1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Baker dalam Dinnie (2011: xiii) kota dan kota-kota besar lainnya saat ini semakin menjadi pelaku utama antara wilayah geografis. Persaingan antara kota untuk membangun identitasnya sebagai pilihan terbaik bagi calon pengunjung, investor, bisnis, mahasiswa, tenaga kerja ahli, dan orang-orang berbakat akan mengintensifkan sebagai tempat tujuan dan berfokus pada cara untuk menyampaikan keunggulan kompetitif dan relevansi. Di era globalisasi ini, kota adalah sebagai dinamika dan penggerak kemajuan bangsa seiring dengan semakin ketatnya persaingan internasional. Banyak dari kota-kota berusaha keras untuk membedakan diri dari kota lainnya, sama halnya cara mengkomunikasikan keunikan kepada pemangku kepentingan internal dan eksternal (Lee dan De Boer, 2010).
Menurut Baker dalam Dinnie (2011: xiii) mewujudkan cita-cita untuk menjadi sebuah kota destinasi dibutuhkan konsep pembangunan perkotaan yang terus berkembang seiring berjalannya waktu. Pada awalnya fokus pembangunan perkotaan dalam bidang infrastuktur, tata ruang, keamanan, dan kebersihan. Namun, pembangunan perkotaan sekarang ini telah mencakup dimensi ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan daya tarik kota dan mendapatkan perhatian internasional. Dalam menjawab tantangan ekonomi global, sebuah kota terlibat
2 dalam kegiatan pemasaran dan branding untuk meningkatkan citra kota sehingga dapat memposisikan diri dari kota mereka di kancah internasional. Baru-baru ini, laporan dari PBB berjudul Revison of World Urbanization Prospects 2012 telah menyoroti bahwa untuk pertama kali dalam sejarah setengah dari populasi dunia atau sebanyak 6,7 miliar orang sekarang tinggal di perkotaan. Laporan ini juga memprediksi bahwa pertumbuhan masa depan populasi dunia akan terkonsentrasi di Asia dan Afrika, yang mana kota-kotanya akan mulai berkembang. Hal ini diperkuat dengan latar belakang pertumbuhan ekonomi yang pesat di banyak negara Asia. Salah satu cara dalam mengembangkan perkotaan adalah melalui city branding.
Indonesia sedang mengikuti trend dunia dengan mengikuti beberapa negara hingga kota di berbagai belahan dunia melakukan branding untuk meneguhkan identitasnya sekaligus dipakai sebagai sarana promosi. Sebut saja misalnya Malaysia dengan “The Truly Asia,” Brisbane dengan “City of Sun Sunday,” Singapura dengan “Uniquely Singapore,” Kuala Lumpur “City of the Future,” New York dengan “I Love NY” dan Amsterdam dengan “I amsterdam.” Branding yang disebutkan sebelumnya tergolong berhasil mendapatkan persepsi positif akan brand awareness dan citra merek, namun ada pula branding negara atau kota yang tidak berhasil seperti Rochester dan Berlin (Pfefferkorn, 2005).
Sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 21 Tahun 1999 sebagaimana telah direvisi dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yang mana publik lebih mengenal dengan sebutan Otonomi Daerah
3 (Otda), ada sejumlah fenomena yang menarik yang dilakukan oleh masing-masing daerah. Sebelumnya pemerintahan lebih bersifat sentralistik, tetapi dengan adanya undang-undang tersebut pemerintahan lebih desentralistik. Daerah-daerah yaitu seperti kabupaten/kota dan propinsi diberi wewenang secara otonomi untuk mengelola daerahnya dalam beberapa bidang pemerintahan. Salah satu wujudnya beberapa kepala daerah mulai menawarkan potensi daerah sebagai upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan secara lebih luas diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat. Potensi daerah merupakan produk dan jasa dari sebuah kota, layaknya sebuah perusahaan.
Sebagaimana definisi merek menurut UU Merk No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembedaan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Definisi ini memiliki kesamaan dengan derfinisi versi American Marketing Associationn (AMA), ”A brand is a name is ”name, term, sign, symbol, or design, or a combination of them, intended to identify the goods and service of one seller or group of seller ang to differentiate them from those of competition.” Definisi AMA tentang kemampuan perusahaan memilih nama, logo, simbol, paket desain atau atribut lain yang dapat mengidentifikasi produk sehingga membedakan produk tersebut dari pesaingnya (Kotler dan Keller, 2012: 263). Berdasarkan kedua definisi tersebut, secara teknis apabila pengelola daerah membuat nama, logo atau kombinasi dari hal-hal tersebut untuk mengidentifikasi potensi
4 daerahnya berarti pengelola daerah telah menciptakan sebuah merek atau melakukan branding terhadap daerahnya.
Salah satu inti dari otonomi daerah adalah bagaimana memasarkan potensi daerah sehingga dapat memajukan daerahnya. Daerah atau kota di Indonesia sendiri, mulai menciptakan nation branding dan city branding dikarenakan beberapa alasan seperti, memiliki keanekaragaman yang bervariasi di setiap daerahnya, adanya potensi daerah yang perlu diangkat, pengaruh otonomi daerah, dan keinginan tiap daerah bukan sekedar sebagai sebuah tempat melainkan sebagai sebuah tempat tujuan. Kota seperti Jogja “Jogja Never Ending Asia,” Jakarta “Enjoy Jakarta,” dan Surabaya “Sparkling Surabaya.” Beberapa daerah di Indonesia juga ikut menyusul melakukan branding seperti Solo “The Spirit of Java,” Semarang “The Beauty of Asia,” dan propinsi Jawa Tengah hadir dengan “Passion Strength Heritage.”
Kota Manado adalah sebuah kota di Provinsi Sulawesi Utara yang merupakan ibukota provinsi dan memiliki potensi daerah seperti wisata alam, wisata sejarah, dan masih banyak potensi daerah lainnya juga sedang mengupayakan perumusan city branding. Sejak tahun 2008, Manado menjadi tuan rumah event internasional seperti World Ocean Conference (WOC), CTI Summit, dan Sail Bunaken. Event internasional yang diadakan di Kota Manado terus berlangsung dan sebagian besar mengusung tema tentang pariwisata laut. Pemerintah Kota Manado dalam upaya mengembangkan daerahnya melalui visi kota yang merupakan pernyataan gambaran yang ingin dicapai dan merujuk pada
5 kerangka kerja dari pengembangan program-program kerja. Pada saat kepeminpinan walikota Jimmy Rimba Rogi mulai tahun 2005, beliau mengusung visi “Manado Kota Pariwisata Dunia 2010.” Serangkaian program kerja dalam menopang visi tersebut dilakukan. Dan akhir tahun 2010, Kota Manado mengadakan pemilihan walikota dan wakil walikota baru. Kepemimpinan walikota terpilih, G. S. V. Lumentut, mengusung visi “Manado Kota Model Ekowisata.” Kedua visi ini dibuat berdasarkan keunggulan daerah yang ditonjolkan yakni potensi pariwisata. Potensi daerah kota Manado beragam mulai dari perekonomian daerah yang memiliki akselerasi kegiatan pembangunan ekonomi yang positif, infrastruktur penunjang yang memadai, iklim investasi yang ramah, dan sumber daya manusia yang baik digambarkan lewat membaiknya angka-angka pendidikan dan ketenagakerjaan, seperti yang dikutip dari RPJMD Kota Manado 2010-2015 (2010).
Kota Manado belum memilki kapasitas pengungkit yang cukup dalam mengidentifikasi peluang dan memasarkan potensi daerahnya. Sementara itu, potensi daerah yang dimiliki seperti sumber daya alam, sumber daya manusia, kekuatan budaya, dan infrasturktur yang ada dapat diandalkan dan dikembangkan ke level yang lebih baik dan dapat dipasarkan ke stakeholder domestik maupun internasional seperti investor ataupun wisatawan. Untuk menarik para stakeholder sehingga dibutuhkan strategi marketing seperti city branding. Kota Manado sedang berupaya merumuskan strategi dalam menentukan city branding yang tepat.
6 Menurut Kotler et al (1993: 94) pemilihan visi daerah sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang terkandung dalam masyarakat dan apa yang diusung oleh pemerintah. Dan pemerintah kota Manado memiliki visi “Manado Kota Model Ekowisata”, sehingga visi ini perlu dicapai dan brand kota Manado perlu diasosiasikan dengan komunikasi dan pemasaran terkait.
Konsep lain yang harus diperhitungkan dalam membentuk city branding menurut Levit dalam Couzmiuc (2011) adalah ekuitas merek, dimana merek menjadi lebih dari sekedar produk atau jasa yang dijual memenuhi kebutuhan konsumen yang sesungguhnya atau yang dirasakan konsumen. City Branding bukan hanya sebuah citra atau gambar yang diproyeksikan dengan indera manuasia, namun juga kepribadian yang menyebabkan respon dalam pikiran konsumen dan stakeholder lainnya. Tujuan utama dari city branding adalah untuk mendapatkan persepsi yang positif di dalam benak konsumen dalam rangka untuk memperoleh sebuah keunggulan kompetitif. Dalam perumusan city branding, brand personality dimulai dari pelanggan (costomer oriented), dimana produsen memproduksi produk yang dapat memenuhi keinginan, kebutuhan dan perilaku konsumen. Hubungan antara produsen produk atau jasa dengan konsumen menjadi satu rantai yang kuat. Karena ada begitu banyak aspek brand personality yang dipertimbangkan dalam perumusan city branding, sehinga situasi ini cenderung kompleks dan membuat brand dilupakan jika tidak diasosiasikan dengan strategi pemasaran yang terintegrasi. Masih menurut Levit dalam Cozmiuc (2011), ada beberapa nilai-nilai yang merepresentasikan city branding yang sama
7 kuatnya dengan membangun brand personality adalah seperti memiliki nilai fungsionalitas, nilai tambah dan integrasi dari seluruh elemen dari kota tersebut. Berikut penjelasannya:
1) Nilai fungsionalitas, merupakan fungsi yang ditawarkan oleh sebuah produk yang membedakan antara membeli brand satu dengan brand lainnya. Demikian juga sebuah kota sebagai suatu produk, dimana sebuah kota harus berfungsi sebagai tujuan untuk pekerjaan, industri, tempat tinggal, transportasi umum dan atraksi rekreasi, sehingga dapat membedakan antara nilai fungsi yang ditawarkan satu kota dengan kota lainnya.
2) Nilai tambah, sebuah brand yang baik tidak hanya menjanjikan keuntungan fungsional tetapi juga memiliki nilai tambah. Brand yang kuat harus memiliki nilai tambah di benak konsumen. Nilai fungsionalitas dan nilai tambah dapat membangun kepercayaan dan loyalitas dengan konsumen yang merupakan kunci dari membangun brand. Nilai tambah cenderung terkait dengan alam bawah sadar dan emosi seseorang.
Apa saja faktor-faktor yang terkandung dalam sebuah nilai tambah?
Menurut Levit dalam Cozmiuc (2011), nilai tambah dapat mengambil banyak bentuk, banyak dari nilai tambah non-fungsional dan emosional dan bukan sebagai diukur seperti yang fungsional. Di bawah ini diuraikan empat nilai tambah yang harus dimiliki sebuah brand untuk menjadi sukses:
8 (1) Pengalaman orang ketika berada di kota.
Pengalaman akan sebuah kota yang pernah dikunjungi seseorang, merupakan suatu bentuk pemasaran yang kuat seperti word-of-mouth akan pengalaman yang baik bisa menarik wisatawan luar untuk berkunjung, tetapi pengalaman yang buruk dapat berakibat sebaliknya. (2) Persepsi. Bagaimana anggapan dari orang-orang tentang sebuah kota? Persepsi merupakan komponen penting dari branding sebuah kota.
Ketika seseorang memikirkan tentang sebuah kota, maka asosiasi akan sebuah kota akan muncul.
(3) Kepercayaan atau keyakinan. Apakah kota tersebut melambangkan sesuatu?
Kepercayaan atau keyakinan dapat terbentuk melalui nilai religius, industri, teknologi dan budaya yang terkandung di dalam sebuah kota. (4) Tampilan. Bagaimana gambaran atau tampilan kota tersebut?
Tampilan merupakan aspek yang penting akan bagaimana kota disajikan ke konsumen luar daerah. Misalnya sebuah kota memiliki karakteristik yang unik di bidang pariwisata laut, sehingga yang menjadi klasifikasi kota tersebut adalah wisata laut.
Masyarakat harus terlibat dalam proses co-creation city branding mereka dalam rangka membangun sebuah identitas yang kredibel, menarik dan berkelanjutan dalam benak para stakeholder yang dilayaninya (Dinnie, 2011: 14). Kota tergantung pada penghuni atau masyarakat untuk kegiatan ekonomi, sosial,
9 budaya, dan lingkungan. Penduduk atau penghuni adalah sumber penghidupan komunitas dan mereka harus dilibatkan dalam menentukan arah ekonomi, sosial, dan lingkungan jangka panjang dari kota. Mengartikulasikan sebuah visi bersama untuk masa depan kota adalah titik awal untuk menyusun strategi city branding. Namun, pemerintah kota sering menjadi terpaku dengan aspek visual dari proses branding, seperti logo dan slogan, karena ini dianggap paling mudah untuk dibuat dan dikontrol. Akibatnya, kota menghabiskan banyak waktu, uang dan usaha dalam transmisi kampanye satu dimensi, didasarkan pada frase tertentu dan logo yang tidak dianggap kredibel, mudah diingat, khas atau berkelanjutan, baik oleh penduduk atau khalayak eksternal. Melalui keterlibatan masyarakat dan agensi pemasaran formal kota, dapat berkolaborasi untuk menangkap identitas kota dan menyaring segala informasi untuk menghasilkan esensi dari merek (Dinnie, 2011: 12).
Manado merupakan salah satu kota di Indonesia yang sedang berkembang dengan keragaman potensi daerah yang ada. Salah satu alat untuk memperkenalkan keragaman potensi daerah kepada masyarakat luar adalah dengan strategi pemasaran yakni city branding. Hal ini sejalan dengan pernyataan Baker (2012: 13) bahwa, kota-kota kecil di dunia mengakui bahwa place branding secara langsung memberikan kontribusi untuk peningkatan efektivitas dan efisiensi dalam bagaimana kota bersaing dan menampilkan diri. Dan di kota Manado belum memiliki brand kota yang dapat mengangkat keunikan daerah. Untuk itu, penulis merasa penelitian ini perlu dilakukan dalam mengetahui salah
10 satu aspek city branding mengenai bagaimana persepsi masyarakat tentang kota Manado. Menurut Baker (2012: 13) banyak kota yang sukses dengan strategi branding ini namun ada juga yang gagal, sehingga perlu ketelitian dari strategi pemasaran untuk menghindarinya. Kota Manado memerlukan brand yang tepat agar mendapatkan citra kota yang positif bagi masyarakat luar.
Penelitian tentang city branding semakin berkembang diantara akademisi diikuti dengan implementasinya, seperti yang dikemukakan oleh Lee dan De Boer (2010). Hal ini yang menjadi alasan penulis untuk meneliti salah satu aspek dari city branding yakni persepsi masyarakat akan kota Manado, karena disadari oleh penulis betapa pentingnya peranan masyarakat dalam sebuah kota yang berinteraksi langsung dengan pengunjung dari luar sebagai agen pariwisata kota. Pandangan masyarakat akan kota Manado merupakan hal yang pokok karena diperlukan umtuk membangun identitas yang kredibel dalam menciptakan city branding yang tepat. Penelitian tentang persepsi yang terkait dengan city branding ini belum pernah dilakukan sebelumnya, sehingga penelitian ini masih bersifat konstruk atau membangun dan memerlukan metode penelitian kualitatif.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, diketahui adanya peningkatan persaingan antar kota-kota di seluruh belahan dunia. Setiap kota berupaya untuk mengangkat potensinya sehingga dapat membedakan antara satu kota dengan kota lainnya. Hal ini dilakukan untuk menarik perhatian investor, turis bahkan warga baik
11 pendatang maupun tetap. Upaya kota untuk menjadi brand yang baik, harus memiliki karakteristik yang khas sehingga dapat diidentifikasi dengan mudah. Hal ini dapat diwujudkan dengan memadukan nilai-nilai dari sebuah kota seperti nilai fungsional dan kualitas non-fungsional termasuk penampilan kota, pengalaman orang tentang kota, keyakinan masyarakat yang ada pada kota, dan persepsi masyarakat akan kota tersebut. Kota Manado memiliki beragam potensi yang perlu diangkat dan dipromosikan, sehingga membutuhkan strategi pemasaran dalam hal ini adalah branding the city. Dalam merumuskan city branding dari kota Manado, perlu diketahui salah satu faktor penting yakni persepsi masyarakat terhadap kota Manado itu sendiri. Dari persepsi masyarakat ini juga dapat diketahui apakah visi kota yang diusung oleh kedua pemimpin daerah periode saat ini “Manado Kota Model Ekowisata” dan sebelumnya “Manado Kota Pariwisata Dunia 2010” yang bertemakan pariwisata, dapat mewakili apa yang sebenarnya dipikirkan oleh masyarakat dan dapat menjadi acuan dalam perumusan city branding.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas hingga muncul pertanyaan penelitian: Bagaimana persepsi masyarakat kota Manado tentang kota Manado dalam rangka perumusan city branding yang akan dilakukan oleh pemerintah?
12 1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Untuk mengidentifikasi persepsi masyarakat kota Manado tentang kota Manado dalam rangka perumusan city branding yang akan dilakukan oleh pemerintah.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memperdalam kajian teori dari pengembangan daerah yang di dalamnya terkait dengan persepsi masyarakat akan sebuah kota. Dari penelitian ini juga, penulis harapkan pemerintah kota Manado memperoleh informasi akan persepsi masyarakat kota Manado dalam perumusan city branding, dan bagi pelaku bisnis lainnya yang ingin melakukan kegiatan bisnis di kota Manado.
1.6 Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini, ada beberapa lingkup penelitian yang dibuat agar penelitian lebih terfokus dan tidak menyimpang dari masalah yang hendak diteliti, seperti:
1) Fokus pada persepsi masyarakat terhadap kota Manado.
2) Penelitian berupa wawancara mendalam kepada masyarakat kota Manado, seperti tokoh-tokoh masyarakat, pelaku bisnis, pemerintah, akademisi, orang media (pers) dan beberapa masyarakat umum lainnya.
13 3) Subjek penelitian ini adalah masyarakat kota Manado, dan objek dalam
penelitian ini adalah kota Manado.
1.7 Sistematika Penulisan
Tesis ini terdiri dari lima bab, yang terdiri dari pendahuluan, tinjauan literatur, metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, serta simpulan dan saran penelitian. Bab I membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, lingkup penelitian serta sistematika penulisan.
Bab II membahas mengenai teori-teori yang berkaitan dengan branding, city branding, pemasaran tempat (place marketing), place branding dan persepsi. Selain itu, penulis pun memasukkan beberapa jurnal yang relevan dengan penelitian ini.
Bab III menjelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Bab ini berisi penjelasan mengenai jenis dan pendekatan penelitian, data dan sampel, tahap-tahap penelitian, proseur penelitian hingga metode analisis data.
Pada Bab IV penulis menguraikan proses penelitian, karakteristik informan penelitian, serta memaparkan berbagai temuan penelitian dan memberikan analisis. Selanjutnya pada Bab V berisi simpulan dari hasil penelitian dan saran.