• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Modal sosial dapat didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUN PUSTAKA. Modal sosial dapat didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat untuk"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

12 BAB II

TINJAUN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Definisi Modal Sosial

Modal sosial dapat didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat untuk bekerja sama, demi menjadi tujuan tujuan bersama, di dalam berbagai kelompok dan organisasi (Coleman, 1999). atau secara lebih konperehensif (Burt, 1992) mendefinisikan, modal sosial merupakan kemampuan masyarakat untuk berasosiasi berhubungan antara satu dengan yang lain dan selanjutnya menjadi kekuatan penting dalam ekonomi dan aspek eksistensi sosial lainnya.

Menurut (Burt, 1992) kemampuan asosiasi pada masyarakat tergantung dari kondisi masyarakat dapat saling berbagi untuk tercapainya sebuah titik temu norma – norma serta nilai nilai dalam kehidupan bersama. Kesepakatan bersama ini nantinya akan berdiri diatas kepentingan kepentingan individu masing masing dan pada akhirnya kepentingan komunitas masyarakat tersebutlah yang menjadi acuan.

Modal sosial dibentuk dari kehidupan masyarakat tradisional, dan dibentuk setiap hari oleh warga dan organisasi organisasi dalam masyarakat kapitalis modern. Modal sosial akan lebih berkembang ketika teknologi semakin berkembang, organisasi organisasi struktur hirarki semakin bersifat merata (horizontal), dan hirarki dari sistem usaha digantikan oleh jaringan (Fukuyama, 2005). Modal sosial merupakan seperangkat norma norma atau nilai nilai yang terbentuk secara informal. Umumnya norma norma yang terbentuk secara informal, yakni tidak terulis dan diumumkan. Sedangkan norma yang dibentuk melalui wewenang hierarkis lebih

(2)

13 menujukan kepada bentuk hukum tertulis.

Gambar 2.1 Rentang Norma

Terwujud secara hierarkis Terwujud secara spontan

Lebih Formal Kurang Formal

Diantara norma norma sosial, mulai norma hierarkis hingga norma spontan, ada pula hadir norma yang lain dari rasional hingga norma arasional. Sehingga akan terbentuk sebuah gabungan poros norma menjadi empat bilik norma.

Gambar 2.2 Jagat Norma

Rasional

Terbentuk secara hierarkis Terbentuk secara spontan

Arasional

Penggunaan kata rasional merujuk kepada realitas bahwa norma norma alternatif terbentuk melalui proses perdebatan panjang serta membandingkannya terlebih dahulu. Dalam proses pembuatan norma norma rasional, terjadilah diskusi

(3)

14 rasional yang dapat menghadirkan konsekuensi – konsekuensi buruk bila tidak menampung kepentingan kelompok kelompok perumus norma ini. Sedangkan norma norma arasional menjadi begitu vital perannya, seperti dukungan aspek moral dan agama turut mendukung tatanan sosial pertumbuhan ekonomi.

Modal sosial sebagai hubungan yang tercipta dari norma sosial yang menjadikan hal ini sebagai perekat sosial, yaitu terciptanya sebuah kesatuan dalam anggota kelompok secara bersama-sama. Pada jalur yang sama (Solow, 1999) mendefinisikan, modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma yang diwujudkan dalam perilaku yang dapat mendorong kemampuan dan kapabilitas untuk bekerjasama dan berkoordinasi untuk menghasilkan kontribusi besar terhadap keberlanjutan produktivitas.

Modal sosial adalah sebagai setiap hubungan hubungan yang terjadi dan himpun oleh suatu kepercayaan, kesaling pengertian, dan nilai-nilai bersama yang mengikat anggota kelompok untuk membuat kemungkinan aksi bersama dapat dilakukan secara efisien dan efektif, (Cohen dan Prusak L, 2001). Senada dengan Cohen dan Prusak L, (Hasbullah, 2006) menjelaskan, modal sosial merupakan segala sesuatu dimana dalam masyarakat tersebut bersama sama menuju kepada kemajuan dan perubahan yang pada dasarnya ditopang oleh norma – norma seperti kepercayaan.

2.1.2 Dimensi Modal Sosial Dalam Ekonomi.

Modal sosial berbeda dengan (human kapital) baik secara definisi serta terminologinya. Bentuk dari human kapital merupakan sebuah dimensi yang merujuk kepada pendidikan dan keterampilan pada manusia (Fukuyama, 1995). Human kapital

(4)

15 secara konvensional merupaka sesuatu yang diperoleh dari pendidikan pada universitas, jenjang pendidikan, pelatihan dan sebagainya yang berhubungan dengan peningkatan kapasitas. Sedangkan modal sosial merupakan kapabilitas yang lahir dari kepercayaan masyarakat umum atau kelompok kelompok kecil, untuk menunjang peroses kehidupan baik ekonomi maupun non ekonomi.

Dalam aspek ekonomi modal sosial merupakan aktifitas non pasar yang berimplikasi langsung terhadap proses ekonomi yakni peningkatnya income real (Filer, 1985), Bank Dunia (1999) meyakini modal sosial adalah sebagai sesuatu yang merujuk kedimensi institusional, hubungan-hubungan yang tercipta, dan norma-norma yang membentuk kualitas serta kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat. Modal sosial bukanlah sekedar deretan jumlah institusi atau kelompok yang menopang kehidupan sosial, melainkan dengan spektrum yang lebih luas. Yaitu sebagai perekat yang menjaga kesatuan anggota kelompok secara bersama-sama.

Norma norma yang terbentuk dalam kehidupan masyarakat berperan serta dalam proses ekonomi, aspek kepercayaan mendasari terciptanya sebuah sistem ekonomi yang kokoh, kepercayaan (trust) merupakan hal mendasar dalam ekonomi, paling sederhana kita bisa melihat proses transaksi terjadi bukan semata mata kita butuh akan barang tersebut akan tetapi ada hal yang lebih dalam dimana kita percaya bahwa barang yang dijajakan merupakan barang yang sesuai dengan yang dikatakan oleh penjual. Namun seiring berjalanya proses ekonomi terjadi degradasi moral yang mengakibatkan kegagalan pasar (market failure)

Stiglitz dalam Cowen, Crampton, Market failure terjadi karena adanya degradasi moral dalam proses ekonomi, dimana terdapat ketidak jujuran dalam

(5)

16 pelaksanaan implmentasi ekonomi sehingga menutupi informasi yang sebenarnya, ketidak terbukaan atas informasi ini menjadikan kecurangan ekonomi paling kecil dilihat ialah pengelabuan harga, bobot timbangan. Kejatuhan moral inilah yang disebut (moral hazard), dari kejatuhan moral ini menggiring para ekonom melakukan kejahatan ekonomi (economic crime).

Adam Smith dalam (Adam Thirer, 2009) “ The Theory of Moral Sentiments” : (Smith held) that people are born with a moral sense, just as they have inborn ideas of beauty or harmony. Our conscience tells us what is right and wrong: and that is something innate, not something given us by lawmakers or by rational analysis. And to bolster it we also have a natural fellow-feeling, which Smith calls “sympathy”. Between them, these natural senses of conscience and sympathy ensure that human beings can and do live together in orderly and beneficial sosial organizations. So our morality is the product of our nature, not our reason. And Smith would go on to argue that the same „invisible hand‟ created beneficial sosial patterns out of our economic actions too. The Theory of Moral Sentiments establishes a new liberalism, in which sosial organization is seen as the outcome of human action but not necessarily of human design. Indeed, our unplanned sosial order is far more complex and functional than anything we could reason out for ourselves (a point which Marxist politicians forgot, to their cost).

Adam Smith, The Theory of Moral Sentiments, 1759 dalam (W.I.M Poli, 2011). Adam smith mengemukakan tiga pasang kecenderungan moral dalam diri manusia yang mencegahnya bertindak berlebih lebihan dalam usaha mencapai

(6)

17 keuntungan pribadinya secara rasional. Ketiga pasang kecenderungan moral tersebut adalah:

1) Cinta kepada diri sendiri dan simpati kepada orang lain (self-love & sympathy).

2) Keinginan untuk bebas dan keterikatan pada rasa sopan santun terhadap orang lain (The desire to be free and sanse of propriety).

3) Kebiasaan untuk bekerja, menghasilkan apa yang dibutuhkan, dan kecenderungan untuk mengadakan pertukaran hasil produksi sendiri dengan hasil produksi orang lain (the habit of labour and the propensity to exchange).

Kecenderungan diatas merupakan gambaran bahwa moral memiliki peran sebagai “kaki” yang melangkah pertama untuk menjalankan apa yang menjadi tujuan selanjutnya oleh Adam Smith “kaki” Kedua yakni melangkahkan “kaki” kesejahteraan yang termuat dalam “An inqury in to the nature and causes of the wealth of nation”, sehingga kita dapat membayangkan bahwa ketika adam smith kehilangan satu “kaki”.

Dari kutipan diatas kita dapat melihat bahwa dimensi moral tercipta dalam kehidupan sosial melalui hubungan hubungan antar individu dalam masyarakat, sehingga kita dapat menyimpulkan ekonomi ada dalam masyarakat, dan didalam masyarakat ada individu, dan dalam individu ada moral.

2.1.3 Tipologi Modal Sosial

Dalam kajian kajian modal sosial banyak menjatuhkan perhatian terhadap hubungan interaksi sosial atau hubungan antara kelompok masyarakat dengan

(7)

18 kelompok masyarakat lainnya. Dimensi dimensi lain pula yang menarik perhatian ialah mengenai tipologi modal sosial, yaitu mengenai bagaimana pola pola iteraksi beserta konsekwensinya antara modal sosial yang berbentuk bonding/eksklusive atau berbentuk bridging/inclusive. Keduanya memilik sifat-sifat berbeda di dalamnya. Modal Sosial Terikat (Bonding Sosial Terikat)

Modal sosial terikat ini cenderung bersifat eksklusif, dimana sifat sifat yang terkandung hanya terbatas kepada iteraksi masyarakat kelompok itu sendiri, konsep ide relasi serta perhatian lebih berinteraksi kedalam (inward looking) ragam masyarakat ini pada umumnya homegen. Kelompok masyarakat ini sering disebut sacred society.

Sacred society mengedepankan dogma tertentu dan mempertahankan sifat dari masyarakat yang totalitarian, hierarchical serta tertutup. Dimana pola interaksi sehari hari mengdepankan norma yang menguntungkan anggota kelompok hierarki tertentu serta feodal. Walaupun kelompok masyarakat ini mempunyai keeksklusifan yang kuat namun tidak kuat untuk menciptakan modal sosial yang kuat.

Walaupun masyarakat ini bersifat inward looking bukan berarti masyarakat ini tidak mempunyai modal sosial, modal sosial itu ada akan tetapi hanya mempunyai akses terbatas serta kekuatan yang terbatas pula dalam satu dimensi saja. Dimensi itu yakni kohesifitas dimana pola nilai yang melekat lebih tradisional.

Modal Sosial yang Menjembatani (bridging sosial kapital).

Modal sosial ini yang disebut sebagai asosiasi, grup, atau lebih umum kita menyebutnya masyarakat. Prinsip yang dianut berdasarkan keuniversalan tentang persamaan, kebebasan serta nilai nilai kemajemukan, humanitarian.

(8)

19 Prinsip kemajemukan dan humanitarian, bahwasanya nilai-nilai kemanusiaan, penghormatan terhadap hak asasi setiap anggota dan orang lain yang merupakan prinsip dasar dalam pengembangan asosiasi, group, kelompok, atau suatu masyarakat. Kehendak kuat untuk membantu orang lain, merasakan penderitaan orang lain, berimpati terhadap situasi yang dihadapi orang lain, adalah merupakan dasar-dasar ide humanitarian.

Sebagai konsekuensinya, masyarakat yang menyandarkan pada bridging sosial kapital biasanya heterogen dari berbagai ragam unsur latar belakang budaya dan suku. Setiap anggota kelompok memiliki akses yang sama untuk membuat jaringan atau koneksi keluar kelompoknya dengan prinsip persamaan, kemanusiaan, dan kebebasan yang dimiliki. Bridging sosial kapital akan membuka jalan untuk lebih cepat berkembang dengan kemampuan menciptakan networking yang kuat, menggerakkan identitas yang lebih luas dan reciprocity yang lebih variatif, serta akumulasi ide yang lebih memungkinkan untuk berkembang sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan yang lebih diterima secara universal.

Mengikuti (Colemen, 1999), tipologi masyarakat bridging sosial kapital dalam gerakannya lebih memberikan tekanan pada demensi fight for (berjuang untuk). Yaitu yang mengarah kepada pencarian jawaban bersama untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kelompok (pada situasi tertentu, termasuk problem di dalam kelompok atau problem yang terjadi di luar kelompok tersebut). Pada keadaan tertentu jiwa gerakan lebih diwarnai oleh semangat fight againts yang bersifat memberi perlawanan terhadap ancaman berupa kemungkinan runtuhnya simbol-simbol dan kepercayaan-kepercayaan tradisional yang dianut oleh kelompok

(9)

20 masyarakat. Pada kelompok masyarakat yang demikian ini, perilaku kelompok yang dominan adalah sekedar hasrat bersolidaritas (solidarity making).

Bentuk modal sosial yang menjembatani (bridging kapital sosial) umumnya mampu memberikan kontribusi besar bagi perkembangan kemajuan dan kekuatan masyarakat. Hasil-hasil kajian di banyak negara menunjukkan bahwa dengan tumbuhnya bentuk modal sosial yang menjembatani ini memungkinan perkembangan di banyak demensi kehidupan, terkontrolnya korupsi, semakin efisiennya pekerjaan-pekerjaan pemerintah, mempercepat keberhasilan upaya penanggulangan kemiskinan, kualitas hidup manusia akan meningkat dan bangsa menjadi jauh lebih kuat.

2.1.4 Modal Finansial

Modal (barang modal) dapat diartikan sebagai barang barang yang diproduksi yang tahan lama dan pada gilirannya dapat digunakan sebagai input input untuk produksi lebih lanjut. (Samuelson, 2003). Ada tiga kategori utama dari barang modal;Struktur (yang di dalamnya berupa pabrik dan rumah). Perlengkapan ( barang barang konsumsi yang tahan lama seperti mobil dan perlengkapan produsen tahan lama seperti mesin, dan alat alat produksi ). Inventarisasi.

Modal menurut pengertian ekonomi adalah barang atau hasil produksi yang digunakan untuk menghasilkan produk lebih lanjut. Misalkan orang membuat jala untuk mencari ikan. Dalam hal ini jala merupakan barang modal, karena jala merupakan hasil produksi yang digunakan untuk menghasilkan produk lain (ikan).

Modal dapat dibedakan menurut kegunaan dalam proses produksi, pertama modal tetap adalah barang-barang modal yang dapat digunakan berkali-kali dalam proses produksi. Kedua modal lancar adalah barang-barang modal yang habis sekali

(10)

21 pakai dalam proses produksi.

Adapun bentuk dari modal ialah: Pertama modal konkret (nyata) adalah modal yang dapat dilihat secara nyata dalam proses produksi. Kedua modal abstrak (tidak nyata) adalah modal yang tidak dapat dilihat tetapi mempunyai nilai dalam perusahaan.

2.1.5 Modal Dalam Teori Klasik

Perkembangan kajian tentang modal dalam kelompok klasik, dalam hal ini dikembangkan oleh penelitian secara independen diantaranya E.V. Bohm – Bawarek (Austria), Knut Wickscell (Swedia), dan Irving Fisher (Amerika Serikat). diantaranya pengkajian tentang modal meliputi ketidak langsungan.

Dalam kajian ini modal mengutamakan pengorbanan terlebih dahulu untuk mencapai sebuah keutungan dimasa depan kemudian, sebagai analogi nelayan terlebih dahulu memikirkan memiliki perahu terlebih dahulu dari pada jaring dan kemudian menggunakan kedua – duanya untuk menangkap ikan. Sehingga dapat kita simpulkan investasi atas barang barang modal meliputi konsumsi sekarang yang hilang untuk meningkatkan konsumsi dimasa mendatang. Dengan mengkonsumsi sedikit pada waktu sekarang memberikan kesempatan bagi tenaga kerja untuk membuat jaring, agar dapat memaksimalkan penangkapan ikan untuk keesokan harinya.

“dengan mengorbankan konsumsi saat ini dan membangun barang barang modal saat ini, masyarakat dapat meningkatkan konsumsi mereka dikemudian hari” (Samuelson)

(11)

22 2.1.6 Pendapatan

Secara teoritis garis kemiskinan dapat dihitung dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pedapatan, dan pendekatan pengeluaran (Sumodiningrat, 1996).

Secara garis besar kebutuhan rumah tangga dapat dikelompokkan kedalam dua kategori besar, yaitu kebutuhan pangan dan non pangan. Dengan demikian pada tingkat pendapatan tertentu, rumah tangga akan mengalokasikan pendapatannya untuk memenuhi kedua kebutuhan tersebut. Secara alamiah kuantitas pangan yang dibutuhkan seseorang akan mencukupi sementara kebutuhan bukan pangan, termasuk kualitas pangan tidak terbatasi dengan cara yang sama.

Dengan demikian, besaran pendapatan yang dibelanjakan untuk pangan dari suatu rumah tangga dapat digunakan sebagai petunjuk tingkat kesejahteraan rumah tangga tersebut. Dengan kata lain semakin tinggi pangsa pengeluaran pangan, berarti semakin kurang sejahtera rumah tangga yang bersangkutan. Sebaliknya, semakin kecil pangsa pengeluaran pangan maka rumah tangga tersebut semakin sejahtera (Mulyanto, 2005).

Pendapatan rumah tangga amat besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi. Biasanya makin baik tingkat pendapatan, tingkat konsumsi makin tinggi. Karena ketika tingkat pendapatan meningkat, kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi menjadi semakin besar dan pola hidup juga menjadi berubah.

Setiap orang atau keluarga mempunyai skala kebutuhan yang dipengaruhi oleh pendapatan. Kondisi pendapatan seseorang akan mempengaruhi tingkat konsumsinya.

(12)

23 Makin tinggi pendapatan, makin banyak jumlah barang yang dikonsumsi. Sebaliknya, makin sedikit pendapatan, makin berkurang jumlah barang yang dikonsumsi. Bila konsumsi ingin ditingkatkan sedangkan pendapatan tetap, terpaksa tabungan digunakan akibatnya tabungan berkurang.

Permintaan terhadap barang non pangan pada umumnya tinggi. Keadaan ini terlihat jelas pada kelompok penduduk yang tingkat konsumsi pangan sudah mencukupi, sehingga peningkatan pendapatan akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang non pangan, ditabung, ataupun investasi (Kuncoro, 2007).

Pada tingkat pendapatan yang dibelanjakan atau pendapatan disposibel yang sangat rendah pengeluaran rumah tangga adalah lebih besar dari pendapatannya. Ini berarti pengeluaran konsumsi bukan saja dibiayai oleh pendapatannya tetapi juga dari sumber-sumber lain seperti dari tabungan yang dibuat pada masa lalu, dengan menjual harta kekayaannya, atau dari meminjam. Keadaan dimana terdapat kelebihan pengeluaran jika dibandingkan dengan pendapatan ini dinamakan dissaving. Semakin tinggi pendapatan disposible yang diterima rumah tangga, makin besar pula konsumsi pangan yang akan mereka lakukan. Akan tetapi pertambahan konsumsi pangan yang akan terjadi adalah lebih rendah dari pendapatan yang berlaku. Maka makin lama kelebihan konsumsi rumah tangga yang wujud kalau dibandingkan dengan pendapatan yang diterimanya akan menjadi bertambah kecil (Sukirno, 1981).

2.1.7 Modal Sosial Dalam Dimensi Pendapatan

Modal sosial merupakan faktor yang mempengaruhi terbentuknya pendapatan, lebih dalam melihat ranah ekonomi dapat disimpulkan ekonomi bekerja diranah kehidupan masyarakat yang paling mendasar dari kehidupan bermasyarakat itu

(13)

24 sendiri sehingga proses interaksi sosial merupakan variabel non-ekonomi namun berimplikasi terhadap berbagai variabel murni ekonomi. Modal sosial dapat diterjemahkan secara sifat yakni modal sosial bukanlah merupakan bentuk fisik namun merupakan sebuah aturan melekat dalam kehidupan masyarakat, fitur sosial serta individu yang menjalani (Coleman. 1988). Namun dari sifat modal sosial yang bukanlah berbentuk fisik sanggup untuk diperbaiki layaknya asset melalui pelatihan dan pemberdayaan, dengan proses pemberdayaan ini akan menuju kepada suatu bentuk penanaman moral, kepercayaan, serta sifat percaya diri.

Senada dengan (Sandefur dan Laumann. 1999) modal sosial merupakan variabel mempunyai kapasitas produktif yang sama seperti modal-modal berbentuk fisik yang dapat memberikan keuntungan mencapai tujuan-tujuan dari masyarakat.

Secara empiris kita dapat melihat bahwa modal sosial merupakan asset untuk dapat digunakan dan diatur penggunaannya melalui struktur sosial dan tepat penggunaannya dalam proses ekonomi, dari perspektif ini merupakan kemampuan dari masyarakat mengelolah penggunaan modal sosial dalam proses kegiatan hal inilah disebut sebagai “kapasitas sosial” (Reimer. 2002). Dalam hal ini menggambarkan bahwa modal sosial setara dengan input fisik seperti tenaga kerja, atau lahan yang dikombinasikan dalam proses menambah nilai guna dari output yang dihasilkan.

Dalam fungsi produksi neoklasik, output produksi ialah dengan mengkombinasikan berbagai faktor produksi terutama tenaga kerja dan modal. Maka berdasarkan pendapat Reimer “kapasitas sosial” ialah kemampuan dari masyarakat mengelolah faktor-faktor produksi dan modal sosial dalam proses ekonomi. Dari

(14)

25 proses produksi dengan mengkombinasikan input fisik dan non-fisik menghasilkan output yang menambah nilai guna yang dapat kita artikan pendapatan.

Dari beberapa penjelasan tantang hubungan modal sosial diatas maka modal sosial berimplikasi terlebih dahulu dalam masyarakat membentuk sebuah tatanan kesamaan paradigma tentang penglolaan sumber daya produksi dalam kegiatan ekonomi, paradigma inilah yang membentuk “kapasitas sosial” dalam keputusan keputusan pengelolaan input fisik maupun input non-fisik dan pengelaborasi kedua input ini. Setelah matang dalam proses pengolaan dan pengelaborasi input fisik serta input non-fisik maka langkah produksi dijalankan, proses produksi yang berjalan akan mendorong terciptanya pendapatan, kerangka kerja modal sosial dalam proses produksi dapat kita lihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3.

Prinsip Kerja Modal Sosial

MODAL SOSIAL

PARADIGMA

KAPASITAS SOSIAL

INPUT FISIK INPUT NON-FISIK

PENDAPATAN PRODUKSI

(15)

26 2.1.8 Modal Finansial Terhadap Pendapatan

Modal finansial dalam dalam proses produksi merupakan input yang akan mendukung terciptanya pendapatan, pendapatan tercipta dikarenakan hasil pengelolaan input menjadi output sehingga output yang dihasilkan menambah nilai guna dan berimplikasi terhadap pendapatan usaha.

Sumber-sumber dari modal finansial dapat bersumber dari rentenir, bank, koperasi serta lembaga lembaga keuangan lainnya. Besar dari modal finansial berpengaruh besar terhadap pendapatan usaha. Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Yusuf Djumran & Arif. 2008) bahwa pendapatan yang diberikan melalui lembaga keuangan swadaya masyarakat “pa‟palele” berperan aktif dalam menjembatani kegiatan produksi nelayan pada kecamatan galesong, serta meningkatkan pendapatan masyarakat.

Eksistensi dari modal finansial berimplikasi positif untuk proses produksi begitu juga sebaliknya ketika modal finansial berkurang maka kecenderungan rendahnya produksi akan mempengaruhi pendapatan usaha, hal ini senada dengan penelitian (Fatihudin Udin, Adam, Hariyadi, Iis Holisin. 2007). Dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa tingkat produktifitas dari pengrajin sepatu pada pasar krisan Sidoarjo mangalami kendala akses modal finansial oleh sebab itu produktifitas terhambat pendapatan tidak mengalami kenaikan.

(16)

27 2.2 Penelitian Sebelumnya

No Judul/peneliti/tahun Hasil penelitian

1 “Faktor pembentuk mutu modal manusia, modal sosial dan pengaruhnya terhadap kesejahteraan rumah tangga keluarga. (Studi pada Rumah Tangga Petani, Nelayan, dan Pedagang di Pedesaan dan Perkotaan di Sumatera Barat)”/ Yulhendri/2011

1) Tingkat kesejahteraan rumah tangga secara langsung dipengaruhi oleh mutu modal manusia. Sementara itu tingkat pendidikan dan modal sosial tidak memiliki pengaruh secara langsung terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga.

2) Mutu modal manusia dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan motivasi belajar kepala rumah tangga. Sementara itu intensitas merantau tidak memiliki pengaruh secara langsung dalam pembentukan mutu modal manusia rumah tangga keluarga

3) Mutu modal Sosial rumah tangga dipengaruhi oleh motivasi belajar kepala rumah tangga. Sementara itu intensitas merantau dan tingkat pendidikan kepala rumah tangga tidak memiliki pengaruh langsung dalam pembentukan mutu modal sosial rumah tangga.

4) Hasil analisis yang dilakukan menemukan tidak ada perbedaan antara tingkat kesejahteran, mutu modal manusia dan modal sosial, intensitas merantau, tingkat pendidikan dan motivasi belajar antara rumah tangga yang tinggal di desa dan di kota di Sumatera Barat. 5) Perilaku rumah tangga dalam

intensitas merantau, bersekolah, dan motivasi belajar tidak jauh berbeda antara petani, nelayan dan pedagang dalam pembentukan mutu modal manusia dan modal sosial dan tingkat kesejahteraan. Namun ada sedikit perbedaan dalam hal tingkat kepercayaan antara rumah tangga pedagang dengan nelayan, kasih

(17)

28 sayang antara rumah tangga pedagang dengan petani dan rasa aman antara pedagang dan petani. 2 “Potret Kehidupan Sosial Ekonomi

Pedagang Kaki Lima di Kota Makassar (Kasus Penjual Pisang Epe di Pantai Losari)”/ Yunus Auliya/2011

1) Keadaan sosial ekonomi penjual pisang epe di pantai losari cukup memadai.

2) Sebagai pekerja di sektor informal,keadaan tempat tinggal mereka yang status kepemilikan rumah sendiri yang terbuat dari setengah batu.

3) Kesadaran yang tinggi akan pentingnya kesehatan bagi kelangsungan hidup.

4) Hubungan sosial yang baik antar sesama penjual pisang epe walaupun persaingan tetap ada.

3 “Dinamika Modal Sosial Masyarakat Pesisir dalam

Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan Lautan (studi kasus pada desa desa pesisir desa asahan)

/Muhammad Badrun/2005

1) Masyarakat kehilangan kepercayaan kepada pemerintah diakibatkan arah kebijakan yang tidak melalui proses pengambilan kebijakan bottom – Up, sehingga proses pembangunan dan pengembangan dibidang perikanan dan kelautan terhambat. 2) Terdapat pula korelasi yang erat

karakter individu masyarakat pesisir dalam hubungannya terhadap pembentukan karakter modal sosial terkhusus nelayan petambak.

4 “Making Democracy Work civic

Traditions in Modern Italy“ / Robert Putnam / 1993

1) Desentralisa telah menumbuhkan modal sosial, partisipasi warga dalam kewargaan pada tingkat local telah membentuk demokrasi serta komitmen warga yang luas maupun hubungan hubungan horizontal : kepercayaan (trust), toleransi, kerjasama, dan solidaritas yang dimana disebutkan oleh Putnam merupakan komunitas sipil (civil community)

2) Kawasan Italy utara lebih maju ketimbang Italy selatan baik dari segi desentralisasi, demokrasi local,

(18)

29 modal sosial, tradisi kewargaan, serta pembangunan ekonomi. Kawasan utara Italy merupakan kawasan industri yang telah sejak lama memiliki tradisi kewargaan. Penghasilan dikawasan utara lebih tinggi dibandingkan dengan selatan, pada bagian utara Italy terdapat perusahaan keluarga yang begitu banyak perusahaan berdiri pada titik fital modal sosial, hal ini berbeda dengan selatan yang muncul

(19)

30 2.3 Kerangka Pikir

Pada kerangka fikir tersebut menjelaskan hubungan antara variable, serta masalah penelitian yang telah dirumuskan ialah pertama kita melihat dalam pembentukan pendapatan sektor informal terdapat dua faktor ekonomi dan non-ekonomi saling berkaitan. Dari kedua faktor ekonomi dan non-ekonomi ialah Modal Finansial dan Modal Sosial dimana masing masing dari variable tersebut memiliki bagian bagian, dari kedua variable tersebut saling berkolaborasi dalam pola interaksi.

Pendapatan usaha sektor informal

Faktor ekonomi Faktor non

ekonomi Modal finansial; - Aksesibilitas Modal -Bunga tinggi (rentenir) Pola interaksi Modal sosial; - Moral -Trust -jaringan sosial (hubungan sosial)

Karakteristik pedagang kecil pada Universitas Hasanuddin.

(20)

31 Faktor non-ekonomi (Modal Sosial)

Pengaruh dari modal sosial dalam pembentukan pendapatan sangat berperan penting, dengan sifat dari modal sosial merupakan modal berbentuk non-fisik tetap berpengaruh sejalan dalam fungsi faktor produksi yang bersifat fisik seperti fungsi produksi neoklasik. Dari beberapa jurnal penelitian diantaranya (Bjørnskov. 2002), menyebutkan bahwa modal sosial berpengaruh terhadap pembentukan pendapatan di Denmark.

Sejalan dengan penelitian oleh Bjørnskov, modal sosial pula menjadi salah satu variabel pembentuk pendapatan pada masyarakat pedesaan di Kanada oleh (Teipoh & Reimer. 2004) dalam jurnal ekonomi berjudul “Social capital, information flows, and income creation in rural Canada”. Dimana dalam jurnal tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa pendapatan rumah tangga dipengaruhi oleh adanya faktor modal sosial, serta ketersediaan stok modal sosial berpengaruh positif terhadap pendapatan.

Berdasarkan beberapa jurnal maka kerangka fikir dalam penelitian ini, mengambarkan hubungan dari modal sosial sebagai faktor non-ekonomi berperan serta dalam pembentukan pendapatan pada usaha sektor informal. Bagian-bagian modal sosial dalam penelitian ini merujuk kepada (Fukuyama. 1995) yakni moral, kepercayaan (trust), jaringan sosial.

Faktor Ekonomi (Modal Finansial)

Dalam variabel ekonomi terdapat masalah ekonomi dalam mencapai tingkat pendapatan berupa : aksessibilitas modal yang terbatas, tingkat bunga yang tinggi, ketidak pastian pendapatan. Masalah dari keterbatasan aksesibilitas modal merupakan

(21)

32 faktor yang mempengaruhi pembentukan pendapatan sektor informal, modal yang terbatas tentunya tidak memaksimalkan produkstifitas. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Fatihudin, Adam, Harioadi, Holisin. 2007) menyebutkan bahwa keterbatasan modal pada pengrajin sepatu dipasar Krisan Sidoarjo menyebabkan tidak maksimalnya produkstifitas sehingga menyebabkan pendapatan tidak mengalami kenaikan.

Dalam aksesibilitas modal ada beberapa pilihan sumber pembiayaan formal baik dari bank maupun rentenir, pinjaman modal dari bank maupun rentenir selalu dalam proeses pengembalian diikuti dengan pembayaran pokok pinjaman beserta beban bunga. Pada umumnya yang menjadi sumber permodalan bagi sektor informal ialah melalui rentenir, sebagaimana kita ketahui beban bunga pastinya akan memberatkan serta menggerus pendapatan usaha sektor informal.

Suku bunga yang diberikan sebagai nominal persen pertahun merupakan bunga yang akan dibayarkan jika jumlah tersebut dipinjam sepanjang satu tahun, penetapan bunga akan disesuaikan dengan periode waktu pembayaran ditetapkan secara proposional (Samuelson. 2003).

Rentenir merupakan bentuk dari penyedian kekurangan modal pada masyarakat dalam pengaksesannya serta merapkan bunga yang tinggi sehingaa membebani usaha kecil (Ridwan. 2006). Menurut dari laporan BPS tahun 2000 menyebutkan bahwa hanya sebagian kecil usaha yang mengunakan bank sebagai media keuangan dalam pengaksesan modal usaha, ini membuktikan bahwa ada kesenjangan antara pihak bank serta usaha kecil. Ketidak mampuan dari perbankan ini menjadikan adanya celah bagi rentenir untuk mengisi kekosongan ketersedian

(22)

33 modal pada usaha kecil dengan bunga yang tinggi (Muhammad. 2000).

Proses Interaksi

Dari masalah yang terjadi pada lingkungan sosial ekonomi pada pedagang kecil, kita melihat aspek lain yang mempengaruhi serta berelaborasi dengan variabel ekonomi untuk peningkatan pendapatan. Aspek lain ini berupa modal sosial pada pedagang kecil dimana terdapat hubungan hubungan non ekonomi yang mempengaruhi tingkat pendapatan dari pedagang kecil, aspek modal sosial dalam lingkungan para pedagang kecil meliputi trust (kepercayaan), hubungan emosional antara pedagang dengan pedagang dan hubungan mahasiswa dengan pedagang tersebut.

2.4 Definisi Operasional

1. Modal sosial meliputi moral, kepercayaan (trust), jaringan sosial yang berkembang pada lingkungan masyarakat melakukan rutinitas keseharian serta berpengaruh terhadap mental model dan paradigma melihat realita.

2. Modal finansial merupakan modal fisik yang dijadikan input dalam proses produksi yakni berupa uang.

3. Pendapatan merupakan omset dari hasil kegiatan usaha yang dijalankan sektor informal.

4. Sektor informal ialah pedagang makanan yang menjual pada daerah sekitar fakultas ataupun kantin sentral universitas.

5. Sektor informal terkelola merupakan pedagang makanan yang berjualan pada foodcourt yang disediakan universitas melalui bidang sarana dan prasarana dengan dikenakan biaya sewa.

(23)

34 6. Sektor informal tidak terkelola merupakan pedagang makanan yang berjualan

Gambar

Gambar 2.2  Jagat Norma

Referensi

Dokumen terkait

[r]

selama % bulan inyatakan berhasil mereakan akti=itas y'oba'terium )"# maka untuk pengobatan selanjutnya igunakan kombinasi obat sebagai berikut ....

Data tersebut menunjukkan bahwa terdapat peningkatan aktivitas, interaksi, dan hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada

digunakan oleh guru adalah PBL dan iquiry. Pemilihan model pembelajaran ini ditentukan berdasarkan materi yang sedang diajarkan, serta kondisi dan kemampuan

Menurut hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa Wideband amplifier adalah Penguat sinyal untuk gelombang yang mampu melakukan transmisi data dengan

Kesalahan pengobatan dapat terjadi pada masing-masing proses dari peresepan, mulai dari penulisan resep, pembacaan resep oleh apoteker, penyerahan obat sampai

Yaitu gunung api yang terletak di puncak pegunungan yang membusur. Magma d.ari bagian atas selubung bumi yang tcrlctak di bawnh suntu pegunungan akan naik sepanjang

Jika dari hasil uji stasioneritas berdasarkan uji ADF diperoleh data seluruh variabel belum stasioner pada level, atau integrasi derajat nol I(0), maka untuk memperoleh