• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 BAHAN DAN METODE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 3 BAHAN DAN METODE"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2016 di Kawasan Deleng Macik Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo Sumatera Utara dan dilanjutkan di Laboratorium Sistematika Tumbuhan Universitas Sumatera Utara.

3.2. Deskripsi Area 3.2.1. Letak dan Luas

Kawasan Tahura Bukit Barisan terletak di Propinsi Sumatera Utara. Tahura Bukit Barisan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 48 Tahun 1988 dengan luas ± 51.600 Ha. Tahura Bukit Barisan secara geografis terletak pada 0º1’16"-0º19’37" Lintang Utara dan 98º12’16"-98º41’00" Bujur Timur. Kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan tersebar di 4 (empat) Kabupaten meliputi: Kabupaten Karo (19.805 Ha atau 38,38%), Kabupaten Deli Serdang (17.150 Ha atau 33,24%), Kabupaten Langkat (13.000 ha atau 25,19%) dan Kabupaten Simalungun (1.645 Ha atau 3,19%) (Sinaga, 2008).

Deleng Macik secara geografis terletak pada 03 14’ 28, 51” - 03 14’ 30, 1” LU dan 098 31’ 37, 2’’ - 098 31’ 38, 0’’ BT. Deleng ini berbatasan dengan Deleng Sempulenangin di sebelah Utara, TWA Sidebuk-debuk di sebelah Timur, Gunung Sibayak di sebelah Barat serta Deleng Singkut di sebelah Selatan. Secara administratif berada dalam wilayah Desa Duolu, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

3.2.2. Topografi

Kawasan Tahura Bukit Barisan umumnya memiliki karakteristik topografi terjal sampai curam dan hanya sebagian kecil bergelombang.

3.2.3. Iklim

Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson Tahura Bukit Barisan termasuk ke dalam klasifikasi tipe B dengan curah hujan rata-rata 2.000

(2)

10

mm sampai dengan 2.500 mm per tahun. Suhu udara minimum 13°C dan maksimum 25°C dengan kelembaban rata-rata berkisar 90%.

3.2.4. Vegetasi

Berdasarkan pengamatan di sekitar areal penelitian, vegetasi yang umum dijumpai yaitu dari famili Lauraceae dan Fagaceae.

3.3 Metode Penelitian

Penentuan areal lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan metode

Purposive Sampling yaitu penentuan lokasi penelitian secara sengaja yang

dianggap representatif. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan Metode Kuadrat.

3.3.1. Di Lapangan

Pada lokasi penelitian dibuat satu buah transek sepanjang 1000 m dari bawah kaki bukit menuju puncak bukit. Di sepanjang transek dibuat plot-plot dengan ukuran 5 x 5 m sebanyak 100 buah plot dengan susunan zig-zag terhadap transek. Jarak interval antar plot 5 m. Pada masing-masing plot diamati dan dicatat jumlah individu, diukur keliling batang, digunakan pengukuran diameter setinggi 1,3 meter dari permukaan tanah dan diameter sapling 2 sampai < 10 cm. Spesimen dari seluruh individu yang diambil dengan gunting tanaman, dikoleksi, diberi label gantung dan dicatat ciri-ciri morfologinya. Spesimen dibungkus dengan koran, dimasukkan ke dalam plastik dan diberi alkohol 70% secara merata keseluruh bagian spesimen. Plastik ditutup dengan lakban, selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dikeringkan dan diidentifikasi.

Faktor abiotik yang diukur meliputi suhu udara dengan Termometer, kelembaban udara dengan Higrometer, kelembaban dan pH tanah dengan Soil

tester, suhu tanah dengan Soil termometer, Intensitas cahaya dengan Luxmeter,

titik koordinat dengan Global Positioning System (GPS) dan ketinggian dengan

(3)

3.3.2. Di Laboratorium

Setelah pengamatan di lapangan berakhir, sampel yang telah dikoleksi dibuka kembali dan disusun sedemikian rupa untuk dikeringkan dalam oven pengering sampai beratnya konstan. Spesimen diidentifikasi di Herbarium MEDA USU Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA. Dengan menggunakan buku acuan antara lain:

a. Tree Flora of Malaya. A Manual for Foresters Volume 1 (Whitmore, 1972) b. Tree Flora of Malaya. A Manual for Foresters Volume 2 (Whitmore, 1973) c. Tree Flora of Malaya. A Manual for Foresters Volume 3 (Phil, 1978) d. Flora (Van Steenis, 1987).

e. Malesian Seed Plants Volume 1 – Spot-Characters An Aid for Identification of Families and Genera (Balgooy, 1997).

f. Malesian Seed Plants Volume 2 – Portraits of Tree Families (Balgooy, 1998). g. Plant Resources of South-East Asia. Timber Trees : Major commersial timbers

Volume 1 (Soerianegara, I & Lemmens, R. H. M. J, 1994).

h. Plant Resources of South-East Asia. Timber Trees : Major commersial timbers Volume 2 (Lemmens, R. H. M. J., Soerianegara, I & Wong, W. C, 1995). i. Plant Resources of South-East Asia. Timber Trees : Lesser – known timbers

Volume 3 (Sosef, M. S. M., Hong, L.T and Prawirohatmodjo, S, 1998)

j. Tree Flora of Sabah and Sarawak Volume 1 (Soepadmo, E and Wong, K. , 1995).

k. Tree Flora of Sabah and Sarawak Volume 2 (Soepadmo, E., Wong K. M and. Saw, L. G, 1996).

l. Tree Flora of Sabah and Sarawak Volume 3 (Soepadmo, E and Saw, L. G, 2000).

m. Plant Resources of South-East Asia. Medicinal and poisonous plants Volume 1 (Padua, L. S., Bunyapraphatsara, N & Lemmens, R. H. M. J, 1999).

n. Plant Resources of South-East Asia. Medicinal and poisonous plants Volume 2 (Valkenburg, J. L. C. H & Bunyapraphatsara, N, 2002).

o. Plant Resources of South-East Asia. Medicinal and poisonous plants Volume 3 (Lemmens, R. H. M. J & Bunyapraphatsara, N, 2003).

(4)

12

3.4 Analisis Data

Data vegetasi yang dikumpulkan dianalisis untuk mendapatkan nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR), Dominansi Relatif (DR), Indeks Nilai Penting (INP) dengan menggunakan rumus Indriyanto (2006).

a. Kerapatan Kerapatan Mutlak (KM) = Kerapatan Relatif (KR) = x 100% b. Frekuensi Frekuensi Mutlak = Frekuensi Relatif (FR) = x 100% c. Dominansi Dominansi Mutlak (DM) = Dominansi Relatif (DR) = x 100% d. Indeks Nilai Penting

INP = KR + FR + DR e. Indeks Keanekaragaman (H’)

H’ = -∑pi ln pi pi =

dengan :

ni = jumlah individu suatu jenis

N = jumlah total individu seluruh jenis

f. Indeks Keseragaman E = Keterangan : E = Indeks keseragaman H’= indeks keragaman

(5)

H maks = Indeks keragaman maksimum, sebesar Ln S S = jumlah Genus/ jenis. (Magurran, 1983).

g. Indeks Kekayaan Jenis (Indeks Jackknife)

Untuk mengetahui indeks keanekaragaman kekayaan jenis (Index of Species

Richness) maka dilakukan jackknife estimate (Helsthe & Forrester, 1983)

dilakukan analisis sebagai berikut:

S = s

+

(

k

)

S = indeks kekayaan jenis Jackknife s = total jumlah jenis yang teramati n = banyaknya unit contoh

k = jumlah jenis yang unik (jenis yang hanya ditemukan pada hanya salah satu unit contoh)

(6)

14

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kekayaan Jenis Sapling

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di kawasan Deleng Macik terdapat 79 jenis yang termasuk ke dalam 37 famili dan 62 marga. Jenis-jenis sapling di kawasan Deleng Macik Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1. Jenis-Jenis Sapling yang Terdapat di Kawasan Deleng Macik

No Famili Jenis

1 Alangiaceae Alangium javanicum

2 Anacardiaceae Mangifera odorata

Pentasladon motleyi

3 Annonaceae Goniothalamus macrophyllus

Polyalthia sumatrana

Xylopia caudata

Xylopia fusca

4 Apocynaceae Alstonia angustifolia

5 Burseraceae Canarium sp.

6 Celastraceae Glyptopetalum quadrangulare

Kokoona reflexa

7 Chrysobalanaceae Licania splendens

8 Ebenaceae Diospyros cauliflora

Diospyros frutescens

9 Elaeocarpaceae Elaeocarpus mastersii

10 Erythroxylacaceae Erythroxylum latifolium

11 Euphorbiaceae Baccaurea racemosa

Homalanthus populneus

12 Fagaceae Castanopsis javanica

Castanopsis wallichi

Lithocarphus bancanus

Lithocarpus elegans

Lithocarpus sundaicus

13 Guttiferae Calophyllum soulattri

Calophyllum sp.

Garcinia parvifolia

(7)

Lanjutan Tabel 4.1

No Famili Jenis

Cratoxylum sumatranum

15 Lauraceae Cryptocarya nitens

Cryptocarya sp. Lindera lucida Lindera polyantha Litsea cubeba Litsea eliptica Litsea timoriana Nothaphoebe umbelliflora Persea sp.

16 Lythraceae Lagerstroemia speciosa

17 Meliaceae Aglaia silvestris

Aglaia sp.

Chukrasia tabularis

Dysoxylum densiflorum

Heynea trijuga

Pseudoclausena chrysogyne

18 Moraceae Artocarpus schorthechinii

Ficus malcellandi

Parartocarpus bracteatus

19 Myrtaceae Syzygium chloranthum

Syzygium grande

Syygium longiflorum

Syzygium nervosum

20 Ochnaceae Gomphia serrata

21 Olacaceae Scodocarpus borneensis

Strombosia ceylanica

22 Oleaceae Chionanthus curvicatus

23 Proteaceae Helicia serrata

24 Polygalaceae Xanthophyllum ellipticum

25 Rubiaceae Anthocephallus chinensis

Diplospora malaccensis

Urophyllum macranthum

Urophyllum sp.

26 Rhamnaceae Ziziphus sp.

27 Rutaceae Melicope sp.

28 Sabiaceae Sabia limoniacea

(8)

16 Lanjutan Tabel 4.1 No Famili Jenis Alectryon sp. Guioa sp. Pometia ridleyi 30 Sterculliaceae Commersonia sp. Pterygota horsfieldii 31 Styracaceae Styrax sp.

32 Symplococaceae Symplocos adenophylla

33 Theaceae Camellia irrawadiensis

Eurya acuminata

Eurya nitida

34 Tiliaceae Pentace triptera

35 Ulmaceae Aphananthe cuspidata

36 Urticaceae Dendrocnide stimulans

37 Violaceae Rinorea anguifera

Jumlah 37 79

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa kekayaan jenis sapling tertinggi dari famili Lauraceae dengan jumlah 9 jenis, Meliaceae dengan jumlah 6 jenis dan

Fagaceae dengan jumlah 5 jenis. Ditemukan 31 jenis yang hanya menempati satu

plot dari jumlah keseluruhan plot pengamatan. Jenis ini memiliki sifat yang unik, karena keberadannya sangat jarang pada plot penelitian dibanding dengan yang lainnya, sehingga nilai indeks kekayaan (Indeks Jackknife) sebenarnya adalah 109,69.

Nilai maksimum kekayaan jenis yang diestimasi dengan metode Jackknife adalah dua kali dari jumlah jenis yang diamati. Oleh karena itu, pendekatan dengan metode ini tidak dapat digunakan pada komunitas dengan pengecualian jumlah jenis unik yang besar atau pada komunitas dengan jumlah sampel yang diperoleh terlalu sedikit (sehingga jumlah jenis lebih sedikit dari yang ada) (Khouw, 2010 ). Estimasi Jackknife dipengaruhi oleh total jumlah jenis, ukuran sampel, dan jumlah jenis unik (Krebs, 1999).

Perbedaan jumlah jenis dari setiap famili dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti pH Tanah 5,5-7,2 di mana dalam keadaan tersebut dapat mampu menyediakan nutrisi bagi tumbuhan di atasnya. Menurut Yusuf et al., (2005), tinggi dan rendahnya jumlah jenis berkaitan dengan kondisi habitat,

(9)

tingkat gangguan dan faktor lingkungan lainnya misalnya tanah. pH tanah yang berkisar antara 5,3-6,9 tersebut diduga masih dalam keadaan yang normal karena dapat menyediakan unsur-unsur makro dan mikro bagi perakaran vegetasi.

Kekayaan jenis sapling di kawasan Deleng Macik dengan jumlah jenis tertinggi terdapat pada famili Lauraceae. Keberadaan suatu jenis pada lokasi penelitian menunjukkan kemampuan adaptasi dan toleransi terhadap keadaan lingkungan dari masing-masing jenis famili Lauraceae. Kemampuan jenis ini untuk tumbuh dan berkembang relatif baik bila dibanding dengan jenis yang lain.

Jumlah jenis yang ditemukan pada penelitian ini tergolong tinggi jika dibandingkan dengan penelitian Susanti (2014) di jalur pendakian Sigarang-garang Gunung Sinabung yang memperoleh sebanyak 69 jenis dan 24 famili. Hasil penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan Arico (2010) di kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuser yang menemukan sebanyak 113 jenis yang termasuk ke dalam 23 famili. Berdasarkan perbandingan jumlah jenis dari masing-masing daerah dipengaruhi oleh perbedaan ketinggian dan kondisi fisik tanah. Hasil pengukuran faktor fisik lingkungan penelitian diperoleh ketinggian 1408-1614 mdpl, suhu tanah 18-21 dan pH tanah 5,5-7,2 (Lampiran 3). Kekayaan jenis di kawasan Deleng Macik diperkirakan dengan kondisi iklim tersebut dapat mempengaruhi keberhasilan penyebaran setiap jenis.

Ketinggian tempat memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap persebaran jenis pohon (Kurniawan dan Parikesit 2008). Ditambahkan oleh Polunin (1990), berubahnya ketinggian di suatu tempat menyebabkan berubahnya iklim mikro di tempat tersebut seperti intensitas cahaya, suhu dan kelembaban udara. Hal ini di kuatkan oleh pendapat Nyoman (2013), masing-masing lokasi memiliki komposisi jenis tumbuhan yang berbeda-beda. Hal ini sangat tergantung dari altitude, latitude, faktor edafik, dan faktor klimatik dari daerah kajian masing-masing. Menurut Arrijani (2008), jenis yang mendominasi suatu areal dinyatakan sebagai jenis yang memiliki kemampuan adaptasi dan toleransi yang lebar terhadap kondisi lingkungan. Adapun persentase jumlah jenis berdasarkan famili sapling tertera pada Gambar 4.1 berikut.

(10)

18

Gambar 4.1 Persentase Jumlah Jenis Dalam Tiap Famili

Dari Gambar 4.1 dapat diketahui jumlah jenis tertinggi terdapat pada famili

Lauraceae yaitu 9 jenis (11, 39%) , kemudian diikuti Meliaceae 6 jenis (7,59%), Fagaceae 5 jenis (6,33%), Annonaceae, Rubiaceae, Myrtaceae dan Sapindaceae

memiliki jumlah jenis yang sama yaitu 4 Jenis (5,06%) Guttiferae, Moraceae dan

Theaceae juga memiliki jumlah yang sama yaitu masing-masing 3 Jenis (3,80%).

Sesuai dengan pernyataan Damanik et al., (1987), hutan pegunungan bagian bawah ditandai oleh berlimpahnya famili Lauraceae dan Fagaceae. Kedua famili ini juga terdapat di hutan dataran rendah. Kawasan Deleng Macik dapat diketahui bahwa termasuk hutan pegunungan bagian bawah dengan ketinggian 1408-1614 mdpl sehingga diduga baik untuk pertumbuhan dari famili diatas.

Phil (1978), menyatakan Lauraceae merupakan tumbuhan yang secara ekologi hidup mulai dari dataran rendah sampai pegunungan, famili ini termasuk kelompok yang hijau sepanjang tahun (evergreen). Hal ini dikuatkan oleh pendapat Mabberley (1995), Meliaceae merupakan famili terbaik yang diwakili untuk wilayah Malesia, terdiri dari sekitar 50-52 marga dengan 550 jenis tersebar di daerah tropis dan subtropis. Ditambahakan oleh Whitmore (1972), bahwa

Fagaceae merupakan famili yang umum terdapat di hutan primer di kawasan

Malesia, tersebar mulai dari dataran rendah sampai hutan pegunungan. Demikian juga menurut Monk et al., (2000), hutan pegunungan atas dan bawah dapat dibedakan menurut penampakan umum atau keragaman jenis dari suku tumbuhan.

Lauraceae, 11.39% Meliaceae, 7.59% Fagaceae, 6.33% Rubiaceae, 5.06 % Sapindaceae, 5.06% Annonaceae, 5.06% Myrtaceae, 5.06% Moraceae, 3.80% Guttiferae, 3.80% Theaceae, 3.80%

(11)

4.2 Komposisi Sapling

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di kawasan Deleng Macik ditemukan 79 jenis tumbuhan yang termasuk ke dalam 37 famili dengan 419 jumlah individu yang merupakan penyusun komunitas di hutan. Komposisi vegetasi sapling dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut :

Table 4.2 Komposisi Sapling yang Terdapat di Kawasan Deleng Macik

No Spesies Famili Jumlah

Individu

1 Urophyllum macranthum Rubiaceae 41

2 Chionanthus curvicatus Oleaceae 31

3 Anthocephallus chinensis Rubiaceae 26

4 Castanopsis javanica Fagaceae 24

5 Dendrocnide stimulans Urticaceae 20

6 Symplocos adenophylla Symplococaceae 16

7 Glyptopetalum quadrangulare Celastraceae 15

8 Chukrasia tabularis Meliaceae 11

9 Lindera polyantha Lauraceae 11

10 Xylopia fusca Annonaceae 11

11 Lindera lucida Lauraceae 11

12 Elaeocarpus mastersii Elaeocarpaceae 11

13 Syzygium grande Myrtaceae 10

14 Cratoxylum sumatranum Hypericaceae 8

15 Callophyllum sp. Guttiferae 8

16 Allophylus cobbe Sapindaceae 8

17 Urophyllum sp. Rubiaceae 7

18 Heynea trijuga Meliaceae 7

19 Homalanthus populneus Euphorbiaceae 6

20 Baccaurea racemosa Euphorbiaceae 6

21 Erythroxylum latifolium Erythroxylacaceae 5

22 Gomphia serrata Ochnaceae 5

23 Ficus malcellandi Moraceae 5

24 Pseudoclausena chrysogyne Meliaceae 5

25 Xylopia caudata Annonaceae 5

26 Litsea cubeba Lauraceae 5

27 Alectryon sp. Sapindaceae 5

28 Litsea timoriana Lauraceae 4

29 Alstonia angustifolia Apocynaceae 4

30 Cratoxylum maingayi Hypericaceae 4

31 Lagerstroemia speciosa Lythraceae 4

(12)

20

Lanjutan Tabel 4.2

No Spesies Famili Jumlah

Individu

33 Nothaphoebe umbelliflora Lauraceae 4

34 Syzygium chloranthum Myrtaceae 3

35 Lithocarphus bancanus Fagaceae 3

36 Aglaia silvestris Meliaceae 3

37 Aglaia sp. Meliaceae 3

38 Diospyros cauliflora Ebenaceae 3

39 Mangifera odorata Anacardiaceae 3

40 Pentasladon motleyi Anacardiaceae 3

41 Ziziphus sp. Rhamnaceae 2

42 Goniothalamus macrophyllus Annonaceae 2

43 Scodocarpus borneensis Olacaceae 2

44 Litsea eliptica Lauraceae 2

45 Pterygota horsfieldii Sterculliaceae 2

46 Kokoona reflexa Celastraceae 2

47 Aphananthe cuspidate Ulmaceae 2

48 Helicia serrata Proteaceae 2

49 Alangium javanicum Alangiaceae 2

50 Licania splendens Chrysobalanaceae 2

51 Cryptocarya nitens Lauraceae 2

52 Syzygium nervosum . Myrtaceae 2

53 Polyalthia sumatrana Annonaceae 1

54 Canarium sp. Burseraceae 1

55 Diospiros frutescens Ebenaceae 1

56 Castanopsis wallichi Fagaceae 1

57 Lithocarpus sundaicus Fagaceae 1

58 Lithocarpus elegans Fagaceae 1

59 Calophyllum soulattri Guttiferae 1

60 Garcinia parvifolia Guttiferae 1

61 Cryptocarya sp. Lauraceae 1

62 Persea sp. Lauraceae 1

63 Dysoxylum densiflorum Meliaceae 1

64 Artocarpus schorthechinii Moraceae 1

65 Parartocarpus bracteatus Moraceae 1

66 Syygium longiflorum Myrtaceae 1

67 Strombosia ceylanica Olacaceae 1

68 Xanthophyllum ellipticum Polygalaceae 1

69 Diplospora malaccensis Rubiaceae 1

70 Melicope sp. Rutaceae 1

(13)

Lanjutan Tabel 4.2

No Spesies Famili Jumlah

Individu

72 Guioa sp. Sapindaceae 1

73 Pometia ridleyi Sapindaceae 1

74 Styrax sp. Styracaceae 1

75 Camellia irrawadiensis Theaceae 1

76 Eurya acuminata Theaceae 1

77 Eurya nitida Theaceae 1

78 Pentace triptera Tiliaceae 1

79 Rinorea anguifera Violaceae 1

Jumlah 79 37 419

Berdasarkan tabeldapat diketahui bahwa komposisi jenis sapling di dominasi oleh

Urophyllum macranthum dari famili Rubiaceae dengan jumlah 41 individu,

selanjutnya diikuti oleh famili Oleaceae 31 individu. Hasil pengukuran faktor fisik lingkungan di lokasi penelitian bahwa rata-rata ketinggian 1408-1614 mdpl. Menurut Lemmens et al., (1995), marga Urophyllum tersebar di dataran rendah dan hutan pegunungan, hingga diatas ketinggian 1400. Soromessa et al., (2004), mengatakan bahwa ketinggian merupakan faktor lingkungan yang penting mempengaruhi radiasi, tekanan kelembaban, dan suhu yang semuanya memiliki pengaruh kuat terhadap pertumbuhan, perkembangan dan distribusi tipe vegetasi. Persentase jumlah individu berdasarkan famili sapling tertera pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Persentase Jumlah Individu Dalam Tiap Famili

Rubiaceae, 17.90% Lauraceae, 9.79% Oleaceae, 7.40% Meliaceae, 7.16% Fagaceae, 7.16% Urticaceae, 4.77% Annonaceae, 4.53% Celastraceae, 4.06% Myrtaceae, 3.82% Symplocaceae; 3,82%

(14)

22

Dari Gambar 4.2 dapat diketahui kawasan Deleng Macik di dominasi oleh famili

Rubiaceae sebesar 17,90%, diikuti oleh famili Lauraceae sebesar 9,79%.

Dominansi famili Rubiaceae dalam komposisi berdasarkan famili sapling dipengaruhi oleh distribusi jenis yang lebar dengan tingkat pertumbuhan individu yang tinggi. Sesuai dengan Hutchinson (2000), Rubiaceae merupakan famili yang mempunyai lebih dari 10.000 jenis dan 630 marga yang tersebar luas di belahan dunia, khususnya di daerah tropis. Menurut Wijayanti et al., (2015), penyebaran dan pertumbuhan individu pohon sangat dipengaruhi oleh daya tumbuh biji, topografi keadaan tanah dan faktor lingkungan lainnya.

4.3 Struktur Vegetasi

Struktur hutan pada lokasi penelitian dapat menggambarkan diameter sapling berupa Luas Bidang Dasar (LBD) yang digunakan untuk menghitung dominansi suatu jenis vegetasi tertentu. Luas bidang dasar vegetasi sapling di kawasan Deleng Macik dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut.

Gambar 4.3 Luas Bidang Dasar (LBD) Tertinggi dari 10 Famili Sapling di Kawasan Deleng Macik.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui nilai luas bidang dasar tertinggi terdapat pada famili Rubiaceae sebesar 0,11736 m², diikuti oleh famili Lauraceae sebesar

0,11736 0,05777 0,05139 0,04900 0,04035 0,03612 0,03427 0,02948 0,02047 0,02001 0,00000 0,02000 0,04000 0,06000 0,08000 0,10000 0,12000 0,14000 Famili L B D (m ²)

(15)

0,05777 m² dan yang terendah pada famili Hypericaceae sebesar 0,02001 m². Hal ini menunjukkan bahwa selain dipengaruhi oleh diameter batang, nilai LBD juga dipengaruhi oleh jumlah individu. Nilai LBD famili Rubiaceae tinggi bila dibandingkan nilai LBD pada famili lainnya, diperkirakan bahwa faktor lingkungan dari masing-masing famili diatas yang menyebabkan adanya variasi ukuran yang mendukung dari setiap jenis.

Basal area juga dapat dipakai untuk dapat menentukan nilai dominansi suatu jenis tumbuhan (Fachrul, 2006). Struktur tegakan hutan merupakan hubungan fungsionil antara kerapatan pohon dengan diameternya. Oleh karenanya, struktur tegakan akan dapat dipakai untuk menduga kerapatan pohon pada berbagai kelas diameternya apabila dugaan parameter struktur tegakan dan jumlah pohon secara total diketahui (Suhendang, 2005).

4.4 Indeks Nilai Penting Sapling

Indeks nilai penting menyatakan tingkat penguasaan jenis yang memberikan gambaran pada komunitas, dimana nilai penting dapat diketahui dari penjumlahann kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR), dominansi relatif (DR). Indeks nilai penting pada lokasi penelitian bervariasi dari 25 jenis sapling, dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Indeks Nilai Penting Dua Puluh Lima Jenis Tertinggi Sapling di Deleng Macik No Spesies Famili KR (%) FR (%) DR (%) INP (%) 1 Urophyllum macranthum Rubiaceae 9.79% 10.00% 7.32% 27.11%

2 Anthocephallus chinensis Rubiaceae 6.21% 5.93% 8.69% 20.82%

3 Chionanthus curvicatus Oleaceae 7.40% 5.93% 6.52% 19.84% 4 Castanopsis javanica Fagaceae 5.73% 5.19% 5.82% 16.73% 5 Chukrasia tabularis Meliaceae 2.63% 3.33% 4.70% 10.66% 6 Glyptopetalum quadrangulare Celastraceae 3.58% 1.85% 4.53% 9.96% 7 Dendrocnide stimulans Urticaceae 4.77% 2.22% 2.52% 9.52% 8 Lindera polyantha Lauraceae 2.63% 3.70% 2.58% 8.91% 9 Symplocos adenophylla Symplococaceae 3.82% 2.59% 2.37% 8.78% 10 Xylopia fusca Annonaceae 2.63% 2.59% 3.28% 8.50% 11 Lindera lucida Lauraceae 2.63% 2.59% 2.38% 7.60% 12 Elaeocarpus mastersii Elaeocarpaceae 2.63% 1.48% 2.91% 7.02% 13 Urophyllum sp. Rubiaceae 1.67% 2.22% 2.88% 6.77% 14 Syzygium grande Myrtaceae 2.39% 2.59% 1.72% 6.70% 15 Cratoxylum sumatranum Hypericaceae 1.91% 1.11% 2.28% 5.30%

(16)

24 Lanjutan Tabel 4.3 No Spesies Famili KR (%) FR (%) DR (%) INP (%) 16 Homalanthus populneus Euphorbiaceae 1.43% 1.11% 2.39% 4.93% 17 Callophyllum sp. Guttiferae 1.91% 1.85% 0.94% 4.70% 18 Erythroxylum latifolium Erythroxylacaceae 1.19% 1.48% 1.65% 4.32% 19 Litsea timoriana Lauraceae 0.95% 1.11% 2.22% 4.28% 20 Allophylus cobbe Sapindaceae 1.91% 1.48% 0.59% 3.98% 21 Gomphia serrata Ochnaceae 1.19% 1.11% 1.66% 3.97% 22 Ficus malcellandi Moraceae 1.19% 1.85% 0.87% 3.91% 23 Pseudoclausena chrysogyne Meliaceae 1.19% 1.85% 0.82% 3.86% 24 Baccaurea racemosa Euphorbiaceae 1.43% 1.48% 0.92% 3.83% 25 Xylopia caudata Annonaceae 1.19% 1.85% 0.51% 3.55%

Pada Tabel 4.3 dapat diketahui indeks nilai penting jenis sapling tertinggi terdapat pada jenis Urophyllum macranthum dengan nilai sebesar 27,11% sedangkan yang terendah yaitu Xylopia caudata 3.55%.Menurut Efendi et al., (2016), makin besar INP suatu jenis makin besar pula peranan jenis tersebut dalam komunitas. Indeks nilai penting yang merata pada banyak jenis juga sebagai indikator semakin tingginya keanekaragaman hayati pada suatu ekosistem.

Indeks nilai penting jenis tumbuhan pada suatu komunitas merupakan salah satu parameter yang menunjukkan peranan jenis tumbuhan tersebut dalam komunitasnya tersebut. Kehadiran suatu jenis tumbuhan pada suatu daerah memunjukkan kemampuan adaptasi dengan habitat dan toleransi yang lebar terhadap kondisi lingkungan (Hamidun dan Baderan, 2013). Suatu jenis tumbuhan dapat berperan jika INP untuk tingkat semai dan pancang lebih dari 10 %, untuk tingkat tiang dan pohon 15 % (Idris et al., 2013).

Tabel 4.4. Indeks Nilai Penting Sepuluh Famili Tertinggi Sapling di Deleng Macik No Famili Jumlah Individu KR (%) FR (%) DR (%) INP(%) 1 Rubiaceae 75 17,90% 18,52% 18,96% 55,37% 2 Lauraceae 41 9,79% 11,11% 9,33% 30,23% 3 Fagaceae 30 7,16% 8,89% 7,91% 23,96% 4 Meliaceae 30 7,16% 6,30% 8,30% 21,76% 5 Oleaceae 31 7,40% 5,93% 6,52% 19,84% 6 Annonaceae 19 4,53% 5,56% 5,54% 15,63% 7 Myrtaceae 16 3,82% 4,44% 5,83% 14,10%

(17)

Lanjutan Tabel 4.3 No Famili Jumlah Individu KR (%) FR (%) DR (%) INP(%) 8 Celastraceae 17 4,06% 2,59% 4,76% 11,41% 9 Urticaceae 20 4,77% 2,22% 2,52% 9,52% 10 Symplococaceae 16 3,82% 2,59% 2,37% 8,78%

Pada Tabel 4.4 dapat diketahui indeks nilai penting famili sapling tertinggi terdapat pada famili Rubiaceae sebesar 55,37 % dan yang terendah pada famili

Styracaceae dan Tiliaceae masing-masing 0.70 % (Lampiran 4). Adanya variasi

nilai penting terhadap masing-masing famili disebabkan karena adanya perbedaan penyebaran, pemanfaatan nutrisi dan adaptasi terhadap lingkungan sekitar. Berdasarkan hasil pengukuran faktor fisik di lingkungan diperoleh, suhu tanah 18-21 ºC, suhu udara berkisar 20-23 ºC, kelembaban udara 44-81 %, intensitas cahaya 115-884 lux.

Menurut Barbour et al., (1987), suhu optimum untuk produktivitas tumbuhan adalah 15 ºC dan 25 ºC terutama untuk fotosintesis tumbuhan. Lebih lanjut Suin (2002) menjelaskan bahwa suhu udara merupakan salah satu perubahan iklim yang berpengaruh terhadap kehidupan organisme yang hidup didaratan, karena sering merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme. Ditambahkan oleh Nyoman (2014), bahwa intensitas cahaya dalam suatu ekosistem adalah bervariasi. Faktor intensitas cahaya sangat berpengaruh terhadap fisiologis tumbuhan terutama dalam fisiologis fotosintesis. Dalam pengaruhnya tersebut, intesitas cahaya yang diperlukan oleh tumbuhan untuk aktivitas fotosintesis, artinya pada waktu tertentu dengan intensitas cahaya tertentu, laju fotosintesis berlangsung sesuai dengan besarnya intensitas cahaya yang diterima.

4.5 Indeks Keanekaragaman (H’) Indeks Keseragaman (E)

Hasil pengamatan vegetasi sapling dengan nilai indeks keanekaragaman sapling sebesar 3.777 yang termasuk kedalam kategori tinggi. Nilai H’ tinggi ditentukan oleh jumlah individu dari masing-masing jenis yang menyusun pada lokasi penelitian. Menurut Mawazin dan Subiakto (2013), semakin tinggi nilai H’, maka komunitas vegetasi hutan tersebut semakin tinggi tingkat kestabilannya. Lebih lanjut Mason (1980) menyatakan bahwa nilai indeks keanekaragaman lebih kecil

(18)

26

dari 1 berarti keanekaragaman jenis rendah, jika diantara 1-3 berarti keanekaragaman jenis sedang, dan lebih besar dari 3 berarti keanekaragaman jenis tinggi.

Suatu jenis yang memiliki tingkat kestabilan yang tinggi mempunyai peluang yang lebih besar untuk mempertahankan kelestarian jenisnya (Mawazin dan Subiakto, 2013). Keanekaragaman jenis yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi karena interaksi jenis yang terjadi dalam komunitas ini sangat tinggi. Suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak jenis (Indriyanto, 2006).

Nilai indeks keseragaman sapling di dapat sebesar 0.864 dapat dikatakan jumlah jenis sapling di kawasan Deleng Macik memiliki persebaran merata. Menurut Krebs (1985), nilai indeks keseragaman jenis rendah jika 0 < E < 0,5 dan keseragaman jenis tinggi jika 0,5 < E < 1. Ditambahkan oleh Fachrul (2006), apabila E 0, kemerataan antara jenis rendah, artinya kekayaan individu yang dimiliki masing-masing jenis sangat jauh berbeda. Jika E = 1, kemerataan antar jenis relatif merata atau jumlah individu masing-masing jenis relatif sama. Besarnya nilai H’ dan E menunjukkan bahwa komunitas di kawasan Deleng Macik dalam keadaan yang stabil.

(19)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai struktur dan komposisi sapling di kawasan Deleng Macik Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo Sumatera Utara dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Ditemukan sebanyak 79 Jenis sapling yang temasuk ke dalam 37 famili dan 419 individu dengan indeks Jackknife 109,69.

b. Komposisi sapling di dominasi oleh Urophyllum macranthum dari famili

Rubiaceae.

c. Persentase jumlah jenis pada tiap famili di dominasi oleh Lauraceae sebesar

11,39%.

d. Indeks nilai penting tertinggi di dapatkan pada jenis Urophyllum macranthum

sebesar 27,11 %.

e. Indeks keanekaragaman (H’) sapling sebesar 3,777, Indeks keseragaman (E) 0,864.

5.2 Saran

a. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang distribusi dan diagram profil vegetasi Lauraceae pada berbagai tingkatan klasifikasi pohon berdasarkan elevasi di kawasan Deleng Macik Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo Sumatera Utara.

b. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang keanekaragaman Rubiaceae di kawasan Deleng Macik Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo Sumatera Utara.

Gambar

Gambar    4.1 Persentase Jumlah Jenis Dalam Tiap Famili
Gambar 4.2 Persentase Jumlah Individu Dalam Tiap Famili
Gambar 4.3 Luas Bidang Dasar (LBD) Tertinggi dari 10 Famili Sapling di  Kawasan Deleng Macik

Referensi

Dokumen terkait

Dalam melaksanakan tugas keprofesionalnya diperlukan pemahaman mengenai konsep belajar dan pengembangan kurikulum dalam bentuk penyusunan silabus, penyusunan rencana

JISPO: Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol.8 No. Membandingkan hasil pekerjaan dengan standard dan memastikan perbedaan. Langkah nomer dua proses pengawasan terdiri

Metode penelitian yang digunakan dalam proses pembelajaran praktik mandiri instrumen saksofon di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Kasihan, Bantul, Yogyakarta adalah

Skripsi berjudul Analisis Pengaruh Reputasi Underwriter , Reputasi Auditor, Financial Leverage dan Return on Asse t terhadap Underpricing Harga saham IPO

sederhana. Media yang telah digunakan kurang menarik siswa, maka perlu adanya media lain yang lebih menarik. Harapannya dengan media yang lebih menarik, siswa dapat

Pada tingkat makro, tantangan yang relevan untuk menjauh dari rentetan panjang kontribusi yang telah mencoba untuk memperkirakan hubungan antara output atau

Raya Kalimalang Jati Waringin, Cipinang Melayu, Jakarta Timur, telp..

(3) Fotokopi SIUP yang telah didaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku sebagai Surat Izin Usaha Perdagangan bagi Kantor Cabang atau Perwakilan Perusahaan