• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUMPANGSARI TANAMAN CABAI MERAH DENGAN BAWANG DAUN MENUJU PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TUMPANGSARI TANAMAN CABAI MERAH DENGAN BAWANG DAUN MENUJU PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TUMPANGSARI TANAMAN CABAI MERAH DENGAN BAWANG DAUN

MENUJU PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN

Lelya Pramudyani, R Qomariah dan M Yassin

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan

Jalan Panglima Batur Barat 4 Banjarbaru-Kalimantan Selatan lelyahya@yahoo.co.id - 081334520136

ABSTRAK

Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam usahatani cabai merah di Provinsi Kalimantan Selatan adalah kurangnya informasi teknologi, adanya serangan hama dan penyakit, kurangnya informasi tentang pasca panen, dan pengolahan. Untuk mengatasi masalah serangan hama penyakit dengan tetap memperhatikan keamanan produk dan lingkungan, perlu dilakukan upaya-upaya yang baik dan benar dengan mengacu pada SOP dan GAP Salah satu upaya yang dilakukan adalah penanaman cabai merah secara tumpangsari dengan tanaman lain. Tumpangsari dipilih karena merupakan pola tanam yang bisa mereduksi serangan hama pada tanaman utama. Tujuan dari pengkajian ini adalah untuk mengetahui penggunaan sistem tumpangsari sebagai salah satu cara untuk mendapatkan produksi cabai dan beberapa sayuran daun yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi serta untuk meningkatkan pendapatan petani melalui optimalisasi pemanfaatan lahan. Pengkajian ini dilakukan di lahan petani di Desa Angkinang Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kalimantan Selatan sejak September 2011 sampai Maret 2012. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan empat perlakuan pola tanam, lima ulangan. Perlakuannya adalah pola tanam 1 = tanaman cabai ditanam secara monokultur (kontrol), pola tanam 2 = tanaman cabai ditanam secara tumpang sari dengan sawi, pola tanam 3 = tanaman cabai ditanam secara tumpang sari dengan seledri, pola tanam 4 = tanaman cabai ditanam secara tumpang sari dengan bawang daun. Parameter yang diamati meliputi rata-rata tinggi tanaman, rata-rata bobot kering tanaman, diameter buah, panjang buah dan hasil, jenis kerusakan daun tanaman cabai dan kelayakan ekonomi usaha tani. Keuntungan dan kelayakan usaha diketahui dengan analisis finansial (R/C). Hasil pengkajian menunjukkan bahwa usahatani tanaman cabai yang ditanam secara tumpangsari dengan sayuran daun (sawi, seledri, dan bawang daun) sebagai tanaman sela lebih menguntungkan dibanding dengan yang ditanam secara monokultur, produksi tanaman cabai merah yang ditanam secara tumpangsari dengan bawang daun memberikan hasil yang lebih tinggi dari tanaman yang ditanam secara monokultur dan tumpang sari dengan sayuran daun lainnya (12 t/ha) dengan serangan organisme pengganggu tanaman paling rendah (jumlah daun keriting sebanyak 84,4 tanaman). Kelayakan ekonomi usahatani tumpangsari tanaman cabai dengan sayuran daun memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan usahatani cabai secara monokultur, dan yang paling menguntungkan serta sangat layak untuk dikembangkan adalah usahatani tumpang sari cabai-bawang daun dengan nilai R/C = 2.47.

PENDAHULUAN

Tanaman cabai merah merupakan tanaman yang toleran terhadap kondisi lingkungan (Purwati et al. 2000). Cabai merah di Indonesia mempunyai arti ekonomi dan menduduki tempat kedua setelah sayuran kacang-kacangan (Samsudin, 1980). Produksi tanaman cabai merah dipengaruhi oleh faktor genetis dan faktor lingkungan. Menurut Djaenudin et al. (2000) kesesuaian lahan untuk tanaman cabai merah ditentukan oleh delapan karakteristik lahan yaitu temperatur udara, ketersediaan air, ketersediaan oksigen (kondisi drainase), media perakaran, retensi hara, toksisitas, bahaya erosi dan penyiapan lahan. Proses fisiologi tanaman cabai merah sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur ekologi seperti iklim dan tanah serta proses pembudidayaan (Tingey dan Steffens, 1991). Serangan hama dan penyakit dan teknik budidaya yang

(2)

dilakukan terhadap tanaman cabai merah sangat menentukan produksi tanaman tersebut. Untuk menghindari timbulnya berbagai masalah dalam budidaya tanaman cabai merah, terutama terhadap keamanan produk dan lingkungan, perlu dilakukan usaha budidaya cabai merah secara benar. Dengan upaya-upaya yang dilakukan secara benar ini diharapkan usaha budidaya tanaman cabai merah dapat dilakukan secara berkelanjutan dan produknya aman untuk konsumsi (Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka, 2010).

Banyak organisme pengganggu tanaman yang berasosiasi dengan tanaman cabai, baik yang bersifat hama maupun penyakit. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman cabai dipengaruhi juga oleh lingkungan seperti iklim dan kelembaban disuatu daerah. Hal ini disebabkan oleh perbedaan ekologi tanaman cabai (Wardani, 2005). Serangan hama pada umumnya berkurang pada areal pertanaman tumpangsari (polykulture)daripada serangan hama pada suatu areal pertanaman tunggal (monokultur). Hal ini disebabkan karena pada areal pertanaman tumpangsari (polykulture)terdapat perubahan ekofisiologi seperti perlindungan dari tiupan angin, naungan atau tempat persembunyian, perubahan warna dan tinggi tanaman serta adanya gangguan biologis seperti rangsangan kimiawi yang merugikan, kehadiran predator dan parasit yang merugikan (Litsinger and Moody, 1976; van Emden and Williams, 1974 dalam Palaniapan, 1988). Dalam pertanaman tumpangsari, hasil tanaman secara keseluruhan lebih tinggi daripada pertanaman monokultur apabila pemilihan kombinasi jenis tanaman yang ditumpangsarikan tepat (Leihner, 1978). Menurut Bakar dan Norman (1975) pertanaman tumpangsari dapat meningkatkan hasil sampai 62%. Keberhasilan tumpangsari sangat ditentukan oleh kombinasi jenis-jenis tanaman penyusun. Kombinasi dua jenis tanaman berumur tidak sama, kebutuhan cahaya matahari, CO2, air, dan unsur hara maksimum masing-masing jenis tanaman terjadi pada waktu berbeda bila kedua jenis tanaman tersebut ditanam pada waktu bersamaan (IRRI, 1972). Dengan demikian kompetisi antar jenis tanaman dapat diperkecil atau ditiadakan.sehingga hasil total tanaman penyusun tinggi.

Tujuan dari pengkajian ini adalah pengkajian untuk mengetahui penggunaan sistem tumpangsari sebagai salah satu cara untuk mendapatkan produksi cabai dan beberapa sayuran daun yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi serta untuk meningkatkan pendapatan petani melalui optimalisasi pemanfaatan lahan.

BAHAN DAN METODE

Kegiatan kajian tumpangsari tanaman cabai merah dengan sayuran daun dilaksanakan pada lahan milik petani (on farm research), di Desa Angkinang Kecamatan Angkinang Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan Selatan pada MH 2011, dengan petani sebagai pelaksana. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Lengkap (Randomized Complete Block Design) dengan empat perlakuan dan lima kali ulangan. Perlakuannya adalah sistem tanam 1 = tanaman ditanam secara monokultur (kontrol), sistem tanam 2 = tanaman cabai ditanam secara tumpang sari dengan sawi, sistem tanam 3 = tanaman cabai ditanam secara tumpang sari dengan seledri, sistem tanam 4 = tanaman cabai ditanam secara tumpang sari dengan bawang daun. Luas lahan yang digunakan adalah 1.150 m2. Varietas cabai yang digunakan adalah Hot Chilli sedangkan varietas bawang daun yang digunakan adalah varietas lokal. Varietas sawi yang digunakan adalah Takhisi dan varietas seledri yang digunakan adalah Amigo. Keuntungan dan kelayakan usaha diketahui dengan analisis finansial (R/C). Pelaksanaan pengkajian, meliputi:

1. Penyiapan lahan, meliputi pengolahan tanah, pembuatan bedengan, pemberian dolomit (1,5 ton/ha), pupuk kandang (10 ton/ha), agens hayati dan pupuk dasar diberikan sebelum pemasangan mulsa. Mulsa yang digunakan adalah mulsa plastik perak hitam.

(3)

Bedengan dibuat dengan lebar 1,2 m, tinggi 30 cm, dan jarak antar bedengan 30 cm. Lubang tanam untuk tanaman sela dibuat ditengah antara lubang tanam cabai.

Agens hayati yang diberikan meliputi metarhizium, Pseudomonas fluorescense dan trichoderma. Pupuk dasar yang diberikan adalah pupuk NPK mutiara (16:16:16)

2. Budidaya tanaman

a. Pembuatan persemaian : media tanam yang digunakan adalah campuran dari tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1 dan steril. Pensterilan media dilakukan dengan mengkukus media. Setelah dilakukan pensterilan diberikan metarhizium, Pseudomonas fluorescense dan trichoderma dan pupuk cair.

b. Penanaman :

penanaman dilakukan pada sore hari agar bibit tidak layu akibat terik matahari

penanaman bibit tanaman sela yaitu sawi, bawang daun dan sledri ditanam lebih dulu dari tanaman cabai.

3. Pengukuran parameter, parameter yang diamati meliputi :

a. rata-rata tinggi tanaman cabai (cm), dilakukan saat tanaman memasuki fase berbunga

b. rata-rata bobot kering brangkasan (gram), bobot brangkasan diukur dengan cara pencabutan tanaman kemudian dioven selama 48 jam dengan suhu 700C kemudian dilakukan penimbangan. Pengukuran bobot kering brangkasan dilakukan saat tanaman berumur 10 HST, 17 HST, 24 HST. Satuan penghitungan dinyatakan dalam gram. Data yang ditampilkan pada paper adalah data terakhir.

c. diameter buah (cm), diukur tiap panen 40 tanaman sample dan dibuat rata-rata dari panen I sampai panen terakhir.

d. panjang buah (cm), diukur tiap panen 40 tanaman sample dan dibuat rata-rata dari panen I sampai panen terakhir.

e. hasil (t/ha)

f. pengamatan hama dan penyakit tanaman, dihitung tanaman yang mengalami kerusakan daun yang meliputi daun berlubang, daun robek dan daun keriting. pengamatan dilakukan dengan cara mengamati tanaman per petak ada tidaknya serangan OPT. Satuan penghitungan dinyatakan dalam tanaman.

g. analisis finansial

4. Analisis data, data yang diperoleh dari setiap perlakuan kemudian dianalisis dengan analisis ragam dengan mengggunakan uji F pada taraf nyata 5%. Bila pengaruh perlakuan memberikan beda nyata maka analisis dilanjutkan dengan Uji LSD pada taraf 5% untuk mengetahui perlakuan mana yang memberikan pengaruh nyata.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan pertumbuhan tanaman cabai merah

Sistem pertanaman tumpang sari tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman cabai (Tabel 1) tapi meningkatkan pendapatan petani dan meningkatkan efektivitas penggunaan lahan. Tanaman cabai merah yang ditanam secara tumpangsari dengan bawang daun (perlakuan 4) mempunyai hasil yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan pada pertanaman ini serangan organisme pengganggu tanaman paling sedikit dibanding tanaman cabai yang ditanam secara monokultur ataupun yang ditanam secara tumpangsari dengan daun sawi dan seledri. Tabel 1 sehingga tanaman cabai dapat melangsungkan proses pertumbuhan dengan lebih optimal dibanding tanaman cabai monokultur dan tanaman cabai yang ditanam secara tumpangsari dengan sawi dan seledri. Hal ini juga menunjukkan bahwa penanaman tanaman sela yaitu bawang daun yang dimaksudkan untuk memanfaatkan ruang dan waktu diantara pertanaman cabai tidak menimbulkan kompetesi dengan tanaman cabai terhadap penyerapan unsur hara, air dan intersepsi cahaya matahari.

(4)

Tabel 1. Hasil pengukuran tinggi tanaman dan bobot kering brangkasan tanaman cabai.

Sistem pertanaman Parameter pertumbuhan

Rata-rata tinggi tanaman (cm) Rata-rata bobot kering bangkasan (g)

cabai monokultur (kontrol) 96,0ns 225,3a

cabai + sawi 95,4ns 226,2a

cabai + bawang daun 95,0ns 235,5b

cabai + seledri 96,6ns 225,5a

Keterangan : angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata (p 0,05) menurut uji Beda Nyata Terkecil

Tabel 2. Diameter buah, panjang buah dan hasil tanaman cabai.

Sistem pertanaman Parameter hasil

Diameter buah (cm) Panjang buah (cm) Hasil (t/h)

cabai monokultur (kontrol) 4,6,ns 225,3ns 8,0a

cabai + sawi 4,8ns 226,2ns 8,0a

cabai + bawang daun 5,1ns 225,5ns 12,0c

cabai + seledri 4,8ns 225,5ns 10,0 b

Keterangan : angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata (p 0,05) menurut uji Beda Nyata Terkecil.

Tumpangsari cabai dengan bawang daun memberikan hasil yang berbeda nyata dengan tumpangsari tanaman cabai dengan sayuran daun lainnya. Hal ini disebabkan serangan organisme pengganggunya paling sedikit dibanding tanaman cabai yang ditanam secara monokultur ataupun yang ditanam secara tumpangsari dengan daun sawi dan seledri. Tabel 2 sehingga tanaman dapat melangsungkan proses pertumbuhan dengan lebih optimal. Keberadaan tanaman bawang daun ternyata mengurangi preferensi organisme pengganggu tanaman untuk mendekat pada tanaman cabai. Hal ini menguntungkan tanaman cabai karena tanaman cabai dapat tumbuh tanpa banyak gangguan. Sebaliknya, adanya serangan organisme penganggu tanaman pada tanaman cabai mengakibatkan beberapa hal seperti daun tanaman berlubang, daun tanaman keriting, busuk batang atau bususk buah. Daun yang berlubang atau keriting mengganggu proses fotosistesis tanaman sehingga tanaman tidak dapat melangsungkan pertumbuhannya secara optimal.

Dari hasil kajian ini menunjukkan bahwa sistem pertanaman tumpang sari antara tanaman cabai dengan tanaman sayuran bermanfaat untuk efisiensi penggunaan lahan dan upaya peningkatan produktivitas lahan. Pola tanam sistim tumpangsari juga memberi keuntungan bagi petani, sebab jika tanaman cabai gagal panen atau mengalami kerusakan akibat serangan organisme pengganggu tanaman, maka petani masih bisa mendapatkan keuntungan dari tanaman yang disisipkan (tanaman sela).

Hasil pengamatan hama dan penyakit

Selama budidaya berlangsung kerusakan tanaman cabai yang diakibatkan serangan serangga dibedakan atas tiga kategori yaitu daun robek, daun berlubang, dan daun keriting. Dari Tabel 3 terlihat bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara kerusakan daun tanaman cabai yang ditanam secara monokultur dengan yang ditanam secara tumpangsari.

Sistem pertanaman tumpangsari pada tanaman cabai dengan tanaman sawi, seledri dan bawang daun memberikan lingkungan yang berbeda bagi serangga jenis Myzus persicae, Thrips tabaci, ulat dan belalang. Keempat jenis serangga yang mempunyai tipe mulut menusuk dan menghisap ini sering merusak

(5)

daun tanaman yang menimbulkan kerugian yang cukup berarti karena menyukai cairan daun tanaman cabai. Dengan adanya tanaman sisipan seperti sawi, seledri, dan bawang daun memberikan lingkungan yang berbeda, mengaburkan warna dan aroma bagi keempat jenis serangga tersebut sehingga dapat mengurangi tingkat kerusakan dibandingkan dengan tanaman cabai yang ditanam secara monokultur.

Kelayakan ekonomi usahatani

Data produksi tanaman cabai diambil dari panen pertama sampai panen ke tujuh. Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa sistem pertanaman tumpangsari memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan pertanaman secara monokultur.

Tanaman cabai monokultur

Kelayakan ekonomi usahatani budidaya tanaman cabai secara monokultur ditunjukkan pada Tabel 4. Dari Tabel 4 diketahui bahwa usaha tani cabai secara monokultur ramah lingkungan menguntungkan dan layak untuk dikembangkan.

Tumpangsari cabai-sawi

Kelayakan ekonomi usahatani budidaya tanaman cabai secara tumpangsari dengan sawi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 diketahui bahwa usaha tani cabai secara tumpangsari dengan sawi menguntungkan dan dan layak untuk dikembangkan dengan nilai R/C = 1,67 setara dari usahatani cabai secara monokultur tetapi petani mendapat keuntungan lebih.

Tabel 3. Kerusakan daun tanaman cabai.

Sistem pertanaman Jenis kerusakan daun tanaman cabai

Daun berlubang (tan) Daun robek (tan) Daun keriting (tan)

cabai monokultur (kontrol) 408,6a 431,6a 141,2a

cabai + sawi 304,4b 336,8b 92b

cabai + bawang daun 304,2b 336,4b 84,4c

cabai + seledri 305,4b 335,2b 93,4b

Keterangan : angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata (p 0,05) menurut uji Beda Nyata Terkecil.

Tabel 4. Kelayakan ekonomi usahatani cabai monokultur secara ramah lingkungan.

Uraian Jumlah Satuan Nilai

Input

a). Benih cabai 4 bungkus 220.000

b). Polibag 1 pak 25.000

c). Pestisida hayati 4 paket 1.000.000

d). Pupuk organik 4 paket 800.000

e). Turus 3500 batang 1.400.000

f). Mulsa plastik perak hitam 4 roll 2.000.000

g). Dolomit 4 zak 140.000 h). Tenaga kerja 2.440.000 Total input 8.210.000 Output Panen 920 kg 13.800.000 Keuntungan 5.590.000 R/C 1,68

(6)

Tumpangsari cabai-seledri

Kelayakan ekonomi usahatani tanaman cabai secara tumpangsari dengan tanaman seledri dapat dilihat pada Tabel 6. Dari Tabel 6 diketahui bahwa usahatani cabai secara tumpangsari dengan seledri menguntungkan dan layak dikembangkan dengan nilai R/C = 2,09, lebih tinggi dari nilai R/C usahatani tanaman cabai yang ditanam seara monokultur dan usahatani tanaman cabai yang ditanam secara tumpangsari dengan sawi.

Tabel 5. Kelayakan ekonomi usahatani tumpangsari cabai-sawi.

Uraian Jumlah Satuan Nilai

Input

a). Benih cabai 4 bungkus 220.000

b). Polibag 1 pak 25.000

c) Pestisida hayati 4 paket 1.000.000

d) Pupuk organik 4 paket 800.000

e) Turus 3500 batang 1.400.000

f) Mulsa plastik perak hitam 4 roll 2.000.000

g). Dolomit 4 zak 140.000

h).Biji sawi 70 gram 30.000

h). Tenaga kerja 2.440.000 Total input 8.265.000 Output Panen cabai 920 kg 13.800.000 Panen sawi 162,58 kg 487.750 Total output 14.283.750 Keuntungan 6.018.750 R/C 1,67

Keterangan: harga cabai: Rp 15.000,-/kg, harga sawi: Rp 3000/kg, luas lahan 1150m2.

Tabel 6. Kelayakan ekonomi usaha tani tumpangsari cabai-seledri.

Uraian Jumlah Satuan Nilai (Rp)

Input

a). Benih cabai 4 bungkus 220.000

b). Polibag 1 pak 25.000

c) Pestisida hayati 4 paket 1.000.000

d) Pupuk organik 4 paket 800.000

e) Turus 3500 batang 1.400.000

f) Mulsa plastik perak hitam 4 roll 2.000.000

g). Dolomit 4 zak 140.000

h).Biji seledri 40 gram 80.000

h). Tenaga kerja 2.440.000

Total input 8.250.000

Output

Panen cabai 1150 kg 17.250.000

Panen seledri 6650 daun 2.216.000

Total output 19.466.000

Keuntungan 11.216.000

R/C 2,09

(7)

Tumpangsari cabai - bawang daun

Kelayakan ekonomi usahatani tanaman cabai secara tumpangsari dengan bawang daun dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisis usahatani cabai secara tumpangsari dengan bawang daun menguntungkan dan layak dikembangkan dengan nilai R/C = 2,47, lebih tinggi dari nilai R/C dari usahatani cabai secara monokultur serta tumpangsari cabai-sawi, tetapi lebih rendah dari nilai R/C dan cabai-seledri.

Tabel 7. Kelayakan ekonomi usaha tani tumpangsari cabai-bawang daun.

Uraian Jumlah Satuan Nilai (Rp)

Input

a). Benih cabai 4 bungkus 220.000

b). Polibag 1 pak 25.000

c) Pestisida hayati 4 paket 1.000.000

d) Pupuk organik 4 paket 800.000

e) Turus 3500 batang 1.400.000

f) Mulsa plastik perak hitam 4 roll 2.000.000

g). Dolomit 4 zak 140.000

h).Bibit bawang daun 14 kg 170.000

h). Tenaga kerja 2.440.000

Total input 8.380.000

Output

Panen cabai 1380 kg 20.700.000

Panen bawang daun 104,8 kg 1.362.400

Total output 22.062.400

Keuntungan 13.682.400

R/C 2,47

Keterangan: harga cabai: Rp 15.000,-/kg, harga bawang daun: Rp 13.000/kg, luas lahan 1150m2.

KESIMPULAN

Usahatani tanaman cabai yang ditanam secara tumpangsari dengan sayuran daun (sawi, seledri, dan bawang daun) sebagai tanaman sela lebih menguntungkan dibanding dengan yang ditanam secara monokultur. Produksi tanaman cabai merah yang ditanam secara tumpangsari dengan bawang daun memberikan hasil yang lebih tinggi yaitu sebesar 12 t/ha dari tanaman yang ditanam secara monokultur dan tumpang sari dengan sayuran daun lainnya (8 t/ha dan 10 t/ha) dengan serangan organisme pengganggu tanaman paling rendah (jumlah tanaman yang mengalami kertiting daun sebanyak 84 tanaman). Kelayakan ekonomi usahatani tumpangsari tanaman cabai dengan sayuran daun memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan usahatani cabai secara monokultur, dan yang paling menguntungkan serta sangat layak untuk dikembangkan adalah usahatani tumpang sari cabai-bawang dengan nilai R/C = 2,47.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Amali, Noor dan Susi Lesmayati. 2008. Budidaya dan Pengolahan Cabai Merah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Kalimantan Selatan.

Bahar Yul dkk. 2010. Standar Operasional Prosedur Cabai Merah. Direktorat Tanaman Sayuran dan Biofarmaka. Direktorat Jendral Hortikultura. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Bakar FF and DW Norman. 1975. Cropping System in Northern Nigeria. Workshop for the South and Southeast Asia Cropping System Network. IRRI Los Banos Philippines.

IRRI. 1972. Cropping System Programe. Annual Report Los Banos, Philippines.

Leihner DK. 1978. Agronomic Implication of Cassava Legume Intercropping System. Intercropping with Cassava. Proc. of International Workshop Held at Tivandum. India.

Palaniapan SP. 1988. Cropping System in The Tropics : Principles dan Management. Wiley Eastern Limited New Delhi and Tamilnadu Agricultural University Colmbatore.

Purwati E, Budi Jaya dan AS Duriat. 2000. Penampilan Beberapa Varietas Cabai dan Uji Resistensi Terhadap Penyakit Virus Kerupuk. Jurnal Hortikultura. 10(2): 88-94.

Samsudin HS. 1980. Bertanam Cabai. Bina Cipta. Majalengka. Jakarta.

Setiawati, Wiwin, Bagus K Udiarto, Agus Muharam. 2005. Pengenalan dan Pengendalian Hama-Hama Penting pada Tanaman Cabai Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Penegmbangan Pertanian. Bandung.

Sumarni, Nani dan Agus Muharam. 2005. Budidaya Tanaman Cabai Merah. Balai Penelitian. Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bandung.

Yingey WM and JC Steffens. 1991. The Environmental Control of Insect Using Plant Resistence. Handbook of Pest Management in Agriculture. Vol 1, 2nd Ed.CRC Press. 131-155.

Wulandari, Astri W, Neni Gunaeni, Ati Srie Duriat. 2007. Penyakit-penyakit Penting Tanaman Cabai dan Pengendaliannya. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Penegmbangan Pertanian. Bandung.

Gambar

Tabel 1. Hasil pengukuran tinggi tanaman dan bobot kering brangkasan tanaman cabai.
Tabel 4. Kelayakan ekonomi usahatani cabai monokultur secara ramah lingkungan.
Tabel 6. Kelayakan ekonomi usaha tani tumpangsari cabai-seledri.
Tabel 7. Kelayakan ekonomi usaha tani tumpangsari cabai-bawang daun.

Referensi

Dokumen terkait

Benih yang akan disimpan harus mempunyai viabilitas awal yang semaksimum mungkin untuk mencapai waktu simpan yang lama, sebab selama masa penyimpanan yang terjadi

Penelitian  dilakukan  pada  10  ekor  rusa  sambar  betina  dewasa,  umur  8  ‐10  tahun,  yang  dipilih  dari  49  ekor  rusa  dengan  kriteria  pernah 

Peserta didik dimotivasi dengan bertanya kepada siswa tentang tumbuhan yang ditampilkan pada  slide presentati on. Guru menyampaikan bahwa tanaman ini termasuk 

Sementara bentuk latihan fisik untuk meningkatkan komponen biomotorik futsal yang menunjang kinerja skill seperti kelincahan dan kecepatan jarang sekali diberikan,

Sesuai dengan proposal yang diajukan, lembaga kami siap untuk menyelenggarakan program PKM yang dibiayai dengan dana bantuan sosial dari Direktorat Pembinaan Kursus

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi minyak hati ikan kod dengan taraf yang berbeda pada pakan komersial berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap diameter

dongeng Yesus sebagai Anak Tunggal Tuhan yang turun untuk menebus dosa manusia, dari mana asalnya ceritera bintang yang jalan dilangit dan berhenti ditempat kelahiran Yesus,

Frans kekasih yang dijodohkan oleh ayah Alina kepada Alina, Sapta, Capt (sahabat Alina), Om Sardi, Dave, Rey (sahabat Alina), kemudian dengan Bram. Penelitian ini bertujuan