• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRAK. Kata kunci : Rumah Potong Ayam (RPA), Biosurfaktan, Pseudomonassp, Air rendaman kedelai, Bioremediasi, Total Suspended Solid (TSS), Lemak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSTRAK. Kata kunci : Rumah Potong Ayam (RPA), Biosurfaktan, Pseudomonassp, Air rendaman kedelai, Bioremediasi, Total Suspended Solid (TSS), Lemak"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Penggunaan Biosurfaktan Asal Pseudomonas sp dengan Media Tumbuh Air Rendaman Kedelai terhadap Kadar Total Suspended Solid (TSS) dan Lemak pada

Bioremediasi Limbah Cair Rumah Potong Ayam (RPA)

The Effect of Biosurfactants FromPseudomonas sp with Liquid Soybean Waste Growing Media TowardTotal Suspended Solid (TSS) and Fat in Bioremediation of

Poultry Slaughterhouse Liquid Waste

Reza Rusandy Putra*, Masdiana C. Padaga, Dyah Kinasih Wuragil Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Universitas Brawijaya

E-mail : rezarusandy@ymail.com, rusandy.vet@gmail.com ABSTRAK

Limbah cair Rumah Potong Ayam (RPA) mengandung berbagai polutan yang dapat menyebabkan kerusakan ekosistem sekitar RPA. Biosurfaktan dengan sifat hidrofilik dan hidrofobik dapat dimanfaatkan untuk penanganan limbah cair RPA. Salah satu bakteri yang dapat dimanfaatkan untuk produksi biosufaktan adalah Pseudomonas sp. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh limbah air rendaman kedelai sebagai media tumbuh Pseudomonas sp untuk produksi biosurfaktan dan perubahan kadar Total Suspended Solid (TSS) dan lemak dari limbah cair cucian karkas RPA yang diberi perlakuan biosurfaktan. Penelitian terdiri dari 2 tahap, pada tahap 1 dilakukan pengujian potensi biosurfaktan berdasarkan uji drop collaps dan aktifitas emulsi pada berbagai konsentrasi air rendaman kedelai (10%,20%,30% dan 40%) dan waktu inkubasi (24,48 dan 72 jam). Tahap 2 adalah pengujian efektifitas biosurfaktan untuk bioremediasi limbah cair RPA pada konsentrasi biosurfaktan (10%,20% dan 30%) dan lama inkubasi (24 dan 48 jam), parameter yang diuji adalah TSS dan lemak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa air rendaman kedelai dapat dijadikan media tumbuh Pseudomonas sp untuk produksi biosurfaktan dengan konsentrasi media terbaik 20% dan lama inkubasi 48 jam. Biosurfaktan yang dihasilkan dapat menurunkan tegangan antar muka cairan dalam waktu 2 detik dengan aktifitas emulsi sebesar 0,065. Perlakuan limbah cair RPA dengan diberi biosurfaktan 30% dan waktu inkubasi 48 jam dapat menurunkan kadar TSS dari 2,96% menjadi 1,95%, serta menurunkan kadar lemak dari 4% menjadi 2,5%. Kesimpulan penelitian ini adalah air rendaman kedelai dapat dijadikan media tumbuh Pseudomonas sp untuk produksi biosurfaktan dan biosurfaktan yang dihasilkan mampu menurunkan kadar TSS dan lemak dari limbah cair RPA.

Kata kunci : Rumah Potong Ayam (RPA), Biosurfaktan, Pseudomonassp, Air rendaman kedelai, Bioremediasi, Total Suspended Solid (TSS), Lemak

ABSTRACT

Poultry slaughterhouse waste water containing a variety of pollutants that can cause damage to the ecosystem around these. Biosurfactants with hydrophilic and hydrophobic properties can be used for trearment poultry Slaughterhouse waste water. One of the bacteria that can be utilized for the production of biosurfactants is Pseudomonas sp. This study aimed to determine the effect of liquid soybean waste as a growing medium for Pseudomonas sp as biosurfactant production and changes in levels of Total Suspended Solid (TSS) and fat from poultry Slaughterhouse wastewater. The study consisted of two phases, the first phase was

(2)

testing the potential of biosurfactants by drop collapse test and emulsion activity at various concentrations of liquid soybean waste ( 10%, 20%, 30% and 40%) and incubation time ( 24h, 48h and 72h). Phase 2 was testing the effectiveness of biosurfactants for the bioremediation of poultry Slaughterhouse waste water on biosurfactant concentration (10%, 20% and 30%) and variety incubation (24h and 48h), the parameters tested were TSS and fats levels. The results showed that liquid soybean waste can be used as a growing medium for Pseudomonas sp biosurfactant production with the best result of 20% of concentration media at 48h incubation. Biosurfactants could reduce the interfacial tension of fluid within 2 sec with the activities emulsion 0.065. Poultry slaughterhouse wastewater treated with 30% of biosurfactant reduced TSS level from 2.96% to 1.95%, and reduce the fat level from 4% to 2.5%. It can be concluded that liquid soybean waste media can be used as media for Pseudomonas sp for production of biosurfactants and it was able to reduce levels of TSS and fat from poultry Slaughterhouse waste water.

Keywords : Poultry slaughterhouse, Biosurfactants, Pseudomonassp, Liquid Soybean Waste, Bioremediation, Total Suspended Solid (TSS), Fat

PENDAHULUAN

Limbah adalah zat buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Berbagai jenis limbah akan dihasilkan pada suatu industri skala kecil dan besar, baik limbah organik maupun anorganik. Limbah terdiri dari 2 jenis, yaitu limbah padat dan limbah cair. Hingga saat ini limbah padat dan cair belum dapat ditangani secara maksimal sehingga perlu adanya solusi untuk menanganinya. Limbah cair adalah satu jenis limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis dan dapat menyebabkan atau menjadi sumber perncemaran air dan lingkungan. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah cair terdiri dari bahan kimia, senyawa organik dan anorganik dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu. Menurut Morley (2008), limbah cair dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah cair.

Rumah potong ayam (RPA) adalah industri yang mengolah ayam hidup menjadi karkas siap olah untuk konsumsi. RPA dapat dibedakan atas RPA skala kecil (tradisional) maupun RPA skala besar (pabrik pengolahan ayam). RPA dapat menjadi salah satu

penyebab polusi lingkungan. Menurut Yordanov (2010), proses pemotongan ayam di RPA menghasilkan 2 jenis limbah, yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat RPA dapat dimanfaatkan kembali sebagai pupuk sedangkan limbah cair belum banyak ditangani dan sering kali langsung terbuang ke sungai sehingga diperlukan solusi untuk mengatasi hal tersebut. Limbah cair RPA yang langsung terbuang ke sungai menyebabkan peningkatan kekeruhan (peningkatan padatan tersuspensi) dan kandungan lemak pada sungai. Kekeruhan mengindikasikan bahwa banyak mikroorganisme yang tumbuh dan dapat diukur menggunakan uji kadar Total Suspended Solid (TSS). Penanganan secara biologis adalah salah satu pilihan terbaik untuk menghilangkan material organik limbah cair karena lebih efisien dan spesifik.

Mikroorganisme asal limbah cair RPA tradisional memiliki potensi menghasilkan biodeterjen(Yusufa, 2012), salah satu contohnya adalah Pseudomonas sp yang merupakan bakteri penghasil biosurfaktan dan dapat dikembangan menjadi biodeterjen (Riupassa, 2012). Biosurfaktan dapat meningkatkan bioavailabilitas dari hidrokarbon dengan menurunkan tegangan

(3)

permukaan antara air dan hidrokarbon. (Gerson, 1993). Salah satu biosurfaktan terbaik adalah rhamnolipids yang termasuk kelas glycolipid. Rhamnolipids telah diidentifikasi dan dilaporkan bahwa Pseudomonas sp merupakan bakteri dominan penghasil biosurfaktan (Zhang and Miller, 1995; Beal and Betts, 2000).

Industri pembuatan tahu memanfaatkan kedelai sebagai bahan utama dan pada proses pembuatan tahu terdapat tahapan dimana kedelai yang telah dicuci direndam dalam air kemudian direbus hingga lunak, didinginkan dan kedelai siap diolah menjadi tahu. Air yang digunakan pada proses perebusan disebut air rendaman kedelai, yang tidak dimanfaatkan sehingga perlu adanya inovasi untuk meningkatkan nilai ekonomisnya.Pemanfaatan air rendamankedelai sebagai media tumbuh bakteri dapat diaplikasikan dan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biodeterjen. MATERI DAN METODE

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ; Cawan petri, Tabung reaksi (pyrex), Mikropipet, Blue tip, Yellow tip, Mikrotube 2ml, Gelas ukur 10ml, Beaker glass 500ml dan 1000ml (pyrex), Erlenmeyer (pyrex) 250ml, 500ml dan 1000ml, Botol kaca 150ml, Pengaduk kaca, Pemanas bunsen, Inkubator (MMM Medcenter), Autoclave, Laminar Air Flow (LAF) Nuaire Class II, Vortek, Sentrifuse dingin, Spektrofotometer (Ganesys 20), Water Bath. Bahan yang digunakan dalam antara lain ; Pseudomonas sp, Limbah Produksi Olahan Tahu (Air Rendaman kedelai), Triptone Soya Agar (TSA) OXOID CM0131,Nutrient Broth (NB) HIMEDIA REF RM 002-500G, Gliserol, Buffer Pepton Water (BPW) HIMEDIA REF RM 001-500G, bahan-bahan untuk pewarnaan Gram berupa kristal violet, lugol, aseton alkohol, safranin, Aquades.

Prosedur Penelitian

Persiapan Isolat Bakteri Pseudomonas sp Bakteri didapatkan dari kultur penelitian sebelumnya oleh Riupassa dkk (2012). Kultur diambil dari penyimpanan stock pada lemari es suhu -800C yang kemudian dicairkan dan diinokulasikan ke media agar padat (TSA). Lama waktu inkubasi 24-48 jam dan suhu tumbuh optimal 300 C. Isolat yang sudah tumbuh di media agar TSA (fresh culture) dilakukan verifikasi sesuai Barrow (1993) melalui uji pewarnaan gram, katalase, oksidase, fermentatif, motilitas, spora, laktosa, sukrosa dan glukosa.

Untuk mendapatkan fase stasioner, dilakukan pengamatan pertumbuhan bakteri (kurva pertumbuhan) dengan metode TotalPlate Count (TPC) pada kultur dengan media tumbuh Triptone Soya Agar (TSA) dan metode kerapatan optik (Optical Density/OD) pada kultur dengan media tumbuh Nutrient Brooth (NB). TPC dilakukan setiap jam pada 4 jam pertama tumbuh dan setiap 2 jam hingga jam ke 24. Hasil dinyatakan sebagai hasil logaritmik dari jumlah sel/ml kultur, sedangkan pengukuran OD dilakukan setiap 2 jam sekali kecuali pada 4 jam pertama. Data yang diperoleh ditabulasi menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2010untuk dianalisa dalam bentuk data dan kurva pertumbuhan bakteri. (Fatimah, 2007).

Pengukuran Kualitas Biosurfaktan

Pengukuran dilakukan pada supernatan hasil inkubasi minimal media. Supernatan diperoleh dengan memasukkan minimal media cair ke dalam tabung-tabung sentrifus. Proses sentrifugasi dilakukan pada suhu 4oC kecepatan putar 10000 rpm selama 15 menit. Dari proses ini akan di dapatkan tiga lapis zat dalam tabung sentrifus. Lapisan paling bawah adalah sel bakteri dan padatan dari limbah rendaman kedelai. Lapisan tengah berisi supernatan yang mengandung biosurkfaktan. Lapisan paling atas adalah padatan dari

(4)

limbah rendaman kedelai yang mempunyai masa lebih ringan dari supernatan.

Uji Aktifitas Emulsi

Aktifitas emulsi dilakukan dengan menambahkan 7,2ml (90%) supernatan dengan 0,8 ml (10%) hidrokarbon uji (n-hexadekan). Setelah itu divortek selama 1 menit, Campuran tersebut diukur kestabilan emulsinya dengan mengukur nilai OD campuran sebelum dan setelah inkubasi suhu 30oC selama 2 jam, pada panjang gelombang 610 nm. Kontrol negatif terdiri dari air mineral steril dan minimum media sebagai blanko OD. Aktivitas emulsifikasi dilaporkan sebagai hasil rata-rata dari 5 ulangan (Fatimah, 2007).

Uji Drop Collapse

Drop collapse dilakukan dengan meneteskan 1 tetes (±25µl) supernatan kultur bakteri pada minimum media air rendaman kedelai di atas permukaan minyak murni pada wadah datar seperti cawan petri. Pengukuran dengan menghitung waktu tetesan supernatan mampu memecah lemak minyak pada satuan detik. Hasil pengujian dilaporkan sebagai hasil rata-rata dari 5 ulangan (Satpute et al, 2008).

Efektivitas Biosurfaktan pada BioremediasiLimbah Cair Cucian Karkas RPA

Tahap ini merupakan tahap terakhir dimana biosurfaktan yang diuji diambil dari supernatan terbaik melalui pengukuran kualitas biosurfaktan. Efektivitas diuji dengan menggunakan 4 kategori konsentrasi, yaitu : perlakuan 1 kontrol negatif konsentrasi 0% yaitu limbah 100% (A), perlakuan 2 konsentrasi 10% (90% limbah cair RPA ditambahkan 10% supernatan), perlakuan 3 konsentrasi 20% (80% limbah cair RPA ditambahkan 20% supernatan), perlakuan 4 konsentrasi 30% (70% limbah ditambahkan 30% supernatan). Masing - masing perlakuan dilakukan secara duplo kemudian diinkubasi

pada inkubator suhu 300 dengan 2 variabel waktu: 24 dan 48 jam.

Uji Kadar Total Suspended Solid (TSS) Kadar TSS dihitung menggunakan metode gravimetri. Sampel uji yang telah homogen (limbah RPA) disaring dengan kertas saring whatman 42 yang telah ditimbang (berat A). Residu yang tertahan pada saringan dikeringkan sampai mencapai berat konstan (kering konstan) pada suhu 103ºC sampai dengan 105ºC menggunakan oven selama 1 jam setelah itu dimasukkan desikator selama 30 menit (berat B). Kenaikan berat saringan mewakili padatan tersuspensi total (TSS).Untuk memperoleh estimasi TSS dalam persen, dihitung perbedaan antara berat awal dan berat akhir dengan rumus :

(Lenore,1998). Uji Kadar Lemak

Lemak dalam uji ini menggunakan metode ekstrasi gravimetri. Limbah RPA diekstraksi dengan pelarut organik (n-hexana atau methyl tert buthyl ether) dalam corong pisah dan untuk menghilangkan air yang masih tersisa menggunakan petrolium eter. Ekstrak minyak dan lemak dipisahkan dari pelarut organik secara destilasi. Residu yang tertinggal pada labu destilasi ditimbang sebagai lemak. Destilasi dilakukan pada suhu 40-550C agar pelarut organik menguap dan tersisa lemak saja, destilasi dilakukan beberapa kali hingga hanya tersisa lemak dilabu pisah (berat A). Kadar lemak dalam persentase dihitung dengan rumus :

(Lenore, 1998). Analisis Data

Data kualitatif yang diperoleh dari hasil penelitian tahap 1 dan penelitian tahap 2 ditabulasi dengan menggunakan Microsorf

Office Excel 2010 dan

dianalisismenggunakan fasilitas SPSS (Statistical Product of Service Solution)16.0

(5)

for windows dengan analisis ragam One-Way ANOVA (Analysis Of Variance). Apabila terdapat perbedaan nyata uji dilanjutkan dengan perbandingan berganda uji Tukeydengan taraf kepercayaan sebesar 95% (α= 0,05). Potensi biosurfaktan dengan media tumbuh air rendaman kedelai ditentukan

dengan pengamatan nilai uji drop collapse dan aktifitas emulsi. Efektifitas biosurfaktan asal bakteri Pseudomonas sppada limbah RPA ditentukan dengan pengamatan perubahan kadar Total Suspended Solid (TSS) dan kadar lemak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi dan Karakterisasi Pseudomonas sp BakteriPseudomonas sp yang digunakan dalam penelitian berasal dari penelitian sebelumnya oleh Riupassa (2012) yang diisolasi dari limbah cair cucian karkas Rumah Potong Ayam (RPA). Stock isolatyang disimpan pada frezzer suhu -80oC kemudian dicairkan dan diinokulasikan ke media agar padat Tripton Soya Agar (TSA) untuk selanjutnyadiinkubasi selama 48 jam pada suhu 30oC. Isolat yang sudah tumbuh di media agar TSA (fresh culture) dilakukan verifikasi uji biokimia sesuai Cowan and Steel’s (2003), dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 1. Karakteristik isolat bakteri yang digunakan dalam penelitian

Variabel yang diamati Hasil

Warna Kuning

Bentuk Bulat

Tepi Rata

Bentuk bakteri Coccobasil

Gram Negatif (-) Spora Negatif (-) Motilitas Positif (+) Aerobik Positif (+) Katalase Positif (+) Oksidase Positif (+) O/F Fermentatif Indol Negatif (-) MR-VP Positif (+) TSIA Positif (+) BAP Positif (+)

Hasil dari verifikasi karakteristik menunjukkan bahwa bakteri yang digunakan adalah Pseudomonas sp.Bakteri Pseudomonas sp mempunyai potensi menghasilkan biosurfaktan pada uji menggunakan Blood Agar Plate (BAP),yang

ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening di pinggir bakteri.Penelitian dilanjutkan dengan perhitungan kurva pertumbuhan bakteri pada media Nutrient Brooth (NB) dan Tripton Soya Agar (TSA) yang bertujuan untuk mengetahui jumlah bakteri yang akan digunakan dan mengetahui pola pertumbuhan bakteri. Perhitungan pertumbuhan dilakukan dengan menghitung nilai absorbansi pada panjang gelombang 530nm dan perhitungan jumlah koloni bakteri menggunakan menghitung Total Plate Count (TPC). Uji pertumbuhan menunjukkan bahwa pertumbuhan pada jam ke-24, yaitu sebanyak 1,03x109 CFU/ml. Uji Potensi Biosurfaktan pada Media Air Rendaman Kedelai

Potensi Pseudomonas spsebagai penghasil biosurfaktan dianalisis dengan uji drop collapse dan aktifitas emulsi. Hasil pengujian yang ditunjukkan pada Tabel 2. menunjukkan adanya beda nyata pada tiap perlakuan dari total 12 perlakuan.

Tabel 2. Rata-rata nilai uji drop collapse dan aktifitas emulsi pada masing-masing kelompok perlakuan

Perlakuan DropCollapse

(detik) Aktifitas Emulsi 24;10 28,333± 3,5119f -0,155±0,0772b 24;20 15,333± 2,5166e -0,134±0,0343b 24;30 11,000± 2,6458de 0,022±0,0924cde 24;40 8,000± 3,0000cd -0,365±0,0965a 48;10 7,000± 2,0000bcd 0,017±0,0303cde 48;20 2,000± 1,0000a 0,065±0,0693e 48;30 3,333± 2,5166ab 0,036±0,0422cde 48;40 3,667± 3,0551abc 0,053±0,0570e

(6)

72;10 4,667± 3,7859abc -0,068±0,0855bc 72;20 4,333± 3,2146abc -0,034±0,0261cde 72;30 4,667± 2,0817abc -0,037±0,0355cd 72;40 5,667± 1,5275abc -0,061±0,0312c

Keterangan :

- Pada kolom perlakuan, 2 angka didepan titik koma melambangkan lama waktu inkubasi dalam satuan jam. 2 angka setelah titik koma melambangkan konsentrasi air rendaman kedelai dalam satuan persentase.

- Notasi pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan perlakuan yang signifikan antar perlakuan (p<0.05).

Berdasarkan data yang diperoleh dan dilakukan uji ANOVA menunjukkan bahwa biosurfaktan yang diproduksi dari bakteri Pseudomonas sp pada media tumbuh air rendaman kedelai pada berbagai konsentrasi dan lama inkubasi menunjukkan hasil uji drop collapse dan aktifitas emulsi yang berbeda nyata. Biosurfaktan dengan konsentrasi 20% dan diinkubasi selama 48 jam (48;20) merupakan perlakuan terbaik dalam uji potensi biosurfaktan karena menghasilkan biosurfaktan yang dapat memecah tegangan antar muka (drop collapse) paling cepat dan signifikan dengan yang lain yaitu 2 detik, selain itu juga memiliki tingkat emulsifikasi yang signifikan dan paling tinggi dari yang lain yaitu 0,065±0,0693. Menurut Satpute et al (2008) kemampuan biosurfaktan semakin baik apabila semakin cepat menurunkan tegangan antar muka dalam uji drop collapse dan menurut Fatimah (2007) biosurfaktan semakin baik kualitasnya apabila semakin meningkatkan nilai emulsifikasinya.

Konsentrasi media tumbuh bakteri menjadi faktor penting dalam produksi biosurfaktan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi 20% menjadi konsentrasi terbaik dibanding konsentrasi 10%, 30% dan 40%. Pada konsentrasi 20% bakteri mendapat nutrisi yang tidak berlebih dan cukup untuk bertahan hidup sehingga dapat menghasilkan biosurfaktan terbanyak.

Biosurfaktan yang dihasilkan bakteri adalah untuk mengemulsikan media pertumbuhan bakteri agar bakteri dapat mengambil nutrisi yang terkandung pada media.

Pada uji drop collapse dan aktifitas emulsi terlihat bahwa hasil terbaik diperoleh dari inkubasi 48 jam. Hal ini terjadi karena pada inkubasi ke-48 jam bakteri sedang dalam fase logaritmik dan menghasilkan banyak metabolit, salah satu metabolit yang dihasilkan adalah biosurfaktan. Inkubasi pada jam ke-24 tidak bisa menjadi waktu inkubasi terbaik karena bakteri sedang dalam fase lag dan fase log awal, yang berarti bakteri sedang beradaptasi dan mulai memperbanyak diri.

Pada uji drop collapse sifat hidrofilik dan hidrofobik berperan untuk menurunkan tegangan antar muka. Ketika cairan diteteskan di atas permukaan minyak maka cairan dengan kandungan biosurfaktan yang tinggi akan langsung memecah minyak yang menyatu dengan cairan biosurfaktan. Semakin tinggi kandungan biosurfaktan maka akan semakin cepat juga penurunan tegangan antar muka. Menurut Brown (2009), biosurfaktan sebagai kandidat biodeterjen memiliki 2 sifat polaritas, hidrofilik dan hidrofobik. Hidrofilik artinya suka air, dimana zat dengan sifat hidrofilik kecenderungan untuk menyatu dengan air yang bersifat polar. Hidrofobik artinya tidak suka air, dimana zat dengan sifat ini kecenderungan untuk menyatu dengan minyak yang bersifat non-polar. Karena biosurfaktan memiliki kedua sifat ini maka dapat diterapkan sebagai biodeterjen.

Pada uji aktifitas emulsi, konsentrasi 20% dengan inkubasi 48 jam menjadi kombinasi terbaik dalam memproduksi biosurfaktan, karena pada kombinasi ini biosurfaktan paling banyak dihasilkan. Biosurfaktan berperan dalam mengemulsikan zat cair yang berbeda polaritas. Prinsip uji aktifitas emulsi adalah perbandingan minyak yang teremulsi

(7)

didalam air dengan tinggi campuran minyak dan air. Campuran minyak dan air dikocok dengan kecepatan tinggi akan mengakibatkan kedua zat cair menyatu. Namun adanya perbedaan polaritas menyebabkan keduanya memisah setelah dibiarkan dalam kondisi stabil. Biosurfaktan di dalam campuran tersebut akan mencegah terjadinya pemisahan tersebut (Willumsen et al., 2000). Emulsi yang terjadi pada permukaan cairan dapat terjadi karena kemampuan senyawa surfaktan untuk menggabungkan senyawa polar (cairan media air rendaman kedelai) dan senyawa non polar (N-Heksan). Bodour and Miller (1998) menyatakan bahwa jumlah senyawa surfaktan yang terbentuk dapat dinyatakan melalui kemampuan surfaktan mengurangi tegangan pada permukaan cairan. Dengan adanya emulsi yang terbentuk diantara cairan media air rendaman kedelai dan N-heksan, maka volume N-heksan yang berada di atas cairan pasti akan menurun.

Efektivitas Biosurfaktan pada Bioremediasi Limbah Cair RPA

Hasil uji potensi biosurfaktan pada media tumbuh air rendaman kedelai menunjukkan bahwa konsentrasi air rendaman kedelai yang dibutuhkan untuk produksi biosurfaktan terbaik adalah 20% dengan inkubasi 48 jam. Formula pembuatan biosurfaktan terbaik hasil penelitian tahap 1 digunakan dalam produksi biosurfaktan untuk penelitian tahap 2. Efektifitas biosurfaktan pada bioremediasi limbah cair cucian karkas Rumah Potong Ayam (RPA) ditunjukkan dengan nilai Total Suspended Solid (TSS) dan kadar lemak pada tiap perlakuan. Hasil analisis statistika menggunakan uji ANOVA dan BNJ pada Tabel 3, menunjukkan adanya beda nyata pada tiap perlakuan.

Tabel 3. Rata-rata nilai uji kadar Total Suspended Solid (TSS) dan kadar lemak pada masing-masing kelompok perlakuan

Perlakuan TSS (%) LEMAK (%) 24;0 3,17±0,02g 6,23±0,25d 24;10 3,03±0,03f 3,87±0,32bc 24;20 2,97±0,02e 3,63±0,25bc 24;30 2,67±0,02c 3,27±0,70abc 48;0 2,96±0,03e 4,00±0,10c 48;10 2,71±0,02d 3,83±0,21bc 48;20 2,37±0,02b 3,10±0,90ab 48;30 1,95±0,04a 2,53±0,31a Keterangan :

- Pada kolom perlakuan, 2 angka didepan titik koma melambangkan lama waktu inkubasi dalam jam. 2 angka setelah titik koma melambangkan konsentrasi air rendaman kedelai dalam persentase.

- Notasi pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan perlakuan yang signifikan antar perlakuan(p<0.05).

Berdasarkan data yang diperoleh dan dilakukan uji statistik ANOVA menunjukkan bahwa biosurfaktan memberikan pengaruh terhadap kadar TSS dan lemak dari limbah cair cucian karkas RPA. Pada uji kadar TSS dan lemak terjadi penurunan kadar TSS dan lemak yang berbanding lurus dengan konsentrasi biosurfaktan. Semakin tinggi konsentrasi biosurfaktan yang ditambahkan maka penurunan kadar TSS dan lemak limbah cair cucian karkas RPA juga semakin banyak. Pada uji kadar TSS perlakuan 48;30(waktu inkubasi 48 jam dan konsentrasi biosurfaktan 30%) memiliki perbedaan yang signifikan dengan perlakuan lainnya dengan penurunan sebesar 1,01 ±0,04% jika bandingkan dengan kontrol 48 jam.Pada uji perubahan kadar lemakperlakuan 48;30 (2,53±0,31%) memiliki perbedaan yang tidak signifikan dengan perlakuan 20;48 (3,10±0,90%) dan 24;30(3,27±0,70%) namun memberikan perbedaan yang signifikan dengan perlakuan yang lainnya.

Pada uji kadar TSS dan lemak menunjukkan hasil bahwa semakin banyak biosurfaktan yang ditambahkan ke limbah

(8)

cair RPA maka terjadi penurunan kadar TSS dan lemak. Hal ini membuktikan bahwa biosurfaktan dapat menurunkan kadar TSS dan lemak dari limbah cair cucian karkas RPA. Penurunan terjadi karena biosurfaktan telah melisiskan padatan tersuspensi menjadi berukuran kurang dari 1μm sehingga padatan berukuran jauh lebih kecil dari lubang pada kertas saring pada uji kadar TSS. Padatan yang bisa dilisiskan oleh biosurfaktan adalah padatan organik dengan sifat non-polar seperti minyak dan lemak. Penurunan kadar lemak juga tejadi karena biosurfaktan mengikat lemak dan minyak yang bersifat non-polar sehingga menyatu dengan air yang bersifat polar. Total Suspended Solid (TSS) dan lemak mempunyai keterkaitan yang penting dalam limbah cair RPA. Sebagian besar padatan yang tersaring pada uji kadar TSS adalah lemak. Sesuai dengan Willumsen et al (2000), biosurfaktan dalam keadaan ini bekerja dengan mengikat lemak (hidrofobik) dan menyatukannya dengan air (hidrofilik).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu inkubasi memberikan pengaruh pada perlakuan. Semakin lama waktu inkubasi maka penurunan kadar TSS dan lemak juga semakin besar. Salah satu contoh dibandingkan perlakuan antara inkubasi 24 jam dan 48 jam, dimana pada konsentrasi biosurfaktan 10%, 20% dan 30% selalu inkubasi 48 mempunyai nilai kadar TSS dan lemak yang lebih rendah. Hal ini bisa terjadi karena semakin lama waktu yang diberikan maka semakin banyak pula material tersuspensi yang terdegradasi dan semakin banyak pula zat lemak yang teremulsi dengan air. Konsentrasi biosurfaktan 30% dengan waktu inkubasi 48 jam menjadi perlakuan terbaik karena banyak zat biosurfaktan yang mendegradasi padatan tersuspensi dan mengemulsi lemak dengan air serta waktu 48 jam cukup bagi biosurfaktan bereaksi secara maksimal jika dibanding dengan inkubasi 24 jam. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi biosurfaktan yang ditambahkan pada limbah cair RPA memberikan pengaruh pada hasil penelitian. Semakin banyak biosurfaktan yang ditambahkan pada limbah cair RPA maka penurunan kadar TSS dan lemak juga semakin banyak.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian maka disimpulkan bahwa air rendaman kedelai dapat dijadikan media pertumbuhan Pseudomonas spdan mampu menghasilkan biosurfaktan terbaik pada konsentrasi 20%, inkubasi 48jam, ditunjukkan dengan uji drop collaps dan emulsifikasi.Biosurfaktan yang dihasilkan oleh Pseudomonas spterbukti mampu menurunkan kadar Total Suspended Solid (TSS) dan lemak limbah cair RPA. Waktu optimal dalam menurunkan kadar TSS dan lemak adalah 48 jam dengan konsentrasi biosurfaktan 30%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Direktorat Jenderal DIKTI-KEMENDIKBUD untuk pembiayaan sebagian penelitian ini melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2012. Terima kasih kepada Laboratorium Sentral Ilmu Hayati dan Laboratorium KESMAVET PKH Universitas Brawijaya sebagai tempat pelaksanaan penelitian. DAFTAR PUSTAKA

Beal R. and Betts WB. 2000. Role of rhamnolipid biosurfactants in the uptake and mineralization of hexadecane in Pseudomonas aeruginosa. J. Appl. Microbiol. 89, 158Ð168.

Bodour, A. A. and R. M Miller-Maier. 1998. Application of a Modified Drop Collapsing Technique for Surfactant Quantitation and Screening of

(9)

Microorganisms. Journal of Microbiological Methods. 32: 273-280.

Brown, T.L., H.E. Lemay, B.E. Bursten andC.J. Murphy. 2009. Cemistry the Central of Science 11th ed. New Jersey: Pearson Uducation International

Fatimah. 2007. Uji Produksi Biosurfaktan Oleh Pseudomonas sp. Pada Substrat Yang Berbeda. Jurnal. FMIPA Universitas Airlangga. Surabaya Gerson D.F. 1993. The biophysics of

microbial surfactants: growth on insoluble substrates. In: Surfactant Science Series, Biosurfactants: Production, Properties, Application (N. Kozaric ed.). Marcel Dekker, New York, USA, pp. 269-286

Lenore S.Clesceri et al. 1998. “Standard Methods for the Examination of Water and Waste Water”, 20th Edition, Metode 2540 D (Total Suspended Solids Dried at 1030C -1050C).

Morley Nick, Bartlett C, Deegan K. 2008. Mapping Waste in the Food Industry. Oakdede Hollins for Defra and the Food and Drink Federation.

Riupassa RM. 2013. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Penghasil Biosurfaktan Asal Limbah Rumah Potong Ayam Tradisional Di Kota Malang. Journal

Satpute SK, Bhawsar BD, Dhakephalkar PK and Chopade BA. 2008. Assessment of different screening methods for selecting biosurfactant producing marine bacteria. Department of Microbiology, Institute of Bioinformatics and Biotechnology, University of Pune 411 007, Maharasthra, India

Willumsen PA, and Karlson U, 2000. Screening of Bacteria, Isolated from PAH Contaminated Soils, for Production of Biosurfactans dan Bioemulsifiers. Biodegradation 7: 415–423.

Yordanov D. 2010. Preliminary Study of the Efficiency of Ultrafiltration Treatment of Poultry Slaughterhouse Wastw\ewater ; University of Food Technology, Department of Meat and Fish Technology, BG – 4002 Plovdiv, Bulgaria

Yusufa MH. 2012. Identifikasi dan Studi Aktivitas Protease Bacillus sp Asal Limbah Cair Rumah Potong Ayam Tradisional Sebagai Kandidat Penghasil Biodeterjen. Journal

Zhang Y. and Miller RM. 1995. Effect of rhamnolipid (biosurfactant) structure on solubilization and biodegradation of n-alkanes. Appl. Environ. Microbiol. 61, 2247-2251).

Gambar

Tabel  1.  Karakteristik  isolat  bakteri  yang digunakan dalam penelitian
Tabel 3. Rata-rata nilai uji kadar Total  Suspended  Solid  (TSS)  dan  kadar  lemak  pada masing-masing kelompok perlakuan

Referensi

Dokumen terkait

Latar belakang penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan program pelatihan yang dilakukan oleh pihak damkar dan insentif yang telah diberikan

Remaja yang berasal dari keluarga dengan kondisi sosial ekonomi rendah, masalah inti yang mereka hadapi adalah karena ketidakmampuan orang tua untuk memenuhi kebutuhan keluarga

Iya kan bisa dilihat juga pada saat diskusi di dalam kelompok, siswa sangat antusias sekali dalam menghafal sifat-sifat bangun datar selain itu juga membuktikan sifat-sifatnya

Dan hanya sekitar 2% debitur atau 6 responden dari 30 responden yang meminjam pada Bank Keliling Koperasi sisanya mereka meminjam pada Non-Koperasi yang tidak lain

Hasil dari pembahasannya yaitu pertama, faktor penyebab penyalahguna ecstasy di kota Jambi adalah faktor intern atau faktor yang berasal dari dalam diri sipenyalahguna itu

Penggunaan jenis bahan wadah fermentasi sistem “termos” dari kayu dengan waktu fermentasi 1-2 hari dapat menghasilkan cairan pulpa hasil samping fermentasi biji

Masih kurang akan kesadaran tentang sampah, masih banyaknya masyarakat yang membakar sampah, mencampur sampah yang organik dengan unorganik, selain itu dengan adanya

Berdasarkan Tabel 6 pada pengamatan berat basah vegetatif tanaman menunjukkan bahwa perlakuan B (pecahan batubata 100%) menunjukkan perlakuan terbaik dari media