• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pergeseran Kata Sapaan Pada Masyarakat Angkola Di Kota Padangsidimpuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pergeseran Kata Sapaan Pada Masyarakat Angkola Di Kota Padangsidimpuan"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

PERGESERAN KATA SAPAAN PADA MASYARAKAT

ANGKOLA DI KOTA PADANGSIDIMPUAN

TESIS

Oleh

SITI MEUTIA SARI

107009017/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERGESERAN KATA SAPAAN PADA MASYARAKAT

ANGKOLA DI KOTA PADANGSIDIMPUAN

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program

Studi Linguistik pada Sekolah Pasca Sarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SITI MEUTIA SARI

107009017/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : Pergeseran Kata Sapaan Pada Masyarakat Angkola Di Kota Padangsidimpuan

Nama Mahasiswa : Siti Meutia Sari Nomor Induk : 107009017 Program Studi : Linguistik

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Gustianingsih, M.Hum.) (Dr.Abdurahman Adisaputera, M.Hum.)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof.T.Silvana Sinar,M.A.,Ph.D.) (Prof.Dr.Ir.A.Rahim Matondang,MSIE)

(4)

Telah diuji pada tanggal 14 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Gustianingsih, M.Hum.

Anggota : 1. Dr. Abdurahman Adisaputera, M.Hum. 2. Dr. Nurlela, M.Hum.

(5)

PERNYATAAN

PERGESERAN KATA SAPAAN PADA MASYARAKAT

ANGKOLA DI KOTA PADANGSIDIMPUAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk

memperoleh gelar Magister dari Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara adalah benar hasil karya saya sendiri

Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil

karya orang lain dalam penulisan Tesis ini, telah saya cantumkan sumbernya secara

jelas sesuai dengan norma, kaidah dan penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata seluruh bagian tesis ini bukan hasil karya

saya sendiri atau adanya plagiat, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar

akademik yang saya sandangdan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan

perundangan yang berlaku.

Medan, Juni 2012

(6)

RIWAYAT HIDUP

I. Data Pribadi

Nama Lengkap : Siti Meutia Sari,.S.Pd.

Jenis Kelamin : Wanita

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 06 Nopember 1986

Alamat Rumah : Jl. Sudirman/ex Timbangan, Kampung Kelapa,

Gg. Kelapa IV, Kelurahan Timbangan. Kecamatan

Padangsidimpuan Utara.

Kota Padangsidimpuan. Sumatera Utara.

Telepon : (0634) 24900

HP : 08126461719

Agama :Islam

II. Riwayat Pendidikan

SD : SD Muhammadiyah 1 Kota Padangsidimpuan.

Lulus tahun 1999

SMP : SMP Negeri 3 Kota Padangsidimpuan.

Lulus tahun 2002

SMA : SMA Negeri 2 Kota Padangsidimpuan.

(7)

S1 : Pendidikan Bahasa Inggris

Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan

(STKIP) Tapanuli Selatan Kota Padangsidimpuan.

Lulus tahun 2010

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas

segala rahmat, kemurahan dan kemudahan yang telah diberikan kepada penulis,

sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini sekaligus

dapat menyelesaikan studi pada Program Studi Linguistik Sekolah Pasca Sarjana

Universitas Sumatera Utara. Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi persyaratan

untuk memperoleh gelar Magister Humaniora pada Program studi Linguistik Sekolah

Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, yang berjudul Pergeseran Kata Sapaan pada Masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini bukan hasil kerja penulis sendiri. Tesis ini

tidak dapat diselesaikan dengan bantuan, dukungan, bimbingan dan sumbangan

pemikiran serta kritikan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini

dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Prof.Dr.Ir.A.Rahim., MSIE yang telah memberi kesempatan untuk mengikuti

pendidikan S2 pada Program Studi Linguistik Sekolah Pasca Sarjana Universitas

Sumatera Utara

2. Ketua Program Studi Linguistik Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera

Utara Prof.Tengku Silvana Sinar,.M.A,.Ph.D., dan sekretaris program studi

(9)

Dr.Nurlela,.M.Hum., dan sebagai dosen penguji I dalam ujian seminar hasil dan

sidang meja hijau yang telah memberi masukan-masukan dan koreksian dalam

penulisan tesis ini.

3. Dr.Gustianingsih,M.Hum., sebagai dosen pembimbing I, yang telah banyak

memberikan bimbingan, masukan, saran-saran dan memotivasi serta membantu

dalam penyusunan tesis ini.

4. Dr.Abdurahman Adisaputera,M.Hum., sebagai dosen pembimbing II, yang telah

banyak memberikan bimbingan, masukan, saran-saran dan memotivasi serta

membantu dalam penyusunan tesis ini.

5. Dr.Syahron Lubis,M.A., sebagai dosen penguji I dalam ujian kolokium yang

telah memberi masukan-masukan dan koreksian dalam penulisan tesis ini.

6. Dr.Namsyah Hot Hasibuan,M.Ling., sebagai dosen penguji II dalam ujian

kolokium, seminar hasil dan ujian meja hijau yang telah memberi

masukan-masukan dan koreksian dalam penulisan tesis ini.

7. Seluruh dosen pada program studi Linguistik, Sekolah Pasca Sarjana Universitas

Sumatera Utara

8. Orangtua penulis, Drs.H.Muhammad Yasin dan Hj.Siti Asiah Nasution,

Saudara-saudara penulis, terima kasih atas dukungan dan kasih sayang serta do a yang

telah diberikan selama ini.

9. Bapak Baginda Tambangan Harahap sebagai Ketua Umum Lembaga Adat

Budaya Kota Padangsidimpuan yang telah membantu dalam penulisan tesis ini.

10. Bapak H.Sutan Tinggibarani Siregar sebagai tokoh adat di kota Padangsidimpuan

(10)

11. Rekan-rekan Angkatan 2010 yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu,

terima kasih untuk semua bantuan selama menuntut ilmu bersama-sama.

12. Semua pihak yang telah banyak membantu menyelesaikan tesis ini, termasuk

dalam wawancara selama penulisan tesis ini.

Semoga Allah memberikan pahala yang berlipat ganda atas kemurahan hati

yang telah ikhlas membantu dalam penyusunan tesis ini. Semoga bermanfaat dan

menjadi amal ibadah bagi kita semua. Amin.

Medan, Juni 2012

Penulis,

(11)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Pembatasan Masalah ... 5

1.3 Rumusan Masalah ... 6

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

1.4.1 Manfaat Teoretis ... 7

1.4.2 Manfaat Praktis ... 7

BAB II : KONSEP, LANDASAN TEORI, KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep ... 8

2.1.1 Pengertian Pergeseran Bahasa ... 8

2.1.2 Kata Sapaan ... 9

2.1.3 Kota Padangsidimpuan dan Angkola ... 10

2.2 Landasan Teori ... 12

2.2.1 Kata Sapaan Masyarakat Angkola ... 12

2.2.2 Sosiolinguistik ... 16

2.2.3 Ranah Penggunaan Bahasa ... 18

(12)

2.3 Faktor-Faktor Pergeseran Bahasa ... 24

2.3. Kajian Pustaka ... 25

2.3.1 Lusiana Meliala, 2002 ... 25

2.3.2 Hepy Yen Trisny, 2006 ... 25

2.3.3 Marice, 2010 ... 26

2.3.4 Abdurahman Adisaputera, 2010 ... 26

2.3.5 Raina Rosanti, 2011 ... 27

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 28

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 29

3.2.2 Waktu Penelitian ... 30

3.3 Data dan Sumber Data ... 30

3.3.1 Data Primer ... 30

3.3.1 Data Sekunder ... 30

3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 31

3.4.1 Metode Observasi ... 31

3.4.2 Metode Pengamatan Berpartisipasi ... 32

3.4.3 Metode Wawancara ... 32

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data ... 33

BAB IV : GAMBARAN UMUM KOTA PADANGSIDIMPUAN 4.1 Sejarah Singkat Kota Padangsidimpuan ... 34

4.2 Letak Daerah Kecamatan Padangsidimpuan Utara ... 35

(13)

BAB V : TEMUAN PENELITIAN

5.1 Penggunaan Kata Sapaan Angkola di Kota Padangsidimpuan... 41

5.2 Bentuk Kata Sapaan Bahasa Angkola Yang Tergeser di Kota Padangsidimpuan ... 44

5.3 Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Pergeseran kata Sapaan Pada Masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan ... 69

BAB VI : PEMBAHASAN PENELITIAN 6.1 Pembahasan Kata Sapaan Bahasa Angkola di Kota Padangsidimpuan ... 74

6.2 Pembahasa Bentuk Kata Sapaan Yang Bergeser di Kota Padangsidimpuan ... 77

6.3 Pembahasan Faktor-Faktor Penyebab Pergeseran Kata Sapaan Pada Masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan ... 88

BAB VII : SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ... 93

7.2 Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 96

LAMPIRAN BIODATA INFORMAN ... 99

BIODATA NARASUMBER ... ... 102

STRUKTUR PERCAKAPAN ... ... 103

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

Tabel 1 Data Penduduk Kelurahan se-Kecamatan Padangsidimpuan 37

Utara Menurut Usia per Desember 2011.

Tabel 2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok 39

Umur Tahun 2010

Tabel 3 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin 40

dan Kecamatan

Tabel 4 Kata Sapaan yang Tergeser pada Anak Remaja di 44

Kecamatan Padangsidimpuan Utara dan Kecamatan

Padangsidimpuan Selatan Kota Padangsidimpuan

pada usia 12 - 25 tahun

Tabel 5 Kata Sapaan yang Tergeser di Kecamatan 46

Padangsidimpuan Utara dan Kecamatan Padangsidimpuan

Selatan Kota Padangsidimpuan pada usia 26 - 45 tahun

Tabel 6 Kata Sapaan yang Tergeser pada Usia Tua 47

di Kecamatan Padangsidimpuan Utara dan Kecamatan

Padangsidimpuan Selatan di Kota Padangsidimpuan

pada usia 46 - 60 tahun

Tabel 7 Pergeseran Kata Sapaan di Kecamatan Padangsidimpuan 50

Utara Kelurahan Kayu Ombun

Tabel 8 Pergeseran Kata Sapaan di Kecamatan Padangsidimpuan 53

Utara Kelurahan Sadabuan

Tabel 9 Pergeseran Kata Sapaan di Kecamatan Padangsidimpuan 55

(15)

Tabel 10 Pergeseran Kata Sapaan di Kecamatan Padangsidimpuan 57

Selatan Kelurahan Ujung Padang

Tabel 11 Pergeseran Kata Sapaan di Kecamatan Padangsidimpuan 58

Utara Kelurahan Kayu Ombun

Tabel 12 Pergeseran Kata Sapaan di Kecamatan Padangsidimpuan 59

Utara Kelurahan Sadabuan

Tabel 13 Pergeseran Kata Sapaan di Kecamatan Padangsidimpuan 61

Selatan Kelurahan WekV

Tabel 14 Pergeseran Kata Sapaan di Kecamatan Padangsidimpuan 61

Selatan Kelurahan Ujung Padang

Tabel 15 Pergeseran Kata Sapaan di Kecamatan Padangsidimpuan 62

Utara Kelurahan Kayu Ombun

Tabel 16 Pergeseran Kata Sapaan di Kecamatan Padangsidimpuan 63

Utara Kelurahan Sadabuan

Tabel 17 Pergeseran Kata Sapaan pada Ranah Transaksi atau 64

Pasar di Kecamatan Padangsidimpuan Utara yaitu

Pasar Sangkumpal Bonang

Tabel 18 Pergeseran Kata Sapaan Pada Ranah Transaksi atau 64

Pasar di Kecamatan Padangsidimpuan Selatan yaitu

Pasar Saroha

Tabel 19 Pergeseran Kata Sapaan di Kecamatan Padangsidimpuan 66

Utara yaitu Kelurahan Timbangan

Tabel 20 Pergeseran Kata Sapaan di Kecamatan Padangsidimpuan 67

Utara yaitu Kelurahan Timbangan

Tabel 21 Pergeseran Kata Sapaan di Kecamatan Padangsidimpuan 69

(16)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Pergeseran Kata Sapaan pada Masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan, yang bertujuan untuk : 1. Mendeskripsikan kata sapaan yang digunakan pada masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan, 2. Menemukan bentuk kata sapaan apa saja yang sudah mulai bergeser pada masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan, 3. Menemukan faktor faktor yang mempengaruhi pergeseran kata sapaan pada masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Kata Sapaan menurut Fasold dengan konsep kata sapaan Angkola menurut Siregar, teori Ranah Penggunaan Bahasa menurut Fishman dan teori Etnografi komunikasi menurut Hymes, dan faktor-faktor pergeseran bahasa menurut Fasold. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan mengadopsi teori Jane Richie. Hasil yang diperoleh setelah data dianalisis adalah kata sapaan yang mengalami pergeseran dalam bahasa Angkola yang tertinggi adalah pada kelompok anak remaja yang usianya berkisar dari 12 sampai 25 tahun, faktor-faktor yang menyebabkan kata sapaan tersebut mengalami pergeseran adalah prestise, urbanisasi, pemilihan bahasa dan transmisi bahasa.

(17)

ABSTRACT

This study is entitled The Shift of Addressing Words of Angkola Society in Padangsidimpuan. The objectives of this study are : 1. to describes the addressing words of Angkola society in Padangsidimpuan, 2. to find out the addressing words of Angkola society having shift. 3. To find out the factors causing the shifts on addressing words of Angkola society in Padangsidimpuan. The theories used in this study were the addressing words based on Fasold Theory and the local concept of the addressing words in Angkola society based on Siregar s, the domain use of language based on Fishman s theory and then the theory of etnografi of communication was Hymes s theory and factors of the shift in language based on Fasold theory. The method of this study was qualitative method taken from Jane Richie s theory. After an analysis of the results obtained of data showed that the highest shift of the addressing words Angkola language in Padangsidimpuan occured in a group of teenager whose age ranges from 12 years up to 25 years of age and the factors that cause these addressing words undergo the shift are environment, prestige, urbanization, language selection and the transmission of language.

(18)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Pergeseran Kata Sapaan pada Masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan, yang bertujuan untuk : 1. Mendeskripsikan kata sapaan yang digunakan pada masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan, 2. Menemukan bentuk kata sapaan apa saja yang sudah mulai bergeser pada masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan, 3. Menemukan faktor faktor yang mempengaruhi pergeseran kata sapaan pada masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Kata Sapaan menurut Fasold dengan konsep kata sapaan Angkola menurut Siregar, teori Ranah Penggunaan Bahasa menurut Fishman dan teori Etnografi komunikasi menurut Hymes, dan faktor-faktor pergeseran bahasa menurut Fasold. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan mengadopsi teori Jane Richie. Hasil yang diperoleh setelah data dianalisis adalah kata sapaan yang mengalami pergeseran dalam bahasa Angkola yang tertinggi adalah pada kelompok anak remaja yang usianya berkisar dari 12 sampai 25 tahun, faktor-faktor yang menyebabkan kata sapaan tersebut mengalami pergeseran adalah prestise, urbanisasi, pemilihan bahasa dan transmisi bahasa.

(19)

ABSTRACT

This study is entitled The Shift of Addressing Words of Angkola Society in Padangsidimpuan. The objectives of this study are : 1. to describes the addressing words of Angkola society in Padangsidimpuan, 2. to find out the addressing words of Angkola society having shift. 3. To find out the factors causing the shifts on addressing words of Angkola society in Padangsidimpuan. The theories used in this study were the addressing words based on Fasold Theory and the local concept of the addressing words in Angkola society based on Siregar s, the domain use of language based on Fishman s theory and then the theory of etnografi of communication was Hymes s theory and factors of the shift in language based on Fasold theory. The method of this study was qualitative method taken from Jane Richie s theory. After an analysis of the results obtained of data showed that the highest shift of the addressing words Angkola language in Padangsidimpuan occured in a group of teenager whose age ranges from 12 years up to 25 years of age and the factors that cause these addressing words undergo the shift are environment, prestige, urbanization, language selection and the transmission of language.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang hubungan bahasa dengan

masyarakat adalah sosiolinguistik. Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin

antara sosiologi dan linguistik. Sosiologi merupakan kajian yang objektif dan ilmiah

mengenai manusia dalam masyarakat dan mengenai lembaga lembaga dan proses

sosial yang ada dalam masyarakat, sedangkan linguistik merupakan bidang ilmu yang

mempelajari bahasa, atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek

kajiannya (Chaer dan Agustina,2010:2). Setiap manusia memerlukan bahasa untuk

berinteraksi dengan sesama, jadi bahasa dan masyarakat sangat erat kaitannya.

Salah satu bidang kajian sosiolinguistik adalah pergeseran bahasa. Pergeseran

bahasa merupakan perubahan secara tetap dalam pilihan bahasa untuk keperluan

sehari-hari. Pergeseran bahasa disebabkan adanya perpindahan penduduk yang

mengakibatkan komposisi penduduk pada suatu daerah, yang menjadikan banyaknya

bahasa yang digunakan dalam suatu daerah tertentu yang berdampak pada masyarakat

itu sendiri sehingga harus memilih bahasa mana yang cocok digunakan dengan tidak

memikirkan apakah bahasa tersebut cocok digunakan dengan budaya yang ada pada

daerah tersebut.

Aspek pergeseran bahasa dalam sistem bahasa dan budaya masyarakat salah

satunya adalah pergeseran kata sapaan. Masyarakat Angkola merupakan suku yang

(21)

Masyarakat Angkola sangat kompleks dan memiliki ciri unik yang menarik untuk

dikaji.

Istilah kekerabatan adalah kata atau frase yang mengungkapkan

anggota-anggota dari suatu kelompok dalam masyarakat yang secara biologis berhubungan

atau berkerabat, sedangkan istilah kata sapaan adalah suatu ujaran yang dipergunakan

seseorang untuk menegur, menyapa atau memanggil seseorang secara adat sebagai

lawan bicara (Kridalaksana,2008). Jadi fokus penelitian ini adalah pada kata sapaan

yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari yakni di lingkungan rumah maupun di

luar rumah.

Penggunaan kata sapaan dalam bahasa Angkola harus sesuai dengan tatakrama

sopan santun dan adat. Dengan saling mengetahui marga masing-masing, orang yang

baru berkenalan akan mengetahui kata sapaan apa yang tepat untuk menyapa

seseorang dan kebiasaan ini di dalam masyarakat Angkola disebut dengan

martarombo.

Penulis telah mengamati kata sapaan yang sudah mulai bergeser pada

masyarakat Angkola di kota Padangsidimpuan akhir-akhir ini. Contoh berikut ini

menunjukkan adanya pergeseran kata sapaan pada masyarakat Angkola di kota

Padangsidimpuan..

1. A :Adongpapadibagas? Ada ayah di rumah?

B :Napedo mulak ngen kantor etek belum pulang dari kantor, etek

2. A : Giot kehe au da tu bagas ni om ku, dohot do ho? Saya mau pergi ke rumah om saya. Kamu ikut?

(22)

3. A :Madung lahirponakanku Sudah lahir keponakan saya

B :Olo, selamat mada madung jadi tanteho ateh sannari O, iya. Selamat ya sudah jadi tante.

4. A :Ookakak, tabusi majolo di au baju baru Kak, belikan saya baju baru! B : Olo naron da, adong jolo epeng ni kakak! Ya, nanti, jika uang kakak

sudah ada, ya!

Kata sapaan papa, om, keponakan, tante, dan kakak, pada contoh di atas adalah kata sapaan yang tidak berasal dari bahasa Angkola. Beberapa kata sapaan

tersebut sudah menggantikan kata sapaan yang lazimnya digunakan oleh masyarakat

Angkola di kota Padangsidimpuan. Dalam bahasa Angkola kata-kata sapaan tersebut

seharusnya adalahamang, tulang, parumaen, bou, danakkang.

Selain itu, penulis juga telah menemukan beberapa kata sapaan dalam

masyarakat Angkola yang mulai bergeser terutama di kalangan anak remaja yaitu

kata sapaan ayah dalam masyarakat Angkola seharusnya adalah amang, saat ini bergeser dengan sebutanpapa. Kata sapaaninangyang dikenal sebagai sebutan untuk memanggilibuyang melahirkan, saat ini mulai bergeser menjadi sebutanmama. Kata sapaantulangyang dikenal sebagai sebutan adik laki-laki Ibu, saat ini mulai bergeser menjadiom, sapaanbujing yang dikenal sebagai sebutan adik perempuan ibu saat ini mulai bergeser menjadi tante. Kata sapaan inang uda yang dikenal sebagai sebutan istri dari adik laki-laki ayah dan nantulang yang dikenal sebagai sebutan istri dari saudara laki-laki ibu, saat ini mulai bergeser menjadi sebutan tante.

Pergeseran kata sapaan yang telah diutarakan di atas adalah sebagian kecil yang

(23)

Padangsidimpuan adalah sebuah kota di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota

Padangsidimpuan terkenal dengan sebutan kota salakkarena banyaknya kebun salak di sana, terutama pada kawasan di kaki Gunung Lubukraya. Nama kota ini berasal

dari "Padang na dimpu" (padang memiliki arti hamparan luas, na adalah di dan dimpu adalah tinggi) yang berarti "hamparan rumput yang luas yang berada di tempat

yang tinggi." pada zaman dahulu daerah ini merupakan tempat persinggahan para

pedagang dari berbagai daerah, pedagang ikan dan garam dari Sibolga

-Padangsidimpuan-Panyabungan, Padang Bolak(paluta) Padangsidimpuan - Sibolga.

Kemudian sejak tanggal 21 Juni 2001, berdasarkan Undang-undang Nomor 4

Tahun 2001, kota Padangsidimpuan ditetapkan sebagai Daerah Otonom dan merupakan hasil penggabungan dari Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Kecamatan

Padangsidimpuan Selatan, Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua, Kecamatan

Padangsidimpuan Hutaimbaru, dan Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara yang

sebelumnya masuk wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan (BPS Kota

Padangsidimpuan, 2011).

Penulis telah melakukan penelitian yang seksama di kota Padangsidimpuan

dan menemukan banyak kata sapaan yang bergeser di daerah ini. Penelitian ini pada

dasarnya ingin melihat bagaimana pergeseran kata sapaan yang terjadi pada

masyarakat Angkola di kota Padangsidimpuan dan apa penyebab terjadinya

pergeseran tersebut dan apabila pergeseran kata sapaan ini dibiarkan lambat laun

istilah kata sapaan yang ada pada masyarakat Angkola di kota Padangsidimpuan akan

punah, selain itu bagian dari identitas bangsa akan hilang sebab dengan menggunakan

(24)

pendapat Fishman (1972) bahwa mengidentifikasi bahasa yang bergeser dan

cenderung punah dapat disebabkan oleh beberapa faktor yakni faktor faktor seperti

kecilnya populasi, kedwibahasaan, urbanisasi, modernisasi, migrasi, industrialisasi,

fungsi masing-masing bahasa dalam suatu masyarakat, dan sikap-sikap para

penuturnya. Berdasarkan atas pendapat Fishman di atas pergeseran kata sapaan pada

masyarakat Angkola di kota Padangsidimpuan juga terjadi terutama pada

kedwibahasaan, modernisasi dan sikap-sikap para penuturnya yang menggunakan

bahasa lain seperti bahasa Indonesia untuk berinteraksi terhadap sesama.

Berdasarkan keterangan sebelumnya yang telah dipaparkan di atas, penulis

membuat penelitian tesis yang berjudul Pergeseran Kata Sapaan Pada Masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan .

1.2 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas, maka peneliti

membuat suatu batasan dalam penelitian ini yakni kata sapaan yang dianalisis dalam

penelitian ini adalah kata sapaan yang digunakan langsung saat menegur lawan bicara

bukan kata sapaan yang digunakan sewaktu berbicara untuk menanyakan orang

ketiga ataupun kata sapaan yang digunakan untuk menyapa seseorang sebagai profesi

(25)

1.3 Rumusan Masalah

Rumusan Masalah dalam penelitian ini :

1. Bagaimanakah kata sapaan yang digunakan pada masyarakat Angkola di Kota

Padangsidimpuan?

2. Bentuk kata sapaan apa saja yang sudah bergeser pada masyarakat Angkola di kota

Padangsidimpuan ?

3. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan pergeseran kata sapaan pada masyarakat

Angkola di Kota Padangsidimpuan ?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah

1. Mendeskripsikan kata sapaan yang digunakan pada masyarakat Angkola di Kota

Padangsidimpuan

2. Memetakan semua kata sapaan yang mengalami pergeseran pada masyarakat

Angkola di kota Padangsidimpuan

3. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran kata sapaan Angkola di

(26)

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoretis

1. Menambah khasanah kajian sosiolinguisik tentang pergeseran sistem kata sapaan.

2 Sebagai sumber rujukan bagi mahasiswa dan peneliti yang ingin mengkaji tentang

kajian Sosiolinguistik.

3 Memotivasi peneliti lain untuk melakukan penelitian pergeseran kata sapaan pada

daerah yang berbeda.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Sebagai bahan rujukan bagi pemerintah kota Padangsidimpuan dalam rangka

pemeliharaan bahasa daerah.

2. Dapat dijadikan sebagai materi dalam pengajaran muatan lokal bahasa daerah di

(27)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

2.1.1 Pengertian Pergeseran Bahasa

Menurut Romaine (1995:41) pergeseran bahasa adalah gejala perubahan

bentuk dan makna suatu bahasa hingga munculnya gejala kolektif, yaitu ketika

komunitas tutur meninggalkan bahasanya dan beralih ke bahasa yang lain. Gejala

kolektif ini disebabkan oleh adanya dinamika masyarakat yang multilingual dengan

berbagai aspek sosial di dalamnya. Pada masyarakat multilingual, kontak bahasa

tidak dapat dihindari. Peran, kedudukan, dan fungsi satu bahasa menyebabkan

terjadinya pilihan bahasa. Jika peran, kedudukan, dan fungsi bahasa mulai lemah,

pergeseran bahasa atau kepunahan bahasa akan terjadi dan komunitas tutur pun

beralih menggunakan bahasa lain dalam berbagai ranah penggunaan bahasa dan lama

kelamaan meninggalkan bahasanya.

Fasold (1984: 213 214) berpendapat bahwa pergeseran bahasa merupakan

hasil dari proses pemilihan bahasa dalam jangka waktu yang sangat panjang. Ketika

pergeseran bahasa terjadi, anggota suatu komunitas bahasa secara berkelompok lebih

memilih memakai bahasa baru daripada bahasa lama yang secara tradisional biasa

digunakan. Kridalaksana (2008:188) mengatakan pergeseran bahasa merupakan

perubahan secara tetap dalam pilihan bahasa seseorang untuk keperluan sehari-hari

(28)

(languange shift) menyangkut masalah penggunaan bahasa oleh seorang penutur atau sekelompok penutur yang bisa terjadi sebagai akibat perpindahan dari satu

masyarakat tutur ke masyarakat tutur lain. Kemungkinan lain yang lebih jauh adalah

terjadinya pergeseran bahasa yakni bahwa kenyataan salah satu kelompok masyarakat

tidak lagi memakai bahasa pertamanya dan bergeser atau berpindah ke bahasa kedua

yang lebih dominan. Dominasi dari bahasa kedua itu mungkin dapat disebabkan oleh

jumlah penuturnya yang jauh lebih besar atau bahasa kedua itu mungkin lebih

memberi peluang bagi kemajuan penuturnya ataupun disebabkan oleh bahasa kedua

itu lebih memiliki gengsi yang lebih tinggi dibanding bahasa pertama.

Jadi pergeseran memiliki makna bahwa adanya peralihan bahasa dari satu

komunitas penutur dengan bahasa yang baru yang dapat disebabkan oleh berbagai

alasan.

2.1.2 Kata Sapaan

Kajian tentang pergeseran bahasa dalam perspektif sosiolinguistik meliputi

kajian tentang identitas sosial penutur yang dapat mendeskripsikan tentang orang

yang menyapa dan orang yang disapa dalam lingkungan tempat tutur yang terjadi di

dalam pemakaian bahasa di masyarakat. Pengertian kata sapaan yang ada di dalam

masyarakat terkait pada hubungan orang yang menyapa dan orang yang disapa.

Dalam Kridalaksana (2008) kata sapaan adalah suatu ujaran yang

dipergunakan seseorang untuk menegur, menyapa orang lain sebagai lawan bicara.

(29)

two main kinds of address forms: names and second person pronouns. Kata sapaan merupakan kata yang digunakan penutur untuk menyapa atau menegur lawan bicara

yang sedang diajak bicara sewaktu berbincang-bincang. Dalam menyapa ada dua cara

yang dapat digunakan kepada lawan bicara yaitu dengan penggunaan nama

pertamanya atau gelar maupun nama belakangnya.

Jadi kata sapaan yang ada dalam suatu komunitas masyarakat tergantung pada

hubungan orang yang menyapa dengan orang yang disapa yang dapat mencerminkan

sistem sosial budaya masyarakat yang berlandaskan adat.

2.1.3 Kota Padangsidimpuan dan Angkola.

Dalam Siregar (1984:29) Angkola sebenarnya adalah sebutan untuk sebuah

daerah yang sebelumnya berada dalam kawasan Kabupaten Tapanuli Selatan. Namun

saat ini, kabupaten tersebut telah dibagi dalam beberapa wilayah tingkat II yaitu

Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Padang Sidimpuan, Kabupaten Padang Lawas

Utara, dan Kabupaten Padang Lawas. Dengan demikian, secara mudah dapat disebut

wilayah-wilayah itu sebagai Tapanuli bagian Selatan. Sebenarnya Angkola dahulu

lebih dikenal sebagai Angkola Sipirok, dengan wilayah cakupan yang sangat luas,

yang meliputi perbatasan Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, termasuk Batangtoru

Simangumban, Hopong, Sipirok, Saipar Dolok Hole, dan Hole, yang berbatasan

dengan Kabupaten Labuhan Batu. Wilayah ini juga harus dibedakan dari Mandailing

karena Mandailing berbatas di sebelah Selatan dengan Angkola.

Pada zaman penjajahan Belanda, Kabupaten Tapanuli Selatan disebut

(30)

Padangsidimpuan. Disebut Afdeeling Padangsidimpuan karena pusat pemerintahannya berada di Padangsidimpuan. Afdeeling Padangsidimpuan merupakan bagian dari Keresidenan Tapanuli yang berpusat di Sibolga. Awalnya

dalam pembentukan Keresidenan di Sibolga telah terjadi perdebatan mengenai usulan

nama. Ada yang mengusulkan nama Keresidenan Batak, tetapi ada yang tidak setuju

karena ada beberapa etnis di wilayahnya yang merasa bukan etnis Batak, seperti Nias,

Pesisir, dan sebagian Mandailing. Akhirnya, untuk melunakkan hati dan mengajak

mereka agar mau bergabung, dipilihlah nama Tapanuli yang berasal dari kata Tapian

Na Uli yaitu nama sebuah teluk di pantai Sibolga sebagai kompromi. Tapian artinya

tepian atau pinggir sungai, laut atau danau dan bisa juga diartikan sebagai tempat

mandi, Na Uli artinya cantik atau bagus. Maka Tapian Nauli maksudnya adalah

pinggir laut, berupa teluk di Sibolga yang indah atau bagus tempatnya.

Afdeeling Padangsidimpuan dibagi atas tiga onder afdeeling, masing-masing dikepalai oleh seorang Cotreleur dibantu oleh masing-masing Demang.

Afdeeling Angkola dan Sipirok, berkedudukan di Padangsidimpuan. wilayah ini dibagi atas tiga, yang biasa dikenal dengan sebutan distrik. Distrik tersebut adalah:

a. Distrik Angkola berkedudukan di Padangsidimpuan.

b. Distrik Batangtoru berkedudukan di Batangtoru.

c. Distrik Sipirok berkedudukan di Sipirok.

(31)

2.2. Landasan Teori

2.2.1 Kata Sapaan Masyarakat Angkola

Menurut Fasold (1984:23), Address forms are the speakers use to designate the person they are talking to while they are talking to them. In most language, there are two main kinds of address forms: names and second person pronouns. Kata sapaan merupakan kata yang digunakan penutur untuk menyapa atau menegur lawan

bicara yang sedang diajak bicara sewaktu berbincang-bincang.

Kata sapaan merupakan kata sopan santun menegur atau memanggil kepada

seseorang menurut adat yang dipakai dalam masyarakat Angkola. Kata sapaan adalah

kata yang digunakan untuk menyapa seseorang yang berbentuk tuturan lisan dapat

terjadi melalui dialog pada pertemuan pertama.

Dialog pada pertemuan pertama antar orang yang belum saling mengenal

adalah pertanyaan dan tanya jawab tentang marga masing-masing. Jadi dengan saling

mengetahui marga masing-masing, maka orang yang baru berkenalan dapat

mengetahui pola sapaan yang tepat dan kebiasaan ini disebut denganmartarombo. Kebiasaan martarombo berkembang dalam pergaulan sehari-hari masyarakat Angkola untuk mencari tokoh, tempat, dan kampung. Dengan adanya

kebiasaan martarombo ini perasaan kebersamaan akan dapat tercipta. Ini merupakan bukti bahwa nilai kata sapaan berperan penting dalam penyesuaian diri dengan

lingkungan. Jadi martarombo sangat penting dalam upaya memelihara dan menjaga rasa hormat dan kasih sayang, sebab orang yang saling menghormati dan menyayangi

(32)

Berikut ini adalah kata sapaan yang dipakai pada masyarakat Angkola

menurut Siregar dalam Surat Tumbaga Holing ( 1984: 55-56 ).

1. Ompungadalah sapaan untuk orang tua ayah dan ibu.

2. Amang adalah sapaan untuk ayah kandung, dan sapaan timbal balik kepada anak laki-laki.

3. Inang adalah sapaan untuk ibu kandung yang melahirkan, dan sapaan timbal balik kepada anak perempuan.

4. Pahompuadalah sapaan untuk cucu.

5. Amang udaadalah sapaan untuk semua adik laki-laki ayah.

6. Amangtuaadalah sapaan untuk semua abang ayah.

7. Inang udaadalah sapaan untuk isteri dari adik ayah.

8. Inang tuaadalah sapaan untuk isteri dari abang ayah.

9. Ujing, bujingadalah sapaan untuk adik perempuan dari ibu.

10.Inang tobangadalah sapaan untuk kakak perempuan dari ibu.

11.Bouadalah sapaan saudara perempuan ayah.

(33)

13.Tulangadalah sapaan untuk saudara laki-laki dari ibu.Tulangjuga merupakan sapaan laki-laki kepada ayah dari isterinya.

14.Amangboruadalah sapaan untuk suami dari saudara ayah yang perempuan.

15.Anggi adalah sapaan kepada saudara yang lebih muda sesama laki laki atau sesama perempuan.

16.Angkang adalah sapaan kepada saudara yang lebih tua sesama laki laki atau sesama perempuan.

17.Amang udaadalah sapaan suami dari adik perempuan ibu kita. 18.Amang tobang adalah suami dari kakak ibu kita.

19.Bere adalah sapaan seorang laki laki kepada anak laki laki dan anak perempuan dari saudara perempuannya. Bere juga merupakan sapaan untuk suami dari anak perempuan.

20.Boru tulang sapaan ini di ucapkan oleh laki laki dan perempuan kepada anak perempuan dari saudara laki- laki ibu mereka.

21.Eda adalah sapaan timbal balik antara isteri dan saudara perempuan suaminya.

22.Iboto adalah sapaan timbal balik antara saudara laki laki dan saudara perempuan.

(34)

26.Parumaen adalah sapaan laki-laki dan perempuan kepada anak perempuan. dari saudara laki-laki.

27.Apa / ama naposo adalah sapaan laki dan perempuan kepada anak laki-laki dari saudara laki-laki-laki-laki.

28.Tungganeadalah sapaan laki-laki kepada anak laki-laki dari saudara ibu. Teori kata sapaan yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori kata sapaan

menurut Fasold dan konsep kata sapaan Angkola di kota Padangsidimpuan yang

digunakan pada penelitian ini adalah konsep istilah kata sapaan menurut Siregar

dalam bukunya Surat Tumbaga Holing. Penggunaan teori Fasold untuk menjawab

rumusan masalah yang pertama sebab dalam penelitian ini kata sapaan yang dianalisis

adalah kata sapaan yang langsung digunakan seseorang untuk menegur lawan

bicaranya saat berbincang-bincang dan konsep kata sapaan menurut Siregar

merupakan kata sapaan yang seharusnya digunakan di daerah Angkola dengan

berpatokan pada konsep yang dinyatakan oleh Siregar dalam menganalisis data dapat

membedakan yang mana saja kata sapaan yang sudah mengalami pergeseran. Teori

kata sapaan dan konsep kata sapaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

untuk menjawab rumusan masalah yang pertama.

2.2.2 Sosiolinguistik

Dalam Nababan (1993), istilah sosiolinguistik sendiri sudah digunakan oleh

(35)

masalah yang berhubungan dengan ragam bahasa seseorang dengan status sosialnya

dalam masyarakat. Kelompok-kelompok yang berbeda profesi atau kedudukannya

dalam masyarakat cenderung menggunakan ragam bahasa yang berbeda pula.

Sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang mengkaji hubungan antara

bahasa dan masyarakat penuturnya. Ilmu ini merupakan kajian kontekstual terhadap

variasi penggunaan bahasa masyarakat dalam sebuah komunikasi yang alami. Variasi

dalam kajian ini merupakan masalah pokok yang dipengaruhi atau mempengaruhi

perbedaan aspek sosiokultural dalam masyarakat.

Fasold (1984) mengemukakan bahwa inti sosiolinguistik tergantung dari dua

kenyataan. Pertama, bahasa bervariasi, yang menyangkut pilihan bahasa-bahasa bagi

para pemakai bahasa. Kedua, bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan

informasi dan pikiran-pikiran dari seseorang kepada orang lain. Pada umumnya

sosiolinguistik membahas hubungan bahasa dengan masyarakat.

Sebagai ilmu antardisiplin, sosiolinguistik memiliki masalah atau pokok

bahasan yang amat luas. Nababan (1993:3) menyatakan, ada tiga masalah pokok yang

dianalisis dalam sosiolinguistik, yaitu :

a. Masalah bahasa dalam konteks sosial dan kebudayaan

b. Masalah hubungan faktor-faktor kebahasaan, ciri-ciri dan ragam bahasa dengan

situasi serta faktor-faktor sosial budaya

c. Masalah fungsi-fungsi sosial dan penggunaan bahasa dalam masyarakat.

Kemudian berdasarkan ketiga masalah di atas Nababan menjabarkan berbagai

(36)

a. Bahasa, dialek, idiolek dan ragam bahasa

b. Repertoar bahasa

c. Masyarakat bahasa

d. Kedwibahasaan dan kegandaan bahasa

e. Fungsi kemasyarakatan bahasa dan profil sosiolinguistik

f. Penggunaan bahasa (etnografi berbahasa)

g. Sikap bahasa

h. Perencanaan bahasa

i. Interaksi sosiolinguistik

j. Bahasa dan kebudayaan

Jadi, sosiolinguistik berbeda dengan kajian linguistik yang hanya mengkaji

bahasa. Sosiolinguistik tidak hanya mengakaji tentang bahasa saja, tetapi juga

mengkaji aspek-aspek yang melatari peristiwa kebahasaan.

Chaer dan Agustina (2010:134) menjelaskan bahwa kajian sosiolinguistik

memiliki kaitan dengan kontak bahasa yang terjadi dalam masyarakat, di antaranya

perubahan bahasa yang menyangkut soal bahasa sebagai kode, pergeseran bahasa

yang menyangkut masalah mobilitas penutur, dan pemertahanan bahasa yang

menyangkut masalah sikap atau penilaian terhadap suatu bahasa.

Konferensi sosiolinguistik yang berlangsung di California, Los Angeles pada

tahun 1994, telah merumuskan tujuh dimensi dalam penelitian sosiolinguistik (Chaer

dan Agustina 2010:5). Ketujuh dimensi yang merupakan masalah dalam

sosiolinguistik adalah :

(37)

2. Identitas sosial dan pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi

3. Lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi

4. Jangkauan dan tujuan peneliti yang dapat bersifat sinkronis dan diakronis

5. Penilaian sosial yang berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk bentuk ujaran

6. Tingkat variasi dan ragam linguistik

7. Penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik.

Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini berkaitan dengan pergeseran

kata sapaan bahasa Angkola dengan identitas pembicara dan identitas pendengar

yang terlibat dalam proses komunikasi dan lingkungan sosial tempat peristiwa tutur

terjadi.

2.2.3 Ranah Penggunaan Bahasa

Bahasa sesungguhnya hanya ada dalam pikiran para pemakainya, dan akan

berfungsi ketika para pemakainya berhubungan satu sama lain secara alami dalam

lingkungan sosial dan alamiah. Para penutur berinteraksi dengan dua bahasa atau

lebih menyebabkan terjadinya multifungsi bahasa. Bagi penutur yang dwibahasawan,

konsekuensi penguasaan lebih dari satu bahasa menimbulkan peristiwa pilihan

bahasa. Dalam sebuah komunitas (guyup), tingginya intensitas penggunaan salah satu

bahasa akan mempengaruhi vitalitas bahasa yang lain.

Vitalitas sebuah bahasa dapat dilihat dari fungsi dan intensitas penggunaan

bahasa pada masing-masing ranah penggunaan oleh para penuturnya. Semakin

(38)

maka semakin kuat daya tahan bahasa tersebut dari ancaman kepunahan. Akan tetapi,

bagaimana mengidentifikasi bahasa-bahasa yang terancam punah tidaklah selalu

jelas. Faktor-faktor seperti kecilnya populasi, kedwibahasaan, urbanisasi,

modernisasi, migrasi, industrialisasi, fungsi masing-masing bahasa dalam suatu

masyarakat, dan sikap-sikap para penuturnya mempunyai berbagai dampak yang

berbeda terhadap berbagai kelompok bahasa (Fishman,1972:213). Faktor-faktor

tersebut berinteraksi dalam masyarakat secara dinamis.

Salah satu cara untuk menguji penggunaan bahasa pada komunitas tutur

diperlukan teori ranah (domain), sebuah istilah yang dipopulerkan oleh sosiolinguis Amerika, yaitu Joshua Fishman. Fishman (1972:442) mendefenisikan ranah

sebagai gambaran abstrak sosial budaya dari topik komunikasi, hubungan

antarkomunikator, dan tempat terjadinya peristiwa komunikasi, sesuai dengan

struktur sosial lapisan suatu komunitas tutur. Faktor sosial tertentu siapa yang

berbicara, konteks sosial pembicaraan, fungsi dan topik pembicaraan ternyata sangat

penting dalam pertimbangan untuk memilih bahasa dalam berbagai jenis komunitas

tutur yang berbeda.

Menurut Crystal (1980) Konsep ranah yang dikembangkan dalam bidang

sosiolinguistik mengacu pada sekelompok situasi sosial yang terlembaga yang

biasanya dibatasi oleh serangkaian peraturan perilaku bersama. Dalam

komunitas-komunitas multilingual, variasi topik dan pilihan bahasa yang digunakan oleh

partisipan merupakan variabel terikat dari berbagai ranah dalam

(39)

rumah, sekolah, tempat kerja, serta peristiwa budaya dan peristiwa sosial. Terlebih

lagi, telah ditunjukkan bahwa pilihan bahasa merupakan suatu tanda solidaritas dan

jati diri kelompok. Dengan demikian, penjelasan terhadap masalah pilihan bahasa

daerah, menurut jumlah ranah yang di dalamnya pilihan itu ditemukan, dianggap

sebagai suatu indikator yang kuat terhadap daya hidup bahasa.

Fishman (1968) mengemukakan 4 ranah, yaitu (1) keluarga, (2) ketetanggaan,

(3) kerja, dan (4) agama. Greenfield (dalam Fasold, 1984:181) menggunakan 5 ranah

dalam penelitiannya tentang pilihan bahasa orang Puerto Rico di New York City,

yaitu (1) keluarga, (2) kekariban, (3) agama, (4) pendidikan, dan (5) kerja. Sementara

itu, Sumarsono (2002:266) menggunakan 7 ranah pengamatan dalam penelitian yang

dilakukannya, yakni (1) keluarga, (2) kekariban, (3) ketetanggaan, (4) pendidikan, (5)

agama, (6) transaksi, dan (7) pemerintahan.

Teori ranah yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Fishman yang

telah dikembangkan oleh Sumarsono. Dari tujuh ranah yang disebutkan oleh

Sumarsono hanya tiga ranah yang diambil untuk penelitian ini yaitu ranah keluarga,

ketetanggaan dan transaksi. Ranah keluarga, ketetanggaan dan transaksi dipakai

dalam penelitian ini sebab pada ketiga ranah tersebut kata sapaan lebih sering

digunakan dan pada ketiga ranah tersebut kata sapaan yang digunakan lebih

bervariatif. Sedangkan pada ranah kekariban sudah memiliki kesamaan dengan

ketetanggaan sebab bisa saja bertetangga berarti bersaudara dekat dan akrab karena

sering bertemu dan sering berkomunikasi dan pada ranah pendidikan kata sapaan

(40)

ranah kerja kata sapaan yang sering digunakan adalah kata sapaan bapak dan ibu, dan

pada ranah agama kata sapaan yang sering digunakan adalah ustadz dan mualimah.

Jadi oleh sebab itu penulis hanya meneliti pada tiga ranah penelitian yaitu ranah

keluarga, ketetanggan dan ranah transaksi sebab pada ketiga ranah tersebut kata

sapaan yang digunakan lebih bervariatif.

2.2.4 Etnografi Komunikasi

Etnografi komunikasi, ketika pertama sekali dikemukakan oleh Hymes

(1974) dengan istilah etnografi wicara (ethnography of speaking), adalah salah satu ancangan yang dapat digunakan di dalam penelitian hubungan bahasa dengan

masyarakat. Kajian etnografi komunikasi melingkupi persoalan bagaimana

komunikasi yang berlangsung pada komunitas tutur (speech community) terpola dan terorganisasi sebagai sistem peristiwa komunikatif dan bagaimana sistem-sistem itu

berinteraksi dengan sistem-sistem lain. Untuk itu, dalam teori etnografi komunikasi

diasumsikan bahwa penggunaan bahasa dalam suatu komunitas adalah peristiwa tutur

(speech event) yang dipengaruhi oleh sistem sosial dan sistem budaya komunitas tersebut. Situasi penggunaan bahasa pada suatu komunitas dengan berbagai aspek

sosial budaya yang terkait dalam peristiwa tutur menyiratkan adanya hubungan antara

bahasa dan norma sosial dan norma budaya.

Menurut Hymes (1974), kerangka acuan yang dipakai dalam penelitian

(41)

kegiatan-kegiatan komunikatif sebagai suatu keseluruhan. Dengan demikian, pengamatan

utama adalah unsur komunikasi yang harus dilihat dari sudut pandang dan minat

komunitas itu sendiri. Linguistik yang dapat memberi sumbangan kepada etnografi

komunikasi, itulah sosiolinguistik.

Fokus kajian etnografi komunikasi adalah guyup tutur (komunitas tutur),

yakni bagaimana cara komunikasi dipolakan dan diorganisasikan sebagai sistem

peristiwa komunikatif (Sumarsono, 2002:16). Sistem komunikatif mengisyaratkan

bahwa sistem-sistem yang terpola dan terorganisasi itu berinteraksi dengan sistem

budaya yang lain. Oleh karena itu, etnografi komunikasi mensyaratkan penelitian

langsung penggunaan bahasa dalam peristiwa tutur. Di samping peristiwa tutur,

dalam sebuah komunikasi akan terjadi penggunaan bahasa pada berbagai ranah

penggunaan dan pilihan bahasa.

Dalam peristiwa tutur ditemukan sejumlah komponen tutur (component of speech). Ada 16 komponen yang dikemukakan Hymes (1974), yakni bentuk pesan, isi pesan, latar, adegan (scene), pengirim pesan, pembicara, penerima pesan, lawan bicara, maksud, tujuan, kunci, saluran, bentuk tutur, norma interaksi, norma

(42)

instrumentalities (I) mengacu pada saluran komunikasi yang digunakan; norms of interaction and interpretation (N) berkenaan dengan norma, aturan, atau tata cara dalam berkomunikasi; dangenre(G) jenis ujaran.

Penggunaan teori Etnografi komunikasi dalam penelitian ini untuk

menunjukkan komunikasi dalam penggunaan kata sapaan berhubungan dengan

kepada siapa komunikasi ditujukan dan bahasa apa yang digunakan dalam

berkomunikasi dan beriteraksi. Berkomunikasi dan beriteraksi baik di lingkungan

rumah ataupun di lingkungan masyarakat adalah aplikasi SPEAKING dari Hymes

sekaligus untuk menjawab permasalahan nomor dua.

2.3 Faktor-Faktor Pergeseran Bahasa

Pergeseran bahasa merupakan pilihan bahasa yang diambil oleh masyarakat

untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan keluarga ataupun di

lingkungan masyarakat. Pilihan bahasa dalam suatu komunitas tutur mengakibatkan

adanya pergeseran bahasa yang terjadi pada masyarakat.

Pergeseran bahasa dapat disebabkan adanya perpindahan penduduk yang

mengakibatkan komposisi penduduk pada suatu daerah, yang menjadikan banyaknya

bahasa yang digunakan dalam suatu daerah tertentu yang berdampak pada masyarakat

itu sendiri sehingga harus memilih bahasa mana yang cocok untuk digunakan dengan

tidak memikirkan apakah bahasa tersebut cocok digunakan dengan budaya yang ada

(43)

Fasold (1984) menyatakan bahwa faktor-faktor pergeseran bahasa disebabkan

oleh adanya prestise, urbanisasi, sikap bahasa dan transmisi bahasa, yang merupakan

faktor-faktor yang dapat diidentifikasikan sebagai penyebab pergeseran bahasa.

Pergeseran bahasa merupakan hasil dari proses pemilihan bahasa dalam

jangka waktu yang sangat panjang. Ketika pergeseran bahasa terjadi, anggota suatu

komunitas bahasa secara berkelompok lebih memilih memakai bahasa baru daripada

bahasa lama yang secara tradisional biasa digunakan.

Teori pergeseran bahasa yang dinyatakan oleh Fasold digunakan dalam

penelitian ini sebab faktor-faktor pergeseran bahasa yang ditemukan di lapangan

sesuai dengan apa yang telah dinyatakan oleh Fasold. Teori pergeseran bahasa yang

dinyatakan oleh Fasold merupakan teori yang digunakan untuk menjawab rumusan

masalah ketiga dalam penelitian ini.

2.4 Kajian Pustaka

Beberapa penelitian terdahulu mengenai kata sapaan dalam kajian

Sosiolinguistik adalah :

2.3.1 Lusianna Meliala, 2002.

Lusianna Meliala, 2002, dalam disertasinya yang berjudul Sistem panggilan bahasa Karo. Beliau meneliti tentang ragam sapaan dalam bahasa Karo, pemakaian kata sapaan dalam bahasa Karo yang disesuaikan dengan parameter umur, status

(44)

meneliti kesalahan pemakaian kata sapaan yang menyebabkan komunikasi tidak

lancar yang dapat menimbulkan kesalahpahaman antara penyapa dengan tersapa.

2.3.2 Hepy Yen Trisny, 2006.

Hepy Yen Trisny, 2006, dalam tesisnya yang berjudul Kata Sapaan Bahasa Minangkabau. Beliau membahas perbedaan kata sapaan yang ada di dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Minang yang diakibatkan adanya pengaruh bahasa Indonesia

modern.

2.3.3 Marice, 2010.

Marice, 2010, Bahasa Batak Toba di Kota Medan Kajian Interferensi dan Sikap Bahasa (Disertasi), yang mengkaji tentang adanya gejala interferensi dalam bahasa Batak Toba oleh penutur Batak Toba di Medan. Dari perekaman tuturan

dalam berbagai situasi dalam penelitian beliau. Beliau menemukan tiga tipe

interferensi yaitu interferensi dalam aspek fonologis, gramatikal dan leksikal. Pada

aspek fonologi beliau menemukan adanya penyimpangan alternasi fonem dan

pelafalan asimilasi fonem. Pada aspek morfologi menemukan penyimpangan yang

terdapat pada pembentukan nomina dan verba. Dalam aspek sintaksis menemukan

interferensi berupa penghilangan partikel. Dari aspek tuturan menemukan adanya

kedwibahasaan dan diglosia yang terjadi pada bahasa Batak Toba di kota Medan.

2.3.4 Abdurahman Adisaputera, 2010.

(45)

Remaja. Beliau mengkaji tentang pergeseran bahasa yang terjadi pada komunitas remaja Melayu di Stabat yang dianalisis berdasarkan hasil tes kompetensi leksikal

dan bentuk-bentuk lingual dalam repetoar bahasa Melayu di Stabat. Kemudian

menemukan bahwa adanya pergeseran Bahasa Melayu Langkat pada komunitas

Melayu di Stabat yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Penelitian beliau

dijadikan sebagai kajian terdahulu sebab landasan teori yang digunakan dalam

penelitian beliau yakni teori etnografi komunikasi dan teori ranah penggunaan bahasa

yang beliau gunakan dalam penelitian pergeseran bahasa sama dengan teori yang

digunakan dalam penelitian ini dan perbedaan terletak pada objek kajian beliau

dengan objek kajian penulis dalam tesis ini. Jika beliau meneliti tentang pergeseran

kompetensi leksikal dan bentuk-bentuk lingual dalam repetoar bahasa Melayu

sedangkan penelitian dalam tesis ini adalah mengenai pergeseran kata sapaan pada

masyarakat Angkola di kota Padangsidimpuan dan tidak sampai pada kepunahan

bahasa. penelitian ini juga hanya meneliti kata sapaan pada ranah keluarga,

ketetanggaan dan transaksi.

2.3.5 Raina Rosanti, 2011.

Raina Rosanti, 2011, dalam tesisnya yang berjudul Pergeseran Kata Sapaan Dalam Bahasa Minagkabau Dialek Agam Di Kota Medan. Beliau membahas tentang pergeseran kata sapaan yang terjadi pada masyarakat Minagkabau di kota Medan.

Dalam penelitian beliau bahwa masyarakat Minangkabau memiliki dua bagian kata

sapaan kekerabatan yakni kata sapaan pada umumnya dan kata sapaan nonkerabat.

(46)

dan kata sapaan jabatan. Dalam masyarakat Minangkabau pun telah terjadi

pergeseran kata sapaan yang disebabkan oleh faktor bahasa asing yang lebih prestise

(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu dengan memberikan gambaran

secara sistematis dan akurat tentang pergeseran kata sapaan pada masyarakat Angkola

di Kota Padangsidimpuan.

Menurut Moleong (2010:6), penelitian kualitatif adalah upaya untuk

menyajikan dunia sosial dan perspektifnya dari segi konsep, perilaku, persepsi, dan

persoalan tentang manusia yang diteliti. Peranan penting tentang konsep, perilaku,

persepsi, dan persoalan tentang manusia harus dimunculkan dalam penelitian

kualitatif serta dideskripsikan secara rinci untuk menemukan gambaran yang utuh

tentang penggunaan bahasa dalam masyarakat tutur. Penelitian berupaya untuk

membuktikan dan menemukan kebenaran yang diperoleh secara rinci dari lapangan

agar dapat menafsirkan fenomena yang terjadi dengan menggunakan pendekatan

kualitatif.

Menurut Suparlan (1994:3) pendekatan kualitatif sering juga dinamakan

pendekatan humanistik karena di dalam pendekatan ini cara pandang, cara hidup,

selera ataupun emosi dan keyakinan dari warga masyarakat yang diteliti sesuai

dengan masalah yang diteliti dan juga termasuk data yang harus dikumpulkan.

Sedangkan Creswell dalam hamid (2008:8) mendefenisikan pendekatan kualitatif

(48)

manusia, berdasarkan pada penciptaan gambar holistik yang dibentuk dengan

kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci, dan disusun dalam sebuah

latar ilmiah.

Dengan demikian laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk

memberi gambaran penyajian laporan. Data tersebut dapat berasal dari wawancara,

catatan lapangan, dokumen pribadi ataupun dokumen resmi lainnya.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Padangsidimpuan. Dari enam Kecamatan

yang ada di Kota Padangsidimpuan hanya dua Kecamatan yang dijadikan sebagai

lokasi penelitian, yakni Kecamatan Padangsidimpuan Selatan dan Kecamatan

Padangsidimpuan Utara. Ada dua kelurahan yang dipilih sebagai lokasi penelitian

untuk masing-masing Kecamatan, yaitu Kelurahan Ujung Padang dan Kelurahan

Wek V. Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, Kelurahan Timbangan dan Kelurahan

Sadabuan. Kecamatan Padangsidimpuan Utara. Keempat kelurahan tersebut dijadikan

sebagai lokasi penelitian, sebab adanya suku lain seperti suku Jawa, Minang, Nias

yang bermukim di daerah tersebut, kemudian karena adanya penggunaan bahasa lain

selain bahasa Angkola dan melalui pengamatan penulis kata sapaan yang paling

(49)

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama tiga minggu, yaitu pada 8 Maret 2012 sampai

1 April 2012.

3.3 Data dan Sumber Data

Menurut Sitanggang ( 2004 : 146 ) data adalah keterangan yang benar dan

nyata yang dapat dijadikan dasar analisis atau pemecahan masalah. Sumber adalah

informasi yang berasal dari orang, televisi, berita dan lain-lain (Sitanggang,

2004:728). Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data

sekunder.

3.3.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian ini merupakan data lisan yang berupa tuturan

kata sapaan yang dituturkan oleh informan baik itu melalui wawancara ataupun dari

pengamatan berpartisipasi yang dilakukan di lapangan.

3.3.2 Data Sekunder

Untuk memperkuat data primer dalam penelitian ini diperlukan juga adanya

data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari perpustakaan, yang

mencakup buku-buku, disertasi, tesis, jurnal, tulisan-tulisan, dokumen resmi yang

(50)

3.4 Metode danTeknik Pengumpulan Data

Setelah memiliki surat izin penelitian, langkah selanjutnya adalah proses

pengumpulan data. Menurut Suparlan dalam Patilima (2005:17), metode penelitian

yang umumnya digunakan adalah metode observasi, metode pengamatan

berpartisipasi dan metode wawancara. Pada tahap pengumpulan data, penelitian ini

menggunakan tiga metode tiga metode, yaitu metode observasi, metode pengamatan

berpartisipasi dan metode wawancara sehingga data yang diinginkan dapat diperoleh

secara akurat, menyeluruh, dan terpercaya. Metode observasi mengaplikasikan teknik

catat, rekam. Metode pengamatan berpartisipasi menerapkan teknik rekaman melalui

samaran dan pancingan, serta metode wawancara menerapkan teknik tanya-jawab.

1.5.3 Metode Observasi

Metode observasi dilaksanakan untuk memperoleh data dari berbagai sumber.

Sumber tersebut diperoleh dari hasil penelitian, catatan-catatan, keterangan

masyarakat, dan berbagai sumber tertulis lainnya. Selain dilakukan dengan

pengumpulan bahan-bahan tertulis, dan perekaman, observasi juga dilakukan dengan

pencatatan hal-hal yang dianggap penting pada saat proses pengamatan terhadap

objek yang diteliti. Catatan ini digunakan sebagai pedoman ketika analisis data

(51)

1.5.4 Metode Pengamatan Berpartisipasi

Metode pengamatan berpartisipasi digunakan untuk memperoleh data secara

langsung, faktual dan otentik tentang beberapa perilaku nyata berbahasa. Metode ini

digunakan pada beberapa lokasi pemakaian bahasa, yaitu rumah, pasar. Perolehan

data dilakukan dengan teknik samaran dan pancingan. Dengan teknik ini, peneliti

mengamati subjek secara sistematis tersebut berada dalam keadaan seolah-olah tidak

sedang diteliti (paradox observer) sehingga data yang diperoleh adalah data alamiah, bukan data yang dibuat-buat.

Keterlibatan peneliti secara langsung pada masyarakat memungkinkan peneliti

memperoleh data kualitatif secara lengkap, akurat dan menyeluruh.

1.5.5 Metode Wawancara

Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara

takterstruktur. Data melalui wawancara digunakan untuk mendukung data yang

diperoleh melalui pengamatan berpartisipasi.

Terkait dengan aspek yang diteliti, peneliti menyiapkan pedoman wawancara

untuk tiga orang narasumber. Ketiga orang narasumber tersebut mewakili unsur

masyarakat yang mengetahui selukbeluk, perkembangan, dan penggunaan bahasa

Angkola. Narasumber yang terpilih ini terdiri dari 1 orang pejabat dalam

pemerintahan, 1 orang tokoh adat, dan 1 orang tokoh masyarakat. Kriteria

(52)

di desanya, sehat jasmani dan rohani (tidak gila), dapat berbahasa Indonesia (Mahsun,

1995:106). Instrumen yang digunakan pada saat wawancara berlangsung adalah buku,

alat tulis, dan alat rekam.

Proses wawancara dilakukan secara bersemuka dengan teknik tanya-jawab.

Wawanacara digunakan untuk memperoleh data kualitatif tentang hubungan

kebahasaan dengan lingkungan komunitas Angkola. Pada saat proses wawancara

berlangsung, peneliti sudah menyiapkan alat rekam untuk merekam seluruh hasil

wawancara.

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil observasi, pengamatan berpartisipasi dan

wawancara akan dianalisis secara kualitatif. Adapun tahapan analisis kualitatif dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mengklasifikasikan hasil rekaman berdasarkan ranah pengamatan dengan

menggunakan teori ranah penggunaan bahasa dan etnografi komunikasi dari

Fishman dan Hymes.

b. Mentranskripsikan hasil rekaman ke dalam bentuk tulisan.

c. Menabulasikan hasil-hasil pergeseran kata sapaan yang telah didapat dari

penelitian sesuai dengan ranah penelitian dalam bentuk tabel dan deskripsi.

d. Mendeskripsikan faktor-faktor apa yang menyebabkan pergeseran kata sapaan

(53)

BAB IV

GAMBARAN UMUM KOTA PADANGSIDIMPUAN

4.1 Sejarah Singkat Kota Padangsidimpuan

Nama Kota Padangsidimpuan berasal dari kata Padang Na Dimpu yang berartiPadang = Luas, Na= di, danDimpu= Tinggi ) yang artinya hamparan rumput yang luas yang berada di tempat yang tinggi. Sekitar tahun 1700, Padangsidimpuan

merupakan lokasi dusun kecil yang sering disinggahi oleh para pedagang sebagai

peristirahatan. Mereka adalah para pedagang ikan dan garam dari daerah Sibolga,

Padang Bolak, dan Panyabungan.

Seiring perkembangan zaman, tempat persinggahan ini menjadi ramai dan

menjadi kota. Pada 1821, kota ini pertama kali dibangun sebagai benteng oleh

pasukan Paderi yang dipimpin oleh Tuanku Imam Lelo yang membentang dari

Batang Ayumi sampai Aek Sibotar. Sisa-sisa peninggalan perang Paderi saat ini

masih ditemukan meskipun tidak terawat dengan baik. Pengaruh pasukan perang

Paderi berdampak pada agama Islam yang dianut oleh mayoritas penduduk Kota

Padangsidimpuan.

Motto Kota Padangsidimpuan adalah Salumpat Saindege yang artinya

selangkah seirama. Kota Padangsidimpuan terkenal dengan julukan Kota Salak

(54)

Melalui aspirasi masyarakat serta Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1982

dan melalui Rekomendasi DPRD Tapanuli Selatan Nomor 15/ KPPS/ 1992 dan

nomor 16 KPPS / 1992 Kota Administratif diusulkan menjadi Kotamadya Daerah

Tk.II.

Pada tanggal 17 Oktober 2001 oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden

Republik Indonesia diresmikan Padangsidimpuan menjadi kota. Drs.Zulkarnaen

Nasution yang oleh Gubernur Sumatera Utara dilantik sebagai Pejabat Walikota

Padangsidimpuan pada tanggal 9 Nopember 2001.

Kota Padangsidimpuan saat ini terdiri atas 6 wilayah kecamatan, yakni :

a. Kecamatan Padangsidimpuan Utara

b. Kecamatan Padangsidimpuan Selatan

c. Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua

d. Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru

e. Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara

f. Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu

Sumber : Buku Saku Kota Padangsidimpuan.

4.2 Letak Daerah Kecamatan Padangsidimpuan Utara

Kecamatan Padangsidimpuan Utara berada di jantung Kota Padangsidimpuan

(55)

yang tersebar di wilayah Kecamatan Padangsidimpuan Utara. Kecamatan ini

berbatasan langsung dengan :

a. Sebelah Utara : Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru

b. Sebelah Selatan : Kecamatan Padangsidimpuan Selatan

c. Sebelah Timur : Kecamatan Padangsidimpuan Selatan

d. Sebelah Barat : Kecamatan Padangsidimpuan Selatan

Kecamatan Padangsidimpuan Utara terdiri dari 16 Kelurahan/Desa, yakni :

a. Kelurahan Wek I

b. Kelurahan Wek II

c. Kelurahan Wek III

d. Kelurahan Wek IV

e. Kelurahan Sadabuan

f. Kelurahan Losung Batu

g. Kelurahan Tobat

h. Kelurahan Tano Bato

i. Kelurahan Bonan Dolok

j. Kelurahan Batang Ayumi Jae

k. Kelurahan Batang Ayumi Julu

l. Kelurahan Panyanggar

m. Kelurahan Timbangan

n. Kelurahan Bincar

o. Kelurahan Kantin

(56)

Tabel 1

Data Penduduk Kelurahan se-Kecamatan Padangsidimpuan Utara menurut usia per Desember 2011

No Kelurahan Jumlah Usia

0-7 8-19 20-35 36-50 51-60 >61

1 Wek I 5.842 673 1212 1534 1488 611 324

2 Wek II 3.255 431 721 585 1095 321 12

3 Wek III 2726 235 431 786 952 210 112

4 Wek IV 2332 223 438 553 729 279 110

5 Sadabuan 4310 513 1078 986 1174 386 173

6 Losung

Batu

5233 523 1142 1321 1481 528 238

7 Tobat 2410 283 629 624 512 254 108

8 Tano Bato 3750 401 931 996 901 329 192

9 Bonan

Dolok

2251 211 439 665 534 286 116

10 Batang Ayumi Jae

1665 132 243 488 561 152 89

11 Batang Ayumi Julu

2734 264 456 636 964 282 132

12 Panyanggar 2863 287 407 737 876 388 168

13 Timbangan 4301 435 857 921 1358 486 244

14 Bincar 5914 639 1387 2387 1654 589 258

15 Kantin 2081 212 324 521 664 244 116

16 Kayu

Ombun

2481 268 532 588 682 287 124

Jumlah 54148 5730 11227 13328 15625 5632 2606 Sumber : Buku Saku Kecamatan Padangsidimpuan Utara

Bahasa yang dituturkan masyarakat di kecamatan ini adalah bahasa Angkola

(57)

4.3 Letak Daerah Kecamatan Padangsidimpuan Selatan

Kecamatan Padangsidimpuan Selatan berbatasan langsung dengan :

a. Sebelah Utara : Kecamatan Padangsidimpuan Utara

b. Sebelah Selatan : Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara

c. Sebelah Barat : Kecamatan Angkola Selatan Kabupaten TapSel

d. Sebelah Timur : Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua

Kecamatan Padangsidimpuan Utara terdiri dari 12 Kelurahan/Desa, yakni :

a. Hanopan

b. Sidangkal

c. Wek VI

d. Ujung Padang

e. Aek Tampang

f. Padang Matinggi

g. Silandit

h. Wek V

i. Sitamiang

j. Losung

k. Padangmatinggi Lestari

(58)

Tabel 2

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2010 Kelompok

Bahasa yang dituturkan masyarakat di kecamatan ini adalah bahasa Angkola

(59)

Tabel 3

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan No Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 Padangsidimpuan Tenggara

14389 15421 29810

2 Padangsidimpuan Selatan 30079 30985 61064

3 Padangsidimpuan Batunadua

9169 9227 18396

4 Padangsidimpuan Utara 28491 30782 59273

5 Padangsidimpuan Hutaimbaru

7603 7877 15480

6 Padangsidimpuan Angkola Julu

3703 3805 7508

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari data yang diperoleh, hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Pemerolehan Kata Sapaan bahasa Batak Toba pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Desa Sibuntuon Partur bahwa

Jika remaja sudah mengalami puberitas seperti: menstruasi pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki, menurut orangtua apakah perlu diberikan pendidikan seks tentang

Bentuk kata sapaan Bahasa Batak Toba apa saja yang diperoleh anak usia tiga. tahun pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di desa

Dari data yang diperoleh, hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Pemerolehan Kata Sapaan bahasa Batak Toba pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Desa Sibuntuon Partur bahwa

Hasil penelitian ini adalah kata sapaan yang digunakan dalam tuturan seputar pedagang di pasar buah Berastagi Tanah Karo, yaitu bibi, kaka, nini, bulang, agi,

Penggunaan kata sapaan inti di Kanagarian Lubuk Ulang Aling Selatan, yaitu untuk menyapa ‘ayah kandung’ dengan sebutan ayah, sedangkan penelitian yang dilakukan

Penggunaan bentuk kata sapaan ranah Non- Kekerabatan pada masyarakat di Desa Jombang Kecamatan Jombang Kabupaten Jember dari analisis yang dapat

Adapun kepada petugas keamanan, murid menggunakan kata sapaan pak karena tempat kerja karyawan tersebut tidak menjadi satu dengan kantor guru laki-laki dan juga karena karyawan yang