• Tidak ada hasil yang ditemukan

Patofisiologi & Penatalaksanaan Otitis Media Efusi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Patofisiologi & Penatalaksanaan Otitis Media Efusi"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

2.3 Patofisiologi

Otitis media dengan efusi (OME) dapat terjadi selama resolusi otitis media akut (OMA) sekali peradangan akut telah teratasi. Di antara anak-anak yang telah memiliki sebuah episode dari otitis media akut, sebanyak 45% memiliki efusi persisten setelah 1 bulan, tetapi jumlah ini menurun menjadi 10% setelah 3 bulan.5

Terdapat 3 fungsi utama tuba Eustachius yaitu ventilasi untuk menjaga agar tekanan udara antara telinga tengah dan telinga luar selalu sama, pembersihan sekret, dan sebagai proteksi pada telinga tengah. Gangguan fungsi yang dapat disebabkan oleh sejumlah keadaan dari penyumbatan anatomi peradangan sekunder terhadap alergi, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), atau trauma. Jika gangguan fungsi tuba Eustachius berlangsung terus-menerus, tekanan negatif berkembang dalam telinga tengah dari penyerapan dan/atau penyebaran nitrogen serta oksigen ke dalam sel mukosa telinga tengah. Jika berlangsung cukup lama dengan sejumlah besar yang sesuai, terjadi transudasi dari mukosa akibat tekanan negatif, yang menyebabkan terjadinya akumulasi serosa dengan dasar efusi yang steril. Disebabkan gangguan fungsi dari tuba Estachius, efusi menjadi media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri dan bisa mengakibatkan terjadinya otitis media akut.5

Teori terbaru menjelaskan kejadian utama sebagai peradangan pada mukosa telinga tengah disebabkan oleh reaksi terhadap bakteri sudah ada dalam telinga tengah. Bluestone dkk menunjukkan (menggunakan bukti radiografi) refluks sampai tuba Eustachius dapat dibuktikan pada anak-anak rentan terhadap otitis media. Selanjutnya, Crapko dkk menunjukkan adanya pepsin dalam ruang telinga tengah pada 60% anak dengan otitis media efusi. Refluks ini tentu juga dapat terjadi pada individu yang sehat. Mediator-mediator inflamasi dilepaskan sebagai akibat dari antigen bakteri menyebabkan produksi gen musin. Produksi efusi musin berlebihan akan menjadi media yang cukup untuk perkembangbiakan bakteri dan mengakibatkan otitis media akut.5

Hampir keseluruhan otitis media efusi disebabkan gangguan fungsi tuba Eustachius. Apabila peradangan dan infeksi bakteri akut telah jelas, kegagalan dari mekanisme pembersihan telinga tengah memungkinkan tejadi efusi pada telinga tengah. Banyak faktor yang telah terlibat dalam kegagalan dari mekanisme pembersihan, termasuk gangguan fungsi siliar, edema mukosa, hiperviskositas efusi, dan tekanan udara antara telinga tengah dan telinga luar yang tidak baik.5

2.5 Penatalaksanaan

Dokter umum harus merujuk ke ahli THT setiap kali curiga terdapat gangguan tuli konduktif persisten pada anak-anak, terutama mereka dengan tanda-tanda keterlambatan perkembangan bahasa. Selain itu, harus dirujuk ke ahli THT jika penyakit ini berulang, jika terapi medis tersedia yang sesuai yang diberikan dokter umum tidak membaik, dan/atau jika ditemukan kriteria untuk intervensi operasi. Sejumlah besar bukti epidemiologi menunjukkan bahwa pantas dilakukan modifikasi faktor risiko pada intervensi pelayanan primer. Modifikasi berikut ini mungkin membantu:

(2)

 Menghindari asap rokok  Menyusui bila memungkinkan

 Menghindari makan, baik dengan payudara atau botol ketika terlentang

 Menghindari berada ditempat yang terdapat sejumlah besar anak, terutama di pusat-pusat penitipan anak

 Menghindari paparan dari anak yang diketahui menderita OME  Menghindari alergen dikenal6

Penelitian dari Kouwen dan Dejonckere menunjukkan penurunan prevalensi 40% pada anak-anak dari Belanda dengan otitis media efusi yang secara rutin (setidaknya mingguan) mengunyah permen karet.6

Terapi medikamentosa dari otitis media efusi (OME) termasuk penggunaan antibiotik, steroid, antihistamin dan dekongestan, serta mukolitik. Karena otitis media efusi menunjukkan terdapatnya bakteri patogen, diperlukan pengobatan dengan antibiotik yang tepat, meskipun bukti yang menunjukkan hanya bermanfaat untuk jangka masa pendek. Penelitian eritromisin, sulfisoxazole, amoksisilin, amoksisilin-klavulanat, dan trimetoprim-sulfametoksazol telah menunjukkan tingkat kesembuhan lebih cepat dibandingkan dengan plasebo, meskipun perbedaannya hampir tidak signifikan secara statistik di sebagian besar uji coba ini.6

Apabila otitis media efusi menjadi kronis (3 bulan), efektivitas antibiotik berkurang, meskipun temuan ini masih kontroversial. Studi yang diterbitkan antara 2002 dan 2004 dan dikutip oleh pedoman praktek klinis untuk otitis media efusi juga menunjukkan kesembuhan efusi telinga tengah dengan antibiotik, namun mereka juga menunjukkan cepat dan sering terjadinya rekuren. Dalam 3 uji klinis plasebo terkontrol secara acak, otitis media efusi tidak membaik dengan hanya steroid oral dalam waktu 2 minggu pengobatan. Ketika steroid oral dikombinasikan dengan antibiotik, tingkat kesembuhan efusi telinga tengah tidak ada peningkatan dibandingkan dengan hanya memakai antibiotik. Studi lain menemukan bahwa steroid topikal intranasal saja atau kombinasi dengan antibiotik tidak memiliki manfaat jangka pendek maupun jangka panjang dalam pengelolaan anak-anak dengan otitis media efusi.6

Hidung tersumbat, rinore, dan sinusitis sering menyertai otitis media, antihistamin dan dekongestan dapat dipertimbangkan untuk menghilangkan gejala-gejala yang terkait terutama jika disebabkan oleh alergi. Antihistamin mencegah degranulasi sel mast dan pelepasan histamin yang dapat menyebabkan peradangan mukosa akibat peningkatan obstruksi hidung dan peningkatan produksi lendir. Studi besar terkontrol secara acak dari 430 anak-anak mengungkapkan bahwa tingkat penyembuhan otitis media efusi tidak meningkat secara signifikan dengan mukolitik dibandingkan plasebo. Temuan 2 uji lebih kecil lainnya mengkonfirmasi hasil ini.

Operasi menjadi terapi yang paling banyak diterima untuk otitis media efusi persisten (OME), dan ini jelas efektif. Intervensi termasuk miringotomi dengan atau tanpa penempatan tuba, adenoidektomi, atau keduanya. Tonsilektomi telah terbukti sedikit bermanfaat sebagai pengobatan primer dari otitis media efusi. Rekomendasi pedoman klinis bagi intervensi operasi dari The American

(3)

Academy of Family Physicians (AAFP), American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery

(AAO-HNS), dan American Academy of Pediatrics (AAP) :

Ketika terdapat indikasi operasi pada seorang anak, penempatan tuba tympanostomy adalah prosedur awal yang sering dipakai

 Adenoidektomi tidak boleh dilakukan, kecuali ada terdapat indikasi misalnya, sumbatan hidung, dan adenoiditis kronis

 Operasi ulang terdiri dari adenoidektomi ditambah miringotomi, dengan atau tanpa penembatan tuba

 Tonsilektomi atau miringotomi saja tidak berguna untuk mengobati otitis media efusi.6

Pada pasien otitis media efusi dengan gangguan pendengaran, hilangnya 40 dB atau lebih besar menjadi indikasi absolut untuk dimasukkan tabung pemerataan tekanan sedangkan kehilangan sekitar 21-40 dB adalah indikasi relatif. Selain itu, pedoman klinis menyarankan terapi lebih agresif untuk anak-anak beresiko terjadinya keterlambatan perkembangan khususnya dalam perkembangan bicara dan bahasa. Anak-anak yang mungkin berisiko termasuk salah satu dari berikut:

 Anak-anak dengan kehilangan pendengaran permanen independen akibat otitis media efusi  Mereka dicurigai atau didiagnosis dengan gangguan atau keterlambatan bicara dan bahasa  Mereka dengan gangguan autisme atau gangguan perkembangan terkait lainnya

 Anak-anak dengan sindrom (misalnya sindrom Down) atau kelainan kraniofasial yang meliputi keterlambatan kognitif, bicara, dan bahasa

 Mereka yang buta atau memiliki gangguan penglihatan yang tidak bisa diperbaiki  Anak-anak dengan labiopalatoskisis, dengan atau tanpa sindrom terkait

 Anak-anak dengan keterlambatan perkembangan6

Ketika dilakukan miringotomi dan aspirasi efusi tanpa penempatan tabung pemerataan tekanan, prosedur ini telah terbukti mengecewakan dalam tindak lanjut jangka panjang pada anak. Gates dkk telah menunjukkan bahwa ketika miringotomi dilakukan dengan penempatan tabung pemerataan tekanan terdapat perbaikan pendengaran, durasi efusi telinga tengah, waktu untuk kambuh, dan perlunya prosedur ulang. Miringotomi dan aspirasi berguna untuk mengobati pasien dengan gangguan pendengaran sedang sampai berat dengan pemulihan fungsi normal telinga tengah.6

Tingkat komplikasi secara keseluruhan setelah penempatan tabung pemerataan tekanan adalah sekitar 11%. Otorrhea Persistent adalah komplikasi yang paling umum, terjadi pada 15% pasien dan bertahan selama 1 tahun sebanyak 5%. Komplikasi kedua tersering adalah timpanosklerosis, yang tidak mungkin secara klinis signifikan kecuali terjadinya perluasan. Perforasi persisten adalah komplikasi paling umum yang ketiga. Meskipun frekuensi yang tepat tidak diketahui (kira-kira 2%), perforasi persisten meningkat dengan nyata jika tabung tekanan pemerataan ditempatkan lebih dari 18 bulan. Komplikasi ini juga diketahui meningkat dengan penempatan tabung tympanostomy (T-tubes) yang

(4)

dirancang untuk tinggal di membran timpani lebih lama dari Grommet-tube tipikal. Umumnya digunakan untuk pasien dengan otitis media berulang atau kronis yang gagal dengan penempatan Grommet-tube. Komplikasi potensial lainnya termasuk pembentukan jaringan granulasi, kolesteatom, dan tuli sensorineural.6

Meskipun adenoidektomi pernah menjadi pengobatan utama untuk otitis media efusi (OME), penempatan tabung pemerataan tekanan (PETs) kini disukai karena mudah dan resiko rendah. Pengobatan dengan hanya adenoidektomi ditemukan hampir sama efektifnya dengan penempatan tabung pemerataan tekanan untuk pengobatan otitis media efusi. Apabila adenoidektomi dilakukan dengan penempatan tabung pemerataan tekanan, frekuensi penyakit berulang, interval bebas penyakit, dan durasi penyakit semua membaik, dibandingkan dengan penggunaan hanya salah satu prosedur.6

Terdapat 3 alasan dilakukan adenoidektomi. Alasan pertama adalah pengangkatan karena pembesaran kelenjar gondok menutup jalan nasofaring dan koana sehingga menyebabkan tekanan yang berlebihan selama nasofaring menelan. Ini berpontensi terjadinya refluks tuba Eustachius. Namun, berbagai penelitian telah mengungkapkan bahwa hasil adenoidektomi tidak tergantung dari ukuran adenoid. Temuan ini menunjukkan bahwa proses-proses lain dari massa adenoid sederhana yang terlibat. Alasan kedua pengangkatan untuk perbaikan fungsi tuba Eustachius, kelenjar gondok yang sangat besar secara fisik mungkin menutup muara tuba Eustachius, meskipun Bluestone dkk telah menunjukkan bahwa ini jarang terjadi. Alasan ketiga untuk adenoidektomi adalah untuk menghapus sumber inflamasi potensial dan terdapatnya infeksi pada muara tuba Eustachius. Ketika dilakukan dengan benar, adenoidektomi dapat digunakan untuk membuat mukosa nasofaring licin, yang menurunkan kolonisasi bakteri yang dapat terjadi di kriptus jaringan adenoid.6

Pasien dinasehatkan bahwa jika terjadi lebih dari 2 episode otorrhea sebelum 6 bulan follow-up yang dijadwalkan, mereka harus kontrol ke ahli THT di samping dokter umumnya. Disarankan pengangkatan tabung pemerataan tekanan yang belum secara spontan diekstrusi antara 18-24 bulan setelah penempatan karena meningkatnya risiko perforasi membran timpani persisten. Peraturan itu umumnya dilakukan pada set pertama gaya Grommet-tube. Sebuah tim multidisiplin harus mengikuti ketat dan mengobati dengan cepat terkait keterlambatan perkembangan bahasa. Intervensi harus termasuk penggunaan alat bantu dengar, jika diperlukan.6

(5)

BAB IV KESIMPULAN

Otitis media efusi (OME) adalah terdapatnya cairan dalam telinga tengah tanpa tanda-tanda atau gejala infeksi telinga akut. OME merupakah salah satu penyakit paling umum ditemukan pada anak. Sekitar 90% anak memiliki otitis media efusi (OME) pada beberapa waktu sebelum usia sekolah OME menjadi perhatian klinis karena dapat menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran dan keterlambatan perkembangan bahasa. Diagnosis yang tepat dari OME mendasari penatalaksanaan yang benar.7 (Jurnal 3 halaman)

Seringkali pada OME terdapat hipertrofi adenoid, terutama pada anak-anak dengan OME lama atau berulang. Kadang-kadang hipertrofi tonsil dapat ditemukan. Temuan tambahan mungkin ditemukan termasuk hidung tersumbat, rinore, postnasal drip dan tanda-tanda alergi seperti mata merah dan/atau berair. Pemeriksaan audiometri dianjurkan ketika OME persisten untuk jangka waktu yang lebih lama, atau jika terdapat keterlambatan bahasa, gangguan belajar, atau gangguan pendengaran yang signifikan terjadi.7 .(Jurnal 3 halaman)

Sejumlah besar bukti epidemiologi menunjukkan bahwa pantas dilakukan modifikasi faktor risiko pada intervensi pelayanan primer. Terapi medikamentosa dari otitis media efusi (OME) termasuk penggunaan antibiotik, steroid, antihistamin dan dekongestan, serta mukolitik. Karena otitis media efusi menunjukkan terdapatnya bakteri patogen, diperlukan pengobatan dengan antibiotik yang tepat, meskipun bukti yang menunjukkan hanya bermanfaat untuk jangka masa pendek. Penelitian eritromisin, sulfisoxazole, amoksisilin, amoksisilin-klavulanat, dan trimetoprim-sulfametoksazol telah menunjukkan tingkat kesembuhan lebih cepat dibandingkan dengan placebo. Antihistamin dan dekongestan dapat dipertimbangkan untuk menghilangkan gejala-gejala seperti hidung tersumbat, rinore, dan sinusitis sering menyertai otitis media. Operasi menjadi terapi yang paling banyak diterima untuk otitis media efusi (OME), dan ini jelas efektif. Intervensi operasi termasuk miringotomi dengan atau tanpa penempatan tuba, adenoidektomi, atau keduanya.6

(6)

DAFTAR PUSTAKA

5. Thrasher RD. Otitis Media With Effusion. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/858990-overview#a0104. Updated: Oct 7, 2011

6. Thrasher RD. Otitis Media With Effusion Treatment & Management. http://emedicine.medscape.com/article/858990-treatment#showall. Updated: Oct 7, 2011

7. Burkert S, Rasinski Ch, Burkert R. Otitis Media With Effusion – Current Management In Children. Achive Of Perinatal Medicine. Ent-Hospital, Head & Neck Surgery, University Hospital Martin-Luther-University Halle-Witten Berg. Germany: 2007

Referensi

Dokumen terkait

Saya akan melakukan penelitian dengan judul Hubungan Sensibilitas Kornea Dengan Kadar Hba1c Pada Pasien Diabetes Melitus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

Berdasarkan uji coba penerapan kons- figurasi elektroda pada ke tiga model perlapisan tersebut, baik tanpa benda anomali maupun dengan menggunakan benda anomali,

sampai saat ini (di Majalengka ada ± 65 orang) belum dibayar karena dihargai secara semena-mena dan tidak wajar oleh panitia pembebasan lahan dan tim apresial yang tidak

Simpulan dari hasil penelitian didapat bahwa penerapan metode pembelajaran inquiry dalam upaya untuk meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia materi surat resmi

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

Baris Jumlah Jarak Juml... Baris Jumlah

Dengan menemukan prasyarat keberhasilan/keberlanjutan dari kelompok-kelompok ini, maka dapat diketahui substansi persoalan dari tantangan keberlanjutan pengelolaan sumber