• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nota Konsep Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan secara Definitif Dengan Mekanisme Klaim Verifikasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Nota Konsep Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan secara Definitif Dengan Mekanisme Klaim Verifikasi"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

Halaman 1 dari 27

Nota Konsep

Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan secara Definitif

Dengan Mekanisme Klaim Verifikasi

Ringkasan Eksekutif

Dalam kajian dan rekomendasi kebijakan yang dikeluarkan KPK, ditemukan 17 celah dalam sektor kehutanan yang rawan korupsi, beberapa diantaranya berkaitan erat dengan kawasan hutan yang belum definitif. Saat ini, hanya 12 juta hektar dari 128 juta hektar hutan di Indonesia yang telah definitif (hasil analisa UKP4 atas data Kemhut, pembulatan ke juta hektar). Kawasan hutan yang belum ditetapkan membuka peluang maraknya korupsi dan konflik di lapangan. Karena belum selesainya proses pengukuhan, maka hak-hak pihak ketiga yang seharusnya sudah diverifikasi dan dikeluarkan pada tahap akhir pengukuhan kerap belum dilakukan secara lengkap dan menyeluruh dan karenanya menimbulkan konflik di lapangan. Di tengah kondisi tersebut dan ditambah dengan lemahnya pengawasan, muncul pula oknum-oknum yang memanfaatkan kondisi dengan meng-klaim kawasan hutan sebagai bagian dari lahannya, baik secara sah maupun tidak. Terdapat pula kasus-kasus dimana izin dikeluarkan dan telah beroperasi di atas kawasan hutan tanpa izin yang tepat dari kehutanan.

Melalui Nota Kesepakatan Bersama (NKB) antara 12 Kementerian dan Lembaga tentang Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan, antar instansi pemerintah didorong untuk secara kolaboratif menyelesaikan isu pengukuhan kawasan hutan secepatnya. NKB diikuti dengan penyusunan rencana aksi yang dikoordinir dan dimonitor bersama oleh KPK dan UKP4 dan berjalan selama 3 (tiga) tahun, hingga Tahun 2016. Disadari bahwa rencana aksi tersebut perlu didukung dengan pendekatan

not-business-as-usual dan bersifat terobosan jika kita ingin memiliki kawasan hutan yang telah dikukuhkan

dalam periode yang jauh lebih singkat. Mengingat tingginya laju deforestasi dan banyaknya konflik tenurial, waktu adalah faktor penting. Belajar dari Peta Indikatif Penundaan Izin Baru (PIPIB) atau Peta Moratorium yang diperbaharui secara teratur setiap enam bulan berdasarkan Instruksi Presiden No. 10/2011 tentang Penundaan Penerbitan Izin Baru dan Perbaikan Tata Kelola pada Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut (dan perpanjangannya melalui Inpres 6/2013), UKP4 mengusulkan pendekatan terobosan berdasarkan mekanisme klaim-verifikasi untuk menghasilkan Peta Definitif Kawasan Hutan Skala Operasional (1:50K).

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Pada 12 Maret 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyaksikan penandatanganan Nota Kesepakatan Bersama (NKB) antara 12 Kementerian dan Lembaga Negara dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mempercepat proses pengukuhan kawasan hutan. NKB ini merupakan hasil dari kajian Corruption Impact Assessment dan Laporan Hasil Kajian Akhir KPK terhadap

(2)

Halaman 2 dari 27

Kementerian Kehutanan dalam pelaksanaan tata kelola hutan. Kedua laporan yang diterbitkan pada tahun 2010 tersebut menemukan 17 celah dalam tata kelola saat ini yang menyebabkan maraknya korupsi di sektor kehutanan. Luasnya kawasan hutan negara yang belum ditetapkan batasnya adalah faktor yang paling mendasar yang menyebabkan korupsi dan kerugian yang besar di sektor ini. Saat ini hanya 9,6 persen dari luas kawasan hutan di Indonesia yang telah dikukuhkan, meskipun berbagai upaya telah dilaksanakan bahkan sebelum terbitnya UU 41/1999 tentang Kehutanan (hasil analisa UKP4 atas data Kemhut, pembulatan ke persil).

NKB adalah pintu masuk untuk perbaikan tata kelola hutan yang secara khusus berfokus pada isu-isu pengukuhan kawasan hutan. Rencana aksi telah dirumuskan melalui proses kolaborasi antara KPK dan berbagai kementerian dan lembaga terkait yang menjadi proponen NKB. Disadari bahwa rencana aksi tersebut perlu didukung dengan pendekatan not-business-as-usual dan bersifat terobosan jika kita ingin memiliki kawasan hutan yang telah dikukuhkan dalam periode yang jauh lebih singkat. Mengingat tingginya laju deforestasi dan banyaknya konflik tenurial, waktu adalah faktor penting. Perlu dibangun sebuah instrumen kebijakan yang tepat dalam rangka pencegahan korupsi di sektor kehutanan, dan kawasan hutan yang telah dikukuhkan seluruhnya secara nasional merupakan salah satu kebijakan ini. Belajar dari program percepatan pengukuhan kawasan hutan di Barito Selatan dan proses penyusunan Peta Indikatif Penundaan Izin Baru (PIPIB) atau Peta Moratorium yang diperbaharui secara teratur setiap enam bulan berdasarkan Instruksi Presiden No. 10/2011 tentang Penundaan Penerbitan Izin Baru dan Perbaikan Tata Kelola pada Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut (dan perpanjangannya melalui Inpres 6/2013), UKP4 mengusulkan pendekatan terobosan berdasarkan mekanisme klaim-verifikasi untuk menghasilkan Peta Definitif Kawasan Hutan Skala Operasional (1:50K). Mekanisme ini diharapkan dapat mempercepat proses penetapan kawasan hutan secara definitif. Proses pemutakhiran Peta Moratorium telah memanfaatkan mekanisme tersebut, dan upaya lintas sektoral dan kolaboratif yang telah dilaksanakan oleh Tim Teknis PIPIB sebenarnya adalah pendekatan yang efektif untuk menghasilkan Peta Definitif Kawasan Hutan Skala Operasional (1:50K) yang sangat instrumental untuk penetapan Kawasan Hutan secara definitif sebagai tahap akhir menuju pengukuhan kawasan hutan. 1.2. Tujuan

Melalui sebuah mekanisme Klaim-Verifikasi, yang memuat didalamnya instrumen penunjukan kawasan hutan dengan peta operasional, sosialisasi, identifikasi hak pihak ke-3, dan resolusi konflik yang lebih efektif dan efisien, diharapkan dapat dicapai:

1. Peta Definitif Kawasan Hutan1 Skala Operasional (1:50K) yang memiliki kekuatan hukum dalam waktu 5 tahun;

2. Inventarisasi klaim hak pihak ketiga yang terkena dampak dari proses pengukuhan Kawasan Hutan.

1

Hasil dari pengukuhan ini, Kawasan Hutan yang akan dikukuhkan hanyalah hutan negara (dengan telah

dikeluarkannya hak-hak pihak ketiga). Perlu dibahas lebih lanjut dengan berbagai pemangku kepentingan apakah kawasan hutan hanya mencakup hutan negara atau juga hutan hak yang ingin dipertahankan sebagai hutan tetap (sesuai dengan Pasal 1 angka 3 UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan).

(3)

Halaman 3 dari 27 1.3. Prinsip Pelaksanaan Mekanisme Klaim dan Verifikasi

1. Kolaboratif. Keberadaan hutan adalah kepentingan semua pihak, karenanya penanganan kawasan hutan termasuk penyelesaian pengukuhan kawasan hutan menjadi tugas semua pihak dan tidak hanya tugas penanggung jawab sektor kehutanan. Karenanya, proses penetapannya mutlak perlu menyertakan para pihak secara aktif termasuk dalam hal pengerahan sumberdaya masing-masing dalam berbagai tahap seperti penyediaan peta, identifikasi hak-hak pihak ketiga dan penyelesaian konflik.

2. Akurasi Data. Skema Klaim-Verifikasi diawali dengan penetapan Peta Definitif Kawasan Hutan Skala Operasional (1:50.000). Skala peta yang sifatnya operasional ini akan sangat membantu berbagai pihak dalam mengidentifikasi haknya. Selanjutnya berdasarkan prinsip ini pula, maka pihak-pihak yang akan meng-klaim haknya harus pula dapat membuktikan klaimnya dengan didukung data yang bersifat akurat.

3. Kejelasan Waktu. Salah satu isu utama di dalam proses pengukuhan yang ada saat ini adalah ketiadaan kejelasan jangka waktu penyelesaian pengukuhan KH. Untuk itu, maka di dalam mekanisme Klaim-Verifikasi, perlu diintrodusir batas waktu yang jelas, baik masa sosialisasi, maka pengajuan klaim, dan masa verifikasi. Dengan demikian pada akhir masa tersebut akan diperoleh Peta Definitif Kawasan Hutan dengan skala 1:50.000 yang telah dikukuhkan dan mengikat secara hukum.

4. Transparansi, Partisipasi dan Akuntabilitas Publik. Untuk memastikan tata kelola yang baik di dalam proses pelaksanaan Klaim-Verifikasi, keterlibatan masyarakat penting, baik dalam rangka untuk mengidentifikasi hak maupun untuk dalam rangka membangun kepercayaan masyarakat atas proses dan hasil akhir dari penetapan kawasan hutan. Secara teknis prinsip ini diterapkan melalui mekanisme sosialisasi yang akan dilaksanakan secara khusus terutama untuk menjangkau berbagai pihak yang berpotensi untuk mengajukan klaim. Seluruh proses juga harus bersifat terbuka sesuai dengan ketentuan di dalam UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

5. Mengikuti Proses Yang Telah Ada. Kecuali keberadaannya mutlak diperlukan, membangun kelembagaan maupun mekanisme yang sama sekali baru sebaiknya dihindari, karena proses tersebut akan memakan waktu dan energi tersendiri karena sudah melekatnya praktek di berbagai lini pelaksana. Untuk itu, maka mekanisme ini akan memanfaatkan mekanisme dan kelembagaan yang telah ada, dalam hal ini keberadaan Panitia Tata Batas (PTB) akan digunakan sebagai salah satu instrumen kunci dengan memodifikasinya sehingga lebih sensitif terhadap kebutuhan suatu proses pengukuhan kawasan hutan. Modifikasi dirasakan perlu antara lain melalui penambahan frekuensi pertemuan dan proses yang lintas tahun anggaran serta keberadaan ahli resolusi konflik didalam PTB. Untuk modifikasi ini diperlukan revisi atas Permenhut 62/2013 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan dan Permenhut 47/2010 tentang Panitia Tata Batas.

6. Pendekatan Pilot Project. Untuk memastikan pelaksanaan skema Klaim-Verifikasi di tingkat nasional bekerja secara baik, maka pada skala yang lebih kecil, mekanisme ini perlu diujicobakan. Ujicoba percepatan pengukuhan kawasan hutan telah pernah dilakukan di Barito Selatan dari sana didapatkan berbagai temuan yang berkontribusi pada mekanisme klaim-verifikasi ini. Nantinya, uji coba akan dilakukan dengan memanfaatkan lokasi-lokasi program pengukuhan kawasan hutan di Kementerian Kehutanan pada Tahun Anggaran 2014.

(4)

Halaman 4 dari 27

7. Pendekatan Integratif. Dalam proses pengukuhan kawasan hutan, banyak aspek yang terlibat, antara lain penetapan wilayah administratif. Untuk itu, secara paralel perlu dalam mekanisme ini akan dilakukan pula penetapan batas wilayah administrasi. Hal ini diawali dengan penetapan Peta Definitif Wilayah Administrasi Skala Operasional (1:50.000) oleh Menteri Dalam Negeri dan selanjutnya dalam periode 5 tahun dibuka kesempatan bagi Pemerintah Daerah untuk mengajukan klaim. Melalui instrumen verifikasi yang diterbitkan Kementerian Dalam Negeri, klaim yang diajukan Pemerintah Daerah diverifikasi di lapangan hingga diperoleh kesepakatan. Dengan demikian pada akhir tahun kelima periode tersebut akan diperoleh Peta Definitif Administrasi Wilayah yang telah dikukuhkan dan mengikat secara hukum. Hal lain yang secara integratif akan dilakukan adalah menyelesaikan pendaftaran tanah atas hak-hak yang telah diverifikasi dan dapat dibuktikan kepemilikannya oleh BPN. Batas wilayah yang akan ditetapkan adalah batas administrasi wilayah yang kewenangan penetapannya dimiliki oleh Menteri Dalam Negeri, yaitu batas administrasi wilayah provinsi dan kabupaten. Penetapan batas wilayah adminitrasi desa dan wilayah adat adalah kewenangan Pemerintah Daerah, karena itu pendekatan Klaim Verifikasi juga didorong untuk diterapkan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten untuk dapat menuntaskan isu batas wilayah segera.

2. Lingkup Kertas Konsep

Untuk membantu membangun konsep yang terstruktur berdasarkan prinsip-prinsip di atas, diskusi meja bundar telah dilaksanakan pada 7 November 2013 lalu dengan mengundang pihak-pihak terkait. Pada diskusi tersebut dibahas aspek-aspek yang berkaitan dengan:

1. Aspek teknis: teknologi terkini yang berpotensi mendukung pendekatan ini. 2. Aspek legal: instrumen hukum yang diperlukan untuk mendukung pendekatan ini.

3. Aspek sosial: dimensi sosial dari pendekatan terobosan ini, peran setiap pemangku kepentingan termasuk Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah, organisasi masyarakat sipil, pengusaha dan masyarakat umum dalam mendukung pendekatan ini.

Hasil diskusi meja bundar dituangkan dalam kertas konsep ini dengan lingkup pembahasan sbb: 1. Penyusunan dan penetapan Peta Definitif Kawasan Hutan Skala Operasional 1:50.000; 2. Mekanisme Skema Klaim-Verifikasi;

3. Pembentukan Kelembagaan; 4. Sumber Pendanaan;

5. Kerangka dan Dasar Hukum; dan 6. Kerangka Proses Pelaksanaan.

(5)

Halaman 5 dari 27 Aspek Teknis

Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) dalam penyusunan Peta Definitif Kawasan Hutan Skala Operasional 1:50.000 dibuat bersama oleh Kemhut, BPN, BIG, LAPAN, Kemdagri, BPPT dan K/L terkait. Konsep pendetailan peta dalam pemetaan bisa dilakukan dimana syarat-syarat berikut dapat terpenuhi: 1. Peta dengan skala kecil (1:250.000) hanya dipakai sebagai pendukung (peta tinjau), bukan sebagai

acuan untuk pembuatan peta skala operasional (1:50.000).

2. Pembuatan peta skala operasional 1:50.000 tetap harus mengacu pada peta topografi (RBI) dengan skala sama atau lebih besar, pengukuran di lapangan dan dukungan foto udara/citra satelit resolusi tinggi yang memadai.

3. Selama periode mekanisme Klaim Verifikasi yang berlangsung 5 tahun, pemutakhiran peta harus dilakukan paling tidak setahun sekali. Setelah itu, peta definitif kawasan hutan dapat direview 5 tahun sekali sesuai dengan periode waktu review Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional/Propinsi dan Kabupaten/Kota.

Prosedur standar untuk pendetailan peta 1:250.000 menjadi 1:50.000 belum ada. Akan tetapi standar pembuatan peta operasional sudah ada (misal standar pemetaan tematik tutupan lahan dan tata cara pengukuhan wilayah hutan). Jadi standar pendetailan peta 1:250.000 menjadi peta operasional 1:50.000 tidak menjadi isu di tataran operasional. Yang terpenting adalah menghasilkan peta tersebut.

(6)

Halaman 6 dari 27 Aspek Legal

Sejalan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah berlaku saat ini, maka mekanisme Klaim-Verifikasi didahului dengan penerbitan SK Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan untuk masing-masing provinsi oleh Kementerian Kehutanan. SK ini untuk memformalkan dan memberikan payung hukum atas Peta Definitif Kawasan Hutan Skala Operasional 1:50.000 setiap tahun dalam 5 tahun masa Klaim-Verifikasi. Di akhir tahun ke-5, Kementerian Kehutanan akan menerbitkan SK Peta Penetapan Kawasan Hutan dan Perairan untuk masing-masing provinsi secara nasional.

Berdasarkan SK Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan, Panitia Tata Batas (PTB) menerbitkan Peta Trayek Batas untuk masing-masing provinsi (atau wilayah yang akan ditata batas). Peta Trayek Batas tersebut berskala paling kecil 1:50.000 agar sesuai dengan skala Peta Definitif Kawasan Hutan.

4. Mekanisme Klaim-Verifikasi

Sesuai dengan PP 44/2004 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, Permenhut Nomor P. 44/Menhut-II/2012 sebagaimana telah diubah dengan Permenhut Nomor P. 62/Menhut-II/2013 tentang Perubahan atas Permenhut Nomor P. 44/Menhut-II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan (selanjutnya disebut Permenhut 62/2013) tentang Pengukuhan Kawasan Hutan dan Permenhut 47/2010 tentang Panitia Tata Batas, proses pengukuhan kawasan hutan dilaksanakan oleh Panitia Tata Batas (PTB). Meski dirasa belum efektif, namun keberadaan PTB akan memastikan mekanisme pelibatan seluruh pihak yang berkepentingan, selain itu keberadaan PTB yang diatur di tingkat PP akan membutuhkan waktu dan proses yang panjang bila harus diubah lagi. PTB yang dipimpin pelaksanaannya oleh Bupati/Walikota dan didukung oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Kementerian Kehutanan masih berpotensi untuk diberdayakan lebih baik lagi. Di bagian Kelembagaan akan dijelaskan lebih jauh mengenai aspek penguatan PTB. Oleh karena itu, PTB akan tetap menjadi lembaga yang memfasilitasi pelaksanaan pengukuhan KH.

Skema proses Klaim - Verifikasi dijalankan melalui 4 tahapan, yaitu: 1. Sosialisasi dan Pendampingan Masyarakat;

2. Pelaksanaan Klaim; 3. Verifikasi Klaim;

4. Penetapan Final Kawasan Hutan.

Secara keseluruhan, ke empat tahapan di atas akan dilaksanakan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun dengan pembagian yang akan dijelaskan pada masing-masing tahap.

(7)

Halaman 7 dari 27

Skema Proses(Catatan: bisa ditambahkan dengan Proses Penetapan Peta 1:50.000 dan pemancangan batas virtual sementara di sebelah kiri sosialisasi)

Sosialisasi dan Pendampingan Masyarakat

Pelaksanaan Klaim Verifikasi Klaim Penetapan Final

Kawasan Hutan

PTB Mengidentifikasi Target dan Metode Sosialisasi

PTB Menyusun Rencana Sosialisasi

PTB Melakukan Sosialisasi dan Dapat Menunjuk Pihak Ketiga untuk Asistensi.

PTB Mengindentifikasi Masyarakat yang Perl u Pendampingan

PTB Melakukan

Pendampingan dan Dapat Menunjuk Pihak Ketiga untuk Asistensi.

Unit Layanan Klaim (ULK) Menerima Klaim

PTB (TV) Memverifkasi Klaim

ULK Memeriksa Kelengkapan Dokumen

Tidak Lengka p 1 Len gkap

Ditolak ULK Memberitahu Pengaju Klaim Pengaju Klaim Melengkapi Lengkap Tidak Lengka p 2 ULK Memberitahu Pengaju Klaim Pengaju Klaim Melengkapi Lengkap Tidak Lengkap 3 Ditolak Tidak Dapat Diterima Diterima Dokumen Tidak Lengkap Perl u Relokas i atau Pengali han Bentu k Hak Pengumuman selama 3 bulan) Ad a klaim lai n Tidak Ada Klai m Lai n PTB Memverifikasi Klai m Baru Klai m Baru Ditol ak Klai m Baru Diteri ma Penetapan Klaim yan g Diterima Penyelesaian Sengketa

Berita Acara dan Peta Tata Batas

Kemenhut Mener bitkan SK Penetapan/Pelepasan KH

Pendaftaran Tanah oleh BPN (termasuk tanah ulay at)

(8)

Halaman 8 dari 27 4.1. Sosialisasi dan Pendampingan Masyarakat

Sosialisasi merupakan proses sistematis untuk memastikan seluruh pemangku kepentingan memahami berbagai aspek dalam mekanisme Klaim – Verifikasi, antara lain Peta Penunjukan KH dengan skala operasional, batas sementara virtual, mekanisme Klaim - Verifikasi, sehingga mampu untuk melaksanakan mekanisme tersebut sesuai kepentingan masing-masing. Sosialisasi dilakukan oleh PTB dan dapat dibantu oleh pihak ketiga.

Dalam rangka sosialisasi, PTB terlebih dahulu melakukan identifikasi target sosialisasi dan metode yang sesuai untuk masing-masing target. Hasil identifikasi ini kemudian diterjemahkan dalam bentuk rencana sosialisasi, termasuk menentukan siapa yang melakukannya. Setelah pelaksanaan sosialisasi, PTB perlu menetapkan masyarakat yang membutuhkan pendampingan; dapat didasarkan pada hasil sosialisasi ataupun usulan dari masyarakat. Kriteria masyarakat yang membutuhkan ini perlu ditentukan dengan jelas di dalam standar prosedur operasional.

Target Sosialisasi  Masyarakat umum;

 Pemegang izin;

 Kementerian dan lembaga pusat;

 Pemerintah daerah;

 Kepala desa/kampong/adat;

 Masyarakat berpotensi terkena dampak;

 Lembaga sosial masyarakat dan potensial donor. Metode Sosialisasi  Pengumuman melalui media cetak dan elektronik;

 Sosialisasi langsung, seperti seminar, lokakarya, pelatihan di desa-desa dan pertemuan kampung;

 Materi pengumuman dan sosialisasi menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa lokal yang sederhana sehingga dapat dipahami oleh berbagai lapisan masyarakat.

Model

Pendampingan

 Pembentukan tim kecil di tingkat desa yang dipimpin oleh Kepala Desa. Tim kecil menjalankan fungsi pendampingan dengan supervisi dari PTB;

 Pendampingan oleh pihak ketiga, misal lembaga sosial masyarakat. Tema Sosialisasi Sosialisasi antara meliputi:

 Peta penunjukan KH, peta trayek batas serta maknanya;

 Mekanisme dan proses Klaim-Verifikasi;

 Mekanisme, syarat dan jangka waktu pengajuan klaim;

 Mekanisme dan syarat pendaftaran hak atas tanah;

 Model-model pengelolaan yang tersedia bagi masyarakat baik di dalam maupun di luar kawasan hutan (serta model penyelesaian yang diinginkan oleh masyarakat);

(9)

Halaman 9 dari 27

Mengingat luasnya wilayah Indonesia, keterbatasan dalam akses informasi, dan pemahaman proses pengukuhan kawasan hutan yang masih kurang, tahapan sosialisasi akan dilaksanakan paling intensif selama 2 tahun pertama, selanjutnya akan dilaksanakan sebagai bagian dari proses pelaksanaan Klaim - Verifikasi.

4.2. Pelaksanaan Klaim

Klaim terdiri dari dua tahap, tahap pertama adalah klaim oleh Kementerian Kehutanan dan tahap kedua adalah klaim dari pihak ketiga.

Klaim tahap pertama dari Kemenhut dilakukan melalui proses pemancangan batas sementara sesuai dengan trayek batas yang telah disosialisasikan sesuai dengan ketentuan di dalam Ps. 19 ayat (2) PP 44/2004 dan Ps. 19-20 Permenhut 62/2013, tahap awal penataan batas adalah pemancangan batas sementara berdasarkan peta trayek batas yang ditetapkan PTB, hasil pemancangan batas sementara ini yang kemudian disosialisasi.

Selanjutnya, pemancangan batas sementara sesuai dengan Peta Trayek Batas dilakukan dengan prioritasisasi di daerah-daerah yang berada di wilayah yang banyak penduduknya (berdasarkan data pemerintah daerah dan citra satelit) dan rawan konflik (berdasarkan hasil pemetaan konflik sesuai Inpres 1/2013 dan masukan publik).

Pemancangan batas sementara secara fisik dilakukan dengan jarak 10 meter untuk di daerah pemukiman, 100 meter untuk daerah non-pemukiman yang dapat dijelajahi, dan secara virtual (GPS positioning di atas citra satelit/peta RBI) untuk daerah yang tidak dapat dijelajahi. Periode pemancangan batas sementara dilakukan di seluruh Indonesia selama 1 tahun bersamaan dgn masa sosialisasi, klaim dan verifikasi awal. Untuk mendukung proses pemancangan batas, sumber daya untuk tim pemancangan batas sementara (fisik dan virtual) dilakukan secara kolaboratif dengan kelompok kerja PTB yang telah diperkuat dan diperluas.

Klaim tahap kedua dari pihak ketiga, selain Kementerian Kehutanan, atas hak yang dimilikinya atas tanah yang berada di sepanjang trayek batas dan di dalam kawasan hutan yang ditunjuk, berdasarkan Peta Definitif Kawasan Hutan 1:50.000. Pelaksanaan klaim merupakan mekanisme dari inventarisasi hak pihak ketiga.

 Informasi tentang dampak penetapan kawasan hutan pada kehidupan masyarakat;

 Apa dampak bila masyarakat tidak mengajukan klaim di dalam masa Klaim-Verifikasi;

 Apa model penyelesaian klaim yang tersedia (di dalam dan di luar pengadilan).

(10)

Halaman 10 dari 27

Dalam pelaksanaannya, periode klaim dimulai pada pertengahan tahun pertama (dengan mempertimbangkan kesiapan penerimaan klaim oleh Pemda, mencegah kekecewaan yang timbul di masyarakat, dan menjaga kepercayaan terhadap kehandalan sistem). Beberapa aspek penting terkait dengan periode klaim ini adalah sebagai berikut:

1. Waktu yang disediakan bagi pihak ketiga untuk mengajukan klaim kawasan atas kawasan hutan yang termuat dalam Peta Definitif Kawasan Hutan Skala 1:50.000 adalah 4 tahun pertama, di mana di tahun ke-5 tidak ada lagi proses klaim yang diajukan.

2. Selama periode klaim dapat dilakukan kegiatan verifikasi secara paralel atas klaim yang telah masuk dengan urutan yang didasarkan pada prinsip first come first serve. Tim Verifikasi (TV) yang dibentuk oleh PTB melaksanakan verifikasi atas klaim yang telah masuk dalam sistem register klaim dengan waktu paling lama 1 tahun (dapat dilaksanakan di tahun anggaran berikutnya).

3. Klaim hanya diterima jika diajukan pada periode klaim serta memenuhi syarat-syarat teknis dan administratif klaim yang ditetapkan. Pengajuan klaim diluar periode tersebut (4 tahun) tidak akan diterima oleh panitia .

Klaim dapat dilakukan oleh kementerian dan lembaga pemerintahan pusat, pemerintah daerah, ataupun masyarakat, termasuk pengusaha, masyarakat lokal, dan masyarakat adat. Pengajuan klaim dapat dilakukan melalui Sistem Elektronik Klaim dan Verifikasi (SEKV) secara langsung ataupun melalui Unit Layanan Klaim (ULK) yang dibentuk oleh PTB dan bertempat di ibu kota kabupaten, ibu kota kecamatan, ataupun di kelurahan dengan melibatkan kelurahan setempat sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah masing-masing (daerah rawan konflik perlu menempatkan ULK di level kelurahan). Untuk menghemat sumber daya, maka ULK dibentuk dengan memanfaatkan unit yang sudah ada di masing-masing wilayah, bekerja sama dengan entitas lain seperti Organisasi Masyarakat Sipil, Asosiasi Pengusaha, dan Tokoh Masyarakat.

ULK memiliki tugas antara lain:

1. Menerima klaim dan memberikan bukti penerimaan klaim;

2. Memasukkan data klaim ke dalam sistem elektronik klaim dan verifikasi (SEKV); 3. Memverifikasi kelengkapan dokumen (administratif);

4. Memberikan informasi kepada pihak berkepentingan mengenai prosedur klaim dan verifikasi dan status klaim.

Dalam hal dokumen klaim dinilai telah lengkap secara administratif, ULK akan memberitahu tim verifikasi melalui SEKV dan/atau media lain, dan dokumen fisik harus segera dikirim ke tim verifikasi dalam batas waktu yang ditentukan.

Dalam hal dokumen klaim tidak lengkap, maka ULK wajib memberitahukan kepada pengaju klaim melalui surat fisik/elektronik. Pengaju klaim diberi kesempatan untuk melengkapi dokumen sebanyak 3 (tiga) kali. Bila di kedua kalinya, dokumen masih tidak lengkap, ULK wajib memberitahu pengaju klaim dan pengaju klaim diberi kesempatan terakhir kali untuk melengkapinya. Bila di ketiga kalinya, dokumen masih tidak lengkap, maka klaim dinyatakan ditolak. Batas waktu masing-masing pemberitahuan dan pelengkapan dokumen adalah 14 (empat belas) hari kerja setelah dokumen klaim diterima atau

(11)

Halaman 11 dari 27

pemberitahuan ketidaklengkapan dokumen. Dalam hal dokumen telah lengkap, ULK memberitahu Tim Verifikasi melalui SKEV paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah dokumen diterima dan wajib menyampaikan dokumen fisik/elektronik selambat-lambat 7 (tujuh hari) kerja setelah dokumen dinyatakan lengkap (jangka waktu sesuai dengan periode dalam UU Keterbukaan Informasi Publik). Untuk memastikan layanan klaim yang responsif dan berkeadilan, serta proses klaim yang objektif, maka perlu adanya standar prosedur operasional (SOP). Usulan daftar cek kelengkapan dokumen terdapat dalam lampiran [*].

Di level nasional, akan dibentuk Tim Kerja Klaim Nasional yang akan memberikan panduan dan bimbingan kepada ULK, serta membantu memeriksa kelengkapan dokumen dan kualitas data olahan ULK. Selain itu, perlu juga suatu mekanisme pelaporan kepada Tim Klaim Nasional dalam hal pengaju klaim berkeberatan dengan hasil yang diperoleh dari ULK. Dalam pelaksanaan tugas Tim Klaim Nasional pun perlu adanya SOP.

4.3. Pelaksanaan Verifikasi

Verifikasi atas klaim merupakan proses penyelesaian hak pihak ketiga, yang dilakukan melalui proses eksaminasi legalitas klaim dan proses penyelesaian sengketa bila ditemukan terdapat lebih dari satu hak atas tanah yang sah di area yang sama. Pelaksana verifikasi adalah Tim Verifikasi (TV) yang dibentuk PTB dan hasilnya ditetapkan oleh PTB sebagai rekomendasi akhir ke Menteri Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional (Pusat dan Daerah), dan/atau Pemerintah Daerah (Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, Dinas Pertambangan, Dinas Tata Ruang, dll).

Rekomendasi yang diberikan berupa:

a. Rekomendasi dari hasil penataan batas, yang berupa Berita Acara Tata Batas (BATB) dan Petanya kepada Menteri Kehutanan;

b. Rekomendasi pendaftaran hak milik kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN), penetapan hak pemanfaatan hasil hutan kayu/kawasan hutan di dalam kawasan hutan negara kepada Menteri Kehutanan, penetapan hak ulayat oleh Pemerintah Daerah dan kemudian pendaftarannya oleh BPN.

Sesuai regulasi yang berlaku, rekomendasi akhir PTB saat ini masih dapat ditolak oleh Kementerian Kehutanan. Untuk itu perlu dibangun TV yang memiliki kompetensi, kredibilitas, serta memiliki independensi dan netralitas yang. Anggota TV berasal dari elemen Pemerintah Daerah, Organisasi Masyarakat Sipil, dan Akademisi. Untuk memastikan proses yang handal, seluruh dokumen dan olahan data hasil olahan TV akan diperiksa oleh Tim Kerja Verifikasi Nasional. Tim Kerja Verifikasi Nasional juga akan menentukan panduan dan membimbing TV dalam proses kerjanya.

Dalam pelaksanaan skema Klaim-Verifikasi, periode verifikasi dimulai sejak tahun kedua bersamaan dengan periode penerimaan Klaim dan berakhir pada tahun ke – 5. Beberapa aspek penting terkait dengan periode klaim ini adalah sebagai berikut:

(12)

Halaman 12 dari 27

1. Waktu yang disediakan bagi pihak ketiga untuk mengajukan klaim kawasan atas kawasan hutan yang termuat dalam Peta Definitif Kawasan Hutan Skala 1:50.000 adalah 3 (tiga) tahun, yaitu tahun kdua hingga tahun keempat. Tahun kelima adalah tahun di mana tidak ada lagi proses klaim yang diajukan dan kegiatan fokus untuk proses verifikasi.

2. Klaim hanya diterima jika diajukan pada periode klaim serta memenuhi syarat-syarat teknis dan administratif klaim yang ditetapkan. Pengajuan klaim diluar periode tersebut tidak akan diterima. Dalam rangka melaksanakan verifikasi, Tim Verifikasi dapat melakukan:

1. Penelusuran bukti tertulis ke instansi penerbit atau instansi yang menyimpan/mendaftar hak atas tanah;

2. Pemeriksaan legalitas izin, kelengkapan dokumen legal dan kepatuhan; 3. Kunjungan lapangan untuk memeriksa kebenaran bukti tidak tertulis.

Untuk pelaksanaan verifikasi tersebut di atas, perlu adanya metode/kerangka pemeriksaan.

PTB berdasarkan masukan dari Tim Verifikasi wajib memberikan jawaban kepada pengaju klaim selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah dokumen dinyatakan lengkap oleh ULK. Hasil verifikasi berupa:

1. Klaim ditolak, yaitu bila hasil verifikasi menunjukkan klaim tidak memenuhi kriteria. Jawaban ini disertai rekomendasi agar pihak yang mengajukan klaim, bila berada dalam kawasan hutan, keluar dari kawasan hutan dalam jangka waktu tertentu.

2. Klaim tidak Dapat Diterima. Jawaban ini disertai rekomendasi agar pihak yang mengajukan klaim, bila berada dalam kawasan hutan, keluar dari kawasan hutan dalam jangka waktu tertentu.Keputusan tidak dapat diterima meliputi:

a. Dokumen dan/atau tidak lengkap; dalam hal TV membutuhkan dokumen pendukung tambahan, maka TV memberitahukan kepada ULK melalui SEKV dan ULK menindaklanjuti dengan proses yang sama dengan pelengkapan dokumen dalam verifikasi administratif; b. Dokumen dan/atau data yang disampaikan tidak mendukung klaim yang diajukan;

c. Dokumen dan/atau data yang disampaikan tidak mendukung klaim yang diajukan, namun secara fungsi ruang memungkinkan untuk mendapatkan hak pengelolaan lain dalam kawasan hutan. Dalam hal demikian, maka keputusan tidak dapat diterima disertai rekomendasi pemberian hak;

d. Dokumen dan/atau data mendukung klaim yang diajukan namun secara fungsi ruang tidak memungkinkan untuk pengakuan dan perlindungan hak di wilayah dimaksud. Dalam hal demikian, maka keputusan tidak dapat diterima diserta rekomendasi perlunya relokasi dan/atau pengalihan bentuk hak lain. Dalam hal ini, PTB menindaklanjuti dengan melakukan pertemuan negosiasi dengan pengaju klaim.

3. Perlu Proses Penyelesaian Sengketa, yaitu bila hasil verifikasi menunjukkan terdapat dua klaim yang memenuhi kriteria. Mekanisme penyelesaian sengketa dapat berupa negosiasi, mediasi di dalam pengadilan, mediasi di luar pengadilan, dan/atau arbitrase. Para pihak berhak untuk memilih mekanisme yang akan digunakan. Pendanaan proses penyelesaian sengketa dibebankan kepada

(13)

Halaman 13 dari 27

para pihak, kecuali bila terdapat pihak yang tidak mampu dapat menggunakan APBN/APBD/sumber lain yang tidak mengikat.

4. Diterima, yaitu bila hasil verifikasi menunjukkan klaim memenuhi kriteria dan tidak ada pihak lain yang mengajukan klaim di area yang sama. Keputusan ‘diterima’ dapat diberikan setelah dilakukan pengumuman selama 3 (tiga) bulan dan tidak ada klaim pihak lain yang terverifikasi memenuhi kriteria.

Bila dalam waktu 3 (tiga) bulan terdapat klaim dari pihak lain, maka Tim Verifikasi melakukan verifikasi terhadap klaim baru dengan proses yang sama, dan PTB memberitahu pengaju klaim pertama selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah waktu pengumuman selesai.

Kriteria klaim yang dapat diterima perlu ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan. Usulan kriteria dimaksud terdapat dalam lampiran [*].

Berdasarkan hasil verifikasi, PTB melakukan pengukuran batas dan pemasangan tanda batas definitif, yang hasilnya kemudian menjadi dasar pembuatan peta tata batas. PTB kemudian membuat dan menandatangani Berita Acara yang dilampiri Peta Tata Batas. Bila terdapat areal yang belum selesai proses penyelesaian sengketanya, maka diberikan catatan sebagai wilayah holding zone. Berita Acara beserta Peta dan laporan pelaksanaan tata batas (meliputi keseluruhan proses telah dilakukan) dilaporkan kepada Direktur Jenderal Planologi dengan tembusan kepada Menteri Kehutanan, Bupati/Walikota, dan Gubernur. Penyusunan dan pelaporan hasil penataan batas tersebut dilakukan setelah masa klaim dan verifikasi selesai atau setelah suatu klaim dinyatakan diterima/ditolak.

Tim Kerja Verifikasi Nasional memantau hasil verifikasi melalui SEKV dan dapat melakukan langkah tindak lanjut bila terdapat temuan adanya permasalahan dalam penentuan hasil verifikasi, baik yang didapatkan melalui laporan/pengaduan masyarakat maupun atas insiatif sendiri.

4.4. Tindak Lanjut Rekomendasi PTB

4.4.1. Umum

Rekomendasi dari PTB, ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan gambaran sebagai berikut:

1. Bagi rekomendasi untuk dikeluarkannya pihak ketiga yang tidak memiliki hak, maka PTB menyampaikan rekomendasi dimaksud kepada Menteri Kehutanan, c.q. Dirjen PHKA. Dirjen PHKA dapat melibatkan aparat keamanan apabila dirasa perlu. Tindakan represif perlu didahului dengan metode-metode persuasif dan upaya penyelesaian sengketa yang bersifat win-win dengan jangka waktu yang tegas dan tersosialisasilan dengan baik2;

2. Bagi rekomendasi pemberian hak atas tanah, rekomendasi disampaikan kepada BPN;

3. Bagi rekomendasi pengakuan hak ulayat, rekomendasi disampaikan kepada Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota dimana hak ulayat tersebut berada), untuk kemudian dikeluarkan

2

(14)

Halaman 14 dari 27

Perda. Rekomendasi juga disampaikan kepada BPN untuk memudahkan proses pendaftaran tanah ulayat dimaksud.

4. Bagi rekomendasi pemberian hak pengelolaan dalam kawasan hutan disampaikan kepada Kepala Daerah dan Menteri Kehutanan, c.q. Dirjen BUK;

Selanjutnya, PTB akan memantau pelaksanaan keseluruhan rekomendasi dan menyampaikan laporan secara berkala kepada Menteri Kehutanan.

4.4.2. Penetapan Final Kawasan Hutan

Penetapan final kawasan hutan dilakukan oleh Kementerian Kehutanan paling lambat 100 (seratus) hari kerja setelah Berita Acara dan Peta Tata Batas diterima dari PTB. Penetapan dapat dilakukan meskipun masih terdapat area yang proses penyelesaian sengketanya belum selesai dengan catatan sebagai

holding zone.

Dalam hal Berita Acara dan Peta Tata Batas yang disampaikan PTB merupakan laporan klaim yang diterima, Kementerian Kehutanan melakukan pelepasan kawasan hutan paling lambat 100 (seratus) kerja setelah Berita Acara dan Petata Tata Batas diterima. Hal ini perlu dilakukan untuk memberikan kepastian hukum terhadap klaim yang terverifikasi memenuhi kriteria.

Setelah penetapan final kawasan hutan, masyarakat masih dapat melakukan gugatan melalui pengadilan. Namun demikian, sampai adanya keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan menyatakan sebaliknya, kawasan tersebut merupakan kawasan hutan yang sah.

Kawasan yang telah dilepas harus segera didaftar ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah untuk menjamin terlaksananya kepastian hukum dan tertib administrasi pertanahan. Oleh karena itu, perlu adanya integrasi proses pelepasan kawasan hutan oleh Kementerian Kehutanan dan proses pendaftaran tanah oleh BPN.

Hak pemanfaatan hasil hutan kayu/non kayu serta pemanfaatan kawasan hutan yang berada di dalam kawasan hutan juga perlu untuk diakselerasi penetapannya agar terdapat kejelasan alas hak dan kewajiban bagi setiap keberadaan masyarakat di dalam kawasan hutan.

5. Kerangka dan Dasar Hukum

UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan mengatur proses pengukuhan kawasan hutan meliputi: 1. Penunjukan kawasan hutan;

2. Penataan batas kawasan hutan; 3. Pemetaan kawasan hutan; 4. Penetapan kawasan hutan.

(15)

Halaman 15 dari 27

Mekanisme Klaim-Verifikasi pada prinsipnya sejalan dengan kerangka pengaturan tersebut. Mekanisme klaim dan verifikasi perlu dipandang sebagai cara untuk melaksanakan pengukuhan kawasan hutan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kehutanan. Kesejalanan tersebut terlihat dalam bagan berikut:

Secara umum, mekanisme Klaim-Verifikasi sejalan pula dengan PP No. 44 Tahun 2004. Namun demikian, terdapat ketentuan yang bepotensi bertentangan, yaitu ketentuan mengenai pemancangan patok batas sementara dan pemasangan pal batas yang dilengkapi dengan lorong batas. Nuansa pemancangan dan pemasangan pal dalam PP ini adalah kegiatan fisik, hal ini dapat terlihat dengan adanya ketentuan bahwa PTB harus menyusun Berita Acara Pengakuan oleh Masyarakat di sekitar trayek batas atas hasil pemancangan patok batas sementara. Dalam Penjelasan pasal tersebut dinyatakan:

Pengakuan hasil pemancangan patok batas sementara dituangkan dalam Berita Acara Pengakuan Hasil Pembuatan Batas Kawasan Hutan yang telah mengakomodir hak-hak atas lahan/tanah, Berita Acara tersebut ditanda tangani oleh tokoh masyarakat yang mewakili masyarakat di sekitar trayek batas kawasan hutan dan diketahui/disetujui oleh Kepala Desa setempat atau yang disebut dengan nama lain.

Perlu dilakukan kajian bersama para pihak untuk memberikan interpretasi yang sama atas ketentuan yang mempunyai tujuan pembuatan batas yang secara fisik/visual dapat dilihat tersebut. Dengan kemajuan teknologi saat ini, penggunaan patok dan lorong secara virtual dapat dilakukan sebagai terjemahan perseptif atas ketentuan tersebut. Jika diperlukan, perlu dilakukan revisi atas PP No. 44/2004 yang mengatur hal tersebut.

Penunjukan

Penataan batas

Pemetaan

Penetapan

Revisi Penunjukan KH dengan peta 1:50.000 1. Pemancangan patok batas sementara secara virtual; 2. Sosialisasi; 3. Pelaksanaan Klaim; 4. Pelaksanaan verifikasi. Pembuatan peta wilayah kawasan hutan berdasarkan hasil proses klaim dan verifikasi verifikasi.

Penetapan kawasan hutan.

(16)

Halaman 16 dari 27 5.1. Kelembagaan

Untuk dapat melaksanakan skema Klaim-Verifikasi sebagaimana di atas, maka diperlukan kelembagaan yang memenuhi kriteria:

 Kompeten

 Kredibel

 Lintas Sektoral

 Pelibatan masyarakat

Sementara itu, berdasarkan hukum yang berlaku saat ini, pengukuhan kawasan hutan dilakukan oleh Kementerian Kehutanan dengan kerangka sebagai berikut:

1. Kementerian Kehutanan sebagai instansi yang berwenang melaksanakan pengukuhan kawasan hutan (UU 41/1999, PP 38/2007). Di dalam Kementerian Kehutanan, tugas dan fungsi pengukuhan kawasan hutan berada pada Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, khususnya Direktorat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan (Permenhut P.13/2005 sebagaimana telah diubah dengan Permenhut P.64/2008);

2. Kementerian Kehutanan membentuk Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) yang lingkup tugasnya terbagi pada wilayah-wilayah di Indonesia. BPKH memiliki tugas dan fungsi, antara lain pelaksana identifikasi dan inventarisasi potensi lokasi yang akan akan ditunjuk dan penataan batas serta pemetaan kawasan hutan (Permenhut 6188/2002 sebagaimana telah diubah dengan Permenhut P.25/2007, P.13/2011, dan P.16/2013);

3. Menteri Kehutanan membentuk Panitia Tata Batas (PTB) di setiap Kabupaten/Kota sebagai pelaksana penataan batas. Menteri Kehutanan melimpahkan kewenangan ini kepada Gubernur sehingga PTB dibentuk oleh Gubernur dan bertanggung jawab kepada Menteri melalui Gubernur (Pasal 2 – 3 Permenhut P.47/2010). PTB diketuai oleh Bupati/Walikota dengan anggota terdiri dari: a. Kepala Dinas Kehutanan (untuk kawasan hutan lindung/produksi) atau kepala UPT yang

membidangi urusan kawasan hutan konservasi (untuk kawasan hutan konservasi); b. unsur kantor pertanahan kabupaten/kota;

c. unsur BPKH;

d. unsur Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda); e. camat setempat;

f. kepala desa/lurah setempat.

4. Berdasarkan poin 2 dan 3 di atas, penataan batas dilakukan oleh PTB dan BPKH. Secara teknis, BPKH memiliki tugas mengkoordinasi pelaksanaan tata batas di lapangan, yang hasilnya dilaporkan kepada PTB untuk dibahas dan diputuskan. Koordinasi antara PTB dan BPKH antara lain terjalin dengan termasuknya Kepala BPKH sebagai anggota PTB.

(17)

Halaman 17 dari 27

5. Dalam melaksanakan tata batas definitif di lapangan, BPKH dapat menunjuk penyedia jasa sesuai dengan peraturan di bidang pengadaan barang dan jasa. Pelaksanaan tata batas oleh penyedia jasa ini di bawah supervisi BPKH dan pengelola kawasan hutan (Lampiran 1 Perdirjen Planologi 6/2012). Struktur kelembagaan pelaksanaan pengukuhan kawasan hutan tergambar dalam skema berikut:

Men Keu

Kelembagaan Pengukuhan Kawasan Hutan saat ini

Menko Pereko

Men ESDM Men LH

Menhut Menteri Dalam Negeri Gubernur Menteri PU BAPPENAS Presiden Menko Kesra UKP4 KPK Badan REDD+ Bupati Walikota BPN BIG BPKH LAPAN KomnasHAM BAPPEDA Dishut, BPN Camat Lurah Mentan BAPPEDA Dishut, BPN Camat Kades Menko Polhukam PTB Rekomendasi PTB SK Kawasan Hutan Tim NKB Keterangan: Tim Daerah Penyedia Jasa

Dalam proses pengukuhan kawasan hutan yang saat ini tengah berlangsung, kelembagaan di atas dinilai kurang efektif dalam menyelesaikan penataan batas. Hal ini terlihat dari minimnya kawasan hutan yang telah selesai ditata batas. Hal ini disinyalir diakibatkan oleh:

Minimnya sumber data hak atas tanah yang sah sebagai dasar untuk melakukan inventarisasi dan verifikasi hak pihak ketiga;

1. Sumber daya PTB dan BPKH yang terbatas dalam melaksanakan inventarisasi dan penyelesaian hak pihak ketiga sehingga dalam praktiknya, sosialisasi dan pelibatan masyarakat terbatas dan penyelesaian sengketa pun tidak tuntas. Sumber daya ini meliputi sumber daya manusia, anggaran, dan sarana prasarana;

2. Pelaksanaan kegiatan PTB dan BPKH yang terbatas dengan jangka waktu anggaran tahunan sehingga dalam pelaksanaannya, seringkali proses penataan batas dipaksakan selesai pada tahun anggaran berjalan atau terhenti di akhir tahun anggaran dan belum tentu dapat dilanjutkan pada tahun berikutnya.

(18)

Halaman 18 dari 27

Berbagai persoalan di atas berpotensi akan menjadi hambatan dalam pelaksanaan mekanisme klaim-verifikasi pula karena sosialisasi, inventarisasi klaim, klaim-verifikasi klaim, dan penyelesaian sengketa merupakan proses pokok dari mekanisme klaim-verifikasi. Oleh karena itu, perlu ada upaya penguatan kelembagaan untuk mengatasi persoalan tersebut di atas. Penguatan yang diusulkan adalah sebagai berikut:

1. Keanggotaan Panitia Tata Batas akan diperluas dengan memasukkan elemen Organisasi Masyarakat Sipil, Akademisi, Pelaku Usaha dan Publik sebagai tim asistensi/penyedia jasa.

2. Sumber daya pelaksanaan kegiatan pengukuhan kawasan hutan akan memberdayakan bantuan dari berbagai pihak yang berkepentingan dalam kawasan hutan, seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah (sampai level kecamatan dan desa), pelaku usaha, masyarakat, lembaga donor, dll.

3. Panitia Tata Batas akan didukung oleh Tim Klaim-Verifikasi Nasional untuk memberikan: a. Panduan NSPK (Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria) dalam penataan batas;

b. Peningkatan kapasitas PTB pada aspek substansi dan prosedur, termasuk dukungan penyediaan data yang dibutuhkan; dan

c. Pengawasan dan evaluasi terhadap proses untuk memastikan proses terlaksana sesuai dengan NSPK yang telah ditetapkan.

4. Proses Klaim-Verifikasi secara nasional akan menggunakan platform online Sistem Klaim Verifikasi Nasional yang akan dibangun oleh Tim Kerja Klaim-Verifikasi Nasional.

5. Setiap PTB dapat membentuk tim-tim asistensi, yang melibatkan tenaga ahli/terampil dari berbagai elemen pemangku kepentingan (dengan kriteria tertentu), untuk menjalankan:

a. Fungsi pendampingan b. Fungsi sosialisasi

c. Fungsi registrasi (registri)

d. Fungsi penyelesaian sengketa (mediasi).

Keanggotaan, Tugas dan Hasil PTB dan Tim Kerja Klaim-Verifikasi Nasional dapat dilihat dalam gambar dan tabel berikut.

(19)

Halaman 19 dari 27

Men Keu

Kelembagaan Pengukuhan Kawasan Hutan yang diusulkan

untuk mendukung mekanisme Klaim Verifikasi

Menko Pereko

Men ESDM Men LH Menhut Menteri Dalam Negeri Gubernur Menteri PU BAPPENAS Presiden Menko Kesra UKP4 KPK Badan REDD+ Bupati Walikota BPN BIG BPKH LAPAN KomnasHAM BAPPEDA Dishut, BPN Camat Lurah Mentan BAPPEDA Dishut, BPN Camat Kades Menko Polhukam Tim Kerja Verifikasi Nasional Tim Kerja Klaim Nasional OMS Pelaku Usaha Publik OMS Universitas ULK PTB • Tim Pendampingan • Tim Sosialisasi • Tim Registri • Tim Mediator SK PTB Rekomendasi PTB SK Kawasan Hutan Def QC Sistem Elektronik Klaim Verifikasi (SEKV) Tim NKB Keterangan: Tim Daerah Verifikasi Klaim Penyedia Jasa Panduan Bimbingan TV

Panitia Tata Batas Daerah

Kelembagaan Pengukuhan Kawasan Hutan dengan Mekanisme Klaim Verifikasi

Anggota Tugas Output • Bupati/Walikota (Ketua) • BAPPEDA • Dinas Kehutanan • Dinas Pertambangan • Dinas Perkebunan • Org Masy Sipil

• Pelaku Usaha (Perusahaan) • Akademisi (Universitas) • Publik (Tokoh)

• SK Pembentukan Tim Pendampingan

• SK Pembentukan Tim Sosialisasi • SK Pembentukan Tim Registri • SK Pembentukan Tim Mediator • SK Rekomendasi PTB

• Melaksanakan fungsi tata batas kawasan hutan di daerah • Melaksanakan fungsi klaim

verifikasi di daerah • UKP4 • Kemhut • Kemtan • KemESDM • KLH • Kemkeu • KemPU • Kemdagri • Asosiasi

• NSPK dan SOP Fungsi Klaim Nasional

• NSPK dan SOP Fungsi Klaim Daerah

• Registri Klaim dalam Sistem Klaim Verifikasi Nasional • Melaksanakan capacity

building pendampingan, sosialisasi dan registri • Melaksanakan Quality

Control Proses Kerja fungsi klaim PTB

Tim Kerja Klaim Nasional Tim Kerja Verifikasi Nasional

• NSPK dan SOP Fungsi Verifikasi Nasional

• NSPK dan SOP Fungsi Verifikasi Daerah

• Hasil Verifikasi dalam Sistem Klaim Verifikasi Nasional • Melaksanakan capacity

building fungsi verifikasi PTB • Melaksanakan Quality Control

Proses Kerja fungsi verifikasi PTB

• Melaksanakan Quality Control Rekomendasi PTB dan SK Kawasan Hutan Definitif • KPK • BAPPENAS • BPN • BIG • LAPAN • KomnasHAM • DKN • Akademisi • OMS • UKP4 • Kemhut • Kemtan • KemESDM • KLH • Kemkeu • KemPU • Kemdagri • KPK • BAPPENAS • BPN • BIG • LAPAN • KomnasHAM • DKN • Akademisi • OMS

(20)

Halaman 20 dari 27

Selain kelembagaan untuk proses sosialisasi, klaim dan verifikasi, juga diperlukan lembaga untuk memastikan informasi geospasial untuk mendukung aspek teknis berjalan. Untuk itu diperlukan:

1. Pembentukan Forum Komunikasi Informasi Geospasial

Tugas utama dari Forum Komunikasi Informasi Geospasial adalah menuntaskan peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:50K dan menyesuaikan peta Kawasan Hutan eksisting skala 1:250K dengan peta Rupa Bumi Indonesia (1:50K). Forum Komunikasi Informasi Geospasial beranggotakan perwakilan K/L, Pemda, akademisi, LSM yang memiliki kegiatan pembuatan informasi geospasial.

Forum ini dibentuk agar menjadi tempat untuk mendiskusikan dan merumuskan strategi mendukung BIG dalam percepatan penyediaan peta RBI skala 50K, termasuk prioritas lokasi/NLP yang diperbaiki kualitasnya. Forum ini juga menjadi tempat untuk mendiskusikan dan merumuskan kebutuhan dan sinkronisasi protokol berbagi pakai data dan informasi geospasial, termasuk berbagi pakai penggunaan jaring kontrol geodetik (BIG) dan CORS (BPN). Selain itu, forum ini akan menjadi tempat untuk mendiskusikan dan merumuskan standar pemetaan, norma/kesepakatan, peraturan dan kriteria pemetaan terutama terkait dengan :

 Penyesuaian peta Kawasan Hutan skala 250K dengan peta RBI skala 50K.

 Pelaksanaan pemetaan partisipatif dan penyesuaian peta partisipatif dengan peta RBI skala 50K.

 Penyesuaian peta tematik lainnya dengan peta RBI skala 50K.

Setiap keputusan forum yang membutuhkan formalisasi dalam bentuk ketentuan/peraturan maka ketentuan/peraturan termaksud akan diterbitkan oleh K/L yang relevan.

2. Pembentukan Unit Walidata Geospasial Daerah

Tugas utama dari Unit Walidata Geospasial Daerah adalah menuntaskan peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:50K dan menyesuaikan peta Kawasan Hutan eksisting skala 1:250K dengan peta Rupa Bumi Indonesia (1:50K). Unit ini dibentuk melalui peraturan bersama Mendagri dan Kepala BIG dengan menetapkan salah satu lembaga eksisting daerah sebagai unit walidata geospasial.

Unit ini dibentuk untuk menjamin kualitas dan menyimpan informasi geospasial yang dibuat oleh lembaga pemerintah dan non-pemerintah di daerah. Unit ini juga mendukung pelaksanaan uji lapangan dalam proses penyesuaian peta Kawasan Hutan skala 250K dengan peta RBI 50K. Selain itu, unit ini mendukung proses verifikasi atas klaim terhadap Peta Definitif Kawasan Hutan.

5.2. Kerangka Proses Pelaksanaan

Pelaksanaan mekanisme Klaim Verifikasi dalam Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan dilaksanakan dalam periode 5 tahun untuk memberikan kepastian waktu dan kepastian hukum atas kawasan hutan nasional. Jangka waktu 5 tahun cukup ambisius namun dapat dicapai jika seluruh pihak yang berkepentingan terlibat aktif dalam pelaksanaan prosesnya, baik di level pusat maupun daerah. Sesuai dengan transisi pemerintahan saat ini, waktu pelaksanaan 5 tahun dimulai pada tahun 2014 dan diakhiri

(21)

Halaman 21 dari 27

pada tahun 2019. Jadi diharapkan pada masa pemerintahan setelah Kabinet Indonesia Bersatu II, kawasan hutan sudah definitive dan final.

Proses Pelaksanaan dibagi menjadi 3 tahap utama, yaitu: 1) Sosialisasi

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, sosialisasi dijalankan sejak sebelum proses klaim-verifikasi dimulai dan perlu dilanjutkan bahkan setelah kawasan hutan nasional definitif final ditetapkan. Untuk itu, sosialisasi dibagi menjadi 2 tahap

a. Sosialisasi Intensif

Sosialisasi intensif dijalankan selama 2 tahun terutama di daerah prioritas dan rawan konflik, dilaksankan oleh Pemerintah Daerah, BPKH, PTB dan secara operasional dijalankan oleh Tim Sosialisasi dan Tim Pendampingan.

b. Sosialisasi Lanjutan

Sosialisasi lanjutan dijalanksan selama proses pengukuhan berlangsung pada 2014-2019 secara nasional. Seluruh pihak yang terlibat harus menjalankan sosialisasi ini sesuai dengan kapasitasnya masing-masing (melalui media, tatap muka, dll)

2) Mekanisme Klaim (identifikasi hak)

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, mekanisme klaim dijalankan sejak pertengahan tahun 2014 setelah proses sosilasisasi berjalan. Pada tahun 2014, mekanisme klaim dijalankan terutama di daerah prioritas dan rawan konflik. Selanjutnya, sejak tahun 2015 mekanisme klaim dijalankan secara nasional dengan system first come first served. Mekanisme klaim akan berhenti setelah 4 tahun berjalan pada pertengahan 2018. Mekanisme klaim dilaksanakan oleh Unit Layanan Klaim (ULK) dan Tim Klaim Nasional, dan secara operasional dijalankan oleh Tim Registri.

3) Mekanisme Verifikasi (resolusi konflik)

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, mekanisme klaim dijalankan sejak pertengahan tahun 2015, satu tahun setelah proses sosilasisasi dan klaim berjalan. Pada tahun 2015, mekanisme verifikasi dijalankan terutama di daerah prioritas dan rawan konflik. Selanjutnya, sejak tahun 2016 mekanisme klaim dijalanksan secara nasional dengan sistem first come first served. Mekanisme verifikasi akan berhenti setelah 4 tahun berjalan pada pertengahan 2019. Mekanisme verifikasi dilaksanakan oleh Tim Verifikasi (TV) dan Tim Verifikasi Nasional. Secara operasional, verifikasi didukung oleh Tim Resolusi untuk membantu menuntaskan konflik yang muncul.

4) Publikasi Kawasan Hutan Nasional Final

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, selama proses mekanisme klaim verifikasi berlangsung, setiap tahun Kementerian Kehutanan akan menerbitkan SK Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan (PHP) secara nasional dengan skala operasional 1:50.000. PHP pertama (PHP 0) akan diterbitkan pada pertengahan 2014 sekaligus menandakan proses mekanisme klaim dimulai. Setelahnya, setiap pertengahan tahun berjalan pada 2015-2018 akan diterbitkan kembali PHP yang telah disempurnakan sesuai masukan klaim yang telah diverifikasi (PHP 1-4). Peta Definitif Kawasan Hutan

(22)

Halaman 22 dari 27

secara nasional dengan skala operasional 1:50.000 akan menjadi lampiran yang dipublikasikan secara gratis dengan berbagai media dan dapat diakses langsung oleh publik.

Setelah proses mekanisme klaim dan verifikasi dijalankan selama 5 tahun, Menteri Kehutanan menerbitkan SK Penetapan Kawasan Hutan dan Perairan (PHP Final) pada pertengahan 2019. Peta Definitif Kawasan Hutan secara nasional dengan skala operasional 1:50.000 akan menjadi lampiran yang dipublikasikan secara gratis dengan berbagai media dan dapat diakses langsung oleh publik. Kerangka waktu kegiatan mekanisme klaim verifikasi dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

2014 2015 2016 2017 2018 2019

Sosialisasi Intensif

Klaim (Identifikasi hak)

Verifikasi (Resolusi konflik)

Catatan:

PHP 0 – 4 : SK Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan yang diperbaharui tiap tahun PHP Final : SK Penetapan Kawasan Hutan dan Perairan yang ditetapkan di akhir tahun ke-5

PHP 0 PHP 1 PHP 2 PHP 3 PHP 4 PHP Final

Sosialisasi Lanjutan

Kerangka Waktu Mekanisme Klaim-Verifikasi

Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan

K/L NKB Kemdagri BPN Kemkominfo BIG Kemhut Pemda PTB/BPKH Tim Pendampingan Tim Sosialisasi Tim Klaim Nasional ULK / Tim Registri Tim Verifikasi Nasional TV / Tim Mediator

Publi kasi Final

Untuk mempersiapkan kerangka kerja selama 5 tahun tersebut, rencana aksi yang detil perlu disiapkan selama 1 tahun ke depan. Adapun kegiatan yang harus dilaksanakan dan diselesaikan segera adalah: 1. Penuntasan Peta RBI 1:50.000

Penyelesaian peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala operasional 1:50.000 sebagai peta dasar adalah prasyarat utama untuk menghasilkan peta kawasan hutan nasional secara definitif yang akurat, handal dan kredibel. Penuntasan RBI skala operasional telah didorong sejak 2012 melalui gerakan One Map dan diharapkan untuk dapat segera diselesaikan pada pertengahan 2013. Pada B03 2014 ditargetkan peta RBI yang ada kualitasnya cukup baik untuk menjadi masukan peta definitif kawasan hutan.

(23)

Halaman 23 dari 27

2. Penyesuaian peta Kawasan Hutan 250.000 dengan RBI 50.000 untuk menghasilkan Peta Definitif Kawasan Hutan 1:50.000

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, proses ini akan dijalankan bersama oleh Kementerian dan Lembaga Terkait dan didukung oleh Forum Komunikasi Informasi Geospasial. Peta Definitif Kawasan Hutan 1:50.000 secara nasional akan menjadi lampiran SK Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan dan ditargetkan untuk selesai pada B08 2014.

3. Sosialisasi dan konsultasi nasional mekanisme Klaim-Verifikasi

Sejalan dengan proses penyesuaian peta definitif kawasan hutan nasional skala operasional, seluruh proses mekanisme klaim-verifikasi untuk percepatan pengukuhan kawasan hutan perlu disosialisasikan dan dikonsultasikan kembali kepada khalayak yang lebih luas daripada peserta Diskusi Meja Bundar yang dilaksanakan Novermber lalu. Proses sosialisasi kepada publik dilaksanakan melalui media. Masukan publik akan disampaikan melalui website portal Sistem Elektronik Klaim Verifikasi. Sedangkan konsultasi akan dilaksanakan kepada pemangku kepentingan strategis baik di pusat maupun di daerah, seperti Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah, Akademisi, Organisasi Masyarakat Sipil, Asosiasi Pengusaha, dan perwakilan pihak terdampak lain. Proses sosialisasi dan konsultasi di tingkat pusat akan selesai di B08 2014, namun akan terus berjalan secara nasional melalui Pemerintah Daerah, PTB, tim sosialisasi dan tim pendampingan lain. 4. Pembentukan Tim Teknis Klaim-Verifikasi lintas sektor/daerah/pemangku kepentingan

Tim Teknis Klaim-Verifikasi yang telah dijelaskan sebelumnya akan mulai dibentuk dan ditargetkan selesai pada B06 2014.

5. Penerbitan Permenhut Peta Kawasan Hutan Skala Operasional (1:50K)

SK Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan nasional yang dilampirkan dengan peta kawasan hutan definitive skala operasional 1:50.000 mulai disusun sejak B06 dan ditargetkan selesai pada B09 2014.

6. Penerbitan Permenhut Tata Cara Klaim-Verifikasi

Regulasi pendukung kelembagaan, mekanisme klaim-verifikasi ditargetkan selesai pada B09 2014. 7. Perancangan pelaksanaan provinsi uji coba Klaim-Verifikasi

Sebelum dijalankan secara nasional, mekanisme Klaim-Verifikasi akan dilaksanakan di lokasi pilot. Lokasi ini dipilih sesuai kesepakatan K/L yang terlibat dalam NKB. Proses pemilihan dan penyusunan dimulai pada B04 2014 dan ditargetkan selesai pada B09 2014. Kriteria lokasi pilot adalah:

 Ketersediaan citra satelit, peta RBI, peta tematik kehutanan, dan data sosial paling lengkap

 Sesuai dengan dukungan tahun anggaran pada Kementerian Kehutanan 8. Pelaksanaan uji coba selama satu tahun (9/2014-9/2015)

Setelah terpilihnya lokasi uji coba, mekanisme klaim-verifikasi akan dijalanksan selama 1 tahun di lokasi pilot tersebut. Pelaksanaan uji coba perlu dipantau lekat oleh K/L yang terlibat dalam NKB dan dikoordinasikan oleh UKP4 dan KPK.

(24)

Halaman 24 dari 27

Kerangka waktu kegiatan mekanisme klaim verifikasi yang dilaksanakan pada 2014 dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

Kegiatan

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Penuntasan peta RBI 50K

Penyesuaian peta Kawasan Hutan 250K dengan RBI 50K untuk menghasilkan Peta Definitif Kawasan Hutan 1:50K

Sosialisasi dan konsultasi nasional mekanisme Klaim-Verifikasi

Pembentukan Tim Teknis Klaim-Verifikasi lintas sektor/daerah/pemangku kepentingan

Penerbitan Permenhut Peta Kawasan Hutan Skala Operasional (1:50K)

Penerbitan Permenhut Tata Cara Klaim-Verifikasi Perancangan pelaksanaan provinsi uji coba Klaim-Verifikasi

Pelaksanaan uji coba selama satu tahun (9/2014-9/2015)

(25)

Halaman 25 dari 27 5.3. Sumber Pendanaan

Pendanaan berasal dari APBN/APBD/Sumber dana lain yang tidak mengikat, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Terkait dukungan anggaran pemerintah pusat dan daerah, dikarenakan mekanisme klaim-verifikasi pengukuhan kawasan hutan akan memerlukan waktu lebih dari 1 tahun, maka mekanisme penganggaran sesuai tahun anggaran sulit mendukung pelaksanaan ini. Untuk itu penganggaran dukungan pengukuhan perlu dijalankan dengan skema multi year, baik di pusat maupun di daerah.

(26)

Halaman 26 dari 27

Lampiran [*] : Daftar Cek Dokumen Klaim (Perlu dibagi berdasarkan pendaftar klaim)

Dokumen klaim pada pokoknya merupakan peta area klaim dengan skala 1:50.000 beserta bukti hak atas tanah, dapat meliputi bukti tertulis dan atau bukti tidak tertulis.

A. Bukti tertulis, dapat berupa: 1. Sertipikat Hak Milik;

2. Sertipikat Hak Guna Bangunan; 3. Sertipikat Hak Guna Usaha;

4. Penetapan Pemberian Hak Pengelolaan;

5. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (Staatsblad. 1834-27), yang telah dibubuhi catatan, bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik;

6. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (Staatsblad. 1834-27) sejak berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 di daerah yang bersangkutan;

7. surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan;

8. sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1959;

9. surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya;

10. akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini;

11. akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan; 12. akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan

Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977;

13. risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan;

14. surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah;

15. petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlaku Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961;

16. surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan;

17. Dokumen izin usaha dan kelengkapannya; dan atau

18. lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, Pasal VI dan Pasal VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.

(27)

Halaman 27 dari 27 B. Bukti tidak tertulis, dapat berupa:

1. Foto pemukiman/fasilitas umum/fasilitas sosial/lahan garapan berwarna dengan ukuran 4R; 2. Catatan keterangan saksi tentang sejarah pemukiman;

3. Bukti-bukti fisik lain yang menunjukan penguasaan tanah selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut dengan itikad baik dan diperkuat dengan kesaksian masyarakat yang berbatasan dengan tanah tersebut dan tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat. 4. Perda pembentukan desa/penetapan MHA;

5. Monografi desa;

6. Kecamatan dalam angka yang memuat informasi tentang keberadaan desa; 7. Data jumlah rumah dan jumlah KK; dan atau

8. Pemetaan partisipatif desa.

Lampiran [*] : Kriteria Klaim yang Dapat Diterima Kriteria klaim yang dapat diterima adalah:

1. Kajian menunjukkan bahwa bukti tertulis sah; atau

2. Dalam hal tidak ada bukti tertulis, kajian menunjukkan bahwa:

 Merupakan permukiman, wilayah MHA, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau Lahan Pertanian masyarakat, yang memenuhi kriteria:

- berdasarkan sejarah keberadaannya sudah ada sebelum penunjukan kawasan hutan; - berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua

puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut;

- penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang

bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya;

- tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.

atau

 Permukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial dalam desa/kampong yang berdasarkan sejarah keberadaannya ada setelah penunjukan kawasan hutan dapat dikeluarkan dari kawasan hutan dengan kriteria:

- telah ditetapkan dalam Perda;

- tercatat pada statistik Desa/Kecamatan;

- penduduk di atas 10 (sepuluh) KK dan terdiri dari minimal 10 (sepuluh) rumah; dan - ketentuan tersebut tidak berlaku pada provinsi yang luas kawasan hutannya dibawah 30%

(per seratus). atau

Referensi

Dokumen terkait