PRESENTASI KASUS
PENATALAKSANAAN ANESTESI UMUM PADA WANITA 43 TAHUN
DENGAN TUBA OVARIAN ABSES
Disusun Untuk Memenuhi sebagian Syarat dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi Bagian Ilmu Anastesi
Diajukan kepada Yth : dr. H. Fauzi, Sp. An
Disusun oleh : Mutiana Muspita Jeli
2007 031 0190
BAGIAN ILMU ANASTESI
RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
HALAMAN PENGESAHAN
Telah dipresentasikan presentasi kasus dengan judul
PENATALAKSANAAN ANESTESI UMUM PADA WANITA 43 TAHUN
DENGAN TUBA OVARIAN ABSES
Hari/Tanggal : 4 April 2013
Tempat : RS PKU MUHAMADIYAH YOGYAKARTA
Menyetujui
Dokter Pembimbing/Penguji
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
No. Catatan Medik : 573389
Nama : Nyonya S.
Usia : 43 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Yogyakarta
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal pemeriksaan : 28 Maret 2013
II. ANAMNESIS (Autonamnesis)
Keluhan utama : Nyeri perut bawah sejak 2 minggu SMRS Keluhan tambahan : Demam
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan nyeri pada perut bagian bawah kurang lebih mulai dari 2 minggu SMRS. Pasien hanya membeli obat dari warung untuk mengurangi nyeri namun nyeri tidak membaik. Pasien juga mengeluh demam.
Riwayat penyakit dahulu
Penyakit Jantung : disangkal Penyakit Asma : disangkal Penyakit Hipertensi : disangkal Penyakit Diabetes Mellitus : disangkal Penyakit Alergi : disangkal Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit jantung, hipertensi, asma, penyakit paru-paru, diabetes, penyakit ginjal, dan gangguan pembekuan darah pada keluarga pasien.
Riwayat Operasi dan Anestesia : disangkal Riwayat kebiasaan
Merokok : disangkal
Lain-lain
Gigi goyang : Disangkal Gigi palsu : Disangkal Konsumsi obat-obatan tertentu: Disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK (28 Maret 2013)
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Kompos Mentis Tanda-Tanda Vital : Tekanan darah` : 130/80 Nadi : 84x/menit Pernapasan : 18x/menit Suhu : 36.5C Berat Badan : 56 Kg Tinggi Badan : 160 cm STATUS GENERALIS i. Kepala : Normosefal
ii. Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor reflek cahaya langsung +/+ normal, reflek cahaya tidak langsung +/+ normal
iii. Hidung : Tidak ada deviasi septum, discharge -/-
iv. Mulut dan gigi : Oral hygiene baik, bibir tidak kering, lidah bersih, v. Telinga : Normotia, liang telinga lapang +/+ normal
vi. Leher : Trakea tidak deviasi, KGB dan tiroid tidak membesar
vii. Thoraks :
1. Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-) 2. Paru-paru : Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/- viii. Abdomen : Bising usus (+) normal, nyeri tekan suprapubik
(+), hepar tidak teraba , lien tidak teraba Ekstremitas : akral hangat, edema (-)
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pemeriksaan darah rutin :
o Hemoglobin : 13,1 mg/dl (12-16 mg/dl) o Hematokrit : 40 mg/dl (37-47%)
o Eritrosit : 5,2 juta/uL (4.3-6.0 juta/uL) o Leukosit : 30000 /uL (4800-10800/uL) o Trombosit : 613.000 /uL (150.000-400.000/uL)
o MCV : 69
o MCH : 20
o MCHC :22
o Masa Perdarahan : 1 menit 44 detik o Masa Pembekuan : 2 menit
Ureum : 17 mg/dl (20-50 mg/dl)
Creatinin : 0.6 mg/dl (0.5-1.5 mg/dl)
Glukosa Sewaktu : 83 mg/dl (<140 mg/dl)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
o Foto Thorax : Cor dan Pulmo dalam batas normal
VI. PENGGOLONGAN STATUS FISIK PASIEN MENURUT ASA
Pasien tergolong dalam ASA 2
VII. DIAGNOSIS PENYAKIT
Tuba ovarian abses
VIII. RENCANA PEMBEDAHAN Laparatomi drainase
IX. RENCANA ANESTESI
Anestesi umum dengan ETT napas terkendali
X. KESIMPULAN
Pasien, seorang perempuan usia 43 tahun, status fisik ASA II dengan diagnosa tuba ovarian abses yang akan dilakukan tindakan operasi laparatomi drainase dengan rencana anestesi umum dengan ETT napas terkendali.
LAPORAN ANESTESI
1. PERSIAPAN ANESTESI Persiapan alat :
1. Laringoskop 2. Stetoskop
3. Endotracheal Tube 3 ukuran, yaitu No. 6.5; 7; 7.5 4. Face Mask Adult
5. Pipa Y-piece
6. Oropharyngeal Airway 7. Plester / Tape: Hypafix 8. Mandrin
9. Magill 10. Spuit 20 cc 11. Suction
12. Monitor EKG dan SpO2 13. Pulse Oxymetry 14. Lubricating Gel Persiapan Obat-obatan : 1. Propofol (Dosis 2 - 2.5mg / kgBB) 2. Atracurium (Dosis 0.5 – 1 mg/kgBB) 3. Fentanyl (Dosis 1-3 mcg/kgBB) 4. Morphine (Dosis 0.1 mg)
5. Adona dosis tunggal dewasa (1 ampul)
6. Tranxenamic acid dosis dewasa 500mg (1 ampul = 250 mg) 7. Maintanence (rumatan) :
Isofluran N2O Oksigen
8. Obat Emergensi :
Sulfas Atropin dosis 0.5 mg- 1 mg IV
Epinephrine dosis 1 mg atau 0.02 mg/kg larutan 1:10.000 Ephedrine dosis 5-20 mg
Prostigmin dosis 0.05 mg/kgBB (maks 5 mg)
Tramadol dosis 50-100mg per 4 jam (maks 400mg/hari) Dexamethason dosis 0.5- 25 mg/hari IV
Aminophylline dosis 5-6 mg/kg IV Metocloperamide dosis 10 mg IV
Amiodarone dosis 150 mg IV dalam 10 menit (maks 2.2 gr)
2. PERSIAPAN PASIEN
1. Informed consent: bertujuan untuk memberitahu kepada pasien tindakan medis apa yang akan dilakukan kepada pasien, bagaimana pelaksanaannya, kemungkinan, hasilnya, dan resiko tindakan yang akan dilakukan.
2. Surat persetujuan operasi: merupakan bukti tertulis dari pasien atau keluarga pasien yang menunjukkan persetujuan akan tindakan medis yang akan dilakukan sehingga bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan keluarga pasien tidak akan mengajukan tuntutan.
3. Pasien dipuasakan sejak pukul 24.00 WIB tanggal 27 Maret 2013, tujuannya untuk memastikan bahwa lambung pasien telah kosong sebelum pembedahan untuk menghindari kemungkinan terjadinya muntah dan aspirasi isi lambung yang akan membahayakan pasien.
4. Pembersihan wajah dan kuku pasien dari kosmetik agar tidak mengganggu pemeriksaan selama anestesi, misalnya bila ada sianosis. Bila ada gigi palsu sebaiknya dilepaskan agar tidak mengganggu kelancaran proses intubasi dan bila ada perhiasan sebaiknya diberikan kepada keluarga pasien.
5. Pemeriksaan fisik pasien di ruang persiapan : TD = 130/80 mmHg, Nadi = 80 x/menit, Suhu = 36.50C, RR = 18 x/menit
3. PELAKSANAAN ANESTESI (1 Mei 2011) Teknik anestesi umum dengan ETT nafas kendali 1. Premedikasi : Mophin 0,1 mg
2. Induksi : Propofol 100 mg 3. Muscle Relaxant : Atracurium 25 mg
4. Intubasi : dilakukan dengan selang ETT kingking no.7 cuff (+), pack (+).
5. Maintanance : Isoflurane 1.4%vol, Oksigen: N2O (2:2)
6. Nafas kendali dengan respirator dengan frekuensi nafas 14 kali permenit, Nadi 80 kali per menit
4. MONITORING ANESTESI
Anestesi dimulai pukul 09.05 WIB dan selesai pada pukul 11.00. Pembedahan dimulai pada pukul 09.25 WIB dan selesai pada pukul 10.45 WIB.
5. PENILAIAN PULIH SADAR Kesadaran : 2 Pernapasan : 2 Tekanan Darah : 2 Aktivitas : 2 Warna Kulit : 2
Jumlah Nilai Pulih Sadar : 10
6. INSTRUKSI PASCA OPERASI
Awasi perdarahan di hidung dan mulut IVFD RL 20 tetes/ menit Cefotaxime 1 gram/ 12 jam Tramadol 1 ampul/ 12 jam Ranitidine 1 ampul/ 12 jam Dexamethasone 1 ampul/ 8 jam
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus ini, pasien berjenis kelamin perempuan dengan usia 43 tahun, status fisik ASA II, dengan diagnosis tuba ovarian abses telah dilakukan operasi laparatomi drainase dengan teknik anestesi umum dengan ETT napas terkendali.
Berdasarkan The American Society of Anesthesiologist (ASA), status fisik pasien dapat digolongkan menjadi 6 yaitu,
ASA 1 : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik dan biokimia ASA 2 : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik ringan atau sedang
ASA 3 : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik berat, aktivitas lebih terbatas ASA 4 : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik berat dan penyaktinya merupakan
ancaman kehidupannya setiap saat
ASA 5 : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam
ASA 6 : pasien dengan mati batang otak yang organnya akan digunakan untuk tujuan donor
KEBUTUHAN CAIRAN SELAMA ANESTESI Berat badan pasien = 56 kg Lama Puasa = 9 jam
Estimated Blood Volume (EBV) : Berat badan x 70-75cc (pria) Berat Badan x 65-70cc (wanita) EBV Pada pasien : 56 x 65 = 3640 ml
Allowed Blood Loss : 1/5 x EBV
: 1/5 x 3640 = 728 ml
Rumatan (kebutuhan per jam) : 2cc/kgBB/jam = 2x56 = 112 ml/jam Translokasi (stress operasi) : operasi sedang (6 ml/kgBB/jam) x BB
= 6x56 = 336 ml/jam
Cairan pengganti lama puasa : lama puasa x maintenance = 9jam x 112ml/jam = 1008 ml
PEMBERIAN CAIRAN
1 Jam pertama : rumatan + stress operasi + 50% pengganti : 112 ml + 336 ml + 50% x 1008 ml
: 952 ml
Jumlah tetesan : 952 ml x 20 tetes / 60 : 317 tetes/ menit Cairan yang diberikan selama anestesi : RL I 500 mL
TINJAUAN PUSTAKA ANESTESIA UMUM
I. Definisi
Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesia yang ideal terdiri:
1. Hipnotik 2. Analgesia 3. Relaksasi otot.
Syarat utama melakukan anestesia umum ialah untuk menjaga agar jalan nafas selalu bebas, berjalan lancar, dan teratur.
II. Penilaian dan Persiapan Pra Anestesia
Tujuan utama kunjungan pra anestesia ialah untuk mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Penilaian Prabedah 1. Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak napas pasca bedah, sehingga kita dapat merancang anesthesia berikutnya dengan baik. Kita harus pandai-pandai memilah apakahcerita pasien termasuk alergi atau efek samping obat.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan intubasi. Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit yang sedang dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan uji laboratorium secara rutin walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor, misalnya pemeriksaan darah kecil (Hb, leukosit, masa
perdarahan, dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien di atas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto toraks. Praktek-praktek semacam ini harus dikaji ulang mengingat biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat minimal uji-uji semacam ini.
4. Klasifikasi Status Fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan risiko anestesia, karena dampak samping anestesia tidak dapat dipisahkan daridampak samping pembedahan.
Berdasarkan The American Society of Anesthesiologist (ASA), status fisik pasien dapat digolongkan menjadi 6 yaitu,
ASA 1 : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik dan biokimia ASA 2 : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik ringan atau sedang
ASA 3 : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik berat, aktivitas lebih terbatas ASA 4 : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik berat dan penyaktinya merupakan
ancaman kehidupannya setiap saat
ASA 5 : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam
ASA 6 : pasien dengan mati batang otak yang organnya akan digunakan untuk tujuan donor
Dalam keadaan darurat (emergensi), pasien yang dinilai dengan status ASA dapat ditandai dengan symbol atau huruf “E”. Misalnya, pada pasien yang sehat secara, fisiologik, psikiatrik dan biokimia tetapi harus dilakukan tindakan emergensi maka ditandai dengan ASA 1-E.
5. Masukan Oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum induksi anestesia. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesia. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesia.
6. Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia diantaranya:
2. memperlancar induksi anestesia
3. mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus 4. meminimalkan jumlah obat anestetik
5. mengurangi mual-muntah pasca bedah 6. menciptakan amnesia
7. mengurangi isi cairan lambung
8. mengurangi refleks yang membahayakan
Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seorang dihadapkan pada situasi yang tidak pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapat membangun kepercayaan dan menentramkan hati pasien.
III. Teknik Anestesia
Teknik anesthesia umum yakni: 1. Anestesia umum intravena
Dimana dilakukan penyuntikkan obat-obat anesthesia parenteral langsung kedalam pembuluh darah vena.
2. Anesthesia umum inhalasi
dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat-obatan anesthesia inhalasi berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat/mesin anesthesia langsung ke udara inspirasi.
Anestesia imbang yakni mempergunakan kombinasi obat-obatan intravena maupun anesthesia inhalasi atau kombinasi teknik anesthesia umum dengan analgesik regional untuk mencapai trias anestesi.
Teknik anesthesia umum inhalasi terdiri atas : 1. inhalasi sungkup muka
2. inhalasi pipa endotrakea (ETT) nafas spontan 3. inhalasi pipa endotrakea (ETT) nafas kendali
ANESTESIA UMUM DENGAN ETT NAFAS KENDALI
Anestesi umum dengan ETT napas kendali adalah suatu teknik anestesi umum dimana volume tidal serta rasio ekspirasi dan inspirasi dikendalikan dan disesuaikan dengan kebutuhan penderita. Pipa endotrakeal dapat dimasukkan melalui oro atau nasotrakeal. Rata-rata yang digunakan no. 7.5 untuk pipa orotrakeal dan No. 7 untuk pipa nasotrakeal. Untuk anak ukuran ini rata- rata sebesar jari kelingking. Dengan tehnik ini, pasien dalam keadaan terdepresi nafas sempurna, sehingga pasien membutuhkan bantuan nafas penuh.
Indikasi anestesi umum: 1. Infant & anak usia muda
2. Dewasa yang memilih anestesi umum 3. Pembedahannya luas / ekstensif 4. Penderita sakit mental
5. Pembedahan lama
6. Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan 7. Riwayat penderita toksik/ alergi obat anestesi lokal
Indikasi anestesi umum ETT dengan napas terkendali: 1. Untuk tindakan operasi yang lama
2. Keadaan umum pasien cukup baik (ASA I atau ASA II) 3. Lambung harus dalam keadaan kosong
IV. PERSIAPAN OBAT 1. PREMEDIKASI
Obat-obat yang digunakan sebagai premedikasi yaitu golongan: i. Sedativa
ii. Analgesik narkotika iii. Tranquilizer
iv. Anti kolinergik
MIDAZOLAM
Midazolam merupakan obat golongan benzodiazepin. Yang digunakan sebagai anestetik ialah diazepam, lorazepam, dan midazolam. Dengan dosis induksi anesthesia, kelompok
obat ini menyebabkan tidur, mengurangi cemas, dan menimbulkan amnesia retrograd, tetapi tidak berefek analgesik. Efek pada SSP ini dapat diatasi dengan Flumazenil.
Peggunaan : premedikasi, sedasi sadar, obat induksi, suplementasi anesthesia. Dosis :
Premedikasi :
1. IM 2.5 – 10mg (0.05-0.2mg/kgBB)
2. Per Oral 20-40mg (0.5-0.75mg/kg).Gunakan larutan injektat potensi tinggi (5mg/ml). encerkan dalam 3-5ml sari apel atau minuman cola bersendawa. Atropin 0.03mg/kg PO dapat ditambahkan untuk mengurangi sekresi.
3. Intranasal 0.2-0.3mg/kg. gunakan larutan injektat potensi-tinggi (5mg/ml). 4. Rectal 15 -20mg (0.3-0.35mg/kg). encerkan dalam 5ml NS.
Sedasi sadar :
o IV, 0.5-5 mg (0.025-0.1 mg/kg). Titrasi lambat hingga efek yang diinginkan (contohnya, awitan bicara tidak jelas). Pernapasan dan fungsi jantung harus di monitor secara continu.
Induksi :
a. IV, 0.05-0.35mg/kg b. Infus, 0.25g/kg/menit Antikonvulsan :
IV/IM, 2-5mg (0.025-0.1 mg/kg) setiap 10-15 menit seperti yang diperlukan.
Eliminasi : Ginjal
Pengenceran untuk infus :
15mg dalam 250 ml D5W atau NS (60g/ml) Farmakologi
o Benzodiasepin aksi-pendek ini memiliki sifat ansiansietas, sedatif, amnesik, antikonvulsan, dan relaksan otot skeletal.
o Transmisi neuromuskuler tidak dipengaruhi tidak dipengaruhi, dan aksi obat-obatan nondepolarisasi tidak berubah.
o Memiliki sifat larut dalam air sehingga mempermudah pencampuran intravena, dan sifat lipofilik yang memperkecil iritasi venosa.
o Efek sedasi midazolam timbul lebih cepat dibanding diazepam. Mula kerja midazolam juga lebih cepat, dan potensinya lebih besar dengan metabolit yang
aktif sehingga midazolam lebih disukai untuk induksi dan mempertahankan amnesia.
Farmakodinamik
o Midazolam menekan ventilasi dan mengurangi tahanan vaskular perifer dan tekanan darah.
Farmakokinetik
Aksi Awitan : IV (30 detik – 1 menit), IM (15 menit).
Efek Puncak : IV (3-5 menit), IM (15-30 menit), Per Oral (30 menit) Intranasal (10 menit), Rektal (20-30 menit).
Lama Aksi : IV / IM (15-80 menit), PerOral / Rektal (2-6 jam). Interaksi / Toksisitas : Efek depresi SSP dan sirkulasi dipotensiasi oleh alcohol,
narkotik, sedatif, anestetik volatile; efeknya diantagonis oleh Flumazenil.
Efek Samping
Kardiovaskular : Takikardi, episode vasovagal, kompleks ventrikuler premature, hipotensi.
Pulmoner : Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi. SSP : Euforia, delirium bangkitan, bangkitan yang
diperpanjang, gerakan tonik-klonik, agitasi, hiperaktivitas.
GI : Salivasi, muntah, rasa asam.
Dermatologik : Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat suntikan.
FENTANYL
Fentanyl merupakan analgetik golongan opioid dengan lama kerja sedang ( 30 menit) yang menimbulkan efek analgesia anesthesia yang lebih kuat dengan depresi napas yang lebih ringan.
Dosis : Analgesia
o IV / IM, 25 - 100g (0.72-2g/kg) Induksi
o Infus 0.25-0.2g/kg/menit selama 20 menit. Dosis dititrasi sesuai dengan respon pasien. Untuk menghindari kekakuan dinding dada berikan relaksan otot secara serentak dengan dosis induksi.
Anestetik tunggal
o IV, 50-150g/kg (dosis total) atau o Infus, 0.25-0.5g/kg/menit Eliminasi : Hati
Farmakologi
Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu analgesik, fentanyl 75-125 kali lebih poten disbanding morfin. Awitan yang cepat dan lama aksi yang singkat mencerminkan kelarutan lipid yang lebih besar dari fentanyl dibanding morfin. Depresi dan ventilasi tergantung pada dosis dan dapat berlangsung lama disbanding analgesia. Stabilitas kardiovaskular dipertahankan walaupun dalam dosis besar saat digunakan sebagai anestetik tunggal.
Farmakodinamik
o menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolisme otak, dan tekanan intracranial.
o Fentanyl (dan opioid lain) meningkatkan aksi anestetik local pada blok saraf tepi. Keadaan sebagian disebabkan oleh sifat anestetik local yang lemah (dosis yang tinggi menekan hantaran saraf) dan efeknya terhadap reseptor opiat pada terminal saraf tepi).
Farmakokinetik
o Aksi awitan : IV (dalam 30 detik), IM (<8 menit), Epidural/spinal (4-10 menit).
o Efek Puncak : IV (5-15 menit), IM (1-2 jam),epidural / spinal (<30 menit). o Lama Aksi : IV (30-60 menit), IM (1-2 jam), Epidural/spinal (1-2 jam). Efek Samping
Kardiovaskular : Hipotensi, bradikardia Pulmoner : Depresi pernapasan, apnea
SSP : pusing, penglihatan kabur, kejang
GI : mual, emesis, pengosongan lambung tertunda, spasme traktus biliaris.
Mata : miosis
2. INDUKSI DAN RUMATAN ANESTESIA A. Induksi Anestesia
Induksi anesthesia ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anesthesia dan pembedahan.
Induksi dapat dikerjakan melalui : a. Intravena
b. Inhalasi c. Intramuscular d. Rektal
Setelah pasien tidur akibat induksi anesthesia langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anesthesia sampai tindakan pembedahan selesai. Sebelum memulai induksi anesthesia selayaknya disiapkan peralatan dan obat-obatan yang diperlukan, sehingga seandainya terjadi keadaan gawat dapat diatasi dengan lebih cepat dan lebih baik.
Untuk persiapan induksi anesthesia sebaiknya kita ingat kata STATICS :
S = Scope : Stetoskop, untuk mendengarkan suara jantung dan paru. Laryngo-scope (pilih bilah atau blade yang sesuai dengan pasien) dan lampu harus cukup terang.
T = Tube : Pipa Trakea (pilih sesuai usia). Usia <5tahun tanpa balon (cuff) dan >5tahun dengan balon (cuff)
A = Airway : Pipa mulut-faring (guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring (naso-tracheal airway) untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar dan menahan lidah agar tidak menyumbat jalan nafas.
T = Tape : Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut. I = Introducer : Mandrin atau Stilet dari kawat dibungkus plastik yang mudah
dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.
C = connector : penyambung antara pipa dan peralatan anestesia S = Suction : penyedot lendir, ludh, dan lain-lainnya.
Setelah dilakukan premedikasi dilanjutkan dengan tindakan induksi, memakai obat anestesi intravena antara lain :
o Tiopental o Propofol o Ketamin
o Opioid Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak bewarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1ml = 10mg). Suntikan intravena menyebabkan nyeri, sehingga
PROPOFOL
Dosis
Sedasi sadar : Bolus IV 25 – 50mg (0.5-1mg/kgBB), titrasi lambat hingga efek yang diinginkan (contonya awitan dari bicara yang tidak jelas). Fungis napas dan jantung harus dipantau terus-menerus. Induksi : IV (2-2.5mg/kgBB) diberikan secara lambat dalam 30 detik. Pemeliharaan : Bolus IV (25-50mg)
Infus (0.1-0.2mg/kgBB/menit) Antiemetik : IV (10mg). Eliminasi : Hati, ekstrahepatik (paru)
Pengenceran untuk infus : diencerkan dengan D5W hingga konsentrasi 2mg/ml atau lebih tinggi. Buang setelah digunakan atau dalam 6 jam setelah ampul atau vial dibuka.
Farmakologi
Secara kimiawi propofol tidak ada hubungannya dengan anestetik IV lain. Zat yang berupa minyak pada suhu kamar ini tersedia sebagai emulsi 1%. Propofol IV 1.5-2.5mg/kgBB menimbulkan induksi anestesi secepat thiopental, tetapi dengan pemulihan yang lebih cepat dan pasien segera “merasa lebih baik” disbanding setelah penggunaan anestetik lain.
Nyeri kadang terasa ditempat suntikan tetapi jarang disertai phlebitis atau trombosis.
Anestesia kemudian diperpanjang dengan menggunakan infus propofol dikombinasi dengan opiat, N2O, dan / atau anestetik inhalasi lainnya.
Farmakodinamik
Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 30% tetapi efek ini lebih disebabkan oleh vasodilatasi perifer ketimbang penurunan curah jantung. Tekanan darah sistemik kembali normal dengan intubasi trakea.
Propofol tidak menimbulkan aritmia atau iskemia otot jantung, tetapi terjadi sensitisasi jantung terhadap katekolamin.
Farmakokinetik
Aksi awitan : dalam 40 detik Efek puncak : 1 menit
Lama aksi : 5-10 menit
Interaksi /Toksisitas : mempotensi efek depresi SSP dan sirkulasi dari narkotik sedatif, anestetik volatile, ekstraksi pulmoner berkurang dan kadar plasma
meningkat (hingga 50%) dengan pemberian bersama alfentanil, fentanil, halotan (konsentrtat >1.5%); nyeri dapat terjadi pada suntikan ke dalam vena kecil; mempotensiasi blokade neuromuskuler dari relaksan otot nondepolariasi (contoh : atracurium).
Efek Samping
Kardiovaskular : Hipotensi, aritmia, takikardi, bradikardi, hipertensi. Pulmoner : Depresi pernapasan, apnea, cegukan, bronkospasme,
laringospasme.
SSP : Sakit kepala, pusing, euphoria, kebingungan, gerakan klonik/mioklonik, opistotonus, kejang.
GI : Mual, muntah, kram abdomen.
Lokal : Rasa terbakar, tersengat, nyeri pada tempat suntikan. Alergik : Eritema, Urtikaria, Pruritus
Lain : Demam, disinhibisi, ilusi seksual. Kontra Indikasi
o Pada pasien dengan alergi terhadap telur atau minyak kedelai.
B. Rumatan Anestesia
Rumatan anesthesia (Maintanace) dapat dilakukan secara: 1. Intravena (Anestesia total intravena)
2. Inhalasi
3. Campuran intravena dan inhalasi.
Rumatan anesthesia biasanya mengacu pada trias anestesi yaitu tidur ringan (hypnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak menimbulkan nyeri, dan relaksasi otot lurik yang cukup.
Anestesi inhalasi yang umum digunakan untuk praktek klinik ialah : 1. N2O
2. Halotan 3. Enfluran 4. Isofluran 5. Sevofluran
Obat-obat lain seperti Eter, kloroform, etilt-klorida, triklor-etilen, dan metoksifluran ditinggalkan karena memiliki efek yang tidak dikehendaki.
Isofluran
Dosis Rumatan : 2-4 vol % Farmakologi
Isofluran (foran, aeran) merupakan halogenasi eter
Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi hingga 1/3 dosis biasa jika menggunakan isofluran.
Farmakodinamik
Pada dosis anestetik atau subanestetik menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan aliran darah otak dan tekanan intrakranial.
Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal
Isofluran dengan konsentrasi >1% terhadap uterus hamil menyebabkan relaksasi dan kurang responsive jika diantisipasi dengan oksitosin, sehingga dapat menyebabkan perdarahan pasca persalinan.
Farmakokinetik
Waktu awitan : 7-10 menit
Durasi : tergantung konsentrasi darah saat dihentikan
Metabolisme : Hepar minimal (<0.2%)
Ekskresi : Ekshalasi gas
Efek samping
Cardiovaskuler : aritmia, hipotensi, depresi miokard, takikardi
Sistem saraf pusat : perubahan mood dan kognitif selama beberapa hari
Endokrin & metabolik: penurunana kolesterol, hiperglikemia, hiperkalemia
Gastrointestinal : Ileus, mual, dan muntah
Hematologic : Leukositosis
Hepar : disfungsi hepar dan hepatitis (jarang)
Renal : penurunan BUN, kreatitinin meningkat
Respiratory : depresi napas, laringospasme akibat iritasi
Kontraindikasi
N2O (Gas gelak, laughing gas, nitorous oxide) Tujuan
Sedasi ,analgesi, dan amnesia . Dosis
Dewasa. 25-50% N20 dengan oksigen. Untuk anestesi umum 40%-70% melalui ETT atau sungkup muka.
Farmakologi
Dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tidak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1.5 kali berat udara.
Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%
Bersifat anestetik lemah tetapi analgesianya kuat. Farmakodinamik
o N2O menginhibisi aksi potensil system saraf pusat secara parsial. N2O juga dapat meningkatkan aliran darah otak dan tekanan intracranial seta menurunkan aliran darah hepar dan ginjal.
o Pada akhir anestesi N2O dihentikan, maka N2O akan cepat mengisi alveoli sehingga terjadi pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya hipoksia difusi maka diberikan O2 selama 5-10 menit. Farmakokinetik
Awitan aksi : inhalasi 2-5 menit
Absorpsi : cepat melalui paru
Metabolisme : tubuh <0.004%
Ekskresi : ekshalasi
Efek samping
Cardiovascular : Hipotensi
system saraf pusat : sakit kepala, pusing, bingung, eksitasi system saraf pusat
Gastrointestinal : mual dan muntah
Respiratori : Apnea Kontraindikasi
a) Hipersensitivitas terhadap N2O b) Emboli udara
c) Pneumothoraks d) Iobstruksi intestinal e) Graft membrane timpani f) Hipertensi pulmonal
3. PELUMPUH OTOT (MUSCLE RELAXANT)
Pelumpuh otot digunakan sebagai fasilitasi tindakan laringoskopi dan intubasi. Pelumpuh otot terdiri atas 2 golongan yakni:
1. Pelumpuh otot depolarisasi (DMR = Depolarisasi Muscle Relaxan) o Succynilcholine (Sch)
o Dekametonium
2. Pelumpuh otot non-depolarisasi (NDMR = Non Depolarisasi Muscle Relaxan) o Short-Acting : Mivacurium
o Intermediate-Acting : Atracurium, Cis-atracurium, Vecuronium, dan Rocuronium
o Long-Acting : Pancuronium, Doxacuronium, dan Pipecuronium Golongan non-depolarisasi merupakan senyawa yang larut dalam air sehingga tidak menembuh sawar otak dan plasenta.
Atracurium
Tujuan
Merelaksasi otot selama pembedahan
Menghilangkan spasme laring dan efek jalan nafas selama anestesi yang memudahkan nafas kendali selama anestesi.
Dosis
Intubasi : IV (0.3 – 0.5mg/kg)
Maintanance : IV (0.1-0.2mg/kg) (10-50% dari dosis intubasi).
Infus : 2-15g/kg/menit
Prapengobatan / priming : IV (10% dari dosis intubasi) diberikan 3-5 menit sebelum dosis relaksan depolarisasi/nondepolarisasi.
Pengenceran untuk infus : 20mg dalam 100ml larutan D5W atau NS
(0.2mg/ml); 50mg dalam 100ml larutan D5W atau NS (0.5mg/ml).
Farmakologi
Metabolit primernya adalah laudanosis, suatu stimulan otak yang terutama diekskresikan di urin.
Farmakodinamik
Berkompetisi untuk reseptor kolinergik pada lempeng akhir motorik
Menyebabkan terjadinya pelepasan histamin, penurunan tekanan arteri, dan peningkatan nadi.
Farmakokinetik
Durasi : 20-35 menit
Metabolism:eliminasi dengan hidrolisis ester dan hofmann (proses nonbiologis). Dapat terjadi penumpukan (akumulasi pada pemberian berulang) dan akticasi SSP dari hasil eliminasi Hoffman
Eliminasi : plasma, hati, dan ginjal. Efek samping
Kardiovaskular : hipotensi, vasodilatasi, takikardi sinus, bradikardi sinus Pulmoner : hipoventilasi, apnea, bronkospasme, laringospasme,
dispnea.
Musculoskeletal : Blok yang tidak adekuat, blok yang lama. Dermatologik : Ruam, urtikaria
4. REVERSE
Prostigimin (Neostigmine)
Penggunaan
o Reversi dari relaksan otot depolarisasi, pengobatan miastenia gravis, ileus, dan retensi urin pasca bedah, pengobatan tambahan takikardi sinus atau supraventrikuler.
Dosis :
o Reversi : IV lambat, 0.05mg/kg (dosis maksimum 5mg) Eliminasi : Hati, esterase plasma
Farmakodinamik
o Menghambat hidrolisis asetilkolin melalui kompetisi dengan asetilkolin untuk perlekatan dengan asetilkolinesterase dan menimbulkan akumulasi asetilkolin yang mempermudah transmisi impuls melintasi sambungan neuromuskuler. o Jika digunakan untuk reversi blokade neuromuskuler, efek kolinergik muskarinik
(salvias, bradikardi) dapat dicegah melalui penggunaan bersama atropin atau glikopirolat.
Farmakokinetik
a) Aksi Awitan reversi : IV, <3menit b) Lama aksi reversi : IV, 40-60 menit
sinkop, kemerahan, ritme nodal
b) Sistem saraf pusat : kejang, disatria, disponia, hilang kesadaran, gelisah, sakit kepala.
c) Dermatologis : kulit kemerahan, thrombophlebitis (I.V.), urtikaria
d) Gastrointestinal : Hiperperistalsis, mual, muntah, hipersalivasi, kram perut, disfagia, flatulensi
e) Genitourinari : urgensi
f) Neuromuscular : kelemahan, fasikulasi, kram otot, spasme, artralgia g) Ocular : pupil miosis, lakrimasi
h) Respiratory : sekresi bronchial menignkat, laringospasme, bronkokonstriksi, depresi napas, bronkospasme i) Lain-lain : alergi, anafilaksis
Kontraindikasi a) Hipersensitivitas b) Peritonitis c) Obstruksi usus d) Obstruksi urinarius Sulfas Atropin Tujuan
Pengobatan bradikardia sinus, vagolitik (premedikasi),reverse dari blockade neuromuskuler (blockade efek muskarinik antikolinesterase), terapi tambahan untuk bronkospasme dan tukak lambung
Dosis:
Bradikardi sinus:
Dewasa, IV/IM/SK (0.5-1mg, ulangi setiap 3-5 menit sesuai indikasi; dosis maksimum 40g/kg)
Anak-anak, IV/IM/SK (10-20g/kg; dosis minimum 0.1mg) Reversi blokade neuromuskuler:
IV (0.015mg/kg) dengan antikolinesterase neostigmin (IV, 0.05mg/kg).
Farmakokinetik
a) Awitan Aksi : 45-60 detik (IV) b) Waktu puncak : 2 menit (IV)
c) Lama Aksi : blockade vagal 1-2 jam Eliminasi : Hati dan ginjal.
Farmakologi
Meruapakan suatu amin tersier sehingga mampu melewati sawar darah otak. Farmakodinamik
Menurunkan sekresi saliva, bronkus, lambung dan merelaksasi otot polos bronkus. Menekan tonus dan motilitas gastrointestinal, sfingter esophagus bagian bawah,
dan menaikkan tekanan intraokuler (karena dilatasi pupil).
Dosis yang besar dapat meningkatkan suhu tubuh dengan mencegah sekresi keringat.
Blokade vagus perifer dari sinus dan nodus AV meningkatkan nadi.
Penurunan sementara dari nadi pada dosis yang kecil (0.5mg pada orang dewasa) disebabkan oleh efek agonis kolinergik muskarinik perifer yang lemah.
Pada dosis yang tinggi merangsang dan kemudian depresi medulla dan pusat otak yang lebih tinggi.
Farmakokinetik
Aksi Awitan : IV (45-60 detik), Intratekal (10-20 detik), IM (5-40 menit), PO (30menit – 2jam), inhalasi (3-5 menit).
Lama aksi : IV/IM (Blokade vagal, 1-2 jam), inhalasi (blokade vagal, 3-6jam). Efek puncak : IV (2menit), Inhalasi (1-2jam).
Efek samping
Kardiovaskular : takikardia (dosis tinggi), bradikardia (dosis rendah), palpitasi
Pulmoner : Depresi pernapasan
SSP : kebingunga, halusinasi, kegugupan GI : Refluks gastroesofagus
Mata : midriasis, penglihatan kabur, peningkatan tekanan intraokuler.
Dermatologik : urtikaria
Lain : keringat berkurang, reaksi alergi Kontraindikasi : Glaukoma
5. ANALGETIK
TRAMADOL
Tujuan
Dalam mengobati nyeri ringan sampai sedang, efektivitas tramadol setara dengan morphin. Pada nyeri kronik atau berat efektifitasnya berkurang.
Farmadinamik
o Bekerja dengan cara menginhibisi uptake dari norepinefrin dan serotonin. Dosis :
o Dewasa : 50–100 mg PO setiap 4-6 jam, dosis maksimal 400 mg/hari. o Anak-anak : 0.5–1 mg/kg
Farmakokinetik
a) Awitan : 1 jam
b) Durasi : 9 jam
c) Absorpsi : cepat (Immediate release) dan lambat (Extended release) d) Ikatan protein plasma : 20%
e) Metabolisme : melalui hepar dengan cara demetilasi, glucuronidase, and sulfasi
f) Paruh waktu eliminasi : 6-8 jam
g) Waktu puncak : cepat (Immediate release): 2 jam dan lambat (Extended release) : 4 jam
h) Ekskresi : Urine
Efek samping : Mual, muntah, pusing, bibir kering, sakit kepala, dan sedasi. [3]
Kontraindikasi : Sensitif terhadap kodein
INTUBASI ENDOTRAKHEA
Intubasi endotrakhea ialah tindakan memasukkan pipa trachea kedalam trachea melaui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trachea antara pita suara dan bifurkasio trakea.
Indikasi:
Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun. (Kelainan anatomi, bedah khusus, bedah posisi khusus, pembersihan secret jalan napas, dan lain-lainnya).
Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi (misalnya pada saat resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien, ventilasi jangka panjang).
Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi. Kesulitan Intubasi:
Mandibula menonjol
Maksila/ gigi depan menonjol
Uvula tidak terlihat (mallampati 3 atau 4) Gerak sendi tempo-mandibular terbatas Gerak vertebra servikalis terbatas. Komplikasi intubasi:
1. selama intubasi
o trauma gigi-geligi
o laserasi bibir, gusi, laring
o merangsang saraf simpatis (hipertensi-takikardi) o intubasi bronkus o intubasi esophagus o aspirasi o spasme bronkus 2. setelah ekstubasi spasme laring
aspirasi gangguan fonasi edema glottis-subglotis infeksi laring, faring, trakea.
DISKUSI
Pada pasien dipilih untuk dilakukan tindakan anestesi umum dengan intubasi endotrakeal napas terkendali dengan pertimbangan keuntungan yang didapat dari tindakan anestesia tersebut. Keuntungan dari tindakan tersebut antara lain:
Jalan napas yang aman dan terjamin karena terpasang ETT
Pasien akan merasa lebih nyaman karena dalam keadaan tertidur
Kondisi pasien lebih mudah dikendalikan sesuai dengan kebutuhan operasi
Mencegah gerakan pasien yang tidak diharapkan
Akan tetapi alasan yang lebih utama dipilihnya teknik anestesi ini karena jenis operasi yang hendak dilakukan adalah laparatomi drainase (salphingektomi). Setelah dipasang jalur intravena dengan cairan RL sebagai loading mulai dimasukkan obat premedikasi, morphin 0,1 mg analgetik opioid, propofol 100 mg sebagai obat induksi anestesia, muscle relaxant dengan golongan non depolarisasi jenis intermediate acting yaitu atracurium dosis 25 mg, sebagai obat
KESIMPULAN
Sebelum melakukan pembedahan elektif, pasien harus disiapkan supaya berada dalam keaadaan bugar. Oleh karena itu, pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu tetapi sebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak perlu harus dihindari. Pasien tergolongA S A I I b e r d a s a r k a n s t a t u s f i s i k .
Pada operasi ini, digunakan anastesi umum dengan pemasangan ETT nafas terkendali s u p a y a m e m a s t i k a n b a h w a j a l a n n a f a s y a n g s e l a l u b e r a d a d a l a m k o n d i s i t e r b u k a d a n mendapatkan ventilasi yang adekuat selama operasi, serta mencegah terjadinya aspirasi atau r e g u r g i t a s i y a n g d a p a t m e n j a d i p e n y u l i t s e m a s a o p e r a s i . T e h n i k a n e s t e s i i n i d a p a t j u g a digunakan untuk operasi dengan durasi yang lama dan pada kondisi-kondisi yang sulit untuk mempertahankan jalan nafas bebas dengan sungkup muka.
S e j a k i n s i s i p e r t a m a k a l i d i l a k u k a n h i n g g g a j a h i t a n t e r a k h i r t e l a h t e r c a p a i t r i a s a n e s t e s i a d e n g a n p e m b e r i a n o b a t - o b a t a n a n e s t e s i s e p e r t i : m o r p h i n s e b a g a i a n a l g e s i k , atracurium sebagai relaksan, propofol sebagai induksi, dan isofluran sebagai obat anestesi inhalasi dan juga sebagai maintenance anestesia bekerja dengan baik.
Setelah operasi selesai, pasien segera dipindahkan ke ruang recovery room. Pasien segera diperiksa nilai kesadarannya menggunakan Aldrette score. Penilaian tersebut mencakup penilaian terhadap kesadaran, warna kulit, aktivitas, kardiovaskuler dan respirasi. Pasien ini mendapat nilai 9/10 yang berarti pasien dapat dipindahkan ke ruang perawatan. Hasil tindakan anestesi yang baik didapatkan dengan p ersiapan yang baik dan tepat dengan dimulainya praanestesi, premedikasi, pemilihan teknik anestesi, pemilihan obat-obatan anestesi serta melakukan pengawasan tanda -tanda vital selama operasi dan tindakan pasca operasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, editors. Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 1989.2.
2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi kedua.Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2002.
3. Morgan GE, Mikhail MS. Clinical Anesthesiology.3 rd ed. Appleton & LangeStamford 2002; 110-125