• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian : Pemanfaatan Zeolit Lokal Gunungkidul Yogyakarta Untuk Optimasi Sistem Biogas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kajian : Pemanfaatan Zeolit Lokal Gunungkidul Yogyakarta Untuk Optimasi Sistem Biogas"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Kajian : Pemanfaatan Zeolit Lokal Gunungkidul – Yogyakarta Untuk

Optimasi Sistem Biogas

Satriyo Krido Wahono

Staff Peneliti UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia – LIPI Desa Gading Kecamatan Playen Kab. Gunungkidul – Yogyakarta

Telp/Fax : (0274) 392570

E-mail : dna_tqim@yahoo.com, satr002@lipi.go.id

Abstrak

Biogas mengandung metana yang merupakan sumber energi dan gas pengotor lainnya dengan kemurnian berkisar 40 – 75 %. Konsentrasi metana yang belum optimal menghasilkan nilai energi yang tidak optimal, khususnya dalam aplikasinya sebagai bahan bakar yang dapat dikonversi menjadi listrik dengan menggunakan co-generator atau fuel cell. Sistem pemurnian metana dari biogas dapat dirancang dengan mengggunakan beberapa metode, salah satunya adalah adsorber padat berupa zeolit. Kabupaten Gunungkidul – Yogyakarta memiliki potensi lokal berupa zeolit yang dapat dimanfaatkan sebagai adsorber umum gas pengotor biogas. Zeolit alam yang telah diaktivasi memiliki potensi untuk menyerap uap air, CO2 dan H2S yang

merupakan gas pengotor utama dalam biogas, sedangkan metana tidak terserap. Oleh karena itu, zeolit lokal Gunungkidul – Yogyakarta merupakan adsorber potensial dalam upaya optimasi sistem biogas khususnya untuk meningkatkan kemurnian metananya melalui sifatnya yang multi-adsorpsi.

kata kunci : biogas, pemurnian metana, adsorber, zeolit lokal Gunungkidul, multi-adsorpsi

Abstract

Biogas contain 40 – 75 % methane as energy resourches and another gas impurities. Methane concentration have relation with biogas energy value, especially in aplication as fuel for electricity convertion using co-generator or fuell cell. Methane purification system can designed by using some methodes, one of them is zeolite as solid adsorber. Gunungkidul – Yogyakarta have zeolite as local resourches that can be used general adsorber for gas impurities in biogas. Activated natural zeolite can be used for adsorp main gas impurities in biogas, they are moisture, CO2 and H2S, but methane was released by zeolite. Local zeolite of Gunungkidul – Yogyakarta

was potential adsorber for biogas system optimization especially to purify methane by multi-adsorption character of zeolite .

keywords : biogas, methane purification, adsorber, local zeolit of Gunungkidul, multi-adsorption

1. Pendahuluan

Krisis energi yang dipicu naiknya harga minyak dunia turut menghimpit kehidupan masyarakat berbagai lapisan di Indonesia, karena tingkat kebutuhan akan BBM yang terus meningkat. Buruknya pengaruh pembakaran BBM ke lingkungan juga menjadi faktor pendorong pencarian dan pengembangan energi alternatif non BBM. Langkah awal yang dapat diterapkan adalah dengan penghematan energi untuk mengatasi permasalahan konsumsi energi dalam jangka pendek, kemudian perlu dilakukan kebijakan lanjutan berupa diversifikasi sumber energi untuk mengejar ketertinggalan produksi energi yang tersedia (Wahono, 2008).

Indonesia memiliki potensi sumber daya peternakan yang dipergunakan selain untuk pemenuhan kebutuhan pangan, juga berpotensi sebagai sumber energi dengan menggunakan teknologi biogas. Biogas dapat dimanfaatkan untuk pembangkitan panas dan listrik, bahan bakar kendaraan bermotor, injeksi ke dalam sistem perpipaan gas dan dikonversi menjadi bahan kimia yang lain (Kangmin dan Wan Ho, 2006). Teknologi biogas telah dikembangkan di berbagai negara, Denmark sejak tahun 1970-an serta Cina dan India sejak tahun 1980-an (Raven dkk, 2005; Setyo, 2005). Biogas termasuk teknologi energi yang multifungsi karena residu proses biogas juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk berkualitas tinggi. Selain itu pemanfaatan metana dalam biogas merupakan tindakan ramah lingkungan karena tanpa dimanfaatkan metana hasil penguraian limbah secara natural akan terlepas dan mencemari atmosfer sebagai salah satu gas rumah kaca.

(2)

Kemurnian biogas yang dihasilkan dari biodigester belum optimal, dengan komposisi gas utama berupa metana. Salah satu adsorber padat yang berpotensi untuk memurnikan metana tersebut adalah zeolit. Di Indonesia, deposit zeolit alam cukup besar dan kemurniannya cukup tinggi dengan konsentrasi kandungan silika sekitar 60%. Daerah tambang zeolit diantaranya adalah daerah Lampung Selatan, Bayah, Cikembar, Cipatujah, Jawa Barat Nangapada, Kabupaten Ende NTT, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Gunung Kidul (Widayat 2008). Kabupaten Gunungkidul – Yogyakarta selain memiliki potensi zeolit alam, juga memiliki potensi sumber daya peternakan cukup besar dengan jumlah sapi 114.670 ekor (sekaligus potensi biogas) yang merupakan jumlah sapi terbesar di propinsi D. I. Yogyakarta (www.gunungkidulkab.go.id).

Kajian ini bertujuan untuk mempelajari potensi pemanfaatan zeolit lokal Gunungkidul – Yogyakarta untuk optimasi sistem biogas sebagai adsorber untuk pemurnian metana dalam biogas, sehingga dengan konsentrasi metana lebih tinggi diharapkan dapat menghasilkan pemanfaatan energi biogas yang lebih luas.

2. Metodologi

Proses pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan cara studi pustaka melalui buku, laporan penelitian, jurnal, dan internet. Penulis juga dilakukan observasi langsung terhadap penggunaan dan pemanfaatan instalasi biogas dan usaha penambangan zeolit di Kabupaten Gunungkidul. Data dan informasi tersebut diolah menjadi kajian tentang pemanfaatan zeolit lokal Gunungkidul – Yogyakarta untuk optimasi sistem biogas.

3. Hasil dan Diskusi

Proses Pembentukan Biogas

Biogas adalah bahan bakar gas yang dihasilkan oleh proses fermentasi anaerobik dari bahan organik berupa pupuk, lumpur kotoran ternak, limbah padat sampah kota, limbah terbiodegradasi atau bahan terbiodegradasi lainnya dalam kondisi anaerob (wikipedia.org). Proses pembentukan biogas melalui fermentasi anaerob yang terdiri dari tiga tahap yaitu hidrolisis, asidogenik dan metanogenesis seperti pada gambar 1. Berdasarkan tahapan proses pembentukan biogas dapat diketahui bahwa dihasilkan berbagai macam gas selain metana. Gas pengotor yang ada dalam biogas adalah CO2, H2S dan beberapa gas lain dalam jumlah kecil serta pengotor lain berupa uap air dan partikulat. Komposisi kandungan gas dalam biogas seperti pada tabel 1.

(3)

Tabel 1. Komposisi kandungan gas dalam biogas

No Jenis Gas Satuan (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) Komposisi 1 Metana (CH4) % 54 – 70 55 – 65 55 – 75 50 – 75 55 – 70 40 – 70 50 – 60 2 Karbon Dioksida (CO2) % 27 – 45 35 – 45 25 – 45 25 – 40 30 – 45 30 – 60 40 – 60 3 Hidrogen Sulfida (H2S) ppm Sedikit 0 – 1 0 – 3 < 2 < 500 0 – 3 < 100 4 Nitrogen (N2) % 0,5 – 3 0 – 3 0 – 0,3 < 2 0 – 2 - - 5 Hidrogen (H2) % - 0 – 1 1 – 5 < 1 - 0 – 1 - 6 Oksigen (O2) ppm 0,1 - 0,1 – 0,5 < 2 - - -

Keterangan : (a) Harahap dkk, 1980; (b) Arifin dkk, 2008; (c). www.kolumbus.fi; (d) Hambali dkk, 2007; (e) Monnet, 2003; (f) Muryanto dkk, 2006; (g) Pellerin dan walker, 1988

Teknologi Pemurnian Biogas

Komposisi biogas yang mengandung berbagai pengotor menyebabkan diperlukannya proses pemurnian metana dalam biogas agar energi yang diperoleh dapat optimal. Pada umumnya, proses pemurnian biogas digolongkan menjadi 5 (lima) yaitu (1) Absorpsi menggunakan larutan penyerap; (2) Adsorpsi meggunakan padatan; (3) Permeasi melalui membran; (4) Konversi kimia menjadi senyawa lain; maupun (5) Kondensasi (Kohl dan Neilsen, 1997). Prosedur pemurnian bisa terdiri dari dari dehidrasi sederhana sampai pemisahan secara sempurna kandungan H2O, H2S, CO2, dan CH4. Pemisahan menggunakan bahan penyerap padat dan cair bisa dilakukan baik secara kimia maupun fisika (Sarkar dan Bose, 1997).

Kandungan uap air di dalam biogas biasanya bervariasi antara 5 hingga 100 % (jenuh dengan uap air) yang dapat dipisahkan antara lain dengan pemisahan secara gravitasi menggunakan in-line gravity outflow, penyaringan, triethylene glycol system (TEG), molecular sieves, pemanasan, pendinginan udara, pendinginan refrigerasi (Budiyono, 2008). Kandungan uap air berlebihan dalam pipa akan menyebabkan terganggunya distribusi biogas dan terjadi korosi. Selain itu juga dapat menggunakan silika gel yang memiliki kemampuan untuk mengeringkan udara dengan cara menyerap cairan dari udara yang melewatinya (wikipedia.org).

Teknologi pemisahan gas karbon dioksida dari suatu aliran gas telah banyak berkembang. Berbagai teknologi yang dikembangkan bisa diklasifikasikan berdasarkan jumlah CO2 yang terkandung di dalamnya sebagaimana tersaji pada gambar 2. Metode pemisahan CO2 yang telah dipergunakan di pabrik amonia adalah absorbsi dimana CO2 terlarut dalam larutan penyerap seperti NaOH, KOH dan K2CO3 disertai dengan reaksi kimia. Metode absorbsi CO2 dalam biogas menggunakan NaOH dapat menyerap gas dengan derajat penyerapan hingga 64,27% atau kemurnian CH4 sebesar 74,13% (Hargono, 2008).

Gambar 2. Klasifikasi teknologi pemisahan CO2 (Noverri, 2007)

Proses pemisahan H2S dalam gas (termasuk biogas) dapat dilakukan secara fisika, biologi dan kimia (Zicari, 2003). Secara fisika dilakukan dengan penyerapan air, membrane atau adsorbsi dengan karbon aktif,

(4)

Impregnated Activated Carbon, zeolit, oksida besi, oksida seng. Pemurnian biogas dari kandungan H2S juga bisa dilakukan secara biologi menggunakan bakteri yang menguraikannya menjadi sulfat. Kedua metode di atas masih jarang diaplikasikan karena biayanya yang mahal, sedangkan yang sering dilakukan adalah secara kimiawi oleh larutan absorben (Kwartiningsih dan Jumari, 2007). Absorben yang banyak digunakan di industri adalah MEA (Methyl Ethanol Amine), sedangkan yang lain adalah larutan nitrit, garam alkali, slurry besi oksida atau seng oksida dan Iron Chelated Solution (Zicari, 2003). Pemurnian H2S dari biogas menggunakan Iron Chelated Solution (Fe-EDTA) memberikan banyak kelebihan yaitu absorben bisa diregenerasi dan sulfur yang terpisah berupa sulfur padat, efektifitas tinggi dan residunya lebih ramah lingkungan (Kwartiningsih dan Jumari, 2007).

Selain uap air, CO2 dan H2S sebagai pengotor utama, biogas mengandung beberapa gas impuritas lain dalam jumlah rendah seperti NH3, H2, N2 dan O2. Impuritas tersebut dapat diabaikan karena gas tersebut bersifat inert atau memiliki nilai kalor atau sudah terpisah melalui proses pemisahan gas pengotor utama biogas.

Potensi Zeolit Lokal Gunungkidul - Yogyakarta

Zeolit merupakan salah satu kekayaan alam yang sangat bermanfaat bagi industri kimia di Indonesia. Zeolit pertama kali ditemukan oleh Baron Axel Frederick C pada tahun 1756 di alam untuk jenis kristal dengan struktur yang berongga. Mineral zeolit terbentuk di berbagai tempat bumi, termasuk juga di dasar laut (Anggoro, 2005). Zeolit sebenarnya merupakan polimer anorganik, yang tersusun dari unit berulang terkecil berupa tetrahedral SiO4 dan AlO4 (Widayat, 2008). Zeolit merupakan kristal alumino silikat dari unsur-unsur golongan IA dan IIA seperti Na, K, Mg dan Ca. Secara umum dapat dinyatakan dengan rumus empiris M2/n.Al2O3.y (SiO2). wH2O dengan y~2 atau lebih besar, n adalah valensi kation M dan w sama dengan jumlah molekul air yang terkandung pada pori-pori zeolit (Kirk dan Othmer,1979).

Zeolit merupakan adsorber yang paling baik digunakan dalam proses adsorbsi (Perry dan Green, 1997). Penggunaan zeolit adsorber dikarenakan strukturnya yang porous, molecular sieve dan mampu menyerap molekul kecil seperti air yang mampu masuk kedalam zeolit (Bussmann, 2000). Pada saat ini dikenal sekitar 40 jenis zeolit alam, meskipun yang mempunyai nilai komersial ada sekitar 12 jenis, diantaranya klinoptilolit, mordernit, filipsit, kabasit dan erionit (Widayat, 2008).

Salah satu zeolit alam di Indonesia yang memiliki deposit cukup besar dan konsentrasi kandungan silika sekitar 60 % adalah zeolit lokal Gunungkidul – Yogyakarta dengan jumlah deposit sebesar 55.000.000 m3. Bahan galian ini banyak dijumpai di wilayan perbukitan Baturagung, yaitu Kecamatan Gedangsari (Desa Hargomulyo, Watugajah, Mertelu, dan Tegalrejo) dan Kecamatan Ngawen (Desa Tancep) (www.gunungkidulkab.go.id). Beberapa penelitian dan analisa telah dilakukan terhadap zeolit lokal Gunungkidul –Yogyakarta seperti yang tersaji dalam tabel 2.

Tabel 2. Komposisi zeolit lokal Gunungkidul – Yogyakarta No Komponen (Widayat, 2008) Hasil Analisa (Anonim – BPPT, 2007)

1 SiO2 74,07 73,20 2 Al2O3 0,21 12,85 3 Fe2O3 - - 4 FeO - 2,40 5 CaO 2,59 3,96 6 MgO 12,05 0,73 7 Na2O 0,37 1,35 8 K2O 0,55 0,76

Pemanfaatan Zeolit dalam Optimasi Sistem Biogas Melalui Sifat Multi-Adsorpsi

Gas utama dalam biogas yang merupakan sumber energi adalah metana, sedangkan gas lain merupakan pengotor yang menyebakan performa biogas tidak optimal. Salah satu metode untuk meningkatkan performa biogas dapat dilakukan melalui proses adsorpsi. Adsorpsi adalah peristiwa dimana terjadi kontak antara padatan dengan suatu campuran fluida, sehingga sebagian zat terlarut dalam fluida tersebut atau teradsorpsi yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi fluida tersebut. (Brown, 1950). Bahan yang digunakan sebagai adsorben umumnya bahan yang berpori terutama pada letak tertentu dalam partikel (Hardjono, 1989)

Zeolit alam, khususnya zeolit lokal Gunungkidul – Yogyakarta mempunyai potensi untuk dipergunakan sebagai salah satu adsorben untuk mengoptimalkan performa biogas melalui pemurnian. Zeolit alam memiliki struktur rangka, mengandung ruang kosong yang ditempati oleh kation dan molekul air yang bebas sehingga

(5)

memungkinkan pertukaran ion dan penyerapan senyawa kimia (Anggoro, 2005). Oleh karena itu, untuk lebih mengoptimalkan kinerja zeolit alam tersebut, perlu dilakukan tahap aktivasi sebelum dipergunakan sebagai adsorben. Zeolit alam dapat diaktivasi dengan pemanasan (kalsinasi) yang bertujuan untuk menguapkan air yang terperangkap dalam pori – pori kristal zeolit, sehingga luas permukaan pori-pori bertambah (Sutarti dan Rachmawati, 1994). Zeolit juga dapat diaktivasi melalui proses dealuminasi dengan menggunakan asam sehingga menghasilkan zeolit alam Wonosari (Gunungkidul) yang ternyata mampu meningkatkan luas permukaan dan volume pori, mengurangi rerata jejari pori, meningkatkan rasio Si/Al dan keasaman zeolit alam (Windarti, 2002). Setelah dilakukan dealuminasi dan kalsinasi, zeolit alam Gunungkidul lebih bagus dibandingkan dengan proses sebelumnya dengan perbandingan SiO2/Al2O3 yang lebih tinggi mendekati yang diharapkan (Widayat, 2008).

Zeolit alam yang telah diaktivasi dapat dipergunakan sebagai adsorben bagi biogas. Zeolit alam lebih mempunyai daya adsorbsi air dari udara dari pada silika gel (Anggoro, 2005), sehingga uap air dalam biogas dapat terserap. Struktur zeolit juga dapat melakukan adsorpsi dan absorbsi terhadap senyawa H2O, CO2, SO2, H2S (Weitkamp dan Puppe, 1999), dengan kemampuan penyerapan zeolit terhadap gas – gas tersebut sampai 25 % (Sutarti dan Rachmawati, 1994). Zeolit dapat mengontrol gas – gas penyebab utama efek rumah kaca yaitu CO2 dan N2O, kecuali CH4 yang tidak terserap (Delahay dan Coq, 2002). Dengan potensi penyerapan gas yang bersifat multi-adsorpsi, zeolit memiliki kemampuan untuk meningkatkan kemurnian biogas karena mampu menyerap semua gas pengotor utama yaitu uap air, CO2 dan H2S, namun tidak menyerap gas utama yang ingin dimurnikan yaitu CH4.

Pemanfaatan Biogas Hasil Optimasi/Pemurnian

Optimasi sistem biogas menggunakan zeolit lokal Gunungkidul – Yogyakarta bertujuan untuk mempermudah aplikasi biogas dalam konverter listrik yaitu co-generator atau fuel cell. Proses konversi energi biogas menjadi energi listrik dilakukan karena metana sebagai komponen utama biogas merupakan gas yang tidak dapat dimampatkan dalam bentuk cair pada suhu ruangan ke dalam tangki (Wahono dan Pudjiono, 2007), sehingga energi biogas lebih mudah didistribusikan dan dimanfaatkan apabila telah dikonversi menjadi listrik.

Rancangan rangkaian alat untuk mengkonversikan energi yang dihasilkan biogas menjadi energi listrik dengan menggunakan generator atau fuel cell seperti dalam gambar 3 dengan efisiensi total untuk sistem co-generator sebesar 25 – 40 % (www.electrigaz.com), sedangkan efisiensi energi dari teknologi fuel cell bahkan lebih besar dibanding menggunakan co-generator, yaitu sebesar 54 – 61 % (Cooper, 2001).

Gambar 3. Rancangan rangkaian alat penyimpanan energi biogas sebagai energi listrik menggunakan co-generator dan fuel cell (Wahono, 2007)

4. Kesimpulan

Zeolit lokal Gunungkidul – Yogyakarta merupakan adsorber potensial dalam upaya optimasi sistem biogas khususnya untuk meningkatkan kemurnian metananya melalui sifat zeolit yang multi-adsorpsi, sehingga biogas hasil optimasi dapat diaplikasikan ke co-generator dan fuel cell untuk mengkonversikan energi dalam biogas menjadi energi listrik yang lebih mudah untuk didistribusikan dan dimanfaatkan dalam kehidupan.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penulisan ini, khususnya kepada Tim Pengembangan Energi Alternatif UPT BPPTK LIPI Yogyakarta.

SUMBER BIOGAS FUEL CELL CO-GENERATOR PEMURNIAN METHANA ACCU / BATERAI

(6)

Daftar Pustaka

1. Anggoro, Didi Dwi dkk, 2005, “Pemanfaatan Zeolit Alam dalam Proses Pengeringan Daun Tembakau”, Prosiding Seminar Nasional Fundamental dan Aplikasi Teknik Kimia 2005 ISSN : 1410 – 5667, Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

2. Anonim, 2007, Laporan Tahunan Kegiatan Penelitian, BPPT Jakarta 3. Anonim, “Biogas”, www.wikipedia.org

4. Anonim, “Biogas”, www.electrigaz.com

5. Anonim, “Basic Information on Biogas”, www.kolumbus.fi 6. Anonim, “Potensi Daerah”, www.gunungkidulkab.go.id 7. Anonim, “Silica Gel”, www.wikipedia.org

8. Arifin, R., F.F.P.Perdana dan S.R.Juliastuti, 2008, “Pengaruh Enzim α-Amilase dan EM-4 terhadap Pembentukan Biogas dari Limbah Padat Tapioka”, Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2008 ISSN : 1411 – 4216, Teknik Kimia Universitas Diponegoro Semarang

9. Brown, G.G., 1950, “Unit Operation”, Modern Asia ed., John Wiley & Son, Inc., New York.

10. Budiyono, 2008, “Perkembangan Teknologi Pemisahan untuk Pemurnian Biogas”, Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2008 ISSN : 1411 – 4216, Teknik Kimia Universitas Diponegoro Semarang

11. Bussmann, 2000, “Drying of Food and Food ingredients with zeolite”, TNO Environment,Energy and Process Inovation.

12. Cooper, John, 2001, “Turning Carbon Directly into Electricity”, Science and Technology Review, Lawrence Livermore National Laboratory, US Department of Energy

13. Delahay, G. dan B. Coq, 2002, “Pollution Abatement Using Zeolites : State of The Art and Further Needs”, Catalytic Science Series – Vol. 3, Zeolites for Cleaner Technologies, Chapter 16, Imperial College Press, London

14. Hambali, E., dkk, 2007, “Teknologi Bioenergi”, Agro Media Pustaka 15. Harahap, F., dkk, 1980, “Teknologi Gas Bio”, ITB Press, Bandung

16. Hardjono, 1989, “Operasi Teknik Kimia II”, edisi pertama, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

17. Hargono, 2008, “Pembuatan Biogas serta Pemurniannya Melalui Absorbsi Gas Karbondioksida (CO2) dengan Menggunakan Larutan NaOH (Suatu Upaya Sosialisasi Pembuatan dan Penggunaan Biogas Kepada Kelompok Peternak Sapi)”, Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2008 ISSN : 1411 – 4216, Teknik Kimia Universitas Diponegoro Semarang

18. Kangmin, Li dan Mae-Wan Ho, 2006, “Biogas China”, Institute of Science in Society Press Release 02/10/06, www.i-sis.org.uk

19. Kirk,R.E dan Othmer,D.F, 1979, “Encyclopedia Of Chemical Technology”, 2nd ed vol 5. Mc Graw Hill, USA.

20. Kohl, A. dan R. Neilsen, 1997, “Gas Purification”, Golf Publishing Company, Houston, Texas

21. Kwartiningsih, Endang dan Arif Jumari, 2007, “Pemurnian Biogas dari Kandungan H2S dengan Menggunakan Larutan Absorben Fe-EDTA, Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2007 ISSN : 1411 – 4216, Teknik Kimia Universitas Diponegoro Semarang

22. Monnet, F., 2003, “An Introduction to anaerobic digestion of organic waste”, Remade Scotland

23. Muryanto, J. Pramono, dkk, 2006, “Biogas, Energi Alternatif Ramah Lingkungan”, Cetakan 1, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah, Ungaran

24. Noverri, Prayudi, 2007, “Aplikasi Membran Kontaktor untuk Pemisahan CO2”, www.majarikanayakan.com

25. Pellerin, R. A dan L. P. Walker, 1988, “Operation and Performance of Biogas Fueled Cogeneration Systems”, Energy in Agriculture

26. Perry, Robert H dan Don Green, 1997, “Perry’s Chemichal Engineer’s Hand Book 6th edition”, Mc Graw Hill Book Company Inc, New York.

27. Raven, et.al, 2005, “Biogas plants in Denmark: successes and setbacks”, Eindhoven University of Technology, The Netherlands

28. Sarkar, S.C. dan A. Bose, 1997, “Role of Activated Carbon Pellets in Carbon Dioxide Removal”, Energy Convers. Manage. 38 (Suppl. 1)

29. Setyo I., Yuli, 2005, “Reaktor Biogas Skala Kecil/Menengah (Bagian Pertama)”, ISTECS, Japan, www.beritaiptek.com

30. Sutarti, M, dan Rachmawati, M. 1994, “Zeolit Tinjauan Literatur”, Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah.Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.

(7)

31. Wahono, Satriyo Krido, 2008, “Biodiesel Sebagai Sumber Energi Alternatif Potensial”, Materi Pelatihan Teknologi Proses Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jarak di UPT BPPTK LIPI, Yogyakarta 32. Wahono, Satriyo Krido dan P. I. Pudjiono, 2007, “Bioenergi dan Industri Manufaktur”, Makalah

Pembicara Utama dalam Seminar Nasional Bidang Teknologi – HMJ Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang

33. Wahono, Satriyo Krido, 2007, “Kajian : Alternatif Optimasi dan Penyimpanan Energi Secara Aman pada Sistem Instalasi Biogas”, Proceeding Call For Paper – Kontribusi Insinyur Muda untuk Indonesia, ISBN – 979-25-8870-1, Temu Insinyur Jogja 2007, Yogyakarta

34. Weitkamp, J. dan L. Puppe, 1999, “Catalysis and Zeolites Fundamentals and Applications”, Springer-Verlag Berlin Heidelberg, Jerman

35. Widayat, dkk, 2008, “Pengaruh Konsentrasi HCl dan Jenis Reaktan dalam Pembuatan Katalis Zeolit untuk Proses Dehidrasi dari Zeolit Alam”, Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2008 ISSN : 1411 – 4216, Teknik Kimia Universitas Diponegoro Semarang

36. Windarti, T., 2002, “Profil keefektivan katalis zeolit alam asam dalam proses pirolisis polietilena dari sampah plastik menjadi olefin akibat perubahan temperatur”, Laporan penelitian DIK Rutin UNDIP, Semarang.

37. Zicari, S. Mc Kinzey, 2003, “Removal of Hyudrogen Sulphyde using Cow Manure Compost”, A Master Thesis, Cornel

Gambar

Gambar 1. Tahapan Pembuatan Biogas (Arifin, 2008)
Gambar 2. Klasifikasi teknologi pemisahan CO 2  (Noverri, 2007)
Gambar 3. Rancangan rangkaian alat penyimpanan energi biogas sebagai energi listrik  menggunakan co-generator dan fuel cell (Wahono, 2007)

Referensi

Dokumen terkait

Faktor risiko timbulnya gejata depresi pada lansia selain karena faktor usia, adalah wanita (tak menikah dan janda),lebih banyak disabilitas fisik (adanya penyakit

Masing-masing panelis diberi larutan 0,016% (w/v) gold standard bumbu pelezat serbaguna rasa ayam dan rasa sapi dan diminta untuk mengevaluasi flavor (rasa dan aroma), warna

100 Terlaksananya 1 kali kegiatan Launching Album Kompilasi Barudak Banten yang dilaksanakan dalam rangka mendorong kreativitas seniman dan pelaku seni band pada tanggal 2

Dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Pembentukan Dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Banyumas dan Peraturan Bupati

Sasaran yang dirumuskan harus memenuhi karakteristik sebagai berikut: 1) bergantung pada masalah keperawatan yang disebut komponen problem; 2) menggambarkan perbaikan,

Dalam penelitian ini, Pondok Pesantren Nurul Hidayah Bandung Kebumen menjadi pesantren yang dipilih oleh peneliti dengan alasan pesantren ini merupakan pesantren bercorak salaf

Solomon (1986) berpendapat bahwa keputusan seseorang untuk berbelanja secara online , secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap perilaku perjalanan seseorang,

Tahapan yang dilakukan antara lain menentukan tingkat kepentingan komponen cluster dengan theoritical descriptive analysis, kemudian menyusun kriteria pembentukan cluster