• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI GURU DAN SISWA TERHADAP ALAT PERAGA BANGUN DATAR BERBASIS METODE MONTESSORI SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERSEPSI GURU DAN SISWA TERHADAP ALAT PERAGA BANGUN DATAR BERBASIS METODE MONTESSORI SKRIPSI"

Copied!
177
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI GURU DAN SISWA

TERHADAP ALAT PERAGA BANGUN DATAR

BERBASIS METODE MONTESSORI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

IMELSA HENI PRIYAYIK

NIM: 101134098

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

i

PERSEPSI GURU DAN SISWA

TERHADAP ALAT PERAGA BANGUN DATAR

BERBASIS METODE MONTESSORI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

IMELSA HENI PRIYAYIK

NIM: 101134098

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karyaku ini kepada:

Allah SWT yang selalu memberiku jalan dan memudahkanku.

Kedua orang tuaku tercinta yang selalu mendoakanku dan mendukungku.

Adik ku tersayang yang senantiasa menyemangatiku.

(6)

v MOTTO

“Allah tidak membebani seseorang melainkan dengan kesanggupannya”

-Al-Baqarah:

286-“If you don’t give up your hopes and dreams, then there will always be a good ending”

-Choi Minho-

“Maksimalkan apa yang bisa kamu maksimalkan”

(7)
(8)
(9)

viii ABSTRAK

PERSEPSI GURU DAN SISWA

TERHADAP ALAT PERAGA BANGUN DATAR BERBASIS METODE MONTESSORI

Imelsa Heni Priyayik Universitas Sanata Dharma

2014

Terdapat beberapa alat peraga Montessori yang sudah dikembangkan salah satunya adalah alat peraga Montessori bangun datar. Untuk suatu produk yang dihasilkan memerlukan evaluasi untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan alat peraga yang dikembangkan. Evaluasi ini dapat diperoleh dari orang yang secara langsung mengunakan alat peraga tersebut yaitu guru dan siswa. Untuk itu perlu menggali lebih dalam mengenai persepsi guru dan siswa atas penggunaan alat peraga Montessori dalam proses pembelajaran.

Subjek pada penelitian ini adalah guru bidang studi matematika kelas V dan tiga siswa kelas VB. Metode penelitian adalah kualitatif dengan wawancara dan observasi sebagai sumber data utama. Wawancara dilakukan dua kali yaitu wawancara sebelum menggunakan alat peraga dan sesudah menggunakan alat peraga. Observasi dilaksanakan selama empat kali pertemuan pada saat penggunaan alat peraga. Analisis data yang dilakukan meliputi pengumpulan data, mengolah data, membaca keseluruhan data, meng-coding, menghubungkan tema, dan menginterpretasi atau memaknai data.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi guru dan siswa atas penggunaan alat peraga Montessori adalah positif. Alat peraga Montessori memberikan pengalaman yang baru bagi guru dan siswa. Siswa menjadi sangat aktif, antusias, bersemangat, dan berminat untuk mengikuti pembelajaran. Selain itu alat peraga membantu siswa dalam memahami konsep bangun datar karena siswa dapat melihat bendanya secara konkret dan dapat melakukan pembuktian tentang sifat-sifat bangun datar menggunakan alat peraga tersebut. Begitu juga dengan guru, alat peraga dapat membantu menyampaikan materi kepada siswa karena siswa menjadi aktif dalam pembelajaran. Guru mengangap bahwa alat peraga tersebut juga dapat digunakan dalam pembelajaran dari kelas 1 hingga kelas 6 khususnya pada materi bangun datar.

(10)

ix

ABSTRACT

PERSPECTION OF TEACHER AND STUDENTS OF USING BUILD FLAT LEARNING MEDIA

BASED ON THE MONTESSORI METHOD

Imelsa Heni Priyayik Sanata Dharma Univercity

2014

There was many learning media Montessori developed one is learning media Montessori built flat. The evaluation is required to know the strength and the weaknesses of products produced. This Evaluation can be obtained from a person who is directly using the learning media, there are teachers and students. It was necessary to dig deeper about the perceptions of teachers and students in the use of learning media Montessori in learning process.

The subjects of this research was the mathematics teacher class 5nd and three students of 5nd grade of Elementary school. The method of this research is qualitative by interview before (pre) using the learning media and after (past) using the learning media. The interview was conducted before and after the use of learning media. Observations were made during a meeting four times during the use of learning media. Data analysis was conducted on the data collection, data processing, reading the entire data, recode, linking theme, and interpret or make sense of the data.

The results of this study indicate that the teachers and students perception on the use of Montessori learning media was positive. Montessori learning media provide a new experience for teachers and students. Students become very active, enthusiastic, excited, and interested in participating in learning. Additionally learning media assist the students in understanding the concept of a flat built because students can see the object in a concrete and will be able prove the properties of flat built using the learning media. Learning media Montessori can help the teacher to deliver the material to the students because the students become active in learning. The teacher considers that these learning media also can be used in learning from 1nd grade until 6nd grade, especially in flat built.

(11)

x PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun

untuk memperoleh gelar Sarjana (S1) di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Khusunya Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak selesai tepat pada waktunya

tanpa ada bantuan dari beberapa pihak. Penulis mengucapkan terimakasih kepada

beberapa pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini kepada:

1. Rohandi, Ph. D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma.

2. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A., selaku Ketua Program

Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma dan

Dosen Pembimbing I yang telah memberikan ide, kritik, saran dan

bimbingannya yang sangat berguna dalam penelitian ini.

3. E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D., selaku Wakaprodi Pendidikan Guru

Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

4. Irine Kurniastuti, S.Psi., M.Psi., selaku Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan ide, kritik, saran dan bimbingannya yang sangat berguna

dalam penelitian ini.

5. Kastinah, S.Pd., selaku Kepala Sekolah SD N Sokowaten Baru yang telah

memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di SD

Sokowaten Baru.

6. Mumpuni, selaku Guru bidang studi matematika yang telah banyak

membantu baik tenaga maupun waktu kepada penulis dalam melakukan

penelitian.

7. Ketiga siswa kelas VB SD N Sokokwaten Baru yang telah membantu dan

berpartisipasi dalam penelitian ini.

8. Ayahku tercinta Haryono dan Ibuku tercinta Pariyah yang selalu

(12)
(13)

xii DAFTAR ISI

Judul Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

PRAKATA ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Definisi Operasional... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

2.1.1Teori-teori yang Mendukung ... 7

2.1.1.1Teori Perkembangan Anak Menurut Piaget ... 7

2.1.2 Metode Pembelajaran Montessori ... 9

2.1.3 Alat Peraga ... 10

2.1.3.1Pengertian Alat Peraga ... 10

2.1.3.2 Pengertian Alat Peraga Montessori ... 11

2.1.3.3 Ciri-ciri Alat Peraga Montessori ... 12

2.1.4 Pembelajaran Matematika di Kelas ... 14

(14)

xiii

2.1.4.2 Keterampilan Geometri dalam Matematika ... 14

2.1.4.3 Materi Bangun Datar Kelas V ... 15

2.1.5 Alat Peraga Bangun Datar Montessori Kelas V ... 17

2.1.6 Persepsi ... 17

2.1.6.1 Pengertian Persepsi ... 17

2.1.6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 20

2.1.6.3 Persepsi Terhadap Penggunaan Alat Peraga Montessori ... 21

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ... 24

2.2.1 Alat Peraga ... 24

2.2.2 Metode Montessori ... 25

2.2.3 Persepsi ... 26

2.2.4 SkemaLiterature Map Penelitian Terdahulu ... 29

2.3 Kerangka Berfikir... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1 Jenis Penelitian ... 32

3.2 Setting Penelitian ... 33

3.2.1 Objek Penelitian ... 33

3.2.2 Tempat Penelitian... 33

3.2.3 Narasumber Penelitian ... 34

3.3 Desain Penelitian ... 36

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.4.1 Observasi ... 40

3.4.2 Wawancara ... 42

3.4.3 Dokumentasi ... 44

3.5 Instrumen Penelitian... 44

3.6 Kredibilitas dan Transferabilitas ... 46

3.6.1 Kredibilitas ... 46

3.6.2 Transferabilitas ... 47

3.7 Teknik Analisis Data ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

4.1 Pelaksanaan Penelitian ... 50

(15)

xiv

4.2.1 Penelitian sebelum Pengimplementasian alat peraga Montessori ... 51

4.2.1.1 Latar Belakang Subjek ... 51

4.2.1.2 Pandangan Subjek terhadap Alat Peraga ... 55

4.2.1.3 Kefamiliaran Subjek terhadap Alat Peraga ... 56

4.2.1.4 Pengalaman Subjek Menggunakan Alat Peraga ... 58

4.2.2 Penelitian setelah Pengimplementasian Alat Peraga Montessori... 59

4.2.2.1 Pengalaman subjek Menggunakan Alat Peraga Montessori ... 59

4.2.2.2 Perasaan Subjek Menggunakan Alat Peraga Montessori ... 62

4.2.2.3 Kendala yang Dialami Subjek ... 64

4.2.2.4 Manfaat Menggunakan Alat Peraga Montessori ... 69

4.3 Pembahasan ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

5.1 Kesimpulan ... 79

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 80

5.3 Saran ... 80

DAFTAR REFERENSI ... 81

LAMPIRAN ... 85

(16)

xv DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Perencanaan Kegiatan Observasi ... 37

Tabel 3.2 : Perencanaan Kegiatan Wawancara ... 38

Tabel 4.1 : Pelaksanaan Observasi ... 50

(17)

xvi DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Bagan Persepsi ... 22

Gambar 2.2 : Bagan Persepsi yang sudah Dimodifikasi ... 22

Gambar 2.3 : Skema Literature Map ... 29

Gambar 3.1 : Bagan Prosedur Penelitian ... 36

(18)

xvii DAFTAR LAMPIRAN

A. Pedoman Observasi dan Wawancara

Lampiran 3.1 : Pedoman Observasi Kondisi Sosio- Cultural ... 85

Lampiran 3.2 : Pedoman Observasi Proses Pembelajaran ... 86

Lampiran 3.3 : Pedoman Observasi Guru ... 87

Lampiran 3.4 : Pedoman Observasi Siswa ... 88

Lampiran 3.5 : Pedoman Wawancara Pra- Penelitian Guru ... 90

Lampiran 3.6 : Pedoman Wawancara Pra- Penelitian Siswa ... 92

Lampiran 3.7 : Pedoman Wawancara Pasca- Penelitian Guru ... 93

Lampiran 3.8 : Pedoman Wawancara Pasca- Penelitian Siswa ... 97

B. Observasi Lampiran 4.1 : Transkrip Observasi Kondisi Sosio- Cultural ... 100

Lampiran 4.2 : Transkrip Observasi Proses Pembelajaran ke- 1 ... 102

Lampiran 4.3 : Transkrip Observasi Proses Pembelajaran ke- 2 ... 104

Lampiran 4.4 : Transkrip Observasi Penelitian Pertemuan Pertama ... 106

Lampiran 4.5 : Transkrip Observasi Penelitian Pertemuan Kedua ... 112

Lampiran 4.6 : Transkrip ObservasiPenelitian Pertemuan Ketiga ... 116

Lampiran 4.7 : Transkrip Observasi Penelitian Pertemuan Keempat ... 119

C. Wawancara Lampiran 4.8 : Verbatim Wawancara Pra- Penelitian Guru ... 122

Lampiran 4.9 : Verbatim Wawancara Pra- Penelitian Siswa A ... 125

Lampiran 4.10 : Verbatim Wawancara Pra- Penelitian Siswa B ... 127

Lampiran 4.11 : Verbatim Wawancara Pra- Penelitian Siswa C ... 130

Lampiran 4.12 : Verbatim Wawancara Pasca- Penelitian Guru ... 132

Lampiran 4.13 : Verbatim Wawancara Pasca- Penelitian Siswa A ... 136

Lampiran 4.14 : Verbatim Wawancara Pasca- Penelitian Siswa B ... 139

Lampiran 4.15 : Verbatim Wawancara Pasca- Penelitian Siswa C ... 141

D. Foto-foto Lampiran 4.16 : Foto-foto Wawancara dan Observasi ... 143

(19)
(20)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini dijelaskan (1) latar belakang masalah, (2) rumusan masalah,

(3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) definisi operasional.

1.1Latar Belakang Masalah

Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap

orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara

seseorang dengan lingkungannya. Hal itu juga sependapat dengan Sumantri

(2001: 114) bahwa proses belajar mengajar merupakan interaksi yang dilakukan

antara guru dengan peserta didik dalam suatu situasi pendidikan atau pengajaran

untuk mewujudkan tujuan yang diterapkan. Oleh karena itu, pembelajaran dapat

terjadi kapan saja dan dimana saja tak terkecuali di Sekolah Dasar.

Pada pembelajaran di Sekolah Dasar siswa belajar berbagai macam mata

pelajaran salah satunya adalah pembelajaran matematika. Pembelajaran

matematika merupakan pembelajaran pokok bagi siswa karena dalam

kesehariannya siswa berhubungan langsung dengan matematika. Selain itu

pembelajaran matematika juga mengembangkan proses berfikir siswa dalam

membangun pengetahuan yang baru guna meningkatkan penguasaan terhadap

materi pembelajaran. Tujuan akhir dari pembelajaran matematika di Sekolah

Dasar adalah agar siswa terampil dalam mengembangkan berbagai konsep

matematika dalam kehidupan sehari-hari (Heruman, 2007: 2). Maka dari itu dalam

setiap proses pembelajarannya siswa dibekali kemampuan berfikir untuk

memahami konsep-konsep matematika sehingga akan tercapai tujuan atau hasil

belajar yang diharapkan.

Hasil belajar matematika di Sekolah Dasar yang diharapkan berupa

kemampuan siswa untuk berpikir kritis, kreatif, logis, sistematis, dan analitis

(Badan Standar Nasional Pendidikan [BSNP], 2006: 172). Untuk mencapai

kompetensi pada pembelajaran matematika penggunaan alat peraga sangat

diperlukan. Hal ini sependapat dengan Heruman (2007: 2) bahwa dalam

(21)

2 media dan alat peraga yang dapat memperjelas apa yang disampaikan oleh guru

sehingga lebih cepat dipahami dan dimengerti oleh siswa. Alat peraga merupakan

suatu komponen dalam pembelajaran yang bermanfaat untuk mencapai tujuan

pembelajaran (Saryono, 2011: 17). Alat peraga juga berfungsi untuk

menyampaikan pesan atau materi sehingga siswa dapat memahami dan

menangkap pesan dan makna yang disampaikan. Selain itu menurut Sumantri dan

Permana (2001: 154), fungsi alat peraga adalah untuk meletakkan dasar-dasar

yang konkrit dari konsep yang abstrak sehingga dapat mengurangi pemahaman

yang bersifat verbalisme.

Hal di atas sesuai dengan karakteristik siswa Sekolah Dasar yang berusia

antara 6 hingga 12 tahun. Menurut Piaget dalam (Suparno, 2001: 26) anak dalam

usia tersebut termasuk dalam tahapan operasional konkret. Pada tahapan ini

kemampuan anak yang tampak adalah kemampuan dalam proses berfikir untuk

mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang

bersifat konkret. Pada usia perkembangan kognitif siswa Sekolah Dasar masih

terikat dengan objek konkret yang ditangkap oleh panca indra (Heruman, 2007:

1). Maka dari itu dalam setiap kegiatan pembelajaran siswa harus menggunakan

sesuatu yang konkret untuk memudahkan memahami materi yaitu dengan

penggunaan alat peraga dalam pembelajaran.

Terdapat beberapa metode pembelajaran yang menggunakan alat peraga,

salah satunya adalah metode Montessori. Metode Montessori adalah sebuah

metode pembelajaran yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh Maria

Montessori. Montessori menggunakan konsep belajar sambil bermain untuk

anak-anak (Holt, 2008:xi), dengan demikian anak-anak tidak menyadari bahwa kegiatan

bermainnya adalah kegiatan dalam memahami konsep. Montessori juga membuat

sendiri alat peraganya. Alat peraga matematika menurut Montessori merupakan

material atau alat yang dirancang dengan konsep dan desain yang unggul

berdasarkan cakupan pemahaman matematika yang akan dicapai (Lillard, 1997:

137). Selain itu alat peraga Montessori memiliki karakteristik antara lain menarik,

bergradasi, memiliki pengendali kesalahan, dan memungkinkan siswa untuk

(22)

3 Observasi yang dilakukan sebanyak dua kali yaitu tanggal 7 Februari

2014 dan tanggal 24 Februari 2014 pada kelas V di SD N Sokowaten didapatkan

hasil bahwa dalam pembelajaran matematika guru menggunakan papan tulis

dalam menyampaikan materi kepada siswa. Guru menuliskan materi di papan tulis

lalu siswa mencatat materi tersebut ke dalam buku catatan. Selain itu guru juga

menyampaikan materi dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab,

dalam kegiatan pembelajarannya tidak terlihat penggunaan alat peraga. Selain itu

berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada guru, guru mengungkapkan

bahwa guru jarang menggunakan alat peraga dalam pembelajaran. Pernah sekali

pada semester awal melakukan pembelajaran menggunakan alat peraga bangun

ruang kubus dan balok.

Sekolah Dasar Negeri Sokowaten adalah tempat untuk menguji

efektivitas penggunaan alat peraga Montessori. Alat peraga yang sudah dibuat

untuk materi bangun datar pada kelas V. Alat peragatersebut berupa satu set papan

geometri bidang datar. Alat peraga bangun datar ini merupakan modofikasi alat

peraga Montessori Metal Squares pada alat peraga ini, dimana papan 1 yang

dibagi menjadi 6 bagian, 3 bagian merupakan spesifikasi bangun persegi, 3

bangun lainnya merupakan spesifikasi bangun segitiga. Papan 2 dikembangkan

sifat-sifat bangun datar dari bangun belah ketupat dan layang-layang. Papan 3

dikembangkan sifat-sifat bangun datar dari bangun jajar genjang dan trapesium.

Pada papan 4 dikembangkan sifat-sifat bangun datar dari bangun datar lingkaran,

segilima, dan segienam dan papan 5 dikembangkan sifat-sifat bangun datar dari

bangun segitujuh, segidelapan, dan segisembilan.

Alat peraga tersebut akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran di

kelas V SD N Sokowaten Baru. Peneliti eksperimen akan meneliti alat peraga

tersebut untuk melakukan uji efektivitas alat. Selanjutnya peneliti akan meneliti

lebih mendalam mengenai persepsi guru dan siswa atas penggunaan alat peraga

tersebut dalam kegiatan pembelajaran. Persepsi seseorang dalam mengartikan

suatu objek dapat dilihat melalui alat inderawinya. Selanjutnya objek yang

dipersepsinya akan diproses kedalam otak lalu memaknainya dalam bentuk

kata-kata dan tingkah laku (Slameto, 2010). Selain itu persepsi pada manusia dapat

(23)

4 indra. Oleh karena itu persepsi guru dan siswa terhadap alat peraga akan terlihat

melalui kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu persepsi mempengaruhi intensitas

seseorang dalam menggunakan suatu produk. Apabila guru dan siswa memiliki

persepsi yang positif mengenai alat peraga, maka intensitas siswa dan guru dalam

memanfaatkan alat peraga tersebut semakin besar. Begitu pula sebaliknya apabila

guru dan siswa memiliki persepsi negatif mengenai alat peraga maka intensitas

penggunaan alat peraga dalam memanfaatkan alat peraga semakin berkurang. Di

sinilah letak persepsi itu mulai berperan dalam proses transfer pengetahuan

dengan menggunakan alat peraga pembelajaran.

Berdasarkan penjelasan di atas peneliti akan meneliti mengenai

pengalaman, perasaan, dan manfaat yang diharapkan guru dan siswa dalam

menggunakan alat peraga Montessori bangun datar selama proses pembelajaran.

Penelitian ini dibatasi pada persepsi guru dan siswa atas penggunaan alat peraga

Montessori bangun datar untuk kelas VB, dengan standar kompetensi memahami

sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun, kompetensi dasar mengidentifikasi

sifat-sifat bangun datar, dan pada materi bangun datar pada semeseter genap tahun

ajaran 2013/ 2014 di SD N Sokowaten Baru Yogyakarta.

1.2Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana persepsi guru terhadap penggunaan alat peraga bangun datar

berbasis metode Montessori?

1.2.2 Bagaimana persepsi siswa terhadap penggunaan alat peraga bangun datar

berbasis metode Montessori?

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Untuk mengetahui persepsi guru terhadap penggunaan alat peraga bangun

datar berbasis metode Montessori.

1.3.2 Untuk mengetahui persepsi siswa terhadap penggunaan alat peraga bangun

(24)

5 1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

Temuan yang didapatkan dari penelitian ini dapat memperkaya wawasan

tentang pesepsi guru dan siswa atas penggunaan alat peraga Montessori

khususnya materi bangun datar di kelas V.

1.4.2 Manfaat praktis

1.4.2.1 Bagi Siswa

Memperoleh pengalaman dalam menggunakan alat peraga Montessori

bangun datar dalam kegiatan pembelajaran dan melakukan wawancara

tentang persepsi penggunaan alat peraga berbasis Montessori.

1.4.2.2 Bagi Guru

Memiliki paradigma tentang pembelajaran Montesori, memiliki referensi

dalam membuat alat peraga pembelajaran dan memiliki inspirasi dalam

melakukan pembelajaran matematika menggunakan alat peraga

Montessori bangun datar.

1.4.2.3 Bagi sekolah

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memberikan tambahan

informasi bagi sekolah mengenai penggunaan alat peraga Montessori

dalam pembelajaran matematika bangun datar serta menambah referensi

bagi perpustakaan sekolah khususnya terkait dengan penelitian kualitatif.

1.4.2.4 Bagi peneliti lain

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui gambaran atau

evaluasi tentang alat peraga yang baru saja dikembangkan serta

menambah informasi yang baru mengenai persepsi guru dan siswa terkait

alat peraga Montessori dan dapat digunakan sebagai acuan dalam

penelitian kualitatif.

1.4.2.5 Bagi peneliti

Dapat memperoleh pengalaman dalam melakukan penelitian kualitatif

khususnya meneliti tentang persepsi guru dan siswa atas penggunaan alat

peraga berbasis Montessori pada pembelajaran bangun datar di kelas V

(25)

6 1.5Definisi Operasional

1.5.1 Persepsi adalah suatu proses kegiatan mengartikan atau menyimpulkan

suatu pesan atau informasi yang diperoleh melalui alat inderawinya yang

berupa objek, peristiwa, atau pengalaman menggunakan pengetahuan yang

dimilikinya, setelah menginderakan suatu objek selanjutnya diproses ke

dalam otak lalu memaknai hasil yang dipersepsinya melalui kata-kata atau

tingkah laku.

1.5.2 Alat peraga adalah alat yang digunakan guru untuk membantu menyajikan

konsep materi pembelajaran kepada siswa pada saat proses pembelajaran.

1.5.3 Alat Peraga Montessori adalah suatu alat pembelajaran yang

mengembangkan kemampuan matematika siswa yang dibuat secara

menarik, bergradasi, dan memiliki pengendali kesalahan yang

memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri.

1.5.4 Materi bangun datar adalah materi yang dipelajari oleh siswa yang

meliputi bentuk dan sifat-sifat dari berbagai bentuk bangun datar dalam

pembelajaran.

1.5.5 Alat peraga Montessori bangun datar adalah alat peraga bangun datar yang

terdiri dari satu set papan geometri bidang datar yang terbuat dari bahan

(26)

7 BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini terdapat pembahasan tentang landasan teori yang terbagi

menjadi tiga bagian, yaitu (1) kajian pustaka, (2) hasil penelitian terdahulu, dan

(3) kerangka berpikir.

2.1Kajian Pustaka

2.1.1 Teori-teori yang Mendukung

2.1.1.1Teori Perkembangan Anak Menurut Piaget

Piaget dalam Suparno (2001: 26) membagi perkembangan anak menjadi 4

tahap yaitu, tahap sensorimotor, tahap pra-operasional, tahap operasional konkret,

dan tahap operasi formal. Setiap tahap memiliki karakteristik di antaranya :

1. Tahap Sensorimotor (0 - 2 tahun)

Pada tahap ini kecerdasan anak dalam bentuk tindakan inderawi, seperti:

menggenggam, melihat, mendengarkan, dan menangis. Anak belum dapat

berbicara sehingga belum dapat menggunakan bahasa simbol. Pengetahuan anak

yang dibentuk lebih banyak dalam pengetahuan fisis. Oleh karena itu kecerdasan

anak menghasilkan suatu tindakan, bukan pengetahuan. Anak belum mampu

mengalami ikatan tempat dan waktu sehingga belum mampu mengidentifikasi

sebab dan akibat dari terjadinya sesuatu. Pada tahap ini, kecerdasan terjadi secara

bertingkat dan berkelanjutan sehingga dijadikan dasar perkembangan pandangan

dan kecerdasan anak pada tahap berikutnya.

2. Tahap Praoperasional (2 - 7 tahun)

Tahap ini dicirikan dengan penggunaan simbol yang memberi kejelasan

obyek. Melalui simbol tersebut, anak dapat mengungkapkan suatu hal yang

terjadi. Dia dapat membicarakan hal-hal yang sudah terjadi, hal-hal yang sedang

dialami tanpa ikatan ruang dan waktu. Pada tahap ini kecerdasan anak

berkembang karena sudah dapat menggambarkan sesuatu dengan bentuk lain.

Bahasa yang digunakan anak bersifat egosentris yaitu berbicara dengan dirinya

sendirinya. Anak sudah dapat mengidentifikasi sebab dan akibat dari sesuatu yang

(27)

8 3. Tahap Operasi Konkret (7 - 11 tahun)

Pada tahap ini, sistem pemikiran anak didasari aturan logis. Anak sudah

dapat memperkembangkan operasi logis yang terdiri dari operasi reversibel dan

operasi yang bersifat kekekalan. Operasi reversibel yaitu pemikiran yang dapat

dikembalikan kepada awalnya lagi. Misalnya A dikembangkan dengan metode

tertentu menjadi B, kemudian B dapat dikembangkan dengan metode tertentu

menjadi A. Perkembangan sistem logis pada anak dapat diterapkan dalam

pemecahan persoalan konkrit. Operasi kekekalan yaitu pemikiran bahwa benda A

dengan proses tertentu menjadi benda B dan selamanya akan seperti itu. Pada

tahap ini anak dapat menganalisis berbagai segi yang berdasarkan pada sesuatu

nyata. Kecerdasan anak sangat maju namun terbatas pada hal konkrit.

4. Tahap Operasi Formal (11 tahun - ke atas)

Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir logis berdasarkan teoritis

formal. Anak dapat menyimpulkan tentang hal-hal yang diamati. Melalui kegiatan

tersebut, logika anak berkembang. Anak mulai mengerti berpikir abstrak dan

membuat teori tentang sesuatu yang dihadapi, pikirannya sudah melampaui waktu

dan tempat. Anak tidak hanya terikat pada hal yang dialami namun juga dapat

berpikir tentang sesuatu yang akan datang karena dia sudah dapat berpikir secara

hipotesis. Tahap pemikiran ini sama dengan orang dewasa secara kualitatif, yang

membedakan hanya dalam kuantitas orang dewasa lebih banyak memiliki skema.

Menurut penjabaran di atas teori Piaget menyebutkan bahwa anak akan

lebih mudah belajar dengan hal-hal yang konkret dalam artian dapat diamati

menggunakan panca indera. Melihat tahapan perkembangan kognitif anak

menurut Piaget, siswa SD berada pada rentang usia 7-11 tahun yang berada pada

tahap operasional konkret. Sudah dijelaskan sebelumnya pada tahapan ini anak

dapat berpikir secara sistematis hanya pada objek-objek yang konkret, maka

dalam pembelajaran guru harus menyajikan materi pembelajaran menggunakan

(28)

9

2.1.2 Metode Pembelajaran Montessori

Metode Montessori merupakan sebuah metode pembelajaran yang

diperkenalkan dan dikembangkan oleh Maria Montessori. Beliau adalah seorang

dokter wanita pertama di Italia yang lahir pada tanggal 31 Agustus 1870 dan

wafat pada tanggal 6 Mei 1952, dengan menggunakan konsep belajar sambil

bermain untuk anak-anak (Holt, 2008:xi). Dengan demikian anak tidak menyadari

bahwa kegiatan bermainnya adalah kegiatan belajar berbagai macam

konsep-konsep pembelajaran.Metode ini sangat menekankan pembelajaran yang

dilakukan oleh anak secara mandiri dengan sesedikit mungkin intervensi dari

orang dewasa (Montessori, 2002: 33).

Terdapat tiga hal yang menjadi prinsip dasar dari metode Montessori yaitu

filosofi yang digunakan, tugas pendidik dalam pembelajaran dan adanya alat

peraga (Hainstock, 1997: 38). Esensi metode Montessori terletak pada filosofinya

terhadap anak, yaitu “Teach Me to Do It Myself”. Filosofi tersebut mengandung

makna bahwa Montessori mempercayai kemampuan seorang anak untuk bekerja

dan menemukan cara belajarnya sendiri (Seldin, 2006: 12). Montessori

menggunakan kebebasan setiap anak untuk beraktivitas sebagai basis untuk

membentuk sikap disiplin dalam diri anak (Montessori, 2002: 86).

Prinsip kedua yaitu tugas pendidik dalam pembelajaran Montessori adalah

membantu anak untuk semakin dapat mandiri dalam hidup dengan

mengembangkan seluruh kemampuannya secara maksimal. Karena itu,

Montessori menggunakan kemerdekaan masing-masing anak untuk beraktivitas

sebagai dasar untuk membentuk sikap disiplin dalam diri anak, karena sikap

disiplin datang dari kemerdekaan itu (Montessori, 2002: 90). Metode Montessori

memberikan kesempatan pada anak untuk (1) bekerja dengan dirinya sendiri (2)

bekerja tanpa mengandalkan bantuan atau pun interupsi, (3) bekerja dengan penuh

konsentrasi, (4) bekerja dengan kelompok atau lingkungan yang telah disiapkan,

dan (5) menggali potensi diri dengan kemauannya sendiri (Lillard, 1996: 98).

Prinsip ketiga dari metode Montessori adalah alat peraga adanya alat

peraga yang memiliki pengendali kesalahan dengan tujuan anak dapat mengoreksi

(29)

10 Montessori sendiri dengan mengacu pada teori Itard dan Seguin (Hainstock, 1997:

13).

Berdasarkan penjelasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa metode

pembelajaran Montessori sangat berpegang teguh pada kemerdekaan atau

pembebasan kepada anak. Anak bebas sesuai dengan keinginan dan kehendak

yang akan mereka lakukan tanpa adanya perintah atau tuntutan. Pada prinsip

metode Montessori ini menekankan pada kedisiplinan anak, menemukan cara

belajar sendiri serta mampu memperbaiki kesalahan.

2.1.3 Alat Peraga

2.1.3.1Pengertian Alat Peraga

Alat merupakan barang yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu,

mencapai maksud tertentu, sedangkan peraga merupakan alat media pengajaran

untuk meragakan sajian pelajaran, sehingga alat peraga adalah alat yang

digunakan untuk menyajikan materi pembelajaran (KBBI, 2008). Sependapat

dengan hal tersebut Sudono (2010: 14) mengungkapkan bahwa alat peraga adalah

alat yang berfungsi untuk menerangkan suatu mata pelajaran tertentu dalam suatu

proses belajar mengajar.

Istilah alat peraga menunjuk kepada suatu alat atau benda yang sama yang

dapat mengantarkan pesan pembelajaran antara pemberi pesan kepada penerima

pesan (Anitah, 2010: 4). Sependapat dengan hal tersebut, Sukayati dan Agus

(2009: 6) menjelaskan bahwa media pembelajaran merupakan semua benda yang

menjadi perantara dalam terjadinya pembelajaran. Berdasarkan fungsinya media

dapat berbentuk alat peraga dan sarana tetapi dalam keseharian tidak terlalu

dibedakan antara media dan alat peraga. Hal tersebut sependapat dengan Smaldino

(2011: 14), alat peraga merupakan bagian dari media pembelajaran. Media adalah

semua sarana untuk memperlancar proses pembelajaran, sedangkan alat peraga

adalah alat yang memeragakan konsep materi pembelajaran yang akan

disampaikan oleh guru.

Fungsi dari alat peraga adalah (1) alat bantu untuk mewujudkan situasi

mengajar yang efektif, (2) bagian integral dari keseluruhan situasi mengajar, (3)

(30)

11 mengurangi pemahaman yang bersifat verbal, (4) membangkitkan motivasi

belajar peserta didik, dan (5) mempertinggi mutu belajar mengajar (Sumantri,

2001: 154).

Berdasarkan penjelasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa alat peraga

merupakan alat yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Guru

menyampaikan materi kepada siswa dengan menggunakan alat peraga untuk

memudahkan siswa dalam memahami suatu konsep yang abstrak menjadi nyata

atau konkret.

2.1.3.2Pengertian Alat Peraga Montessori

Alat peraga Montessori adalah material pembelajaran siswa yang

dirancang secara menarik, bergradasi, memiliki kendali kesalahan, dan

memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri tanpa banyak intervensi dari

guru (Lillard, 1997: 11). Alat peraga matematika menurut Montessori adalah

material yang dirancang dengan konsep dan desain yang unggul berdasarkan

cakupan pemahaman matematika yang akan dicapai (Lillard, 1997: 137). Tujuan

dari penggunaan alat peraga matematika adalah pertama-tama bukan untuk

mengajar matematika, tetapi terutama untuk membantu siswa dalam

mengembangkan kemampuan matematikanya yang meliputi pemahaman perintah,

urutan, abstraksi, dan kemampuan untuk mengkonstruksi konsep-konsep baru

sebagai pengetahuan yang diperoleh dalam pembelajaran.

Selain itu untuk melatih seluruh indera yang ada dalam tubuh, alat peraga

Montessori dilengkapi dengan sensor-sensor yang merangsang penggunaan

kelima indera manusia (Hainstock, 1997). Hal tersebut memperlihatkan bahwa

alat peraga yang diciptakan Montessori tidak hanya mewakili konsep yang akan

disampaikan namun juga mampu mengakomodir seluruh kebutuhan anak sesuai

dengan usia dan kebutuhannya (Montessori, 1964: 168).

Alat peraga Montessori pada bidang matematika dirancang untuk

mengembangkan kemampuan matematis (Hainstock, 1997: 137), sehingga alat

peraga tersebut bukan semata-mata dirancang untuk mencapai kompetensi

matematika saja. Kemampuan matematis yang terdapat pada alat peraga

Montessori meliputi abstraksi, pemahaman perintah, dan pengkonstruksian

(31)

12 Berdasarkan penjelasan di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa alat

peraga Montessori adalah suatu alat pembelajaran yang mengembangkan

kemampuan matematika guna membangun konsep-konsep yang baru serta alat

peraganya dibuat secara menarik, bergradasi dan memiliki pengendali kesalahan

yang memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri.

2.1.3.3Ciri-ciri Alat Peraga Montessori

Pada metode Montessori, alat peraga mempunyai peranan yang penting

dalam tahap perkembangan siswa. Montessori merumuskan ciri-ciri alat peraga

yang baik (Montessori, 2002: 170-176), yaitu:

a) Menarik

Bagi anak-anak pembelajaran dimaksudkan untuk mengembangkan

seluruh potensi anak melalui panca indera. Alat-alat peraga harus dibuat menarik

bagi anak-anak agar secara spontan anak-anak ingin menyentuh, meraba,

memegang, merasakan, dan menggunakannya untuk belajar. Untuk itu tampilan

fisik alat peraga harus mengkombinasikan warna yang cerah dan lembut

(Montessori, 2002: 174).

b) Bergradasi

Alat peraga harus memiliki gradasi rangsangan yang rasional terkait

warna, bentuk, dan usia anak sehingga bukan hanya alat peraga sebanyak

mungkin melibatkan penggunaan panca indera, tetapi juga alat peraga yang sama

bisa digunakan untuk berbagai usia perkembangan anak dengan tingkat abstraksi

pembentukan konsep-konsep yang semakin kompleks. Untuk memperkenalkan

gradasi warna merah, misalnya, kartu-katu warna merah dibuat dengan 10 gradasi

dari kartu berwarna merah sangat tua sampai dengan kartu berwarna merah sangat

muda. Selain itu ada juga gradasi bentuk, dengan gradasi bentuk anak belajar

membeda-bedakan besar-kecil dan berat-ringan suatu objek (Montessori, 2002:

174).

c) Auto-correction

Alat peraga harus memiliki pengendali kesalahan pada alat peraga itu

sendiri agar anak dapat mengetahui sendiri apakah aktivitas yang dilakukannya itu

benar atau salah tanpa perlu diberi tahu orang lain yang lebih dewasa atau guru.

(32)

13 sedemikian rupa sehingga anak akan mengetahui sendiri jika tindakannya tidak

tepat. Misalnya gelas dan piring dibuat bukan dari bahan plastik, tetapi dari bahan

gelas yang bisa pecah jika tidak digunakan secara hati-hati (Montessori, 2002:

83).

d) Auto-education

Seluruh alat peraga harus diciptakan agar memungkinkan anak semakin

mandiri dalam belajar dan mengembangkan diri dan meminimalisir campur

tangan orang dewasa. Keberhasilan pendidikan seperti ini didasarkan pada

lingkungan yang dikondisikan dengan berbagai alat peraga didaktik, dan bukan

pertama-tama didasarkan pada kelihaian guru dalam mendidik anak (Montessori,

2002: 172).

Perkembangan anak sangat tergantung bukan pada guru yang mendidik,

tetapi tergantung pada anak sendiri dengan berbagai aktivitas pembelajaran yang

dilakukannya. Jika orang dewasa harus memberikan pengarahan, pengarahannya

harus singkat (semakin banyak kata-kata semakin tidak baik bagi perkembangan

anak), sederhana (harus digunakan pilihan kata-kata yang sederhana), dan objektif

(dalam memberikan penjelasan, orang dewasa sebaiknya hanya berfokus pada

objek yang mau dijelaskan, dan bukan menarik anak pada diri orang dewasa)

(Montessori, 2002:107-118).

e) Kontekstual

Dari keempat ciri alat peraga Montessori yang memang disebutkan oleh

Montessori secara eksplisit di atas, akan ditambahkan satu ciri lagi oleh peneliti

yaitu kontekstual. Dari sejarahnya Montessori mulai mengembangkan sistem

pembelajarannya terutama untuk anak-anak gelandangan yang miskin di Roma

dengan alat-alat peraga yang diciptakan dengan material apa adanya di lingkungan

sekitar perkampungan kumuh. Itu berarti konteks lingkungan sekitar menjadi

sumber yang tidak terbatas untuk pembelajaran. Alat peraga dalam pembuatannya

atau bahan-bahan untuk membuat alat peraga menggunakan material yang ada di

lingkungan sekitar (Johnson, 2007).

Berdasarkan penjelasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa ciri-ciri alat

peraga Montessori adalah alat peraga menarik baik dilihat dari tampilan fisik,

(33)

14 pengendali kesalahan, auto-education yang menekankan pada kemandirian anak,

dan kontekstual sehingga pembuatannya menggunakan benda-benda yang terdapat

di lingkungan sekitar. Semua ciri ini merupakan peranan penting untuk

pemahaman siswa dalam menggunakan alat peraga Montessori.

2.1.4 Pembelajaran Matematika di Kelas

2.1.4.1Pengertian Pembelajaran Matematika

Pembelajaran merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh seorang guru

dalam mengarahkan interaksi siswa ke dalam sumber belajar untuk mencapai

tujuan tertentu (Triyanto, 2009: 17).

Matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta

operasi-operasinya, melainkan juga unsur ruang sebagai sasarannya. Namun

penunjukkan kuantitas seperti itu belum memenuhi sasaran matematika yang lain,

yaitu yang ditunjukkan kepada hubungan pola, bentuk dan struktur Tinggih

(dalam Hudojo dan Herman, 2001).

Hal di atas sependapat dengan Hudojo dan Herman (2001: 46),

matematika adalah ilmu yang berkenaan dengan gagasan terstruktur yang

ditunjukkan melalui hubungan-hubungan yang logis, bersifat abstrak dengan

penalaran deduktif berdasarkan landasan kesepakatan-kesepakatan yang

membentuk suatu sistem.

Jadi pembelajaran matematika adalah usaha sadar yang dilakukan oleh

seorang guru dalam mengarahkan interaksi siswa ke dalam ilmu yang berkenaan

dengan gagasan terstruktur yang ditunjukkan melalui hubungan-hubungan yang

logis, bersifat abstrak dengan penalaran yang saling berhubungan.

2.1.4.2Keterampilan Geometri dalam Matematika

Geometri adalah cabang matematika yang menerangkan sifat-sifat garis,

sudut, bidang, dan ruang (KBBI, 2008: 442). Sehubungan dengan hal tersebut,

Walle (2008: 150) menyatakan bahwa keterampilan geometri merupakan

kemampuan dalam penggambaran objek dalam pikiran dan hubungan keterkaitan

ruang, disebutkan pula bahwa tanpa pengalaman akan geometri seseorang akan

mengalami kendala dalam tingkat pemahaman dan logika ruang. Lebih jauh lagi,

(34)

15 keterampilan yang berpengaruh terhadap keterampilan yang lainnya. Geometri

berhubungan dengan keterampilan berhitung, yaitu menghitung luas bangun.

Pembelajaran geometri bukan dimulai dari pemberian definisi-definisi tentang

suatu bangun kepada siswa namun lebih pada proses pengidentifikasian suatu

bangun (Heruman, 2008: 87). Tujuan mempelajari geometri untuk anak adalah

mengembangkan kompetensi anak dalam hal logika keruangan atau pemahaman

ruang dan mengembangkan prinsip-prinsip dalam materi suatu bangun (Walle,

2008: 150).

Berdasarkan penjelasan di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa

keterampilan geometri merupakan keterampilan matematika yang berkaitan

dengan pengindentifikasi suatu objek atau bangun. Keterampilan geometri

berpengaruh pada keterampilan yang lainnya sehingga harus dikembangkan

secara maksimal terhadap konsep-konsep yang harus diberikan kepada siswa.

2.1.4.3Materi Bangun Datar Kelas V

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran pokok yang wajib

dipelajari oleh siswa Sekolah Dasar. Tujuan matematika adalah membangun

kemampuan siswa untuk berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, serta

kemampuan bekerjasama.

Banyak materi pembelajaran matematika yang dipelajari siswa di kelas V

akan tetapi dalam penelitian ini materi dibatasi pada materi Bangun Datar dengan

Standar Kompetensi 6. Memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun

dan Kompetensi Dasar 6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar, bangun datar

segitiga (segitiga sama kaki, segitiga sama sisi, segitiga siku-siku, segitiga

sembarang), persegi, persegi panjang, trapesium, jajar genjang, lingkaran, belah

ketupat dan layang-layang. Sifat-sifat tersebut terdiri dari jumlah sisi, sudut, titik

sudut dan bidang diagonal dari suatu bangun datar. Berikut adalah pengertian dan

sifat-sifat bangun datar persegi, persegi panjang, segitiga, belah ketupat,

layang-layang, jajargenjang, trapesium, lingkaran menurut Zaini dan Siti (2007: 62-67).

1. Persegi

Bangun persegi adalah suatu bangun segi empat yang keempat sisinya sama

panjang dan keempat sudutnya siki-siku. Sifat-sifatnya meliputi keempat

(35)

16 360°, kedua diagonalnya sama panjang, kedua diagonalnya saling

berpotongan tegak lurus dan membagi dua sama panjang, dan kedua

diagonalnya membagi sudut menjadi dua sama besar.

2. Persegi Panjang

Bangun persegi panjang adalah suatu bangun segi empat yang keempat

sudutnya siku-siku. Sifat-sifatnya antara lain memiliki dua pasang sisi yang

sama panjang dan sejajar, keempat sudutnya siku-siku, jumlah besar

sudut-sudutnya 360°, kedua diagonalnya sama panjang, dan kedua diagonalnya

saling berpotongan dan membagi dua sama panjang.

3. Segitiga

Bangun segitiga adalah bangun yang memiliki tiga sisi. Secara umum

sifat-sifat dari segitiga adalah memiliki tiga sisi, memiliki tiga sudut, memiliki tiga

titik sudut, dan jumlah besar sudutnya adalah 180°.

4. Belah Ketupat

Bangun belah ketupat merupakan jajargenjang khusus yakni jajargenjang

yang sisi-sisinya sama panjang. Sifat-sifatnya antara lain keempat sisinya

sama panjang, sudut yang berhadapan sama besar, jumlah

sudut-sudutnya 360°, kedua diagonal saling berpotongan tegak lurus dan membagi

dua sama panjang, dan kedua diagonal membagi sudut menjadi dua sama

besar.

5. Layang-layang

Bangun layang-layang adalah suatu bangun segi empat dengan dua pasang

sisi saling berdekatan sama panjang. Sifat-sifatnya antara lain memiliki dua

pasang sisi yang sama panjang, memiliki sepasang sudut yang sama besar,

jumlah besar sudut-sudutnya 360°, kedua diagonalnya saling berpotongan

tegak lurus, dan salah satu diagonal terbagi dua sama panjang oleh diagonal

yang lain.

6. Jajargenjang

Bangun jajargenjang adalah suatu bangun segi empat dengan sisi-sisi yang

berhadapan sama panjang dan sejajar. Sifat-sifatnya antara lain sisi-sisinya

(36)

17 sama besar, jumlah besar sudut-sudutnya 360° dan kedua diagonalnya saling

berpotongan dan membagi dua sama panjang.

7. Trapesium

Bangun trapesium adalah suatu bangun segi empat yang dua sisinya sejajar.

Sifat-sifatnya antara lain memiliki sepasang sisi yang sejajar, jumlah besar

sudut-sudutnya 360°.

8. Lingkaran

Bangun lingkaran adalah bangun datar yang sisinya selalu berjarak sama

dengan titik pusat. Sifat-sifatnya antara lain memiliki titik pusat yang berada

di tengah lingkaran, memiliki diameter dan memiliki jari-jari lingkaran atau

radius.

2.1.5 Alat Peraga Bangun Datar Montessori Kelas V

Alat peraga bangun datar Montessori untuk siswa kelas V Sekolah Dasar

adalah satu set papan geometri bidang datar (segitiga yang terdiri dari:segitiga

sama kaki, segitiga sama sisi, segitiga sembarang; segiempat yang terdiri dari:

persegi, persegi panjang, jajar genjang, trapesium siku-siku, trapesium sama kaki,

trapesium sembarang, belah ketupat, layang-layang; segi lingkaran, segilima;

segienam; segitujuh; segidelapan; segisembilan dan segisepuluh). Alat ini

berbahan dari kayu yang akan dilubangi pada bagian alasnya sebagai tempat

untuk meletakkan bidang datar. Setiap bidang datar akan disusun menjadi bidang

datar lainnya yang merupakan bidang datar tersebut. Dengan aktivitas

mengindetifikasi sifat-sifat bangun datar maka diharapkan siswa dapat

mengetahui hubungan antar bangun melalui kartu soal latihan.

Alat peraga bangun datar ini merupakan modofikasi alat peraga

Montessori Metal Squares pada alat peraga ini, diaman papan 1 yang dibagi

menjadi 6 bagian, 3 bagian merupakan spesifikasi bangun persegi, 3 bangun

lainnya merupakan spesifikasi bangun segitiga. Papan 2 dikembangan sifat-sifat

bangun datar dari bangun belah ketupat dan layang-layang. Papan 3 dikembangan

sifat-sifat bangun datar dari bangun jajar genjang dan trapesium. Pada papan 4

(37)

18 segienam dan papan 5 dikembangan sifat-sifat bangun datar dari bangun

segitujuh, segidelapan, dan segisembilan.

Pada materi pembelajaran di kelas V bangun datar yang digunakan adalah

persegi, persegi panjang, segitiga (segitiga sama sisi, segitiga sama kaki, segitiga

siku-siku, segitiga sembarang), persegi panjang, trapesium, layang-layang, jajar

genjang dan lingkaran. Dengan alat peraga ini siswa mampu menemukan

sifat-sifat dari masing-masing bangun datar.

2.1.6 Persepsi

2.1.6.1Pengertian Persepsi

Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting bagi manusia

dalam menanggapi berbagai situasi dan gejala yang muncul di sekitarnya.

Persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu (KBBI, 2008). Jadi

tanggapan ini merupakan reaksi spontan yang muncul atas objek yang

dipersepsikan. Lebih jauh, Jalaludin (dalam Hadiwijaja, 2011) mengungkapkan

bahwa persepsi merupakan kegiatan penyimpulan dan penafsiran atas berbagai

pengalaman, informasi, dan objek yang dihadapi seseorang.

Senada dengan hal di atas Leavitt (dalam Desmita, 2009) memisahkan

pengertian persepsi dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti sempit,

persepsi merupakancara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas,

persepsi merupakan proses seseorang memandang sesuatu atau mengartikan

sesuatu.

Persepsi adalah proses masuknya suatu pesan atau informasi ke dalam otak

manusia (Slameto, 2010). Proses ini ditunjukkan melalui kegiatan penerimaan

rangsangan oleh indera (sensory) seseorang seperti melihat, mencium, meraba,

merasakan, dan mendengar (Matlin dalam Suharnan, 2005). Sedangkan Walgito

(1999: 45) menjelaskan bahwa proses persepsi merupakan suatu proses yang

didahului oleh penginderaan.

Proses pembentukan persepsi ini melibatkan tiga komponen utama yaitu

seleksi, penyusunan, dan penafsiran. Dalam kegiatan seleksi, seseorang

menyaring data yang diperoleh melalui alat inderawi sebagai akibat dari

(38)

19 relevansi kebutuhan sesorang pada saat itu. Pada tahap kedua, penyusunan, otak

menata dan menyederhanakan data-data yang ada ke dalam sistematika dan

organisasi yang lebih bermakna. Pemberian makna atas suatu informasi tersebut

adalah kegiatan penafsiran yang pada akhirnya tercermin dalam tingkah laku

sebagai respon atas rangsangan yang ada (Desmita, 2009).

Selain hal di atas, proses terbentuknya persepsi tidak akan terlepas dari

pengalaman penginderaan dan pemikiran. Seperti yang telah dijelaskan oleh

Robbins (dalam Muji, 2005) bahwa pengalaman masa lalu akan memberikan

dasar pemikiran, pemahaman, pandangan atau tanggapan individu terhadap

sesuatu yang ada di sekitarnya. Myers (dalam Muji, 2005) mengemukakan bahwa

persepsi terjadi dalam tiga tahapan yang berkesinambungan dan terpadu satu dan

lainnya, yaitu :

1. Pemilihan

Pada saat memperhatikan sesuatu berarti individu tidak memperhatikan

yang lainnya. Mengapa dan apa yang disaring biasanya berasal dari beberapa

faktor eksternal dan internal. Faktor internal terdiri dari enam prinsip: intensitas,

ukuran, kontras, pengulangan, gerakan. Sedangkan faktor-faktor eksternal yang

mliputi: (a) faktor fisiologis, individu dirangsang oleh apa yang sedang terjadi di

luar dirinya melalui pengindraan seperti mata, kulit, lidah, telinga, hidung, tetapi

tidak semua individu yang memiliki kekuatan indera yang sama, maka tidak setiap

individu mampu mempersepsikan dengan baik, (b) faktor psikologis, meliputi

motivasi dan pengalaman belajar masa lalu. Motivasi dan pengalaman belajar

masa lalu setiap individu berbeda. Sehingga individu cenderung mempersepsikan

apa yang sesuai dengan kebutuhan, motivasi dan minatnya.

2. Pengorganisasian

Pengelolaan stimulus atau informasi melibatkan proses kognisi, dimana

individu memahami dan memaknai stimulus yang ada. Individu yang memiliki

tingkat kognisi yang baik cenderung akan memiliki persepsi yang baik terhadap

objek yang dipersepsikan.

3. Interpretasi

Pada tahapan interpretasi individu biasanya melihat konteks dari objek

(39)

20 mengalami lingkungan, yaitu mengecek persepsi. Apakah orang lain juga melihat

sama seperti yang dilihat individu melalui perbandingan.

Berdasarkan penjabaran mengenai persepsi peneliti menyimpulkan bahwa

persepsi adalah suatu proses kegiatan mengartikan atau menyimpulkan suatu

pesan atau informasi yang diperoleh melalui alat inderawinya yang berupa objek,

peristiwa, atau pengalaman menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Setelah

menginderakan suatu objek selanjutnya diproses ke dalam otak lalu memaknai

hasil yang dipersepsinya melalui kata-kata atau tingkah laku.

2.1.6.2Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Faktor-faktor yang berpengaruh pada persepsi adalah faktor internal.

Faktor internal merupakan faktor yang ada dalam diri individu akan

mempengaruhi individu tersebut dalam mengadakan persepsi. Selain itu faktor

lain yang dapat mempengaruhi dalam proses persepsi yaitu faktor stimulus itu

sendiri dan faktor lingkungan dimana persepsi itu berlangsung, dan ini merupakan

faktor eksternal. Stimulus dan lingkungan sebagai faktor eksternal individu

sebagai faktor internal saling berinteraksi dalam individu dalam mengadakan

persepsi (Walgito, 1999: 46).

Agar stimulus dapat dipersepsi, maka stimulus harus cukup kuat agar

dapat dipersepsi oleh individu. Apabila stimulus kurang kuat maka akan

berpengaruh pada ketepatan persepsi. Bila stimulus itu berwujud benda-benda

bukan manusia maka ketepatan persepsi lebih terletak pada individu yang

mengadakan persepsi, karena benda yang dipersepsi tersebut tidak ada usaha

untuk mempengaruhi yang mempersepsi.

Selain itu menurut Toha (dalam Susanto, 2003: 154) menyatakan

faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang meliputi (1) faktor-faktor interen, antara

lain perasaan, sikap dan kepribadian individual, prasangka, keinginan atau

harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, ganguan kejiwaan, nilai

dan kebutuhan juga minat dan motivasi dari individu. (2) faktor eksteren, antara

lain latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan, dan

kebudayaan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, penggulangan gerakan,

(40)

21 Berdasarkan penjelasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa faktor-faktor

yang mungkin dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap penggunaan alat

peraga dalam pembelajaran adalah perasaan, sikap, prasangka keinginan atau

harapan, fokus, proses belajar, minat, motivasi pengetahuan informasi yang

diperoleh dan ketidak asingan suatu objek.

2.1.6.3Persepsi Terhadap Penggunaan Alat Peraga Montessori

Transfer pengetahuan akan dapat berjalan efektif bilamana memperhatikan

faktor-faktor psikologis yang ada pada siswa dan guru, salah satunya meliputi

aspek kognitif. Salah satu aktivitas dari aspek kognitif yang paling penting adalah

persepsi. Persepsi dapat mempengaruhi intensi seseorang dalam melakukan

sesuatu. Persepsi juga dipengaruh oleh suatu sikap terhadap objek dan dipicu oleh

suatu kejadian yang mengaktifkan sikap (Fazio, 1989; Fazio dan

Roskos-Ewoldsen, 1994).

Dalam theory of planned behavior (teori perilaku terencana), Ajzen dan

Fishbein (1980) menyatakan bahwa prediktor terbaik untuk reaksi yang akan kita

berikan pada situasi tertentu adalah kekuatan intensi kita dalam hubungannya

dengan situasi tersebut (Ajzen, 1987). Dalam intensi, terdapat tiga faktor penentu.

Faktor yang pertama adalah sikap terhadap perilaku yang dimaksud. Faktor yang

kedua berhubungan dengan keyakinan tentang bagaimana evaluasi orang lain

terhadap perilakunya (faktor ini dikenal dengan nama norma-norma subjektif).

Hal yang terakhir, intensi juga dipengaruhi oleh perceived behavioral control

(persepsi tentang kemampuannya untuk mengontrol perilaku) – sejauh mana

orang mempersepsi sebuah perilaku sulit atau mudah dilakukan. Jika dianggap

sulit, intensinya akan lebih lemah dibanding jika perilaku itu dianggap mudah.

Kedua faktor ini mempengaruhi intensitas, dan intensitas merupakan prediktor

terkuat untuk perilaku individu.

Menurut salah satu teori – yaitu model teori Fazio untuk proses

dari-sikap-ke-perilaku (Fazio, 1989; Fazio dan Roskos-Ewoldsen, 1994) – proses itu

berlangsung sebagaimana berikut. Kejadian tertentu mengaktifkan suatu sikap.

Begitu diaktifkan, sikap tersebut mempengaruhi persepsi kita terhadap objek

sikap. Pada saat yang sama, pengetahuan kita tentang apa yang sesuai untuk

(41)

22 Bersama-sama, sikap dan informasi yang tersimpan tentang apa yang cocok atau

diharapkan itu kemudian membentuk definisi terhadap kejadian tersebut. Definisi

atau persepsi ini kemudian mempengaruhi perilaku kita.

Menurut Rahmat (dalam Mukhtar, 2012: 13) menyebutkan persepsi dibagi

menjadi dua bentuk yaitu positif dan negatif, apabila objek yang dipersepsi sesuai

dengan penghayatan dan dapat diterima secara rasional dan emosional maka

manusia akan mempersepsikan positif atau cenderung menyukai dan menanggapi

sesuai dengan objek yang dipersepsikan. Apabila tidak sesuai dengan penghayatan

maka persepsinya negatif atau cenderung menjauhi, menolak dan menanggapinya

secara berlawanan terhadap objek persepsi tersebut.

Konsep persepsi menurut Walgito (2003: 116) tersaji pada bagan 2.1 di

bawah ini.

Bagan 2.1 Bagan persepsi yang dikutip dari Walgito

Bagan di atas menunjukkan bahwa objek sikap akan dipersepsi oleh

individu, dan hasil persepsi akan dicerminkan dalam sikap yang diambil oleh

individu yang bersangkutan. Dalam mempersepsi objek sikap individu akan

dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, keyakinan, proses belajar, dan hasil

proses persepsi ini akan merupakan pendapat atau keyakinan individu mengenai

objek sikap, dan ini berkaitan dengan segi kognisi. Afeksi akan mengiringi hasil

Kepribadian

Kognisi

Afeksi

Sikap

Persepsi

Objek sikap

Pengalaman Pengetahuan

Keyakinan Proses belajar

Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh

Evaluasi

Senang/ tak senang

(42)

23 kognisi terhadap objek sikap sebagai aspek evaluatif, yang dapat bersifat positif

atau negatif. Keadaan lingkungan akan memberikan pengaruh terhadap objek

sikap maupun pada individu yang bersangkutan.

Bagan mengenai persepsi yang dikutip dari Walgito dimodifikasi menurut

alur pemikiran oleh peneliti sehingga menjadi seperti pada bagan 2.2 di bawah ini.

Bagan 2.2 Bagan persepsi yang sudah dimodifikasi

Pada bagan 2.2 menjelaskan alur proses terjadinya persepsi. Pengalaman

dapat membentuk persepsi, pengalaman dapat berupa hasil belajar dan pemikiran

subjek terhadap objek. Lalu persepsi akan mempengaruhi sikap yang diambil

subjek, sikap ini dapat berupa kepercayaan, perilaku dan perasaan. Selanjutnya

sikap dapat dibuktikan dengan tindakan.

Pada kondisi belajar mengajar, siswa mempunyai persepsi terhadap

pembelajaran yang diterapkan oleh guru di kelas dan guru juga mempunyai

persepsi terhadap keefektifan dari metode yang digunakannya. Pada pembelajaran

matematika dilakukan dengan menggunakan alat peraga Montessori yang relatif

baru baik bagi siswa maupun bagi guru. Siswa diharapkan secara aktif

menggunakan objek yang konkret atau nyata dalam menyelesaikan permasalahan

matematikanya. Jika siswa dan guru memiliki persepsi yang positif mengenai alat

peraga, maka intensi siswa dan guru dalam memanfaatkan alat peraga tersebut

semakin besar. Di sinilah letak persepsi itu mulai berperan dalam proses transfer

pengetahuan dengan menggunakan alat pembelajaran yang baru.

Berdasarkan penjelasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa persepsi

guru dan siswa terhadap penggunaan alat peraga Montessori akan terlihat persepsi

Persepsi

Sikap

Tindakan Pengalaman

Kepercayaan

Perilaku

Perasaan Hasil belajar

(43)

24 positif dan negatif. Persepsi positif dapat terlihat intensitas penggunaan alat

peraga dalam pembelajaran semakin sering terlihat guru dan siswa memanfaatkan

alat peraga tersebut dalam pembelajaran, begitu pula dengan persepsi negatif

dalam penggunaanya terlihat ketidakantusiasan guru dan siswa dalam

menggunakan alat peraga dalam kegiatan pembelajaran.

2.2Hasil Penelitian yang Relevan

2.2.1 Alat Peraga

Penelitian yang dilakukan oleh Nur (2009) tentang peningkatan prestasi

belajar matematika di kelas III SD pada materi pecahan menggunakan alat peraga.

Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan prestasi belajar matematika

khususnya pada materi pecahan dengan alat peraga kertas karton berwarna.Jenis

penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Subjek dari penelitian

adalah siswa kelas III SD N Depok 1.Metode pengumpulan data meliputi

observasi dan tes.Penelitian ini terdiri dari dua siklus.Hasil dari penelitian ini

adalahmenunjukkan bahwa prestasi belajar matematika kelas III khususnya pada

materi pecahan dalam tema pekerjaan dimana setelah diberikan tindakan berupa

pembelajaran menggunakan alat peraga kertas karton berwarna mengalami

peningkatan dan dinyatakan berhasil mencapai indikator keberhasilandalam dua

siklus pembelajaran. Nilai rata-rata siswa sebelum dilakukan tindakan hanya

sebesar 52,6 dengan tingkat ketuntasan hanya 38% naik menjadi 66,4 dengan

ketuntasan belajar sebesar 65% pada siklus I, selanjutnya pada siklus II nilai

rata-rata kembali naik menjadi 74,9 dengan ketuntasan sebesar 79%. Sedangkan untuk

penilaian aktifitas siswa selama siklus I dan siklus II terus mengalami peningkatan

untuk aspek positif dan penurunan pada aspek negatif dimana kedua aspek

tersebut dapat mencapai kategori sangat baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Chatarina (2011) tentang pengaruh alat

peraga terhadap antusiasme, minat dan kemampuan siswa SD. Tujuan penelitian

ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh alat peraga terhadap

antusiasme, minat belajar, dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita

pembagian. Jenis penelitian ini adalah penelitian kombinasi kuantitatif dan

(44)

25 pengumpulan data yang digunakan adalah tes, observasi, dan wawancara.

Instrumen yang digunakan adalah lembar kerja, lembar soal, lembar pengamatan,

dan pedoman wawancara. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis

deskriptif dan komparatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh

alat peraga terhadap antusiasme siswa dalam menyelesaikan soal cerita pembagian

sebesar 55,56% untuk kelompok A dan 66,67% untuk kelompok B. Berdasarkan

hasil wawancara, antusiasme siswa sebesar 88,89% untuk kelompok A dan 100%

untuk kelompok B. Ada pengaruh alat peraga terhadap minat belajar; minat

terhadap kegiatan pembelajaran sebesar 77,78%, siswa yang merasa senang dan

santai untuk kelompok A sebesar 77,78% dan kelompok B sebesar 66,67%, siswa

yang berkonsentrasi dalam mengerjakan soal untuk kelompok A sebesar 33,33%

dan kelompok B sebesar 77,78%. Berdasar hasil wawancara minat siswa terhadap

matematika untuk kelompok A sebesar 66,67 dan kelompok B sebesar 77,78%.

Selain itu ada pengaruh alat peraga terhadap kemampuan siswa, kelompok B

menunjukkan peningkatan yang lebih baik daripada kelompok A.

Penelitian yang dilakukan oleh Mukti (2013) mengenai pengembangan alat

peraga Montessori geometri. Tujuan penelitian adalah untuk mengembangkan alat

peraga Montessori yang berkualitas untuk pembelajaran matematika khusunya

bidang geometri. Pengembangan alat yang sudah dibuat berupa rak papan pasir

bangun datar, bangun datarnya meliputi persegi, persegi panjang, segitiga. Hasil

menunjukkan bahwa penilaian terhadap alat peraga dari guru dan siswa

menunjukkan bahwa alat peraga yang dikembangkan memiliki kualitas yang

sangat baik untuk digunakan dalam pembelajaran matematika untuk keterampilan

geometri pada kelas III.

2.2.2 Metode Montessori

Penelitian juga dilakukan oleh Manner (2006) meneliti hubungan antara

pendidikan berbasis Montessori terhadap sekolah tradisional. Pengujian

ditunjukkan dengan pencapaian skor tes Stanford dalam aspek membaca dan

matematika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan yang signifikan

muncul pada tahun kedua dan ketiga yang menunjukkan bahwa program

(45)

26 Penelitian yang dilakukan oleh Frick dan Koh (2010) yang meneliti

penerapan kemandirian dan dampaknya terhadap motivasi intrinsik siswa dalam

bekerja di kelas Montessori. Penelitian ini dilakukan terhadap guru Montessori

dan asistennya serta 28 siswa Montessori umur 9-11 tahun. Hasil penelitian ini

menunjukkan guru dan asistennya memiliki strategi yang sesuai dengan filosofi

Montessori dalam mendukung kemandirian siswa melalui pemberian kesempatan

pada siswa untuk memilih sendiri jenis aktivitas yang akan dilakukannya dan

teman bekerjanya. Guru mengembangkan kemandirian berpikir siswa melalui

pemberian dorongan terhadap kebebasan berpikir siswa, inisiatif diri, dan

menghormati pendapat siswa. Dalam menerapkan kontrol, guru dan asistennya

mengakui dan menghargai perasaan siswa, mendukung rasional untuk tingkah

laku yang diharapkan, dan menekan kecaman.Penelitian ini juga menunjukkan

bahwa siswa Montessori memiliki motivasi instrinsik dalam mengerjakan

tugasnya.Siswa Montessori memiliki kecenderungan untuk mengerjakan setiap

tugas belajarnya dikarenakan siswa menyadari pentingnya aktivitas tersebut untuk

dirinya dan tujuan yang dicapai dari aktivitas tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2007) mengenai kegiatan dan

hasil belajar siswa kelas I SD dengan metode Montessori. Tujuan dari penelitian

ini adalah untuk mengetahui kegiatan dan hasil belajar siswa kelas 1 dengan

menggunakan metode Montessori pada bahasan membaca dan menulis lambang

bilangan menggunakan papan seguin. Penelitian ini melibatkan 4 siswa sebagai

subjek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan belajar yang

berlangsung dengan menggunakan alat peraga Montessori memungkinkan

terjadinya interaksi antara guru dan siswa, interaksi antara siswa dan guru, serta

interaksi antara siswa dan alat peraga. Selain itu juga dalam pembelajarannya

siswa menjadi aktif, dapat menjawab pertanyaan dari guru dan siswa merasakan

kenyamanan dalam belajar.

2.2.3 Persepsi

Penelitian yang telah dilakukan oleh Nilawati (2010) tentang pengaruh

persepsi siswa tentang metode pengajaran, media pengajaran dan pengelolaan

kelas terhadap prestasi belajar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Gambar

Tabel 4.2 : Pelaksanaan Wawancara ..........................................................
Gambar 3.2 : Bagan Prosedur Penelitian yang sudah Dimodifikasi ...........
Gambar 2.3 Literature Map penelitian terdahulu
Gambar 3.1 Prosedur penelitian
+4

Referensi

Dokumen terkait

Sistem panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistim hidrothermal yang mempunyai temperatur tinggi (>225oC), hanya beberapa diantaranya yang mempunyai

Pada pengujian mulur tak putus bertujuan untuk menentukan sisa umur dengan pendekatan kuantifikasi rongga dan parameter A yang meningkat cepat mulai dari akhir

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Sepakbola Melalui Penerapan Aktivitas Soccer Like Games Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu..

5 Kuburan batu Ketembu Bahau Hulu Apau Ping Wisata Alam 2 jam berjalan kaki dari desa Panorama Alam / rekreasi Belum di kelola 6 Kuburan batu Bahau Hulu Long Berini Wisata

Nilai hasil evaluasi tingkat kesiapan sebesar 245, sehingga UPTD XYZ tidak layak atau belum layak untuk melakukan sertifikasi keamanan sesuai dengan standar ISO/IEC 27001 karena

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa waktu aplikasi dan pemberian dosis kompos Azolla berpengaruh nyata pada jumlah daun pada umur 28 hst

Analisis ragam terhadap kelimpahan relatif per kelompok makan nematoda menunjukkan bahwa hanya nematoda parasit tumbuhan yang dipengaruhi oleh bagian-bagian hole

Hasil ini diperkuat oleh Sitanggang (2011) dalam analisis faktor-faktor yang mempengaruhi hasil produksi karet di PTPN III Kebun Sarang Ginting, Kabupaten Serdang