• Tidak ada hasil yang ditemukan

Meningkatkan jiwa Kebersamaan Melalui Pembelajaran Cooperatif Learning Tipe Talking Stick Pada Mata Pelajaran PKn.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Meningkatkan jiwa Kebersamaan Melalui Pembelajaran Cooperatif Learning Tipe Talking Stick Pada Mata Pelajaran PKn."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 Meningkatkan jiwa Kebersamaan Melalui Pembelajaran Cooperatif Learning Tipe

Talking Stick Pada Mata Pelajaran PKn Oleh

Meike Miyodu ABSTRAK

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran dimana siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dengan kemampuan yang beragam. Dalam pembelajraan kooperatif diharapkan terjadi interaksi sosial dan interaksi kognitif antara siswa sehingga tercipta jiwa kebersaan dalam dalam kelompok. Mengingat pokok-pokok bahasa dalam mata pelajaran PKn terdiri dri tiga komponang penting yaitu produk, proses dan sikap jiwa kebersamaan. Salah satu metode pembelajran yang tepat dibidang PKn adalah melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Penelitian ini menggunakan metoe pembelajran kooperatif tipe talking stick yang bertujuan untuk meningkatkan jiwa kebersaaan siswa pada pokok bahasan menapilkan perilaku kemerdekaan mengemukakan pendapat di kelas VII SMP Negeri 9 Pauyaman Kabupaten Boalemo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah melalui model pembelajaran talking stick dapat meningkatkan jiwa kebersamaan siswa padamata pelajaran PKn di kelas VII SMP Negeri 9 Paguyaman Kabupaten Boalemo.

Kata kunci : jiwa kebersamaan,kooperatif learning, talking stick. PENDAHULUAN

Peningkatan kualitas sumber daya manusia sudah merupakan suatu keharusan bagi bangsa Indonesia apalagi pada era globalisasi yang menuntut kesiapan setiap bangsa untuk bersaing secara bebas. Pada era globalisasi hanya bangsa-bangsa yang berkualitas tinggi yang mampu bersaing atau berkompetisi di pasar bebas. Dalam hubungannya dengan budaya kompetisi tersebut, bidang pendidikan memegang peranan yang sangat penting dan strategis karena merupakan salah satu wahana untuk menciptakan kualitas sumber daya manusia, oleh karena itu sudah semestinya kalau pembangunan sektor pendidikan menjadi prioritas utama yang harus dilakukan pemerintah sebagai motivator dan upaya meningkatkan mutu pendidikan.sekolah sebagai lembaga pendidikan formal berusaha meningkatkan mutu pendidikan yang dilakukan melalui proses belajar mengajar. Dalam proses ini, guru memegang peranan penting sebagai pembentuk kepribadian siswa secara utuh dan menyeluruh. Dengan demikian diperlukan profesionalisme seorang guru yang bertanggung jawab untuk melakukan proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan keberhasilan dalam belajar.

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II Pasal 3, dirumuskan bahwa pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. berorientasi pada fungsi dan tujuan pendidikan Nasional tersebut, maka sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan (formal), mempunyai misi dan tugas

(2)

2 yang cukup berat. Selanjutnya dikatakan bahwa sekolah berperan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dalam arti menumbuhkan jiwa kerja sama, memotivasi dan mengembangkan nilai-nilai budaya yang mencakup etika, logika, estetika, dan praktika, sehingga tercipta manusia yang utuh dan berakar pada budaya bangsa (Sumidjo, 2006 : 71) KAJIAN TEORITIS

Kajian tentang jiwa kebersamaan

Jiwa kebersamaan dapat diartikan sebagai cara yang digunakan oleh dua atau lebih dalam mencari atau meningkatkan pengetahuan, keterampilan sikap atau kemampuan pada umumnya yang dilakukan secara logis dan sistematis melalui kegiatan kelompok. Menurut M. Saleh Muntasir mengemukakan pengertian kebersamaan yaitu Kelompok yang terdiri dari tiga-empat anak, mereka mengadakan kegiatan bersama memecahkan kesulitan-kesulitan dengan pertolongan anak lain yang lebih cepat belajarnya, mereka bekerjasama yang paling menguntungkan si pelajar yang cepat itu juga mendapatkan keuntungan karena memberi pertolongan itu ia juga memantapkan apa yang ia ketahui

Sebagaimana pendapat tersebut diatas dapatlah disimpulkan bahwa yang dimaksud jiwa kebersamaan dalam penelitian ini adalah suatu kesatuan yang terdiri dari dua individu atau lebih yang telah menjalin interaksi dengan baik sehingga antar individu tersebut dapat pembagian tugas, struktur tertentu dalam usaha melakukan kegiatan bersama. Sedangkan kelompok belajar lebih ditekankan pada arti kegiatan belajar yang dilakukan oleh sekumpulan individu yang terorganisir atau dengan kata lain bahwa belajar kelompok merupakan wadah sekumpulan individu untuk melakukan kegiatan belajar bersama, sedangkan belajar kelompok menunjukkan pada kegiatan yang ada di dalamnya.

Berdasarkan pengertian di atas antara jiwa kebersamaan kelompok belajar tidaklah dapat dipisahkan dengan pengertian keduanya, sebab adanya sejumlah siswa yang belajar bersama, belum tentu mereka mempunyai jiwa kebersamaan yang berarti belum tentu pula mereka merupakan atau kelompok belajar dan mereka baru dapat dikatakan sebagai kelompok belajar apabila memenuhi aspek-aspek tertentu. S, Nasution mengemukakan aspek-aspek belajar sebagai berikut :Adanya interaksi, adanya tujuan bersama yang telah ditetapkan sebelumnya, adanya keterkaitan individu terhadap aturan-aturan kelompok, adanya kepemimpinan kelompok dan adanya perasaan yang sama dalam kelompok. Dengan demikian secara teoritis dapat dibahas secara terpisah antarakelompok belajar dan belajar kelompok, namun dalam prakteknya dapa tdipisahkan bahkan tidak dapat dipisahkan, karena kelompok belajar dapat terjadi dalam belajar kelompok. Dari uraian tersebut diatas, maka yang dimaksudkan dengan aktifitas belajar kelompok disini adalah suatu kegiatan yang mengarah pada perbuatan belajar dalam rangka memecahkan permasalahan, mencari jawaban dari bermacam-macam permasalahan, khususnya yang berkaitan dengan kebersamaan dalam menyelesaikan permasalahan.

.Kajian tentang pembelajaran kooperatif 1. Pengertian kooperatif

Pembelajaran Kooperatif atau Cooperative Learning merupakan istilah umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang untuk mendidik kerja sama kelompok dan interaksi antarsiswa. Tujuan pembelajaran kooperatif setidak-tidaknya meliputi tiga tujuan pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan social.

Strategi ini berlandaskan pada teori belajar M. Ibrahim (2007,24) yang menekankan pada interaksi sosial sebagai sebuah mekanisme untuk mendukung perkembangan kognitif. Selain itu, metode ini juga didukung oleh teori belajar information processing dan cognitive theory of learning. Dalam pelaksanaannya metode ini membantu siswa untuk lebih mudah memproses informasi yang diperoleh, karena proses encoding akan

(3)

3 didukung dengan interaksi yang terjadi dalam Pembelajaran Kooperatif. Pembelajaran dengan metode Pembelajaran Kooperatif dilandasakan pada teori Cognitive karena menurut teori ini interaksi bisa mendukung pembelajaran.

Model pembelajaran kooperatif learning mempunyai manfaat-manfaat yang positif apabila diterapkan di ruang kelas. Beberapa keuntungannya antara lain: mengajarkan siswa menjadi percaya pada guru, kemampuan untuk berfikir, mencari informasi dari sumber lain dan belajar dari siswa lain; mendorong siswa untuk mengungkapkan idenya secara verbal dan membandingkan dengan ide temannya; dan membantu siswa belajar menghormati siswa yang pintar dan siswa yang lemah, juga menerima perbedaan ini Ironisnya, model pembelajaran kooperatif belum banyak diterapkan dalam pendidikan walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat

Menurut Davidson dan Warsham (dalam Isjoni, 2011: 28), “Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang berefektifitas yang mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademik”.

Slavin (dalam Isjoni, 2011: 15) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen”. Jadi dalam model pembelajaran kooperatif ini, siswa bekerja sama dengan kelompoknya untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Dengan begitu siswa akan bertanggung jawab atas belajarnya sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan pada mereka.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan pembentukan kelompok yang bertujuan untuk menciptakan pendekatan pembelajaran yang efektif.

2. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif

Tujuan model pembelajaran kooperatif menurut Widyantini (2006: 4) adalah “hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya serta pengembangan keterampilan sosial”.

Johnson & Johnson (dalam Trianto, 2010: 57) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Louisell dan Descamps (dalam Trianto, 2010: 57) juga menambahkan, karena siswa bekerja dalam suatu tim, maka dengan sendirinya dapat dapat memperbaiki hubungan diantara para siswa dari latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses dan pemecahan masalah.

Inti dari tujuan pembelajaran kooperatif adalah untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa, dan memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa lainnya.

3. Prinsip Dasar Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Nur (dalam Widyantini, 2006: 4), prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut:

1) Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya dan berpikir bahwa semua anggota kelompok memiliki tujuan yang sama.

2) Dalam kelompok terdapat pembagian tugas secara merata dan dilakukan evaluasi setelahnya.

3) Saling membagi kepemimpinan antar anggota kelompok untuk belajar bersama selama pembelajaran.

(4)

4 4) Setiap anggota kelompok bertanggungjawab atas semua pekerjaan kelompok. 4. Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif menurut Nur (dalam Widyantini, 2006: 4)

sebagai berikut:

1) Siswa dalam kelompok bekerja sama menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.

2) Kelompok dibentuk secara heterogen.

3) Penghargaan lebih diberikan kepada kelompok, bukan kepada individu.

Model pembelajaran kooperatif memang ditonjolkan pada diskusi dan kerjasama dalam kelompok. Kelompok dibentuk secara heterogen sehingga siswa dapat berkomunikasi, saling berbagi ilmu, saling menyampaikan pendapat, dan saling menghargai pendapat teman sekelompoknya.

Kajian tentang model Talking stick

Dalam rangka memaksimalkan diterimanya suatu pengetahuan kepada anak didik(siswa), maka diperlukan suatu cara, langkah, atau juga seni dalam menyampaikan pelajaran.

Seni menyampaikan pelajaran atau pengetahuan dalam pendidikan ini biasa disebut dengan seni mengajar. Karena dalam mengajar membutuhkan seni, maka keterampilan dan keahlian seperti berbicara, dan atau menggunakan segala media untuk menyampaikan pengetahuan mutlak diperlukan.

Ilmu pendidikan, apa yang disebut dengan seni dan cara mengajar atau mendidik ini biasa disebut dengan metode atau juga model belajar-mengajar yang didalamnya memuat tentang teknik mengajar, tujuan, dan manfaat strategi yang didapatkan. Apa yang diinginkan dari teknik pembelajaran ini sebenarnya tidak jauh dari upaya pengembangan potensi siswa.

Konsep kompetensi yang kemudian melahirkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) beberapa tahun lalu, kita menemukan rumusan konseptual kompetensi, yaitu untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge), pengertian (understanding), keterampilan (skills), nilai (value), dan minat (interest). Lima muatan pengajaran dengan konsep kompetensi ini dimaksudkan untuk mengembangkan tiga potensi pendidikan di dalam diri manusia yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Titik pandang diataslah model pembelajaran penting adanya, termasuk model Talking Stick. Agar lebih terfokus dan terarah, maka penulis jelaskan tentang metode talking stick yang secara sistematis sebagai berikut:

1.Pengertian model Talking Stick

Agar lebih rinci, maka disini perlu pula diketahui pengertian dua kata kunci, yaitu metode dan talking stick.

a. Model

Dalam pengertiannya, apa yang disebut model adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat atau media untuk mencapai suatu tujuan. Hal ini berlaku bagi guru(model mengajar) maupun kepada murid (model belajar).

Karena model merupakan cara yang dalam pendidikan bertujuan untuk tercapainya tujuan pembelajaran, maka semakin baik metode mengajar yang dipakai guru dan metode belajar yang diterapkan kepada siswa, maka semakin efektif suatu usaha mencapai tujuan-tujuan pendidikan.

b. Talking stick

Talking Stick (tongkat berbicara) adalah model yang pada mulanya digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang berbicara atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan antar suku), sebagaimana dikemukakan Carol Locust berikut ini.

(5)

5 Tongkat berbicara telah digunakan selama berabad-abad oleh suku– suku Indian sebagai alat menyimak secara adil dan tidak memihak. Tongkat berbicara sering digunakan kalangan dewan untuk memutuskan siapa yang mempunyai hak berbicara. Pada saat pimpinan rapat mulai berdiskusi dan membahas masalah, ia harus memegang tongkat berbicara.

Tongkat akan pindah ke orang lain apabila ia ingin berbicara atau menanggapinya. Dengan cara ini tongkat berbicara akan berpindah dari satu orang ke orang lain jika orang tersebut ingin mengemukakan pendapatnya. Apabila semua mendapatkan giliran berbicara, tongkat itu lalu dikembalikan lagi ke ketua/pimpinan rapat. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Talking Stick dipakai sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara (berbicara) yang diberikan secara bergiliran/bergantian.

Talking Stick termasuk salah satu model pembelajaran kooperatif. Menurut Kauchack dan Eggen (dalam Azizah 2008, 51), pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja secara kolaboratif dalam mencapai tujuan.

Kolaboratif sendiri diartikan sebagai falsafah mengenai tanggung jawab pribadi dan sikap menghormati sesama. Peserta didik betanggung jawab atas belajar mereka sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dihadapkan pada mereka dan guru hanya bertindak sebagai fasilitator. model talking stick termasuk dalam pembelajaran kooperatif karena memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan pembelajaran kooperatif yaitu: 1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi

belajarnya.

2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

3) Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.

4) Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.

Model pembelajaran ini dilakukan dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya. Pembelajaran Talking Stick sangat cocok diterapkan bagi siswa SD, SMP, dan SMA/SMK. Selain untuk melatih berbicara, pembelajaran ini akan menciptakan suasana yang menyenangkan dan membuat siswa aktif.

Adapun model ini memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan, meningkatkan motivasi, kepercayaan diri dan life skill yang mana pendekatan tersebut ditujukan untuk memunculkan emosi dan sikap positif belajar dalam proses belajar mengajar yang berdampak pada peningkatan kecerdasan otak.

Jadi, model Talking Stick ini adalah sebuah model pendidikan yang dilaksanakan dengan cara memberi kebebasan kepada peserta didik untuk dapat bergerak dan bertindak dengan leluasa sejauh mungkin menghindari unsur-unsur perintah dan keharus paksaan sepanjang tidak merugikan bagi peserta didik dengan maksud untuk menumbuhkan dan mengembangkan rasa percaya diri.

2. Tujuan model Talking Stick

Setiap kegiatan belajar, tidak terlepas dari suatu tujuan yang hendak dicapai. Pada dasarnya, pencapaian tujuan pendidikan ditentukan oleh kemampuan guru, karena faktor pendidik sangat besar peranannya. Sekiranya pendidik itu baik, maka hasil pendidikannya akan lebih baik pula. Dan sebaliknya, pendidik yang belum siap mengajar tidak akan berhasil di dalam pelaksanaan pengajaran dan pendidikan.

(6)

6 Dengan demikian, seorang guru pada saat melakukan proses mengajar harus memperhatikan tujuan instruksional khusus yang ingin dicapai oleh murid. Sebab pencapaian pembelajaran khusus erat sekali kaitannya dengan tujuan pembelajaran, tujuan kurikuler, dan tujuan pendidikan nasional.

Belakangan perkembangan model pembelajaran menitik beratkan pada kemampuan murid dalam mengekspresikan seluruh potensi dan pemahamannya pada materi pelajaran. Diproyeksikan pada model ini, dominasi guru di dalam kelas tidak ada lagi. Karenanya, metode ceramah sebagaimana dilaksanakan sejak dulu ditinggalkan. Pada metode ini, partisipasi murid di nomor satukan. Tujuannya adalah untuk memandirikan murid dalam berpikir dan memperoleh pengetahuan, serta mengolahnya hingga murid benar-benar paham terhadap materi pelajaran yang diajarkan.

Perkembangan tujuan pendidikan ini berupa peningkatan pada teknik dan metode yang lebih variatif dan inovatif, dan partisipatif, yang berguna bagi perkembangan hasil belajar siswa. Dan tujuan dari inovasi pendidikan menurut Fuad Ihsan adalah untuk meningkatkan efesiensi, relevansi, kualitas dan efektifitas. Ini sesuai dengan arah inovasi pendidikan Indonesia yaitu: mengejar ketinggalan-ketinggalan yang dihasilkan oleh kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan mengusahakan terselenggaranya pendidikan sekolah maupun luar sekolah yang maju bagi warga Negara. Maka kemudian dikenallah yang namanya pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning). Konsep inti dari Cooperative Learning adalah menempatkan pengetahuan yang dipunyai siswa merupakan hasil dari aktivitas yang dilakukannya, bukan pengajaran yang diterima secara pasif.

Menurut Isjoni, Cooperative Learning dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar lebih baik, sikap tolong-menolong dalam beberapa perilaku sosial. Tujuan utama dalam penerapan model belajar mengajar Cooperative Learning adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara kelompok. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah, Dengan sudut pandang di atas, dapat disimpulkan bahwa sebuah metode penguasaan haruslah sesuai dengan tujuan pendidikan di atas, yaitu partisipasi murid untuk membangun kemandirian dalam memahami materi pelajaran.

Begitu pula dengan metode Talking Stick, bagaimanapun juga harus sesuai dengan tujuan pendidikan di atas. Adapun tujuan dari dirumuskannya metode Talking Stick bila dilihat dari rumusan konsep metode tersebut, yang didalamnya memperhatikan partisipasi siswa dalam memperoleh dan memahami pengetahuan serta mengembangkannya, karena metode Talking Stick merupakan salah satu metode dalam Cooperative Learnig, maka tujuan pada metode talking stick adalah untuk mewujudkan tujuan pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning).

3. Langkah-langkah model Talking Stick

Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam model talking stick ini adalah sebagai erikut:

a. Guru membentuk kelompok yang terdiri atas 5 orang. b. Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya 20 cm.

c. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari,kemudian memberikan kesempatan para kelompok untuk membaca dan mempelajari materi pelajaran.

(7)

7 d. Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat di dalam wacana.

e. Setelah kelompok selesai membaca materi pelajaran dan mempelajari isinya, guru mempersilahkan anggota kelompok untuk menutup isi bacaan. f. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu anggota

kelompok, setelah itu guru memberi pertanyaan dan anggota kelompok yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.

g. Siswa lain boleh membantu menjawab pertanyaan jika anggota kelompoknya tidak bisa menjawab pertanyaan.

h. Guru memberikan kesimpulan.

i. Guru melakukan evaluasi/penilaian, baik secara kelompok maupun individu. j. Guru menutup pembelajaran

4. Keuntungan dan Kelemahan model Talking Stick a. Keuntungan model Talking Stick yaitu:

1) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial

2) Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan

3) Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial

4) Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai sosial dan komitmen. 5) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois

6) Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa

7) Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan

8) Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesame manusia

9) Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik

10) Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, dan agama.

11) Menguji kesiapan siswa

12) Melatih membaca dan memahami dengan cepat 13) Agar siswa lebih giat lagi belajar.

b. Kelemahan model Talking Stick

Sangat tidak rasional kalau kita mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan memahami filsafat Cooperative Learning. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan contohnya, mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat mengganggu iklim kerjasama dalam kelompok.

Ciri utama dari pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru, bias terjadi cara belajar yang demikian apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah tercapai oleh siswa.

Keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang, dan hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali atau sekali-kali penerapan strategi ini.

Kajian tentang pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan 1. Arti pendidikan kewarganegaraan

(8)

8 Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2004). Pendidikan Kewarganegaraan mengalami perkembangan sejarah yang sangat panjang, yang dimulai dari Civic Education, Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, sampai yang terakhir pada Kurikulum 2004 berubah namanya menjadi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai individu, anggota masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Landasan PKn adalah Pancasila dan UUD 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, tanggap pada tuntutan perubahan zaman, serta Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004 serta Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kewarganegaraan yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional-Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Menengah-Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

2. Tujuan mata pelajaran Kewarganegaraan adalah sebagai berikut ini.

a. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menangggapi isu kewarganegaraan. b. erpartisipasi secara bermutu dan bertanggungjawab, dan bertindak secara cerdas dalam

kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.

d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. (Kurikulum KTSP, 2006) Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah melalui model pembelajaran talking stick dapat meningkatkan jiwa kebersamaan siswa padamata pelajaran PKn di kelas VII SMP Negeri 9 Paguyaman Kabupaten Boalemo.

Metode penelitian

Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindkan kelas. Metode ini digunakan dengan maksud agar peneliti bisa mengetahui secara langsug sejauh mana jiwa kebersamaan siswa menggunakan model talking stick.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Gambaran umum lokasi penelitian

Penggunaan metode pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dengan cara konvensional seperti ceramah masih mendominasi pada proses kegiatan belajar mengajar dalam kelas. Hal tersebut membuat aktivitas belajar siswa menjadi rendah sehingga diperlukan suatu inovasi baru dalam memperbaiki kualitas pengajaran pendidikan Kewarganegaraan agar aktivitas belajar siswa lebih meningkat. Salah satu cara yag digunakan peneliti pada proses pembelajaran ini adalah model pembelajaran

(9)

9 kooperatif tipe talking stick pada pendidikan Kewarganegaraan. Evaluasi serta respon siswa dilaksanakan pada setiap siklus yaitu untuk melihat apakah model pembelajaran yang dilakukan oleh guru dapat meningkatkan hasil belajar siswa serta melihat apakah perangkat yang digunakan oleh guru beroleh komentar baik atau senang.

Subyek yang dikenai tindakan dalam penelitian ini adalah kelasVII SMP Negeri 9 Paguyaman sebanyak 23 orang yang terdiri dari laki-laki 10 orang dan perempuan 13 orang, dibelajarkan dengan materi pokok yang diajarkan adalah bela negara dan dilaksanakan selama 2 kali pertemuan, setiap pertemuan 2 x 40 menit. Penelitian tindakan ini dilaksanakan dalam 2 siklus dan setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan, karena pada siklus I jiwa kebersamaan siswa belum sesuai dengan harapan kurikulum dan SKBM mata pelajaran PKn. Disamping itu masih ada aspek-aspek pengelolaan kegiatan belajar dan hasil belajar siswa pada siklus I yang masih berada dalam kriteria cukup.

2. Hasil pengamatan kegiatan pembelajaran siklus I pertemuan pertama a. Hasil pengamatan kegiatan guru

Siklus ini dimaksudkan untuk meningkatkan jiwa kebersamaan siswa sehingga mencapai target 75 % siswa yang sudah mendapatkan minimal nilai B ( 75 – 89 ) atau yang mendapatkan nilai ketuntasan belajar. Dalam penerapan model pembelajaran Talking Stick dibagi dalam 4 kelompok dan masing-masing kelompok mendapatkan tugas untuk menyelesaikan masalah yang telah diberikan sesuai materi pembelajaran. Analisis hasil pengamatan kegitan belajar mengajar ( KBM ) dengan model Talking Stick dalam pelaksanaan KBM ditemani oleh guru mitra dengan menggunakan lembar pengamatan.

Pengamatan kegiatan guru pada penelitian ini dilakukan oleh satu orang guru pendidikan Kewarganegaraan (pengamat).

b. Hasil pengamatan kegiatan siswa

Aspek yang diamati dalam kegiatan siswa meliputi 6 aspek sebagai berikut : 1) Kemampuan merespon penjelasan

2) Tanggung jawab dalam kelompok 3) Kerja sama dalam kelompok 4) Interaksi dalam kelompok

5) Kemampuna mengerjakan tugas bersama 6) Kemampuan bekerja kelompok

pengamatan siswa pertemuan pertama aspek yang pertama diamati yaitu kemampuan merespon penjelasan diawal pembelajaran, dari 23 orang yang diamati, 10 orang (43,5%) dikateogorikan sangat baik, 9 orang (39,1%) dengan criteria baik, dan 4 orang (17,4%) dengan criteria cukup, dari 23 orang yang diamati pada aspek tanggung jawab dalam kelompok, 6 orang (26,1%) dengan criteria sangat baik, 9 orang (39,1%) dikategorikan baik, 7 orang (30,4%) dikategorikan cukup dan 1 orang (4,4%) dikategorikan kurang, dari 23 orang yang diamati pada aspek kerja sama dalam kelompok, 5 orang (21,7%) dikategorikan sangat baik, 10 orang (43,5%) dikategorikan baik, 6 orang (26,1%) dikategorikan cukup dan 2 orang (8,7%) yang dikategorikan kurang, dari 23 orang yang diamati pada aspek interkasi dalam kelompok, 10 orang (43,5%) dikateogorikan sangat baik, 9 orang (39,1%) dengan criteria baik, dan 4 orang (17,4%) dengan criteria cukup, dari 23 orang yang diamati pada aspek kemampuan dalam mengerjakan tugas secara bersama, 6 orang (26,1%) dengan criteria sangat baik, 9 orang (39,1%) dikategorikan baik, 7 orang (30,4%) dikategorikan cukup dan 1 orang (4,4%) dikategorikan kurang, dari 23 orang yang diamati pada aspek kemampuan bekerja sama, 5 orang (21,7%)

(10)

10 dikategorikan sangat baik, 10 orang (43,5%) dikategorikan baik, 6 orang (26,1%) dikategorikan cukup dan 2 orang (8,7%) yang dikategorikan kurang,

3. Hasil pengamatan siklus I pertemuan kedua

siklus satu pertemuan kedua dilakukan mengacu pada pertemuan pertama pada siklus satu, kegiatan pada pertemuan kedua ini siswa dibimbing dalam masing-masing kelompoknya dan diberikan motivasi dan dorongan agar pemahaman dan kerja sama dalam kelompok dapat ditingkatkan.

a. Hasil pengamatan kegiatan guru

pengamatan kegiatan guru pada siklus I pertemuan kedua dari 16 aspek kegiatan guru yang dinilai hasil pencapaian menunjukan 14 aspek dikategorikan Baik (87,5%) dan 2 aspek dikategorikan Cukup (12,5%). Dari persentase kegiatan pengamatan di atas menunjukan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh guru mengalami peningkatan yang sangat berarti dan ini telah dibuktikan dengan usaha guru dengan cara membimbing siswa yang sebelumnya belum mampu dilaksanakan pada siklus I pertemuan pertama dan dengan selalu memberikan kesempatan kepada siswa menjadi seorang pemimpin dalam kelompok dan selalu aktif dalam kegiatan kelompok.

b. Hasil pengamatan kegiatan siswa

Aspek yang diamati dalam kegiatan siswa meliputi 6 aspek sebagai berikut : 1. Kemampuan merespon penjelasan

2. Tanggung jawab dalam kelompok 3. Kerja sama dalam kelompok 4. Interaksi dalam kelompok

5. Kemampuna mengerjakan tugas bersama 6. Kemampuan bekerja kelompok

pada pertemuan kedua telah terjadi peningkatan pada kegiatan siswa dimana aspek kemampuan merespon penjelasan diawal pembelajaran dari 23 orang siswa yang diamati, 9 orang (39,1%) yang dikategorikan sangat baik, 13 orang (56,5%) dikategorikan baik dan 1 orang (4,4%) dikategorikan cukup, dari 23 orang siswa yang diamati pada aspek tanggung jawab dalam kelompok, 10 orang (43,4%) yang dikategorikan sangat baik, 12 orang (52,2%) dikategorikan baik dan 1 orang (4,4%) dikategorikan cukup, dari 23 siswa yang diamati pada aspek kerja sama dalam kelompok, 11 orang (47,8%) yang dikategorikan sangat baik, 11 orang (47,8%) dikategorikan baik dan 1 orang (4,4%) dikategorikan cukup, dari 23 siswa yang diamati pada aspek interaksi dalam kelompok, 12 orang (52,2%) yang dikategorikan sangat baik dan 11 orang (47,8%) yang dikategorikan baik, dari 23 orang siswa yang diamati pada aspek kemampuan dalam mengertjakan tugas secara bersama, 10 orang (43,4%) yang dikategorikan sangat baik, 12 orang (52,2%) dikategorikan baik dan 1 orang (4,4%) dikategorikan cukup, dari 23 siswa yang diamati pada aspek kemampuan bekerja kelompok, 11 orang (47,8%) yang dikategorikan sangat baik, 11 orang (47,8%) dikategorikan baik dan 1 orang (4,4%) dikategorikan cukup.

1. Refleksi tindakan siklus I

Pada siklus I untuk penelitian ini setelah didiskusikan dengan guru pengamat didapatkan bahwa dari beberapa aspek baik dari kegiatan guru dan kegiatan siswa, pelakasanaan penelitian ini sudah mencapai 97%. dari hasil capaian tersebut telah terjadi peningkatan yang signifikan pada pertemuan kedua siklus I terhadap sikap jiwa kebersamaan siswa dalam kelompok melalui Talking Stick.

Karena pelaksanaan tindakan kelas pada penelitian ini sudah mencapai 97% atau hasil belajar siswa sudah sesuai yang diharapkan maka penelitian ini hanya pada siklus pertama.

(11)

11 B. Pembahasan

Penelitian pembelajaran kooperatif tipe talking stick pada pokok bahasan menampilkan perilaku kemerdekaan mengemukakan pendapat diawali dengan tahap persiapan dan seterusnya sebagaimana telah disajikan pada bab III dalam metode penelitian. Pembelajaran kooperatif learning tipe talking stick merupakan merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja secara kolaboratif dalam mencapai tujuan dimana model pembelajaran ini memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan, meningkatkan motivasi, kepercayaan diri dan life skill yang mana pendekatan tersebut ditujukan untuk memunculkan emosi dan sikap positif belajar dalam proses belajar mengajar yang berdampak pada peningkatan kecerdasan otak.

Dalam pelaksanaan tindakan penelitian pembelajaran kooperatif tipe talking stick selain mempersiapkan perangkat pembelajaran, juga mempersiapkan alat bantu berupa tongkat dalam proses pembelajaran serta lembar observasi bagi guru maupun untuk siswa. Setiap kegiatan belajar, tidak terlepas dari suatu tujuan yang hendak dicapai. Pada dasarnya, pencapaian tujuan pendidikan ditentukan oleh kemampuan guru, karena faktor pendidik sangat besar peranannya. Sekiranya pendidik itu baik, maka hasil pendidikannya akan lebih baik pula. dan sebaliknya, pendidik yang belum siap mengajar tidak akan berhasil di dalam pelaksanaan pengajaran dan pendidikan. Dengan demikian, seorang guru pada saat melakukan proses mengajar harus memperhatikan tujuan instruksional khusus yang ingin dicapai oleh murid, Sebab pencapaian pembelajaran khusus erat sekali kaitannya dengan tujuan pembelajaran, tujuan kurikuler, dan tujuan pendidikan nasional.

Proses belajar mengajar telah mampu meningkatkan jiwa kebersamaan belajar siswa pada setiap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, siswa terlibat langsung atau berperan aktif, terlihat bahwa siswa selalu merasa tertarik untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran yang diberikan peneliti dan selalu antusias untuk mempelajari kembeli materi yang telah diberiakan.

Ukuran yang digunakan untuk menetapkan keberhasilan model pembelajaran Talking Stick adalah perolehan nilai hasil evaluasi, dalam setiap pembelajaran yang didasarkan pada penilaian, hasil belajar siswa menunjukan gambaran tentang pemahaman yang dimiliki oleh siswa mengenai materi yang telah disampaikan pada kegiatan belajar mengajar. Pengamatan pada observasi awal, dimana data menunjukan bahwa nilai evaluasi siswa pada mata pelajaran PKn berada pada level dibawah target yang ditetapkan peneliti yakni 75% dengan rata-rata nilai 6,00 dari 23 siswa dikelas VII SMP Negeri 9 Paguyaman harus mendapatkan nilai minimal 75, maka peneliti menargetkan bahwa penelitian ini harus tuntas dalam I siklus II kali pertemuan.

Data yang diperoleh pada tahap pertama siklus I pertemuan pertama menunjukan hasil sikap kebersamaan siswa dalam kelompok yang diharapkan belum tercapai. Presentasi jiwa kebersamaan siswa sebesar 75% secara klasik, yakni hanya mencapai 73% dengan kriteria penilaian rata-rata B dimana terdapat 6 orang yang belum mempunyai jiwa kebersamaan dalam kelompok.

Berdasarkan pengamatan dari hasil evaluasi tersebut maka perlu dilanjutkan pada tahap selanjutnya dengan memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar yang bekenaan dengan :

a. Apersepsi, yakni dengan memberikan pengantar tentang materi waraga negara dan pewargangaraan dengan memberikan contoh masalah yang berkaitan dengan persamaan kedudukan waraga negara dilingkungan sekitar skitar siswa agar lebih mudah dipahami oleh siswa.

(12)

12 b. Motivasi, yakni memberikan dorongan pada setiap pembelajaran materi persamaan kedudukan warga negara agar siswa lebih memahami dalam setiap menerima materi yang diajarkan.

c. Adanya interaksi antar guru dan siswa, yakni berupa materi yang belum dikuasai oleh siswa, dan menjelaskan kembali tata cara model pembelajaran Talking Stick PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta mengacu pada permasalahan dan tujuan penelitian ini, maka dapat diberikan kesimpulan. Adanya peningkatan aktivitas dalam belajar siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe talking stick maka hipotesis yang berbunyi jika guru menerapkan model pembelajaran kooperatif learning tipe talking stick pada mata pelajaran PKn, maka jiwa kebersamaan siswa dapat meningkatkan hasil belajar siswa.aktivitas siswa lebih didominasi pada praktek dan melakukan keterampilan-keterampilan lainya.Aktivitas berlatih melakukan keterampilan kooperatif menjadi meningkat seiring dengan tingginya kreativitas guru dalam melatih keterampilan siswa. adanya perubahan terhadap jiwa kebersamaan siswa pada mata pelajaran PKn dimana sebelum dilakukan pembelajaran talking stick hanya mencapai 13 orang (50%) dari 23 orang jumlah siswa yang mempunyai jiwa kebersamaan dan setelah dilakukan perubahan-perubahan dengan menggunakan model pembelajaran cooperative talking stick maka jiwa kebersamaan siswa mencapai 86,94% dari 23 siswa dengan rata-rata nilai 6.00 ke atas.

B. Saran

Sehubungan dengan hasil penelitian ini, maka peneliti mengemukakan saran sebagai berikut :

1. Penggunaan model pembelajaran talking stick dapat meningkatkan aktivitas, kreativitas dan jiwa kebersamaan siswa dalam kelompok, maka hendaknya guru berusaha untuk selalu mengembangkan model ini dalam setiap pembelajaran.

2. Untuk mencapai kualitas proses belajar mengajar dan hasil belajar siswa yang baik diperlukan persiapan perangkat pembelajaran yang memadai.

3. Kiranya jiwa kebersamaan siswa yang sudah tercapai hendaknya dipertahankan dengan menerapkan model talking stick atau dengan model pembelajaran lainnya yang dapat meningkatkan jiwa kebersamaan siswa

(13)

13 DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2008. Prosedur Penelitian jilid II. Rineka Cipta: Bandung. Anita, Lie. 2009. Cooperative Learning. Grasindo: Jakarta

Chatarina, 2008. Peningkatan hasil belajar melalui model pembelajaran. Kanisus : Jakarta

Gulo, W. 2008 strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Grasindo Ibrahim, M. dkk. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : Unese Press

Isjoni, 2011. Stretegi untuk pembelajaran cooperative learning. Grasindo : Jakarta Imron, Ali. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Dunia Pustaka Jaya: Jakarta.

Ismail, Sumarno. 20011. Meteri Praktikum “Beberapa Strategi Pembelajaran Matematika”. UNG- Jurusan Matematika, F.MIPA: Gorontalo.

Joni, T. Raka, dkk. 2009. Dinamika Kelompok. Jakarta : P3G Depdikbud

Karim, 2006. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta : Pusat Kurikulum Balitbang Diknas.

Purwanto, Ngalim. 2011. Administrasi Pendidikan II. Mutiara: Jakarta.

Samatowa, Usman. 2007. Bagaimana Membelajarkan IPA di Sekolah Dasar. PT. Pustaka Indonesia Pres : Jakarta.

Samatowa, Usman. 2009. Pembelajaran Terpadu. Perc Raisal Gorontalo: Gorontalo. ---. 2009. Beberapa Model Pembelajaran dalam Pembelajaran Kelompok (Bahan

Ajar Telaah Kurikulum dan Buku Tes Matematika II). UNG – FIS: Gorontalo. Suparno, P. 2007. Filsafat Kontrukvitis dalam Pendidikan. Jakarta : Penerbit Kanisus Suriakusuma, dkk. 2009. Materi pokok PKn dan Kemasyarakatan. Jakarta : Universitas

Terbuka

Tilaar, H. 2010. Paradigma baru pendidikan Nasional. Editor : Ali Saukah. Jurnal Ilmu Pendidikan, jilid 10 Desember 2010. Jakarta : LPTK & ISPI

Referensi

Dokumen terkait

- in order for the item to be presented in the content section, some salient spatial property of the item shall exist within the specified bbox.

penilaian (bukan di akhir semester) baik secara individual, kelompok, maupun kelas. Bagi mereka yang berhasil dapat diberi program pengayaan sesuai dengan waktu yang tersedia

Satar Mese Barat, maka dengan ini kami mengundang saudara/I untuk melakukan Pembuktian Kualifikasi terhadap Dokumen Penawaran saudara yang akan dilaksanakan pada :.

Microsft Excel adalah suatu program aplikasi yang berupa kolom dan lajur elektronik yang di tunjukan untuk mengolah dokumen yang berupa angka, dimana angka

Pengukuran efisiensi sel surya dilakukan dengan memberi cahaya pada sambungan P-I-N dengan cahaya lampu dengan daya 100 mW/cm 2 Diukur tegangan maksimum dan arus maksimum,

Penelitian air tanah di Kabupaten Klaten mendasarkan UU No.7 Tahun 2004 Pasal 1Angka18 yaitu upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan

bahwa untuk lebih meningkatkan kegiatan penanaman modal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri untuk percepatan pembangunan dengan tetap meningkatkan

The hybrid fingerlings ( Catla catla x Labeo rohita ) gained higher body weight and maximum total length on sunflower meal, followed by cottonseed meal and bone meal.. The