• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSERVASI EK-SITU JENIS AMORPHOPHALLUS SPP. DI KEBUN RAYA LIWA, KAB. LAMPUNG BARAT, PROPINSI LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSERVASI EK-SITU JENIS AMORPHOPHALLUS SPP. DI KEBUN RAYA LIWA, KAB. LAMPUNG BARAT, PROPINSI LAMPUNG"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KONSERVASI EK-SITU JENIS AMORPHOPHALLUS SPP. DI KEBUN RAYA LIWA,

KAB. LAMPUNG BARAT, PROPINSI LAMPUNG

Esti Munawaroh dan Yuzammi

Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor Jl. Ir. H. Juanda No. 13 Bogor

munawaroh.esti@yahoo.com

ABSTRAK

Marga Amorphophallus termasuk kedalam suku Araceae yang penyebarannya terdapat di seluruh pulau di Indonesia. Jenis-jenis Amorphophallus terbanyak ditemukan di Pulau Sumatera. Beberapa anggota dari marga ini jumlah populasinya terus mengalami penurunan di alam seperti Amorphophallus titanum dan A. gigas yang apabila tidak ada usaha pelestarian yang cukup berarti, maka akan segera punah dalam waktu singkat. Kebun Raya Liwa telah melakukan eksplorasi untuk mendapatkan jenis-jenis Amorphophallus dengan menggunakan metode jelajah di tiga kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (Resort Balik Bukit, Resort Sukaraja Atas dan Resort Pugung Tampak) untuk dikonservasi secara eks situ. Hasil eksplorasi dan penelitian jenis-jenis Amorphophallus mendapatkan sebanyak 5 nomor dan 20 spesimen. lima nomor telah diidentifikasi sampai tingkat jenis (Amorphophallus asper, Amorphophallus gigas, Amorphophallusmuelleri, Amorphophallus paeoniifolius dan Amorphophallus titanum)

Kata kunci: Amorphophallus, Konservasi eks situ, Kebun Raya Liwa

ABSTRACT

The genus Amorphophallus belongs to the Araceae family. It is distributed throughout Indonesian Archipelago. Sumatera is the largest distribution of the member of the Amorphophallus. Degradation of population occurs on several species Amorphophallus such as A. titanum and A. gigas which may leads to extinction if there is no effort in sustainability. Liwa Botanic Gardens have conducted flora expeditions in term of to collect Amorphophallus species. An explore method was applied in three resort of Bukit Barisan Selatan National Park (Bukit Balik Resort, Sukaraja Atas Resort and Pugung Tampak Resort). The result found that there are 5 numbers and 20 specimens of Amorphophallus have been found of which five numbers have identified i.e. A. asper, A. gigas, A. muelleri, A. paeoniifolius and A. titanum.

Keywords: Amorphophallus, Ex situ Conservation, Liwa Botanic Gardens

PENDAHULUAN

Seperti kita ketahui bahwa Indonesia merupakan kawasan yang mempunyai potensi luas sebagai lahan studi biologi, karena kawasan ini memiliki kekayaan yang besar tentang keanekaragaman hayati. Selain itu kawasan ini juga mengalami tekanan yang kuat dan terus menerus terhadap kekayaan jenis tumbuhan khususnya keanekaragamannya. Oleh karena itu sangat mendesak untuk dilakukan pengungkapan, inventarisasi, karakterisasi dan dokumentasi tentang pemanfaatan dan pengelolaan, misalnya dari jenis Amorphophallus spp. sebelum pengetahuan tersebut musnah, terutama yang memiliki peran sosial dan ekonomi bagi masyarakat.

Marga Amorphophallus merupakan anggota dari famili Araceae (talas-talasan), yang penyebarannya meliputi Afrika Barat, daerah subtropikal Himalaya bagian timur sampai ke daerah tropikal dan subtropikal Asia ke daerah tropikal Pasifik bagian barat dan timur laut Australia (Sedayu et al., 2010; Boyce et al., 2012). Marga ini memiliki sekitar 200 jenis, dimana sekitar 25 jenis ditemukan di Indonesia dan sekitar 17 jenis diantaranya

merupakan jenis-jenis yang endemik (Yuzammi et al., 2104).

Beberapa dari jenis-jenis Amorphophallus merupakan tumbuhan langka Indonesia, yaitu tumbuhan asli Indonesia yang takson atau populasi taksonnya cenderung berkurang, baik dalam jumlah individu, populasi maupun keanekaragaman genetisnya, sehingga jika tidak ada usaha pelestarian yang cukup berarti, maka akan segera punah dalam waktu singkat. Jenis-jenis langka dan juga endemik tersebut diantaranya adalah A. titanum dan A. gigas yang terdapat hanya di Pulau Sumatera.

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) merupakan perwakilan dari rangkaian pegunungan Bukit Barisan di Sumatera, dengan tipe vegetasi terdiri atas hutan mangrove, hutan pantai, hutan pamah tropika sampai pegunungan. Taman nasional ini membentang dari Propinsi Bengkulu di sebelah utara, mengikuti punggung pegunungan Bukit Barisan meluas ke selatan, sampai Tanjung Cina-Belimbing di ujung selatan propinsi

(2)

Lampung. Berdasarkan pembagian wilayah administrasi pemerintahan, sekitar 70% wilayah TNBBS termasuk dalam Kabupaten Tanggamus dan Lampung Barat, Propinsi Lampung dan 23% masuk dalam wilayah Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu (Dephut, 2011)

Secara umum keragaman floristik di kawasan TNBBS telah teridentifikasi paling sedikit 514 jenis pohon, tumbuhan bawah sekitar 98 jenis. Famili yang teridentifikasi antara lain Dipterocarpaceae, Lauraceae, Myrtaceae, Fagaceae, Annonaceae, Rosaceae, Zingiberaceae. Untuk famili Orchidaceae telah ditemukan sekitar 126 jenis anggrek, famili Arecaceae ditemukan sebanyak 26 jenis rotan, dan yang lainnya adalah sekitar 24 jenis tumbuhan liana dan 15 jenis bambu. Untuk tanaman obat telah teridentifikasi sebanyak 124 jenis yang tersebar di kawasan TNBBS. Tumbuhan lain yang menjadi ciri khas taman nasional ini adalah anggrek raksasa/tebu (Grammatophylum speciosum). Taman nasional ini juga merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan endemik dilindungi dan langka, yaitu bunga Rafflesia (Rafflesia spp.) dan 2 jenis bunga bangkai yaitu Amorphophallus titanum dan A. gigas (Dephut, 2011).

Laju deforestasi dan degradasi hutan yang terjadi di TNBBS dan hutan-hutan lainnya di Kabupaten Lampung Barat dirasakan sudah sangat tinggi yang membahayakan kelestarian sumberdaya hutan dan membahayakan kepada perubahan iklim global. Salah satu penyebab kehilangan sumberdaya hutan tersebut adalah perambahan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan yang tidak bertanggung jawab, praktik illegal logging (pembalakan liar). Salah satu cara penyelamatan kekayaan hayati Indonesia adalah dengan mengkonservasikannya secara eks situ atau menanam diluar habitat aslinya, misalnya berbentuk kebun raya.

Hal ini sejalan dengan Pusat Konservasi Tumbuhan - Kebun Raya, LIPI (PKT-KR LIPI) yang mempunyai misi untuk melestarikan, mendayagunakan dan mengembangkan potensi tumbuhan melalui kegiatan konservasi dan penelitian. Dalam melakukan kegiatan konservasi dan penelitian, PKT-KR LIPI telah melakukan eksplorasi di kawasan TNBBS, karena kawasan tersebut kaya akan keanekaragaman hayati dan bersifat unik secara ilmiah tetapi belum banyak terungkap kekayaan dan potensinya. Disamping itu PKT-KR LIPI juga mengembangkan pembangunan kebun raya-kebun raya di seluruh provinsi Indonesia, dalam upaya menyelamatkan keanekaragaman hayati Indonesia. Salah satunya adalah Kebun Raya Liwa yang berada di Provinsi Lampung. Hasil-hasil eksplorasi yang dilakukan di kawasan hutan TNBBS tersebut selanjutnya akan menjadi bagian dari koleksi Kebun Raya Liwa.

Kebun Raya Liwa, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung, adalah salah satu dari empat Kebun Raya Daerah yang dibangun di daratan pulau Sumatera. Kebun Raya Liwa terletak di pusat Kota Liwa tepatnya di Desa Kubu Perahu, Kecamatan Balik Bukit, Kota liwa, kabupaten Lampung Barat. Berada di Punggung Pegunungan Bukit Barisan Selatan yang membuat berhawa sejuk dan juga dikaruniai panorama yang indah.

Kabupaten Lampung Barat telah dicanangkan sebagai Kabupaten “Konservasi” mengingat 76,28% luas wilayahnya adalah kawasan hutan, seperti Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dan hutan lindung sekelilingnya. Oleh karena itu pembangunan Kebun Raya Liwa dipandang sangat mendukung kelengkapan Kota Liwa sebagai ibu kota Kabupaten Konservasi, terutama dalam hal penyediaan ruang terbuka hijau di perkotaan untuk keperluan konservasi, penelitian, pendidikan serta ekowisata.

Kebun Raya Liwa terletak di tengah Kota Liwa, Ibukota Kabupaten Lampung Barat dengan ketinggian 890 – 950 m dpl. Sesuai dengan kekhasannya, kebun raya ini dirancang sebagai tempat konservasi eks situ dan pengembangan tanaman hias Indonesia, mewakili keanekaragaman tumbuhan TNBBS.

Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui penyebaran suatu tumbuhan, mengumpulkan koleksi hidup untuk dikonservasikan secara ex-situ di Kebun Raya Liwa dan dikembangkan serta diteliti lebih lanjut sebagai spesimen hidup yang berguna bagi perkembangan

ilmu pengetahuan. Dalam mencari koleksi

tumbuhan hidup, akan dilengkapi dengan spesimen herbarium, dan data pendukung lainnya.

METODE PENELITIAN

Lokasi kegiatan eksplorasi dan penelitian adalah di kawasan Resort Balik Bukit, Resort Sukaraja Atas dan Resort Pugung tampak Taman Nasional Bukit arisan Selatan dan Kebun Raya Liwa, Provinsi Lampung, pada tahun 2011 sampai dengan 2014.

Pengoleksian: Metode yang digunakan adalah metode eksplorasi (survei) yaitu melakukan penjelajahan kawasan ke berbagai arah dengan melakukan koleksi Amorphophallus spp. Setiap jenis yang dikoleksi kemudian diberi label gantung, dicatat lokasi, tinggi tempat dari permukaan air laut dengan bantuan GPS dan di catat garis lintang (Latitude), garis bujur (Longitude), kelembaban udara disekitar tumbuhan tersebut, suhu udara disiang hari, pH tanah dan kelembaban tanah. Pengoleksian material hidup berupa anakan dan biji. Teknik mengoleksi mengacu pada protokol koleksi hidup dari Kebun Raya Bogor.

Dokumentasi, meliputi pencatatan data setiap jenis koleksi dan selanjutnya dimasukkan ke dalam paspor

(3)

data sheet. Data yang dicatat meliputi: diskripsi jenis yang berasosiasi dengan tumbuhan terkoleksi. Setiap jenis koleksi direkam atau difoto sebagai bukti penemuan jenis dan untuk keperluan dokumentasi setiap koleksi tumbuhan.

Pemeliharaan di lapang terhadap material tanaman berupa umbi adalah sebagai berikut: setelah sampai di kemah peristirahatan, batang dipotong dari umbinya. Umbi Amorphophallus dibungkus tisu atau koran kemudian dibungkus plastik dengan rapat.

Pembuatan Herbarium: Pembuatan specimen herbarium mengikuti cara yang dikemukaan oleh (Rugayah et al., 2004). Pembuatan herbarium yang baik bila materialnya lengkap meliputi daun, bunga dan buah

Identifikasi tumbuhan: Mengidentifikasi koleksi tumbuhan hasil eksplorasi yang masih belum diketehui jenisnya di laboratorium herbarium tanaman.

Aklimatisasi: Aklimatisasi hasil eksplorasi berupa koleksi anakan dan biji di tumbuh kembangkan di pembibitan, yang nantinya akan ditanam menjadi koleksi, sebagai bukti nyata konservasi secara eks situ di Kebun Raya Liwa.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kawasan resort Kubu Perahu

Kubu Perahu terletak di bagian tengah sebelah timur TNBBS, 5 Km sebelah barat Kota Liwa, Lampung Barat. Kawasan ini dapat dicapai dengan rute Bandar Lampung–Kotabumi–Bukit Kemuning–Liwa, sepanjang ± 218 km yang ditempuh dengan kendaraan roda empat selama ± 6 jam. Kawasan ini termasuk dalam wilayah enclave Kubu Perahu, Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat.

Kawasan Kubu Perahu bertipe ekosistem hutan hujan pegunungan tengah yang relatif masih asli, merupakan habitat penting bagi berbagai jenis anggrek alam dan berbagai jenis tumbuhan lainnya. Di Kubu Perahu juga terdapat dua buah air terjun, masing-masing air terjun bernama: Sepapa Kanan (ketinggian air terjun 20 m) dan Sepapa Kiri (ketinggian air terjun 60 m). Di kawasan ini dapat dinikmati hawa sejuk dan segar, dengan pemandangan yang indah.

Dari kawasan Resort Kubu Perahu telah ditemukan 3 jenis Amorphophallus, dengan 6 umbi yaitu Amorphophallus titanum, A. muelleri dan A. gigas. Jenis-jenis Amorphophallus ini ditemukan pada ketinggian antara 500–650 m dpl., suhu 27–28⁰C dan kelembaban suhu 80–88%.

Kawasan Resort Sukaraja Atas

Kawasan Resort Sukaraja Atas terletak di bagian timur TNBBS. Untuk mencapai lokasi ini dapat ditempuh dengan rute Bandar Lampung–Kotaagung–Wonosobo–

Sukaraja Atas sepanjang ± 129 km. Waktu tempuh sekitar ± 3 jam dengan menggunakan kendaraan roda empat. Secara administrasi pemerintahan kawasan ini termasuk Kabupaten Lampung Barat (perbatasan antara Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Tanggamus).

Kawasan Sukaraja Atas merupakan bagian hulu Sungai Pemerihan, bertipe ekosistem hutan hujan. Kawasan ini relatif berbukit dan relatif masih asli dan merupakan habitat penting bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga yang unik dan langka. Dari Sukaraja Atas (± 546 m dpl) dapat dinikmati hawa sejuk dan segar, pemandangan indah ke Teluk Semangka.

Dari kawasan Resort Sukaraja Atas telah ditemukan 3 jenis Amorphophallus, dengan 6 umbi yaitu A. gigas, A. muelleri dan A.s asper. Ketiga jenis tersebut ditemukan pada ketinggian antara 600–650m dpl., suhu 27–30⁰ dan kelembaban suhu 80–88%.

Kawasan Pugung Tampak

Terletak di bagian utara sebelah barat TNBBS, termasuk dalam wilayah Kabupaten Pesisir Barat. Kawasan ini dapat dicapai melalui rute Bandar Lampung– Kotaagung–Krui–Pugung Tampak, sepanjang ± 334 Km selama ± 7 jam, atau lewat rute Bandar Lampung – Kotabumi –- Bukit Kemuning – Liwa – Krui – Pugung Tampak. Kawasan ini bertipe ekosistem hutan pantai hingga hutan hujan dataran rendah yang relatif masih asli. Dari kawasan Pugung Tampak telah ditemukan 4 jenis Amorphophallus, dengan 8 umbi yaitu Amorphophallus titanum, Amorphophallus gigas, Amorphophallus paeoniifolius dan Amorphophallus sp. Ketiga jenis tersebut berada pada ketinggian antara 500– 650 m dpl., suhu 27–30⁰ dan kelembaban suhu 78–80%.

Hasil eksplorasi dan lokasi eksplorasi jenis-jenis Amorphophallus dari tiga kawasan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang telah di konservasi secara eks situ di Kebun Raya Liwa, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung, dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 1.

Tabel 1. Jenis Amorphophallus spp. yang telah

diidentifikasi dari kawasan TNBBS, Prop Lampung

No. or/&noKolekt mor

Hasil Identifi kasi

Koordinat Latitut dan

longitut Suhu/ kelem-baban Ketinggi-an (m.dpl) Jml tnm Balik Bukit Sukaraj a Atas Pugung tampak 1. EMP 738 Amorp hophall us titanum S. 05⁰.30’,42 ,2” E.104⁰.26’ 08,5” - - 28⁰C /88% 609 1 S. 05⁰.30’,43 ,0” E.104⁰.26’ 02,2” - - 28⁰C /85% 596 1

(4)

No. Kolek-tor/& nomor Hasil Identifi kasi Koordinat Latitut

dan longitut Suhu/

kelemba-ban Keting-gian (m.dpl) Jml tnm Balik Bukit Sukaraj a Atas Pugung tampak 2. BAP 012 Amorp hophall us gigas S. 05⁰.30’, 34,0” E.104⁰.2 5’56,0” - - 27⁰C/8 8% 650 1 BAP 047 Amorp hophall us gigas S. 05⁰.30’, 34,0” E.104⁰.2 5’56,0” - - 28⁰C/8 5% 583 2 S. 05⁰.29’, 34,9” E.104⁰.2 4’56,8” - - 28⁰C/8 0% 550 1 EMP 807 Amorp hophall us gigas - S. 05⁰.30’, 42,2” E.104⁰.2 6’08.5” - 30⁰C/7 8% 622 1 S. 05⁰.30’, 20,9” E.104⁰.2 5’50.9” - 28⁰C/7 3% 650 2 3. Amorpho phallus asper - S. 05⁰.30’, 51,2” E.104⁰.2 6’07.7” - 27⁰C/8 0% 600 2 Amorpho phallus gigas - S. 05⁰.30’, 19,7” E.104⁰.2 6’42.9” - 28⁰C/8 5% 622 1 EMP 888 Amorpho phallus titanum - - S. 04⁰.5 4’,57 ,1” E.10 3⁰.36 ’22.9 ” 30⁰C/7 8% 100 2 - - S. 04⁰.5 4’,57 ,1” E.10 3⁰.36 ’22.9 ” 29⁰C/7 8% 120 1 EMP 902 Amorpho-phallus gigas - - S. 04⁰.5 4’,67 ,1” E.10 3⁰.36 ’22.9 ” 29⁰C/7 8% 100 1 S. 04⁰.5 4’,56 ,1” E.10 3⁰.36 ’21.9 ” 28⁰C/8 8% 150 1 No. Kolek-tor/& nomor Hasil Identifi kasi Koordinat Latitut

dan longitut Suhu/

kelemba-ban Keting-gian (m.dpl) Jml tnm Balik Bukit Sukaraj a Atas Pugung tampak 4. EMP 909 Amorph ophallu s mueller i. - - S. 04⁰.5 4’,57 ,1” E.10 3⁰.36 ’40,7 ” 30⁰C/7 8% 100 1 5. EMP 974 Amorph ophallu s paeonii folius - - S. 04⁰.5 5’,18 ,1” E.10 3⁰.34 ’12,2 ” 27⁰C/8 0% 392 2

Gambar 1. Lokasi eksplorasi di tiga resort TNBBS (segitiga warna merah)

Berikut ini adalah jenis-jenis Amorphophallus yang ditemukan di Kawasan TNBBS merupakan tanaman langka yang dilindungi (Dephut, 2011).

1. Amorphophallus titanum (Becc.) Becc. & Arcang. Amorphophallus titanum ditemukan di empat tempat yaitu dua individu tumbuhan ditemukan di Resort Kubu Perahu (pada dua tempat yang berbeda walaupun lokasinya sama), dua individu tumbuhan lainnya ditemukan di Resort Pugung Tampak (pada dua tempat yang berbeda walaupun lokasinya sama) (Gambar 2.)

Koleksi A. titanum tumbuh di dekat sungai, lereng tengah, tanah lempung, warna tanah coklat– hitam, suhu udara di lokasi antara 27–30°C, kelembaban 78–85%, intensitas cahaya 25% (ternaungi). Saat ditemukan, jenis ini sedang memasuki fase vegetatif. Batang semu berukuran besar dengan garis tengah mencapai 23 cm, lingkar batang semu mencapai 45 cm. Tinggi tangkai daun dapat mencapai 3,5–6 m, dengan tangkai daun bertotol-totol agak bundar berwarna hijau

(5)

putihan. Helaian daun terbagi menjadi tiga rakhis, diameter daun sekitar 4,5 m, berwarna hijau muda, dengan bercak-bercak hijau tua, pinggirnya keputih-putihan. Setelah mencapai umur tertentu daun akan layu, dan selanjutnya umbi akan memasuki fase dorman. Lama fase dorman bergantung dari besarnya umbi. Semakin besar umbi maka akan semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk dorman. Biasanya waktu dorman berkisar antara 6 bulan – 1 tahun. Setelah fase dorman berakhir maka umbi akan memasuki fase berbunga (terjadi bila energi yang dibutuhkan untuk berbunga telah mencukupi) atau akan kembali memasuki fase vegetatif lagi.

Menurut Hetterscheid & Ittenbach (1996), A. titanum hanya ditemukan pada beberapa area di perbatasan Pegunungan Bukit Barisan. Kebanyakan material yang ditemukan berupa anakan atau material yang immature. Beberapa laporan menyebutkan bahwa banyak umbi berukuran besar diambil oleh penduduk lokal untuk dikirim ke Jepang dan Korea.

Ancaman keberlangsungan populasi bunga bangkai dapat terjadi bila: 1. Pengambilan material secara besar-besaran dari hutan akan mengakibatkan degradasi populasinya di alam yang lambat laun populasi jenis ini akan tersingkirkan dan hilang. 2. Kerusakan hutan dataran rendah Sumatera dimana hutan-hutan tersebut merupakan habitat dari jenis-jenis Amorphophallus terus berlanjut sampai sekarang. 3. Hilangnya agen penyerbukan dan penyebaran, yaitu sweat bee dan burung rangkong. Disinilah pentingnya peran kebun raya dalam usaha konservasi A. titanum, misalnya untuk membuat populasi artifisial di dalam kebun raya, sehingga dapat menampung sebanyak mungkin keragaman genom dari jenis ini. Kebun Raya Liwa sendiri telah mempunyai sarana tersebut, sehingga banyak jenis Amorphophallus yang dapat ditanam pada tempat menyerupai lingkungan aslinya di hutan.

Gambar 2. Kegiatan pengkoleksian Amorphophallus titanum. a. Penggalian disekitar umbi; b. umbi dengan tangkai daun masih

menempel; c. cara membawa

Amorphophallus dengan memikulnya menggunakan 2 tangkai kayu

2. Amorphophallus gigas Teijsm & Binn.

Jenis Amorphophallus gigas ditemukan pada dua tempat yaitu di kawasan Resort Kubu Perahu dan Resort Sukaraja Atas.

A. gigas yang berhasil dikoleksi adalah berupa umbi dari tumbuhan pada fase vegetatif (daun), fase generatif (berbunga) dan fase berbuah (Gambar 3). Tumbuhan pada fase berbuah dapat mencapai tinggi 3,35 m, dengan batang semu (tangkai buah) setinggi 2,59 m dan panjang perbuahan (tongkol buah) mencapai 76 cm. Jumlah total buah 932, namun jumlah buah yang masak dan normal hanya 524 buah. Individu tumbuhan yang ditemukan dalam fase generatif (bunga belum mekar sempurna), warna tongkol kuning-keunguan. Tumbuhan fase vegetatif yang dikoleksi rata-rata mencapai tinggi 0,81 m dengan kisaran 0.09 m (seedling) sampai dengan 3,44 m (dewasa). Menurut Yuzammi & Astuti (2001), jenis tersebut merupakan tanaman langka yang dilindungi dan endemik Sumatera. Amorphophallus gigas sangat mirip dengan A. decus-silvae yang merupakan endemik Jawa Barat. Perbedaannya adalah bahwa pada A. gigas kepala putik lebih besar, tangkai putik lebih panjang dan ramping, benang sari lebih pendek, kepala sari dengan sudut yang lebih melengkung dengan pori-pori yang lebih memanjang, dan bentuk serbuk sari fossulate (Yuzammi, 1998).

Amorphophallus gigas yang dikoleksi berasal dari habitat dengan ketinggian 570–664 m dpl rata 622,21 m dpl) dan kemiringan 4-40derajat (rata- (rata-rata 21,97 derajat). Menurut Yuzammi (1998), A. gigas (penduduk lokal menyebutnya terubuk) umumnya ditemukan di hutan sekunder, pada lereng bukit yang curam dengan aerasi tanah yang cukup baik. Keberadaannya saat ini sudah sangat mengkhawatirkan, mengingat ancaman yang terjadi terhadap jenis ini sama dengan yang terjadi pada A. titanum. Terubuk ini juga terkadang tumbuh di ladang penduduk, sehingga dengan ketidaktahuan penduduk lokal terhadap jenis ini seringkali mereka memusnahkan tanaman ini karena dianggap sebagai pengganggu. Informasi keberadaan A. gigas menurut Yuzammi & Astuti (2001) baru sebatas di daerah Kabupaten Solok-Sumbar, TNBBS-Lampung, Riau, dan Bengkulu.

c

b

(6)

Gambar 3. Koleksi Amorphophallus gigas. a. umbi; b. Bunga (fase generatif); c. fase berbuah dengan tangkai buah yang panjang; d. buah

3. Jenis Amorphophallus paeoniifolius (Dennst.)

Nicolson

Terna bertahunan dengan umbi di dalam tanah. Umbi seringkali membulat dan membesar; garis tengah umbi dapat mencapai 30 cm dan panjangnya 20 cm, beratnya dapat mencapai 25–35 kg. Daun soliter, tangkai daun menyilinder, kasar, mengeriput dangkal sampai kasar, hijau pucat sampai hijau tua dengan banyak bintik-bintik pucat dan bintik-bintik kecil gelap; helaian daun terbelah menjadi tiga, garis tengah dapat mencapai 3 m, anak daun tegak sampai menyebar, membundar-membulat telur sampai melanset. Pembungaan soliter pada umbi, sebagian terbungkus oleh seludang yang berwarna hijau keputihan, gagang perbungaan menyilinder, biasanya berbintik-bintik kasar, apendix bentuk tidak beraturan dan berwarna merah magenta. Buah buni, menyilinder, agak membulat atau memanjang, merah cerah, bagian atas masak lebih dulu, biji 1–3 (Gambar 4).

Amorphophallus paeoniifolius merupakan jenis yang dianggap penting di India, Sri Lanka dan beberapa tempat di Indonesia. Daun muda dan buah beberapa jenis tersebut dimanfaatkan sebagai sayuran. Di Filipina dan India, semua bagian tumbuhan juga digunakan sebagai pakan ternak. Umbinya juga dapat dibuat asam dan alkohol. Banyak manfaat Amorphophallus dalam pengobatan tradisional yaitu: sebagai obat disentri, sakit telinga, kolera, masalah pernafasan, untuk menurunkan tekanan darah dan kolesterol, untuk obat sakit rematik dan masalah pencernaan. Semua jenis Amorphophallus berpotensi sebagai tanaman hias (Flach, M. & F. Rumawas, 1996).

Gambar 4. Amorphophallus paeoniifolius. a. habitus (pada fase vegetatif); b. tangkai daun dengan permukaan yang kasar (nama lokal walur); c. tangkai daun dengan permukaan tidak terlalu kasar (nama lokal suweg); d. perbungaan (fase generatif).

4. Amorphophallus asper Engl.

Terna bertahunan dengan umbi agak membulat. Batang semu atau tangkai daun berbentuk menyilindris, licin, hijau tua dengan totol-totol berwarna keputih-putihan berukuran kecil dan tersebar diseluruh permukaan tangkai daun. Daun terbagi tiga rakhis. Pinak daun berbentuk oval sampai melanset dengan pinggiran bergerigi. Perbungaan soliter yang tumbuh dari umbinya. Tangkai bunga berwarna hijau muda kecoklat-coklatan dengan bintik-bintik kecil sampai sedang yang bersebar diseluruh permukaan tangkai bunga. Permukaan tersusun pada tongkol. Buah berbentuk buni, berwarna merah bila telah matang (Gambar 5).

Amorphophallus asper biasanya tumbuh pada dataran rendah, diantara semak-semak belukar. Terkadang ditemukan juga tumbuh pada areal hutan yang berdekatan dengan jalan raya. Jenis ini menyukai tempat yang agak terbuka akan tetapi masih dapat menerima sinar matahari.

Gambar 5. Amorphophallus asper. a. habitus (pada fase vegetatif); b. perbungaan (fase generatif); c. fase berbuah (buah masih belum masak)

a b

c d

a b

c d

(7)

5. Amorphophallus muelleri Bl.

Terna bertahunan dengan umbi bagian luar keputih-putihan, bagian dalamnya pink. Daun soliter, dengan tangkai daun menyilinder, panjang, licin, hijau sampai hijau abu-abu dengan banyak garis-garis dan totol-totol memanjang berwarna hijau pucat dan dilingkari dengan garis luar berwarna putih, helaian daun terbelah menjadi tiga bagian rakhis, ditengah helaian daun ada umbi coklat tua gelap yang kasar berbintil-bintil disebut dengan bulbil. Bulbil terkadang mucul pada setiap percabangan rakhis dan tangkai rakhis. Pinak daun melanset dengan banyak lekukan pada pinggir daunnya. Perbungaan soliter yang tumbuh dari umbinya, gagang perbungaan menyilinder, licin, panjang, berwarna hijau mengkilat, bergaris-garis memanjang dengan totol-totol berwarna hijau muda sampai keputih-putihan. Bunga bentuk tongkol, pipih, dengan apendiks berwarna merah muda, bunga jantan terletak dibawah apendiks dan bunga betina terletak dibagian basal perbungaan. Buah buni, menyilinder sampai membulat telur, merah cerah, biji 2-3, bagian atas masak lebih dulu (Gambar 6).

Jenis liarnya ditemukan dari Kepulauan Andaman ke arah timur terus ke Burma (Myanmar) masuk ke Thailand bagian utara dan ke arah tenggara ke Indonesia (Sumatera, Jawa, Flores dan Timor) (Hetterscheid & Ittenbach, 1996). Jenis ini sudah dibudidayakan secara luas di Jawa.

Amorphophallus muelleri atau disebut juga dengan nama lokal porang, biasanya tumbuh di daerah vegetasi sekunder, di tepi-tepi hutan dan belukar, hutan jati, hutan desa, biasanya dibawah beberapa naungan, dengan ketinggian dapat mencapai 100(– 600) m dpl. Naungan dapat mencapai 50–60%, untuk menaikkan produksi umbi. Rata-rata suhu optimal berkisar dari 27–30°C, dengan suhu optimal tanah 22– 30°C. Kondisi yang kering merangsang pertumbuhan umbi. Jenis-jenis Amorphophallus lebih menyukai tanah dengan drainase bagus dan kandungan humus yang tinggi.

Umbi porang merupakan bahan baku non kayu utama, oleh karena itu umbinya dibuat keripik untuk dapat diekspor ke Jepang. Pembuatan kripik porang dilakukan oleh masyarakat di sekitar penanaman dengan cara mengupas, dan dipotong tipis-tipis dibuat keripuk, bagian (Flach, M. & F. Rumawas, 1996).

Gambar 6. Amorphophallus muelleri. a. habitus (pada fase vegetatif); b. perbungaan (fase generatif).

SIMPULAN

Hasil eksplorasi dan penelitian jenis-jenis Amorphophallus di tiga kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (Resort Balik Bukit, Resort Sukaraja Atas dan Resort Pugung Tampak) mendapatkan sebanyak 5 nomor dan 20 spesimen. Kelima nomor telah diidentifikasi sampai tingkat jenis yaitu Amorphophallus asper, Amorphophallus gigas, Amorphophallus muelleri, Amorphophallus paeoniifolius dan Amorphophallus titanum.

Jenis Amorphophallus titanum merupakan tumbuhan yang status kelangkaannya genting (Endangered) yaitu populasi alami jenis ini di alam berkurang secara drastis karena kerusakan habitat tempat hidupnya.

Jenis Amorphophallus spp. yang diketemukan di Kawasan TNBBS merupakan tanaman langka yang dilindungi. Jenis-jenis tumbuhan tersebut sampai saat ini berhasil dikonservasi secara eks situ di Kebun Raya Liwa.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Pusat Konservasi Alam Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 50 Taman Nasional Indonesia. Bogor

Boyce, P. C. A., D. Sookchaloem, W. L. A. Hetterscheid, G. Gusman, N. Jacobsen, T. Idei & N. Van Du. 2012. Araceae. Flora of Thailand 11 (2) : 1–221. Dephut. 2011.

http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20IN DO-ENGLISH/tn_bukitbarisan.htm. Diakses tanggal 1 Januari 2016.

Flach, M. & F. Rumawas. 1996. Plant Resource of Souuth-East Asia 9: Plants yielding non-seed carbohydrates p.45-50

Hartini. S. & D.M. Puspitaningtyas. 2009. Keanekaragaman Tumbuhan Pulau Sumatera. Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor-LIPI, Bogor.

(8)

Latifah, D., E. Munawaroh dan S. Wijayanti 2012. Laporan Eksplorasi Flora di Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Kabupaten Tanggamus, Propinsi Lampung. Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya – LIPI Bogor.

Mogea, J.P., D. Gandawijaya, H. Wiriadinata, R.E. Nasution dan Irawati 2001. Tumbuhan Langka Indonesia. Puslitbang Biologi LIPI. Bogor. Munawaroh, E., Suhendar dan S. Wijayanti. 2013.

Laporan Eksplorasi Flora di Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Kabupaten Pe4sisir Barat, Propinsi Lampung. Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya –LIPI Bogor. Munawaroh.E, P. Aprilianti dan Supardi. 2011.

Eksplorasi Flora di Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Kab. Lampung Barat, Propinsi Lampung. Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya – LIPI Bogor.

Rugayah, Widjaja E.A. dan Praptiwi. 2004. “Pedoman Pengumpulan data Keanekaragaman

Flora”. Pusat Penelitian Biologi, Bogor. Indonesia.

Sari R, Ruspandi dan S.R. Ariati. 2010. An Alphabetical list of Plant Species cultivated in The Bogor

Botanical Gardens. Republic of Indonesia Institute of Sciences Center For Plant Conservation Bogor Botanic Gardens

Sedayu, A., M. C. M. Eurlings, B. Gravendeel & W. L. A. Hetterscheid. 2010. Morphological Character Evolution of Amorphophallus (Araceae) Based on a Combined Phylogenitic Analysis of trnL, rbcL and LEAFY Second Intron Sequences. Botanical Studies 51: 473 – 490

Yuzammi & I.P. Astuti. 2001. Amorphophalllus gigas Teijsm & Binn. Terancam punah?? Seminar Puspa Langka Indonesia, Bogor: 153-156.

Yuzammi, J.R. Witono and W.L. A. Hetterscheid. 2014. Conservation Status of Amorphophallus discophorus Backer & Alderw. (Araceae) In Jawa, Indonesia. 2014. Journal of Reinwardtia 14 (1): 27-33. ISSN: 0034 - 365 X.

Yuzammi, S. Hidayat (ed.). 2002. Flora Sulawesi. Unik, Endemik dan Langka. Pusat Konservasi Tumbuhan ebun Raya Bogor,LIPI, Indonesia.

Yuzammi. 1998. Amorphophalllus gigas Teijsm & Binn. Eksplorasi 3(3): 10-11.

Gambar

Tabel 1.  Jenis  Amorphophallus  spp.  yang  telah  diidentifikasi  dari  kawasan  TNBBS,  Prop  Lampung  No
Gambar 1.  Lokasi  eksplorasi  di  tiga  resort  TNBBS  (segitiga warna merah)
Gambar 4.   Amorphophallus  paeoniifolius.  a.  habitus  (pada  fase  vegetatif);  b.  tangkai  daun  dengan  permukaan  yang  kasar  (nama  lokal  walur);  c
Gambar  6.  Amorphophallus  muelleri.  a.  habitus  (pada  fase  vegetatif);  b.    perbungaan  (fase  generatif)

Referensi

Dokumen terkait