• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kesenian merupakan bagian kehidupan manusia yang tidak bisa dikesampingkan keberadaannya. Kesenian yang terdiri dari seni rupa, seni pertunjukan, seni suara, seni musik, dan seni sastra begitu melekat dengan aktifitas kita sehari – hari. Jika kita kupas satu persatu mengenai kehadiran seni yang ada di sekeliing kita, mungkin tidak akan cukup diceritakan dalam sehari. Seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara (1962) bahwa “ seni merupakan segala perbuatan manusia yang timbul dari hidup perasaannya yang bersifat indah, sehingga dapat menggerakkan jiwa perasaan manusia.” ( Susanto, 2011 : 354 ).

Nooryan Bahari ( 2008 ) memetakan jenis – jenis seni yang hadir dalam kehidupan manusia sebagai berikut :

Kesenian lazim dibedakan dalam berbagai wujud, penampilan, dan penyajian, kesenian yang dibedakan menurut indera penerimaannya adalah seni audio, seni visual, dan kombinasi keduanya yang disebut seni audio visual. Seni audio adalah seni yang dapat diterima melalui indera pendengaran seperti seni suara, seni musik, pembacaan puisi atau cerita pendek di radio, drama radio, dan berbagai bentuknya dengan syarat dapat diterima oleh indera pendengaran. Seni visual adalah seni yang dicerap melalui indera pengelihatan. Jenis seni semacam itu sering juga disebut sebagai seni rupa, seperti seni lukis, seni patung, seni grafis, dan sebagainya, asal dapat diterima oleh indera pengelihatan atau mata. Sedangkan seni audio visual juga sering disebut seni pandang dengar yang penerimaannya melalui indera pengelihatan dan pendengaran, seperti seni tari, seni musik dalam bentuk pertunjukan, seni drama, film, monolog, teater, dan lain – lain, sepanjang dapat diterima dengan indera pengelihatan sekaligus pendengaran ( hlm. 50 ).

Begitu banyak dan kompleksnya seni yang hadir di sekitar kita, semuanya merupakan hasil dari penciptaan kreasi manusia yang dikemas dengan apik dan menarik yang tentunya diiringi konsep - konsep dibalik penciptaan karya tersebut. Konsep dalam berkesenian tersebut bisa muncul karena banyak hal. Bisa karena sebuah sejarah yang melatar belakangi kehadirannya, ada yang kaitannya dengan fungsi dalam kehidupan sehari – hari, pengalaman hidup dari sang pencipta karya,

(2)

commit to user

dan masih banyak lagi hal – hal yang terdapat di balik bentuk fisik keberadaan karya.

Seni yang dibagi atas berbagai jenis bukan berarti menjadikan sebuah pemetaan yang tidak memungkinkan jenis seni satu dengan yang lainnya untuk saling terkait. Antara jenis seni satu dan yang lain sering kali terasa janggal jika ia berdiri sendiri tanpa hadirnya seni - seni yang lainnya. Contoh sederhana yang sangat sering muncul di sekitar kita adalah sinetron yang ditampilkan di televisi. Seni audio visual tersebut termasuk dalam seni drama, namun keberadaannya tidak hanya terdapat seni pertunjukan semata, seni sastra hadir dalam pengemasan dialog – dialognya sehingga penonton menjadi lebih memahami alur ceritanya, terdapat seni musik dan seni suara yang menjadi soundtrack ataupun back sound sebagai ilustrasi nya, terdapat seni rupa dalam penataan setting dan make up pemainnya sehingga penonton dapat ikut serta seolah – olah merasakan apa yang ada dalam drama, misalnya saja make up untuk pemeran tokoh antagonis tentu berbeda dengan pemeran yang bersifat protagonis. Kesemua jenis seni tersebut ternyata apabila dikolaborasikan akan menjadi sebuah karya seni yang utuh dan menarik untuk diapresiasi. Namun terkadang ironinya ketika sebuah karya seni muncul maka yang paling menonjollah yang menjadi satu - satunya obyek apresiasi, jenis seni yang mendukung kehadirannya sering tidak diperhatikan sama sekali. Padahal pada setiap jenis seni yang dimunculkan mempunyai makna tersendiri yang tentunya masih bertujuan untuk saling melengkapi komposisi karya seni tersebut.

Tidak hanya dalam seni yang muncul dalam dunia modern saja, perpaduan / kombinasi seni ini juga sering kali terdapat pada kesenian rakyat ( tradisional ). Seni tradisi yang terdapat di Indonesia sangatlah banyak. Hampir di setiap daerah di Indonesia mempunyai kesenian tradisional masing – masing. Seni tradisi yang sering memunculkan kolaborasi dari berbagai macam jenis seni biasanya berupa seni pertunjukan. Dalam seni pertunjukaan biasanya terdapat seni tari ( gerak ), seni drama, seni sastra, dan juga seni rupa. Seni pertunjukan yang semacam ini tersebar di beberapa wilayah di Indonesia, termasuk juga di pulau Jawa.

(3)

commit to user

Tradisi drama yang termasyhur dari Bali dan Jawa bahkan mengembangkan sistem perwatakan dengan tolok ukur untuk membentuk watak yang meliputi segi rupa ( tata rias, topeng, busana, hiasan kepala ) seni gerak (gerak tari yang khas untuk watak tertentu) dan segi suara ( nada dan kualitas suara yang khas untuk setiap watak ). ( Soebadyo, dkk., 2002 : 7 )

Pada setiap masing – masing jenis seni yang berkolaborasi dalam sebuah tampilan pertunjukan tersebut, selalu menyimpan makna yang hendak disampaikan. Antara jenis seni satu dengan yang lain saling terdapat keterkaitan demi terciptanya penyampaian makna yang tepat pada para apresiator, disamping pengalaman estetis yang tesaji.

Berangkat dari saling keterkaitan dan komposisi yang menarik dari perpaduan beberapa jenis seni dan juga makna dibalik hadirnya karya tersebut, penulis mencoba untuk menganalisa makna dari salah satu jenis seni yang terdapat pada sebuah kesenian rakyat yang didalamnya terkemas sebuah kombinasi dari berbagai jenis karya seni. Kesenian rakyat ini sudah cukup dikenal oleh masyarakat yang tinggal di daerah Kabupaten Madiun, khususnya yang berada di wilayah bagian utara, karena memang disanalah pertama kali lahirnya kesenian tersebut. Namun untuk sebagian masyarakat di luar Kabupaten Madiun masih terasa asing dengan kesenian rakyat ini, sampai saat ini seni rakyat asli Madiun ini belum sebanding kepopulerannya dengan seni rakyat lain yang sudah banyak dikenal masyarakat, seperti reog ponorogo, tari barong, ludruk, dan lain sebagainya. Seni rakyat tersebut adalah seni dongkrek atau kadang masyarakat menyebutnya dengan nama dhungkrek, perbedaan nama tersebut bukan sebuah masalah, karena itu hanya sebuah perbedaan penyebutan nama saja. Seni

dongkrek ini merupakan sebuah seni pertunjukan yang sangat kompleks

komposisinya, di dalam pertunjukan seni dongkrek terdapat berbagai jenis seni yang dikolaborasikan menjadi sebuah tatanan tontonan yang indah. Seni tari yang sederhana diiringi dengan alunan musik yang seirama dengan gerakan. Tidak hanya seni tari dan seni musik terkadang dalam sajian pertunjukan dongkrek juga terdapat dialog sehingga muncul juga seni drama di dalamnya, secara tidak

(4)

commit to user

seni musik, terkadang seni drama, dan juga seni sastra, ada satu jenis seni yang merupakan salah satu komponen terpenting disamping jenis seni lainnya yakni seni rupa.

Dalam pertunjukan seni dongkrek, seni rupa terwakili secara nyata pada topeng yang dikenakan oleh pemain. Kehadiran topeng dalam petunjukan seni

dongkrek ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Dengan adanya topeng yang

disajikan, menambah lebih hidup jalannya pergelaran. Topeng dongkrek memvisualisasikan secara simbolis ilustrasi perwatakan lakon yang dimainkan dalam pertunjukan tersebut. Setiap bentuk topeng menggambarkan watak dan sifat dari pada karakter lakon. Secara tidak langsung, topeng juga berperan penting dalam penyampaian karakter pada penonton. Dengan hadirnya topeng, penonton diharapkan akan semakin lebih memahami makna dari pertunjukan tersebut.

Seni dongkrek dan seluruh komponen pendukungnya, tidak terkecuali pada topeng tidak serta merta diciptakan begitu saja. Terdapat sejarah tertentu dalam terciptanya karya seni yang kompleks ini. Secara garis besar, sejarah dongkrek yang terdapat pada penelitian yang dilaksanakan oleh Niska Wahyuningtyas ( 2012 ) menuliskan bahwa :

“ Dahulu pada saat Raden Ngabehi Lo Prawirodipoero menjabat demang atau palang ( Jabatan setingkat kepala desa ) di Mejoyo atau kini Mejayan Madiun, pernah dirundung sedih karena rakyatnya sedang ditimpa

pagebluk ( wabah ). Wabah penyakit yang menyerang desa Mejayan,

waktu itu sangat berbahaya dan memilukan. Betapa tidak, siang terserang penyakit sore meninggal dunia. Atau pagi sakit malam hari meninggal dunia. Sebagai pemimpin, Eyang Palang sebagai sebutan beliau, merenung dan mencoba menemukan cara untuk mengatasi wabah penyakit yang menimpa rakyatnya. Atas masukan dari Bapaknya Raden Kanjeng

Tumenggung Prawirodipoero beliau melakukan meditasi dan bertapa di

wilyah Gunung Kidul Madiun. Ia mendapatkan wangsit untuk membuat semacam tarian atau kesenian yang bisa mengusir bala tersebut. Dalam

wangsit itu tergambar, para punggawa kerajaan roh halus atau pasukan gondoruwo yang menyerang pendukung Mejayan dapat diusir dengan

menggiring mereka keluar dari desa. Wangsit itu kemudian direalisasikan dan dibuatlah semacam kesenian yang melukiskan peristiwa pengusiran arwah jahat yang membawa pagebluk tersebut ( hlm. 33 – 34 ).

Nama dhungkrek diambil dari bunyi dua buah instrumennya yaitu bedug dan korek. Bila dibunyikan bunyi bedug itu terdengar bunyi dhung dan bunyi

(5)

commit to user

korek terdengar krek, sehingga kalau dibunyikan bergiliran dan terus menerus terdengar bunyi dhung-krek dhung-krek. Dari sinilah timbul nama dhungkrek /

dongkrek yang kemudian menjadi nama dari kesenian rakyat ini (Ismono,2010: 1)

Selain diambil dari bunyi alat musiknya, arti kata dongkrek sendiri juga ternyata mempunyai makna sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Ismono (2007) bahwa dhungkrek / dongkrek merupakan kepanjangan “ Donganipun Kawula / Rakyat Enggalo Karaharjan” dengan istilah tersebut rakyat Mejayan percaya bahwa dengan do’a untuk keselamatan itu penting sehingga perlu dilaksanakan upacara ritual. ( Ismono, 2007 )

Menelaah dari pemaparan sejarah dhungkrek / dongkrek tersebut, penulis menangkap wacana bahwa di balik petunjukan seni dongkrek yang hanya memakan waktu tidak lama, kurang lebih 15 – 60 menit dalam mempertunjukannya, ternyata menyimpan sejarah yang dramatis dan membutuhkan waktu yang panjang. Berawal dari wangsit yang diberikan pada Eyang Palang, seni dongkrek rupanya tidak hanya bisa dilihat dari sudut pandang kesakralan sejarahnya saja, kesenian rakyat ini juga menyiratkan keindahan seni yang tidak bisa dipandang sebelah mata, karena dinilai sanggup melukiskan / memvisualkan fenomena yang terjadi pada sejarah penyebab terjadinya cerita hingga menjadi sebuah karya seni yang menarik untuk dipertonotonkan.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, dalam pertunjukan dongkrek tidak terlepas dari karya topeng yang melekat pada para pemainnya. Secara garis besar topeng yang digunakan pada dongkrek tersebut mewakilkan 3 (tiga) karakter yang berbeda. Karakter genderuwo / buto, karakter wanita jawa yang bersanggul, dan karakter orang tua / Eyang Palang. Ketiga karakter ini dimungkinkan mencoba mengadopsi pada tokoh - tokoh yang terjadi pada cerita sebenarnya. Dari sederetan topeng – topeng tersebut dapat dikaji berbagai informasi mengenai seni

dongkrek. Dari sejarah terjadinya seni dongkrek yang akhirnya melahirkan karya

topeng dengan bentuk – bentuk tersebut hingga keterkaitan bentuk / rupa pada bagian - bagian wajah topeng dengan karakter yang dibawakan.

(6)

commit to user

perubahan – perubahan. Bentuk dan warna topeng dibuat berdasarkan masing – masing pemaknaan topeng tersebut oleh para seniman dongkrek. Seniman / kelompok dongkrek hingga pada saat ini terdapat puluhan grup yang tersebar diseluruh penjuru Kabupaten Madiun. Puluhan grup tersebut tentunya memiliki puluhan bentuk dan warna topeng yang bermacam – macam. Namun meskipun demikian tetap ada benang merah yang sama, secara global karakter topeng tetap sama yaitu ada genderuwo, orang tua, dan wanita jawa. Hal ini disebabkan karena sudah beralihnya fungsi dongkrek yang pada awalnya merupakan sebuah pertunjukan bersifat sakral sebagai upacara tolak balak, kini beralih fungsi menjadi pertunjukan yang bersifat menghibur dengan harapan dari tontonan akan menjadi tuntunan.

Namun meskipun demikian, menurut beberapa penelitian yang telah dilaksanakan, masih terdapat grup / kelompok seniman dongkrek yang bersifat sakral. Grup dongkrek tersebut adalah kelompok seniman dongkrek dari Paguyuban Dongkrek Krido Sakti yang berada di desa Mejayan Kecamatan Mejayan Kabupaten Madiun, yaitu daerah dimana pertama kalinya kesenian ini muncul. Diharapkan dari paguyuban dongkrek tersebut akan diperoleh data-data mengenai topeng dongkrek, karena kesakralan yang masih diwarisi oleh paguyuban dongkrek tersebut tentunya tidak banyak perubahan yang ada pada seni dongkrek yang dibawakan khusunya dari segi topengnya seperti pada

dongkrek yang diciptakan pertama kali.

Beberapa masyarakat dirasa belum begitu memahami makna yang terdapat dari dongkrek, terlebih makna yang terkandung dalam topeng dongkrek nya. Tidak banyak yang memahami nilai – nilai luhur yang tersembunyi dalam seni

dongkrek, khususnya dari segi topengnya. Seni dongkrek bukan hanya

menampilkan secara fisik saja, namun juga bertujuan menyentuh jiwa para penontonnya agar menyerap nilai-nilai luhur yang terdapat pada pertunjukan

dongkrek tersebut.

Seperti yang diterangkan oleh (Kutanegara, dkk., 2012:xv) bahwa makna kesejarahan pada dongkrek belum bisa tersosialisasi dengan optimal dibandingkan dengan makna kulturalnya, sebagai kesenian sakral pengusir bencana (pagebluk).

(7)

commit to user

Pesan empiris dalam dongkrek secara keseluruhan belum mampu ditembus dan tersampaikan kepada generasinya yang sekarang. Kesenian dongkrek masih dipahami sebagai seni sakral (mistic-magic), yang menentramkan, karena kekuatan supranatural yang dimilikinya. (Kutanegara, dkk., 2012:185)

Berangkat dari kenyataan dan harapan para seniman dan leluhur seni

dongkrek, peneliti terdorong untuk mengungkap latar belakang munculnya

kesenian dongkrek, khususnya pada bentuk topeng hingga makna rupa topeng yang tersembunyi dibalik wujudnya, agar masyarakat umum dan khususnya para pemuda penerus generasi bangsa menjadi lebih memahami dan kemudian mengamalkan nilai – nilai luhur yang disampaikan dalam pertunjukan dongkrek tersebut.

Untuk menganalisa topeng dongkrek dengan segala makna yang tersembunyi khususnya yang berdasarkan unsur rupa, penulis akan menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan semiotika untuk mengkaji makna rupa dari sudut pandang penulis dan pendekatan tafsir simbolik untuk mengkaji makna rupa dari sudut pandang informan penelitian.

Menurut Cobley dan Jansz ( 2002 : 4 ) Kata semiotika berasal dari bahasa Yunani, seme, seperti semiotikos, yang berarti penafsir tanda. Sebagai suatu disiplin, semiotika berarti ilmu analisis tanda atau studi tentang bagaimana seistem penandaan berfungsi.

Dalam ilmu semiotika, terdapat berbagai teori dari masing – masing ilmuan. Dari berbagai teori – teori yang ada, penulis memilih untuk lebih mengacu pada teori semiotika menurut Charles S. Peirce. Peirce berhasil memetakan ilmu mengenai tanda tersebut dengan sederhana dan mudah untuk diaplikasikan pada tanda – tanda yang ada di sekitar kita. Klasifikasi tersebut adalah ikon ( icon ), indeks ( index ), dan simbol ( symbol ).

Ikon adalah tanda yang mengandung kemiripan rupa ( resemblance ) sebagaimana dapat dikenali oleh para pemakainya. Indeks adalah tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal atau ekstensial diantara representamen dan obyeknya. Simbol merupakan jenis tanda yang arbitrer dan konvensional.

(8)

commit to user

Dalam menganalisa makna topeng dongkrek yang akan diteliti, penulis mencoba mengadopsi teori Peirce yang tersebut di atas. Dengan teori tersebut diharapkan akan mendapatkan hasil analisa yang mendalam mengenai latar belakang munculnya kesenian dongkrek khususnya pada bentuk topeng ( teori indeks “sebab akibat” ) dan makna rupa topeng dongkrek yang dilihat dari segala unsur rupa yang terdapat pada topeng dongkrek tersebut, sehingga ditemukan kaitan antara unsur rupa topeng dengan wujud asli yang disimbolkan oleh topeng tersebut ( teori icon “kemiripan” dan teori simbol “berdasarkan kesepakatan” / konvensi ).

Dalam mengkaji penafsiran makna pada topeng dongkrek dari sudut pandang informan penelitian, digunakan pendekatan teori interpretif (tafsir) atau kadang disebut teori simbolik. Menurut Subiyantoro ( 2011 : 75 ) Paradigma yang bisa menyelami sampai mendasar terhadap suatu teks untuk menemukan makna adalah intepretif. Kelebihan teori ini terletak pada, pertama memberi ruang bagi informan untuk ikut memaknai realitas kebudayaan, dan kedua menururt Ahimsa Putra (2000:406) lebih bersifat kontekstual, karena selain menilai penting konteks sosial, juga memandang penting soal penempatannya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah penelitian yang akan dikaji dapat dirumuskan ke dalam berbagai pertanyaan penelitian seperti berikut ini:

1. Bagaimanakah sejarah / latar belakang munculnya kesenian dongkrek, khususnya pada bentuk topeng ?

2. Bagaimanakah unsur – unsur rupa / visual yang terdapat pada topeng

dongkrek?

3. Apa makna simbolik yang terdapat pada topeng dongkrek?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Menyusun secara empiris mengenai sejarah / latar belakang munculnya kesenian dongkrek, khususnya pada bentuk topeng.

(9)

2. Menyusun atau menganalisis unsur – unsur rupa / visual yang terdapat pada topeng dongkrek.

3. Mengkaji atau menganalisa makna simbolik yang terdapat pada topeng

dongkrek.

D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat seperti tersebut di bawah ini:

1. Manfaat Teoritis

Sebagai upaya untuk menambah wawasan mengenai kesenian dongkrek.

2. Manfaat Praktis

a. Menunjukkan pada masyarakat bahwa dalam kesenian dongkrek tersimpan kekayaan makna – makna tertentu yang hendak disampaikan. b. Memberikan gambaran pada masyarakat Madiun dan sekitarnya bahwa

kesenian dongkrek memang pantas diapresiasi seagai kesenian kebanggaan Madiun.

c. Memberikan semangat pada masyarakat Madiun, khususnya para seniman dongkrek untuk lebih kreatif dalam berkarya dongkrek.

d. Menjadi bahan refleksi pada para seniman dongkrek mengenai dongkrek yang dibawakan, khususnya topeng dongkrek nya.

e. Sebagai referensi bagi penelitian – penelitian berikutnya mengenai kesenian dongkrek.

Referensi

Dokumen terkait

Observasi dilaksanakan dengan tujuan agar mahasiswa memiliki pengetahuan serta pengalaman pendahuluan sebelum melaksanakan tugas mengajar yaitu kompetensi-kompetensi

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan investigasi kelompok dengan media visualisasi sejarah kontroversial meliputi persiapan pembelajaran sejarah,

suhu ini di sebabkan struktur material ini adalah FCC(face centered cubic) ,dimana juga material 5083 terdapat campuran magnesium yang dapat bekerja dengan baik

Setelah semua ants menyelesaikan tur mereka dan tabu list mereka menjadi penuh, sebuah aturan pembaruan pheromone global (global pheromone updating rule) dilaksa- nakan pada

Kejadian depresi dalam ketagori berat yang menimpa sebagian besar responden yang berjenis kelamin perempuan tersebut juga terjadi pada responden yang mengalami

Atom dengan lebih dari satu elektron akan memberikan persamaan Schrödinger yang rumit, karena setiap elektron tidak hanya mendapat gaya tarik dari inti atom saja melainkan juga

(2000) menyatakan bahwa tingginya keragaman fauna ikan yang ditemukan di daerah rawa banjiran Sungai Parana, Amerika Selatan merupakan ciri dinamika ekologi