PERGESERAN KATA SAPAAN PADA MASYARAKAT
ANGKOLA DI KOTA PADANGSIDIMPUAN
TESIS
Oleh
SITI MEUTIA SARI
107009017/LNG
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERGESERAN KATA SAPAAN PADA MASYARAKAT
ANGKOLA DI KOTA PADANGSIDIMPUAN
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program
Studi Linguistik pada Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
SITI MEUTIA SARI
107009017/LNG
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : Pergeseran Kata Sapaan Pada Masyarakat Angkola Di Kota Padangsidimpuan
Nama Mahasiswa : Siti Meutia Sari Nomor Induk : 107009017 Program Studi : Linguistik
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Gustianingsih, M.Hum.) (Dr.Abdurahman Adisaputera, M.Hum.)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Prof.T.Silvana Sinar,M.A.,Ph.D.) (Prof.Dr.Ir.A.Rahim Matondang,MSIE)
Telah diuji pada tanggal 14 Juli 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Gustianingsih, M.Hum.
Anggota : 1. Dr. Abdurahman Adisaputera, M.Hum. 2. Dr. Nurlela, M.Hum.
PERNYATAAN
PERGESERAN KATA SAPAAN PADA MASYARAKAT
ANGKOLA DI KOTA PADANGSIDIMPUAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Magister dari Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara adalah benar hasil karya saya sendiri
Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil
karya orang lain dalam penulisan Tesis ini, telah saya cantumkan sumbernya secara
jelas sesuai dengan norma, kaidah dan penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ternyata seluruh bagian tesis ini bukan hasil karya
saya sendiri atau adanya plagiat, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar
akademik yang saya sandangdan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
Medan, Juni 2012
RIWAYAT HIDUP
I. Data Pribadi
Nama Lengkap : Siti Meutia Sari,.S.Pd.
Jenis Kelamin : Wanita
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 06 Nopember 1986
Alamat Rumah : Jl. Sudirman/ex Timbangan, Kampung Kelapa,
Gg. Kelapa IV, Kelurahan Timbangan. Kecamatan
Padangsidimpuan Utara.
Kota Padangsidimpuan. Sumatera Utara.
Telepon : (0634) 24900
HP : 08126461719
Agama :Islam
II. Riwayat Pendidikan
SD : SD Muhammadiyah 1 Kota Padangsidimpuan.
Lulus tahun 1999
SMP : SMP Negeri 3 Kota Padangsidimpuan.
Lulus tahun 2002
SMA : SMA Negeri 2 Kota Padangsidimpuan.
S1 : Pendidikan Bahasa Inggris
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(STKIP) Tapanuli Selatan Kota Padangsidimpuan.
Lulus tahun 2010
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, dengan segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas
segala rahmat, kemurahan dan kemudahan yang telah diberikan kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini sekaligus
dapat menyelesaikan studi pada Program Studi Linguistik Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara. Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi persyaratan
untuk memperoleh gelar Magister Humaniora pada Program studi Linguistik Sekolah
Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, yang berjudul Pergeseran Kata Sapaan pada Masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan.
Penulis menyadari bahwa tesis ini bukan hasil kerja penulis sendiri. Tesis ini
tidak dapat diselesaikan dengan bantuan, dukungan, bimbingan dan sumbangan
pemikiran serta kritikan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini
dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
Prof.Dr.Ir.A.Rahim., MSIE yang telah memberi kesempatan untuk mengikuti
pendidikan S2 pada Program Studi Linguistik Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Sumatera Utara
2. Ketua Program Studi Linguistik Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera
Utara Prof.Tengku Silvana Sinar,.M.A,.Ph.D., dan sekretaris program studi
Dr.Nurlela,.M.Hum., dan sebagai dosen penguji I dalam ujian seminar hasil dan
sidang meja hijau yang telah memberi masukan-masukan dan koreksian dalam
penulisan tesis ini.
3. Dr.Gustianingsih,M.Hum., sebagai dosen pembimbing I, yang telah banyak
memberikan bimbingan, masukan, saran-saran dan memotivasi serta membantu
dalam penyusunan tesis ini.
4. Dr.Abdurahman Adisaputera,M.Hum., sebagai dosen pembimbing II, yang telah
banyak memberikan bimbingan, masukan, saran-saran dan memotivasi serta
membantu dalam penyusunan tesis ini.
5. Dr.Syahron Lubis,M.A., sebagai dosen penguji I dalam ujian kolokium yang
telah memberi masukan-masukan dan koreksian dalam penulisan tesis ini.
6. Dr.Namsyah Hot Hasibuan,M.Ling., sebagai dosen penguji II dalam ujian
kolokium, seminar hasil dan ujian meja hijau yang telah memberi
masukan-masukan dan koreksian dalam penulisan tesis ini.
7. Seluruh dosen pada program studi Linguistik, Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Sumatera Utara
8. Orangtua penulis, Drs.H.Muhammad Yasin dan Hj.Siti Asiah Nasution,
Saudara-saudara penulis, terima kasih atas dukungan dan kasih sayang serta do a yang
telah diberikan selama ini.
9. Bapak Baginda Tambangan Harahap sebagai Ketua Umum Lembaga Adat
Budaya Kota Padangsidimpuan yang telah membantu dalam penulisan tesis ini.
10. Bapak H.Sutan Tinggibarani Siregar sebagai tokoh adat di kota Padangsidimpuan
11. Rekan-rekan Angkatan 2010 yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu,
terima kasih untuk semua bantuan selama menuntut ilmu bersama-sama.
12. Semua pihak yang telah banyak membantu menyelesaikan tesis ini, termasuk
dalam wawancara selama penulisan tesis ini.
Semoga Allah memberikan pahala yang berlipat ganda atas kemurahan hati
yang telah ikhlas membantu dalam penyusunan tesis ini. Semoga bermanfaat dan
menjadi amal ibadah bagi kita semua. Amin.
Medan, Juni 2012
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vii
ABSTRAK ... ix
ABSTRACT ... x
BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Pembatasan Masalah ... 5
1.3 Rumusan Masalah ... 6
1.4 Tujuan Penelitian ... 6
1.5 Manfaat Penelitian ... 7
1.4.1 Manfaat Teoretis ... 7
1.4.2 Manfaat Praktis ... 7
BAB II : KONSEP, LANDASAN TEORI, KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep ... 8
2.1.1 Pengertian Pergeseran Bahasa ... 8
2.1.2 Kata Sapaan ... 9
2.1.3 Kota Padangsidimpuan dan Angkola ... 10
2.2 Landasan Teori ... 12
2.2.1 Kata Sapaan Masyarakat Angkola ... 12
2.2.2 Sosiolinguistik ... 16
2.2.3 Ranah Penggunaan Bahasa ... 18
2.3 Faktor-Faktor Pergeseran Bahasa ... 24
2.3. Kajian Pustaka ... 25
2.3.1 Lusiana Meliala, 2002 ... 25
2.3.2 Hepy Yen Trisny, 2006 ... 25
2.3.3 Marice, 2010 ... 26
2.3.4 Abdurahman Adisaputera, 2010 ... 26
2.3.5 Raina Rosanti, 2011 ... 27
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 28
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 29
3.2.2 Waktu Penelitian ... 30
3.3 Data dan Sumber Data ... 30
3.3.1 Data Primer ... 30
3.3.1 Data Sekunder ... 30
3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 31
3.4.1 Metode Observasi ... 31
3.4.2 Metode Pengamatan Berpartisipasi ... 32
3.4.3 Metode Wawancara ... 32
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data ... 33
BAB IV : GAMBARAN UMUM KOTA PADANGSIDIMPUAN 4.1 Sejarah Singkat Kota Padangsidimpuan ... 34
4.2 Letak Daerah Kecamatan Padangsidimpuan Utara ... 35
BAB V : TEMUAN PENELITIAN
5.1 Penggunaan Kata Sapaan Angkola di Kota Padangsidimpuan... 41
5.2 Bentuk Kata Sapaan Bahasa Angkola Yang Tergeser di Kota Padangsidimpuan ... 44
5.3 Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Pergeseran kata Sapaan Pada Masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan ... 69
BAB VI : PEMBAHASAN PENELITIAN 6.1 Pembahasan Kata Sapaan Bahasa Angkola di Kota Padangsidimpuan ... 74
6.2 Pembahasa Bentuk Kata Sapaan Yang Bergeser di Kota Padangsidimpuan ... 77
6.3 Pembahasan Faktor-Faktor Penyebab Pergeseran Kata Sapaan Pada Masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan ... 88
BAB VII : SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ... 93
7.2 Saran ... 94
DAFTAR PUSTAKA ... 96
LAMPIRAN BIODATA INFORMAN ... 99
BIODATA NARASUMBER ... ... 102
STRUKTUR PERCAKAPAN ... ... 103
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
Tabel 1 Data Penduduk Kelurahan se-Kecamatan Padangsidimpuan 37
Utara Menurut Usia per Desember 2011.
Tabel 2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok 39
Umur Tahun 2010
Tabel 3 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin 40
dan Kecamatan
Tabel 4 Kata Sapaan yang Tergeser pada Anak Remaja di 44
Kecamatan Padangsidimpuan Utara dan Kecamatan
Padangsidimpuan Selatan Kota Padangsidimpuan
pada usia 12 - 25 tahun
Tabel 5 Kata Sapaan yang Tergeser di Kecamatan 46
Padangsidimpuan Utara dan Kecamatan Padangsidimpuan
Selatan Kota Padangsidimpuan pada usia 26 - 45 tahun
Tabel 6 Kata Sapaan yang Tergeser pada Usia Tua 47
di Kecamatan Padangsidimpuan Utara dan Kecamatan
Padangsidimpuan Selatan di Kota Padangsidimpuan
pada usia 46 - 60 tahun
Tabel 7 Pergeseran Kata Sapaan di Kecamatan Padangsidimpuan 50
Utara Kelurahan Kayu Ombun
Tabel 8 Pergeseran Kata Sapaan di Kecamatan Padangsidimpuan 53
Utara Kelurahan Sadabuan
Tabel 9 Pergeseran Kata Sapaan di Kecamatan Padangsidimpuan 55
Tabel 10 Pergeseran Kata Sapaan di Kecamatan Padangsidimpuan 57
Selatan Kelurahan Ujung Padang
Tabel 11 Pergeseran Kata Sapaan di Kecamatan Padangsidimpuan 58
Utara Kelurahan Kayu Ombun
Tabel 12 Pergeseran Kata Sapaan di Kecamatan Padangsidimpuan 59
Utara Kelurahan Sadabuan
Tabel 13 Pergeseran Kata Sapaan di Kecamatan Padangsidimpuan 61
Selatan Kelurahan WekV
Tabel 14 Pergeseran Kata Sapaan di Kecamatan Padangsidimpuan 61
Selatan Kelurahan Ujung Padang
Tabel 15 Pergeseran Kata Sapaan di Kecamatan Padangsidimpuan 62
Utara Kelurahan Kayu Ombun
Tabel 16 Pergeseran Kata Sapaan di Kecamatan Padangsidimpuan 63
Utara Kelurahan Sadabuan
Tabel 17 Pergeseran Kata Sapaan pada Ranah Transaksi atau 64
Pasar di Kecamatan Padangsidimpuan Utara yaitu
Pasar Sangkumpal Bonang
Tabel 18 Pergeseran Kata Sapaan Pada Ranah Transaksi atau 64
Pasar di Kecamatan Padangsidimpuan Selatan yaitu
Pasar Saroha
Tabel 19 Pergeseran Kata Sapaan di Kecamatan Padangsidimpuan 66
Utara yaitu Kelurahan Timbangan
Tabel 20 Pergeseran Kata Sapaan di Kecamatan Padangsidimpuan 67
Utara yaitu Kelurahan Timbangan
Tabel 21 Pergeseran Kata Sapaan di Kecamatan Padangsidimpuan 69
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Pergeseran Kata Sapaan pada Masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan, yang bertujuan untuk : 1. Mendeskripsikan kata sapaan yang digunakan pada masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan, 2. Menemukan bentuk kata sapaan apa saja yang sudah mulai bergeser pada masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan, 3. Menemukan faktor faktor yang mempengaruhi pergeseran kata sapaan pada masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Kata Sapaan menurut Fasold dengan konsep kata sapaan Angkola menurut Siregar, teori Ranah Penggunaan Bahasa menurut Fishman dan teori Etnografi komunikasi menurut Hymes, dan faktor-faktor pergeseran bahasa menurut Fasold. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan mengadopsi teori Jane Richie. Hasil yang diperoleh setelah data dianalisis adalah kata sapaan yang mengalami pergeseran dalam bahasa Angkola yang tertinggi adalah pada kelompok anak remaja yang usianya berkisar dari 12 sampai 25 tahun, faktor-faktor yang menyebabkan kata sapaan tersebut mengalami pergeseran adalah prestise, urbanisasi, pemilihan bahasa dan transmisi bahasa.
ABSTRACT
This study is entitled The Shift of Addressing Words of Angkola Society in Padangsidimpuan. The objectives of this study are : 1. to describes the addressing words of Angkola society in Padangsidimpuan, 2. to find out the addressing words of Angkola society having shift. 3. To find out the factors causing the shifts on addressing words of Angkola society in Padangsidimpuan. The theories used in this study were the addressing words based on Fasold Theory and the local concept of the addressing words in Angkola society based on Siregar s, the domain use of language based on Fishman s theory and then the theory of etnografi of communication was Hymes s theory and factors of the shift in language based on Fasold theory. The method of this study was qualitative method taken from Jane Richie s theory. After an analysis of the results obtained of data showed that the highest shift of the addressing words Angkola language in Padangsidimpuan occured in a group of teenager whose age ranges from 12 years up to 25 years of age and the factors that cause these addressing words undergo the shift are environment, prestige, urbanization, language selection and the transmission of language.
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Pergeseran Kata Sapaan pada Masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan, yang bertujuan untuk : 1. Mendeskripsikan kata sapaan yang digunakan pada masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan, 2. Menemukan bentuk kata sapaan apa saja yang sudah mulai bergeser pada masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan, 3. Menemukan faktor faktor yang mempengaruhi pergeseran kata sapaan pada masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Kata Sapaan menurut Fasold dengan konsep kata sapaan Angkola menurut Siregar, teori Ranah Penggunaan Bahasa menurut Fishman dan teori Etnografi komunikasi menurut Hymes, dan faktor-faktor pergeseran bahasa menurut Fasold. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan mengadopsi teori Jane Richie. Hasil yang diperoleh setelah data dianalisis adalah kata sapaan yang mengalami pergeseran dalam bahasa Angkola yang tertinggi adalah pada kelompok anak remaja yang usianya berkisar dari 12 sampai 25 tahun, faktor-faktor yang menyebabkan kata sapaan tersebut mengalami pergeseran adalah prestise, urbanisasi, pemilihan bahasa dan transmisi bahasa.
ABSTRACT
This study is entitled The Shift of Addressing Words of Angkola Society in Padangsidimpuan. The objectives of this study are : 1. to describes the addressing words of Angkola society in Padangsidimpuan, 2. to find out the addressing words of Angkola society having shift. 3. To find out the factors causing the shifts on addressing words of Angkola society in Padangsidimpuan. The theories used in this study were the addressing words based on Fasold Theory and the local concept of the addressing words in Angkola society based on Siregar s, the domain use of language based on Fishman s theory and then the theory of etnografi of communication was Hymes s theory and factors of the shift in language based on Fasold theory. The method of this study was qualitative method taken from Jane Richie s theory. After an analysis of the results obtained of data showed that the highest shift of the addressing words Angkola language in Padangsidimpuan occured in a group of teenager whose age ranges from 12 years up to 25 years of age and the factors that cause these addressing words undergo the shift are environment, prestige, urbanization, language selection and the transmission of language.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang hubungan bahasa dengan
masyarakat adalah sosiolinguistik. Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin
antara sosiologi dan linguistik. Sosiologi merupakan kajian yang objektif dan ilmiah
mengenai manusia dalam masyarakat dan mengenai lembaga lembaga dan proses
sosial yang ada dalam masyarakat, sedangkan linguistik merupakan bidang ilmu yang
mempelajari bahasa, atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek
kajiannya (Chaer dan Agustina,2010:2). Setiap manusia memerlukan bahasa untuk
berinteraksi dengan sesama, jadi bahasa dan masyarakat sangat erat kaitannya.
Salah satu bidang kajian sosiolinguistik adalah pergeseran bahasa. Pergeseran
bahasa merupakan perubahan secara tetap dalam pilihan bahasa untuk keperluan
sehari-hari. Pergeseran bahasa disebabkan adanya perpindahan penduduk yang
mengakibatkan komposisi penduduk pada suatu daerah, yang menjadikan banyaknya
bahasa yang digunakan dalam suatu daerah tertentu yang berdampak pada masyarakat
itu sendiri sehingga harus memilih bahasa mana yang cocok digunakan dengan tidak
memikirkan apakah bahasa tersebut cocok digunakan dengan budaya yang ada pada
daerah tersebut.
Aspek pergeseran bahasa dalam sistem bahasa dan budaya masyarakat salah
satunya adalah pergeseran kata sapaan. Masyarakat Angkola merupakan suku yang
Masyarakat Angkola sangat kompleks dan memiliki ciri unik yang menarik untuk
dikaji.
Istilah kekerabatan adalah kata atau frase yang mengungkapkan
anggota-anggota dari suatu kelompok dalam masyarakat yang secara biologis berhubungan
atau berkerabat, sedangkan istilah kata sapaan adalah suatu ujaran yang dipergunakan
seseorang untuk menegur, menyapa atau memanggil seseorang secara adat sebagai
lawan bicara (Kridalaksana,2008). Jadi fokus penelitian ini adalah pada kata sapaan
yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari yakni di lingkungan rumah maupun di
luar rumah.
Penggunaan kata sapaan dalam bahasa Angkola harus sesuai dengan tatakrama
sopan santun dan adat. Dengan saling mengetahui marga masing-masing, orang yang
baru berkenalan akan mengetahui kata sapaan apa yang tepat untuk menyapa
seseorang dan kebiasaan ini di dalam masyarakat Angkola disebut dengan
martarombo.
Penulis telah mengamati kata sapaan yang sudah mulai bergeser pada
masyarakat Angkola di kota Padangsidimpuan akhir-akhir ini. Contoh berikut ini
menunjukkan adanya pergeseran kata sapaan pada masyarakat Angkola di kota
Padangsidimpuan..
1. A :Adongpapadibagas? Ada ayah di rumah?
B :Napedo mulak ngen kantor etek belum pulang dari kantor, etek
2. A : Giot kehe au da tu bagas ni om ku, dohot do ho? Saya mau pergi ke rumah om saya. Kamu ikut?
3. A :Madung lahirponakanku Sudah lahir keponakan saya
B :Olo, selamat mada madung jadi tanteho ateh sannari O, iya. Selamat ya sudah jadi tante.
4. A :Ookakak, tabusi majolo di au baju baru Kak, belikan saya baju baru! B : Olo naron da, adong jolo epeng ni kakak! Ya, nanti, jika uang kakak
sudah ada, ya!
Kata sapaan papa, om, keponakan, tante, dan kakak, pada contoh di atas adalah kata sapaan yang tidak berasal dari bahasa Angkola. Beberapa kata sapaan
tersebut sudah menggantikan kata sapaan yang lazimnya digunakan oleh masyarakat
Angkola di kota Padangsidimpuan. Dalam bahasa Angkola kata-kata sapaan tersebut
seharusnya adalahamang, tulang, parumaen, bou, danakkang.
Selain itu, penulis juga telah menemukan beberapa kata sapaan dalam
masyarakat Angkola yang mulai bergeser terutama di kalangan anak remaja yaitu
kata sapaan ayah dalam masyarakat Angkola seharusnya adalah amang, saat ini bergeser dengan sebutanpapa. Kata sapaaninangyang dikenal sebagai sebutan untuk memanggilibuyang melahirkan, saat ini mulai bergeser menjadi sebutanmama. Kata sapaantulangyang dikenal sebagai sebutan adik laki-laki Ibu, saat ini mulai bergeser menjadiom, sapaanbujing yang dikenal sebagai sebutan adik perempuan ibu saat ini mulai bergeser menjadi tante. Kata sapaan inang uda yang dikenal sebagai sebutan istri dari adik laki-laki ayah dan nantulang yang dikenal sebagai sebutan istri dari saudara laki-laki ibu, saat ini mulai bergeser menjadi sebutan tante.
Pergeseran kata sapaan yang telah diutarakan di atas adalah sebagian kecil yang
Padangsidimpuan adalah sebuah kota di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota
Padangsidimpuan terkenal dengan sebutan kota salakkarena banyaknya kebun salak di sana, terutama pada kawasan di kaki Gunung Lubukraya. Nama kota ini berasal
dari "Padang na dimpu" (padang memiliki arti hamparan luas, na adalah di dan dimpu adalah tinggi) yang berarti "hamparan rumput yang luas yang berada di tempat
yang tinggi." pada zaman dahulu daerah ini merupakan tempat persinggahan para
pedagang dari berbagai daerah, pedagang ikan dan garam dari Sibolga
-Padangsidimpuan-Panyabungan, Padang Bolak(paluta) Padangsidimpuan - Sibolga.
Kemudian sejak tanggal 21 Juni 2001, berdasarkan Undang-undang Nomor 4
Tahun 2001, kota Padangsidimpuan ditetapkan sebagai Daerah Otonom dan merupakan hasil penggabungan dari Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Kecamatan
Padangsidimpuan Selatan, Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua, Kecamatan
Padangsidimpuan Hutaimbaru, dan Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara yang
sebelumnya masuk wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan (BPS Kota
Padangsidimpuan, 2011).
Penulis telah melakukan penelitian yang seksama di kota Padangsidimpuan
dan menemukan banyak kata sapaan yang bergeser di daerah ini. Penelitian ini pada
dasarnya ingin melihat bagaimana pergeseran kata sapaan yang terjadi pada
masyarakat Angkola di kota Padangsidimpuan dan apa penyebab terjadinya
pergeseran tersebut dan apabila pergeseran kata sapaan ini dibiarkan lambat laun
istilah kata sapaan yang ada pada masyarakat Angkola di kota Padangsidimpuan akan
punah, selain itu bagian dari identitas bangsa akan hilang sebab dengan menggunakan
pendapat Fishman (1972) bahwa mengidentifikasi bahasa yang bergeser dan
cenderung punah dapat disebabkan oleh beberapa faktor yakni faktor faktor seperti
kecilnya populasi, kedwibahasaan, urbanisasi, modernisasi, migrasi, industrialisasi,
fungsi masing-masing bahasa dalam suatu masyarakat, dan sikap-sikap para
penuturnya. Berdasarkan atas pendapat Fishman di atas pergeseran kata sapaan pada
masyarakat Angkola di kota Padangsidimpuan juga terjadi terutama pada
kedwibahasaan, modernisasi dan sikap-sikap para penuturnya yang menggunakan
bahasa lain seperti bahasa Indonesia untuk berinteraksi terhadap sesama.
Berdasarkan keterangan sebelumnya yang telah dipaparkan di atas, penulis
membuat penelitian tesis yang berjudul Pergeseran Kata Sapaan Pada Masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan .
1.2 Pembatasan Masalah
Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas, maka peneliti
membuat suatu batasan dalam penelitian ini yakni kata sapaan yang dianalisis dalam
penelitian ini adalah kata sapaan yang digunakan langsung saat menegur lawan bicara
bukan kata sapaan yang digunakan sewaktu berbicara untuk menanyakan orang
ketiga ataupun kata sapaan yang digunakan untuk menyapa seseorang sebagai profesi
1.3 Rumusan Masalah
Rumusan Masalah dalam penelitian ini :
1. Bagaimanakah kata sapaan yang digunakan pada masyarakat Angkola di Kota
Padangsidimpuan?
2. Bentuk kata sapaan apa saja yang sudah bergeser pada masyarakat Angkola di kota
Padangsidimpuan ?
3. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan pergeseran kata sapaan pada masyarakat
Angkola di Kota Padangsidimpuan ?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah
1. Mendeskripsikan kata sapaan yang digunakan pada masyarakat Angkola di Kota
Padangsidimpuan
2. Memetakan semua kata sapaan yang mengalami pergeseran pada masyarakat
Angkola di kota Padangsidimpuan
3. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran kata sapaan Angkola di
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoretis
1. Menambah khasanah kajian sosiolinguisik tentang pergeseran sistem kata sapaan.
2 Sebagai sumber rujukan bagi mahasiswa dan peneliti yang ingin mengkaji tentang
kajian Sosiolinguistik.
3 Memotivasi peneliti lain untuk melakukan penelitian pergeseran kata sapaan pada
daerah yang berbeda.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Sebagai bahan rujukan bagi pemerintah kota Padangsidimpuan dalam rangka
pemeliharaan bahasa daerah.
2. Dapat dijadikan sebagai materi dalam pengajaran muatan lokal bahasa daerah di
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
2.1.1 Pengertian Pergeseran Bahasa
Menurut Romaine (1995:41) pergeseran bahasa adalah gejala perubahan
bentuk dan makna suatu bahasa hingga munculnya gejala kolektif, yaitu ketika
komunitas tutur meninggalkan bahasanya dan beralih ke bahasa yang lain. Gejala
kolektif ini disebabkan oleh adanya dinamika masyarakat yang multilingual dengan
berbagai aspek sosial di dalamnya. Pada masyarakat multilingual, kontak bahasa
tidak dapat dihindari. Peran, kedudukan, dan fungsi satu bahasa menyebabkan
terjadinya pilihan bahasa. Jika peran, kedudukan, dan fungsi bahasa mulai lemah,
pergeseran bahasa atau kepunahan bahasa akan terjadi dan komunitas tutur pun
beralih menggunakan bahasa lain dalam berbagai ranah penggunaan bahasa dan lama
kelamaan meninggalkan bahasanya.
Fasold (1984: 213 214) berpendapat bahwa pergeseran bahasa merupakan
hasil dari proses pemilihan bahasa dalam jangka waktu yang sangat panjang. Ketika
pergeseran bahasa terjadi, anggota suatu komunitas bahasa secara berkelompok lebih
memilih memakai bahasa baru daripada bahasa lama yang secara tradisional biasa
digunakan. Kridalaksana (2008:188) mengatakan pergeseran bahasa merupakan
perubahan secara tetap dalam pilihan bahasa seseorang untuk keperluan sehari-hari
(languange shift) menyangkut masalah penggunaan bahasa oleh seorang penutur atau sekelompok penutur yang bisa terjadi sebagai akibat perpindahan dari satu
masyarakat tutur ke masyarakat tutur lain. Kemungkinan lain yang lebih jauh adalah
terjadinya pergeseran bahasa yakni bahwa kenyataan salah satu kelompok masyarakat
tidak lagi memakai bahasa pertamanya dan bergeser atau berpindah ke bahasa kedua
yang lebih dominan. Dominasi dari bahasa kedua itu mungkin dapat disebabkan oleh
jumlah penuturnya yang jauh lebih besar atau bahasa kedua itu mungkin lebih
memberi peluang bagi kemajuan penuturnya ataupun disebabkan oleh bahasa kedua
itu lebih memiliki gengsi yang lebih tinggi dibanding bahasa pertama.
Jadi pergeseran memiliki makna bahwa adanya peralihan bahasa dari satu
komunitas penutur dengan bahasa yang baru yang dapat disebabkan oleh berbagai
alasan.
2.1.2 Kata Sapaan
Kajian tentang pergeseran bahasa dalam perspektif sosiolinguistik meliputi
kajian tentang identitas sosial penutur yang dapat mendeskripsikan tentang orang
yang menyapa dan orang yang disapa dalam lingkungan tempat tutur yang terjadi di
dalam pemakaian bahasa di masyarakat. Pengertian kata sapaan yang ada di dalam
masyarakat terkait pada hubungan orang yang menyapa dan orang yang disapa.
Dalam Kridalaksana (2008) kata sapaan adalah suatu ujaran yang
dipergunakan seseorang untuk menegur, menyapa orang lain sebagai lawan bicara.
two main kinds of address forms: names and second person pronouns. Kata sapaan merupakan kata yang digunakan penutur untuk menyapa atau menegur lawan bicara
yang sedang diajak bicara sewaktu berbincang-bincang. Dalam menyapa ada dua cara
yang dapat digunakan kepada lawan bicara yaitu dengan penggunaan nama
pertamanya atau gelar maupun nama belakangnya.
Jadi kata sapaan yang ada dalam suatu komunitas masyarakat tergantung pada
hubungan orang yang menyapa dengan orang yang disapa yang dapat mencerminkan
sistem sosial budaya masyarakat yang berlandaskan adat.
2.1.3 Kota Padangsidimpuan dan Angkola.
Dalam Siregar (1984:29) Angkola sebenarnya adalah sebutan untuk sebuah
daerah yang sebelumnya berada dalam kawasan Kabupaten Tapanuli Selatan. Namun
saat ini, kabupaten tersebut telah dibagi dalam beberapa wilayah tingkat II yaitu
Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Padang Sidimpuan, Kabupaten Padang Lawas
Utara, dan Kabupaten Padang Lawas. Dengan demikian, secara mudah dapat disebut
wilayah-wilayah itu sebagai Tapanuli bagian Selatan. Sebenarnya Angkola dahulu
lebih dikenal sebagai Angkola Sipirok, dengan wilayah cakupan yang sangat luas,
yang meliputi perbatasan Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, termasuk Batangtoru
Simangumban, Hopong, Sipirok, Saipar Dolok Hole, dan Hole, yang berbatasan
dengan Kabupaten Labuhan Batu. Wilayah ini juga harus dibedakan dari Mandailing
karena Mandailing berbatas di sebelah Selatan dengan Angkola.
Pada zaman penjajahan Belanda, Kabupaten Tapanuli Selatan disebut
Padangsidimpuan. Disebut Afdeeling Padangsidimpuan karena pusat pemerintahannya berada di Padangsidimpuan. Afdeeling Padangsidimpuan merupakan bagian dari Keresidenan Tapanuli yang berpusat di Sibolga. Awalnya
dalam pembentukan Keresidenan di Sibolga telah terjadi perdebatan mengenai usulan
nama. Ada yang mengusulkan nama Keresidenan Batak, tetapi ada yang tidak setuju
karena ada beberapa etnis di wilayahnya yang merasa bukan etnis Batak, seperti Nias,
Pesisir, dan sebagian Mandailing. Akhirnya, untuk melunakkan hati dan mengajak
mereka agar mau bergabung, dipilihlah nama Tapanuli yang berasal dari kata Tapian
Na Uli yaitu nama sebuah teluk di pantai Sibolga sebagai kompromi. Tapian artinya
tepian atau pinggir sungai, laut atau danau dan bisa juga diartikan sebagai tempat
mandi, Na Uli artinya cantik atau bagus. Maka Tapian Nauli maksudnya adalah
pinggir laut, berupa teluk di Sibolga yang indah atau bagus tempatnya.
Afdeeling Padangsidimpuan dibagi atas tiga onder afdeeling, masing-masing dikepalai oleh seorang Cotreleur dibantu oleh masing-masing Demang.
Afdeeling Angkola dan Sipirok, berkedudukan di Padangsidimpuan. wilayah ini dibagi atas tiga, yang biasa dikenal dengan sebutan distrik. Distrik tersebut adalah:
a. Distrik Angkola berkedudukan di Padangsidimpuan.
b. Distrik Batangtoru berkedudukan di Batangtoru.
c. Distrik Sipirok berkedudukan di Sipirok.
2.2. Landasan Teori
2.2.1 Kata Sapaan Masyarakat Angkola
Menurut Fasold (1984:23), Address forms are the speakers use to designate the person they are talking to while they are talking to them. In most language, there are two main kinds of address forms: names and second person pronouns. Kata sapaan merupakan kata yang digunakan penutur untuk menyapa atau menegur lawan
bicara yang sedang diajak bicara sewaktu berbincang-bincang.
Kata sapaan merupakan kata sopan santun menegur atau memanggil kepada
seseorang menurut adat yang dipakai dalam masyarakat Angkola. Kata sapaan adalah
kata yang digunakan untuk menyapa seseorang yang berbentuk tuturan lisan dapat
terjadi melalui dialog pada pertemuan pertama.
Dialog pada pertemuan pertama antar orang yang belum saling mengenal
adalah pertanyaan dan tanya jawab tentang marga masing-masing. Jadi dengan saling
mengetahui marga masing-masing, maka orang yang baru berkenalan dapat
mengetahui pola sapaan yang tepat dan kebiasaan ini disebut denganmartarombo. Kebiasaan martarombo berkembang dalam pergaulan sehari-hari masyarakat Angkola untuk mencari tokoh, tempat, dan kampung. Dengan adanya
kebiasaan martarombo ini perasaan kebersamaan akan dapat tercipta. Ini merupakan bukti bahwa nilai kata sapaan berperan penting dalam penyesuaian diri dengan
lingkungan. Jadi martarombo sangat penting dalam upaya memelihara dan menjaga rasa hormat dan kasih sayang, sebab orang yang saling menghormati dan menyayangi
Berikut ini adalah kata sapaan yang dipakai pada masyarakat Angkola
menurut Siregar dalam Surat Tumbaga Holing ( 1984: 55-56 ).
1. Ompungadalah sapaan untuk orang tua ayah dan ibu.
2. Amang adalah sapaan untuk ayah kandung, dan sapaan timbal balik kepada anak laki-laki.
3. Inang adalah sapaan untuk ibu kandung yang melahirkan, dan sapaan timbal balik kepada anak perempuan.
4. Pahompuadalah sapaan untuk cucu.
5. Amang udaadalah sapaan untuk semua adik laki-laki ayah.
6. Amangtuaadalah sapaan untuk semua abang ayah.
7. Inang udaadalah sapaan untuk isteri dari adik ayah.
8. Inang tuaadalah sapaan untuk isteri dari abang ayah.
9. Ujing, bujingadalah sapaan untuk adik perempuan dari ibu.
10.Inang tobangadalah sapaan untuk kakak perempuan dari ibu.
11.Bouadalah sapaan saudara perempuan ayah.
13.Tulangadalah sapaan untuk saudara laki-laki dari ibu.Tulangjuga merupakan sapaan laki-laki kepada ayah dari isterinya.
14.Amangboruadalah sapaan untuk suami dari saudara ayah yang perempuan.
15.Anggi adalah sapaan kepada saudara yang lebih muda sesama laki laki atau sesama perempuan.
16.Angkang adalah sapaan kepada saudara yang lebih tua sesama laki laki atau sesama perempuan.
17.Amang udaadalah sapaan suami dari adik perempuan ibu kita. 18.Amang tobang adalah suami dari kakak ibu kita.
19.Bere adalah sapaan seorang laki laki kepada anak laki laki dan anak perempuan dari saudara perempuannya. Bere juga merupakan sapaan untuk suami dari anak perempuan.
20.Boru tulang sapaan ini di ucapkan oleh laki laki dan perempuan kepada anak perempuan dari saudara laki- laki ibu mereka.
21.Eda adalah sapaan timbal balik antara isteri dan saudara perempuan suaminya.
22.Iboto adalah sapaan timbal balik antara saudara laki laki dan saudara perempuan.
26.Parumaen adalah sapaan laki-laki dan perempuan kepada anak perempuan. dari saudara laki-laki.
27.Apa / ama naposo adalah sapaan laki dan perempuan kepada anak laki-laki dari saudara laki-laki-laki-laki.
28.Tungganeadalah sapaan laki-laki kepada anak laki-laki dari saudara ibu. Teori kata sapaan yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori kata sapaan
menurut Fasold dan konsep kata sapaan Angkola di kota Padangsidimpuan yang
digunakan pada penelitian ini adalah konsep istilah kata sapaan menurut Siregar
dalam bukunya Surat Tumbaga Holing. Penggunaan teori Fasold untuk menjawab
rumusan masalah yang pertama sebab dalam penelitian ini kata sapaan yang dianalisis
adalah kata sapaan yang langsung digunakan seseorang untuk menegur lawan
bicaranya saat berbincang-bincang dan konsep kata sapaan menurut Siregar
merupakan kata sapaan yang seharusnya digunakan di daerah Angkola dengan
berpatokan pada konsep yang dinyatakan oleh Siregar dalam menganalisis data dapat
membedakan yang mana saja kata sapaan yang sudah mengalami pergeseran. Teori
kata sapaan dan konsep kata sapaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
untuk menjawab rumusan masalah yang pertama.
2.2.2 Sosiolinguistik
Dalam Nababan (1993), istilah sosiolinguistik sendiri sudah digunakan oleh
masalah yang berhubungan dengan ragam bahasa seseorang dengan status sosialnya
dalam masyarakat. Kelompok-kelompok yang berbeda profesi atau kedudukannya
dalam masyarakat cenderung menggunakan ragam bahasa yang berbeda pula.
Sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang mengkaji hubungan antara
bahasa dan masyarakat penuturnya. Ilmu ini merupakan kajian kontekstual terhadap
variasi penggunaan bahasa masyarakat dalam sebuah komunikasi yang alami. Variasi
dalam kajian ini merupakan masalah pokok yang dipengaruhi atau mempengaruhi
perbedaan aspek sosiokultural dalam masyarakat.
Fasold (1984) mengemukakan bahwa inti sosiolinguistik tergantung dari dua
kenyataan. Pertama, bahasa bervariasi, yang menyangkut pilihan bahasa-bahasa bagi
para pemakai bahasa. Kedua, bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan
informasi dan pikiran-pikiran dari seseorang kepada orang lain. Pada umumnya
sosiolinguistik membahas hubungan bahasa dengan masyarakat.
Sebagai ilmu antardisiplin, sosiolinguistik memiliki masalah atau pokok
bahasan yang amat luas. Nababan (1993:3) menyatakan, ada tiga masalah pokok yang
dianalisis dalam sosiolinguistik, yaitu :
a. Masalah bahasa dalam konteks sosial dan kebudayaan
b. Masalah hubungan faktor-faktor kebahasaan, ciri-ciri dan ragam bahasa dengan
situasi serta faktor-faktor sosial budaya
c. Masalah fungsi-fungsi sosial dan penggunaan bahasa dalam masyarakat.
Kemudian berdasarkan ketiga masalah di atas Nababan menjabarkan berbagai
a. Bahasa, dialek, idiolek dan ragam bahasa
b. Repertoar bahasa
c. Masyarakat bahasa
d. Kedwibahasaan dan kegandaan bahasa
e. Fungsi kemasyarakatan bahasa dan profil sosiolinguistik
f. Penggunaan bahasa (etnografi berbahasa)
g. Sikap bahasa
h. Perencanaan bahasa
i. Interaksi sosiolinguistik
j. Bahasa dan kebudayaan
Jadi, sosiolinguistik berbeda dengan kajian linguistik yang hanya mengkaji
bahasa. Sosiolinguistik tidak hanya mengakaji tentang bahasa saja, tetapi juga
mengkaji aspek-aspek yang melatari peristiwa kebahasaan.
Chaer dan Agustina (2010:134) menjelaskan bahwa kajian sosiolinguistik
memiliki kaitan dengan kontak bahasa yang terjadi dalam masyarakat, di antaranya
perubahan bahasa yang menyangkut soal bahasa sebagai kode, pergeseran bahasa
yang menyangkut masalah mobilitas penutur, dan pemertahanan bahasa yang
menyangkut masalah sikap atau penilaian terhadap suatu bahasa.
Konferensi sosiolinguistik yang berlangsung di California, Los Angeles pada
tahun 1994, telah merumuskan tujuh dimensi dalam penelitian sosiolinguistik (Chaer
dan Agustina 2010:5). Ketujuh dimensi yang merupakan masalah dalam
sosiolinguistik adalah :
2. Identitas sosial dan pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi
3. Lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi
4. Jangkauan dan tujuan peneliti yang dapat bersifat sinkronis dan diakronis
5. Penilaian sosial yang berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk bentuk ujaran
6. Tingkat variasi dan ragam linguistik
7. Penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik.
Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini berkaitan dengan pergeseran
kata sapaan bahasa Angkola dengan identitas pembicara dan identitas pendengar
yang terlibat dalam proses komunikasi dan lingkungan sosial tempat peristiwa tutur
terjadi.
2.2.3 Ranah Penggunaan Bahasa
Bahasa sesungguhnya hanya ada dalam pikiran para pemakainya, dan akan
berfungsi ketika para pemakainya berhubungan satu sama lain secara alami dalam
lingkungan sosial dan alamiah. Para penutur berinteraksi dengan dua bahasa atau
lebih menyebabkan terjadinya multifungsi bahasa. Bagi penutur yang dwibahasawan,
konsekuensi penguasaan lebih dari satu bahasa menimbulkan peristiwa pilihan
bahasa. Dalam sebuah komunitas (guyup), tingginya intensitas penggunaan salah satu
bahasa akan mempengaruhi vitalitas bahasa yang lain.
Vitalitas sebuah bahasa dapat dilihat dari fungsi dan intensitas penggunaan
bahasa pada masing-masing ranah penggunaan oleh para penuturnya. Semakin
maka semakin kuat daya tahan bahasa tersebut dari ancaman kepunahan. Akan tetapi,
bagaimana mengidentifikasi bahasa-bahasa yang terancam punah tidaklah selalu
jelas. Faktor-faktor seperti kecilnya populasi, kedwibahasaan, urbanisasi,
modernisasi, migrasi, industrialisasi, fungsi masing-masing bahasa dalam suatu
masyarakat, dan sikap-sikap para penuturnya mempunyai berbagai dampak yang
berbeda terhadap berbagai kelompok bahasa (Fishman,1972:213). Faktor-faktor
tersebut berinteraksi dalam masyarakat secara dinamis.
Salah satu cara untuk menguji penggunaan bahasa pada komunitas tutur
diperlukan teori ranah (domain), sebuah istilah yang dipopulerkan oleh sosiolinguis Amerika, yaitu Joshua Fishman. Fishman (1972:442) mendefenisikan ranah
sebagai gambaran abstrak sosial budaya dari topik komunikasi, hubungan
antarkomunikator, dan tempat terjadinya peristiwa komunikasi, sesuai dengan
struktur sosial lapisan suatu komunitas tutur. Faktor sosial tertentu siapa yang
berbicara, konteks sosial pembicaraan, fungsi dan topik pembicaraan ternyata sangat
penting dalam pertimbangan untuk memilih bahasa dalam berbagai jenis komunitas
tutur yang berbeda.
Menurut Crystal (1980) Konsep ranah yang dikembangkan dalam bidang
sosiolinguistik mengacu pada sekelompok situasi sosial yang terlembaga yang
biasanya dibatasi oleh serangkaian peraturan perilaku bersama. Dalam
komunitas-komunitas multilingual, variasi topik dan pilihan bahasa yang digunakan oleh
partisipan merupakan variabel terikat dari berbagai ranah dalam
rumah, sekolah, tempat kerja, serta peristiwa budaya dan peristiwa sosial. Terlebih
lagi, telah ditunjukkan bahwa pilihan bahasa merupakan suatu tanda solidaritas dan
jati diri kelompok. Dengan demikian, penjelasan terhadap masalah pilihan bahasa
daerah, menurut jumlah ranah yang di dalamnya pilihan itu ditemukan, dianggap
sebagai suatu indikator yang kuat terhadap daya hidup bahasa.
Fishman (1968) mengemukakan 4 ranah, yaitu (1) keluarga, (2) ketetanggaan,
(3) kerja, dan (4) agama. Greenfield (dalam Fasold, 1984:181) menggunakan 5 ranah
dalam penelitiannya tentang pilihan bahasa orang Puerto Rico di New York City,
yaitu (1) keluarga, (2) kekariban, (3) agama, (4) pendidikan, dan (5) kerja. Sementara
itu, Sumarsono (2002:266) menggunakan 7 ranah pengamatan dalam penelitian yang
dilakukannya, yakni (1) keluarga, (2) kekariban, (3) ketetanggaan, (4) pendidikan, (5)
agama, (6) transaksi, dan (7) pemerintahan.
Teori ranah yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Fishman yang
telah dikembangkan oleh Sumarsono. Dari tujuh ranah yang disebutkan oleh
Sumarsono hanya tiga ranah yang diambil untuk penelitian ini yaitu ranah keluarga,
ketetanggaan dan transaksi. Ranah keluarga, ketetanggaan dan transaksi dipakai
dalam penelitian ini sebab pada ketiga ranah tersebut kata sapaan lebih sering
digunakan dan pada ketiga ranah tersebut kata sapaan yang digunakan lebih
bervariatif. Sedangkan pada ranah kekariban sudah memiliki kesamaan dengan
ketetanggaan sebab bisa saja bertetangga berarti bersaudara dekat dan akrab karena
sering bertemu dan sering berkomunikasi dan pada ranah pendidikan kata sapaan
ranah kerja kata sapaan yang sering digunakan adalah kata sapaan bapak dan ibu, dan
pada ranah agama kata sapaan yang sering digunakan adalah ustadz dan mualimah.
Jadi oleh sebab itu penulis hanya meneliti pada tiga ranah penelitian yaitu ranah
keluarga, ketetanggan dan ranah transaksi sebab pada ketiga ranah tersebut kata
sapaan yang digunakan lebih bervariatif.
2.2.4 Etnografi Komunikasi
Etnografi komunikasi, ketika pertama sekali dikemukakan oleh Hymes
(1974) dengan istilah etnografi wicara (ethnography of speaking), adalah salah satu ancangan yang dapat digunakan di dalam penelitian hubungan bahasa dengan
masyarakat. Kajian etnografi komunikasi melingkupi persoalan bagaimana
komunikasi yang berlangsung pada komunitas tutur (speech community) terpola dan terorganisasi sebagai sistem peristiwa komunikatif dan bagaimana sistem-sistem itu
berinteraksi dengan sistem-sistem lain. Untuk itu, dalam teori etnografi komunikasi
diasumsikan bahwa penggunaan bahasa dalam suatu komunitas adalah peristiwa tutur
(speech event) yang dipengaruhi oleh sistem sosial dan sistem budaya komunitas tersebut. Situasi penggunaan bahasa pada suatu komunitas dengan berbagai aspek
sosial budaya yang terkait dalam peristiwa tutur menyiratkan adanya hubungan antara
bahasa dan norma sosial dan norma budaya.
Menurut Hymes (1974), kerangka acuan yang dipakai dalam penelitian
kegiatan-kegiatan komunikatif sebagai suatu keseluruhan. Dengan demikian, pengamatan
utama adalah unsur komunikasi yang harus dilihat dari sudut pandang dan minat
komunitas itu sendiri. Linguistik yang dapat memberi sumbangan kepada etnografi
komunikasi, itulah sosiolinguistik.
Fokus kajian etnografi komunikasi adalah guyup tutur (komunitas tutur),
yakni bagaimana cara komunikasi dipolakan dan diorganisasikan sebagai sistem
peristiwa komunikatif (Sumarsono, 2002:16). Sistem komunikatif mengisyaratkan
bahwa sistem-sistem yang terpola dan terorganisasi itu berinteraksi dengan sistem
budaya yang lain. Oleh karena itu, etnografi komunikasi mensyaratkan penelitian
langsung penggunaan bahasa dalam peristiwa tutur. Di samping peristiwa tutur,
dalam sebuah komunikasi akan terjadi penggunaan bahasa pada berbagai ranah
penggunaan dan pilihan bahasa.
Dalam peristiwa tutur ditemukan sejumlah komponen tutur (component of speech). Ada 16 komponen yang dikemukakan Hymes (1974), yakni bentuk pesan, isi pesan, latar, adegan (scene), pengirim pesan, pembicara, penerima pesan, lawan bicara, maksud, tujuan, kunci, saluran, bentuk tutur, norma interaksi, norma
instrumentalities (I) mengacu pada saluran komunikasi yang digunakan; norms of interaction and interpretation (N) berkenaan dengan norma, aturan, atau tata cara dalam berkomunikasi; dangenre(G) jenis ujaran.
Penggunaan teori Etnografi komunikasi dalam penelitian ini untuk
menunjukkan komunikasi dalam penggunaan kata sapaan berhubungan dengan
kepada siapa komunikasi ditujukan dan bahasa apa yang digunakan dalam
berkomunikasi dan beriteraksi. Berkomunikasi dan beriteraksi baik di lingkungan
rumah ataupun di lingkungan masyarakat adalah aplikasi SPEAKING dari Hymes
sekaligus untuk menjawab permasalahan nomor dua.
2.3 Faktor-Faktor Pergeseran Bahasa
Pergeseran bahasa merupakan pilihan bahasa yang diambil oleh masyarakat
untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan keluarga ataupun di
lingkungan masyarakat. Pilihan bahasa dalam suatu komunitas tutur mengakibatkan
adanya pergeseran bahasa yang terjadi pada masyarakat.
Pergeseran bahasa dapat disebabkan adanya perpindahan penduduk yang
mengakibatkan komposisi penduduk pada suatu daerah, yang menjadikan banyaknya
bahasa yang digunakan dalam suatu daerah tertentu yang berdampak pada masyarakat
itu sendiri sehingga harus memilih bahasa mana yang cocok untuk digunakan dengan
tidak memikirkan apakah bahasa tersebut cocok digunakan dengan budaya yang ada
Fasold (1984) menyatakan bahwa faktor-faktor pergeseran bahasa disebabkan
oleh adanya prestise, urbanisasi, sikap bahasa dan transmisi bahasa, yang merupakan
faktor-faktor yang dapat diidentifikasikan sebagai penyebab pergeseran bahasa.
Pergeseran bahasa merupakan hasil dari proses pemilihan bahasa dalam
jangka waktu yang sangat panjang. Ketika pergeseran bahasa terjadi, anggota suatu
komunitas bahasa secara berkelompok lebih memilih memakai bahasa baru daripada
bahasa lama yang secara tradisional biasa digunakan.
Teori pergeseran bahasa yang dinyatakan oleh Fasold digunakan dalam
penelitian ini sebab faktor-faktor pergeseran bahasa yang ditemukan di lapangan
sesuai dengan apa yang telah dinyatakan oleh Fasold. Teori pergeseran bahasa yang
dinyatakan oleh Fasold merupakan teori yang digunakan untuk menjawab rumusan
masalah ketiga dalam penelitian ini.
2.4 Kajian Pustaka
Beberapa penelitian terdahulu mengenai kata sapaan dalam kajian
Sosiolinguistik adalah :
2.3.1 Lusianna Meliala, 2002.
Lusianna Meliala, 2002, dalam disertasinya yang berjudul Sistem panggilan bahasa Karo. Beliau meneliti tentang ragam sapaan dalam bahasa Karo, pemakaian kata sapaan dalam bahasa Karo yang disesuaikan dengan parameter umur, status
meneliti kesalahan pemakaian kata sapaan yang menyebabkan komunikasi tidak
lancar yang dapat menimbulkan kesalahpahaman antara penyapa dengan tersapa.
2.3.2 Hepy Yen Trisny, 2006.
Hepy Yen Trisny, 2006, dalam tesisnya yang berjudul Kata Sapaan Bahasa Minangkabau. Beliau membahas perbedaan kata sapaan yang ada di dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Minang yang diakibatkan adanya pengaruh bahasa Indonesia
modern.
2.3.3 Marice, 2010.
Marice, 2010, Bahasa Batak Toba di Kota Medan Kajian Interferensi dan Sikap Bahasa (Disertasi), yang mengkaji tentang adanya gejala interferensi dalam bahasa Batak Toba oleh penutur Batak Toba di Medan. Dari perekaman tuturan
dalam berbagai situasi dalam penelitian beliau. Beliau menemukan tiga tipe
interferensi yaitu interferensi dalam aspek fonologis, gramatikal dan leksikal. Pada
aspek fonologi beliau menemukan adanya penyimpangan alternasi fonem dan
pelafalan asimilasi fonem. Pada aspek morfologi menemukan penyimpangan yang
terdapat pada pembentukan nomina dan verba. Dalam aspek sintaksis menemukan
interferensi berupa penghilangan partikel. Dari aspek tuturan menemukan adanya
kedwibahasaan dan diglosia yang terjadi pada bahasa Batak Toba di kota Medan.
2.3.4 Abdurahman Adisaputera, 2010.
Remaja. Beliau mengkaji tentang pergeseran bahasa yang terjadi pada komunitas remaja Melayu di Stabat yang dianalisis berdasarkan hasil tes kompetensi leksikal
dan bentuk-bentuk lingual dalam repetoar bahasa Melayu di Stabat. Kemudian
menemukan bahwa adanya pergeseran Bahasa Melayu Langkat pada komunitas
Melayu di Stabat yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Penelitian beliau
dijadikan sebagai kajian terdahulu sebab landasan teori yang digunakan dalam
penelitian beliau yakni teori etnografi komunikasi dan teori ranah penggunaan bahasa
yang beliau gunakan dalam penelitian pergeseran bahasa sama dengan teori yang
digunakan dalam penelitian ini dan perbedaan terletak pada objek kajian beliau
dengan objek kajian penulis dalam tesis ini. Jika beliau meneliti tentang pergeseran
kompetensi leksikal dan bentuk-bentuk lingual dalam repetoar bahasa Melayu
sedangkan penelitian dalam tesis ini adalah mengenai pergeseran kata sapaan pada
masyarakat Angkola di kota Padangsidimpuan dan tidak sampai pada kepunahan
bahasa. penelitian ini juga hanya meneliti kata sapaan pada ranah keluarga,
ketetanggaan dan transaksi.
2.3.5 Raina Rosanti, 2011.
Raina Rosanti, 2011, dalam tesisnya yang berjudul Pergeseran Kata Sapaan Dalam Bahasa Minagkabau Dialek Agam Di Kota Medan. Beliau membahas tentang pergeseran kata sapaan yang terjadi pada masyarakat Minagkabau di kota Medan.
Dalam penelitian beliau bahwa masyarakat Minangkabau memiliki dua bagian kata
sapaan kekerabatan yakni kata sapaan pada umumnya dan kata sapaan nonkerabat.
dan kata sapaan jabatan. Dalam masyarakat Minangkabau pun telah terjadi
pergeseran kata sapaan yang disebabkan oleh faktor bahasa asing yang lebih prestise
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu dengan memberikan gambaran
secara sistematis dan akurat tentang pergeseran kata sapaan pada masyarakat Angkola
di Kota Padangsidimpuan.
Menurut Moleong (2010:6), penelitian kualitatif adalah upaya untuk
menyajikan dunia sosial dan perspektifnya dari segi konsep, perilaku, persepsi, dan
persoalan tentang manusia yang diteliti. Peranan penting tentang konsep, perilaku,
persepsi, dan persoalan tentang manusia harus dimunculkan dalam penelitian
kualitatif serta dideskripsikan secara rinci untuk menemukan gambaran yang utuh
tentang penggunaan bahasa dalam masyarakat tutur. Penelitian berupaya untuk
membuktikan dan menemukan kebenaran yang diperoleh secara rinci dari lapangan
agar dapat menafsirkan fenomena yang terjadi dengan menggunakan pendekatan
kualitatif.
Menurut Suparlan (1994:3) pendekatan kualitatif sering juga dinamakan
pendekatan humanistik karena di dalam pendekatan ini cara pandang, cara hidup,
selera ataupun emosi dan keyakinan dari warga masyarakat yang diteliti sesuai
dengan masalah yang diteliti dan juga termasuk data yang harus dikumpulkan.
Sedangkan Creswell dalam hamid (2008:8) mendefenisikan pendekatan kualitatif
manusia, berdasarkan pada penciptaan gambar holistik yang dibentuk dengan
kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci, dan disusun dalam sebuah
latar ilmiah.
Dengan demikian laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk
memberi gambaran penyajian laporan. Data tersebut dapat berasal dari wawancara,
catatan lapangan, dokumen pribadi ataupun dokumen resmi lainnya.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Padangsidimpuan. Dari enam Kecamatan
yang ada di Kota Padangsidimpuan hanya dua Kecamatan yang dijadikan sebagai
lokasi penelitian, yakni Kecamatan Padangsidimpuan Selatan dan Kecamatan
Padangsidimpuan Utara. Ada dua kelurahan yang dipilih sebagai lokasi penelitian
untuk masing-masing Kecamatan, yaitu Kelurahan Ujung Padang dan Kelurahan
Wek V. Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, Kelurahan Timbangan dan Kelurahan
Sadabuan. Kecamatan Padangsidimpuan Utara. Keempat kelurahan tersebut dijadikan
sebagai lokasi penelitian, sebab adanya suku lain seperti suku Jawa, Minang, Nias
yang bermukim di daerah tersebut, kemudian karena adanya penggunaan bahasa lain
selain bahasa Angkola dan melalui pengamatan penulis kata sapaan yang paling
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama tiga minggu, yaitu pada 8 Maret 2012 sampai
1 April 2012.
3.3 Data dan Sumber Data
Menurut Sitanggang ( 2004 : 146 ) data adalah keterangan yang benar dan
nyata yang dapat dijadikan dasar analisis atau pemecahan masalah. Sumber adalah
informasi yang berasal dari orang, televisi, berita dan lain-lain (Sitanggang,
2004:728). Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder.
3.3.1 Data Primer
Data primer dalam penelitian ini merupakan data lisan yang berupa tuturan
kata sapaan yang dituturkan oleh informan baik itu melalui wawancara ataupun dari
pengamatan berpartisipasi yang dilakukan di lapangan.
3.3.2 Data Sekunder
Untuk memperkuat data primer dalam penelitian ini diperlukan juga adanya
data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari perpustakaan, yang
mencakup buku-buku, disertasi, tesis, jurnal, tulisan-tulisan, dokumen resmi yang
3.4 Metode danTeknik Pengumpulan Data
Setelah memiliki surat izin penelitian, langkah selanjutnya adalah proses
pengumpulan data. Menurut Suparlan dalam Patilima (2005:17), metode penelitian
yang umumnya digunakan adalah metode observasi, metode pengamatan
berpartisipasi dan metode wawancara. Pada tahap pengumpulan data, penelitian ini
menggunakan tiga metode tiga metode, yaitu metode observasi, metode pengamatan
berpartisipasi dan metode wawancara sehingga data yang diinginkan dapat diperoleh
secara akurat, menyeluruh, dan terpercaya. Metode observasi mengaplikasikan teknik
catat, rekam. Metode pengamatan berpartisipasi menerapkan teknik rekaman melalui
samaran dan pancingan, serta metode wawancara menerapkan teknik tanya-jawab.
1.5.3 Metode Observasi
Metode observasi dilaksanakan untuk memperoleh data dari berbagai sumber.
Sumber tersebut diperoleh dari hasil penelitian, catatan-catatan, keterangan
masyarakat, dan berbagai sumber tertulis lainnya. Selain dilakukan dengan
pengumpulan bahan-bahan tertulis, dan perekaman, observasi juga dilakukan dengan
pencatatan hal-hal yang dianggap penting pada saat proses pengamatan terhadap
objek yang diteliti. Catatan ini digunakan sebagai pedoman ketika analisis data
1.5.4 Metode Pengamatan Berpartisipasi
Metode pengamatan berpartisipasi digunakan untuk memperoleh data secara
langsung, faktual dan otentik tentang beberapa perilaku nyata berbahasa. Metode ini
digunakan pada beberapa lokasi pemakaian bahasa, yaitu rumah, pasar. Perolehan
data dilakukan dengan teknik samaran dan pancingan. Dengan teknik ini, peneliti
mengamati subjek secara sistematis tersebut berada dalam keadaan seolah-olah tidak
sedang diteliti (paradox observer) sehingga data yang diperoleh adalah data alamiah, bukan data yang dibuat-buat.
Keterlibatan peneliti secara langsung pada masyarakat memungkinkan peneliti
memperoleh data kualitatif secara lengkap, akurat dan menyeluruh.
1.5.5 Metode Wawancara
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
takterstruktur. Data melalui wawancara digunakan untuk mendukung data yang
diperoleh melalui pengamatan berpartisipasi.
Terkait dengan aspek yang diteliti, peneliti menyiapkan pedoman wawancara
untuk tiga orang narasumber. Ketiga orang narasumber tersebut mewakili unsur
masyarakat yang mengetahui selukbeluk, perkembangan, dan penggunaan bahasa
Angkola. Narasumber yang terpilih ini terdiri dari 1 orang pejabat dalam
pemerintahan, 1 orang tokoh adat, dan 1 orang tokoh masyarakat. Kriteria
di desanya, sehat jasmani dan rohani (tidak gila), dapat berbahasa Indonesia (Mahsun,
1995:106). Instrumen yang digunakan pada saat wawancara berlangsung adalah buku,
alat tulis, dan alat rekam.
Proses wawancara dilakukan secara bersemuka dengan teknik tanya-jawab.
Wawanacara digunakan untuk memperoleh data kualitatif tentang hubungan
kebahasaan dengan lingkungan komunitas Angkola. Pada saat proses wawancara
berlangsung, peneliti sudah menyiapkan alat rekam untuk merekam seluruh hasil
wawancara.
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil observasi, pengamatan berpartisipasi dan
wawancara akan dianalisis secara kualitatif. Adapun tahapan analisis kualitatif dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Mengklasifikasikan hasil rekaman berdasarkan ranah pengamatan dengan
menggunakan teori ranah penggunaan bahasa dan etnografi komunikasi dari
Fishman dan Hymes.
b. Mentranskripsikan hasil rekaman ke dalam bentuk tulisan.
c. Menabulasikan hasil-hasil pergeseran kata sapaan yang telah didapat dari
penelitian sesuai dengan ranah penelitian dalam bentuk tabel dan deskripsi.
d. Mendeskripsikan faktor-faktor apa yang menyebabkan pergeseran kata sapaan
BAB IV
GAMBARAN UMUM KOTA PADANGSIDIMPUAN
4.1 Sejarah Singkat Kota Padangsidimpuan
Nama Kota Padangsidimpuan berasal dari kata Padang Na Dimpu yang berartiPadang = Luas, Na= di, danDimpu= Tinggi ) yang artinya hamparan rumput yang luas yang berada di tempat yang tinggi. Sekitar tahun 1700, Padangsidimpuan
merupakan lokasi dusun kecil yang sering disinggahi oleh para pedagang sebagai
peristirahatan. Mereka adalah para pedagang ikan dan garam dari daerah Sibolga,
Padang Bolak, dan Panyabungan.
Seiring perkembangan zaman, tempat persinggahan ini menjadi ramai dan
menjadi kota. Pada 1821, kota ini pertama kali dibangun sebagai benteng oleh
pasukan Paderi yang dipimpin oleh Tuanku Imam Lelo yang membentang dari
Batang Ayumi sampai Aek Sibotar. Sisa-sisa peninggalan perang Paderi saat ini
masih ditemukan meskipun tidak terawat dengan baik. Pengaruh pasukan perang
Paderi berdampak pada agama Islam yang dianut oleh mayoritas penduduk Kota
Padangsidimpuan.
Motto Kota Padangsidimpuan adalah Salumpat Saindege yang artinya
selangkah seirama. Kota Padangsidimpuan terkenal dengan julukan Kota Salak
Melalui aspirasi masyarakat serta Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1982
dan melalui Rekomendasi DPRD Tapanuli Selatan Nomor 15/ KPPS/ 1992 dan
nomor 16 KPPS / 1992 Kota Administratif diusulkan menjadi Kotamadya Daerah
Tk.II.
Pada tanggal 17 Oktober 2001 oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden
Republik Indonesia diresmikan Padangsidimpuan menjadi kota. Drs.Zulkarnaen
Nasution yang oleh Gubernur Sumatera Utara dilantik sebagai Pejabat Walikota
Padangsidimpuan pada tanggal 9 Nopember 2001.
Kota Padangsidimpuan saat ini terdiri atas 6 wilayah kecamatan, yakni :
a. Kecamatan Padangsidimpuan Utara
b. Kecamatan Padangsidimpuan Selatan
c. Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua
d. Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru
e. Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara
f. Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu
Sumber : Buku Saku Kota Padangsidimpuan.
4.2 Letak Daerah Kecamatan Padangsidimpuan Utara
Kecamatan Padangsidimpuan Utara berada di jantung Kota Padangsidimpuan
yang tersebar di wilayah Kecamatan Padangsidimpuan Utara. Kecamatan ini
berbatasan langsung dengan :
a. Sebelah Utara : Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru
b. Sebelah Selatan : Kecamatan Padangsidimpuan Selatan
c. Sebelah Timur : Kecamatan Padangsidimpuan Selatan
d. Sebelah Barat : Kecamatan Padangsidimpuan Selatan
Kecamatan Padangsidimpuan Utara terdiri dari 16 Kelurahan/Desa, yakni :
a. Kelurahan Wek I
b. Kelurahan Wek II
c. Kelurahan Wek III
d. Kelurahan Wek IV
e. Kelurahan Sadabuan
f. Kelurahan Losung Batu
g. Kelurahan Tobat
h. Kelurahan Tano Bato
i. Kelurahan Bonan Dolok
j. Kelurahan Batang Ayumi Jae
k. Kelurahan Batang Ayumi Julu
l. Kelurahan Panyanggar
m. Kelurahan Timbangan
n. Kelurahan Bincar
o. Kelurahan Kantin
Tabel 1
Data Penduduk Kelurahan se-Kecamatan Padangsidimpuan Utara menurut usia per Desember 2011
No Kelurahan Jumlah Usia
0-7 8-19 20-35 36-50 51-60 >61
1 Wek I 5.842 673 1212 1534 1488 611 324
2 Wek II 3.255 431 721 585 1095 321 12
3 Wek III 2726 235 431 786 952 210 112
4 Wek IV 2332 223 438 553 729 279 110
5 Sadabuan 4310 513 1078 986 1174 386 173
6 Losung
Batu
5233 523 1142 1321 1481 528 238
7 Tobat 2410 283 629 624 512 254 108
8 Tano Bato 3750 401 931 996 901 329 192
9 Bonan
Dolok
2251 211 439 665 534 286 116
10 Batang Ayumi Jae
1665 132 243 488 561 152 89
11 Batang Ayumi Julu
2734 264 456 636 964 282 132
12 Panyanggar 2863 287 407 737 876 388 168
13 Timbangan 4301 435 857 921 1358 486 244
14 Bincar 5914 639 1387 2387 1654 589 258
15 Kantin 2081 212 324 521 664 244 116
16 Kayu
Ombun
2481 268 532 588 682 287 124
Jumlah 54148 5730 11227 13328 15625 5632 2606 Sumber : Buku Saku Kecamatan Padangsidimpuan Utara
Bahasa yang dituturkan masyarakat di kecamatan ini adalah bahasa Angkola
4.3 Letak Daerah Kecamatan Padangsidimpuan Selatan
Kecamatan Padangsidimpuan Selatan berbatasan langsung dengan :
a. Sebelah Utara : Kecamatan Padangsidimpuan Utara
b. Sebelah Selatan : Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara
c. Sebelah Barat : Kecamatan Angkola Selatan Kabupaten TapSel
d. Sebelah Timur : Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua
Kecamatan Padangsidimpuan Utara terdiri dari 12 Kelurahan/Desa, yakni :
a. Hanopan
b. Sidangkal
c. Wek VI
d. Ujung Padang
e. Aek Tampang
f. Padang Matinggi
g. Silandit
h. Wek V
i. Sitamiang
j. Losung
k. Padangmatinggi Lestari
Tabel 2
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2010 Kelompok
Bahasa yang dituturkan masyarakat di kecamatan ini adalah bahasa Angkola
Tabel 3
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan No Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Padangsidimpuan Tenggara
14389 15421 29810
2 Padangsidimpuan Selatan 30079 30985 61064
3 Padangsidimpuan Batunadua
9169 9227 18396
4 Padangsidimpuan Utara 28491 30782 59273
5 Padangsidimpuan Hutaimbaru
7603 7877 15480
6 Padangsidimpuan Angkola Julu
3703 3805 7508