didasarkan pada potensi-potensi ekonomi yang dimiliki Kabupaten Bandung Barat untuk dikembangkan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat di wilayah Kabupaten Bandung Barat.

6.1 PETA POTENSI EKONOMI UNTUK MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Seperti yang sudah diuraikan pada bab 2, bahwa potensi ekonomi Bandung Barat sangat menarik dan substansial sebagai faktor internal Kabupaten Bandung Barat dalam pembangunan daerahnya. Di antaranya adalah potensi di sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan, potensi sektor industri, perdagangan, jasa dan pariwisata. Selain potensi-potensi tersebut kawasan budidaya dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan ke depan harus mampu mendorong perubahan perekonomian masyarakat dengan pengelolaan dan pemanfaat tepat, efektif dan produktif.

Namun yang menjadi fokus kajian pada bagian ini adalah adalah potensi-potensi yang selama ini memberikan dampak tinggi terhadap PDRB Kabupaten Bandung Barat. Adalah potensi-potensi sektoral yang menjadi unggulan dalam rangka pemberdayaan masyarakat yang mendukung kemandirian demi menunjang jaminan kesehatan masyarakat mandiri di kemudian hari. Potensi ekonomi yang menjadi fokus antara lain potensi sektor pertanian, industri dan pariwisata.

(3)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 110 6.1.1 Peta Potensi Pertanian

Pertanian merupakan ujung tombak peningkatan ekonomi di Kabupaten Bandung Barat. Dengan luas wilayah yang dimiliki menjadikan Bandung Barat strategis untuk dikembangkan berbagai produk unggulan dan produktif di sektor pertanian. Dilihat dari sisi penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Bandung Barat, penggunaan lahan untuk budidaya pertanian merupakan penggunaan lahan terbesar yaitu 66.500,294 Ha, sedangkan yang termasuk kawasan lindung seluas 50.150,928 Ha, budidaya non pertanian seluas 12.159,151 Ha dan lainnya seluas 1.768,654 Ha (http://www1.jabarprov.go.id/).

Secara umum pertanian holtikultura, yaitu sayuran, buah-buahan, yang terdiri dari alpukat, jambu biji, pisang, dan bunga yang terdiri dari krisan, gladiola dan anggrek. Sebaran komunitas tersebut terletak disebelah utara Kabupaten Bandung Barat yaitu di Kecamatan Lembang, Parongpong dan Cisarua. Selain itu yang cukup strategis untuk dikembangkan disebelah selatan Kabupaten Bandung Barat yaitu padi, sawah, jagung dan kacang-kacangan. Luas lahan pertanian di Kabupaten Bandung Barat terdiri dari lahan basah (sawah dan kolam) seluas 12.168 Ha, lahan darat seluas 118.409 Ha. Wilayah Kecamatan yang memiliki luas tanam paling banyak yaitu Kecamatan Gunung Halu seluas 3.804 Ha (http://dpmptsp.bandungbaratkab.go.id).

Pada tahun 2014 sektor pertanian menyumbang PDRB atas Dasar Harga Berlaku sebesar 3,289,62 Miliyar rupiah. Pada tahun berikutnya (2015) sektor ini menyumbang PDRB sebesar 3,458,72 Miliyar rupiah dan mengalami peningkatan pada periode tahun 2016 yang mencapai 3,855,69 miliyar rupiah.

6.1.1.1 Tanaman Pangan Padi Sawah dan Ladang

Tanaman pangan adalah segala jenis tanaman yang di dalamnya terdapat karbohidrat dan protein yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi manusia. Tanaman pangan merupakan tanaman pokok manusia untuk dikonsumsi dan menjadi sumber energi. Pada umumnya tanaman pangan termasuk dalam tanaman musiman atau yang mampu menghasilkan dalam waktu semusim saja.

Tanaman pangan menyebar secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Namun juga terdapat beberapa daerah yang menjadi sentra pengembangan tanaman pangan tertentu. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan masyarakat dalam mengembangkan tanaman pangan tertentu dan kesesuaian kondisi lingkungannya. Misalnya di Provinsi Sumatra Utara, Sumatra Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, dan Jawa Tengah menjadi sentra produksi beras. Provinsi

(4)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 111

Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur adalah sentra produksi untuk kedelai.

A. Luas Panen dan Produksi Tanaman Padi

Salah satu yang menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia, termasuk di Kabupaten Bandung Barat adalah beras yang berasal dari tanaman padi. Luas lahan sawah di Kabupaten Bandung Barat berdasarkan jenis pengairannya pada tahun 2015, yang menggunakan irigasi seluas 11.664 Ha dan non irigasi 10.029 Ha (http://pusdalisbang.jabarprov.go.id). Total seluas lahan sawah di Kabupaten Bandung Barat 21.693 Ha. Tanaman padi biasanya dibudidayakan dalam bentuk budidaya padi ladang dan padi sawah. Berdasarkan data Kabupaten Bandung Barat Dalam Angka tahun 2016, luas lahan tanaman padi untuk budidaya padi sawah mencapai 90% dari total budidaya padi dan 10% luas lahan untuk tanaman padi ladang. Pada tahun 2016 luas lahan padi ladang mengalami penurunan dan hanya menyisakan 3% (persen) dan luas lahan padi sawah menjadi 97% (persen) dari total tanamam padi di Kabupaten Bandung Barat.

Sementara berdasarkan luas panen, yakni luas tanaman yang diambil/panen pada periode tertentu, untuk tanaman padi sawah dapat di lihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.1

Luas Panen & Produksi Padi Sawah periode 2014-2016

No Kecamatan 2014 2105 2016 Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) 1 Rongga 3013 18530 3013 18530 2932 19058 2 Gununghalu 5347 33451 5347 33451 6179 38928 3 Sindangkerta 1749 11113 1749 11113 2778 17779 4 Cililin 2894 18461 2894 18461 2775 17793 5 Cihampelas 2860 18438 2860 18438 3741 24317 6 Cipongkor 4328 27487 4328 27487 6201 40431 7 Batujajar 1751 11324 1751 11324 2449 15710 8 Saguling 1464 9176 1464 9176 1725 10868 9 Cipatat 3979 25366 3979 25366 4297 27544 10 Padalarang 2097 13465 2097 13465 2090 13376 11 Ngamprah 2129 13496 2129 13496 1920 12033 12 Parongpong 23 140 23 140 - - 13 Lembang 18 109 18 109 6 36 14 Cisarua 34 209 34 209 111 692 15 Cikalongwetan 387 24089 387 24089 4168 26258 16 Cipeundeuy 1976 12704 1976 12704 5092 32365 JUMLAH 34049 237558 34049 237558 46464 297188

(5)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 112

Dari tabel didapat gambaran bahwa pada periode tahun 2014 hingga 2016 mengalami peningkatan luas panen per hektar dari 34.049 Ha (2014-2015 luas panen tetap) menjadi 46.464 Ha. Peningkatan luas lahan panen kemudian turut meningkatkan produksi hasil padi sawah. Dari tabel di atas terlihat pada peeriode tahun 2014, bahwa 3 (tiga) kecamatan dengan tingkat produksi paling tinggi berturut-turut terjadi di kecamatan: Gununghalu dengan produksi 33.451 ton, Cipongkor (27.487 ton) dan Kecamatan Cipatat dengan produksi sebesar 25.366 ton. Pada periode berikutnya tingkat produksi padi sawah di ketiga kecamatan tersebut tidak mengalami perubahan. Hal ini turut disebabkan oleh tidak adanya peningkatan pada luas lahan panennya. Peningkatan produksi terjadi di peridoe tahun 2016, dimana kecamatan Gununghalu mengalami peningkatan produksi padi sawah sebesar 5.477 ton dari tahun sebelumnya sebesar 33.451 ton atau menjadi 38.928 ton. Demikian juga yang terjadi pada kecamatan Cipongkor mengalami peningkatan produksi hingga 12.944 ton dan kecamatan Cipatat 2.178 ton.

Secara umum tanaman padi sawah menjadi sentral produksi di Kabupaten Bandung Barat dengan luas panen dan tingkat produksi yang berbeda-beda dari setiap kecamatan. Hanya di tiga kecamatan seperti Parongpong, Lembang dan Cisarua yang memiliki luas lahan panen yang kecil. Tentu berdampak pada tingkat produksi yang juga kecil. Hal ini disebabkan secara kewilayahan (geografis) letak dari ketiga kecamatan tersebut berada di daerah utara Bandung Barat. Daerah yang lebih banyak sebagai area budidaya hortikultura dan tanaman hias. Gambaran umum perkembangan luas panen dan produksi padi sawah di Kabupaten Bandung Barat selama periode 2014 hingga 2017 dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 6.1

Luas Panen dan Produksi Padi Sawah Kabupaten Bandung Barat Tahun 2014 – 2016

Sumber: diolah dari Kbb dalam Angka 2015-2017 (diolah) 0 100000 200000 300000 2014 2015 2016 34049 34049 46464 237558 237558 297188

Luas Panen dan Produksi Padi Sawah

(6)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 113

Pada tahun 2014 rata-rata produksi padi sawah dari mencapai 63,29 Kwintal/Ha, tahun 2015 tidak mengalami peningkatan dan baru pada tahun 2016 produktivitas padi sawah meningkat menjadi 64.00 Kwintal per Ha. Sebagai tanaman utama yang menjadi makanan pokok masyarakat, baik luas lahan maupun produktivitas padi sawah harus terus menjadi fokus pengembangan pemerintah daerah untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi masyarakat.

B. Lahan Panen dan Produksi Tanaman Padi Ladang

Padi ladang atau dalam bahasa yang lain disebut padi gogo (tumpang sari, http://bbpadi.litbang.pertanian.go.id) dapat membantu meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar perkebunan/hutan, karena petani mendapat hasil padi sebelum tanaman pokok menghasilkan. Bila setelah panen padi gogo diikuti oleh tanaman palawija yang lebih tahan kering, maka produktivitas lahan lebih meningkat dan pendapatan petani juga meningkat. Pola tanam yang dianjurkan adalah padi gogo diikuti kacang tanah atau kedelai atau kacang hijau dan selanjutnya bila masih ada hujan dapat diiikuti oleh penanaman kacang tunggak atau kacang uci. Penerapan pola tanam berbasis padi gogo yang intensif seperti tersebut, dapat berfungsi sebagai tindakan konservasi tanah secara vegetatif. Kontak langsung air hujan secara fisik dengan permukaan tanah akan berkurang karena tertahan oleh daun dan ranting tanaman. Selanjutnya penyerapan air secara perkolasi melalui akar tanaman akan meningkat, sehingga aliran permukaan berkurang dan erosi tanah dapat diminimalkan.

Keuntungan lain dari tanaman tumpangsari adalah; a) tenaga kerja untuk persiapan tanam dan pemeliharaan tanaman pokok menjadi berkurang, b) residu pupuk yang diberikan pada tanaman pangan yang diusahakan dapat dimanfaatkan oleh tanaman pokok, c) terjadi penambahan bahan organik dari sisa atau limbah tanaman pangan, d) tegakan tanaman pokok lebih baik, e) mengurangi penjarahan, f). pengembalaan ternak bebas dapat dikurangi (ternak perlu dikandangkan agar tidak merusak tanaman pangan yang diusahakan dan pemeliharaan ternak menjadi lebih intensif), serta g) pupuk organik atau pupuk kandang dapat digunakan sebagai substitusi pupuk anorganik atau sebagai sumber pendapat lain bilamana dijual (http://bbpadi.litbang.pertanian.go.id).

Walau pun pada tahun 2016 persentase luas lahan padi ladang di Kabupaten Bandung Barat mengalami penyusutan hingga tersisa 3% dari total lahan padi yang ada, namun tingkat produksi tetap memberikan kontribusi perekonomian bagi masyarakat

(7)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 114

Bandung Barat. Hampir semua Kecamatan memiliki lahan padi ladang dengan tingkat luas panen yang berbeda-beda. Walau demikian perhatian terhadap budidaya padi ladang tetap harus ditingkatkan.

Berdasarkan data statistik pada tahun 2014 lalu, luas lahan tanaman padi ladang di Kabupaten Bandung Barat mencapai 4.784 Ha dengan luas panen 4.538 Ha. Dari luas panen tersebut jumlah produksi padi ladang mencapai 16.755 ton dengan rata-rata produksi 37,04 Kwintal/Ha. Produksi padi ladanga di Kabupaten Bandung Barat periode 2014-2016 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.2

Luas Panen & Produksi Padi Ladang periode 2014-2016

No Kecamatan 2014 2105 2016 Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) 1 Rongga 460 1702 460 1702 280 1143 2 Gununghalu 389 1471 389 1471 345 1346 3 Sindangkerta 100 370 100 370 - - 4 Cililin 265 977 265 977 - - 5 Cihampelas 340 1263 340 1263 290 1115 6 Cipongkor 270 1013 270 1013 140 630 7 Batujajar 215 800 215 800 - - 8 Saguling 1050 3754 1050 3754 870 3480 9 Cipatat 1049 3829 1049 3829 675 2464 10 Padalarang 300 1167 300 1167 210 798 11 Ngamprah 150 548 150 548 - - 12 Parongpong - - - - 13 Lembang 10 36 10 36 - - 14 Cisarua 16 58 16 58 - - 15 Cikalongwetan 202 741 202 741 344 1273 16 Cipeundeuy 647 2507 647 2507 250 1050 JUMLAH 5463 20236 5463 20236 3404 13299

Sumber: diolah dari Kbb dalam Angka 2015-2017 (diolah)

Dari tabel di atas dapat memberikan gambaran bahwa keberadaan padi ladang masih menjadi bagian dari produksi tanaman pangan yang ada di Kabupaten Bandung Barat. Walau secara lahan produksi dan tingkat produksi tidak tampak adanya peningkatan setidaknya, memperlihatkan keberadaan padi ladang masih menjadi bagian penting dalam produksi padi. Dengan kata lain padi ladang tetap sebagai potensi yang bisa dijadikan sebagai basis untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Terutama di daerah

(8)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 115

(kecamatan) yang memiliki luas lahan padi ladang. Berdasar pada statistik tahun 2014, luas lahan padi ladang terluas berada di kecamatan Saguling dengan luas lahan 1.500 Ha dan kecamatan Cipatat sebesar 1.049 Ha. Gambaran luas panen dan produksi padi ladang selama periode 2014-2016 dapat di lihat pada gambar 6.2 di bawah ini.

Gambar 6.2

Luas Panen dan Produksi Padi Ladang Kabupaten Bandung Barat Tahun 2014 – 2016

Sumber: diolah dari Kbb dalam Angka 2015-2017 (diolah)

Berdasar pada gambar di atas terjadi penurunan produksi padi ladang, khususnya pada periode tahun 2016. Hal ini disebabkan masih adanya data dari beberapa kecamatan yang belum masuk ke BPS ketika dilakukan input data. Dengan kata lain bahwa, keberadaan padi ladang dan pengembangannya ke depan dengan didukung kondisi geografis Kabupaten Bandung Barat, dapat menjadi modal ekonomi yang akan mampu mendongkrak perekonomian masyarakat.

Dibandingkan dengan produksi padi sawah, produksi padi ladang di Kabupaten Bandung Barat tidaklah tinggi. Hal ini disebabkan adanya penurunan lahan produksi dan secara statistik luas lahan padi ladang (khususnya) pada tahun 2016 yang hanya tersisa 3% (persen) dari total luas panen lahan tanaman padi. Namun demikian berdasarkan kewilayahan, setidaknya ada 3 (tiga) kecamatan yang dapat menjadi basis pengembangan padi berdasar tingkat produksinya. Walau hal ini tidak menutup kemungkinan untuk kecamatan yang lain diperlukan perluasan area persawahan untuk mendongkrak

0 5000 10000 15000 20000 25000 2014 2015 2016 5463 5463 3404 20236 20236 13299

Luas Panen dan Produksi Padi Ladang

(9)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 116

peningkatan produksi hasil padi. Ketiga kecamatan yang memiliki tingkat produkasi padi sawah dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 6.3

Tiga Kecamatan dengan Produksi Padi Sawah Tertinggi Secara Berurutan Tahun 2014 – 2016

Sumber: diolah dari Kbb dalam Angka 2015-2017 (diolah)

Dalam perkembangannya (2017) kebutuhan beras di Kabupaten Bandung Barat mencapai 159.000 ton, sementara sampai juni 2017 produksi beras baru mencapai 11.459 ton (http://www.pikiran-rakyat.com). Dengan defisit beras yang masih tinggi sudah selayaknya pemerintah Kabupaten Bandung Barat terus memberikan perhatian, mendorong peningkatan produksi beras. Karena tidak menutup kemungkinan lahan persawahan (secara umum lahan pertanian) di Kabupaten Bandung Barat dapat berkurang dengan laju pertumbuhan ekonomi.

Seperti yang disampaikan oleh Kepala Bidang Pertanian Tanaman Pangan Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan (Distanbunhut) Kabupaten Bandung Barat (2015) Iin Solihin menjelaskan, Kabupaten Bandung Barat saat ini memiliki lahan sawah pertanian seluas 21.693 hektare. Dari total tersebut, ia mengakui adanya kemungkinan pengurangan luas lahan pertanian jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Dan mungkin saja terjadi seiring dengan pembangunan laju perekonomian masyarakat (https://www.republika.co.id). Sejauh ini, dari total 16 kecamatan di Bandung Barat, ada 13 kecamatan yang lahan pertaniannya direncanakan bakal dilindungi. Tiga kecamatan yang tidak termasuk, yakni Parongpong, Cisarua, dan Lembang. Dari 13 kecamatan, ada 11

0 10000 20000 30000 40000 50000

Cipongkor Gununghalu Cipatat Padi Sawah (ton) 40431 38928 27544 Padi Ladang (ton) 630 1346 2464

Produksi Tertinggi (Padi Sawah) dan Padi Ladang

di Tiga Kecamatan Tahun 2016

(10)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 117

kecamatan di antaranya yang akan diprioritaskan. Kecamatan yang paling banyak memiliki lahan pertanian, yakni di Rongga, Gunung Halu, dan Cipatat. Namun, di Gunung Halu, masih banyak lahan yang belum terjamah.

Terlepas dari penurunan lahan pertanian (khususnya lahan sawah), sejak awal 2017 Pemerintah Kabupaten Bandung Barat melalui Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan (Distanbunhut) Kabupaten Bandung Barat berencana melakukan pencetakan sawah baru seluas 200 hektare. Pencetakan sawah baru itu ditujukan untuk peningkatan produksi pertanian, sekaligus untuk menekan konversi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian. Pencetakan sawah baru seluas 200 hektare itu akan dilakukan di Kecamatan Gununghalu (100 hektare), Cipatat (50 hektare) dan Cikalongwetan (50 hektare). Pencetakan sawah baru itu dimaksudkan untuk meningkatkan produksi pertania dengan melalui dua cara yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi. Jika intensifikasi ialah peningkatan produksi per satuan luas, maka ekstensifikasi adalah perluasan areal tanam (http://www.pikiran-rakyat.com).

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional, produksi beras pada 2016 di Bandung Barat sebanyak 162.409 ton. Adapun konsumsi beras di Bandung Barat pada 2016 sebanyak 100 kilogram per tahun per kapita. Data ini bertolakbelakang dengan kebutuhan yang seharusnya terpenuhi pada periode tahun berikutnya (2017). Dimana kabupaten Bandung Barat masih defisit produksi beras hingga bulan pertengahan tahun 2017. Kendati demikian Kepala Dinas PKP Bandung Barat, Ida Nurhamida (2017) mengakui, program diversifikasi pangan di Bandung Barat masih belum optimal. Masyarakat Bandung Barat masih mengandalkan beras sebagai makanan pokok untuk dikonsumsi. Dari tingkat konsumsi beras sebanyak 100 kilogram/tahun/kapita pada 2016, ditargetkan pada 2017 tingkat konsumsi beras turun menjadi 97,47 kilogram/tahun/kapita.

C. Luas Panen dan Produksi Jagung

Kebutuhan pangan selalu mengikuti trend jumlah penduduk dan dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan per kapita serta perubahan pola konsumsi masyarakat. Ini menunjukkan indikasi bahwa diversifikasi pangan sangat diperlukan untuk mendukung pemantapan swasembada pangan. Dari kondisi ini maka harus dapat dipenuhi dua hal, yaitu penyediaan bahan pangan dan diversifikasi olahan pangan. Selain tanaman padi (beras) salah satu komoditas pangan yang tak kalah pentingnya untuk dikembangkan adalah jagung.

(11)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 118

Selain untuk pengadaan pangan dan pakan, jagung juga banyak digunakan industri makanan, minuman, kimia, dan farmasi. Berdasarkan komposisi kimia dan kandungan nutrisi, jagung mempunyai prospek sebagai pangan dan bahan baku industri. Pemanfaatan jagung sebagai bahan baku industri akan memberi nilai tambah bagi usahatani komoditas tersebut, terutama para petani yang sebagian besar masih menjual jagung dalam bentuk komoditas. Kandungan protein jagung lebih tinggi dari pada beras, sehingga cocok sebagai bahan makanan yang bergizi. Hasil analisa yang dilakukan oleh Balitjas adalah kandungan protein dari 100 g bahan tepung jagung, sorgum dan terigu berturut – turut sebanyak 9.2 g, 11.0 g dan 11.5 g yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung beras yang hanya mengandung protein sebanyak 7.0 g (Suarni, 2002).

Berdasarkan data statistik pada tahun 2014, luas tanam jagung yang meliputi mayoritas kecamatan di Kabupaten Bandung Barat adalah 3.476 Ha. Dari luas lahan tanam tersebut total luas panen sebesar 1.948 Ha dan produksi jagung sebesar 11.433 ton dengan rata-rata produksi 58,69 Kwintan/Ha. Sementara pada tahun 2015 tidak mengalami perubahan yang signifikan dan baru pada tahun 2016, luas panen mengalami peningkatan yakni 5.532 Ha. Luas panen tersebut menghasilkan produksi jagung sebanyak 34.145 ton dengan produktivitas 60,09 Kwintal/Ha. Produksi jagung di Kabupaten Bandung Barat selama periode 2014 – 2016 per kecamatan dapat di lihat dari tabel di bawah ini.

Tabel 6.3

Produksi Panen Jagung Per Kecamatan di Kabupaten Bandung Barat Periode 2014 – 2016 No Kecamatan 2014 2105 2016 Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) 1 Rongga 24 136 24 136 306 1867 2 Gununghalu 9 51 9 51 277 1496 3 Sindangkerta 15 87 15 87 288 1650 4 Cililin 76 437 76 437 227 1369 5 Cihampelas 295 1702 295 1701 493 2761 6 Cipongkor 130 777 130 777 817 5556 7 Batujajar 14 80 14 80 401 2446 8 Saguling 750 4422 750 4422 945 6426 9 Cipatat 480 2832 480 2832 1085 6426 10 Padalarang 10 57 10 57 177 1062 11 Ngamprah 25 143 25 143 160 928 12 Parongpong - - - - 5 29

(12)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 119

Tabel 6.3 (sambungan)

Produksi Panen Jagung Per Kecamatan di Kabupaten Bandung Barat Periode 2014 – 2016 No Kecamatan 2014 2105 2016 Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) 13 Lembang 20 119 20 119 12 72 14 Cisarua - - - - 3 18 15 Cikalongwetan 41 237 41 237 216 1296 16 Cipeundeuy 59 354 59 354 120 744 JUMLAH 1948 11434 1948 11433 5532 34146

Sumber: diolah dari Kbb dalam Angka 2015-2017 (diolah)

Dari tabel di atas peningkatan produksi jagung tampak pada periode tahun 2016. Hal ini juga dikarenakan meningkatnya luas panen yang terjadi di beberapa kecamatan seperti Kecamatan Cipatat, Saguling dan Cipongkor. Kecamatan Cipatat dari luas panen yang awalnya 480 Ha, pada tahun 2016 menjadi 1085 Ha. Dapat dikatakan bahwa peningkatan jumlah produksi jangung yang terjadi secara umum sebanding dengan luas panen. Tabel tersebut juga menunjukkan ada penambahan luas panen di kecamatan Parongpong dan Cisarua pada periode tahun 2016. Sementara tiga kecamatan dengan tingkat produksi jagung tertinggi seperti yang ditunjukkan gambar berikut.

Gambar 6.4

Tiga Kecamatan dengan Produksi Jagung Tahun 2016

Sumber: diolah dari Kbb dalam Angka 2015-2017 (diolah)

6426

6426 5556

Tiga Kecamatan dengan produksi Jagung Tertinggi

(ton)

(13)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 120

Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian Indonesia, mengingat komoditas ini mempunyai fungsi multiguna, baik untuk konsumsi langsung maupun sebagai bahan baku utama industri pakan serta industri pangan. Selain itu, pentingnya peranan jagung terhadap perekonomian nasional telahmenempatkan jagung sebagai kontributor terbesar kedua terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) setelah padi dalam subsektor tanaman pangan.

Hampir seluruh bagian dari tanaman jagung mempunyai potensi nilai ekonomis. Buah jagung pipilan, sebagai produk utamanya merupakan bahan baku utama (50%) industri pakan, selain dapat dikonsumsi langsung dan sebagai bahan baku industri pangan. Daun, batang, kelobot, tongkolnya dapat dipakai sebagai pakan ternak dan pemanfaatannya lainnya. Demikian juga halnya dengan bagian lainnya jika dikelola dengan baik berpotensi mempunyai nilai ekonomi yang cukup menarik. dunia sangat cerah. Pasar jagung domestik masih terbuka lebar,mengingat sampai saat ini produksi jagung Indonesia belum mampu secara baik memenuhi kebutuhannya, yaitu baru sekitar 90%.

Meningkatnya permintaan jagung dunia terutama dari negara-negara Asia akibat berkembang pesatnya industri peternakan di negaratersebut dan relatif tipisnya pasar jagung dunia (13% dari total produksi jagung dunia) menunjukkan bahwa pasar jagung dunia sangat terbuka lebar bagi para ekspotir baru. Negara pesaing utama Indonesia dalam merebut pasar ekspor adalah adalah Amerika Serikat dan Argentina.

6.1.1.2 Luas Panen dan Produksi Hortikultura

Hortikultura adalah budidaya tanaman kebun dengan metode modern. Secara luas makna hortikultura tidak hanya digunakan untuk tanaman kebun saja, melainkan untuk semua jenis tanaman yang dibudidayakan. Beberapa komoditas hortikultura yang telah menjadi andalan di Kabupaten Bandung Barat di antaranya, Bunga krisan, paprika dan jeruk Lembang.

Selain ketiga komoditas tersebut di atas, komoditas yang terus dikembangkan adalah misalkan bawang merah. Berdasarkan data statistik tahun 2013 produksi bawang merah mencapai 828 Kwintal/Ha. Capaian produksi ini berada di luas tanam 17 hektar dengan luas panen 15 Ha. Produksi bawang merah berada di wilayah kecamatan Rongga dan Gununghalu. Pada tahun 2015, produksi bawang merah meningkat sampai 1.213 ton dengan wilayah tanam di empat kecamatan yakni Gununghalu, Cipongkor, Ronga dan Saguling.

(14)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 121

Sementara pada tahun berikutnya, tercatat produksi bawang merah menurut dan hanya berkisar 1.054 kwintal dengan luas panen 11 hektar. Ada banyak jenis sayuran lainnya yang tanam di Kabupaten Bandung Barat hingga saat ini antara lain: kubis, kentang, cabai besar, lobak, wortel buncis dan labu siam. Bahkan pada tahun 2016, produksi labu siam mencapai 211350 kwintal dengan luas panen 279 Ha. Daerah utara Bandung Barat sejauh ini masih menjadi primadona dalam pengembangan tanaman hortikultura, seperti kecamatan Lembang, Parongpong dan Cisarua dan Gununghalu untuk daerah selatan.

Sementara komoditas buah-buahan selain jeruk Lembang, beberapa jenis buah lainnya yang ditanam di Kabupaten Bandung Barat berdasarkan besaran produksinya, antara lain: pisang, alpukat, nangka, jeruk siam, manggis. Pada tahun 2016 berdasar data statistik Kabupaten Bandung Barat, produksi tertinggi jenis buah adalah pisang dengan 193.454 Kwintal. Kedua adalah buah alpukat dengan produksi mencapai 100.681 Kwintal. Sebaran wilayah produksi buah alpukat hampir berada di seluruh kecamatan yang ada. Pada tahun 2013 lalu, produksi alpukat di Lembang misalkan mencapai 57.150 Kwintal dan disusul kecamatan Cisarua dengan jumlah produksi 22.200 kwintal. Dari keseluruhan produksi, total produksi alpukat di Bandung Barat pada tahun 2013 adalah 92.645 kwintal.

Produk holtikultura selain buah-buahan dan sayuran, yang menjadi unggulan adalah tanaman hias. Bandung Barat masih menjadi supplier tanaman hias untuk kota-kota besar seperti Bandung dan Jakarta. Selain jenis tanamannya, area budidayanya juga menjadi spot (lokasi) wisata seperti Kecamatan Lembang, Parongpong. Dari data statistik Bandung Barat Dalam Angka tahun 2017, ada beberapa jenis tanaman hias yang diproduksi seperti: angrek, kupinggajah, anyelir, heliconia, kenanga, krisant, mawar, melati, palem, sedap malam, galdiol dan hebras. Dari jenis-jenis tersebut bunga krisant merupakan jenis yang paling populer dengan produksi yang paling tinggi. Pada tahun 2016 produksinya mencapai 4.284.500 tangkai. Selain bunga krisan jenis dengan produksi yang tinggi adalah Hebras (4081300 tangkai), mawar (1.114.800 tangkai), anyelir (1.176.100 tangkai) serta bunga sedap malam dengan produksi 1.006.600 tangkai.

6.1.1.3 Komoditas Kopi

Selain komoditas pangan dan hortikultura, Kabupaten Bandung Barat juga memiliki komoditas unggulan lainnya yakni kopi. Sejauh ini perkebunan kopi merupakan salah satu unit usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Bandung Barat yang meliputi 14 kecamatan dari total 16 kecamatan yang ada. Dari data 2016, lahan tanaman kopi arabika di

(15)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 122

Kabupaten Bandung Barat yakni seluas 1.727 hektare, sedangkan kopi robusta ditanam di lahan seluas 492 hektare.

Selain itu, juga didukung faktor segitiga emas kopi di Kabupaten Bandung Barat, yaitu Halu Mountain, Burangrang Mountain, dan Tangkubanperahu Mountain. Di utara, lokus kopi ada di sekitar Lembang, di selatan ada di Sindangkerta, Gununghalu, dan Rongga, sedangkan untuk di tengah ada di Cikalongwetan. Dari berbagai kecamatan yang ada tanaman kopi, sentra kopi itu ada di Kecamatan Sindangkerta, Gununghalu, Cikalongwetan, Lembang, Cililin, dan Rongga. Lahan perkebunan kopi yang tersebar di berbagai daerah itu bukan saja mampu menghidupkan banyak orang, tetapi juga berkontribusi dalam menghasilkan devisa. Walaupun belum terlalu banyak, sejak 2012 kopi asal Kabupaten Bandung Barat telah diekspor ke luar negeri. Melalui kerja sama dengan eksportir lokal, kopi lokal Bandung Barat sudah diterima di pasar Jerman, Singapura, Tiongkok, Maroko, dan Korea Selatan. Pada 2016, sebanyak 36 ton atau dua kontainer kopi diekspor ke Korea Selatan (http://www.pikiran-rakyat.com, 8/01/2017). Selain itu faktor pasar kopi lokal Indonesia, yang semakin menggeliat (khususnya di Jawa Barat) menjadi pertimbangan kuat dalam mengembangkan komoditi kopi. Hal ini juga didukung dengan laju peningkatan permintaan baik kopi olahan (kopi siap seduh) maupun berupa green bean di kota-kota besar Indonesia. Sebagai daerah yang bertetangga dengan kota besar lainnya seperti Kota Cimahi dan Bandung potensi pasar menjadi sangat strategis. Produksi kopi Kabupaten Bandung Barat minimal, dapat menjadi supporting bagi kebutuhan kopi di beberapa beberapa daerah sekitar.

Di tingkat lokal Jawa Barat kebutuhan masyarakat akan konsumsi kopi mencapai 90 ribu ton setiap tahun. Pola konsumsi kopi ini tidak seimbang dengan jumlah produksi kopi di Jabar. Konsumsi kopi per kapita 1,2 kg per tahun dengan jumlah penduduk Jabar sekitar 45 juta jiwa berarti kebutuhan kita mencapai 90 ribu ton lebih sedangkan kemampuan produksi kita 50 ribu ton per tahun (http://jabarprov.go.id).

6.1.2 Peta Potensi Pariwisata

Kabupaten Bandung Barat (KBB) memiliki beragam pesona alam dan budaya. Dalam hal kekayaan alam, daerah otonom hasil pemekaran Kabupaten Bandung ini memiliki sejumlah destinasi wisata yang cukup dikenal oleh wisatawan nusantara dan menjadi salah satu destinasi favorit wisatawan saat mengunjungi kawasan Bandung dan sekitarnya. Visi Kabupaten Bandung Barat untuk sektor Pariwisata adalah “Terwujudnya

(16)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 123

pengembangan potensi kebudayaan dan pariwisata sebagai sektor andalan bagi peningkatan perekonomian masyarakat Kabupaten Bandung Barat” dengan membawa misi salah satunya adalah “Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan kebudayaan, pariwisata dan ekonomi kreatif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat”.

Melihat visi dan misi yan diemban dinas Pariwisata di atas, sudah sepatutnya pengembangan pariwisata ditingkatkan pula melalui upaya pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan dipandang mampu melibatkan masyarakat dalam pembangunan pariwisata dengan intervensi kebijakan dan program yang selaras dengan visi dan misi tersebut. Walau berdasarkan RPJMD Bandung Barat 2013-2018 masih cukup banyak persoalan yang ada di sektor ini. Beberapa persoalan utama tersebut antara lain: 1. Rendahnya lama tinggal wisatawan; 2. Belum optimalnya pengembangan daya tarik wisata berbasis kearifan lokal; 3. Daya saing kelembangaan usaha pariwisata belum kuat dan memadai dalam menumbuhkan keunggulan komparatif dengan daerah sekitar; 4. Suasana kondusif masih sering terganggu oleh munculnya isu politik, keamanan dan kesehatan, 5. Kualitas pelayanan wisata belum standar; 6. Belum optimalnya upaya pemasaran dan promosi pariwisata; 7. Sistem manajemen pariwisata baik pemerintah, masyarakat dan pelaku usaha di bidang pariwisata masih lemah;8. Stagnasi pengembangan produk pariwisata karena terbatasnya investasi di bidang pariwisata; 9. Kurang meratanya persebaran kunjungan wisata; 10. Tingginya ketergantungan pada destinasi di Kota Bandung dan Kabupaten Bandung.

A. Tempat-Tempat Wisata Unggulan

Terlepas dari persoalan-persoalan tersebut di atas, beberapa potensi pariwisata di Kabupaten Bandung Barat (khususnya wisata alam) yang menjadi destinasi favorit wisatawan nusantara yakni, taman wisata alam Gunung Tangkuban Perahu, Situ Lembang, Curug Malela, taman wisata alam Maribaya, Curug Cimahi, Bumi Perkemahan Cikole, Stone Garden, dan Tebing Karst Citatah. Sementara untuk wisata buatan (yang dikembangkan) diantaranya: Lembang Floating Market, De Ranch, Kampung Daun, Kampung Gajah, dan Observatorium Bosscha. Selain itu, Kabupaten Bandung Barat juga memiliki beragam kesenian seperti, Tarian Rampak Kendang Putri, Seni Tradisi Kaulinan Barudak, Tarawangsa, Karinding, dan Celempung. Kekayaan alam dan keragaman budaya yang dimiliki oleh Kabupaten Bandung Barat ini tentu merupakan potensi daya tarik wisata yang apabila dikelola dan dipromosikan secara efektif. Potensi ini merupakan modal utama

(17)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 124

dalam pertumbuhan Sektor Pariwisata di Kabupaten Bandung Barat sehingga dapat memberikan nilai manfaat ekonomi bagi masyarakat (http://www.rmoljabar.com/).

Kawasan wisata KBB dibagi dalam 3 zona wisata utama, yaitu Zona Bandung Utara, Bandung Selatan, dan Bandung Barat. Kecamatan Lembang merupakan kecamatan yang mempunyai obyek wisata alam terbanyak dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Namun dari sejumlah potensi objek wisata di Bandung Barat, hanya tiga di antaranya yang dikelola Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Ketiganya, yaitu Situ Ciburuy di Padalarang, Guha Pawon di Cipatat, dan Curug Malela di Kecamatan Rongga. Lahan ketiga objek wisata tersebut sebagian besar milik perseorangan dan Perum Perhutani (http://www.pikiran-rakyat.com).

B. Kontribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Meski menjadi wisata unggulan, ketiga destinasi wisata yang dikelola oleh pemerintah tersebut masih minim penataan. Situ Ciburuy misalnya, masih dihantui tumpukan sampah dari warga sekitar. Sebab, areal wisata tersebut berdampingan dengan permukiman warga. Sementara itu, akses jalan menuju Curug Malela dan Guha Pawon masih buruk. Hal itu tentu saja mengganggu kenyamanan para pengunjung. Tak heran, jika ketiga objek wisata tersebut minim kontribusi terhadap pendapatan asli daerah dari sektor pariwisata. Situ Ciburuy hanya menyumbang Rp 28 juta per tahun, sedangkan Curug Malela dan Guha Pawon masing-masing hanya Rp 5 juta per tahun menyumbang PAD.

Satu-satunya objek wisata yang menyumbang PAD terbesar hingga Rp 200 juta per tahun, yaitu Maribaya Hot Spring and Resort. Itu pun setelah dikerjasamakan dengan pihak ketiga, yakni PT Akurasi Kuat Mega. Selain minim penataan, promosi yang dilakukan pun terkesan seadanya. Hanya melalui pamflet dan brosur dari pameran ke pameran ditambah promosi di internet dan media massa. Jika melihat anggaran promosi pariwisata, sebenarnya tidaklah sedikit. Tahun ini, anggaran promosi di Bidang Pariwisata KBB mencapai Rp 1,8 miliar. Itu belum ditambah potensi anggaran dari pemerintah pusat (http://www.pikiran-rakyat.com).

C. Sarana dan Prasarana Penunjang Pariwisata

Hotel merupakan salah satu penunjang dalam pertumbuhan pembangunan pariwisata. Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan BPS Kabupaten Bandung Barat 2015, hotel berbintang yang berdiri di Kabupaten Bandung Barat baru berjumlah 7 (tujuh)

(18)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 125

buah yang berada di kecamatan: Padalarang (1) dan Lembang (6). Sementara hotel standard non-bintang berjumlah 55 buah hotel yang berdiri di kecamatan: Parongpong (7), Lembang (47) dan Cisarua (1). Jadi total hotel yang berdiri ada 62 hotel. Pada tahun berikutnya hotel (bintang dan non-bintang) naik menjadi 65 buah yang berdiri di Kabupaetn Bandung Barat. Sementara pada tahun 2017 sarana penginapan (hotel dan losmen) hanya bertambah satu yakni menjadi 67 buah. Selain fasilitas hotel atau penginapan, penunjang lainnya dalam sektor pariwisata adalah restoran. Data statistik tahun 2015 menunjukkan bahwa ada sekitar 295 restoran yang berdiri di Kabupaten Bandung Barat dan naik menjadi 377 buah pada tahun 2016.

Dalam rangka meningkatkan kunjungan wisatawan, pembangunan sarana dan prasara dan akses melalui pembangunan infrastruktur menjadi sangat penting. Area wisata harus mudah di jangkau oleh para pengunjung. Apalagi jika lokasi wisata berada di area yang sulit dijangkau. Pembangunan infrastruktur menjadi dasar awal dalam pengembangan wisata untuk menarik minat kunjungan.

Selama ini sektor perdagangan, hotel dan restoran di Kabupaten Bandung Barat memberikan kontribusi yang besar kepada PDRB (lapangan usaha, pada harga konstan). Pada tahun 2014 sektor ini menyumbangkan 6,064,39M dan naik menjadi 6,872,01 M pada tahun 2015. Pada tahun 2016 kontribusi terhadap PDRB menjadi 7,660,63 M (angka sangat sementara). Melihat besarnya pengaruh terhadap PDRB ini, sudah selayaknya pengelolaan sektor pariwisata untuk dikembangkan secara terukur dan produktif. Salah satunya dengan melibatkan semua stakeholder pariwisata dan budaya untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. Data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bandung Barat, sepanjang 2016 tercatat sebanyak 15.940 pengunjung. Jumlah itu terdiri atas 7.300 pengunjung Situ Ciburuy, 6.840 pengunjung Gua Pawon, dan 1.800 pengunjung Curug Malela. Sementara tahun 2015, tercatat 16.849 pengunjung, terdiri atas 6.879 pengunjung Situ Ciburuy, 6.970 pengunjung Gua Pawon, dan 3.000 pengunjung Curug Malela.

6.1.3 Peta potensi Industri Mikro, Kecil dan Menengah

Pada bab 2 kajian ini sudah diuraikan bahwa sektor industri pengolahan merupakan kategori yang menjadi engine of growth perekonomian Kabupaten Bandung Barat. Dengan kontribusi sebesar 39,48 persen terhadap pembentukan PDRB tahun 2016, kategori lapangan usaha ini memberi andil yang cukup besar terhadap penyerapan tenaga kerja,

(19)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 126

selain kategori lapangan usaha pertanian. Bahkan pada tahun 2008 Industri pengolahan berkontribusi atas 47,04 % total PDRB Kabupaten atas harga berlaku yang terkonsentrasi di Kecamatan Padalarang, Ngamprah, Batujajar dan Cipatat (http://drpmi.unpad.ac.id/archives/1761). Untuk industri besar dan menengah, pada tahun 2013 ada 63 industri besar yang beroperasi di Kabupaten Bandung Barat. Industri ini beroperasi di daerah kecamatan: Gununghalu, Batujajar, Cipatat, Padalarang, Ngamprah, Lembang, Cikaloengwetan dan Cipeundeuy. Sedang industri sedang berjumlah 91 industri. Industri-industri besar ini paling banyak beroperasi di kecamatan Padalarang baik besar (33 indutri) maupun sedang (35). Namun demikian yang menjadi fokus dalam kajian ini adalah Usaha Mikro dan Menengah (UMKM) yang ada di Kabupaten Bandung Barat. Jumlah usaha sedang, kecil dan rumah tangga di Kabupaten Bandung Barat berdasarkan kecamatan dapat di lihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.4

Jumlah Usaha Berdasarkan Skala Sedang, Kecil dan Rumah Tangga Per Kecamatan di Kabupaten Bandung Barat

No Kecamatan

Skala Industri

Sedang Kecil Rumahtangga

1 Rongga 14 16 2 Gununghalu 10 2 3 Sindangkerta 0 4 Cililin 1 8 16 5 Cihampelas 2 13 2 6 Cipongkor 4 16 7 Batujajar 4 16 8 Saguling 75 1 9 Cipatat 28 53 18 10 Padalarang 67 129 11 Ngamprah 6 30 12 Parongpong 1 5 14 13 Lembang 37 34 30 14 Cisarua 1 7 15 Cikalongwetan 8 36 2 16 Cipeundeuy 6 JUMLAH 155 440 117

(20)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 127

Berdasarkan tabel di atas jumlah industri untuk skala sedang di Kabupaten Bandung Barat berjumlah 155 usaha dengan terbanyak berturut-turut berada di kecamatan Padalarang, Lembang dan Cipatat. Sementara untuk usaha skala kecil terbanyak berada di kecamatan Padalarang (129 usaha kecil) dan Saguling (75 usaha kecil). Hampir semua kecamatan memiliki usaha skala kecil dengan total usaha kecil sebanyak 440 usaha kecil, kecuali kecamatan Sindangkerta. Terakhir, untuk usaha skala rumah tangga sebanyak 117 dan wilayah terbanyak berada di kecamatan Lembang (30 usaha rumah tangga) dan Cipatat (18 usaha) rumah tangga. Tabel di atas juga menunjukkan bahwa tidak semua kecamatan ada usaha rumah tangga (home industri).

6.2 SKEMA UMUM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERBASIS POTENSI

EKONOMI UNTUK MENDUKUNG ASURANSI KESEHATAN

MASYARAKAT MANDIRI

6.2.1 Prinsip-Prinsip Dalam Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat merupakan agenda bersama yang banyak melibatkan banyak komponen dengan berbagai kepentingan. Selain kepentingan komponen-komponen yang terlibat biasanya juga memiliki hal-hal lain seperti kuasa (power) baik itu dominan atau tidak. Untuk menjaga hal-hal yang tak diinginkan, dalam praktik pemberdayaan ada beberapa prinsip yang biasa menjadi pegangan semua pihak yang terlibat. Prinsip-prinsip tersebut haruslah menjadi pegangan kuat bagi semua, sehingga mampu minimalisir resiko atau konflik-konflik kepentingan yang bisa muncul kapan saja.

Beberapa prinsip tersebut menurut Najiati dkk ( 2005:54) adalah sebagai berikut:

1. Prinsip Kesetaraan

Prinsip utama yang harus dipegang dalam proses pemberdayaan masyarakat adalah adanya kesetaraan atau kesejajaran kedudukan antara masyarakat dengan lembaga yang melakukan program-program pemberdayaan masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan. Dinamika yang dibangun adalah hubungan kesetaraan dengan mengembangkan mekanisme berbagai pengetahuan, pengalaman, serta keahlian satu sama lain. Masing-masing saling mengakui kelebihan dan kekurangan, sehingga terjadi proses saling belajar.

(21)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 128

Program pemberdayaan yang dapat menstimulasi kemandirian masyarakat adalah program yang sifatnya partisipatif, direncanakan, dilaksanakan, diawasi, dan dievaluasi oleh masyarakat. Namun, untuk sampai pada tingkat tersebut perlu waktu dan proses pendampingan yang melibatkan pendamping yang berkomitmen tinggi terhadap pemberdayaan masyarakat.

3. Keswadayaan atau kemandirian

Prinsip keswadayaan adalah menghargai dan mengedepankan kemampuan masyarakat daripada bantuan pihak lain. Konsep ini tidak memandang orang miskin sebagai objek yang tidak berkemampuan (the have not), melainkan sebagai subjek yang memiliki kemampuan sedikit (the have little). Mereka memiliki kemampuan untuk menabung, pengetahuan yang mendalam tentang kendala-kendala usahanya, mengetahui kondisi lingkungannya, memiliki tenaga kerja dan kemauan, serta memiliki norma-norma bermasyarakat yang sudah lama dipatuhi. Semua itu harus digali dan dijadikan modal dasar bagi proses pemberdayaan. Bantuan dari orang lain yang bersifat materiil harus dipandang sebagai penunjang, sehingga pemberian bantuan tidak justru melemahkan tingkat keswadayaannya.

4. Berkelanjutan

Program pemberdayaan perlu dirancang untuk berkelanjutan, sekalipun pada awalnya peran pendamping lebih dominan dibanding masyarakat sendiri. Tapi secara perlahan dan pasti, peran pendamping akan makin berkurang, bahkan akhirnya dihapus, karena masyarakat sudah mampu mengelola kegiatannya sendiri.

Keempat prinsip di atas harus menjadi nilai dasar yang kuat dalam pelaksanaan proram pemberdayaan masyarakat. Bahwa pemberdayaan yang memfokuskan pada usaha yang dilakukan bersama-sama perlu mengedepankan kesetaraan, partisipasi aktif dari semua yang terlibat. Selain itu yang tak kalah pentingnya, tujuan dalam pemberdayaan harus bisa menjawab “ketidakberdayaan” menjadi harapan-harapan kemandirian dari kelompok sasaran di masa depan. Dalam usaha pemberdayaan harus diperhatikan juga mengenai keberlanjutan usaha pemberdayaan yang dijalankan.

Keberlanjutan pemberdayaan menjadi sangat penting karena esensi pemberdayaan bukan untuk menjawab persoalan-persoalan jangka pendek, namun sebagai sebuah proses yang akan selalu berdialektika berdasarkan konteks dan realitas sosial yang dihadapi.

(22)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 129

Pemberdayaan juga mengandung proses belajar yang bermakna “terus-menerus” tanpa harus ada akhir karena tujuan-tujuan awal tercapai. Namun demikian skema pemberdayaan dapat berbeda-beda bergantung pada faktor-faktor seperti wilayah, sektor, realitas sosial dan persoalan yang akan diselesaikan hingga, pemangku kepentingan (stakeholder) seperti keterlibatan pemerintah. Maka pememilihan strategi atau pendekatan dalam pemberdayaan menjadi sangat determain demi keberlangsungan usaha-usaha yang mendorong tercapainya tujuan pemberdayaan.

6.2.2 Pendekatan yang Digunakan dalam Pemberdayaan Masyarakat

Pada bagian bab 2 kajian ini, tiga strategi utama yang dapat digunakan dalam pemberdayaan masyarakat, antara lain strategi perencanaan dan kebijakan, strategi berupa aksi sosial dan politik dan strategi peningkatan kesadaran dan pendidikan masyarakat atau kelompok sasaran. Jika berdasar pada kondisi eksisting masyarakat dan potensi yang ada di Kabupaten Bandung Barat (cakupan wilayah pemberdayaan), diperlukan pendekatan yang berbeda antara satu sektor dengan sektor yang lain. Seperti yang dijelaskan di atas, banyak faktor yang kemudian dapat mempengaruhi upaya-upaya pemberdayaan bisa berjalan sesuai rencana atau tidak. Misalkan saja, perlakukan terhadap individu atau masyarakat yang hidup di daerah perkotaan dengan yang ada di pedesaan. Hal ini membutuhkan kejelian dalam menentukan strategi apa yang harus digunakan dalam program pemberdayaan yang diupayakan.

Beberapa pendekatan dalam skema pemberdayaan selain 3 strategi utama di atas, yang biasa digunakan dalam upaya pemberdayaan masyarakat adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan tradisional. Pendekatan ini mengharapkan agar masyarakat mengetahui dan memilih kepentingan terbaik secara bebas dalam berbagai keadaan. Dengan kata lain semua pihak bebas menentukan kepentingan bagi kehidupan mereka sendiri dan tidak ada pihak lain yang mengganggu kebebasan setiap pihak.

2. Pendekatan direct-action. Pendekatan ini membutuhkan dominasi kepentingan yang dihormati oleh semua pihak yang terlibat, dipandang dari sudut perubahan yang mungkin terjadi. Pada pendekatan ini, ada pihak yang sangat berpengaruh dalam membuat keputusan.

(23)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 130

3. Pendekatan transformatif. Pendekatan ini menunjukkan bahwa pendidikan massa dalam jangka panjang dibutuhkan sebelum pengindentifikasian kepentingan diri sendiri.

6.2.3 Peran Umum Pemerintah dalam Pemberdayaan Masyarakat

Secara umum pemerintah memiliki kewajiban untuk me-sejahterakan warganya melalui berbagai kebiajakan dan program yang dijalankan. Program atau upaya pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah sebenarnya merupakan bagian dari empat fungsi pemerintahan, yakni pelayanan (public service), pembangunan (development), pemberdayaan (empowering), dan pengaturan (regulation).

Fungsi-fungsi pemerintahan yang dijalankan pada saat tertentu akan menggambarkan kualitas pemerintahan itu sendiri. Jika pemerintah selanjutnya menjalankan fungsinya dengan baik, maka tugas-tugas pokok dapat terlaksana dengan baik seperti pelayanan dapat membuahkan keadilan, pemberdayaan membuahkan kemandirian, serta pembangunan yang meciptakan kemakmuran dan kesejahteraan. Proses pemberdayaan masyarakat pada umumnya membentuk, membangun kesejahteraan dan kemandirian masyarakat untuk melawan “ketidak-adilan” yang berlaku. Peningkatan “daya” kelompok masyarakat miskin/marjinal harus didukung oleh pemerintah sesuai dengan peran dan fungsinya berdasarkan pada aturan dan undang-undang yang berlaku. Pemerintah harus serius untuk menciptakan sumber daya manusia yang kuat melalui pendidikan dan atau usaha pemberdayaan.

Selain keempat fungsi tersebut, pemerintah juga memiliki fungsi primer dan sekunder. Fungsi primer pemerintah adalah pelayanan dan fungsi sekunder adalah pemberdayaan. Fungsi primer secara terus menerus berjalan dan berhubungan positif dengan keberdayaan yang diperintah. Artinya semakin berdaya masyarakat, maka semakin meningkat pula fungsi primer pemerintah. Sebaliknya fungsi sekunder berhubungan negatif dengan tingkat keberdayaan yang diperintah. Artinya semakin berdaya masyarakat, maka semakin berkurang fungsi sekunder pemerintah dari rowing (pengaturan) ke steering (pengendalian).

Pemerintah berkewajiban untuk secara terus-menerus berupaya memberdayakan masyarakat agar meningkatkan keberdayaannya sehingga pada gilirannya mereka memiliki kemampuan untuk hidup secara mandiri dan terlepas dari campur tangan pemerintah. Oleh sebab itu, pemberdayaan mampu mendorong kemandirian masyarakat dan pembangunan

(24)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 131

akan menciptakan kemakmuran dalam masyarakat. Seiring dengan itu, hasil pembangunan dan pemberdayaan yang dilaksanakan pemerintah, serta dengan keterbatasan yang dimilikinya, maka secara perlahan masyarakat mampu untuk hidup mandiri mencukupi kebutuhannya.

Dalam konteks pemberdayaan, fungsi pemerintah adalah mengarahkan masyarakat supaya mencapai kemandirian. Sehingga pembangunan yang dilakukan benar-benar dapat dirasakan oleh semua lapisan masayrakat. Pemberdayaan sebagai upaya yang melibatkan banyak pemangku kepentingan (stakeholder) membutuhkan peran pemerintah untuk bisa mengoptimalkan kerja-kerja pemberdayaan. Tiga peran pemerintah secara umum dalam pemberdayaan masyarakat adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah sebagai regulator

Peran pemerintah sebagai regulator adalah menyiapkan arah untuk menyeimbangkan penyelenggaraan pembangunan melalui penerbitan peraturan-peraturan. Sebagai regulator, pemerintah memberikan acuan dasar kepada masyarakat sebagai instrumen untuk mengatur segala kegiatan pelaksanaan pemberdayaan.

2. Pemerintah sebagai dinamisator

Peran pemerintah sebagai dinamisator adalah menggerakkan partisipasi masyarakat jika terjadi kendala-kendala dalam proses pembangunan untuk mendorong dan memelihara dinamika pembangunan daerah. Pemerintah berperan melalui pemberian pendidikan, pendampingan, bimbingan dan pengarahan secara intensif dan efektif kepada masyarakat. Biasanya pemberian bimbingan diwujudkan melalui tim penyuluh maupun badan tertentu untuk memberikan pelatihan.

3. Pemerintah sebagai fasilitator

Peran pemerintah sebagai fasilitator adalah menciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan untuk menjembatani berbagai kepentingan masyarakat dalam mengoptimalkan pembangunan daerah. Sebagai fasiitator, pemerintah bergerak di bidang pendampingan melalui pelatihan, pendidikan, dan peningkatan keterampilan, serta di bidang pendanaan atau permodalan melalui pemberian bantuan modal kepada masyarakat yang diberdayakan.

Jadi, peranan pemerintah (termasuk pemerintah daerah) dalam pemberdayaan masyarakat adalah pelaksanaan fungsi pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk

(25)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 132

meningkatkan kekuatan dari kelemahaan masyarakat, atau penyiapan kepada masyarakat berupa sumberdaya, kesempatan, pengetahuan, dan keahlian guna meningkatkan kapasitas diri masyarakat di dalam menentukan masa depan mereka.

Fungsi-fungsi pemerintah dapat diterapkan melalui berbagai komponen dalam pemberdayaan masyarakat, seperti pendidikan, ekonomi, sosial budaya, psikologi, dan politik. Gambar di bawah ini menunjukkan secara umum keterkaitan antara peran pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat melalui saluran berbagai bidang.

Gambar 6.5

Peran Pemerintah Daerah dalam Pemberdayaan Masyarakat Berdasarkan Komponen

6.2.4 Skema Umum Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Potensi Ekonomi

Berdasarkan pada tinjauan umum terhadap kondisi eksisting, khususnya mengenai potensi sumber daya yang potensial untuk dilakukan pengembangan di Kabupaten Bandung Barat dan berdasarkan target dan tujuan umum pemberdayaan yang ingin dicapai maka pemberdayaan berbasis pada pengembangan sektor-sektor yang memiliki nilai ekonomis merupakan pilihan yang strategis. Skema umum pemberdayaan yang dimaksud dalam kajian ini ditunjukkan seperti gambar di bawah ini.

PERAN PEMERINTAH (DAERAH) PENDIDIKAN EKONOMI SOSIAL BUDAYA PSIKOLOGI POLITIK KEMANDIRIAN Komponen Pemberdayaan Masyarakat

(26)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 133

Gambar 6.6

Skema Umum Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Potensi Ekonomi

Ket. ---- garis koordinasi

Penjelasan skema umum pemberdayaan berbasis potensi ekonomi seperti yang ditunjukkan gambar di atas, sebagai berikut:

1. Tujuan pemberdayaan

Tujuan pemberdayaan berbasis potensi-potensi ekonomi ini adalah untuk meningkatkan kepesertaan jaminan kesehatan masyarakat mandiri di Kabupaten Bandung Barat melalui pemberdayaan masyarakat berbasis pada potensi-potensi ekonomi. Dengan pemberdayaan ini diharapkan dapat mendorong peningkatan perekonomian masyarakat ke arah yang lebih baik dan mandiri.

2. Sektor-sektor ekonomi unggulan

Monitoring & Evaluasi: Pemerintah dan Masyarakat

SEKTOR – SEKTOR EKONOMI UNGGULAN AKTIFITAS EKONOMI MASYARAKAT PEMERINTAH DAERAH

PERGURUAN TINGGI & LSM BENTUK KELEMBAGAAN : KOPERASI GOAL: MENINGKATNYA KEPESERTAAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI SWASTA/ LEM. KEUANGAN MASYARAKAT

(27)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 134

Sektor-sektor ekonomi unggulan adalah sektor yang selama ini memberikan kontribusi besar terhadap PDRB Kabupten Bandung Barat, antara lain sektor pertanian, pariwisata dan industri. Dalam kontek industri pemberdayaan masyarakat ini basis industri yang menjadi fokus pemberdayaan adalah usaha-usaha skala mikro, kecil dan menengah.

3. Aktifitas ekonomi masyarakat

Merupakan aktifitas-aktifitas/usaha perekonomian masyarakat yang akan dibina dalam upaya pemberdayaan.

4. Pemerintah daerah

Pemerintah daerah adalah stakeholder kunci (key player) dalam pemberdayaan masyarakat yang berperan dalam regulasi, mediasi, fasilitasi, perlindungan dan pengawasan melalui program dan kebijakannya. Dinas yang membawahi sektor ekonomi yang menjadi basis pemberdayaan menjadi leading

sector dalam pemberdayaan ini. Sementara dinas atau Satuan Kerja Pemerintah

Daerah (SKPD) terkait lainnya dapat menjadi supporting (pendukung) sesuai tugas dan fungsinya dalam pemerintahan daerah.

Sebagai fasilitator pemerintah dapat memastikan agenda pemberdayaan berjalan dengan sesuai dengan rencana. Selain itu pemerintah juga menjadi mediator antara masyarakat dengan pihak swasta dan lembaga keuangan untuk memastikan misalkan tentang akses pasar, akses modal dan investasi dalam pengembangan produk. Pemerintah membentuk Kelompok Kerja (Pokja) yang berfungsi untuk melakukan pendampingan masyarakat baik dalam tahap perencananaan penguatan kelembagaan, monitoring dan evaluasi.

5. Lembaga keuangan dan pihak swasta

Merupakan lembaga-lembaga pendukung (stakeholder) yang tidak terkait langsung dengan agenda pemberdayaan, namun dapat memberikan kontribusi dan dukungan baik modal, investasi, ekspose dan pengembangan produk serta akses terhadap pasar.

6. Perguruan Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

Sebagai lembaga ilmu pengetahuan, Perguruan Tinggi (PT) dalam kontek pemberdayaan merupakan stakeholder yang akan memberikan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui berbagai kegiatan riset dan pengembangan yang dikerjasamakan. Sementara LSM adalah lembaga yang memiliki minat tinggi dalam

(28)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 135

pemberdayaan masyarakat yang dapat memberikan dukungan baik pendidikan dan pelatihan, pendampingan masyarakat.

7. Masyarakat

Merupakan pelaku utama dalam pemberdayaan masyarakat (stakeholder primer). Masyarakat sekaligus sebagai sasaran dan penerima manfaat dalam pemberdayaan ini meliputi individu atau kelompok rentan yang mejadi target kepesertaan asuransi kesehatan masyarakat mandiri yang kemudian dilibatkan dalam pengelolaan potensi-potensi ekonomi daerah. Sehingga kelompok-kelompok masyarakat ini memiliki kemampuan dan kemandirian ekonomi.

8. Penguatan kelembagaan koperasi

Pemberdayaan sebagai area give power to everybody pada dasarnya bukan untuk mengeliminasi individu maupun kelompok mana pun. Justru sebaliknya, pemberdayaan membutuhkan penguatan kerjasama dan saling mengisi. Pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi merupakan ruang penguatan bersama, dimana yang besar hanya akan berkembang kalau ada yang kecil dan menengah, dan yang kecil akan berkembang kalau ada yang besar dan menengah. Penekanan pada penguatan kelembagaan menjadi sarat mutlak untuk saling berbagi manfaat. Salah satu bentuk kelembagaan yang ditawarkan adalah koperasi, baik koperasi primer maupun sekunder. Secara khusus koperasi akan berperan (Sebagai medium) dalam mendorong kepesertaan jaminan kesehatan mandiri anggotanya. Terkait pembentukan kelembagaan koperasi sebagai bagian dari penguatan proses pemberdayaan disesuikan dengan hukum dan aturan yang berlaku tentang koperasi.

9. Monitoring dan Evaluasi (Monev)

Berdasarkan prinsip kesetaraan dan partisipasi, proses evaluasi dan monitoring menjadi kunci dalam proses pemberdayaan. Pelibatan masyarakat dan seluruh stakeholder dalam kegiatan monev selain meningkatkan kepercayaan publik juga mampu menguatkan bahwa kegiatan pemberdayaan yang dilakukan merupakan agenda bersama.

Dari skema umum di atas secara garis besar stakeholders (pemangku kepentingan) dalam agenda pemberdayaan sektor ekonomi untuk mendukung asuransi kesehatan masyarakat mandiri di Kabupaten Bandung Barat, antara lain: 1) Pemerintah daerah; 2) Masyarakat, 3) Swasta dan Lembaga Keuangan; 4) Perguruan Tinggi, dan 5) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Mengenai peran dan kepentingan setiap pemangku

(29)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 136

kepentingan tersebut akan diuraikan pada sub bab berikutnya berdasarkan stakeholder pada sektor pemberdayaan.

6.3 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PER SEKTOR UNTUK MENDUKUNG

ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI

6.3.1 Pemberdayaan Masyarakat Sektor Pertanian A. Analisa Peran dan Kepentingan Stakeholders

Hasil identifikasi terhadap pemangku kepentingan untuk pemberdayaan sektor pertanian di Kabupaten Bandung Barat, adalah sebagai berikut:

1. Masyarakat

Masyarakat yang menjadi fokus utama adalah individu atau kelompok yang menjadi target untuk kepesertaan asuransi kesehatan masyarakat mandiri di Kabupaten Bandung Barat. Secara umum masyarakat merupakan subject (stakeholder primer) dalam pemberdayaan sektor pertanian. Masyarakat memiliki minat (interesting) yang besar untuk meningkatkan kesejahteraannya, namun masyarakat memiliki power (kuasa) yang rendah untuk melakukan hal-hal di luar kapasitasnya. Namun demikian mengacu pada prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat dan tujuan pemberdayaan yang ingin dicapai untuk mendukung asuransi kesehatan masyarakat mandiri di Kabupaten Bandung Barat maka peran masyarakat menjadi sangat strategis, antara lain;

 Masyarakat bersama-sama dengan para perencana atau pemegang otoritas kebijakan mengidentifikasi persoalan, mengidentifikasi peluang, potensi dan hambatan di sektor pertanian dan asuransi kesehatan;

 Pada tahap selanjutnya, dengan pendidikan dan pendampingan yang berkelanjutan peran masyarakat bisa menjadi motivator, fasilitator dan mobilisator. Sebagai motivator masyarakat berperan sebagai pendorong dan pemberi semangat kepada masyarakat lain dalam pelaksanaan pemberdayaan, khususnya pada kelompok-kelompok marginal yang menjadi sasaran kepesertaan asuransi kesehatan mandiri; Sebagai fasilitator masyarakat berperan memberikan penjelasan dan bimbingan, memberikan bantuan dan menjadi nara sumber yang baik serta memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pelaksanaan

(30)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 137

pemberdayaan sektor pertanian dan manfaat dari jaminan kesehatan; Sebagai mobilisator masyarakat harus berperan mendampingi serta mengawasi serta mengarahkan atau menggerakkan masyarakat yang lain untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan pemberdayaan sektor pertanian dan asuransi kesehatan masyarakat.

 Masyarakat dilibatkan untuk menilai (evaluasi dan monitoring) hasil pemberdayaan yang telah dilakukan, apakah pemberdayaan yang diupayakan memberikan manfaat bagi masyarakat atau justru sebaliknya masyarakat dirugikan dengan proses yang telah dilakukan. Termasuk dalam mengukur dan mengurangi dampak negatif yang diakibatkan program yang sedang dilaksanakan (mitigasi);

2. Pemerintah Daerah

Dalam upaya pemberdayaan masyarakat sektor pertanian yang mendukung asuransi kesehatan masyarakat mandiri, pemangku kepentingan dengan minat (kepentingan) dan kuasa yang besar adalah Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutana (Disbuthut). Pada hal ini Disbuthut menjadi Leading Sector pemberdayaan masyarakat sektor pertanian. Dinas Pertanian akan didukung oleh sektor lainnya, yakni Dinas Koperasi dan UKM yang berkepentingan dalam pembangunan koperasi dan UKM, Dinas Pemberdayaan Desa serta Dinas Kesehatan yang berkepentingan dengan pembangunan sektor kesehatan.

 Peran Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan

1) Menyiapkan kebijakan dan peraturan yang memayungi perencanaan penyelenggaraan program pemberdayaan;

2) Dinas pertanian, perkebunan dan kehutanan juga menyiapkan instrumen sebagai acuan dasar kepada masyarakat untuk mengatur segala kegiatan pelaksanaan pemberdayaan;

3) Distanbunhut menggerakkan partisipasi masyarakat, memantau jika terjadi kendala-kendala dalam proses pemberdayaan, menyiapkan pendamping lapangan dan memelihara dinamika proses pemberdayaan. Memberikan bimbingan dan pengarahan secara intensif dan efektif. Pendampingan dapat dilakukan oleh KELOMPOK KERJA (Pokja) tingkat Kabupaten yang dibentuk khusus untuk kerja-kerja pemberdayaan bersama dengan dinas terkait lainnya.

(31)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-VI | 138

4) Bekerjasama dan koordinasi dengan stakeholder lainnya untuk menciptakan kondusifitas dalam peroses pemberdayaan.

 Bekerjasama dengan pihak Perguruan Tinggi dalam peningkatan produk pertanian baik kuantitas maupun kualitas melalui pendidikan, riset dan pengembangan serta pengabdian kepada masyarakat;

 Bersama-sama dengan LSM melakukan pendampingan, transformasi pengetahuan dan penguatan kelompok dan kelembagaan masyarakat tani.

 Memfasilitasi masyarakat dalam mendapatkan akses modal dan pasar dengan pihak swasta maupun lembaga keuangan yang ada (membangun kemitraan ekonomi).

5) DISBUTHUT harus bisa memastikan dan meyakinkan masyarakat bahwa agenda pemberdayaan ini untuk mendukung kepesertaan masyarakat dalam asuransi kesehatan mandiri.

 Peran Dinas Koperasi dan UKM

Sebagai stakeholder pendukung dalam pemerintahan, Dinas Koperasi dan UKM memiliki peran sebagai berikut:

a) Memfasilitasi pendidikan tentang penguatan koperasi terhadap masyarakat yang diberdayakan;

b) Sosialisasi dan kampanye manfaat dan pentingnya berkoperasi dalam upaya mendukung kemandirian ekonomi;

c) Mendorong tumbuh-kembangnya UKM sektor pertanian memalui pelatihan bidang pertanian;

d) Bekerjasama dengan stakeholder lainnya dalam membangun sinergitas, misalkan dengan menempatkan petugas dalam Pokja pemberdayaan.  Peran Dinas Kesehatan

Secara umum Dinas Kesehatan berkepentingan terhadap pembagunan kesehatan masyarakat, melalui agenda pemberdayaan sektor pertanian ini peran dan fungsi Dinas Kesehatan adalah melakukan sosialisasi tentang urgensi dan manfaat jaminan kesehatan bagi masyarakat yang diberdayakan (khususnya) dengan melibatkan BPJS Kesehatan. Dinas Kesehatan menyusun kegiatan-kegiatan promosi kesehatan, manfaat asuransi kesehatan mandiri yang meliputi:

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisa dari penelitian ini adalah penggunaan internet sebagai media pembelajaran memiliki pengaruh terhadap motivasi belajar siswa.. Kata kunci: Motivasi belajar,

Berdasarkan analisis data dan pembahasan dari penelitian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa: 1) Remaja yang tinggal didaerah abrasi adalah remaja yang tumbuh dan berkembang

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan di SMAS Taman Mulia Sungai Raya, penggunaan metode mengajar guru pada mata pelajaran sosiologi masih

Pada penelitian yang dilakukan di wilayah perairan Waigeo Selatan, Kabupaten Rajaampat, pada tahun 2009 ini (t2), berhasil dilakukan pengambilan data pada semua stasiun

Skripsi adalah studi akhir yang merupakan salah satu tugas akhir yang diwajibkan pada mahasiswa Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Atma

=encana Pengelolaan 'ingkungan Hidup =7'" yang akan diimpelmentasikan yaitu komponen%parameter lingkungan yang didasarkan hasil kajian dalam $nalisis &ampak

komersial pada tahun 1975. Kantor pusat Perusahaan terletak di Jl. Raya Cakung Cilincing KM 3,5 Jakarta 14130, sedangkan cabang-cabang Perusahaan terletak di

ke Gilimanuk dan juga sebaliknya. Analisa Getaran pada ruang penumpang. Menghitung getaran pada lam bung pada ruang penumpang.. Menghitung level getaran pada lokal area.