• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI KOMUNIKASI AMMATOA DAN PEMERINTAH DESA DALAM PEMBERIAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN PAPPASANG DI KECAMATAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA NISMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI KOMUNIKASI AMMATOA DAN PEMERINTAH DESA DALAM PEMBERIAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN PAPPASANG DI KECAMATAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA NISMA"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

KECAMATAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

NISMA

Nomor Stambuk :105641107416

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(2)

i Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan

Disusun dan diajukan Oleh

NISMA

Nomor Induk Mahasiswa: 105641107416

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020

(3)
(4)
(5)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ILMIAH

Mahasiswa yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Nisma

Nomor Stambuk : 105641107416

Program Studi : Ilmu Pemerintahan

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa Skripsi ini benar adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa Skripsi ini merupakan duplikat, tiruan, plagiat atau di buat oleh orang lain, maka gelar yang di peroleh Skripsi ini karenanya batal demi hukum.

Makassar, 20 Desember 2020

Yang Menyatakan,

(6)

v

Kajang Kabupaten Bulukumba (

dibimbing oleh Budi Setiawati dan Nur Khaerah).

Komunikasi sebagai sebuah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka proses komunikasi tiap individu biasanya berbeda tergantung dimana orang tersebut berkomunikasi dan dengan siapa dia berkomunikasi. Cara komunikasi yang digunakan dalam hal ini adalah Dialog tatap muka yaitu proses yang dilakukan oleh pihak pemerintah dan masyarakat dengan membicarakan atau berdiskusi mengenai langkah yang dipilih sebagai langkah yang paling efektif bagaimana Komunikasi Ammatoa dengan Pemerintah Desa dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran pappasang di Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba. Meskipun pemerintah desa dihargai, tetapi dalam sistem pemberian sanksi ataupun pelanggaran masih saja jarang terjadi diskusi antara pemerintah desa dengan Ammatoa.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Komunikasi Ammatoa dan Pemerintah Desa dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran “Pappasang”di kecamatan kajang kabupaten Bulukumba. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif yakni suatu bentuk penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran umum sebagai macam data yang dikumpul dari lapangan secara objektif dengan tipe fenomenologi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara terhadap sejumlah informan. Analisis data dengan menggunakan model analisa interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Komunikasi Ammatoa dan Pemerintah Desa dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran “Pappasang”di kecamatan kajang kabupaten Bulukumba masih jarang terjadi diskusi, hal ini dilihat dari indikator (1) Aprehensi komunikasi , (2) Self- Disclosure , (3) Penilaian sosial , dan (4) Penetrasi sosial. Faktor Faktor penghambat keharmonisan yang dihindari pasangan beda agama yaitu (a) Labeling, (b) Dichotomiying, dan (c) Assuming inflexibility.

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillah, penulis memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Komunikasi Ammatoa dan Pemerintah Desa dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran “Pappasang”di kecamatan kajang kabupaten Bulukumba”.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah menemani penulis selama ini. Skripsi ini penulis persembahkan kepada yang tercinta terkhusus dan teristimewa untuk kedua Orangtua dan juga suami Penulis, Orangtua dan suami tercinta yang tiada henti-hentinya mendoakan dan memberikan dorongan baik moril maupun materil, kepercayaan, kesabaran, serta senantiasa mengalunkan doa dan kasih sayang yang tak henti-hentinya kepada penulis. Doa dan dedikasi yang selalu diberikan kepada penulis dan menjadi motivasi terbesar penulis dalam menyelesaikan studinya.

Selain itu skripsi ini selesai juga berkat dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itulah dalam kesempatan ini penulis ucapkan terimakasih dan rasa hormat yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar. Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag

2. Ibu Dr. Hj Budi Setiawati, M.Si selaku Pembimbing I dan Ibu Nur Khaerah, S.IP., M.IP selaku Pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya

(8)

vii

membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 3. Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Ibu Dr. Nuryanti Mustari, S.IP.,M.Si selaku Ketua Prodi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar. 5. Para Bapak dan Ibu Dosen-dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang

selama ini memberikan ilmunya kepada penulis serta dorongan dan semangat yang selalu diberikan.

6. Seluruh staff dan pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang senantiasa membantu penulis dalam pengurusan administrasi.

7. Para sahabat penulis yang selalu menghibur dan menemani. 8. Semua pihak yang telah memberikan bantuannya kepada penulis.

Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.

Makassar, 12 April 2021

(9)

viii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ILMIAH... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL ... x DAFTAR GAMBAR ... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 8 C. Tujuan Penelitian... 8 D. Manfaat penelitian... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TinjauanKonsep/ Teori ... 12

1. Teori Komunikasi ... 12

2. Konsep Pemerintahan Desa berdasarkan UU Desa... 17

3. Konsep Pemerintahan desa Adat Kajang Ammatoa ... 18

B.Kerangka Fikir... 24

C. Deskrifsi Fokus Penelitian ... 25

BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan lokasi penelitian ... 27

B. Jenis dan tipe penelitian ... 27

C. Sumber Data ... 28

(10)

ix

E. Teknik pengumpulan data ... 29

F. Teknik analisis data ... 30

G. Teknik pengabsahan data ... 30

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Wilayah ... 33

B. Hasil Penelitian ... 53

1. Komunikasi Antar Pribadi... 53

a.Aprehensi Komunikasi ... 53 b. Self- Disclosure ... 56 c. Penilaian Sosial ... 59 d. Penetrasi Sosial ... 61 2. Fakor Penghambat ... 64 a. Labeling ... 64 b. Dichotomiying... 65 c. Assuming inflexibility ... 67 C. Pembahasan ... 68 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 74 B. Saran ... 76 DAFTAR PUSTAKA ... 77 LAMPIRAN

(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1.3 Daftar Informan Penelitian ... 29 Tabel 2.4 Luas Wilayah Menurut Kelurahan/ Desa di Kecamatan Kajang tahun 2020

... 34 Tabel 3.4 Luas Wilayah Menurut Dusun di Desa Tanah Towa tahun 2020

... 36 Tabel 4.4 Jumlah Penduduk ... 37

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

Komunikasi antarorganisasi dilakukan untuk bertukar informasi dengan tujuan yang sudah ditetapkan baik secara formal ataupun non formal. Komunikasi merupakan suatu hal yang sulit dipisahkan dari kehidupan manusia. Disadari atau tidak manusia sebagai mahkluk sosial senantiasa tidakakan lepas dari suatu proses-proses komunikasi baik secara verbal maupun non verbal.

Komunikasi sebagai sebuah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka proses komunikasi tiap individu biasanya berbeda tergantung dimana orang tersebut berkomunikasi dan dengan siapa dia berkomunikasi. Karakter tersebut tentu memunculkan suatu pola perilaku komunikasi yang berbeda antara individu yang satu dengan individu lain maupun masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Perilaku komunikasi diartikan sebagai suatu tindakan komunikasi yang meliputi tindakan verbal maupun tindakan non verbal atau disebut perilaku komunikasi verbal dan perilaku komunikasi non verbal. Komunikasi dan budaya adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan.

Budaya dan Komunikasi tak dapat dipisahkan oleh karena budaya tidak hanya menetukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa dan bagaimana orang menyampaikan pesan makna yang ia miliki untuk pesandan

(14)

kondisi-kondisinya untuk mengirim memperhatikan dan menafsirkan pesan pernyataan di atas mengindikasikan bahwa salah satu hal yang juga dapat berpengaruh besar dalam pola perilaku komunikasi adalah budaya.

Indonesia menjadi salah satu negara yang mendapat pengaruh yang sangat besar dari globalisasi. Indonesia dianggap sebagai pasar potensial berkembangnya budaya asing indonesia merupakan negara yang luas dan memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Mereka mendiami wilayah dengan kondisi georafis yang bervariasi mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan hingga perkotaan kondisi geografis tersebut kemudian menjadikan Indonesia menjadi salah satu negara yang kaya akan kebudayaan.

Tetapi terdapat satu daerah di Indonesia yang masih menjunjung tinggi budaya atau kearifan lokalnya seperti suku Kajang yang terdapat di Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba, wilayah desa tanah toa terdiri atas 9 (sembilan) dusun dan kesembilan dusun tersebut masuk dalam (ilalang embayya) yaitu dusun Balagana, Jannaya, Sobbu, Benteng, Pangi, Bongkina, Tombolo, Lurayya, dan dusun Balambina, sementara dua dusun lainnya berada diluar kawasan adat (Ipantarang embayya).

Wilayah Kajang dalam merupakan wilayah adat tempat hukum adat kajang berlaku masyarakat adat kajang beternak, mengembala, dan bercocok tanam diwilayah adat kajang dalam. Ciri khas masyarakat adat Kajang terletak pada pakaian berwarna hitam yang mereka kenakan sehari-hari dan berjalan kaki tanpa mengenakan alas kaki. Kain dari pakaian yang dikenakan

(15)

merupakan hasil tenunan sendiri segala bentuk barang elektronik tidak di pergunakan diarea kajang dalam, aturan tersebut juga berlaku bagi siapapun yang ingin masuk ke wilayah adat (Satriani, 2017).

Masyarakat adat Kajang memiliki ketua adat beserta pemangku adat. ketua adat disebut dengan Ammatoa yaitu orang yang bersih hatinya dan dipilih dengan ritual tertentu. Salah satu bagian yang terus dipertahankan oleh masyarakat adat Kajang adalah pelestarian terhadap lingkungan dengan cara menjaga hutan. Dalam Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Bulukumba Nomor 19 tahun 2019 tentang pengukuhan, pengakuan hak, dan perlindungan hak masyarakat hukum adat Ammatoa kajang. Hal tersebut juga diatur dalam hukum adat, mereka contohnya apabila salah satu masyarakat ingin menebang pohon maka orang tersebut harus menanam dua bibit kemudian merawat dengan baik hingga waktu yang ditentukan barulah orang tersebut boleh menebang satu pohon. Hutan dikawasan adat terdiri atas dua yaitu hutan yang dapat ditebang dimanfaatkan serta hutan keramat yang hanya boleh dipergunakan untuk acara ritual adat.

Adapun bentuk pelanggaran peraturan adat seperti menebang pohon dihutan, berpakaian berwarna merah, menggunakan elektronik, mencuri, silariang, dan memakai kendaraan didalam kawasan adat Ammatoa. Setiap aturan tersebut juga memiliki sanksi adat bagi siapapun yang melanggar. Dalam kepercayaan masyarakat adat kajang, turiek arakna (sesuatu yang dipercaya mengatur segala kehidupan dipercaya menurunkan perintahnya kepada masyarakat kajang dalam bentuk pappasang atau pasang-Pasang

(16)

berarti pesan-pesan tidak dimaknai secara harfiah semata. Karena pesan yang dimaksud dalam wahyu tersebut adalah keseluruhan pengetahuan dan pengalaman tentang segala aspek dan lika-liku yang berkaitan dengan kehidupan yang dipesankan secara lisan dan penuh makna yang mendalam tentang (tidak ada yang tertulis) oleh nenek moyang mereka dari generasi ke generasi (Rahmayani, 2017).

Pasang yang diturunkan kepada Ammatoa harus di taati, dipatuhi dan dilaksanakan oleh masyarakat adat Ammatoa. Jika mereka melanggar pasang maka mereka akan mendapatkan ganjaran dan hukuman atas perbuatannya. Masyarakat adat kajang memiliki cara tersendiri dalam menerapkan sanksi atas perbuatan yang tidak sesuai dengan aturan adat. Adapun yang berwenang dalam melakukan proses dan pemecahan masalah yaitu semacam lembaga adat setempat yang dipercayakan kepada Ammatoa sebagai pemimpin dan segenap pemangku adat yang dapat menjalankan sidang adat untuk menyelesaikan masalah yang terjadi, dimana sanksi adat yang dikeluarkan oleh Ammatoa bersifat pasti dan tetap. (Rahmayani, 2017)

Masyarakat Kajang terbagi dalam dua bagian yakni masyarakat kajang dalam dan masyarakat Kajang luar. Masyarakat Kajang dalam dipimpin oleh satu petua yang disebut Ammatoa yang artinya bapak yang dituakan, menurut sejarah Ammatoa adalah ”Tu mariolo” atau “mula tau” manusia pertama yang diciptkan Tu Riek A‟ra‟na (Tuhan) di bumi yang pada waktu itu hana berupa laut maha luas dengan sebuah daratan yang menjulang. Tempat itu menyerupai tempurung kelapa dan disebut tombolo.

(17)

Masyarakat Ammatoa mudah dikenal karna menampakkan ciri-ciri yang membedakan dari kelompok sosial lainnya. spesifikisinya bukan saja nampak pada atribut yang dikenakan seperti baju, celana yang hampir menyentuh lutut, sarung, daster (ikat kepala yang dikenakan bagi kaum laki-laki atau bisa disebut dengan passapu) yang semuanya berwarna hitam, menggunakan kuda sebagai sarana transportasi, tata cara hubungan sosial, tata cara memperlakukan alam serta tindakan religi yang semuanya sangat khas.

Masyarakat Kajang sangat patuh dengan perintah Ammatoa sehingga apabila ada masyarakat luar yang melakukan komunikasi dengan masyarakat Kajang Dalam dengan tujuan mempengaruhi dan mengubah pola pikir masyarakat Kajang Dalam maka masyarakat Kajang Dalam tidak bisa langsung menerima atau menanggapi karena ada aturan “pasang”yang mengikat dan semua keputusan harus melalui pemimpin adat (Ammatoa), sehingga komunikasi tidak berjalan secara efektif.

Mempertahankan adat dan nilai-nilai kultur yang dianut adalah tanggung jawab kepala Desa Tanah toa, masyarakat kajang serta Ammatoa dalam mengikat erat solidaritas dari masyarakat kajang untuk tetap mempertahankan kebudayaannya. Disinilah pemimpin adat (Ammatoa) membentuk pola komunikasi. Pola komunikasi adalah merupakan proses komunikasi dalam menyampaikan sebuah pesan dari anggota satu kepada anggota lain di dalam suatu organisasi, maupun dalam kelompok masyarakat tertentu. Contoh kasus/ permasalahan di dalam Kawasan adat Ammatoa

(18)

seperti berpose/ berfoto-foto, memakai sandal, memakai pakaian yang berwarna merah,menebang pohon di hutan didalam kawasan adat.

Masyarakat adat Ammatoa merupakan komunitas adat yang bertempat di Desa Tanah Toa, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba. Ammatoa merupakan gelar bagi pemimpin dalam komunitas adat ini yang dipilih berdasarkan aturan adat, kekhasan komunitas ini terletak pada perilaku dan keseharian masyarakatnya yang tetap memegang teguh nilai-nilai luhur dan keyakinan adat Ammatoa Kajang, berjarak 56 km dari Kota Bulukumba. Untuk memasuki Kawasan adat Ammatoa terlebih dahulu harus melalui pintu masuk menggunakan pakaian adat Kajang berwarna Khas hitam.

Dalam perkembangannya meskipun Ammatoa sebagai Kepala adat memiliki peranan penting dalam pemerintahan kawasan adat, keberadaan pemerintah diluar kawasan adat tetap diakui. Bahkan karena dianggap lebih berpendidikan, pemerintah diluar Kawasan adat Ammatoa Kajang juga sangat dihormati. Pemerintah dalam hal ini adalah Camat, Bupati, Desa dan seterusnya. Bukti penghormatan ini terlihat dalam upacara adat sebuah pertemuan dimana pejabat pemerintah mendapat kappara dengan jumlah piring lebih banyak dari Ammatoa. kappara adalah baki yang berisi sejumlah piring dengan beragam makanan. Dengan kappara ini pula kedudukan seseorang akan terlihat karena semakin besar sebuah kappara atau semakin banyak piringnya maka semakin tinggi kedudukannya (Faisal, 2015)

Cara komunikasi yang digunakan dalam hal ini adalah dialog tatap muka yaitu proses yang dilakukan oleh pihak pemerintah dan masyarakat

(19)

dengan membicarakan atau berdiskusi mengenai langkah yang dipilih sebagai langkah yang paling efektif bagaimana Komunikasi Ammatoa dengan Pemerintah Desa dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran pappasang di Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba. Meskipun pemerintah desa dihargai, tetapi dalam sistem pemberian sanksi ataupun pelanggaran masih saja jarang terjadi diskusi antara pemerintah desa dengan Ammatoa.

Berdasarkan aliran patuntung yang dianut dengan berpedoman pada Pasang Ri Kajang masyarakat suku Ammatoa Kajang harus menjaga keseimbangan hidup dengan alam dan para leluhur, suku ini memiliki beberapa perbedaan dibanding suku lainnya di Sulawesi Selatan, seperti gaya hidup, adat istiadat, sejarah, tradisi dan kepercayaan. Mereka mengutamakan kesederhanaan dalam hidup dan tidak perlu hidup berlebihan karena dianggap akan menimbulkan konflik-konflik di antara masyarakat yang pada akhirnya menghasilkan ketidak harmonisan dalam masyarakat tersebut.

Oleh karena itu, penting untuk mengetahui Komunikasi Ammatoa dan Pemerintah Desa dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran “pappasang” di Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba yang dijadikan sumber hukum dalam memproses setiap permasalahan yang dilimpahkan kepada Ammatoa sebagai pemimpin dan bagaimana metode bekerja dari sebuah lembaga adat tersebut. Maka penulis mengangkatnya dalam sebuah penelitian yang bakal dilakukan dengan judul “Komunikasi Ammatoa dan Pemerintah Desa dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran “Pappasang”di Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba.

(20)

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana komunikasi antar pribadi Ammatoa dengan pemerintah desa dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran “pappasang” di Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba?

2. Bagaimana factor penghambat komunikasi antarpribadi Ammatoa dengan pemerintah Desa dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran “Pappasang” di Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui komunikasi antarpribadi Ammatoa dengan pemerintah desa dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran Pappasang di Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba

2. Untuk mengetahui faktor penghambat komunikasi antarpribadi Ammatoa dengan pemerintah desa dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran Pappasang di Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba.

(21)

D. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Secara teoritis

Penelitian yang akan dilakukan ini dapat dijadikan bahan studi perbandingan selanjutnya serta akan menjadi sumbangsi pemikiran ilmiah untuk melengkapi kajian-kajian yang dapat mengarahkan pada pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pada Komunikasi Ammatoa dan pemerintah Desa dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran Pappasang di kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba.

2. Secara praktis

Hasil penelitian ini dapat diharapkan menjadi salah satu sumbangan pemikiran serta bahan masukan untuk pelaksanaan bagaimana komunikasi Ammatoa dan Pemerintah Desa dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran “Pappasang” di Kacamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba.

(22)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu oleh Amin Rais Mahasiswa Universitas Islam Negeri Makassar Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Ilmu Hukum, dengan judul tentang Peranan Ammatoa dalam pemberian sanksi tindak pidana pencurian di kawasan adat Ammatoa kecamatan Kajang kabupaten Bulukumba, selanjutnya diramu ke dalam sub masalah atau pertanyaan penelitian, yaitu : 1). Bagaimana proses pembuktian tindak pidana pencurian di kawasan adat Ammatoa? 2).Bagaimana sistem pemberian sanksi terhadap pelaku pencurian di kawasan adat Ammatoa? Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis dan sosiologis. Data diperolah dari Galla Puto (Juru Bicara Ammatoa), Kepala Desa Tanah Towa, Masyarakat dan pemuda desa tanah toa. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dokumentasi, dan penelusuran berbagai literature atau referensi. Tehnik pengelolaan dan analisis data dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu reduksi data, penyajian, dan pengambilan kesimpulan.

Hasil yang dicapai dari penelitian ini yaitu, 1). Mengetahui sistem ritual adat pada proses pembuktian terhadap pelaku pencurian di kawasan adat Ammatoa Kecamatan Kajang, yang pada intinya proses pembuktian dilakukan dengan tiga cara yang pertama patunra (disumpah) orang yang dicurigai dipanggil oleh Ammatoa untuk mengakui namun apabila tidak ada

(23)

pengakuan maka pelaku dipatunra (disumpah) yang ke dua dilakukan Tunu Panrolik (bakar linggis) orang yang dicurigai dan seluruh masyarakat adat wajib hadir ketika proses pelaksanaan upacara tunu panrolik dilaksanakan dan setiap orang yang hadir memegan lingis yang merah membara dan apabila bersalah akan terbakar dan bila tidak bersalah tidak akan merasakan panasnya linggis tersebut, ketiga Tunu Passau (membakar dupa) upacara ini dilaksanakan apabila upacara tunu panrolik tidak berhasil menemukan pelakunya, dan tunu passau dimaksudkan agar pencuri di dalam kawasan adat mendapat hukuman langsung dari Turi‟e‟ A‟ra‟na berupa musibah yang bisa terjadi secara beruntun. Musibah itu bukan hanya bagi si pelaku, tetapi dapat juga terjadi pada keluarganya terutama keturunannya. Selanjurtnya 2). Mengetahui sistem pemberian sanksi adat terhadap pelaku pencurian di kawasan adat Ammatoa Kecamatan Kajang

Selanjutnya Penelitian terdahulu dilakukan oleh Eva Rahmayani Universitas Hasanuddin Makassar Jurusan Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2017 dengan judul, Pola Perilaku Komunikasi Masyarakat di Kawasan adat Ammatoa Kajang (Dibimbing oleh Muh. Nadjib dan Kahar). Tujuan penelitian ini adalah; (1) untuk mengetahui Pola perilaku komunikasi masyarakat di Kawasan adat Ammatoa Kajang; (2) untuk mengetahui sarana yang digunakan oleh masyarakat di Kawasan adat Ammatoa dalam berkomunikasi. Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan adat Ammatoa, Desa Tana Towa, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba. Informan penelitian ini adalah pemimpin

(24)

adat, dua pemangku adat dan salah satu masyarakat Kawasan adat Ammatoa Kajang. Informan penelitian ditentukan secara purposive sampling berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Tipe penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan pendekatan etnografi. Data primer dikumpulkan melalui observasi dan wawancara, dan data sekundernya dikumpulkan melalui hasil studi pustaka yang terkait dengan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola perilaku komunikasi masyarakat di Kawasan adat Ammatoa dipengaruhi oleh adat istiadat mereka yang masih dipertahankan hingga saat ini. Sarana komunikasi yang mereka gunakan juga menunjukkan bagaimana mereka begitu menghargai leluhur mereka dengan tidak menggunakan hal-hal yang berbau teknologi.

B. Tinjauan Konsep/ Teori 1. Komunikasi

Istilah “Komunikasi” merupakan terjemahan dari bahasa inggris Communication yang dikembangkan di Amerika Serikat dan komunikasi berasal dari unsur persuratkabaran, yakni journalism. Adapun pengertian komunikasi bisa dilihat dari dua sudut, yaitu dari sudut bahasa (etimologi) dan dari sudut istilah (terminologi). Komunikasi menurut bahasa atau etimologi dalam ensiklopedi umum diartikan sebagai perhubungan,.

Pengertian komunikasi secara etimologi ini memberi pengertian bahwa komunikasi hendaknya dilakukan dengan lambang-lambang atau bahasa yang mempunyai kesamaan arti antara seorang yang memberi pesan dengan orang yang menerima peasan.Karena „communis‟ bisa diberi arti sama makna atau sama arti

(25)

sehingga lambang-lambang yang diberikan itu merupakan milik bersama antar orang yang memberi lambang dengan orang yang menerima lambang.

Komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup masyarakat. Schramm (cangara,2012) menyebutkan bahwa komunikasi dan masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat tidak mungkin dapat

mengembangkan komunikasi. Komunikasi adalah suatu proses

penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain melalui proses tertentu sehingga tercapai apa yang dimaksudkan atau diinginkan oleh kedua pihak. Definisi komunikasi dapat dibagi menjadi dengan dua bentuk

diantaranya:

a. Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi (interpersonal communications) adalah proses saling bertukar informasi serta pemindahan pengertian antara dua individu atau lebih di dalam suatu kelompok kecil manusia.

Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang berlangsung antara dua orang,. terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan. Model Komunikasi ini dapat berlangsung secara tatap muka, dan melalui telepon. Secara umum, komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna antara pelaku yang berkomunikasi.

Komunikasi antarpribadi juga merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik. Sedangkan makna,

(26)

sesuatu yang dipertukarkan dalam proses tersebut adalah kesamaan pemahaman diantara orang-orang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam proses komunikasi.

Menurut Trenholm dkk (Suranto 2011) mendefinisikan komunikasi interpersonal sebagai komunikasi antara dua orang yang berlangsung secara tatap muka (Komunikasi diadik). Sifat komunikasi ini adalah spontan dan informal, saling menerima respon balik dengan maksimal, partisipan berperan fleksibel. 1. Aprehensi komunikasi

2. Self-Disclosure 3. Penilaian sosial 4. Penetrasi sosial

Menurut RD Nye (2004) mengemukakan dalam pelaksanaan komunikasi antarpribadi, juga mempunyai hambatan-hambatan yaitu:

a. Labeling

orang lain enggan untuk berteman, berkomunikasi dengannya. Labeling yaitu terjadi apabila seseorang memberikan atribut mengenai sifat tertentu pada orang lain dengan asumsi bahwa orang tersebut bertanggung jawab atas atribut itu. Seperti halnya ada orang yang sudah terkenal meminjam uang, tetapi tidak membayar atau ada orang yang sering bohong, maka tersebut akan diberi label “bohong” yang mengakibatkan

b. Dichotomiying

Dichotomiying yaitu menduakan alternatif melakukan persepsi atau menilai diri sendiri atau menilai orang lain. Misalnya: ada seorang guru yang

(27)

mencintai muridnya, maka akan terjadi dua alternatif. Jika muridnya kurang pintar, maka ia akan serba salah, diberi nilai sesuai dengan pekerjaannya ataukah diberi nilai yang besar. Jika dinilai dengan kecil, maka bagaimana hubungannya selanjutnya. Tapi bila diberi nilai bagus, maka tidak sesuai dengan hasil yang dikerjakannya.

c. Assuming Inflexibelity

Assuming inflexibility yaitu menganggap seseorang tidak fleksibel atau kaku. Misalnya: orang lain selalu dianggap tidak fleksibel, kaku, dan lain-lain. Hal ini akan menghambat dalam menjalin komunikasi.

b. Komunikasi Antar Organisasi

Komunikasi antarorganisasi (organization communications) adalah proses dimana pembicara memberikan informasi secara sistematis dan memindahkan pengertian kepada orang-orang didalam organisasi dan juga kepada orang-orang dan lembaga-lembaga diluar organisasi namun masih terkait dengan organisasi tersebut. Komunikasi organisasi yaitu bentuk pertukaran pesan antara unit-unit komunikasi yang berada dalam organisasi tertentu. Organisasi sendiri terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hirarkis antara yang satu dengan yang lainnya dan berfungsi dalam satu lingkungan (sendjaja 2014).

komunikasi adalah satu pandangan dan strategi yang akan membentuk alat dan rangka kerja untuk sesuatu perkara yang hendak dilaksanakan dalam proses komunikasi teori akan membina bentuk dan kaidah komunikasi yang hendak dibuatter dapat dua aspek utama yang

(28)

dilihat secara tidak langsung dalam bidang ini sebagai satu bidang pengkajian yang baru.

Aspek pertama ialah perkembangan dari beberapa sudut atau kejadian seperti teknologi komunikasi, perindustrian dan politik dunia. Teknologi komunkasi contohnya radio, televisi, telefon, setelit, rangkaian komputer telah menghasilkan ide untuk mengetahui apakah kesan perkembangan teknologi komunikasi terhadap individu masyarakat dan penduduk disebuaah negara. Perkembangan politik dunia memperlihatkan bagaimana kesan politik terhadap publik sehingga menimbulkan propaganda dan pendapat umum, seterusnya perkembangan perindustrian seperti perminyakan dan perkapalan menuntut betapa perlunya komunikasi yang berkesan untuk meningkatkan produktiviitas dan kualitas agar mencapai maksud dan tujuan organisasi tersebut

Aspek kedua ialah dari sudut kajian dimana para pelajar berminat untuk mengkaji bidang bidang yang berkaitan dengan komunikasi seperti mereka yang dari bidang psikologi sosial mengkaji penggunaan teknologi baru terhadap kesan tayangan animasi kepada anak-anak, propaganda nazi yang mampu mempengaruhi pendengar sehingga mereka patuh dan bersatu. selanjutnya kajian awal penyelidik atas perindustrian yang pada separuh abad ke-20 tertuju kepada memenuhi keinginan sektor pemasaran untuk mengetahui komunikasi dengan lebih dekat setelah peengiklanan menunjukan kepentingannya.

(29)

Oleh karena itu, bidang komunikasi mngambil langkah dan maju kedepan setelah berlakunya pengembangan dari sudut teknologi komunikasi, perindustrian dan politik dunia serta kajian-kajian yang telah dilakukan. Sehinggga bidang komunikasi menjadi bidang pengkajian yang baru dan mula diminati oleh banyak orang. Dalam perkembangannya banyak para ahli yang mendefinisikan mengenai teori komunikasi salah satu yang sering menjadi rujukan adalah pendapat Borman, ia berpendapat bahwa teori komunikasi adalah suatu istilah atau perkataaan yang merupakan seluruh perbincangan dan analisis dan dibuat secara berhati-hati, sistematik dan sadar.

2. Konsep Pemerintahan Desa berdasarkan UU Desa

Pemerintah Desa atau disebut pemdes adalah lembaga pemerintah yang bertugas mengelolah wilayah tingkat desa. Lembaga ini diatur melalui peraturan pemerintah No.72 Tahun 2005 tentang pemerintahan desa yang diterbitkan untuk melaksanakan ketentuan pasal 216 ayat (1) undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemeritahan daerah. Pemimpin pemerintah desa seperti tertuang dalam paragraph 2 pasal 14 ayat (1) adalah kepala desa yang bertugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan.

Dalam menjalankan pemerintahannya kepala desa memiliki beberapa kewenangan seperti kewenangan memimpin penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan kebijakan. Penyelenggaraan pemerintahan ini

(30)

nantinya tidak ditetapkan sendiri, melainkan akan ditetapkan bersama dengan badan perwakilan Desa (BPD).

Kepala Desa juga berwenang untuk mengajukan rancangan peraturan desanya sendiri yang sesuai dengan UU, membina kehidupan perekonomian masyarakat desa hingga mengordinasikan segala elemen yang ada dalam melakukan pembangunan desa secara partisipatif untuk kemajuan dan kepentingan desa. Tak hanya itu saja kepala desa juga dapat mewakili desanya baik untuk dalam maupun diluar peradilan yang yang mana juga dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakili selama hal tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada juga melaksanakan wewenang lainnya sesuai dengan aturan perundang-undangan.

3. Konsep Pemerintahan Desa Adat Kajang Ammatoa

Ammatoa berada di Desa Tanah Towa Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Gerbang masuk berupa pendopo kayu dengan atap dari jerami dengan bernuansa hitam ada papan nama yang menggantung besar bertuliskan “ Selamat datang di kawasan adat Ammatoa”

Menurut Ammatoa cara hidup kita disini diatur oleh pasang. Pasang semacam petuah yang tidak tertulis yang disampaikan secara lisan kepada leluhur.pasang meliputi beberapa unsur dalam kehidupan baik mengatur bidang kelangsungan hidup dan lain-lain (Rais 2017).

(31)

Desa Tanah Towa itu memiliki perbedaan dengan desa yang ada di Kajang diantarnya ialah:

a. Berdasarkan data administrasi pemerintahan desa pada tahun 2012 jumlah penduduk secara keseluruhan meliputi kawasan Ilalang Embayya maupun Ipantara Embayya adalah sebanyak 4.073 jiwa, terdiri atas laki laki 1.904 jiwa dan perempuan berjmlah 2.19 jiwa. Jumlah penduduk itu tersebar kedalam 9 dusun, yakni Dusun Balagana, Sobbu, Benteng, Pangi, Bongkina, Tombolo, Jannaya, Lurayya, dan Dusun Balambina

b. Kawasan Adat Kajang luar (Ipantarang Embayya) telah membentuk perkampungan tersendiri, berbeda dengan pola perkampungan masyarakat (Ipantarang Embayya) dimana posisi rumah tersebut diatur berderet sebelah menyeblah sepanjang jalan. Sedangkan pada perkampungan kawasan Ilalang Embayya berkelompok rumah di dirikan di tengah tengah kebun keluarga dengan arah bangunan rumah berlawanan arah dengan borong karama‟ (Hutan keramat). Sehingga semua rumah menghadap kebarat dan beratata rapi serta berjejer dari utara keselatan pada barisan depan rumah terdapat pagar batu kali setinggi satu meter

c. Sistem teknologi yang dipergunakan dalam kawasan untuk melakukan pekerjaan dalam memenuhi kebetuhan hidup mereka, seperti dalam hal mengolah lahan pertanian, mereka pantang atau tabu mempergunakan piranti produk teknologi modern yangb dapat meningkatkan hasil mutu sector pertanian, misalnya penggunaan traktor, pekerjaan bertani dilakukan penggarapan lahan sampai pada tahap panen, semuanya dilakukan secara

(32)

sederhana dengan menggunakan teknolgi yang masih tradisional. Penggarapaan sawah dilakukan dengan menggunakan tenaga kerbau atau sapi untuk menarik bajak

d. Didalam kawasan (Ilalang Embayya) tidak ada yang bisa memakai listrik, memakai sandal dan memakai pakaian yang berwarna merah

e. Terdapat beberapa upacara yang dilakukan untuk membuktikan pelaku pencuriann melalui ritual/ upacara Adat: Patunra (disumpah), Attunu panrolik (membakar linggis), tunu passau(membakar dupa).

f. Bentuk larangan adat yang bersumber dari pasang salah satunya adalah pencurian yang dilakukan didalam kawasan adat kajang. Adapun bentuk bentuk sanksi yang dilakukan bagi mereka yang terbukti melakukan pencurian, berbeda beda tergantung tingkan pelanggaran yang dilakukan didalam kawasan adat. Agar sanksi sanksi tersebut dapat berjalan dengan efektif. Maka ditetapkanlah ketentuan yang mengklasifikasi tiga jenis sanksi dan jumlah denda yang harus dibayar kedalam tiga kategori yaitu: pelanggaran berat, pelanggaran sedang dan pelanggaran ringan.

g. Masyarakat Ammatoa kajang dipimpin oleh seorang Bohe Amma yang bantu oleh 2 pemangku adat atau disebut Galla (menteri) yang memiliki tugas masing masing (syarifuddin,2014).

Terdapat beberapa upacara yanng dilakukan untuk membuktikan pelaku pencurian ritual/ upacara adat yaitu:

(33)

Patunra atau disumpah dilakukan atau ada orang dicurigai, orang dicurigai dipanggil oleh Ammatoa untuk ditannya dan Ammatoa dalam hal ini mempunyai kelebihan untuk membaca tingkah orang yang berbohong. Ammatoa dalam memberikan pertanyaan melihat gerak gerik ketika orang itu ditanya dan ketika Ammatoa melihat ada kebohongan yang disembunyikan oleh orang yang curigai dan tidak mau mengaku maka orang tersebut akan disumpah.

2) Attunu Panrolik (Membakar Linggis)

Sebelum upacara Attunu Panrolik (bakar linggis) dilaksankan seluruh pemangku adat dikumpulkan dan akan lebih dulu dilakukan abborong (bermusyawarah) setelah itu mengumumkan dan memerintahkan kepada orang kepercayaan untuk disampaikan kepada seluruh masyarakat adat akan diadakan tunu panrolik hari sekian dan jam sekian maka dari itu seluruh warga masyarakat adat tidak boleh ada yang keluar dari kawasan semuanya harus berkumpul tepat waktu sebelum upacara dilaksanakan dan ketika ada orang yang tidak hadir maka dia akan dipanggil oleh Ammatoa untuk ditanya setiap orang yang hadir diharuskan memegang linggis yang sudah dibakar oleh Puto Duppa hingga merah membara.

Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui siapa pelaku pencuri sebenarnya. Jika seorang yang memegang linggis itu tidak bersalah, maka ia akan tidak merasakan panasnya linggis. Dan demikian sebaliknya, barang siapa yang tangannya terluka maka dialah pelakunya selanjutnya jika terjadi

(34)

seorang terdakwa menolak dakwaan atau pelanggaraan hukum dan tidak dapat diidentifikasi, maka upaya hukum lain.

3) Tunu passau (Membakar Dupa)

Tunu Passau (Membakar Linggis) sebelum upacara tunu passau dilakukan maka seluruh pemangku adat dikumpulkan untuk dilakukan abborong. Setelah disepekati dalam musyawarah bahwa akan dilakukan tunu passau maka Ammatoa memerintakan Puto Kaharu keturuan dari “Bungko Pabbu” untuk melakukan upacara tunu passau tanpa dihadiri oleh warga masyarakat pengumuman tersebut berisikan tentang diadakannya upacara attunu passau, karena diketahuinya bahwa telah terjadi pencurian dalam kawasan adat tanpa diketahui pelakunya, dan telah pula dilakukan upaya dengan cara attunu panrolik penyampaian pengumuman itu dilakukan setiap hari selama satu bulan penuh. Adapun cara penyampaiannya, yakni baik dari mulut ke mulut maupun dengan memukul gendang yang ada dirumah Ammatoa dengan irama tertentu yang makanya dapat dipahami oleh setiap warga masyarakat adat.

Ammatoa dipilih secara tradisional dan memerintah dalam batas waktu yang tidak tertentu. Ammatoa dipilih tidak hanya terbatas pada kalangan keluargaa Ammatoa sebelumnya, tetapi siapapun juga ,sebab orang orang yang naturungi pammase atau orang yang mendapat rahmat dari yang kuasa (Ahmad M,dkk 2014)

Adapun syarat- syarat untuk dipilih menjadi Ammatoa adalah sebagai berikut:

(35)

a) Ahli dalam hal pasang

b) Tidak pernah dilihat oleh masyarakat melakukan sesuatu yang dianggap tidak baik seperti berdusta, minum tuak, berjudi, ataupun menipu serta perbuatan orang lain tercelah

c) Konsisten dengan apa yang ia ucapkan

d) Perbuatannya sesuai dengan ucapannya atau satunya kata dengan perbuatan e) Diyakini oleh masyarakat memiliki kesaktian dan memiliki wibawa serta

disegani dan dihormati oleh masyarakat banyak

Ammatoa memiliki daerah kekuasaan yang terdiri atas kampung kampung dan kumpulan atas beberapa kampung yang dikepalai oleh seorang Galla yang merupaka n hasil dari pilihan rakyat Galla biasanya diambil dari kalangan turunan adat sendiri di daerahnya masing masing. Selain itu seorang Galla harus memiliki ilmu pengetahuan yang cukup serta memiliki kharisma di masyarakatnya.selanjutnya seorang Ammatoa yang terpilih memiliki kewajiban untuk mengayomi dan menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Ia tidak boleh melanggar aturan aturan yang telah ditetapkan oleh pasang kalau Ammatoa melanggar pasang maka ibaratnya ia seperti tunas yang memanjang kemudian tiba tiba patah dan layu, kalau ia menghindari pasang maka kepalanya akan menjadi gundul (Ahmad M,dkk.2014).

(36)

C. Kerangka Fikir

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah bagaimana komunikasi Ammatoa dan pemerintah desa dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran “pappasang” di Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba. Maka penulis membangun kerangka pemikiran sebagai fokus dalam penelitian yang berdasarkan teori.

Bagan 1.2 Kerangka Fikir

C. Fokus Penelitian

Komunikasi “Ammatoa” Dan Pemerintah Desa Dalam Pemberian Sanksi Terhadap Pelanggaran “Pappasang” Dikecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba

Efektifitas Komunikasi “Ammatoa” Dan Pemerintah Desa Dalam pemberian Sanksi Terhadap pelanggaran“Pappasang” Di Kecamatan Kajang Kabupaten

Bulukumba Komunikasi antar pribadi

(Trenholm dkk (Suranto 2011)) 1. Aprehensi komunikasi 2. Self disclosure 3. Penilaian sosial 4. Penetrasi sosial Faktor penghambat komunikasi (RD Nye (2004))

(37)

D. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini berasal dari latar belakang masalah, kemudian dirumuskan dalam rumusan masalah dan dikaji berdasarkan teori dalam tinjauan pustaka. Adapun fokus penelitian yang bersangkutan dari rumusan masalah adalah Desa Tanah Towa Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba.

E. Deskripsi Fokus Penelitian

Adapun Komunikasi “Ammatoa” Dan Pemerintah Desa Dalam Pemberian Sanksi Terhadap Pelanggaran “Pappasang” Dikecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba yaitu:

1. Komunikasi Aprehensi merupakan kondisi fakta seseorang yang mengetahui bahwa dirinya saat berkomunikasi dengan orang lain. Melalui proses komunikasi antara pribadi, seseorang dapat mengetahui sikap dan juga sifat dirinya sendiri yang tidak diketahui ketika tidak berinteraksi dengan orang lain.

2. Self-Disclosure (model pengungkapan diri) merupakan proses

mengungkapkan informasi pribadi kita pada orang lain ataupun sebaliknya, dalam hal ini menjelaskan diri kita kepada orang lain yang bersifat pribadi. 3. Penilaian sosial menyatakan makin besar perbedaan antara pendapat

pembicara dan pandangan pendengarnya maka maka akan makin besar juga perubahan sikapnya, sejauh pesan tersebut berada dalam wilayah penerimanya.

(38)

4. Penetrasi sosial menjelaskan bagaimana kedekatan hubungan itu berkembang, gagal untuk berkembang ataupun berhenti. Seperti halnya bawang merah kita menguliti dari ljuar hingga kedalamnya.

5. Labeling yaitu terjadi apabila seseorang memberikan atribut mengenai sifat tertentu pada orang lain dengan asumsi bahwa orang tersebut bertanggung jawab atas atribut itu.

6. Dichotomiying, yaitu menduakan alternatif melakukan persepsi atau menilai diri sendiri atau menilai orang lain. Misalnya: ada seorang guru yang mencintaimuridnya, maka akan terjadi dua alternatif. Jika muridnya kurang pintar, maka ia akan serba salah, diberi nilai sesuai dengan pekerjaannya ataukah diberi nilai yang besar. Jika dinilai dengan kecil, maka bagaimana hubungannya selanjutnya. Tapi bila diberi nilai bagus, maka tidak sesuai dengan hasil yang dikerjakannya.

7. Assuming Inflexibelity, yaitu menganggap seseorang tidak fleksibel atau kaku. Misalnya: orang lain selalu dianggap tidak fleksibel, kaku, dan lain-lain. Hal ini akan menghambat dalam menjalin komunikasi.

(39)

27 BAB III

METODE PENELITIAN A. Waktu dan lokasi penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan 2 (dua) bulan setelah pelaksanaan seminar proposal dan lokasi penelitian dilakukan di Kantor Desa Tanah Towa Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba. Adapun alasan memilih obyek lokasi ini penelitian tersebut adalah karena Masyarakat adat Ammatoa merupakan komunitas adat yang bertempat di Desa Tanah Towa, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba. Dalam perkembangannya meskipun Ammatoa sebagai Kepala adat memiliki peranan penting dalam pemerintahan kawasan adat, keberadaan pemerintah diluar kawasan adat tetap diakui. Bahkan karena dianggap lebih berpendidikan, pemerintah diluar Kawasan adat Ammatoa Kajang juga sangat dihormati. Pemerintah dalam hal ini adalah Camat, Bupati, Desa dan seterusnya.

B. Jenis dan tipe penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis metode penelitian kualitatif.metode ini mengerahkan peneliti menghimpun data dengan melakukan pengamatan yang lebih saksama,mencakup deskripsi dalam konteks yang mendetail dengan disertai catatan-catatan hasil wawancara dan analisis dokumen yang mendukung penelitian.

Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe fenomenologi. Fenomenologi adalah studi tentang pengetahuan yang berasal dari kesadaran atau cara kita memaknai suatu obyek dan peristiwa yang menjadi pengalaman seseorang

(40)

secara sadar. Selain itu juga fenomenologi merupakan gagasan relitas sosial, fakta sosial atau fenomena sosial yang menjadi masalah.

C. Sumber Data

Sumber data merupakan data yang diperoleh apabila peneliti menggunakan teknik wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data tersebut responden (orang yang merespon/menjawab pertanyaan-pertanyaan dari peneliti). Apabila peneliti menggunakan teknik dokumentasi, maka catatan yang digunakan menjadi sumber data,.

1.Data primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti sendiri atau dirinya sendiri ini adalah data yang belum pernah dikumpulkan sebelumnya baik dengan cara tertentu atau pada periode waktu tertentu. Data yang diperoleh dari hasil interview kepada informan yang dijadikan subyek penelitian.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang di kumpulkan oleh orang lain, bukan peneliti itu sendiri. Data ini biasanya berasal dari penelitian lain yang di lakukan oleh lembaga-lembaga atau organisasi.

D. Informan Penelitian

Informan (narasumber) penelitian adalah seseorang yang, karena memiliki informasi (data) banyak mengenai objek yang sedang diteliti, dimintai informasi mengenai objek penelitian tersebut. Lazimnya informan atau narasumber penelitian ini ada dalam penelitian yang subjek penelitiannya

(41)

berupa kasus (satu kesatuan unit), antara lain yang berupa lembaga atau organisasi atau institusi (pranata) sosial.

Adapun informan dalam penelitian tentang” Komunikasi Ammatoa dan Pemerintah Desa dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran “pappasang” di Kecamatan Kajang,Kabupaten Bulukumba adalah sebagai berikut :

Tabel 1.3 Informan Penelitian

NO DAFTAR INFORMAN JUMLAH

1. Kepala Desa Tanah Towa (Kajang Dalam) 1 orang

2. Kepala Desa Bonto Baji ( Kajang Luar) 1 orang

3. Tokoh Masyarakat 2 orang

4. Orang pernah Melanggar 3 orang

5. Kepala Adat 1 orang

JUMLAH 8 orang

E. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini adalah penelitian lapangan ,maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:

1. Dokumentasi adalah sebuah cara yang dilakukan untuk menyediakan dokumen-dokumen dengan menggunakan bukti yang akurat dari pencatatan sumber-sumber informasi khusus dari karangan/ tulisan, wasiat, buku, undang-undang.

2. Wawancara merupakan percakapan antara dua orang atau lebih dan berlangsung antara narasumber dan pewawancara.

(42)

3. Observasi yaitu mendatangi langsung tempat atau objek penelitian demi memperoleh data sesuai terkait dengan hukum adat kajang yang hanya berlaku dikawasan adat Ammatoa

F. Teknik analisis data

Menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2012) penelitian kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reducation, data display, dan conclusion drawing/ verification, setelah peneliti melakukan pengumpulan data, maka peneliti melakukan anticipatory sebelum melakukan reduksi data, setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data dengan penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Setelah itu adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti yang valid dan konsisten mengenai “ Komunikasi Ammatoa dan Pemerintah Desa Dalam Pemberian Sanksi Terhadap Pelanggaran “Pappasang” di Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba”.

G. Teknik pengabsahan data

Sugiyono (2012) Data penelitian yang dikumpulkan diharapkan dapat menghasilkan penelitian yang bermutu atau data yang kredibel, oleh karena itu peneliti melakukan pengabsahan data dengan berbagai hal sebagai berikut : 1. Perpanjangan Masa Penelitian

(43)

Peneliti akan melakukan perpanjangan masa pengamatan jika data yang dikumpulkan dianggap belum cukup, maka dari itu peneliti dengan melakukan pengumpulan data, pengamatan dan wawancara kepada informan baik dalam bentuk pengecekan data maupun mendapatkan data yang belum diperoleh sebelumnya.

2. Pencermatan Pengamatan

Data yang diperoleh peneliti dilokasi penelitian akan diamati secara cermat untuk memperoleh data yang bermakna. Oleh karena itu, peneliti akan memperhatikan dengan secara cermat apa yang terjadi dilapangan sehingga dapat memperoleh data yang sesungguhnya.

3. Triangulasi

Teknik triangulasi, berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti menggunakan observasi partisipasif, wawancara mendalam dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak. Tujuan dari triangulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena, tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah dikemukakan (Sugiyono 2009)

Untuk keperluan triangulasi maka dilakukan tiga cara yaitu :

a. Triangulasi metode: Jika informasi yang diperoleh berasal dari hasil wawancara misalnya, perlu diuji dengan hasil observasi dan seterusnya. Dengan ungkapan lain, kebenaran (keabsahan) informasi diperiksa dengan teknik pengumpulan data yang berbeda.

(44)

b. Triangulasi peneliti: Jika informasi yang diperoleh salah seorang anggota tim peneliti diuji oleh anggota tim yang lain, berarti data diperiksa melalui peneliti (pengumpul data) yang berbeda.

c. Triangulasi sumber: Jika informasi tertentu misalnya ditanyakan kepada responden yang berbeda atau antara responden dengan dokumentasi.

d.Triangulasi situasi: Bagaimana penuturan seorang responden jika dalam keadaan ada orang lain dibandingkan dengan dalam keadaan sendiri.

e. Triangulasi teori: Apakah ada keparalelan penjelasan dan analisis atau tidak antara satu teori dengan teori yang lain terhadap data hasil penelitian

(45)

33 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Wilayah

1. Gambaran Umum Kabupaten Bulukumba

Kabupaten Bulukumba terletak di bagian selatan pulau Sulawesi dan berjarak kurang lebih 153 kilometer dari ibukota Propinsi Sulawesi Selatan. Adapun batas-batas wilayah administrasi Kabupaten Bulukumba adalah:

a) Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten sinjai b) Sebelah Timur, berbatasan gengan teluk Bone c) Sebelah Selatan, berbatasan dengan laut Flores

d) Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Bantaeng

Luas wilayah Kabupaten Bulukumba sekitar 1.154,67 km atau

sekitar 2,5 persen dari luas wilayah Sulawesi Selatan yang meliputi 10 Kecamatan dan terbagi kedalam 27 kelurahan dan 109 desa. Ditinjau dari segi luas Kecamatan Gantarang dan Bulukumpa merupakan dua wilayah kecamatan terluas masing-masing seluas 173,51 km dan 171,33 km sekitar 30 persen dari luas kabupaten.

2. Gambaran Umum Kecamatan Kajang a. Letak Geografis

Kecamatan Kajang salah satu di Kecamatan Bulukumba dengan luas wilayah 129,09 km. adapun batas- batas wilayah administrasi Kecamatan Kajang adalah:

(46)

1) Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Sinjai

2) Sebelah Timur, berbatasan dengan Kecamatan Bulukumpa 3) Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Sinjai 4) Sebelah Barat, berbatasan dengan teluk Bone

Kecamatan Kajang terbagi menjadi 19 Desa/ Kelurahan yakni Desa Bonto Biraeng, Desa Bonto Marannu, Desa Lembang,Desa Lembang Lohe, Kelurahan Tanah jaya, Kelurahan Laikang, Desa Pantama, Desa Possi Tanah, Desa Lembanna, Desa Tambangan, Desa Sangkala, Desa Bonto Baji, Desa Pattiroang, Desa Sapanang, Desa Batunilamung, Desa Tanah Towa, Desa Malleleng, Desa Mattoanging dan Desa Lolisang

Table 2.4. Luas Wilayah Menurut Kelurahan/ Desa di Kecamatan Kajang tahun 2020

NO Desa/ kelurahan Luas (km)

1. Bonto Biraeng 7,55 2. Bonto Marannu 7,00 3. Lembang 9,00 4. Lembang Lohe 5,00 5. Tanah Jaya 6,30 6. Laikang 7,00 7. Pantama 4,00 8. Possi Tanah 4,20 9. Lembanna 4,73

(47)

10. Tambangan 13,00 11. Bonto Baji 8,50 12. Sangkala 7,20 13. Pattiroang 8,18 14. Sapanang 8,80 15. Batunilamung 4,20 16. Tanah Towa 5,25 17. Malleleng 11,10 18. Mattoanging 4,05 19. Lolisang 4,00 Jumlah 129,06

Sumber: Kecamatan Kajang dalam Angka 2020

Pada tabel dapat diketahui bahwa Desa Tambangan memiliki luas terbesar dengan luas wilayah 13.00 km, sedangkan Desa Pantama dan Desa Lolisang memiliki wilayah terkecil dengan luas 4,00 km.

b. Kondisi Aspek Fisik Dasar 1) Topografi

Kecamatan Kajang terdiri atas 0-221 mdpl terdiri 4 Desa/ Kelurahan pantai yakni kelurahan Tanah Jaya, Kelurahan Laikang, Desa Pantama dan Desa Lolisang. Sedangkan Desa lainnya bukan Pantai yakni terdiri atas 15 desa dengan Desa Tanah Towa sebagai wilayah tertinggi di Kecamatan Kajang dengan ketinggian 221 mdpl.

(48)

2) Klimotologi

Curah hujan di Desa Tanah Towa rata-rata 5745 mm/tahun dengan suhu rata-rata antara 13-29 C dengan kelembapan udara 70% pertahun. 3. Gambaran Umum Desa Tanah Towa

a) Letak Geografis

Desa Tanah Towa merupakan salah satu desa di Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba dimana terdapat kawasan adat Amma Toa kajang dengan luas wilayah 729 Ha.

Adapun batas-batas wilayah administrasi Desa Tanah Towa adalah: 1) Sebelah Utara, berbatasan dengan Desa Batunilamung

2) Sebelah Timur, berbatasan dengan Desa Bonto Baji 3) Sebelah Selatan, berbatasan dengan Desa Malleleng 4) Sebelah Barat, berbatasan dengan Desa Pattiroang

Tabel 5. Luas Wilayah Menurut Dusun di Desa Tanah Towa tahun 2020

NO DUSUN Luas (Ha)

1. Benteng 87 2. Sobbu 69 3. Balagana 54 4. Lurayya 51 5. Balambina 62 6. Pangi 64 7. Jannaya 18 8. Bongkina 20 9. Tombolo 31 JUMLAH 456

(49)

Pada tabel 5 dapat diketahui bahwa Dusun Benteng memiliki lus terbesar dengan luas wilayah 87 Ha, sedangkan Dusun Jannaya memiliki wilayah terkecil dengan luas 18 Ha.

b) Kondisi Demografi

Pada tahun 2020 jumlah penduduk di Desa Tanah Towa sebanyak 4261 jiwa dengan penduduk laki-laki sebesar 2013 jiwa sedangkan jumlah penduduk perempuan sebesar 2248 jiwa yang tersebar di 9 dusun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 7. berikut ini: Tabel 6. Banyaknya penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa

Tanah Towa Tahun 2020

NO Dusun Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Jumlah (jiwa) 1. Balagana 290 328 618 2. Jannaya 165 158 323 3. Benteng 190 220 410 4. Pangi 249 308 557 5. Bongkina 182 198 380 6. Tombolo 196 242 438 7. Luraya 235 260 495 8. Balambina 199 168 367 9. Sobbu 307 366 673 Jumlah 2013 2248 4261

(50)

Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk terbanyak terdapat di Dusun Sobbu baik jumlah penduduk secara keseluruhan dan penduduk per jenis kelamin yakni sebesar 673 jiwa. Untuk jumlah penduduk laki-laki sebesar 307 jiwa sedangkan jumlah penduduk perempuan sebesar 366 jiwa.

Masyarakat Desa Tanah Towa sebagian besar merupakan bagian dari masyarakat suku Kajang atau dikenal dengan suku Ammatoa Kajang dengan bahasa yang digunakan adalah bahasa konjo. Desa Tanah towa berdasarkan aturan adat yang telah disepakati oleh pemerintah dibagi menjadi 2 bagian yakni ilalang embayya adalah kawasan adat dimana aturan adat diberlakukan dan ipantarang embayya merupakan kawasan diluar kawasan ada.

Struktur Pemerintah Desa Tanah Towa

1. Kepala Desa : Salam,SE

2. Sekretaris : Muhammad Abbas,S.Sos

3. Kasi Pemerintahan : Jamaluddin Muslim

4. Kasi Kesejahteraan : Muh.Rifai

5. Kaur Umum : Zainuddin

6. Kaur Perencanaan : Rosmawati

7. Kaur Keuangan : Kamaluddin,Se

8. Kepala Dusun Balagana : Muhammad Jafar

9. Kepala Dusun Jannaya : Arman

(51)

11. Pj.Kepala Dusun Benteng : Salam,SE

12. Kepala Dusun Bongkina : Baharuddin.B

13. Kepala Dusun Pangi : Bolong Hamsa

14. Kepala Dusun Tombolo : Asdar

15. Kepala Dusun Balambina : Abul Rahim

16. Kepala Dusun Luraya : Hamsin 4. Profil Adat Ammatoa

Kawasan adat Ammatoa bertempat di Desa Tanah Towa terletak disebelah utara dalam wilayah Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan. Masyarakat Desa Tanah Towa sebagian besar merupakan bagian dari masyarakat suku kajang atau dikenal dengan suku Ammatoa Kajang dengan bahasa yang digunakan adalah bahasa konjo. Desa Tanah Towa berdasarkan aturan adat yang telah disepakati oleh pemerintah dibagi menjadi 2 bagian yakni Ilalang embayya adalah kawasan adat dimana aturan adat diberlakukan dan Ipantarang embayya merupakan kawasan diluar kawasan adat.

Pada awalnya seluruh Desa Tanah Towa merupakan kawasan adat, namun adanya pengaruh modernisasi dan keinginan masyarakat untuk keluar dari kawasan adat, hingga pada saat ini kawasan adat Ammatoa terdiri dari 7 dusun yakni Dusun Pangi, Dusun Sobbu, Dusun Balambina, Dusun Lurayya, Dusun Benteng, Dusun Tombolo, dan Dusun Bongkina dengan luas 729 Ha. Kawasan adat disebut dengan Ilalang embayya sedangkan daerah luar kawasan disebut Ipantarang embayya yakni mencakup Dusun Jannaya dan

(52)

Dusun Balagana. Kawasan adat tidak diperbolehkan adanya modernisasi ataupun kemewahan masuk dalam kawasan sehingga dikenal juga dengan tanh kamase-masea, berbeda dengan dengan Ipantarang embayya yang telah mengalami modernisasi untuk fasilitas pendidikan, kesehatan, pemerintah terletak diluar kawasan adat, begitupun dengan prasarana modern hanya terdapat di luar kawasan adat seperti jalan aspal, jaringan air bersih dan jaringan telekomunikasi.

Pasang ri kajang atau pesan dari Kajang merupakan suatu pesan, petuah, petunjuk, arahan dan aturan bagi masyarakat adat Ammatoa Kajang dalam menjalankan kehidupannya. Pasang mencakup segala aspek kehidupan yakni hubungan dengan Tuhan, hubungan manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan manusia untuk mencapai kehidupan yang baik dengan konsep tau kamase-mase (orang yang hidup sederhana).

Konsep taukamase-mase dalam pasang ri kajang diwujudkan baik dalam kehidupan ekonomi untuk masyarakat adat yang selalu merasa cukup, lingkungan yang untuk menciptakan kawasan yang lestari melalui konservasi lingkungan serta pengelolaan sumber daya alam yang arif serta sosial adalah nilai yang dibangun dalam masyarakat adat adalah sama rata, gotong royong dan saling menghargai satu sama lain.

Rasa persaudaraan yang kuat antar masyarakat adat sangat tinggi. berdasarkan paham tentang gotong royong dan bersatu agar dapat saling membantu dan adat tetap lestari. Komitmen komunitas adat Ammatoa terhadap pasang merupakan suatu kekuatan dalam pasang dikenal folosopi:

(53)

Abbulo sipappa‟, A‟lemo sibatu, Tallang sipahua, manyu‟ siparampe , lingu sipakainga‟, sallu‟ riajoa, ammolo riadahang;

1) Abbulo sipappa‟ adalah sebatang bambu yang di jadikan simbol pemersatu untuk menjaga harmonisasi antara pemimpin dan yang dipimpin, serta antara sesame warga masyarakat. Pasang tersebut menjelaskan bahwa suatu masyarakat dapat hidup bersatu dan harmonis jika warganya menyatu dengan pimpinannya bagaikan sebatang pohon bambu yang tumbuh subur dengan ranting dan dedaunan yang lengkap ditopan oleh akar-akar yang kuat.

2) A‟lemo sibatu merupakan simbol kebulatan tekat untuk bersatu bagaikan jeruk sebiji. Jeruk dijadikan simbol karena bentuknya bulat dan terdiri atas beberapa komponen, mulai ndari kulit, isi dan rasanya bervariasi. Kulit jeruk terdiri atas kulit luar yang telah membungkus seluruh isinya. Sementara isi jeruk berupa ulasan-ulasan didalamnya terdiri atas butiran-butiran yang berlapis-lapis di sertai dengan beberapa biji. Hal itu menggambarkan komunitas adat yang terdiri atas Ammatoa sebagai pelindung yang berpedoman pada pasang diibaratkan sebagai kulit jeruk yang berfungsi melindungi isinya. Sedangkan warga masyarakat memiliki sifat dan perilaku yang berbeda-beda diibaratkan sebagai isi jeruk yang rasanya beraneka ragam.

3) Tallang sipahua‟ manyu‟ siparampe merupakan nilai yang mengandung perasaan empati dan solidaritas untuk membantu sesamanya. Esensi dari perasaan empati adalah melyani perasaan orang lain melalui perasaan diri

(54)

sendiri. Adanya perasaan empati mendorong seseorang untuk membantu atau menolong sesamanya wujud tolong menolong tersebut tampak pada berbagai kegiatan sosial maupun kegiatan individu dan keluarga dalam masyarakat, misalnya kegiatan membangun rumah, kegiatan pertanian, upacara perkawinan, kelahiran, akkattere, kematian dan sebagainya. Wujud kepedulian Ammatoa adalah senantiasa hadir dalam berbagai undangan yang dilakukan oleh warga masyarakat, memberikan pertolongan atau pengobatan kepada yang sakit dan memberikan nasehat kepada warga masyarakat terutama yang melakukan kesalahan atau pelanggaran adat.

4) Sallu ri ajoka, ammulu ri adahang, nani gaukang sikontu passuroanna pammarenta (mengikuti alur yang telah ditentukan pada waktu membajak dan mengikuti seruan dari dari pemerintah). Maksudnya adalah melaksanakan segala ketentuan yang digariskan dalam pasang maupun kesepakatan dalam abborong, demikian pula seruan dari pemerintah. Ketentuan tersebut harus dilaksanakan secara tegas dan tepat sasaran. Ammatoa menuntun warga masyarakat melaksanakan ketentuan dan aturan tersebut dalam rangka stabilitas kehidupan dalam masyarakat.

Adapun Tupoksi dari mentri-Mentri Ammatoa kajang yaitu sebagai berikut. Ammatoa sebagai pemimpin yang tertinggi dalam masyarakat adat Kajang yang mempunyai tugas dan wewenang sebagai mana yang diamanatkan olehTu Rie‟A‟ra‟na, Ammatoa juga dibantu oleh seperangkat aparat adat lainnya :

(55)

1. Galla‟ Pantama: statusnya sebagai kepala pemerintahan dalam struktural pemerintahan adat.

2. Galla‟ Lombo‟: Adalah sebagai mentri luar Negeri adat Kajang. Bertugas

mengurusi daerah-daerah kawasan Ammatoa. Sekarang Galla

Lombo‟sebagai Kepala Desa Tana Toa.

3. Galla‟Anjuru: tugasnya adalah mengurus permasalahan nelayan. Dalam peta bahwa secara keseluruhan Tanah adat Kajang berdekatan dengan laut, meskipun banyak yang tergeser oleh orang yang tidak bertanggung jawab atas persoalan tanah.

4. Galla‟ Kajang: bertugas mendampingi Galla Pantama dalam

mengendalikan pemerintahan adat serta pesta adat.

5. Galla‟ Puto: adalah mentri penerangan, tugasnya sebagai juru bicara Ammatoa.

Adat Limayya pada mulanya dijabat oleh Putra-Putri Ammatoa pertama. Setelah itu jabatan tersebut dipegang oleh keturunan mereka berdasarkan petunjuk pasang. Sedangkan Karaeng Tallua salah satu perangkat adat dalam struktur pemerintahan adat Ammatoa, memiliki tiga personel yaitu: Karaeng Kajang, Karaeng Nilau , dan Karaeng Tambangan. Tugas yang dipercayakan oleh Karaeng Tallua itu mendampingi Galla Pantama pada setiap berkelangsungannya pesta upacara adat.

Ada beberapa jenis pappasang Ammatoa: 1) Perkawinan (pabbuntingan)

(56)

Didalam kawasan adat Ammatoa ini tidak boleh memakai dekor, foto dan pengantin tidak boleh menggunakan aksesoris apapun yang bisa digunakan oleh pengantin tersebut adalah sarung hitam dan baju kai‟ ( baju pokko)

2) Kematian

Apabila ada orang meninggal harus diadakan abbasing dan kelong basing. Basing ini dilakukan pada saat sementara meninggal dan diambil harinya dan dihitung dengan angka ganjil selama 3 bulan dan keluarga yang meniggal harus memakai sarung dan setiap harinya melakukan abbohong (bagi perempuan) dan laki-lakinya mengenakan passapu 3) Andingingi

Andingingi ini dilakukan di tengah hutan dilakukan satu kali dalam setahun. Mereka yang datang harus memakai baju hitam dan memakai sarung dan tidak boleh menggunakan aksesoris apapun itu dan tidak boleh meneban pohon. Jika ada yang melanggar maka siap untuk dikenakan sanksi

4) Akkattere

Akkattere ini dilakukan pada orang yang mampu saja

Dalam kehidupan masyarakat adat Ammatoa dilakukan pula upaya

pengendalian yakni terdapat hukum adat yakni berupa sanksi dan proses pengadilan yang unik adalah :

(57)

Setiap pelanggaran yang dilakukan dalam kawasan adat Ammatoa akan mendapatkan sanksi berupa hukum adat.

a. Hukuman paling ringan atau disebut juga cappa ba‟bala adalah keharusan membayar denda sebesar Rp 6.000.000

b. Satu tingkat diatasnya adalah tangnga ba‟bala dengan denda sebesar Rp 8.000.000

c. Denda paling tinggi adalah poko ba‟bala dengan denda 12.000.000 Ada dua bentuk hukuman lain di atas hukuman denda yaitu:

a. Tunu panroli, caranya masyarakat adat berkumpul dan harus memegang linggis (tunu panroli) yang membara setelah dibakar. Bagi orang yang tidak bersalah maka mereka tidak merasakan panas dari linggis yang dibakar tersebut, sementara untuk orang yang bersalah akan merasakan panas dari linggis tersebut.

b. Tunu Passau, jika tersangka lari dari hukuman dengan meninggalkan Kawasan adat Ammatoa maka pemangku adat akan menggunakan Tunu Passau caranya Ammatoa akan membakar kemenyang dan membaca mantra yang dikirimkan kepada pelaku agar jatuh sakit atau meninggal secara tidak wajar.

Adanya hukum adat dan pemimpin yang sangat tegas dalam

menegakkan hukum membuat masyarakat kawasan adat Ammatoa Kajang sangat tertib dan mematuhi segala peraturan dan hukum adat sejak dipilih sebagai pemimpin adat.

Gambar

Tabel 1.3 Daftar Informan Penelitian ........................................................................
Gambar 2.3 Kerangka Pikir .......................................................................................
Table 2.4. Luas Wilayah Menurut Kelurahan/ Desa di Kecamatan                               Kajang tahun 2020
Tabel  5. Luas Wilayah Menurut Dusun   di Desa Tanah Towa                                tahun 2020
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pola penghambatan komponen bioaktif EMM juga akan dibandingkan dengan fraksi D dari ekstrak etil asetat yang telah diperoleh dari hasil penelitian

Program Ipteks bagi Wilayah (IbW) Kawasan Pulau Menjangan Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng Tahun 2015 ditujukan untuk meningkatkan produktivitas pertanian,

Hasil identifikasi menyimpulkan bahwa, faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam pengembangan usaha komoditi kemiri lokal di Kampung

Tidak hanya dalam penampilan fisik wayang gemblung saja yang mengandung makna dari setiap bentuknya, namun makna yang terkandung dalam wayang gemblung semakin terasa fungsinya,

Keadaan tersebut menyebabkan fundamental ekonomi yang kurang baik dan kemudian berdampak pula pada makroekonomi di Indonesia sehingga masyarakat Indonesia lebih memilih

Alex Rudiart, Novita Dewi, Charles Bonar Sirait dalam melakukan perannya yang diberikan BK Ethnic Cloth sebagai celebrity endorser dilakukan dengan setulus

Hasil analisa kondisi eksisting menunjukkan bahwa: pewadahan sampah yang digunakan masyarakat wadah seadanya, pengumpulan sampah belum efisien dari segi waktu,

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang di lakukan di SMP Negeri 8 pada tahun 2014 Manado yang menyebutkan bahwa prevalensi obesitas lebih tinggi pada perempuan daripada