• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV ANALISIS DATA"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

25

BAB IV

ANALISIS DATA

Deskripsi hasil penelitian dalam Bab IV ini merupakan analisis data dan pembahasan tentang bentuk antonimi dalam bahasa Jawa, tipe antonimi dalam bahasa Jawa, dan kelas kata antonimi dalam bahasa Jawa.

1. Bentuk Antonimi dalam Bahasa Jawa

Penentuan keberlawanan antonimi dalam bahasa Jawa, menggunakan metode padan dengan teknik dasar Pilah Unsur Penentu (PUP), teknik lanjutannya berupa teknik hubung banding memperbedakan (HBB). Alat penentunya referen berupa hal-hal, keadaan atau suasana di luar unsur kebahasaan. Hal ini untuk mengkaji referen yang ada di luar kebahasaan.

Kajian bentuk antonimi digunakan metode distribusional (agih). Metode distribusional (agih) yaitu metode analisis data yang alat penentunya unsur dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto, 1993: 15). Teknik dasarnya berupa bagi unsur langsung (BUL). Teknik ini digunakan untuk membagi satuan lingual data menjadi beberapa unsur (Sudaryanto, 1993: 31). Teknik lanjutannya adalah teknik perluas sebagai pertimbangan untuk mengkaji suatu bentukan antonimi sehingga bisa dicari atas unsur langsung-unsur langsungnya.

Bentuk antonimi dalam bahasa Jawa ada tiga, yaitu. a. Bentuk Tunggal (Morfem Tunggal)

Bentuk tunggal yaitu bentuk yang tidak bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi dan sudah mampu berdiri sendiri atau bentuk yang tidak bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bentuk yang seperti itu, lazimnya sudah mempunyai arti

(2)

commit to user

sendiri sehingga mampu berdiri sendiri dalam ujaran. Jadi, bentuk tunggal sekaligus merupakan bentuk bebas, (Soepomo Poedjosoedarmo, 1979: 6).

Antonimi-antonimi yang termasuk bentuk tunggal: 1) Data 1 (KBJP: halaman 84)

Abot „berat‟ >< entheng „ringan‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Gawananku abot „Bawaan saya berat‟ >< Gawananku entheng „Bawaan saya ringan‟.

Abot „berat‟ mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan keadaan

berat, sedang entheng „ringan‟ suatu hal yang menunjukkan keadaan ringan. Antonimi abot „berat‟ sudah tidak bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi, demikian halnya entheng „ringan‟. Dengan demikian, antonimi abot „berat‟ berlawanan dengan entheng „ringan‟ merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

2) Data 2 (PBJ: halaman 71)

Adoh „jauh‟ >< cedhak „dekat‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Omahe Joko adoh „Rumah Joko jauh‟ >< Omahe Joko cedhak „Rumah Joko dekat.

Adoh „jauh‟ mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan keadaan

jauh, sedang cedhak „dekat‟ suatu hal yang menunjukkan keadaan dekat. Antonimi adoh „jauh‟ sudah tidak bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi, demikian halnya cedhak „dekat‟. Dengan demikian, antonimi adoh „jauh‟ berlawanan dengan cedhak „dekat‟ merupakan bentuk tunggal sekaligus

(3)

commit to user

bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

3) Data 3 (SBJP: halaman 49)

Banter „cepat‟ >< alon „pelan‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Bocah kae nek numpak pit mesthi

banter „Anak itu kalau naik sepeda selalu cepat‟ >< Bocah kae nek numpak

pit mesthi alon „Anak itu kalau naik sepeda selalu cepat‟.

Banter „cepat‟ mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan keadaan

cepat, sedang alon „pelan‟ suatu hal yang menunjukkan keadaan pelan. Antonimi banter „cepat‟ sudah tidak bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi, demikian halnya alon „pelan‟. Dengan demikian, antonimi banter „cepat‟ berlawanan dengan alon „pelan‟ merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

4) Data 4 (PBJ: halaman 73)

Bathi „untung‟ >< rugi „rugi‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Dina iki dagangane Bapakku bathi

„Hari ini jualan Bapak saya untung‟ >< Dina iki dagangane Bapakku rugi „Hari ini jualan Bapak saya rugi‟.

Bathi „untung‟ mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan keadaan

mendapat laba, sedang rugi „rugi suatu hal yang menunjukkan keadaan tidak mendapat laba. Antonimi bathi „untung‟ sudah tidak bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi, demikian halnya rugi „rugi. Dengan demikian, antonimi bathi „untung‟ berlawanan dengan rugi „rugi merupakan bentuk tunggal sekaligus

(4)

commit to user

bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

5) Data 5 (PBJ: halaman 71)

Bungah „senang‟ >< susah „susah‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Atiku bungah nek enek kancaku

dolan ning ngomah „Hati saya senang bila teman saya main ke rumah‟ >< Atiku susah nek enek kancaku dolan ning ngomah „Hati saya senang bila

teman saya main ke rumah‟.

Bungah „senang‟ mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan

keadaan tanpa rasa susah, sedang susah „susah‟ suatu hal yang menunjukkan keadaan rasa tidak senang. Antonimi bungah „senang‟ sudah tidak bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi, demikian halnya susah „susah‟. Dengan demikian, antonimi bungah „senang‟ berlawanan dengan susah „susah‟ merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

6) Data 6 (PBJ: halaman 74)

Dawa „panjang‟ >< cendhak „pendek‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Rambute Sinta dawa „Rambut Sinta panjang‟ >< Rambute Sinta cendhak „Rambut Sinta pendek‟.

Dawa „panjang‟ mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan

keadaan yang panjang, sedang cendhak „pendek‟ suatu hal yang menunjukkan keadaan yang pendek. Antonimi dawa „panjang‟ sudah tidak bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi, demikian halnya cendhak „pendek‟. Dengan demikian, antonimi dawa „panjang‟ berlawanan dengan cendhak „pendek‟

(5)

commit to user

merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

7) Data 7 (PBJ: halaman 74)

Dhuwur „tinggi‟ >< endhek „pendek‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Popi luwih dhuwur saka Dian „Popi lebih tinggi dari Dian‟ >< Popi luwih endhek saka Dian „Popi lebih pendek dari Dian‟.

Dhuwur „tinggi‟ mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan

keadaan yang tinggi, sedang endhek „pendek‟ suatu hal yang menunjukkan keadaan yang pendek. Antonimi dhuwur „tinggi‟ sudah tidak bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi, demikian halnya endhek „pendek‟. Dengan demikian, antonimi dhuwur „tinggi‟ berlawanan dengan endhek „pendek‟ merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

8) Data 8 (SBJP: halaman 50)

Gedhe „besar‟ >< cilik „kecil‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Omahe Pak Joyo luwih gedhe

timbang omahe Pak Sarto „Rumah Pak Joyo lebih besar daripada rumahnya

Pak Sarto‟ >< Omahe Pak Joyo luwih cilik timbang omahe Pak Sarto „Rumah Pak Joyo lebih kecil daripada rumahnya Pak Sarto‟.

Gedhe „besar‟ mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan keadaan

lebih dari ukuran sedang, sedang cilik „kecil‟ suatu hal yang menunjukkan keadaan yang sempit. Antonimi gedhe „besar‟ sudah tidak bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi, demikian halnya cilik „kecil‟. Dengan demikian,

(6)

commit to user

antonimi gedhe „besar‟ berlawanan dengan cilik „kecil‟ merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

9) Data 9 (PBJ: halaman 74)

Lali „lupa‟ >< eling „ingat‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Aku lali yen ana tugas sekolah „Saya lupa jika ada tugas sekolah‟ >< Aku eling yen ana tugas sekolah „Saya ingat jika ada tugas sekolah‟.

Lali „lupa‟ mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan keadaan

tidak dalam pikiran, sedang eling „ingat‟ suatu hal yang menunjukkan keadaan berada dalam pikiran. Antonimi lali „lupa‟ sudah tidak bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi, demikian halnya eling „ingat‟. Dengan demikian, antonimi lali „lupa‟ berlawanan dengan eling „ingat‟ merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

10) Data 10 (PBJ: halaman 75)

Padha „sama‟ >< beda „beda‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Klambiku padha karo kancaku „Baju saya sama dengan teman saya‟ >< Klambiku beda karo kancaku „Baju saya beda dengan teman saya‟.

Padha „sama‟ mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan keadaan

yang sama, sedang beda „beda‟ suatu hal yang menunjukkan keadaan yang berbeda. Antonimi padha „sama‟ sudah tidak bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi, demikian halnya beda „beda‟. Dengan demikian, antonimi padha

(7)

commit to user

„sama‟ berlawanan dengan beda „beda‟ merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

11) Data 11 (PBJ: halaman 73)

Rampung „selesai‟ >< wiwit „mulai‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Wayangane lagi rampung jam

sewelas wengi „Wayangannya baru selesai pukul sebelas malam‟ >< Wayangane lagi wiwit jam sewelas wengi „Wayangannya baru mulai jam

sebelas malam‟.

Rampung „selesai‟ mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan

keadaan sudah selesai, sedang wiwit „mulai‟ suatu hal yang menunjukkan keadaan baru dimulai. Antonimi rampung „selesai‟ sudah tidak bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi, demikian halnya wiwit „mulai‟. Dengan demikian, antonimi rampung „selesai‟ berlawanan dengan wiwit „mulai‟ merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

12) Data 12 (PBJ: halaman 73)

Resik „bersih‟ >< reged „kotor‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Kamarku resik banget „Kamar saya bersih sekali‟ >< Kamarku reged banget „Kamar saya kotor sekali‟.

Resik „bersih‟ mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan keadaan

yang bebas dari kotoran, sedang reged „kotor‟ suatu hal yang menunjukkan keadaan yang kotor atau tidak bersih. Antonimi resik „bersih‟ sudah tidak bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi, demikian halnya reged „kotor‟. Dengan

(8)

commit to user

demikian, antonimi resik „bersih‟ berlawanan dengan reged „kotor‟ merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

13) Data 13 (PBJ: halaman 74)

Teka „datang‟ >< lunga „pergi‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Aku kudu teka jam pitu esuk „Saya harus datang pukul tujuh pagi‟ >< Aku kudu lunga jam pitu esuk „Saya harus pergi pukul tujuh pagi‟.

Teka „datang‟ mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan keadaan

tiba di tempat yang di tuju, sedang lunga „pergi‟ suatu hal yang menunjukkan keadaan meninggalkan suatu tempat. Antonimi teka „datang‟ sudah tidak bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi, demikian halnya lunga „pergi‟. Dengan demikian, antonimi teka „datang‟ berlawanan dengan lunga „pergi‟ merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

14) Data 14 (PBJ: halaman 76)

Tuku „beli‟ >< adol „jual‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Ida tuku klambi ning pasar „Ida beli baju di pasar‟ >< Ida adol klambi ning pasar „Ida jual baju di pasar‟.

Tuku „beli‟ mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan keadaan

memperoleh sesuatu melalui penukaran atau pembayaran, sedang adol „jual‟ suatu hal yang menunjukkan keadaan menjual sesuatu. Antonimi tuku „beli‟ sudah tidak bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi, demikian halnya adol „jual‟. Dengan demikian, antonimi tuku „beli‟ berlawanan dengan adol „jual‟

(9)

commit to user

merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

15) Data 15 (KBJP: halaman 88)

Tutup „tutup‟ >< bukak „buka‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Tokone Pak Rahmad tutup ing dina

Minggu „Toko Pak Rahmad tutup di hari Minggu‟ >< Tokone Pak Rahmad

bukak ing dina Minggu „Toko Pak Rahmad buka di hari Minggu‟.

Tutup „tutup‟ mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan keadaan

tutup atau tidak berjualan, sedang bukak „buka‟ suatu hal yang menunjukkan keadaan bejualan. Antonimi tutup „tutup‟ sudah tidak bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi, demikian halnya bukak „buka‟. Dengan demikian, antonimi

tutup „tutup‟ berlawanan dengan bukak „buka‟ merupakan bentuk tunggal

sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

b. Bentuk Kompleks (Morfem Kompleks)

Bentuk kompleks (morfem kompleks) yaitu suatu bentuk kata yang sudah mengalami perubahan bentuk yang disebabkan melekatnya imbuhan atau afiksasi (Soepomo Poedjosoedarmo, 1979: 6).

Contoh keberlawanan antonimi yang berbentuk kompleks (morfem kompleks): 1) Data 16 (PBJ: halaman 75)

Nangis „menangis‟ >< ngguyu „tertawa‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Angger kelingan awakmu, aku

(10)

commit to user

kelingan awakmu, aku mesthi ngguyu „Setiap teringat dirimu, saya selalu

tertawa‟.

Antonimi nangis „menangis‟ mencerminkan adanya aktivitas yang menggambarkan menangisi suatu hal, sedang ngguyu „tertawa‟

menggambarkan aktivitas menertawakan suatu hal.

Dari segi bentuk, antonimi nangis „menangis‟ bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah prefiks nasal (n) dan tangis „tangis‟. Ternyata antonimi nangis „menangis‟ mempunyai bawahan unsur langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian,

nangis „menangis‟ adalah antonimi berbentuk kompleks.

Demikian juga antonimi ngguyu „tertawa‟ bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah prefiks nasal (ng-) dan

guyu „tawa‟. Ternyata antonimi ngguyu „tertawa‟ mempunyai bawahan unsur

langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian,

ngguyu „tertawa‟ adalah antonimi berbentuk kompleks.

2) Data 17 (PBJ: halaman 75)

Ngajeni „menghargai‟ >< ngina „menghina‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Darmo senenge ngajeni wong liya „Darno sukanya menghargai orang lain‟ >< Darmo senenge ngina wong liya „Darmo sukanya menghina orang lain‟.

Antonimi ngajeni „menghargai‟ mencerminkan adanya aktivitas yang menggambarkan menghargai suatu hal, sedang ngina „menghina‟ menggambarkan aktivitas menghina suatu hal.

(11)

commit to user

Dari segi bentuk, antonimi ngajeni „menghargai‟ bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah ngaji dan (i) dengan prefiks nasal (ng-) dan aji „harga‟. Ternyata antonimi ngajeni „menghargai‟ mempunyai bawahan unsur langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian, ngajeni „menghargai‟ adalah antonimi berbentuk kompleks.

Demikian juga antonimi ngina „menghina‟ bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah prefiks nasal (ng-) dan ina „hina‟. Ternyata antonimi ngina „menghina‟ mempunyai bawahan unsur langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian,

ngina „menghina‟ adalah antonimi berbentuk kompleks.

3) Data 18 (PBJ: halaman 75)

Ngakoni „mengakui‟ >< nyelaki „menyangkal‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Bagas ngakoni salahe „Bagas mengakui kesalahannya‟ >< Bagas nyelaki salahe „Bagas menyangkal kesalahannya‟.

Antonimi ngakoni „mengakui‟ mencerminkan adanya aktivitas yang menggambarkan mengakui suatu hal, sedang nyelaki „menyangkal‟ menggambarkan aktivitas menyangkal suatu hal.

Dari segi bentuk, antonimi ngakoni „mengakui‟ bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah ngaku „ngaku‟ dan (i), ngaku „ngaku‟ prefiks nasal (ng-) dan aku „aku‟. Ternyata antonimi

(12)

commit to user

bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian, ngakoni „mengakui‟ adalah antonimi berbentuk kompleks.

Demikian juga antonimi nyelaki „menyangkal‟ bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah prefiks nasal (ny-) dan

selak „sangkal‟ dan sufiks (i). Ternyata antonimi nyelaki „menyangkal‟

mempunyai bawahan unsur langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian, nyelaki „menyangkal‟ adalah antonimi berbentuk kompleks.

4) Data 19 (PBJ: halaman 75)

Ngebreh „pemborosan‟ >< ngirit „menghemat‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Pak Hasan senengane ngebreh

duwit „Pak Hasan kesukaannya pemborosan uang‟ >< Pak Hasan senengane

ngirit duwit „Pak Hasan kesukaannya menghemat uang‟.

Antonimi ngebreh „pemborosan‟ mencerminkan adanya aktivitas yang menggambarkan pemborosan suatu hal, sedang ngirit „menghemat‟ menggambarkan aktivitas menghemat suatu hal.

Dari segi bentuk, antonimi ngebreh „pemborosan‟ bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah perfiks nasal (ng-) dan ebreh „boros‟. Ternyata antonimi ngebreh „pemborosan‟ mempunyai bawahan unsur langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian, ngebreh „pemborosan‟ adalah antonimi berbentuk kompleks.

Demikian juga antonimi ngirit „menghemat‟ bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah prefiks nasal (ng-) dan irit „hemat‟. Ternyata antonimi ngirit „menghemat‟ mempunyai bawahan unsur

(13)

commit to user

langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian,

ngirit „menghemat‟ adalah antonimi berbentuk kompleks.

5) Data 20 (KBJP: halaman 87)

Nggeret „menarik‟ >< nyurung „mendorong‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Nggeret kanthi rosa „Menarik dengan kuat‟ >< Nyurung kanthi rosa „Mendorong dengan kuat‟.

Antonimi nggeret „menarik‟ mencerminkan adanya aktivitas yang menggambarkan menarik suatu hal, sedang nyurung „mengdorong‟ menggambarkan aktivitas mendorong suatu hal.

Dari segi bentuk, antonimi nggeret „menarik‟ bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah perfiks nasal (ng-) dan

geret „tarik‟. Ternyata antonimi nggeret „menarik‟ mempunyai bawahan

unsur langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian, nggeret „menarik‟ adalah antonimi berbentuk kompleks.

Demikian juga antonimi nyurung „mendorong‟ bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah prefiks nasal (ny-) dan

surung „dorong‟. Ternyata antonimi nyurung „mendorong‟ mempunyai

bawahan unsur langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian, nyurung „mendorong‟ adalah antonimi berbentuk kompleks.

6) Data 21 (PBJ: halaman 75)

Nugel „mematahkan‟ >< nyambung „menyambungkan‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Aku nugel garisan „Saya mematahkan penggaris‟ >< Aku nyambung garisan „Saya menyambungkan penggaris‟.

(14)

commit to user

Antonimi nugel „mematahkan‟ mencerminkan adanya aktivitas yang menggambarkan mematahkan suatu hal, sedang nyambung

„menyambungkan‟ menggambarkan aktivitas menyambungkan suatu hal. Dari segi bentuk, antonimi nugel „mematahkan‟ bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah perfiks nasal (n) dan

tugel „patah‟. Ternyata antonimi nugel „mematahkan‟ mempunyai bawahan

unsur langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian, nugel „mematahkan‟ adalah antonimi berbentuk kompleks.

Demikian juga antonimi nyambung „menyambung‟ bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah prefiks nasal (ny-) dan sambung „sambung‟. Ternyata antonimi nyambung „menyambung‟ mempunyai bawahan unsur langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian, nyambung „menyambung‟ adalah antonimi berbentuk kompleks.

7) Data 22 (PBJ: halaman 75)

Nyacad „mencela‟ >< ngelem „memuji‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Dadi wong kok senenge nyacad

tanggane „Jadi orang kok sukanya mencela tetangganya‟ >< Dadi wong kok senenge ngelem tanggane „Jadi orang kok sukanya memuji tetangganya‟.

Antonimi nyacad „mencela‟ mencerminkan adanya aktivitas yang menggambarkan mencela suatu hal, sedang ngelem „memuji‟

menggambarkan aktivitas memuji suatu benda atau hal.

Dari segi bentuk, antonimi nyacad „mencela‟ bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah prefiks nasal (ny-) dan

(15)

commit to user

cacad „cela‟. Ternyata antonimi nyacad „mencela‟ mempunyai bawahan

unsur langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian, nyacad „mencela‟ adalah antonimi berbentuk kompleks.

Demikian juga antonimi ngelem „memuji‟ bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah prefiks nasal (ng-) dan

alem „puji‟. Ternyata antonimi ngelem „memuji‟ mempunyai bawahan unsur

langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian,

ngelem „memuji‟ adalah antonimi berbentuk kompleks.

8) Data 23 (PBJ: halaman 75)

Nyedhak „mendekat‟ >< ngadoh „menjauh‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Aku ora gelem nyedhak karo wong

lara „Saya tidak mau mendekat dengan orang sakit‟ >< Aku ora gelem

ngadoh karo wong lara „Saya tidak mau menjauh dengan orang sakit‟.

Antonimi nyedhak „mendekat‟ mencerminkan adanya aktivitas yang menggambarkan mendekat pada suatu hal, sedang ngadoh „menjauh‟ menggambarkan aktivitas menjauh pada suatu hal.

Dari segi bentuk, antonimi nyedhak „mendekat‟ bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah perfiks nasal (ny-) dan cedhak „dekat‟. Ternyata antonimi nyedhak „mendekat‟ mempunyai bawahan unsur langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian, nyedhak „mendekat‟ adalah antonimi berbentuk kompleks.

Demikian juga antonimi nyambung „menyambungkan‟ bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah prefiks nasal (ny-) dan sambung „sambung‟. Ternyata antonimi nyambung

(16)

commit to user

„menyambungkan‟ mempunyai bawahan unsur langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian, nyambung „menyambungkan‟ adalah antonimi berbentuk kompleks.

9) Data 24 (PBJ: halaman 75)

Nyusahake „menyusahkan‟ >< mbungahake „menyenangkan‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Wong kuwi senengane nyusahake

aku „Orang itu sukanya menyusahkan saya‟ >< Wong kuwi senengane

mbungahake aku „Orang itu sukanya menyenangkan saya‟.

Antonimi nyusahake „menyusahkan‟ mencerminkan adanya aktivitas yang menggambarkan kesusahan pada suatu hal, sedang mbungahake „menyenangkan‟ menggambarkan aktivitas yang menyenangkan pada suatu hal.

Dari segi bentuk, antonimi nyusahake „menyusahkan‟ bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah perfiks nasal (ny-) dan sufiks ake „nya‟ bergabung bersama-sama dengan susah „susah‟. Ternyata antonimi nyusahake „menyusahkan‟ mempunyai bawahan unsur langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian, nyusahake „menyusahkan‟ adalah antonimi berbentuk kompleks.

Demikian juga antonimi mbungahake „menyenangkan‟ bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah prefiks nasal (m) dan sufiks ake „nya‟ bergabung bersama-sama dengan bungah „senang‟. Ternyata antonimi mbungahake „menyenangkan‟ mempunyai bawahan unsur langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan

(17)

commit to user

demikian, mbungahake „menyenangkan‟ adalah antonimi berbentuk kompleks.

c. Bentuk ulang

Sesuai dengan pengamatan, antonimi yang merupakan bentuk ulang di dominasi oleh antonimi yang merupakan kelas kata ajektiva (sifat).

Antonimi-antonimi yang dimaksud adalah: 1) Data 25 (M: M)

Abot-abot „berat-berat‟ >< entheng-entheng „ringan-ringan‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Nggawa barang aja abot-abot „Membawa barang jangan berat-berat‟ >< Nggawa barang sing

entheng-entheng wae „Membawa barang yang ringan-ringan saja‟.

Antonimi abot-abot „berat-berat‟ menunjukkan suatu hal yang menyatakan kualitas berat. Begitu pula dengan entheng-entheng „ringan-ringan‟ menunjukkan suatu hal yang menyatakan kualitas ringan.

Abot-abot „berat-berat‟ merupakan bentuk ulang dari abot „berat‟,

sedangkan entheng-entheng „ringan-ringan‟ merupakan bentuk ulang dari

entheng „ringan‟.

2) Data 26 (C: SMP)

Adoh-adoh „jauh-jauh‟ >< cedhak-cedhak „dekat-dekat‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Yen lunga aja adoh-adoh „Kalau pergi jangan jauh-jauh‟ >< Yen lunga sing cedhak-cedhak wae „Kalau pergi yang dekat-dekat saja‟.

(18)

commit to user

Antonimi adoh-adoh „jauh-jauh‟ menunjukkan suatu hal yang menyatakan keadaan yang jauh. Begitu pula dengan cedhak-cedhak „dekat-dekat‟menunjukkan suatu hal yang menyatakan keadaan yang dekat.

Adoh-adoh „jauh-jauh‟ merupakan bentuk ulang dari adoh „jauh‟,

sedangkan cedhak-cedhak „dekat-dekat‟merupakan bentuk ulang dari cedhak „dekat‟.

3) Data 27 (C: SMP)

Angel-angel „sulit-sulit‟ >< gampang-gampang „mudah-mudah‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Aku mau nggarap soal sing

angel-angel „Saya tadi mengerjakan soal yang sulit-sulit‟ >< Aku mau nggarap soal

sing gampang-gampang „Saya tadi mengerjakan soal yang mudah-mudah‟.

Antonimi angel-angel „sulit-sulit‟ menunjukkan suatu hal yang menyatakan kualitas sukar atau sulit. Begitu pula dengan gampang-gampang „mudah-mudah‟ menunjukkan suatu hal yang menyatakan kualitas mudah.

Angel-angel „sulit-sulit‟ merupakan bentuk ulang dari angel „sulit‟,

sedangkan gampang-gampang „mudah-mudah‟ merupakan bentuk ulang dari

gampang „mudah‟.

4) Data 28 (R: SMP)

Cepet-cepet „cepat-cepat‟ >< alon-alon „pelan-pelan‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Mlakune aja cepet-cepet „Jalannya jangan cepat-cepat‟ >< Mlakune aja alon-alon „Jalannya jangan pelan-pelan‟. Antonimi cepet-cepet „cepat-cepat‟ menunjukkan aktivitas yang menyatakan kualitas cepat. Begitu pula dengan alon-alon „pelan-pelan‟ menunjukkan aktivitas yang menyatakan kualitas pelan.

(19)

commit to user

Cepet-cepet „cepat-cepat‟ merupakan bentuk ulang dari cepet „cepat‟,

sedangkan alon-alon „pelan-pelan‟ merupakan bentuk ulang dari alon „pelan‟. 5) Data 29 (R: SMP)

Cethek-cethek „dangkal-dangkal‟ >< jero-jero „dalam-dalam‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Ndhudhuk lemah sing

cethek-cethek wae „Menggali tanah yang dangkal-dangkal saja‟ >< Ndhudhuk lemah

aja jero-jero „Menggali tanah jangan dalam-dalam‟.

Antonimi cethek-cethek „dangkal-dangkal‟ menunjukkan suatu hal yang menyatakan kualitas dangkal. Begitu pula dengan jero-jero „dalam-dalam‟ menunjukkan suatu keadaan yang menyatakan kualitas dalam.

Cethek-cethek „dangkal-dangkal‟ merupakan bentuk ulang dari cethek

„dangkal‟, sedangkan jero-jero „dalam-dalam‟ merupakan bentuk ulang dari

jero „dangkal‟.

6) Data 30 (C: SMP)

Dawa-dawa „panjang-panjang‟ >< cendhak-cendhak „pendek-pendek‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Ucup tuku tali sing dawa-dawa „Ucup beli tali yang panjang-panjang‟ >< Ucup tuku tali sing

cendhak-cendhak „Ucup beli tali yang pendek-pendek‟.

Antonimi dawa-dawa „panjang-panjang‟ menunjukkan suatu hal yang menyatakan kualitas panjang. Begitu pula dengan cendhak-cendhak „pendek-pendek‟ menunjukkan suatu hal yang menyatakan kualitas pendek.

Dawa-dawa „panjang-panjang‟ merupakan bentuk ulang dari dawa

„panjang‟, sedangkan cendhak-cendhak „pendek-pendek‟ merupakan bentuk ulang dari cendhak „pendek‟.

(20)

commit to user 7) Data 31 (C: SMP)

Dhuwur-dhuwur „tinggi-tinggi‟ >< endhek-endhek „pendek-pendek‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Wit jatine wis dhuwur-dhuwur „Pohon jatinya sudah tinggi-tinggi‟ >< Wit jatine isih endhek-endhek „Pohon jatinya masih pendek-pendek‟.

Antonimi dhuwur-dhuwur „tinggi-tinggi‟ menunjukkan suatu hal yang menyatakan kualitas tinggi. Begitu pula dengan endhek-endhek „pendek-pendek‟ menunjukkan suatu hal yang menyatakan kualitas pendek.

Dhuwur-dhuwur „tinggi-tinggi‟ merupakan bentuk ulang dari dhuwur

„tinggi‟, sedangkan endhek-endhek „pendek-pendek‟ merupakan bentuk ulang dari endhek „pendek‟.

8) Data 32 (C: SMP)

Kuru-kuru „kurus-kurus‟ >< lemu-lemu „lemu-lemu‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Wedhuse tanggaku kuru-kuru „Kambingnya tetangga saya kurus-kurus‟ >< Wedhuse tanggaku lemu-lemu „Kambingnya tetangga saya gemuk-gemuk‟.

Antonimi kuru-kuru „kurus-kurus‟ menunjukkan suatu keadaan yang menyatakan kualitas kurus. Begitu pula dengan lemu-lemu „lemu-lemu‟menunjukkan suatu keadaan yang menyatakan kualitas gemuk.

Kuru-kuru „kurus-kurus‟ merupakan bentuk ulang dari kuru „kurus‟,

sedangkan lemu-lemu „lemu-lemu‟ merupakan bentuk ulang dari lemu „gemuk‟.

9) Data 33 (C: SMP)

(21)

commit to user

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Sekolahanku muride pinter-pinter „Sekolahan saya muridnya pintar-pintar‟ >< Sekolahanku muride

bodho-bodho „Sekolahan saya muridnya bodoh-bodoh‟.

Antonimi pinter-pinter „pintar-pintar‟ menunjukkan suatu hal yang menyatakan kualitas pintar. Begitu pula dengan bodho-bodho „bodoh-bodoh‟ menunjukkan suatu hal yang menyatakan kualitas bodoh.

Pinter-pinter „pintar-pintar‟ merupakan bentuk ulang dari pinter „pintar‟,

sedangkan bodho-bodho „bodoh-bodoh‟ merupakan bentuk ulang dari bodho „bodoh‟.

2. Tipe Antonimi dalam Bahasa Jawa

a. Keberlawanan Arti Tipe Komplementer 1) Data 34 (KBJP: halaman 84)

Babu „pembantu‟ >< bandara „majikan‟

Keberlawanan arti tipe komplementer tersebut, dapat diperluas menjadi:

Babu sing sregep „Pembantu yang rajin‟ >< Bandara sing sregep „Majikan

yang rajin‟. Beberapa ahli semantik, menamai tipe ini sebagai “ungradable atau yang tidak dapat dipertatarkan”, sehingga dalam bahasa Jawa tidak ada bentukan rada babu‟agak babu‟ >< rada bandara „agak majikan‟.

Selain itu, tipe antonimi ini juga memenuhi kriteria tipe antonimi komplementer yang lain, artinya pada antonimi babu „pembantu‟ >< bandara „majikan‟ merupakan pengakuan terhadap yang satu berarti penyangkalan terhadap yang lain: babu „pembantu‟ berarti bukan bandara „majikan‟, demikan juga sebaliknya bandara „majikan‟ berarti bukan babu „pembantu‟. Antonimi tersebut bukan merupakan ajektiva, namun merupakan nomina.

(22)

commit to user 2) Data 35 (SBJP: halaman 50)

Jago „jantan‟ >< babon „betina‟

Keberlawanan arti tipe komplementer tersebut, dapat diperluas menjadi:

Aku duwe pitik jago „Aku punya ayam jantan‟ >< Aku duwe pitik babon „Aku

punya ayam betina‟. Beberapa ahli semantik, menamai tipe ini sebagai “ungradable atau yang tidak dapat dipertatarkan”, sehingga dalam bahasa Jawa tidak ada bentukan rada jago‟agak jantan‟ >< rada babon „agak betina‟.

Selain itu, tipe antonimi ini juga memenuhi kriteria tipe antonimi komplementer yang lain, artinya pada antonimi jago „jantan‟ >< babon „betina‟ merupakan pengakuan terhadap yang satu berarti penyangkalan terhadap yang lain: jago „jantan‟ berarti bukan babon „betina‟, demikan juga sebaliknya babon „betina‟ berarti bukan jago „jantan‟. Antonimi jago „jantan‟ >< babon „betina‟ hanya untuk hewan, bukan untuk manusia. Antonimi tersebut bukan merupakan ajektiva, namun merupakan nomina.

3) Data 36 (SBJP: halaman 50)

Lanang ‘laki-laki’ >< wadon ‘perempuan’

Keberlawanan arti tipe komplementer tersebut, dapat diperluas menjadi:

Bocah lanang kuwi sregep „Anak laki-laki itu rajin‟ >< Bocah wadon kuwi sregep „Anak perempuan itu rajin‟. Beberapa ahli semantik, menamai tipe ini

sebagai “ungradable atau yang tidak dapat dipertatarkan”, sehingga dalam bahasa Jawa tidak ada bentukan rada lanang‟agak laki-laki‟ >< rada wadon „agak perempuan‟.

(23)

commit to user

Selain itu, tipe antonimi ini juga memenuhi kriteria tipe antonimi komplementer yang lain, artinya pada antonimi lanang „laki-laki‟ >< wadon „perempuan‟ merupakan pengakuan terhadap yang satu berarti penyangkalan terhadap yang lain: lanang „laki-laki‟ berarti bukan wadon „perempuan‟, demikan juga sebaliknya wadon „perempuan‟ berarti bukan lanang „laki-laki‟. Antonimi lanang „laki-laki‟ >< wadon „perempuan‟ hanya untuk manusia remaja dan dewasa. Di sisi lain ada antonimi lanang „laki-laki‟ >< wedok „perempuan‟, antonimi itu kecuali untuk manusia, juga berlaku untuk hewan. Antonimi tersebut bukan merupakan ajektiva, namun merupakan nomina. 4) Data 37 (KBJP: halaman 86)

Mati „mati‟ >< urip „hidup‟

Keberlawanan arti tipe komplementer tersebut, dapat diperluas menjadi:

Tandurane wis mati „Tanamannya sudah mati‟ >< Tandurane wis urip

„Tanamannya sudah hidup‟. Beberapa ahli semantik, menamai tipe ini sebagai “ungradable atau yang tidak dapat dipertatarkan”, sehingga dalam bahasa Jawa tidak ada bentukan rada mati‟agak mati‟ >< rada urip „agak hidup‟.

Selain itu, tipe antonimi ini juga memenuhi kriteria tipe antonimi komplementer yang lain, artinya pada antonimi mati „mati‟ >< urip „hidup‟ merupakan pengakuan terhadap yang satu berarti penyangkalan terhadap yang lain: mati „mati‟ berarti bukan urip „hidup‟, demikan juga sebaliknya

urip „hidup‟ berarti bukan mati „mati‟. Antonimi mati „mati‟ >< urip „hidup‟

untuk tingkat tutur ngoko, yang dapat digunakan untuk manusia, hewan dan tumbuhan. Di sisi lain, dalam ragam yang berbeda ditemukan adanya antonimi pejah „mati‟ >< gesang „hidup‟ yang berlaku untuk manusia, hewan

(24)

commit to user

dan tumbuhan, sedangkan seda „meninggal‟ >< sugeng „hidup‟ hanya untuk manusia yang mengandung nilai hormat. Antonimi tersebut bukan merupakan ajektiva, namun merupakan nomina.

5) Data 38 (SBJP: halaman 50)

Mungsuh „lawan‟ >< bala „kawan‟

Keberlawanan arti tipe komplementer tersebut, dapat diperluas menjadi:

Aja golek mungsuh „Jangan mencari musuh‟ >< Aja golek bala „Jangan

mencari teman‟. Beberapa ahli semantik, menamai tipe ini sebagai “ungradable atau yang tidak dapat dipertatarkan”, sehingga dalam bahasa Jawa tidak ada bentukan rada mungsuh ‟agak lawan‟ >< rada bala „agak kawan‟.

Selain itu, tipe antonimi ini juga tipe memenuhi kriteria tipe antonimi komplementer yang lain, pada antonimi mungsuh „lawan‟ >< bala „kawan‟ merupakan pengakuan terhadap yang satu berarti penyangkalan terhadap yang lain: mungsuh „lawan‟ >< berarti bukan >< bala „kawan‟, demikan juga sebaliknya bala „kawan‟ berarti bukan mungsuh „lawan‟. Antonimi tersebut bukan merupakan ajektiva, namun merupakan nomina.

b. Keberlawanan Arti dapat Dipertatarkan atau “Gradability”

Maksudnya, antara pasangan yang berlawanan itu dapat dibuat tataran. Misalnya:

1) Data 1 (KBJP: halaman 84)

Abot „berat‟ >< entheng „ringan‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Gawananku abot „Bawaan saya berat‟ >< Gawananku entheng „Bawaan saya ringan‟.

(25)

commit to user

Antonimi tersebut dapat dibuat tataran seperti: Gawananku rada abot „Bawaan saya agak berat‟ >< Gawananku rada entheng „Bawaan saya agak ringan‟. Antonimi jenis ini termasuk dalam tipe arti yang berciri dapat dipertatarkan, karena antonimi abot „berat‟ >< entheng „ringan‟ juga dapat dibuat tataran menjadi: abot banget „berat sekali‟ >< entheng banget „ringan

sekali‟. Mengingat data tersebut dapat dipertatarkan, sehingga termasuk kelas ajektiva.

2) Data 2 (PBJ: halaman 71)

Adoh „jauh‟ >< cedhak „dekat‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Omahe Joko adoh „Rumah Joko jauh‟ >< Omahe Joko cedhak „Rumah Joko dekat.

Antonimi tersebut dapat dibuat tataran seperti: Omahe Joko adoh banget „Rumah Joko jauh sekali‟ >< Omahe Joko cedhak banget „Rumah Joko dekat sekali. Antonimi jenis ini termasuk dalam tipe arti yang berciri dapat dipertatarkan, karena antonimi adoh „jauh‟ >< cedhak „dekat‟ juga dapat dibuat tataran menjadi: rada adoh „agak jauh‟ >< rada cedhak „agak dekat‟.

Mengingat data tersebut dapat dipertatarkan, sehingga termasuk kelas ajektiva.

3) Data 6 (PBJ: halaman 74)

Dawa „panjang‟ >< cendhak „pendek‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Rambute Sinta dawa „Rambut Sinta panjang‟ >< Rambute Sinta cendhak „Rambut Sinta pendek‟.

Antonimi tersebut dapat dibuat tataran seperti: Rambute Sinta dawa banget „Rambut Sinta panjang sekali‟ >< Rambute Sinta cendhak banget „Rambut

(26)

commit to user

Sinta pendek sekali‟. Antonimi jenis ini termasuk dalam tipe arti yang berciri dapat dipertatarkan, karena antonimi dawa „panjang‟ >< cendhak „pendek‟ juga dapat dibuat tataran menjadi: rada dawa „agak panjang‟ >< rada cendhak „agak pendek‟. Mengingat data tersebut dapat dipertatarkan,

sehingga termasuk kelas ajektiva. 4) Data 7 (PBJ: halaman 74)

Dhuwur „tinggi‟ >< endhek „pendek‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Wit jatine dhuwur „Pohon jatinya tinggi‟ >< Wit jatine endhek „Pohon jatinya pendek‟.

Antonimi tersebut dapat dibuat tataran seperti: Wit jatine dhuwur banget „Pohon jatinya tinggi sekali‟ >< Wit jatine endhek banget „Pohon jatinya pendek sekali‟. Antonimi jenis ini termasuk dalam tipe arti yang berciri dapat dipertatarkan, karena antonimi dhuwur „tinggi‟ >< endhek „pendek‟

„pendek‟ juga dapat dibuat tataran menjadi: rada dhuwur „agak tinggi‟ >< rada endhek „agak pendek‟. Mengingat data tersebut dapat dipertatarkan,

sehingga termasuk kelas ajektiva. 5) Data 8 (SBJP: halaman 50)

Gedhe „besar‟ >< cilik „kecil‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Omahe Pak Joyo gedhe „Rumah Pak Joyo besar‟ >< Omahe Pak Joyo cilik „Rumah Pak Joyo kecil‟.

Antonimi tersebut dapat dibuat tataran seperti: Omahe Pak Joyo gedhe

banget „Rumah Pak Joyo besar‟ >< Omahe Pak Joyo cilik banget „Rumah

Pak Joyo kecil‟. Antonimi jenis ini termasuk dalam tipe arti yang berciri dapat dipertatarkan, karena antonimi gedhe „besar‟ >< cilik „kecil‟ juga dapat

(27)

commit to user

dibuat tataran menjadi: rada gedhe „agak besar‟ >< rada cilik „agak kecil‟.

Mengingat data tersebut dapat dipertatarkan, sehingga termasuk kelas ajektiva.

6) Data 39 (SBJP: halaman 50)

Jembar „luas‟ >< ciyut „sempit‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Dalan ngarep omahku jembar „Jalan depan rumahku luas‟ >< Dalan ngarep omahku ciyut „Jalan depan rumahku sempit‟.

Antonimi tersebut dapat dibuat tataran seperti: Dalan ngarep omahku rada

jembar „Jalan depan rumahku agak luas‟ >< Dalan ngarep omahku rada ciyut „Jalan depan rumahku agak sempit‟. Antonimi jenis ini termasuk dalam

tipe arti yang berciri dapat dipertatarkan, karena antonimi jembar „luas‟ ><

ciyut „sempit‟ juga dapat dibuat tataran menjadi: jembar banget „luas sekali‟

>< ciyut banget „sempit sekali‟. Mengingat data tersebut dapat dipertatarkan, sehingga termasuk kelas ajektiva.

7) Data 40 (PBJ: halaman 72)

Jero „dalam‟ >< cethek „dangkal‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Kalen ngarep omahku jero „Selokan depan rumah saya dalam‟ >< Kalen ngarep omahku cethek „Selokan depan rumah saya dangkal‟.

Antonimi tersebut dapat dibuat tataran seperti: Kalen ngarep omahku rada

jero „Selokan depan rumah saya agak dalam‟ >< Kalen ngarep omahku rada cethek „Selokan depan rumah saya agak dangkal‟. Antonimi jenis ini

(28)

commit to user

jero „dalam‟ >< cethek „dangkal‟ juga dapat dibuat tataran menjadi: jero

banget „dalam sekali‟ >< cethek banget „dangkal sekali‟. Mengingat data

tersebut dapat dipertatarkan, sehingga termasuk kelas ajektiva. 8) Data 41 (PBJ: halaman 73)

Padhang „terang‟ >< peteng „gelap‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Langite sore iki ketok padhang „Langit sore ini terlihat terang‟ >< Langite sore iki ketok peteng „Langit sore ini terlihat gelap‟.

Antonimi tersebut dapat dibuat tataran seperti: Langit sore iki ketok rada

padhang „Langit sore ini terlihat agak terang‟ >< Langit sore iki ketok rada peteng „Langit sore ini terlihat agak gelap‟. Antonimi jenis ini termasuk

dalam tipe arti yang berciri dapat dipertatarkan, karena antonimi padhang „terang‟ >< peteng „gelap‟ juga dapat dibuat tataran menjadi: padhang banget

„terang banget‟ >< peteng banget „gelap sekali‟. Mengingat data tersebut dapat dipertatarkan, sehingga termasuk kelas ajektiva.

9) Data 12 (PBJ: halaman 73)

Resik „bersih‟ >< reged „kotor‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Kamarku wis resik „Kamar saya sudah bersih‟ >< Kamarku wis reged „Kamar saya sudah kotor‟.

Antonimi tersebut dapat dibuat tataran seperti: Kamarku wis rada resik „Kamar saya sudah agak bersih‟ >< Kamarku wis rada reged „Kamar saya sudah agak kotor‟. Antonimi jenis ini termasuk dalam tipe arti yang berciri dapat dipertatarkan, karena antonimi resik „bersih‟ >< reged „kotor‟ juga dapat dibuat tataran menjadi: resik banget „agak bersih sekali‟ >< reged

(29)

commit to user

banget „agak kotor sekali‟. Mengingat data tersebut dapat dipertatarkan,

sehingga termasuk kelas ajektiva. 10) Data 42 (PBJ: halaman 74)

Wareg „kenyang‟ >< luwe „ lapar‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Wetengku krasa wareg „Perut saya terasa kenyang‟ >< Wetengku krasa luwe „Perut saya terasa lapar‟.

Antonimi tersebut dapat dibuat tataran seperti: Wetengku krasa wareg banget „Perut saya terasa kenyang sekali‟ >< Wetengku krasa luwe banget „Perut saya terasa lapar sekali‟. Antonimi jenis ini termasuk dalam tipe arti yang berciri dapat dipertatarkan, karena antonimi wareg „kenyang‟ >< luwe „lapar‟ juga dapat dibuat tataran menjadi: rada wareg „agak kenyang‟ >< rada luwe

„agak lapar‟. Mengingat data tersebut dapat dipertatarkan, sehingga termasuk kelas ajektiva.

c. Keberlawanan Arti Berbalikan (Converseness Relation)

Relasi berbalikan adalah relasi antara dua hal (atau orang) di mana ada relasi yang berlawanan namun penyebutannya mempersyaratkan bahwa yang satu harus disebutkan lebih dulu daripada yang lain atau dalam urutan yang berbalikan.

Contoh:

1) Data 14 (PBJ: halaman 76)

Adol „jual‟ >< tuku „beli‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Aku adol klambi neng pasar „Saya menjual baju di pasar‟ >< Aku tuku klambi neng pasar „Saya membeli baju di pasar‟.

(30)

commit to user

Contoh: X nuku klambi saka Y „X membeli baju dari Y‟ >< Y ngedol

klambi marang X „Y menjual baju kepada X‟. Dalam contoh ini yang

merupakan relasi berbalikan adalah nuku „membeli‟ >< ngedol „menjual‟ dan juga ikutannya dari >< kepada. Pasangan nuku „membeli‟ >< ngedol „menjual‟ termasuk relasi berbalikan karena yang satu mensyaratkan hadirnya yang lain. Antonimi tersebut merupakan jenis kelas kata kerja, karena menyatakan adanya suatu aktivitas.

2) Data 43 (KBJP: halaman 86)

Mabur „terbang‟ >< mencok „hinggap‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Kinjenge wis mabur saka wit

gedhang „Capungnya sudah terbang dari pohon pisang‟ >< Kinjenge wis

mencok neng wit gedhang „Capungnya sudah hinggap di pohon pisang‟.

Contoh: X mabur saka Y „X terbang dari Y‟ >< Y mencok neng X „Y hinggap di X‟. Dalam contoh ini yang merupakan relasi berbalikan adalah

mabur „terbang‟ >< mencok „hinggap‟ dan juga ikutannya dari >< kepada.

Pasangan mabur „terbang‟ >< mencok „hinggap‟ termasuk relasi berbalikan karena yang satu mensyaratkan hadirnya yang lain. Antonimi tersebut merupakan jenis kelas kata kerja, karena menyatakan adanya suatu aktivitas. 3) Data 44 (KBJP: halaman 87)

Mlebu „masuk‟ >< metu „keluar‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Aku mlebu kelas jam sewelas „Saya masuk kelas pukul sebelas‟ >< Aku metu saka kelas jam sewelas „Saya keluar dari kelas pukul sebelas‟.

(31)

commit to user

Contoh: X mlebu neng Y „X masuk di Y‟ >< Y metu saka X „Y keluar dari X‟. Dalam contoh ini yang merupakan relasi berbalikan adalah mlebu „masuk‟ >< metu „keluar‟ dan juga ikutannya dari >< kepada. Pasangan

mlebu „masuk‟ >< metu „keluar‟ termasuk relasi berbalikan karena yang satu

mensyaratkan hadirnya yang lain. Antonimi tersebut merupakan jenis kelas kata kerja, karena menyatakan adanya suatu aktivitas.

4) Data 13 (PBJ: halaman 74)

Teka „datang‟ >< lunga „pergi‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Bayu teka jam wolu „Bayu datang jam delapan‟ >< Bayu lunga jam wolu „Bayu pergi jam delapan‟.

Contoh: X teka neng Y „X datang di Y‟ >< Y lunga saka X „Y pergi dari X‟. Dalam contoh ini yang merupakan relasi berbalikan adalah teka „datang‟ >< lunga „pergi‟ dan juga ikutannya dari >< kepada. Pasangan teka „datang‟ >< lunga „pergi‟ termasuk relasi berbalikan karena yang satu mensyaratkan hadirnya yang lain. Antonimi tersebut merupakan jenis kelas kata kerja, karena menyatakan adanya suatu aktivitas.

d. Keberlawanan Arti Direksional (Keberlawanan Arti Tipe Arah)

Keberlawanan arti direksional yaitu apabila antonimi itu menyatakan arti bergerak ke arah yang berlawanan.

Data yang termasuk antonimi direksional adalah. 1) Data 43 (KBJP: halaman 86)

(32)

commit to user

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Kinjenge wis mabur saka wit

gedhang „Capungnya sudah terbang dari pohon pisang‟ >< Kinjenge wis

mencok neng wit gedhang „Capungnya sudah hinggap di pohon pisang‟.

Antonimi tersebut termasuk dalam keberlawanan arti tipe arah yang ditandai dengan adanya relasi berlawanan yaitu mabur „terbang‟ >< mencok „hinggap‟ yang artinya bergerak ke arah berlawanan. Antonimi mabur „terbang‟ berarti menjauhi dari benda atau hal yang dihinggapi >< mencok „hinggap‟ berarti mendekati benda atau hal yang dihinggapi. Data tersebut menyatakan suatu aktivitas, sehingga termasuk kata kerja.

2) Data 44 (KBJP: halaman 87)

Mlebu „masuk‟ >< metu „keluar‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Aku mlebu kelas jam sewelas „Saya masuk kelas pukul sebelas‟ >< Aku metu saka kelas jam sewelas „Saya keluar dari kelas pukul sebelas‟.

Antonimi tersebut termasuk dalam keberlawanan arti tipe arah yang ditandai dengan adanya relasi berlawanan yaitu mlebu „masuk‟ >< metu „keluar‟ yang artinya bergerak ke arah berlawanan. Antonimi mlebu „masuk‟ berarti mendatangi suatu tempat >< metu „keluar‟ berarti meninggalkan suatu tempat. Data tersebut menyatakan suatu aktivitas, sehingga termasuk kata kerja.

3) Data 13 (PBJ: halaman 74)

Teka „datang‟ >< lunga „pergi‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Bayu teka jam wolu „Bayu datang jam delapan‟ >< Bayu lunga jam wolu „Bayu pergi jam delapan‟.

(33)

commit to user

Antonimi tersebut termasuk dalam keberlawanan arti tipe arah yang ditandai dengan adanya relasi berlawanan yaitu teka „datang‟ >< lunga „pergi‟ yang artinya bergerak ke arah berlawanan. Antonimi teka „datang‟ berarti mendatangi atau tiba di suatu tempat >< lunga „pergi‟ berarti meninggalkan suatu tempat. Data tersebut menyatakan suatu aktivitas, sehingga termasuk kata kerja.

e. Keberlawanan Arti Berkeanggotaan Ganda atau Banyak Contoh antonimi:

1) Data 45 (C: SMP)

Abang „merah‟ >< ireng „hitam‟ >< putih „putih‟ >< biru „biru‟ >< ijo „hijau‟.

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Aku tuku klambi werna abang „Saya beli baju warna merah‟ >< Aku tuku klambi werna ireng „Saya beli baju warna hitam‟ >< Aku tuku klambi werna putih „Saya beli baju warna putih‟ >< Aku tuku klambi werna biru „Saya beli baju warna biru‟ >< Aku tuku

klambi werna ijo „Saya beli baju warna hijau‟.

Antonimi tersebut termasuk dalam keberlawanan arti berkeanggotaan ganda atau banyak yang ditandai dengan adanya relasi berlawanan yang memiliki anggota ganda yaitu abang „merah‟ >< ireng „hitam‟ >< putih „putih‟. Abang „merah‟ merupakan warna bukan ireng „hitam‟ >< ireng „hitam‟ merupakan warna bukan putih „putih‟ >< putih „putih‟ merupakan warna bukan abang „merah‟ >< biru „biru‟ merupakan warna bukan ijo „hijau‟ >< ijo „hijau‟ merupakan warna bukan biru „biru‟. Mengingat data tersebut dapat dipertatarkan, sehingga termasuk kelas ajektiva.

(34)

commit to user 2) Data 46 (C: SMP)

Ngisor „bawah‟ >< tengah „tengah‟ >< dhuwur „atas‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Aku turu neng kamar ngisor „Saya tidur di kamar bawah‟ >< Aku turu neng kamar tengah „Saya tidur di kamar tengah‟ >< Aku turu neng kamar dhuwur „Saya tidur di kamar atas‟.

Antonimi tersebut termasuk dalam keberlawanan arti berkeanggotaan ganda atau banyak yang ditandai dengan adanya relasi berlawanan yang memiliki anggota ganda yaitu ngisor „bawah‟ >< tengah „tengah‟ >< dhuwur „dhuwur‟. Ngisor „bawah‟ menunjukkan letak tingkat rendah >< tengah „tengah‟ menunjukkan letak tingkat menengah >< dhuwur „dhuwur‟ menunjukkan letak ketinggian tingkat atas. Antonimi tersebut merupakan kelas kata tugas, karena menyatakan suatu keterangan.

3) Data 47 (C: SMP)

Panas „panas‟ >< anget „hangat‟ >< adhem „dingin‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Aku gawe teh rada panas „Saya membuat teh agak panas‟ >< Aku gawe teh rada anget „Saya membuat teh agak hangat‟ >< Aku gawe teh rada adhem „Saya membuat teh agak dingin‟.

Antonimi tersebut termasuk dalam keberlawanan arti berkeanggotaan ganda atau banyak yang ditandai dengan adanya relasi berlawanan yang memiliki anggota ganda yaitu panas „panas‟ >< anget „hangat‟ >< adhem „dingin‟. Panas „panas‟ menunjukkan suhu yang tinggi >< anget „hangat‟ menunjukkan tingkat suhu sedang >< adhem „dingin‟ menunjukkan suhu yang rendah. Mengingat data tersebut dapat dipertatarkan, sehingga termasuk kelas ajektiva.

(35)

commit to user 4) Data 48 (DA: Mahasiswa)

Senin „Senin‟ >< Selasa „Selasa‟ >< Rabu „Rebo‟ >< Kamis „Kemis‟ >< Jumat „Jumat‟ >< Sabtu „Setu‟ >< Minggu „Minggu‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Aku olah raga saben dina Senin „Saya olah raga setiap hari Senin‟ >< Aku olah raga saben dina Selasa „Saya olah raga setiap hari Selasa‟ >< Aku olah raga saben dina Rebo „Saya olah raga setiap hari Rabu‟ >< Aku olah raga saben dina Kemis „Saya olah raga setiap hari Kamis‟ >< Aku olah raga saben dina Jumat „Saya olah raga setiap hari Jumat‟ >< Aku olah raga saben dina Setu „Saya olah raga setiap hari Sabtu‟ >< Aku olah raga saben dina Minggu „Saya olah raga setiap hari Minggu‟.

Antonimi tersebut termasuk dalam keberlawanan arti berkeanggotaan ganda atau banyak yang ditandai dengan adanya relasi berlawanan yang memiliki anggota banyak yaitu Senin „Senin‟ >< Selasa „Selasa‟ >< Rebo „Rabu‟ >< Kamis „Kemis‟ >< Jumat „Jumat‟ >< Sabtu „Setu‟ >< Minggu „Minggu‟. Senin „Senin‟ merupakan nama hari yang mana bukan hari Minggu „Minggu‟ >< Selasa „Selasa‟ merupakan nama hari yang mana bukan hari

Senin „Senin‟ >< Rebo „Rabu‟ merupakan nama hari yang mana bukan hari Selasa „Selasa‟ >< Kemis „Kamis‟ merupakan nama hari yang mana bukan

hari Rebo „Rabu‟ >< Jumat „Jumat‟ merupakan nama hari yang mana bukan hari Kemis „Kamis‟ >< Setu „Sabtu‟ merupakan nama hari yang mana bukan hari Jumat „Jumat‟ >< Minggu „Minggu‟ merupakan nama hari yang mana bukan hari Setu „Sabtu‟. Mengingat data tersebut dapat dipertatarkan, sehingga termasuk kelas ajektiva.

(36)

commit to user

f. Keberlawanan Arti Antipodal, Orthogonal Berkaitan dengan Arah

Angin

Tipe jenis ini berkaitan dengan arah angin (barat, timur, utara, selatan). Tipe antipodal bersifat keberlawanan kutub.

Contoh:

1) Data 49 (D: Mahasiswa)

Etan „timur‟ >< Kulon „barat‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Neng etan omahku ana kali „Di timur rumah saya ada sungai‟ >< Neng kulon omahku ana kali „Di barat rumah saya ada sungai‟.

Secara antipodal, orang dapat menyatakan bahwa etan „timur‟ adalah lawan kulon „barat‟. Pandangan lain adalah yang bersifat orthogonal yaitu yang menyatakan bahwa etan „timur‟ itu bukan kulon „barat‟, bukan lor „utara‟, bukan juga kidul „selatan‟. Antonimi tersebut merupakan kelas kata tugas, karena menyatakan suatu keterangan.

2) Data 50 (S: Mahasiswa)

Lor „utara‟ >< kidul „selatan‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Omahku madhep ngalor „Rumah saya menghadap utara‟ >< Omahku madhep ngidul „Rumah saya menghadap selatan‟.

Secara antipodal, orang dapat menyatakan bahwa lor „utara‟ adalah lawan kidul „selatan‟. Pandangan lain adalah yang bersifat orthogonal yaitu yang menyatakan bahwa lor „utara‟ bukan kidul „selatan‟, bukan etan

(37)

commit to user

„timur‟ itu bukan juga kulon „barat‟. Antonimi tersebut merupakan kelas kata tugas, karena menyatakan suatu keterangan.

3) Data 51 (H: Mahasiswa)

Lor etan „timur laut‟ >< kidul kulon „barat daya‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Neng lor etan omahku ana kebon „Di timur laut rumah saya ada kebun‟ >< Neng kidul kulon omahku ana

kebon „Di barat daya rumah saya ada kebun‟.

Secara antipodal, orang dapat menyatakan bahwa lor etan „timur laut‟ adalah lawan kidul kulon „barat daya‟. Pandangan lain adalah yang bersifat orthogonal yaitu yang menyatakan bahwa lor etan „timur laut‟ bukan kidul

kulon „barat daya‟, bukan lor kulon „barat laut‟ itu bukan juga kidul etan

„tenggara‟. Antonimi tersebut merupakan kelas kata tugas, karena menyatakan suatu keterangan.

4) Data 52 (H: Mahasiswa)

Lor kulon „barat laut‟ >< kidul etan „tenggara‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Saben esuk aku mlaku-mlaku ana

ing lor kulone sawah „Setiap pagi saya jalan-jalan di barat lautnya sawah‟ >< Saben esuk aku mlaku-mlaku ana ing kidul etane sawah „Setiap pagi saya

jalan-jalan di tenggaranya sawah‟.

Secara antipodal, orang dapat menyatakan bahwa lor kulon „barat laut‟ adalah lawan kidul etan „tenggara‟. Pandangan lain adalah yang bersifat orthogonal yaitu yang menyatakan bahwa lor kulon „barat laut‟ bukan kidul

(38)

commit to user

daya‟. Antonimi tersebut merupakan kelas kata tugas, karena menyatakan suatu keterangan.

3. KELAS KATA ANTONIMI DALAM BAHASA JAWA a. Kelas Kata Benda (Nomina)

Kata benda (nomina) yaitu suatu jenis kata yang menandai atau menamai suatu benda, yang secara sintaktis bisa diikuti kata sing „yang‟ dan kata sifat (ajektiva).

Contoh kata benda yang berlawanan dalam bahasa Jawa yang menandai atau menamai suatu benda:

1) Data 34 (KBJP: halaman 84)

Babu „pembantu‟ >< bandara „majikan‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Babu sing sregep „Pembantu yang rajin‟ >< Bandara sing sregep „Majikan yang rajin‟.

Antonimi tersebut termasuk kelas kata benda karena antonimi babu „pembantu‟ >< bandara „majikan‟ menyatakan suatu benda, dan bisa diikuti kata sing „yang‟ dan kata sifat (ajektiva) yang dinyatakan dengan kata sregep „rajin‟.

2) Data 53 (A: Mahasiswa)

Banyu „air‟ >< geni „api‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Banyu sing bening kae saka sumur „Air yang jernih itu dari sumur‟ >< Geni sing gedhe kae ngobong omah „Api yang besar itu membakar rumah‟.

Antonimi tersebut termasuk kelas kata benda karena antonimi banyu „air‟ ><

(39)

commit to user

sifat (ajektiva) yang dinyatakan dengan kata bening „jernih‟ dan gedhe „besar‟.

3) Data 54 (R: SMP)

Bapak „bapak‟ >< ibu „ibu‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Bapak sing bagus kae guruku „Bapak yang tampan itu guru saya‟ >< Ibu sing ayu kae guruku „Ibu yang cantik itu guru saya‟.

Antonimi tersebut termasuk kelas kata benda karena antonimi bapak „bapak‟ >< ibu „ibu‟ menyatakan suatu benda, dan bisa diikuti kata sing „yang‟ dan kata sifat (ajektiva) yang dinyatakan dengan kata bagus „tampan‟ dan ayu „cantik‟.

4) Data 55 (R: SMP)

Guru „guru‟ >< murid „murid‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Guru sing sareh kae jenenge Pak

Haryo „Guru yang sabar itu namanya Pak Haryo‟ >< Murid sing sregep kae jenenge Hana „Murid yang rajin itu namanya Hana‟.

Antonimi tersebut termasuk kelas kata benda karena antonimi guru „guru‟ ><

murid „murid‟ menyatakan suatu benda, dan bisa diikuti kata sing „yang‟ dan

kata sifat (ajektiva) yang dinyatakan dengan kata sareh „sabar‟ dan sregep „rajin‟.

5) Data 56 (C: SMP)

(40)

commit to user

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Meja sing gedhe kae digawe saka

kayu jati „Meja yang besar itu terbuat dari kayu jati‟ >< Kursi sing gedhe kae digawe saka kayu jati „Kursi yang besar itu terbuat dari kayu jati‟.

Antonimi tersebut termasuk kelas kata benda karena antonimi meja „meja‟ ><

kursi „kursi‟ menyatakan suatu benda, dan bisa diikuti kata sing „yang‟ dan

kata sifat (ajektiva) yang dinyatakan dengan kata gedhe „besar‟. 6) Data 39 (SBJP: halaman 50)

Mungsuh „lawan‟ >< bala „kawan‟

Antonimi itu bisa diperluas menjadi: Golek mungsuh sing akeh „Cari musuh yang banyak‟ >< Golek bala sing akeh „Cari teman yang banyak‟. Antonimi tersebut termasuk kelas kata benda karena antonimi mungsuh „lawan‟ >< bala „kawan‟ menyatakan suatu benda, dan bisa diikuti kata sing „yang‟ dan kata sifat (ajektiva) yang dinyatakan dengan kata akeh „banyak‟. Antonimi yang termasuk kelas nomina yang telah dideskripsikan tersebut, dapat dimasukkan kolom, sebagai berikut.

No Antonimi

Bisa dibentuk ciri sintaksis (ciri sintaksis: ...sing „yang‟...,ajektiva) Makna 1. babu „pembantu‟ >< bandara „majikan‟

Babu sing sregep

„Pembantu yang rajin‟ ><

Bandara sing sregep „Majikan

yang rajin‟

Menyatakan benda

2. banyu „air‟ ><

geni „api‟

Banyu sing bening

„Air yang jernih‟ >< Geni sing

panas „Api yang panas‟

Menyatakan benda

3. bapak „bapak‟

>< ibu „ibu‟

Bapak sing sareh

„Bapak yang sabar >< Ibu sing

sareh „Ibu yang sabar

Menyatakan benda

4. guru „guru‟ ><

murid „murid‟

Guru sing sregep

„Guru yang rajin‟ >< Murid sing

sregep „Murid yang rajin‟

Menyatakan benda

Referensi

Dokumen terkait

Untuk kondisi tanah pada musim penghujan dimana kondisi tanah pada keadaan jenuh, maka nilai kohesi (c) dan sudut geser ( φ ) sebagai variabel kekuatan geser tanah dapat berkurang

Praktik upah mengupah pembuatan tato permanen adalah dibolehkan, dengan alasan selama tidak memiliki pekerjaan tetap dan bertujuan untuk mempertahankan hidup ditengah

Sekedar mengulas, setiap individu selalu memberi makna terhadap aspek-aspek yang dia temui di sekitarnya. Mulai dari benda-benda yang secara kasat mata dapat disentuh atau

Bantuan yang diberikan BAZNAS Kota Banjarmasin dalam bentuk ekonomi yaitu memberikan bantuan dalam bentuk pinjaman modal kerja/modal bergulir untuk usaha mikro

Untuk menghitung gaya uplift pressure perlu dicari terlebih dahulu tekanan pada tiap titik sudut, kemudian dicari besarnya gaya yang bekerja pada tiap titik sudut, kemudian dicari

Vivian Nanny Lia Dewi, Tri Sunarsih, Asuhan Kebidanan Ibu Nifas, 19.. Pada saat para subjek L, R, dan Y sangat berusaha memberikan ASI eksklusif dengan keadaan paska caesar dan

Pada poin ketiga ketentuan surat edaran menjelaskan bahwa “laki-laki bekas suami dapat melakukan pernikahan dengan perempuan lain apabila telah selesai masa iddah

Minitoring dilakukan oleh BNI Syariah Cabang Banjarmasin hingga nasabah tersebut melakukan pelunasan pembiayaan KPR (Griya iB Hasanah) hingga selesai. Proses pelunasan