• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENDEMEN DAN BEBERAPA SIFAT FISIK ASAP CAIR (Liquid smoke) DARI KAYU KARET (Hevea brasiliensis) Oleh : CHRISTION YOEL SEPTIAN NIM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RENDEMEN DAN BEBERAPA SIFAT FISIK ASAP CAIR (Liquid smoke) DARI KAYU KARET (Hevea brasiliensis) Oleh : CHRISTION YOEL SEPTIAN NIM."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh :

CHRISTION YOEL SEPTIAN

NIM. 110 500 029

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA

SAMARINDA

2014

(2)

Oleh :

CHRISTION YOEL SEPTIAN

NIM. 110 500 029

Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Kehutanan Pada Program Diploma III

Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA

SAMARINDA

2014

(3)

Oleh :

CHRISTION YOEL SEPTIAN

NIM. 110 500 029

Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Kehutanan Pada Program Diploma III

Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA

SAMARINDA

2014

(4)

Nama : Christion Yoel Septian

NIM : 110 500 029

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Jurusan : Teknologi Pertanian

Lulus Ujian Pada Tanggal : Agustus 2014

Penguji II,

Ir. H. Abdul Kadir Yusran NIP. 19540710 198703 1 003

Menyetujui,

Ketua Program Studi Teknologi Hasil Hutan

Ir. Syafi’I, MP

NIP. 19680610 199512 1 001 Pembimbing,

Erina Hertianti S.Hut, MP NIP. 19700503 199512 2 002

Penguji I,

Firna Novari S.Hut, MP NIP. 19710717 199702 2 001

Mengesahkan,

Ketua Jurusan Teknologi Hasil Hutan

Heriad Daud Salusu, S.Hut, MP NIP. 19700803 199703 1 001

(5)

Hertianti).

Penelitian ini dilatar belakangi untuk mengetahui rendemen dan sifat fisik asap cair dari kayu Karet (Hevea brasiliensis) dan memanfaatkan limbah kayu karet yang tidak produktif untuk dijadikan asap cair. Dengan adanya penelitian mengenai asap cair dan sifat fisik asap cair ini maka diharapkan dapat menambah wawasan mengenai penggunaan asap cair terutama untuk bahan pengawet makanan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang memadai dan untuk memastikan bahwa asap cair dari kayu karet dapat dijadikan bahan pengawet alami untuk makanan, dan dapat digunakan oleh masyarakat pada skala industri rumahan atau rumah tangga.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan informasi mengenai rendemen asap cair dan pengujian sifat fisik asap cair serta pemanfaatan limbah kayu karet yang tidak produktif.

Penelitian ini dilaksanakan di Laborotorium Hasil Hutan Non Kayu dan di Laboratorium Sifat-sifat Kayu Dan Analisis Produk kurang lebih selama satu bulan.

Dari hasil pengolahan data dari bahan baku awal 30 kg diperoleh nilai rendemen asap cair grade 3 sebanyak 59,217 %, rendemen asap cair grade 2 sebesar 55,093 %, sedangkan untuk rendemen asap cair grade 1 sebesar 54,72 %.

Hasil pengujian sifat fisik diperoleh nilai keasaman (pH) asap cair dari kayu karet grade 3 sebesar 3,13, grade 2 sebesar 3,10, dan grade 1 sebesar 2,95. Berat jenis asap cair dari kayu karet grade 3 sebesar 1,045 gr, grade 2 sebesar 1,033 gr, dan grade 1 sebesar 1,026 gr. Hasil analisis warna dari asap cair yang berasal dari bahan baku kayu karet grade 3 berwarna coklat tua, grade 2 coklat muda, dan untuk asap cair grade 1 berwarna coklat kekuningan.

(6)

1993 di Kota Samarinda. Merupakan anak 1 (pertama) dari 3 (tiga) bersaudara dari pasangan Bapak Yoas Sujarmanto dan Ibunda tercinta Eldawaty.

Tahun 2000 memulai pendidikan formal pada SD Negeri 009 Sanggulan Kabupaten Kutai Kartanegara, Propinsi Kalimantan Timur dan lulus tahun 2005. Kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 5 Sendawar Kabupaten Kutai Barat Propinsi Kalimantan Timur, lulus tahun 2008, selanjutnya melanjutkan ke SMK Pertanian Ave Bungen Tana Kabupaten Kutai Barat Propinsi Kalimantan Timur dan lulus tahun 2011 dan pada tahun 2011 melanjutkan pendidikan perguruan tinggi pada Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

Pada tanggal 03 Maret 2014 sampai 25 April 2014 mengikuti program Praktik Kerja Lapang (PKL) di Kesatuan Bisnis Mandiri Industri Kayu Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Timur.

Sebagai syarat memperoleh predikat Ahli Madya Kehutanan, penulis mengadakan penelitian dengan judul penelitian " Rendemen Dan Beberapa Sifat Fisik Asap Cair (Liquid smoke) Dari Kayu Karet (Hevea brasiliensis) " di bawah bimbingan Ibu Erina Hertianti S.Hut, MP.

(7)

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Hasil Hutan Non Kayu dan Laboratorium Sifat-sifat Kayu dan Analisis Produk Program Studi Teknologi Hasil Hutan. Penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini dilaksanakan dari tanggal 09-30 Juni 2014, yang merupakan syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan mendapatkan sebutan Ahli Madya.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Dosen Pembimbing, yaitu ibu Erina Hertianti, S.Hut, MP, selaku dosen pembimbing yang telah mengarahkan penulis mulai dari persiapan penelitian hingga penyusunan karya ilmiah ini selesai.

2. Kepala Laboratorium Sifat-sifat Kayu dan Analisis Produk, Ibu Eva Numarini, S. Hut. MP.

3. Kepala Laboratorium Hasil Hutan Non Kayu Ibu Firna Novari, S. Hut, MP.

4. Dosen Penguji, yaitu Ibu Firna Novari, S.Hut, MP dan Bapak Ir. H. Abdul Kadir Yusran.

5. Ketua Program Studi Teknologi Hasil Hutan, yaitu Bapak Ir. Syafi’i. MP.

6. Ketua Jurusan Teknologi Pertanian, Yaitu Bapak Heriad Daud Salusu S. Hut, MP.

(8)

materil maupun doa kepada penulis selama mengikuti pendidikan tinggi di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

10. Widi Yanti tercinta yang telah memberikan dukungan dan semangat.

11. Alfi Oktavianor, Engel Bertus Tului, Rivan Arif Wisudana, Safri Antonius Selly Tonapa, Deni Aty Triwahyudi rekan-rekan angkatan 2011 tanpa terkecuali yang telah banyak mendukung dan memberikan semangat.

Walaupun sudah berusaha dengan sungguh-sungguh, penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan dalam penulisan ini, namun semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Amin.

Penulis

(9)

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA... 4

A. Rendemen ... 4

B. Asap Cair ... 5

C. Prosedur Produksi Asap Cair... 8

D. Komponen-komponen Asap Cair... 9

E. Jenis-jenis Asap Cair ... 10

F. Manfaat Asap Cair ... 12

G. Risalah Kayu Karet (Hevea Brasiliensis) ... 14

III. METODE PENELITIAN ... 16

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

B. Alat dan Bahan Penelitian... 16

C. Prosedur Penelitian ... 17

D. Pengolahan Data... 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

A. Hasil... 22

B. Pembahasan ... 24

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

A. Kesimpulan... 29

B. Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

(10)

1. Rendemen Asap Cair Dari Kayu Karet ... 22 2. Pengujian Kualitas Asap Cair Dari Kayu Karet ... 23

(11)

1. Penjemuran Bahan Baku ... 17

2. Proses Pirolisis (Pembakaran)... 18

3. Hasil Destilasi Asap Cair... 19

4. Hasil Asap Cair Berdasarkan Grade... 24

Lampiran 5. Proses Penimbangan Bahan Baku ... 35

6. Tungku Pirolisis ... 35

7. Proses Memasukan Bahan Baku Kedalam Tungku Pirolisis ... 36

8. Proses Pembakaran... 36

9. Asap Cair Hasil Kondensasi (Grade 3)... 37

10. Proses Destilasi... 37

11. Asap Cair Grade 2 ... 38

12. Asap Cair Grade 1 ... 38

13. Picnometer ... 39

14. Timbangan Digital ... 39

15. Proses Pengujian berat jenis ... 40

16. Proses Pengujian Berat Jenis Asap Cair... 40

17. Penimbangan asap cair menggunakan alat picnometer ... 41

18. Alat Pengukuran pH Asap Cair ... 41

19. Proses Pengukuran pH ... 42

(12)

saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : Christion Yoel Septian

Tempat/Tanggal Lahir: Samarinda, 13 September 1993

NIM : 110 500 029

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Jurusan : Teknologi Pertanian

Universitas/PT : POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA

Semester : VI (Enam)

Alamat Rumah : Jl. Ir. H. Juanda 8 Gang Salak IV no. 22

Adalah benar MELAKSANAKAN PENELITIAN DAN TELAH SELESAI MELAKSANAKAN PENELITIAN TERSEBUT dari tanggal 09–30 Juni 2014 dengan judul penelitian Rendemen Dan Beberapa Sifat Fisik Asap Cair (Liquid Smoke) Dari Kayu Karet (Hevea Brasiliensis) dibawah bimbingan Dosen Pembimbing Erina Hertianti S.Hut, MP, PLP Pendamping Bpk Wagiman, SP dan Ibu Farida Aryani, S. Hut. MP.

Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Samarinda, 1 Juli 2014 Mahasiswa yang bersangkutan,

Christion Yoel Septian Nim. 110 500 029

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan tanaman Karet alam dunia. Padahal jauh sebelum tanaman karet ini dibudidayakan, penduduk asli diberbagai tempat seperti : Amerika Serikat, Asia dan Afrika Selatan menggunakan pohon lain yang juga menghasilkan getah. Getah yang mirip lateks juga dapat diperoleh dari tanaman Castillaelastica (family moraceae). Sekarang tanaman tersebut kurang dimanfaatkan lagi getahnya karena tanaman karet telah dikenal secara luas dan banyak dibudidayakan. Sebagai penghasil lateks tanaman karet dapat dikatakan satu-satunya tanaman yang dikebunkan secara besar-besaran (Setyamidjaja.D , 1993).

Karet tumbuh liar di lembah-lembah sungai Amazone, dan secara tradisional diambil getahnya oleh penduduk setempat untuk digunakan dalam berbagai keperluan, antara lain sebagai bahan untuk menyalakan api dan “bola” untuk permainan. Pada permulaan abad ke-19 dalam berbagai eksplorasi yang dilakukan oleh orang Eropa, ditemukan pula tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan getah selain tumbuhan Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg). Tumbuhan penghasil getah itu adalah Ficus elastic Roxb, Funtumia elastic Stapt, Willughbeia sp., Landolphia sp., Palaquium gutta Burck, Guayule (Parthenium argentanum Gray), Salidago sp.,

dan Manihot glazziovii (Setyamidjaja.D , 1993).

Pohon Karet (Hevea brasiliensis) secara umum dapat tumbuh di daerah tropis. Di Indonesia pohon Karet banyak ditemukan pada perkebunan besar dan

(14)

perkebunan rakyat di daerah Sumatera, Kalimantan dan Jawa untuk diambil getahnya. Pohon Karet yang sudah tidak produktif merupakan potensi untuk dimanfaatkan kayunya sebagai bahan baku industri, hanya saja kayu Karet mempunyai kelemahan, yaitu mudah diserang hama jamur dan serangga perusak kayu (Darmadji, 1999).

Peningkatan nilai ekonomis kayu Karet yang tidak produktif dapat dilakukan dengan mengolahnya menjadi arang aktif dan cuka kayu (Wood Vinnegar). Dalam dunia industri arang aktif sangat diperlukan karena dapat mengabsorbsi bau, warna, gas dan logam. Pada umumnya arang aktif digunakan sebagai bahan penyerap dan penjernih, disamping itu kebutuhan akan arang aktif di Indonesia untuk bidang industri masih relatif tinggi disebabkan semakin meluasnya pemakaian arang aktif pada sektor industri.

Asap cair atau liquid smoke merupakan komoditas yang relatif baru berkembang, sehingga masyarakat belum banyak mengenalnya.

Pemanfaatan asap cair/cuka kayu umumnya pada sektor pertanian antara lain dapat membuat tanaman menjadi sehat, mereduksi jumlah insektisida dan parasit tanaman, sedangkan pencampurannya dengan nutrisi pupuk dapat membuat tanaman tumbuh lebih baik, sebagai growth promotor dan pupuk alam dapat menggantikan pupuk kimia, mereduksi bau dari kompos dan pupuk kandang serta menyempurnakan kualitasnya (Anonim, 2001).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cuka kayu pada konsentrasi rendah dapat dipakai pada budi daya tanaman antara lain ; jahe, kemangi, ketimun, buncis dan tanaman padi. Perkembangan pemanfaatan dari cuka TKS atau asap cair TKS

(15)

sampai saat ini diketahui untuk pengolahan karet remah, dan karet skim serta produk-produk baru (Solichin dan Tedjaputra, 2004).

Adapun tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui rendemen dan beberapa sifat fisik asap cair dari kayu Karet.

Hasil penelitian ini diharapkan untuk menambah wawasan dan memberikan informasi tentang rendemen dan sifat fisik asap cair grade 1, grade 2 dan grade 3, juga sebagai solusi bagi pemanfaatan limbah kayu Karet yang cukup melimpah dari kayu Karet yang tidak produktif lagi, sehingga akan memberikan nilai tambah pada proses pengolahan kayu Karet.

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rendemen

Rendemen merupakan salah satu parameter yang penting untuk mengetahui hasil dari suatu proses. Jumlah rendemen asap cair yang dihasilkan pada proses pirolisis sangat bergantung pada jenis bahan baku yang digunakan. Persentase rendemen yang diperoleh juga sangat bergantung pada sistim kondensasi yang dipakai. Kondisi ini sesuai dengan yang dikemukakan Tranggono et al (1996), bahwa untuk pembentukan asap cair digunakan air sebagai medium pendingin agar proses pertukaran panas dapat terjadi dengan cepat.

Pirolisis pada suhu yang terlalu tinggi dan waktu yang terlalu lama akan menyebabkan pembentukan asap cair berkurang karena suhu dalam air pendingin semakin meningkat sehingga asap yang dihasilkan tidak terkondensasi secara sempurna.

Proses kondensasi akan berlangsung optimal apabila air di dalam sistim pendingin dialiri secara kontinyu sehingga suhu dalam sistim tersebut tidak meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Demirbas (2005), bahwa asap cair hasil proses pirolisis bahan kayu dapat dihasilkan secara maksimum jika proses kondensasinya berlangsung secara sempurna.

B. Asap Cair

Asap diartikan sebagai suatu suspensi partikel-partikel padat dan cair dalam medium gas (Girard, 1992).

(17)

Sedangkan asap cair menurut (Darmadji 1997) merupakan campuran larutan dari dispersi asap kayu dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap hasil pirolisis kayu.

Dengan adanya ilmu pengetahuan dan teknologi maka kayu Karet yang tidak produktif dapat diolah menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Dengan meningkatnya produksi arangaktif yang menggunakan bahan dasar kayu Karet, pada proses pirolisis juga dihasilkan asap cair, tar dan gas-gas yang tak terembunkan. Asap cair yang merupakan hasil sampingan dari industri arang aktif tersebut mempunyai nilai ekonomi yang tinggi jika dibandingkan dengan dibuang keatmosfir. Asap cair diperoleh dari pengembunan asap hasil penguraian senyawa-senyawa organik yang terdapat dalam kayu sewaktu proses pirolisis. Berbagai jenis kayu dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan asap cair, seperti yang telah dilakukan oleh (Tranggono dkk,1996).

Dalam penelitiannya yang memanfaatkan berbagai jenis kayu di Indonesia sebagai bahan dasar pembuatan asap cair. Untuk mendapatkan asap yang baik sebaiknya menggunakan kayu keras seperti kayu bakau, kayu rasamala, serbuk dan gergajian kayu jati serta tempurung kelapa sehingga diperoleh produk asapan yang baik (Astuti, 2000).

Penggunaan asap cair terutama dikaitkan dengan sifat-sifat fungsional asap cair, diantaranya adalah sebagai antioksidan, antibakteri, antijamur, dan potensinya dalam pembentukan warna coklat pada produk. Asap cair dapat diaplikasikan pada bahan pangan karena dapat berperan dalam pengawetan bahan pangan. Cara pengawetan tradisional biasanya dilakukan dengan pengasapan. Beberapa teknik

(18)

pengasapan dapat dilakukan pada temperatur di atas 70 ºC kemudian bahan diasap langsung di atas sumber asap. Saat ini sedang dikembangkan metode pengawetan yang lain yaitu menggunakan metode pengasapan asap cair dengan mencelupkan bahan pada larutan asap atau menyemprotkan larutan asap pada bahan kemudian produk dikeringkan (Girard, 1992).

Astuti (2000) mengemukakan bahwa penggunaan asap cair lebih menguntungkan dari pada menggunakan metode pengasapan lainnya karena warna dan citarasa produk dapat dikendalikan, kemungkinan menghasilkan produk karsinogen lebih kecil, proses pengasapan dapat dilakukan dengan cepat dan bisa langsung ditambahkan pada bahan selama proses. Pengasapan diperkirakan akan tetap bertahan pada masa yang akan datang karena efek yang unik dari citarasa dan warna yang dihasilkan pada bahan pangan.

Asap cair merupakan cairan kondensat uap asap hasil pirolisis kayu yang mengandung senyawa penyusun utama asam, fenol dan karbonil sebagai hasil degradasi termal komponen selulosa, hemiselulosa dan lignin. Senyawa asam, fenol dan karbonil dalam asap cair tersebut memiliki kontribusi dalam memberikan sifat karakteristik aroma, warna dan flavor dan juga sebagai antioksidan dan antimikroba (Girrard, 1992 dalam Pranata, 2007).

Sedangkan menurut Darmadji (2006) Asap cair (bahasa Inggris: wood

vinegar, liquid smoke) merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari

uap hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya.

(19)

Cara yang paling umum digunakan untuk menghasilkan asap pada pengasapan makanan adalah dengan membakar serbuk gergaji kayu keras dalam suatu tempat yang disebut alat pembangkit asap, kemudian asap tersebut dialirkan ke rumah asap dalam sirkulasi udara dan temperatur terkontrol. Produksi asap cair merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi karena pengaruh panas, polimerisasi, dan kondensasi (Pranata, 2007). Pada umumnya kayu keras akan menghasilkan aroma yang lebih unggul, lebih kaya kandungan aromatik dan lebih banyak mengandung senyawa asam dibandingkan kayu lunak (Girard, 1992).

Menurut (Darmadji, 2000) Asap cair merupakan campuran larutan dari disperse asap kayu dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap cair hasil pirolisis. Asap cair hail pirolisis ini tergantung pada bahan dasar dan suhu pirolisis.

Produksi asap cair merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi karena pengaruh panas, polimerisasi, dan kondensasi. Pada umumnya kayu keras akan menghasilkan aroma yang lebih unggul, lebih kaya kandungan aromatic dan lebih banyak mengandung senyawa asam dibandingkan kayu lunak (Girard 1992).

C. Proses Produksi Asap Cair

Cara yang paling umum digunakan untuk menghasilkan asap pada pengasapan makanan adalah dengan membakar serbuk gergaji kayu keras dalam suatu tempat yang disebut alat pembangkit asap (Draudt, 1963).

(20)

Pembuatan asap cair menggunakan metode pirolisis yaitu peruraian dengan bantuan panas tanpa adanya oksigen atau dengan jumlah oksigen yang terbatas. Biasanya terdapat tiga produk dalam proses pirolisis yakni: gas, pyrolisis oil, dan arang, yang mana proporsinya tergantung dari metode pirolisis, karakteristik biomassa dan parameter reaksi.

Terdapat beberapa cara memanfaatkan energi yang tersimpan dalam biomassa melalui pirolisis. Pembakaran langsung adalah cara yang paling tua digunakan. Biomassa yang dibakar dapat langsung menghasilkan panas tetapi cara ini hanya mempunyai efisiensi sekitar 10%.

Kemudian asap tersebut dialirkan ke rumah asap dalam kondisi sirkulasi udara dan temperatur yang terkontrol (Sink dan Hsu, 1977).

Produksi asap cair merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi karena pengaruh panas, polimerisasi, dan kondensasi (Girard, 1992).

D. Komponen-komponen Asap Cair 1. Senyawa-senyawa Fenol

Senyawa fenol berperan sebagai antioksidan sehingga dapat

memperpanjang masa simpan produk asapan. Kandungan senyawa fenol dalam asapan sangat tergantung pada temperatur pirolisis kayu.

Menurut (Girard, 1992), kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10-200 mg/kg beberapa jenis fenol yang biasanya terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol dan siringol.

(21)

Senyawa fenol terdapat dalam asap kayu umumnya hidrokarbon aromatik yang tersusun dari cancan benzene dengan sejumlah gugus hidroksil yang terikat. Senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugus-gugus lain seperti aldehid, keton, asam dan ester (Maga, 1987).

2. Senyawa-senyawa Karbonil

Senyawa-senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarna dan citarasa produk asapan golongan senyawa ini mempunyai aroma seperti aroma caramel yang unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara lain adalah vanillin dan siringaldehida.

Senyawa karbonil (aldehid dan keton) mempunyai pengaruh utama pada warna (reaksi maillard) sedang pengaruhnya pada citarasa kurang menonjol. Warna produk asapan disebabkan adanya interaksi antara karbonil dengan gugus amino (Girard, 1992).

3. Senyawa-senyawa Asam

Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai anti bakteri dan membentuk cita rasa produk asapan. Senyawa asam ini antara lain adalah asam asetat, propionate, butiran dan valerat.

(Girard, 1992) menyatakan bahwa pembentukan berbagai senyawa HPA selama pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti temperatur porilisis, waktu dan kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta kandungan udara dalam kayu. Dikatakan juga bahwa semua proses yang menyebabkan terpisahnya pertikel-partikel besar dari asap akan menurunkan kadar benzoapirena. Proses tersebut antara lain adalah pengendapan dan penyaringan.

(22)

4. Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis

Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (HPA) dapat terbentuk pada proses pirolisis kayu. Senyawa hidrokarbon aromatic seperti benzoapirena merupakn senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen (Girard, 1992). 5. Senyawa benzo(a)pirena

Benzo(a)pirena mempunyai titik didih 310oC dan dapat menyebabkan kanker

kulit jika dioleskan langsung pada permukaan kulit akan tetapi proses yang terjadi memerlukan waktu yang lama.

E. Jenis–jenis Asap Cair

Senyawa HPA yang terbentuk adalah benzopyrene. Kandungan senyawa

benzopyrene dalam asap cair tempurung kelapa pada pembakaran dengan suhu

350 oC mencapai lebih dari 19 ppb (Maga, 1987). Senyawa ini dapat dihilangkan atau dikurangi dengan memberikan perlakuan khusus pada adap cair sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengawet makanan yang aman bagi kesehatan. Perlakuan yang dapat dilakukan adalah dengan cara pemurnian asap cair. Proses pemurnian akan menentukan jenis asap cair yang dihasilkan.

Adapun jenis asap cair yang dihasilkan menurut (Girard,J,P.1992) sebagai berikut:

1. Asap Cair Grade 3

Asap cair grade 3 merupakan asap cair yang dihasilkan dari pemurnian dengan metode destilasi. Destilasi merupakan proses pemisahan campuran dalam fasa cair berdasarkan perbedaan titik didihnya. Dalam proses ini, asap cair yang dihasilkan dari proses pirolisis yang diperkirakan masih mengandung tar dimasukkan

(23)

ke dalam tungku destilasi. Suhu pemanasan dijaga agar tetap konstan sehingga diperoleh destilat yang terbebas dari tar. Suhu proses destilasi ini adalah sekitar 150 oC, asap cair yang dihasilkan dari proses ini memiliki ciri berwarna coklat pekat dan berbau tajam. Asap cair grade 3 diorientasikan untuk pengawetan karet.

2. Asap Cair Grade 2

Asap cair grade 2 merupakan asap cair yang dihasilkan setelah melewati proses destilasi kemudian disaring dengan menggunakan zeolit. Proses penyaringan ini menyebabkan kandungan senyawa berbahaya seperti benzopyrene serta tar yang masih terdapat dalam asap cair teradsorbi oleh zeolit. Asap cair ini memiliki warna kuning kecoklatan dan diorientasikan untuk pengawetan bahan makanan mentah seperti daging, termasuk daging unggas dan ikan.

3. Asap Cair Grade 1

Asap cair grade 1 memiliki warna kuning pucat. Asap cair ini merupakan hasil dari proses destilasi dan penyaringan dengan zeolit yang kemudian dilanjutkan dengan penyaringan dengan karbon aktif. Asap cair jenis ini dapat digunakan untuk pengawetan bahan makanan siap saji seperti mie basah, bakso, tahu dan sebagai penambah cita rasa pada makanan.

F. Manfaat Asap Cair

Tranggono dkk (1997) berpendapat penggunaan berbagai jenis kayu sebagai bahan bakar pengasapan telah banyak dilaporkan. Pembuatan bandeng asap di daerah Sidoarjo, menggunakan berbagai jenis kayu sebagai bahan bakar seperti kayu bakau, serbuk gergaji kayu jati, ampas tebu dan kayu bekas kotak kemasan. Namun untuk menghasilkan asap yang baik pada waktu pembakaran

(24)

sebaiknya menggunakan jenis kayu keras seperti kayu bakau, rasa mala, serbuk dan serutan kayu jati serta tempurung kelapa, sehingga diperoleh ikan asap yang baik.

Asap cair memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan karena adanya senyawa asam, fenolat, dan karbonil. Seperti yang dilaporkan (Darmaji dkk, 2000), yang menyatakan bahwa pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol sebesar 4,13 %, karbonil 11,3 %, dan asam 10,2%.

Asap memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan telah dilakukan di sidorejo untuk bandeng asap karena adanya senyawa fenolat, asam dan karbonil (Tranggono dkk, 1997).

Asap cair memiliki banyak manfaat dan telah digunakan pada berbagai industri, antara lain :

1. Industri pangan

Asap cair ini mempunyai kegunaan yang sangat besar sebagai pemberi rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai pengawet karena sifat antimikrobia dan antioksidannya. Dengan tersedianya asap cair maka proses pengasapan tradisional dengan menggunakan asap secara langsung yang mengandung banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan, proses tidak dapat dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran, yang semuanya tersebut dapat dihindari.

(25)

2. Industri perkebunan

Asap cair dapat digunakan sebagai koagulan lateks dengan sifat fungsional asap cair seperti antijamur, antibakteri dan antioksidan tersebut dapat memperbaiki kualitas produk karet yang dihasilkan.

3. Industri kayu

Kayu yang diolesi dengan asap cair mempunyai ketahanan terhadap serangan rayap dari pada kayu yang tanpa diolesi asap cair (Darmadji, 1999).

G. Risalah Kayu Karet (Hevea Brasiliensis)

Karet merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Latin, khususnya Brasil. Karena, nama ilmiahnya Herea brasiliensis, Sebelum dipopulerkan sebagai tanaman budidaya yang dikebunkan secara besar-besaran, penduduk asli Amerika Selatan, Afrika, dan Asia sebenarnya telah memanfaatkan beberapa jenis tanaman penghasilan getah (Setiawan dan Andoko, 2005).

Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis. Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zona antara 15°LS dan 15°LU, curah hujan yang cocok tidak kurang dari 2000 mm. Optimal 2500-4000 mm/tahun. Tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah yaitu pada ketinggian 200 m dpl sampai 600 m dpl, dengan suhu 25°-30°C (Setyamidjaja, 1993).

Tanaman karet termasuk famili Euphorbiare atau tanaman getah-getahan. Dinamakan demikian karena golongan famili ini mempunyai jaringan tanaman yang banyak mengandung getah (latek) dan getah tersebut mengalir keluar apabila jaringan tanaman terlukai. Mengingat manfaat dan kegunaannya, tanaman ini digolongkan ke dalam tanaman industri (Syamsulbahri, 1996).

(26)

Menurut Muell Arg (Setyamidjaja, 1993), klasifikasi tanaman karet dibagi menjadi : Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Family : Euphorbiaceae Genus : Hevea

Spesies : Hevea brasiliensis

Perbanyakan tanaman karet dapat dilakukan secara generatif maupun vegetatif. Namun demikian cara perbanyakan yang lebih menguntungkan adalah secara vegetatif yaitu dengan okulasi tanaman.

(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dimulai pada tanggal 09 Juni 2014 dan berakhir pada 30 Juni 2014 dengan tahapan mulai dari persiapan bahan baku, penimbangan bahan baku, pelaksanaan kegiatan penelitian, analisis data dan pelaporan hasil akhir penelitian.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hasil Hutan Non Kayu dan Laboratorium Sifat-sifat Kayu dan Analisis Produk Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Jurusan Teknologi Pertanian Program Setudi Teknologi Hasil Hutan.

B. Bahan dan alat penelitian 1. Bahan a. Kayu Karet 30 Kg b. Air c. Minyak tanah d. Kayu bakar 2. Alat a. Tabung kondensasi

b. Alat tulis menulis c. Baskom

d. Alat destilasi e. Gelas ukur 1000 ml

f. Kamera digital

(28)

3. Alat pengujian sifat fisik asap cair a. Picnometer b. Aquades c. Timbangan digital d. Better gelas e. Tissue f. pH meter C. Prosedur penelitian 1. Tahap persiapan bahan

Gambar 1. Penjemuran Bahan Baku

Bahan baku dikeringkan dengan cara dihamparkan dan dijemur dibawah sinar matahari selama ± 1 minggu kemudian dilakukan penimbangan terhadap bahan baku kayu Karet sebelum pembakaran untuk mengetahui berat awal bahan baku.

(29)

2. Tahap karbonisasi dan produksi asap cair (liquid smoke)

Gambar 2. Proses Pirolisasi (Pembakaran)

Produksi ini dilakukan dengan menggunakan tungku dan dibakar secara langsung untuk menjadi asap cair, proses pembakaran pada tungku pirolisis yaitu :

a. Kayu Karet yang digunakan sebagai bahan baku dijemur terlebih dahulu selama ± 1 minggu.

b. Setelah kering kayu Karet tesebut ditimbang untuk mendapatkan berat awal bahan baku yaitu 30 kg sebelum dibakar.

c. Selanjutnya kayu Karet yang sudah dijemur dimasukan kedalam tungku/kiln dan dibakar secara langsung. Selama produksi cuka kayu berlangsung, air pendingin disirkulasikan dan dikontrol suhunya. Sekitar ± 30 menit asap cair akan mulai keluar dari kran sirkulasi sampai asap cair tidak menetes dan proses pembakaran dinyatakan selesai.

(30)

3. Destilasi asap cair

Gambar 3. Hasil Destilasi Asap Cair

Asap cair yang pertama kali keluar pada saat proses kondensasi setelah ± 8 jam adalah asap cair grade 3, asap cair ini tidak dapat digunakan untuk mengawetkan makanan sehingga harus di destilasi lagi dengan cara merebus kembali asap cair grade 3 proses perebusan berlangsung selama ± 5 jam sampai menghasilkan grade 2, lalu dari grade 2 didestilasi lagi menjadi grade 1 selama ± 4 jam. Destilasi dilakukan dengan menggunakan tungku destilasi yang dibakar menggunakan kayu api.

4. Pengujian sifat fisik asap cair Pengujian sifat fisik meliputi : a. Pengujian pH asap cair

b. Pengujian berat jenis asap cair c. Warna

(31)

D. Pengolahan Data 1. Perhitungan nilai rendemen

Untuk menghitung nilai rendemen, tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut:

a. Menimbang berat awal bahan baku (kayu karet) b. Timbang hasil asap cair

Data rendemen menurut (Anonim, 1974). dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : !"#$"%"# &'()*()

+,*() X 100%

Keterangan :

Rendemen : Rendemen (%)

Output : Minyak yang dihasilkan

Input : Bahan yang digunakan

2. Pengujian sifat fisik asap cair a. pH

pH asap cair diukur menggunakan alat yang disebut pH meter dengan cara memasukkan asap cair kedalam better glas kemudian diukur (Beran JA.1996).

b. Berat jenis

Berat jenis menurut dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : BJ = -./01 0203 405/

(32)

3. Warna

Untuk Pengujian kualitas warna hanya hanya diamati dengan kasat mata (Simon Garfield. 2000).

(33)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil 1. Rendemen Asap Cair

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa rendemen asap cair dari kayu karet dengan bahan baku awal sebanyak 30 kg diperoleh asap cair grade 3 sebanyak 17 liter apa bila dikonversikan kesatuan metrik kilogram maka hasilnya 17,765 kg, dan hasil rendemen asap cairnya sebanyak 59,217 % untuk asap cair grade 3.

Selanjutnya grade 3 di proses ditungku destilasi untuk menghasilkan asap cair grade 2 sebanyak 16 liter, dikonversikan kesatuan metrik kilogram maka hasilnya 16,528 kg dan diperoleh rendemen asap cair sebesar 55,093 %.

Setelah mendapatkan asap cair grade 2 akan didestilasi lagi untuk menghasilkan asap cair grade 1 sebanyak 16 liter, dikonversikan kesatuan metrik kilogram maka hasilnya 16,416 kg dan menghasilkan rendemen asap cair yang cukup tinggi yaitu sebesar 54,72 %.

Data rendemen asap cair grade 3, 2 dan 1 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Rendemen Asap Cair Dari Kayu Karet.

No. Keterangan

sampel Input (kg) Output (kg) Rendemen (%)

1 Grade 1 30 kg 16,416 kg 54,72 %

2 Grade 2 30 kg 16,528 kg 55,093 %

(34)

2. Sifat Fisik Asap Cair

Data sifat fisik meliputi pH, Berat Jenis dan warna dari Asap Cair grade 3, 2, dan 1 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2. Pengujian kualitas Asap cair dari kayu karet.

No Parameter Pengujian Grade 3 Grade 2 Grade 1

1 pH 3,13 3,10 2,95

2 Berat jenis 1,045 gr 1,033 gr 1,026 gr

3 Warna Coklat tua Coklat muda Coklat kekuningan

Nilai pH dari grade 3 sebesar 3,13, grade 2 sebesar 3,10, grade 1 sebesar 2,95 Jika dilihat dari hasil pengujian pHnya dapat diketahui bahwa asap cair dari kayu Karet ini bersifat Asam.

Untuk asap cair dari kayu Karet setelah dilakukan pengujian dan pengolahan data diketahui nilai berat jenis asap cairnya grade 3 sebesar 1,045 gr, grade 2 sebesar 1,033 gr, dan grade 1 sebesar 1,026 gr.

Hasil analisis warna dari asap cair yang berasal dari bahan baku kayu Karet grade 3 berwarna coklat tua, grade 2 coklat muda, dan untuk asap cair grade 1 berwarna coklat kekuningan (dapat dilihat pada gambar 4).

(35)

B. Pembahasan 1. Rendemen Asap Cair

Rendemen merupakan salah satu parameter yang penting untuk mengetahui hasil dari suatu proses. Asap cair pada penelitian ini dihasilkan melalui proses kondensasi asap yang dikeluarkan reaktor pirolisis untuk grade 3 sebanyak 17 liter (17,765 kg) dari bahan baku (kayu karet) dengan berat 30 kg, nilai rendemen asap cair adalah sebesar 59,217 %. Hasil sebesar ini didapat dari kondensasi proses pembakaran kayu Karet selama ± 8 jam, dimana tidak terdapat lagi tetesan asap cair yang keluar. Sehingga waktu ± 8 jam inilah waktu maksimal untuk proses karbonisasi yang menghasilkan asap cair dari kayu Karet.

Proses pemurnian (destilasi) berlangsung selama ± 5 jam, dimana tidak terdapat lagi tetesan asap cair yang keluar. Sehingga waktu ± 5 jam inilah waktu maksimal untuk proses destilasi asap cair untuk mendapatkan grade 2 sebanyak 16 liter (16,528), dari proses destilasi ini menghasilkan asap cair grade 2 dengan rendemen sebesar 55,093 %.

Setelah mendapatkan grade 2 kemudian di destilasi lagi untuk mendapatkan grade 1 berlangsung selama ± 4 jam, dimana tidak terdapat lagi tetesan asap cair yang keluar. Sehingga waktu ± 4 jam inilah waktu maksimal proses destilasi asap cair untuk mendapatkan grade 1 sebanyak 16 liter (16,416), dengan rendemen sebesar 54,72 %.

Jika dibandingkan dengan asap cair dari penelitian Saidin tahun 2012 dari Kayu Sepatu Afrika untuk grade 1 menghasilkan rendemen sebesar 32,46 %, dan penelitian Andi Siamto tahun 2013 dari Limbah Kernel Kelapa Sawit untuk grade 1

(36)

menghasilkan rendemen sebesar 13,32 %. Maka bisa disimpulkan bahwa rendemen dari kayu Karet lebih tinggi.

Jumlah rendemen asap cair yang dihasilkan pada proses pirolisis sangat bergantung pada jenis bahan baku, kadar air, lama pirolisa dan suhu pirolisa serta ukuran bahan baku yang dipirolisa. Persentase rendemen yang diperoleh juga sangat bergantung pada sistem kondensasi yang digunakan. Kondisi ini sesuai dengan yang dikemukakan Tranggono et al. (1996), bahwa untuk pembentukan asap cair digunakan air sebagai medium pendingin agar proses pertukaran panas dapat terjadi dengan cepat. Pirolisis pada suhu yang terlalu tinggi dan waktu yang terlalu lama akan menyebabkan pembentukan asap cair berkurang karena suhu dalam air pendingin semakin meningkat sehingga asap yang dihasilkan tidak terkondensasi secara sempurna. Proses kondensasi akan berlangsung optimal apabila air didalam sistim pendingin dialiri secara kontinyu sehingga suhu dalam sistim tersebut tidak meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Demirbas (2005), bahwa asap cair hasil pirolisis bahan kayu dapat dihasilkan secara maksimum jika proses kondensasinya berlangsung secara sempurna.

Rendemen asap cair grade 3 lebih besar dibandingkan grade 1 dan 2 karena kandungan air pada grade 3 ini lebih besar dibandingkan grade 1 dan 2 serta masih banyak mengandung senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis seperti benzo(a)pyrene dan tar. Rendemen asap cair grade 2 lebih besar dibandingkan grade 1 karena kandungan air pada grade 2 lebih besar dibanding kandungan air pada grade 1.

(37)

2. Sifat Fisik Asap Cair a. Nilai pH

Nilai pH merupakan salah satu parameter kualitas dari asap cair yang dihasilkan. Nilai pH ini menunjukkan tingkat proses penguraian komponen kayu yang terjadi untuk menghasilkan asam organik pada asap cair. Bila asap cair memiliki nilai pH yang rendah, maka kualitas asap cair yang dihasilkan tinggi karena secara keseluruhan berpengaruh terhadap nilai awet dan daya simpan produk asap maupun sifat organoleptiknya. Pengukuran pH ini dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.

Nilai keasaman (pH) asap cair grade 3 dari Kayu Karet adalah 3,13, asap cair grade 2 adalah 3,10 dan asap cair grade 1 adalah 2,95.

Jika dibandingkan nilai pH asap cair dari penelitian Saidin tahun 2012 untuk grade 3 dari kayu sepatu afrika adalah 5,5, asap cair grade 2 adalah 5,2 dan asap cair grade 1 adalah 5,1 dan penelitian Andi Siamto tahun 2013 dari limbah kernel kelapa sawit untuk grade 1 adalah 5,2.

Nilai pH asap cair setelah destilasi menjadi semakin kecil atau dengan kata lain asap cair menjadi semakin asam.

Berdasarkan pernyataan maka kualitas asap cair dari kayu Karet dapat dikatakan baik karena setelah dilakukan destilasi nilai pHnya semakin kecil. b. Berat Jenis

Berat jenis merupakan rasio antara berat suatu contoh dengan volumenya. Dalam sifat fisik asap cair, berat jenis tidak berhubungan langsung dengan tinggi rendahnya kualitas asap cair yang dihasilkan. Namun berat jenis

(38)

dapat menunjukkan banyak komponen yang ada dalam asap cair. Penentuan berat jenis asap cair dilakukan dengan menggunakan alat picnometer.

Berat jenis dari hasil penelitian ini yaitu untuk asap cair grade 3 sebesar 1,045 gr, asap cair grade 2 yaitu 1,033 gr dan asap cair grade 1 sebesar 1,026 gr.

Jika dibandingkan berat jenis asap cair dari penelitian Saidin tahun 2012 untuk grade 3 dari kayu sepatu afrika adalah 1,033 gr, berat jenis asap cair grade 2 adalah 1,030 gr dan berat jenis asap cair grade 1 adalah 1,024 gr dan penelitian Andi Siamto tahun 2013 dari limbah kernel kelapa sawit untuk berat jenis adalah 0,999 gr.

Berat jenis asap cair setelah di destilasi akan semakin kecil atau turun. Hal ini diduga bahwa tar mempengaruhi berat jenis dari asap cair sehingga pada saat asap cair di destilasi berulang-ulang, senyawa tar yang terkandung pada asap cair akan mengendap dan tidak menguap sedangkan komponen senyawa yang lain seperti fenol, karbonil dan asam akan menguap sehingga berat jenis hasil destilasi akan semakin kecil atau turun.

c. Warna dan Bau Asap Cair

Hasil analisis warna asap cair dari Kayu Karet yaitu untuk asap cair grade 3 berwarna coklat tua, asap cair grade 2 berwarna coklat muda, dan asap cair grade 1 berwarna coklat kemerahan. Warna asap cair grade 3 lebih gelap dari pada asap cair grade 1 dan 2 karena pada asap cair grade 3 masih mengandung tar sehingga warnanya lebih gelap. Setelah asap cair di destilasi berulang-ulang, warnanya cenderung terang (jernih). Hal ini diduga bahwa tar

(39)

sangat mempengaruhi warna dari asap cair sehingga pada saat proses destilasi berlangsung, kandungan tar akan mengendap pada bagian bawah alat redestilasi dan tidak menguap bersama senyawa-senyawa yang lain seperti fenol, karbonil dan asam sehingga warna asap cair hasil destilat akan semakin terang atau jernih.

(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian rendemen dan sifat fisik asap cair dapat diberikan kesimpulan sebagi berikut :

1. Bahan baku kayu Karet dengan berat 30 kg menghasilkan asap cair grade 3 sebanyak 17 liter dikonversikan kesatuan metrik kilogram maka hasilnya 17,765 kg dengan rendemen sebesar 59,217 %, sedangkan asap cair grade 2 menghasilkan 16 liter dikonversikan kesatuan metrik kilogram maka hasilnya 16,528 kg dengan rendemen sebesar 55,093 % dan grade 1 menghasilkan 16 liter dikonversikan kesatuan metrik kilogram maka hasilnya 16,416 kg dengan rendemen sebesar 54,72 %.

2. Hasil berat jenis asap cairnya grade 3 sebesar 1,045 gr, grade 2 sebesar 1,033 gr, dan grade 1 sebesar 1,026 gr.

3. Nilai pH dari grade 3 sebesar 3,13, grade 2 sebesar 3,10, grade 1 sebesar 2,95. 4. Hasil analisis warna asap cair dari bahan baku kayu karet grade 3 berwarna

coklat tua, grade 2 berwarna coklat muda, dan untuk asap cair grade 1 berwarna coklat kekuningan.

B. Saran

Peningkatan khualitas asap cair yang dihasilkan baik grade 1, 2, 3 dapat dilakukan dengan cara pemilihan bahan baku kayu karet serta efisiensi proses pembuatan asap cair.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1974. Metode dan prosedur Pemeriksaan Kimiawi Hasil Perikanan, Dirjen Perikanan Departemen Pertanian. LTP http/www.google.com.

_______. 1983. Prototype Alat Pembuatan Arang Aktif Dan Asap Cair tempurung. Badan Pemerintah Dan Pengembangan Industri, Departemen Perindustrian. _______. 2004. Spat_cam.cfm Spathodea campanulata.htm. Available Online at

http:// Spathodea campanulata.htm. diakses 24 Maret 2012.

_______. 2005. Oil-Palm Shell as the Alternative Raw Material for the Integrated

Production of Charcoal with Pyroli. Avalaible Online at http:// jurnalmapeki.

Biomaterial-lipi.org/ Oil-Palm Shell as the Alternative Raw Material for the Integrated Production of Charcoal with Pyroli/03022005.pdf. diakses 10 Maret 2012.

_______. 2013. http://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit,( jumat 13 juni 2013)

Astuti. I.P. 2000. Beberapa Jenis Anggota Suku Euphorbiaceae Koleksi Kebun

Raya Bogor yang berpotensi obat dan konservasinya. Prosiding Seminar

Perhiba “Pemanfaatan Bahan Obat Alami III”. Perhimpunan Peneliti Bahan Obat Alami. Komisariat Jakarta. 59-62 p.

Beran JA. 1996. Chemistry In The Laboratory. John Willey & Sons : Prentice Hall. Cenmark dan Ruhedi. 1976 dan Muhamammad Muisa Sufika Basri 2010.

Pengaruh Perbadaan Waktu Proses Penyulingan Terhadap Rendemen Dan beberapa Sifat fisik Minyak Atsiri Daun Mangga ( Mangifer casturi )Dengan menggunakan Metode Penyulingan Uap Air (Water and Steam Destilation).

Darmadji, P. 1996. Produksi Asap Cair dan Sifat-sifat Antimikrobia, Antioksidan

Serta Sensorisnya, Laporan Penelitian Mandiri, DPP UGM 1995/1996,

Yogyakarta.

_______, 1999. Produksi Asap Cair Limbah Padat Rempah dengan Cara Pirolisa,

Agritech 19 (1): 11-15, Yogyakarta.

_______. 2002. Optimasi Pemurnian Asap Cair dengan Metode Redestilasi. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 8(3);267-171.

_______, A. 2005. Pyrolysis of ground beech wood in irregular heating rate conditions. Journal of Analytical Applied and Pyrolysis 73:39-43.

(42)

_______, P. dan Tranggono, R. 2005. Aktifitas Antioksidan Asap Cair Kayu Karet

dan Redestilatnya Terhadap Asam Linoleat. Seminar Nasional Industri

Pangan, Yogyakarta.

_______, Purnomo dan Triyudiana. 2006. Proses Pemurnian Asap Cair dan

Simulasi Akumulasi Kadar Benzopyren pada Proses Perendaman Ikan.Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian. Vol.XXVI, No.2 Th. 2006.

Eklund. M. W., G. A. Pelroy, R. Paranspy, M. E. Peterson and F. M. Teeny. 1982.

Inhibition of Clostridium Botulinum Types A and E. Toxin Production by Liquid Smoke and NaCl in Hot – Process Smoke Flavoured Fish. J. Food Protect.

45 (10):935 – 941.

Garfield, S. 2000. Mauve: How One Man Invented a Color That Changed the World. Faber and Faber. ISBN 0-393-02005-3.

Girrard, J. P. 1992. Tecnologi of Meat and Meat Products. Ellis Horwoow, Newyork. Hamzah. 2010. Proses Pembuatan Asap Cair Dari Sekam Padi Serta

Pemanfaatannya Untuk Pengawetan Ikan Segar [Karya Ilmiah]. Politeknik

Pertanian Negeri Samarinda.

Himawati, E. 2010. Pengaruh Penambahan Asap Cair Tempurung Kelapa Destilasi

dan Redestilasi terhadap Sifat Kimia,Mikrobiologi, dan SensorisIkan Pindang Layang (Decapterus spp) Selama Penyimpanan.[Skripsi]. Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Hollenbeck, C. M. 1997. Novel Concepts in Technology and Design of Machinery

for Production and Application of Smoke in the Food Industry.In Advances in Smoking of Foods (A. Rustkowski. Ed.). Oxford. Pergamon Press.

Maga, J. A.1987. Smoke in Food Processing,CRC Press,Inc., Boca rotan,Florida. Pranata, J. 2007. Pemanfaatan Sabut dan Tempurung Kelapa serta Cangkang

Sawit untuk Pembuatan Asap Cair sebagai Pengawet Makanan Alami.

[Skripsi]. Teknik Kimia Universitas Malikussaleh. Lhoksumawe.

Saono, S., dan Sastrapradja, D. 1983. Major Agriculture Crop Residuce in

Indonesia an Their Potential as Raw Materials for Bioconversian dalam The Use of Residuce in Rural Communities. The United University, Tokyo,

Jepang.

Setiawan, D. H., dan A. Andoko. 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Jakarta : Agromedia Pustaka.

(43)

Solichin, M; N. Tedjaputra. 2004. Deorub Liquid Smoke As A New Innovation For

The Future Of Natural Rubber Industry And Other Industry.

Syamsulbahri. 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Tondok A. R. 1999. Overview of palm and coconut Oil : Past, Present nd future in

Indonesia, Proceedings of the World Conference on Palm and Coconut Oil for the 21st Century : Source, Processing, Application and Competition, AOCS press, Champaign Illionois.

Tranggono et al. 1996. Identifikasi Asap Cair dari Berbagai Jenis Kayu dan

Tempurung Kelapa. Jurnal Ilmu & Teknologi Pangan, I (2) : Yogyakarta

15-24.

Yuwanti S., Darmadji P., dan Trangggono, R. 2005. Aktifitas Antioksidan Asap

Cair Kayu Karet dan Redestilatnya Terhadap Asam Linoleat. Seminar

(44)
(45)

Gambar 5. Proses Penimbangan Bahan Baku

(46)

Gambar 7. Proses Memasukan Bahan Baku Kedalam Tungku Pirolisis

(47)

Gambar 9. Asap Cair Hasil Proses Kondensasi (grade 3)

(48)

Gambar 11. Asap Cair Grade 2

(49)

Gambar 13. Picnometer

(50)

Gambar 15. Proses Pengujian Berat Jenis

(51)

Gambar 17. Penimbangan Asap Cair Menggunakan Alat Picnometer

(52)
(53)

Gambar 20. Bagan Proses Pembuatan Asap Cair Dan Destilasi Bahan Baku

Proses karbonisasi & Kondensasi

Asap cair grade 3

Proses Destilasi

Proses Destilasi Asap cair

grade 2

Gambar

Gambar 1. Penjemuran Bahan Baku
Gambar 2. Proses Pirolisasi (Pembakaran)
Gambar 3. Hasil Destilasi Asap Cair
Tabel 1. Rendemen Asap Cair Dari Kayu Karet.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh (DSM-IV halaman 435, 300.02) ditegakkan bila terdapat kecemasan kronis yang lebih berat (berlangsung lebih dari 6 bulan; biasanya tahunan

Proses komputasi pengurutan data acak dengan metode mergesort yang dijalankan secara paralel dengan menggunakan virtual komputer dari layanan IAAS cloud dapat

bahwa atas dasar kenyataan ini muncul pertanyaan di masyarakat, di antaranya dari Badan Wakaf Indonesia (BWI), tentang bagaimana status hukum tanah yang di

Indeks seismisitas merupakan harga yang menggambarkan jumlah total even gempa bumi yang terjadi dalam waktu satu tahun dengan magnitudo lebih besar dari magnitudo

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Rata-rata tes berpikir kritis siswa telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), (2) Rata-rata berpikir kritis siswa yang menggunakan

Penerapan metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar geografi tentang sejarah pembentukan bumi pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Salem Kecamatan Salem Kabupaten

Perubahan peran dan fungsi alun-alun Kaliwungu sebagai ruang terbuka publik yang paling mendasar terjadi saat dikeluarkan kebijakan mengenai pengalihan fungsi pasar

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan pada Lampiran 10 sampai dengan Lampiran 13 dan hasil yang disajikan pada Gambar 21 menunjukkan bahwa 15 kg adalah kapasitas optimal