• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGANGGURAN DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TERHADAP INFLASI DI PROVINSI SULAWESI SELATAN SKRIPSI. Oleh RISNAWATI.B NIM:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENGANGGURAN DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TERHADAP INFLASI DI PROVINSI SULAWESI SELATAN SKRIPSI. Oleh RISNAWATI.B NIM:"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGANGGURAN DAN PRODUK DOMESTIK

REGIONAL BRUTO TERHADAP INFLASI

DI PROVINSI SULAWESI SELATAN

SKRIPSI

Oleh

RISNAWATI.B

NIM: 105711107716

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

MAKASSAR

(2)

ii

HALAMAN JUDUL

PENGARUH PENGANGGURAN DAN PRODUK DOMESTIK

REGIONAL BRUTO TERHADAP INFLASI

DI PROVINSI SULAWESI SELATAN

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam rangka menyelesaikan studi pada Program Studi Strata 1 Ekonomi Pembangunan

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020

(3)

iii

PERSEMBAHAN DAN MOTTO

PERSEMBAHAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar

hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik

sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang

terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Apabila kemudian hari terbukti skripsi ini adalah hasil jiplakan dari karya

tulis orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan

ketentuan yang berlaku

MOTTO HIDUP

”Raihlah ilmu dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar”

(Khalifah Umar R.A)

”Jangan Pernah Menyerah dan Putus asa, jika ada kemauan Allah SWT

selalu memberi kemudahan dan pertolongan pada kita” (Penulis)

(4)
(5)
(6)
(7)

x

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah yang tiada henti diberikan kepada hamba-Nya. Shalawat dan salam tak lupa penulis kirimkan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Merupakan nikmat yang tiada ternilai, manakala penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pengangguran dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap Inflasi di Sulawesi Selatan”.

Skripsi yang penulis buat ini bertujuan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Program Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar.

Teristimewa dan terutama penulis sampaikan ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua penulis yang tercinta dan tersayang Ayahanda B Dg Manye dan Ibunda Nursiah yang telah senantiasa memberi harapan, semangat, perhatian, kasih sayang dan do’a yang tulus tanpa pamrih. Suami Muh. Sabar dan tercinta yang senantiasa mendoakan, mendukung dan memberikan semangat hingga penulis bisa menyelesaikan akhir studi ini. Dan seluruh keluarga besar atas segala pengorbanan, dukungan dan do’a restu yang telah diberikan demi keberhasilan penulis dalam menuntut ilmu. Semoga apa yang telah mereka berikan kepada penulis menjadi ibadah dan cahaya penerang kehidupan di dunia dan di akhirat.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Begitu pula dengan

(8)

xi

penghargaan yang setinggi-tingginya dan terima kasih banyak disampaikan dengan hormat kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M. Ag. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Bapak Ismail Rasulong, SE., M.M. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Ibu Hj. Naidah, SE., M.Si, selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Rahman Rahim, S.E., MM selaku Pembimbing I yang senantiasa meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis sehingga skripsi selesai dengan baik. 5. Ibu Warda. S.E., M.E selaku Pembimbing II yang telah berkenan

membantu selama dalam penyusunan skripsi hingga ujian skripsi. 6. Bapak/Ibu dan asisten Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Muhammadiyah Makassar yang tak kenal lelah banyak menuangkan Ilmunya kepada penulis selama mengikuti kuliah.

7. Segenap Staf dan Karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar.

8. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Ekonomi Pembangunan Angkatan 2016 yang selalu belajar bersama yang tidak sedikit bantuannya dan dorongan dalam aktivitas studi penulis.

9. Bapak Mansyur Madjang, S.E, M.Si. Kepala Kantor Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan, terima kasih banyak telah memberikan izin

(9)

xii

untuk melakukan penelitian atau pengumpulan data dalam rangka penyusunan skripsi penulis.

10. Terimakasih untuk suami dan keluarga yang senantiasa selalu saling memberi dukungan, motivasi dan bekerja sama dalam menyelesaikan studi kami.

11. Dan terima kasih teruntuk teman-teman dan semua kerabat-kerabat yang tidak bisa saya tulis satu persatu yang telah memberikan semangat, kesabaran, motivasi, dan dukungannya sehingga penulis dapat merampungkan skripsi ini.

Akhirnya, sungguh penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kepada semua pihak utamanya para pembaca yang budiman, penulis senantiasa mengharapkan saran dan kritikannya demi kesempurnaan skripsi ini.

Mudah-mudahan skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak utamanya kepada Almamater Kampus Biru Universitas Muhammadiyah Makassar.

Billahi fii sabilil haq, fastabiqul khairat, wassalamu’alaikum wr.wb.

Makassar, Desember 2020

(10)

xiii

ABSTRAK

RISNAWATI.B, 2020. Pengaruh Pengangguran Dan Produk Domestik Regional Bruto Terhadap Inflasi Di Sulawesi Selatan, Skripsi. Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar. Dibimbing oleh Pembimbing I Prof. Dr. H. Abd. Rahman Rahim, S.E M.M dan Pembimbing ll Warda. S.E, M.E.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh Pengangguran dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap Inflasi di Sulawesi Selatan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dan data diolah dengan kebutuhan model yang digunakan. Teknik pengolahan data menggunakan regresi linear berganda melalui SPSS 22. Data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari catatan atau laporan historis yang tersusun dalam arsip yang dipublikasikan dan tidak dipublikasikan. Inflasi yang dapat dikendalikan merupakan sebuah kesuksesan dalam perekonomian, tetapi juga harus diimbangi dengan kegiatan perekonomian yang lain seperti penurunan suku bunga, sehingga nantinya akan meningkatkan investasi dan juga memacu untuk meningkatkan ekspor. Peningkatan investasi juga bisa menambah lapangan pekerjaan yang ada sehingga pengangguran dapat berkurang. Selain itu, pemerintah juga sebaiknya menetapkan ulang kebijakan pajaknya. Dengan pajak yang tinggi, maka daya beli masyarakat menjadi lemah dan akan memperlemah kemampuan masyarakat untuk belanja Pengangguran dinyatakan tidak positif dan signifikan di buktikan dengan nilai signifikan 0,711 < 0,05 dimana 0,711 > dari 0,05 yang artinya pengangguran tidak berhubungan dengan tingkat inflasi, ini berbeda dengan teori yang disampaikan oleh A.W. Philips ( Jika pengangguran tinggi maka inflasi rendah begitu juga sebaliknya jika pengangguran rendah maka inflasi tinggi). Koefisien variabel PDRB dalam persamaan regresi berganda sebesar -1,544 angka ini dapat diartikan bahwa apabila variabel PDRB mengalami peningkatan maka akan meningkatkan inflasi Hal ini berpengaruh signifikan dan positif karena semakin tinggi inflasi maka harga PDRB juga naik dimana barang dan jasa ikut naik sejalan dengan inflasi begitupun sebaliknya jika PDRB naik otomatis inflasi juga naik, dibuktikan dengan Sig 0,006 < 0,05.

(11)

xiv

ABSTRACT

RISNAWATI.B, 2020. The Effect of Unemployment and Gross Regional Domestic Product on Inflation in South Sulawesi, Thesis. Economic Development Study Program, Faculty of Economics and Business, Muhammadiyah University of Makassar. Supervised by Supervisor I Prof. Dr. H. Abd. Rahman Rahim, S.E M.M and Supervisor II Warda. S.E, M.E.

This study aims to determine whether there is an effect of unemployment and Gross Regional Domestic Product on inflation in South Sulawesi. This research uses quantitative research and the data is processed with the needs of the model used. The data processing technique uses multiple linear regression through SPSS 22. The data used are secondary data originating from historical records or reports arranged in published and unpublished archives. Controlled inflation is a success in the economy, but it must also be balanced with other economic activities such as lowering interest rates, so that it will increase investment and also spur to increase exports. Increased investment can also increase existing employment opportunities so that unemployment can be reduced. In addition, the government should also re-establish its tax policy. With high taxes, the people's purchasing power becomes weak and will weaken people's ability to spend Unemployment is not positive and significant as evidenced by a significant value of 0.711 <0.05 where 0.711> from 0.05, which means that unemployment is not related to the inflation rate, this is different from the theory presented by AW Philips (If unemployment is high, inflation is low and vice versa if unemployment is low, inflation is high). The coefficient of the GRDP variable in the multiple regression equation is -1.544, this figure means that if the GRDP variable increases, it will increase inflation.This has a significant and positive effect because the higher the inflation, the GRDP price also increases where goods and services also increase in line with inflation and vice versa. if GRDP increases, inflation will automatically increase, as evidenced by Sig 0.006 <0.05.

(12)

xv

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL ……… i

HALAMAN JUDUL ……… ii

PERSEMBAHAN DAN MOTTO……….iii

LEMBAR PERSETUJUAN ……… iv

LEMBAR PEGESAHAN… ………. v

SURAT PERNYATAAN ……….. .. vi

KATA PENGANTAR ……….. vii

ABSTRAK BAHASA INDONESIA ……….. viii

ABSTRACT ………. xi

DAFTAR ISI ………. xii

DAFTAR TABEL ……… xiii

DAFTAR GAMBAR ……… xiv

DAFTAR LAMPIRAN ………. xv BAB I PENDAHULUAN ……… 1 A. Latar Belakang ………... 1 B. Rumusan Masalah ………. 6 C. Tujuan Penelitian ……… 7 D. Manfaat Penelitian ………. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………... 8

A. Pertumbuhan Ekonomi ……….. 8

B. Investasi ………... 19

(13)

xvi

D. Hubungan Antar Variabel ……….. 23

E. Tinjauan Empiris ………. 27

F. Kerangka Konsep ……… 29

G. Hipotesis ……… 30

BAB III METODE PENELITIAN ………. 31

A. Jenis Penelitian ……… 31

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 31

C. Jenis dan Sumber Data ……….. 31

D. Definisi Operasional Variabel dan Pengkuran …..…. 32

E. Teknik Pengumpulan Data ……….………. 33

F. Teknik Analisis ……….………. 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 37

A. Gambaran Umum Sulawesi Selatan ……….37

B. Penyajian Data...43

C. Hasil Analisis Data ……… 55

BAB V PENUTUP ………. 44

A. Kesimpulan ……… 44

B. Saran ……….. 45

DAFTAR PUSTAKA ………. 46

(14)

xvii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 1 Data Inflasi Di Sulawesi Selatan Dan Indeks Harga Konsumen (IHK)

Yang Terdapat Pada BPS Sulawesi Selatan ... 2

Tabel 2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan ... 3

Tabel 3 Jumlah Pengangguran di Provinsi Sulwesi Selatan Tahun 2015-2019... 4

Tabel 4 Tinjauan empiris... 16

Tabel 5 Jumlah Kecamatan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan, 2015–2019... 31

Tabel 6 Data pengangguran Sulawesi Selatan pada tahun 2015-2019... 32

Tabel 7 Data PDRB Sulawesi Selatan tahun 2015-2019... 35

Tabel 8 Data Inflasi Tahunan 2015-2019... 37

Tabel 9 Data deskriptif... 37

Tabel 10 Hasil analisis regresi linear berganda... 39

Tabel 11 Hasil Uji t... 40

Tabel 12 Hasil Uji f... 41

Tabel 13 Koefisien determinasi (R2)... 41

Tabel 14 Uji Normalitas... 42

(15)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 1 Kerangka Pemikiran ...19 Gambar 2 Peta Sulawesi Selatan ...32

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Inflasi adalah gejala ekonomi yang tidak mungkin dihilangkan secara tuntas. Berbagai upaya yang dilakukan biasanya hanya sebatas pengendalian inflasi saja. Inflasi adalah suatu keadaan perekonomian di suatu negara dimana terjadi kecenderungan kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum dalam waktu yang panjang (kontinu) disebabkan karena tidak seimbangnya arus uang dan barang. Pada umumnya inflasi terjadi ketika jumlah uang yang beredar di masyarakat lebih banyak daripada yang dibutuhkan. Sadono Sukirno (2002) Inflasi adalah suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian.

Friedman dan Baily (1995:18) inflasi adalah terjadinya kenaikan tingkat harga secara kesulurahan. BI mendefinisikan inflasi adalah meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus dan kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya.

Tammy (2010:1) mencari kejelasan arti sebenarnya inflasi. Dia mengatakan peraih Nobel Milton Friedman telah berjasa menggambarkan inflasi sebagai inflasi selalu dan terjadi di setiap tempat dan merupakan fenomena moneter. Tammy juga menyatakan dengan merujuk kepada

(17)

2

pernyataan Ben Bermanne bahwa inflasi merupakan fungsi dari terlalu banyaknya peertumbuhan ekonomi di suatu negara.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengelompokkan inflasi kedalam bentuk disagregasi/pengelompokan inflasi. Disagregasi inflasi ini dibagi dua kategori pengelompokan yaitu inflasi inti (core inflation) dan inflasi bukan inti (non- core inflation). Inflasi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor fundamental antara lain permintaan dan penawaran terhadap barang dan jasa.

Inflasi sebenarnya tidak hanya memiliki dampak negatif namun juga dampak positif, namun kebanyakan hanya dapat merasakan dampak negatifnya saja. Secara umum dampak inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi serta produk nasional. Dampak positif inflasi yakni dapat meningkatkan gairah produksi dan kesempatan kerja baru. Namun untuk kasus di Indonesia, masalah inflasi sering kali banyak berdampak negatifnya daripada postifnya (Prasetyo, 2009).

Pada dasarnya inflasi perlu dihindari karena sebagaimana masalah ekonomi lainnya, inflasi banyak berdampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi dan banyak merugikan masyarakat. Inflasi cenderung menurunkan taraf kesejahteraan masyarakat suatu negara. Salah satu dampak yang dirasakan secara langsung oleh masyarakat dari adanya inflasi adalah merosotnya nilai uang yang secara riil dipegang masyarakat. Pendapatan masyarakat yang cenderung tetap tidak dapat mengimbangi kenaikan harga akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat tersebut menurun. Pendapatan masyarakat yang tetap disusul dengan kenaikan harga otomatis

(18)

daya beli masyarakatpun turun hal ini berdampak pula pada masyarakat yang berpenghasilan rendah (Hera Susanti et all.1995).

Berdasarkan data inflasi di Sulawesi Selatan dan Indeks Harga Konsumen (IHK) yang terdapat pada BPS Sulawesi Selatan yaitu sebagai berikut:

Tabel 1.1

Data Inflasi Di Sulawesi Selatan Dan Indeks Harga Konsumen (IHK)

Yang Terdapat Pada BPS Sulawesi Selatan.

Inflasi

No. Tahun Inflasi (%) Indeks Harga

Konsumen (IHK) 1 2015 2.25 % 121,06 2 2016 3.58 % 124,78 3 2017 4.66 % 125,70 4 2018 1.48 % 134,00 5 2019 0.15 % 138,78

Sumber: BPS sulawesi Selatan

Dimana pada tabel diatas 1.1 menunjukkan data inflasi yang tidak menentu atau kadang naik dan kadang menurun, tetapi pada tahun 2019 terlihat menurun dengan jumlah inflasi di Sulawesi Selatan sebesar 0.15%. Hal ini disebabkan dari dampak krisis ekonomi tahun 1997, daerah-daerah pun mengalami krisis. Inflasi yang tinggi terutama adalah terjadinya masa paceklik bahan pangan akibat musim kemarau yang berkepanjangan yang disertai oleh peningkatan harga barang ekspor non minyak pada tahun 1998, meningkatnya

(19)

4

pemasukan modal / pinjaman swasta dari luar negeri dan berlipat gandanya penerimaan minyak akibat peningkatan harga minyak pada pasaran dunia.

Tabel 1.2

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan

Tahun PDRB 2015 298,033.80 2016 340,390.21 2017 377,108.91 2018 415,588.20 2019 461,719.49

Sumber: BPS sulawesi Selatan

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) memberikan gambaran kinerja pembangunan ekonomi dari waktu ke waktu, sehingga arah perekonomian daerah akan lebih jelas. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dari tahun ke tahun. PDRB merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui peranan dan potensi ekonomi di suatu wilayah dalam periode tertentu. Peran daerah dalam mendukung perekonomian nasional cukup besar namun terkadang tidak sejalan dengan perkembangan perekonomian nasional, peran tersebut menjadi beban optimal. Fenomena perekonomian saat ini cenderung menuntut adanya peran aktif dari para eksekutif untuk lebih banyak

(20)

menggali potensi perekonomian daerahnya serta memainkan peranan yang lebih besar dalam merangsang aktivitas ekonomi daerah.

Tabel 1.3

Jumlah Pengangguran di Provinsi Sulwesi Selatan Tahun 2015-2019

Tahun Pengangguran 2015 220.636 2016 186.291 2017 213.695 2018 213.105 2019 200.304

Sumber: BPS sulawesi Selatan

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa angka pengangguran di Sulawesi Selatan dalam tiap tahunnya tidak terus meningkat karena diliat pada tahun 2016 menurun dengan jumlah 186.291 dan pada tahun 2017-2018 terjadi peningkatan dan pada tahun 2019 terjadi lagi penurunan dengan jumlah 200.304. Besarnya tingkat pengangguran merupakan cerminan kurang berhasilnya pembangunan di suatu negara. Pengangguran dapat mempengaruhi kemiskinan dengan berbagai cara (Tambunan, 2001). Pada hakekatnya pembangunan daerah dianjurkan tidak hanya memusatkan perhatian pada pertumbuhan ekonomi saja namun juga mempertimbangkan bagaimana kemiskinan yang dihasilkan dari suatu proses pembangunan daerah tersebut. Menurut Esmara (dikutip dari Prasetio, Tri Bambang, 2008) dalam ilmu ekonomi dikemukakan berbagai teori yang membahas tentang bagaimana pembangunan ekonomi harus ditangani untuk mengejar keterbelakangan. Sampai akhir tahun 1960, para ahli ekonomi percaya bahwa cara terbaik untuk mengejar

(21)

6

keterbelakangan ekonomi adalah dengan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi setinggi-tingginya, sehingga dapat melampaui tingkat pertumbuhan penduduk. Dengan cara tersebut angka pendapatan per kapita akan meningkat sehingga secara otomatis terjadi pula peningkatan kemakmuran masyarakat.

Pada awal tahun 1970, para ahli ekonomi mulai meragukan manfaat pertumbuhan pendapatan nasional dalam pembangunan ekonomi sebab di banyak negara berkembang terdapat gejala adanya kemiskinan, ketidakmerataan distribusi pendapatan dan pengangguran yang cenderung meningkat walaupun pendapatan nasional mengalami peningkatan secara stabil. Permasalahan dan tantangan pembangunan daerah lima tahun ke depan masih diprioritaskan pada masalahmasalah sosial yang mendasar antara lain besarnya angka kemiskinan dan pengangguran.

Berdasarkan uraian diatas yang di kemukakan sebelumnya, maka penulis tertarik untuk mengkaji seberapa besar Pengaruh Pengangguran dan Produk Domestik Regional Bruto Terhadap Inflasi Di Sulawesi

Selatan.

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini membahas tentang pengaruh tingkat inflasi di provinsi Sulawesi Selatan. Angka pengangguran dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menjadi variabel independen yang dianggap memiliki pengaruh terhadap inflasi di Sulawesi Selatan. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka rumusan masalah penelitian adalah:

(22)

2. Apakah Produk Domestik Regional Bruto (PDBR) berpengaruh terhadap inflasi di Sulawesi Selatan?

C. Tujuan penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan sbelumnya, maka perlu diketahui tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaruh pengangguran terhadap inflasi di Sulawesi Selatan.

2. Untuk mengetahui pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhdap inflasi di Sulawesi Selatan.

D. Manfaat penelitian

Melalui penelitian ini, maka hasilnya diharapkan dapat diambil manfaat sebagai berikut :

1. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini di harapkan dapat memberi konstribusi atau masukan terhadap lajui inflasi di indonesia serta sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan perkembangan perekonomian dalam serta berepengaruh terhadap laju inflasi di Sulawesi Selatan.

2. Bagi akademik, media untuk menerapkan pemahaman teoritis yang di peroleh dibangku kuliah dalam kehidupan nyata, hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan akdemik dan bahan pembanding bagi peneliti selanjutnya, sebagai adalah satu sumber informasi tentang pengaruh laju

(23)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Pengertian Inflasi

Teori Keynes, Teori ini yang menyatakan bahwa inflasi terjadi disebabkan masyarakat hidup diluar batas kemampuan ekonominua. Inflasi terjadi karena pengeluaran agregat terlalu besar. Oleh karena itu, solusi yang harus diambil adalah dengan jalan mengurangi jumlah pengeluaran agregat itu sendiri (mengurangi pengeluaran pemerintah atau dengan meningkatkan pajak dan kebijakan uang ketat. Dasar pemikiran model inflasi dari Keynes ini, bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya, sehngga menyebabkan permintaan efektif masyarakat terhadap barang-barang (permintaan agregat) melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (penawaran agregat), akibatnya akan terjadi inflationary gap. Keterbatasan jumlah persediaan barang (penawaran agregat) ini terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk mengimbangi kenaikan permintaan agregat. Karenanya teori ini dipakai untuk menereangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek.

Teori kuantitas, pada prinsipnya bahwa timbulnya inflasi itu hanya di sebabkan oleh bertambahnya jumlah uang yang beredar dan bukan di

(24)

sebabkan oleh faktor-faktor lain. Berdasarkan teori ini ada dua yang mempengaruhi inflasi:

a. Jumlah uang yang beredar.

Semakin besar jumlah uang yang berdar dalam masyarakat maka inflasi juga akan meningkat. Oleh karena itu sebaiknya pemerintah harus memperhitungkan atau memperkirakan akan timbulnya inflasi yang bakal terjadi bila ingin mengadakan penambhan pencetakan uang baru, karena pencetakan uang baru terlalu besar akan mengakibatkan goncangan perekonomian.

b. Perkiraan atau anggapan masyarakat bahwa harga-harga akan naik.

Jika masyarakat beranggapan harga-harga akan naik maka tidak ada kecenderungan untuk menyimpan uang tunai lagi, masyarakat akan menyimpan uang mereka dalam bentuk barang sehingga permintaan akan mengalami peningkatan. Hal ini mendorong naiknya harga secara terus-menerus.

Teori strukturalis, Teori Strukturalis disebut juga dengan teori inflasi jangka panjang karena menyoroti sebab inflasi yang berasal dari struktur ekonomi, khususnya supply bahan makanan dan barang ekspor. Pertambahan produksi barang tidak sebanding dengan pertumbuhan kebutuhannya, akibatnya terjadi kenaikan harga bahan makanan dan kelangkaan devisa. Selanjutnya adalah kenaikan harga barang yang merata sehingga terjadi inflasi. Inflasi semacam ini tidak bisa diatasi hanya dengan mengurangi jumlah uang yang beredar,

(25)

10

tetapi harus diatasi dengan peningkatan produktivitas dan pembangunan sektor bahan makanan dan barang-barang ekspor.

Menurut Bank Indonesia, Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi. Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi outputpotensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking. Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran,

(26)

natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum regional (UMR). Meskipun ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung kenaikan permintaan, namun harga barang dan jasa pada saat-saat hari raya keagamaan meningkat lebih tinggi dari komdisi supply-demand tersebut.

Demikian halnya pada saat penentuan UMR, pedagang ikut pula meningkatkan harga barang meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam mendorong peningkatan permintaan.

Berdasarkan sifatnya, inflasi dibagi menjadi 4 kategori utama, yaitu sebagai berikut:

1). Inflasi merayap (creeping inflation), yaitu inflasi yang besarnya kurang dari 10% pertahun.

2). Inflasi menengah (galloping inflation), yaitu inflasi yang besarnya antara 10% - 30% per tahun. Inflasi ini biasanya ditandai oleh naiknya harga-harga secara cepat dan relatif besar. Angka inflasi pada kondii ini biasanya disebut inflasi dua digit, misalnya 15%, 20%, 30%, dan sebagainya.

3). Inflasi tinggi (high inflation), yaitu inflasi yang besarnya 30% - 100% per tahun. Dalam kondisi ini harga-harga secara umum naik dan menurut istilah ibu-ibu rumah tangga harga berubah.

4). Inflasi sangat tinggi (hyper inflation), yaitu inflasi yang di tandai oleh naiknya harga secara drastis hingga mencapai 4 digit (di atas 100%). Pada kondisi ini masyarakat tidak ingin lagi menyimpan uang karena nilainya merosot tajam sehingga lebih baik di tukar dengan barang.

(27)

12

Jenis inflasi berdasrkan sebabnya, yaitu: 1). Demand pull inflation

Inflasi ini timbul karena adanya permintaan keseluruhan yang tinggi disatu pihak dan kondisi produksi telah mencapai kesempatan kerja penuh (full employment) di pihak lain. Sesuai dengan hukum permintaan, bila permintaan banyak dan penawaran kerja tetap, harga akan naik. Bila hal ini langsung secara terus menerus akan mengakibatkan inflasi yang berkepanjangan. Oleh karena itu, untuk mengatasinya diperlukan adanya pembukaan kapasitas produksi baru dengan penambahan tenaga kerja baru.

2). Cost push inflation

Inflasi ini disebabkan turunnya produksi karena naiknya biaya produksi (naiknya biaya produksi dapat terjadi karena tidak efisiennya perusahaan, nilai kurs mata uang negara yang bersangkutan jatuh atau menurun, kenaikan harga bahan baku industri, adanya tuntutan kenaikan upah dari serikat buruh yang kuat, dan sebagainya). Ada dua hal yang dapat dilakukan oleh produsen sehubungan dengan naiknya biaya produksi, yaitu langsung menaikan harga produknya dengan jumlah penawaran yang sama atau harga produknya naik ( karena tarik-menarik permintaan dan penawaran) karena penurunan jumlah produksi.

Inflasi berdasarkan asalnya, yaitu:

(28)

Inflasi yang berasal dari dalam negeri timbul misalnya karena defisit anggaranbelanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, panenan gagal dansebagainya.

2). Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation).

Penularan inflasi dari luar negeri ke dalam negeri ini dapat mudah terjadi pada negara-negara yang perekonomiannya terbuka. Penularan inflasi ini dapat terjadi melalui kenaikan harga-harga baik itu impor maupun ekspor baik secara demand inflation maupun cost inflation.

2. Teori Pengangguran

Menurut Sukirno (2008 : 13) pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja, yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkan. Searah dengan pendapat diatas Murni (2006: 197) pengangguran adalah orang-orang yang usianya berada dalam usia angkatan kerja dan sedang mencari pekerjaan. Jenis Pengangguran

Menurut Sukirno ( 2008 : 330), macam-macam pengangguran berdasarkan jam kerja dapat digolongkan menjadi empat, yaitu pengangguran tersembunyi, pengangguran musiman, setengah pengangguran dan pengangguran terbuka.

a. Pengangguran tersembunyi adalah : pengangguran yang terjadi karena adannya keadaan dimana suatu jenis kegiatan ekonomi dijalankan oleh tenaga kerja yang jumlahnya melebihi dari yang diperlukan. Contohnya, dalam kegiatan produksi yang dapat

(29)

14

berjalan efektif dan efisien dengan 6 pekerjaan saja, namun dalam kenyataanya dikerjakan oleh 8 orang pekerja. Dari penjelasan ini terlihat bahwa ada kelebihan pekerja sebanyak 2 orang. Kelebihan inilah yang disebut pengangguran tersembunyi. b. Pengangguran musiman : adalah keadaan pengangguran pada

masa-masa tertentu dalam suatu tahunan. Contohnya adalah masa menunggu petani dalam musim panen, pada saat ini petani yang tidak memiliki pekerjaan sampingan akan menjadi pengangguran.

c. Setengah menganggur (under unemployment) : keadaan dimana pengangguran dimana seorang pekerja melakukan kerja jauh lebih rendah dari jam kerja yang normal. Seorang dapat digolongkan setengah menganggur jika dalam bekerja tidak lebih dari 20 jam dalam seminggu atau 3 hari dalam seminggu.

d. Pengangguran terbuka (open unemployment) : tenaga kerja yang benar-benar tidak mempunyai pekerjaan. Pengangguran terbuka termasuk pengangguran yang sangat banyak karena memang belum mendapat pekerjaan meskipun sudah berusaha untuk mencapai pekerjaan.

3. Teori Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui perkembangan perekonomian di suatu negara dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan.

(30)

PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedang PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar Todaro (2002).

Pertumbuhan ekonomi dapat digunakan sebagai indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja perekonomian. Penghitungan pertumbuhan ekonomi itu sendiri dapat dilihat dari kenaikan PDRB suatu daerah dari tahun ke tahun. Produk Domestik Regional Bruto diartikan sebagai total output yang dihasilkan dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah. Perhitungan PDRB dapat diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai tambah bruto dari masing-masing sektor dan menjumlahkan nilai tambah bruto dari seluruh sektor (BPS, 2008). Oleh karena itu dengan adanya kenaikan jumlah output yang dihasilkan oleh suatu perekonomian, maka secara langsung maupun tidak langsung pertumbuhan PDRB akan menciptakan lapangan kerja.

Perhitungan Produk Domestik Bruto secara konseptual menggunakan tiga macam pendekatan, yaitu: pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan.

1. Pendekatan Produksi

Produk Domestik Bruto adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu tertentu (umumnya triwulan dan tahunan). 17 lapangan usaha, yaitu:

(31)

16

(b) pertambangan dan penggalian, (c) industri pengolahan,

(d) pengadaan listrik,

(e) pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang, (f) konstruksi,

(g) perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil & sepeda motor,

(h) transportasi dan pergudangan,

(i) penyediaan Maret 2016 akomodasi dan makan minum, (j) informasi dan komunikasi,

(k) jasa keuangan dan asuransi, (l) real estate,

(m) Jasa Perusahaan,

(n) administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib,

(o) jasa pendidikan,

(p) jasa kesehatan dan kegiatan lainnya dan (q) jasa lainnya.

2. Pendekatan Pengeluaran

(a). Pengeluaran Konsumsi Rumah tangga (b). Pengeluaran Konsumsi LNPRT

(c). Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (d) Pembentukan modal tetap domestik bruto (e). Perubahan inventori,

(32)

(g). Impor barang dan jasa.

3. Pendekatan Pendapatan

Produk Domestik Bruto merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktorfaktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi).

Indeks implisit PDRB merupakan rasio antara PDRB harga Berlaku dengan PDRB harga konstan. Deflator PDRB adalah laju pertumbuhan indeks implisit PDRB. Ekspor barang dan impor merupakan kegiatan transaksi barang dan jasa antara penduduk Indonesia dengan penduduk negara lain.

4. Hubungan PDRB Dengan Inflasi

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh positif terhadap Inflasi sebagaimana dijelaskan penyebab inflasi dari sisi tarikan permintaan (demand pull inflation). Kenaikan permintaan agregat (Agregat Demand/AD) yang tidak diimbangi dari sisi penawaran agregat (Agregat Supply/AS) akan menimbulkan celah inflasi atau inflationary gap yang merupakan sumber dari Inflasi. Selain itu, menurut Teori Keynesian kenaikan PDB sisi pengeluaran akan meningkatkan permintaan efektif masyarakat. Bila jumlah permintaan

(33)

18

efektif terhadap komoditas meningkat, pada tingkat harga berlaku, melebihi jumlah maksimum dari barang-barang yang bisa dihasilkan masyarakat, maka inflationary gap akan timbul dan menimbulkan masalah inflasi.

Menurut Badan Pusat Statistik (2012) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mencerminkan kondisi kesejahteraan masyarakat dari sisi ekonomi. Apabila PDRB meningkat, maka daya beli masyarakat juga akan meningkat, dan akibatnya akan terjadi tambahan permintaan terhadap barang. Tambahan permintaan oleh masyarakat, tidak diimbangi oleh tambahan penawaran sehingga berakibatharga barang-barang akan naik sehingga keadaan ini akan berakibat timbulnya inflasi.

Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan tersebut produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja dan dengan mendirikan atau menambah unit usahanya dalam hal ini membangun industri baru. Adanya inflasi berarti harga semua barang mengalami kenaikan dan ini akan menimbulkan efek substitusi dan mendorong konsumen untuk mengalihkan konsumsinya dari barang yang satu ke barang lainnya.

5. Hubungan Pengangguran Dengan Inflasi

Pada tahun 1958, ekonom A.W. Phillips menerbitkan sebuah artikel berjudul “The Relationship between Unemployment and the Rate of Change of Money Wages in United Kingdom, 1861-1957”. Pada artikel tersebut Phillips memperlihatkan korelasi negatif antara tingkat pengangguran dan inflasi (tingkat perubahan upah). Phillips memperlihatkan bahwa tahun-tahun dengan tingkat pengangguran yang rendah cenderung disertai oleh inflasi yang tinggi, dan tahun-

(34)

tahun dengan tingkat pengangguran tinggi cenderung disertai dengan inflasi yang rendah (Samuelson, 1985).

A.W. Phillips (1958) dalam Mankiw (2000) menggambarkan bagaimana sebaran hubungan antara inflasi dengan tingkat pengangguran didasarkan pada asumsi bahwa inflasi merupakan cerminan dari adanya kenaikan permintaan agregat.

Dengan naiknya permintaan agregat, maka sesuai dengan teori permintaan yaitu jika permintaan naik maka harga akan naik. Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan tersebut produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja (tenaga kerja merupakan satu-satunya input yang dapat meningkatkan output). Akibat dari peningkatan permintaan tenaga kerja maka dengan naiknya harga-harga (inflasi) maka pengangguran berkurang.

A. Tinjauan empiris

Nama (Tahun)

Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil

Faiza Nur Iman Subagyo, Tatik Febriana, Nurisqi Amaliah (September 2018) Pengaruh produk domestic bruto (PDB),Inflasi, dan BI RATE terhadap

indeks harga saham

gabungan di Indonesia, September 2018 (Artikel). Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah menggunakan Regresi linear berganda. Inflasi dan PDB tidak berpengaruh signifikan terhadap ndeks harga saham gabungan, sedangkan tngkat suku bunga bank Indonesia berpengaruh signifikan terhadap indeks harga saham gabungan. Hasan Fahmi Kusnandar, Erin Rahmawati, Maman Sulaiman (April 2019) Pengaruh produk domestik regional bruto (PDRB) terhadap kredit bermasalah pada

Bank umum di Jawa Barat Periode 2012-2017 (Artikel). Metode yang digunakan dalah metode deskriptif dan verifikatif Hasil dalam penelitian ni menunjukkan bahwa PDRB memiliki pengaruuh positif yang signifikan teradap kredit bermsalah pada bank umum

di Jawa Barat

(35)

20 Yuliarni Yunus (2013) Analisis faktor-faktor yang yang mempengaruh i inflasi di Indonesia, tahun 1998- 2012 (Skripsi). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis regresi linear berganda (multiple regressions) Hasil penelitian menunjukkan bahwa keempat variable jumlah uang beredar, harga minyak dunia, subsidi bbm, dan tingkat suku bunga rill

secara simultan mempunyai pengaru signifikan terhadap inflasi. Fitra Kincaka Rizka (2007). Analisis Tingkat Pengangguran dan Faktor – faktor yang mempengaruhinya di Indonesia, 2005 (skripsi). Variabel dependen : Pengangguran, Variabel Independen : Upah, Beban tanggungan penduduk, Tingkat inflasi, Tingkat GDP Alat analisi: regresi linear berganda

Tingkat pengangguran dipengaruhi oleh faktor – faktor pada variabel independennya. Variabel upah berpengaruh positif dan signifikan, variabel beban tanggungan penduduk berpengaruh negatif dan signifikan, variabel inflasi berpengaruh positif dan tidak signifikan, variabel pertumbuhan GDP berpengaruh positif dan tidak signifikan

B. Kerangka Konsep

Pengaruh perubahan inflasi terhadap perubahan NPL (Non Performing Loan) atau disebut dengan kredit bermasalah adalah inflasi yang tinggi akan menyebabkan menurunnya pendapatan riil masyarakat sehingga standar hidup masyarakat juga turun. Sebelum inflasi meningkat, seorang debitur masih sanggup untuk membayar angsuran kreditnya, namun setelah inflasi terjadi, harga-harga mengalami peningkatan yang cukup tinggi, sedangkan penghasilan debitur tersebut

(36)

tidak mengalami peningkatan, maka kemampuan debitur tersebut dalam membayar angsurannya menjadi melemah sebab sebagian besar atau bahkan seluruh penghasilannya sudah digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sebagai akibat dari harga-harga yang meningkat. Peningkatan Non Performing Loan akan sangat mempengaruhi kinerja keuangan suatu lembaga dan dapat mempengaruhi pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi merupakan hal yang paling penting dalam perekonomian di suatu negara. Dimana, pembangunan ekonomi merupakan usaha untuk meningkatkan dan mempertahankan kenaikan produk domestik bruto per kapita dengan memperhatikan pertumbuhan jumlah penduduk dengan memperbaiki struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. (Rivai, 2013).

Hubungan antara pengangguran dan PDRB terhadap inflasi sangat erat kaitannya karena dengan bertambahnya pengangguran dan tingkat PDRB yang ada maka otomatis inflasi akan mengalami kenaikan sehingga dibentuklah kerangka pemikiran sebagai berikut:

GAMBAR 2.1 KERANGKA PEMIKIRAN Pengangguran (X1) PDRB (X2) Inflasi (Y)

(37)

22

C. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penilitian, telah di nyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan. Di katakan semntara, karena jawaban yang di berikan baru di dasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang di peroleh melalui pengumpulan data. Berdasarkan permasalahan penelitian dan kajian pustaka, maka di susun hipotesis penilitian berikut:

1. Diduga bahwa pengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi di Sulawesi Selatan.

2. Diduga bahwa PDRB berpengaruh positif dan signifikan terhadap nflasi di Sulawesi Selatan.

(38)

23 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kuantitatif. Umumnya penelitian kuantitatif berhubungan dengan angka-angka. Beberapa ahli mendefinisikan penelitian kuantitatif berbeda-beda, diantaranya:

3. Nana Sudjana dan Ibrahim (2001)

Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang didasarkan pada asumsi, kemudian menentukan variabel, dan selanjutnya dianalisa dengan menggunakan metode penelitian yang valid, terutama dalam penelitian kuantitatif.

4. Kusiram (2008)

Penelitian kuantitatif adalah suatu metode penelitian yang menggunakan proses data berupa angka sebagai alat menganalisis dan melakukan kajian penelitian, terutama tentang apa yang sudah diteliri sebelumnya.

Dari definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian kuantitatif atau metode penelitian kuantitatif adalah suatu metode dalam penelitian yang bertujuan untuk memverifikasi teori/ kebenaran, membangun fakta, menunjukkan deskripsi statistik, menganalisa hasilnya dengan prosedur yang sistematis dengan data berupa numerikal atau angka atau grafik.

(39)

24

Jenis penelitian ini termasuk penelitian lapangan adalah melakukan kegiatan lapangan guna untuk memperoleh berbagai data dari informasi yang dilakukan. Jadi penelitian bertujuan untuk mencari data dari lapangan untuk mengetahui bagaimana Inflasi di sulawesi selatan.

B. Lokasi Penelitian

1. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di kantor BPS yang tepatnya berada di Kota Makassar di Jl. Hj Bau No.6 Makassar 90125 Sulawesi Selatan.

Alasan peneliti memilih tempat ini karna mudah di jangkau dan ekonomis. Dan diantaranya lebih dekat dengan tempat tinggal.

2. Waktu Penelitian

Adapun waktu yang kami rencanakan dalam penelitian ini adalah selama 2 (dua) bulan mulai bulan Oktober sampai bulan November tahun 2020.

C. Definisi Operasional Variabel Dan Pengukuran

1. Jumlah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB adalah suatu nilai produksi barang dan jasa dalam perekonomian yang dihasilkan oleh Negara tertentu dalam suatu tahun tertentu. Berdasarkan pengukurannya dihutung berdasarkan satuan.

2. Pengangguran adalah sebutan untuk angkatan kerja (penduduk berumur

15-65 tahun) yang tidak bekerja sama sekali atau sedang mencari pekerjaan. Orang yang tidak sedang mencari kerja contohnya seperti ibu rumah tangga, siswa sekolah SMP, SMA, mahasiswa perguruan tinggi, dan sebagainya yang karena suatu hal tidak/belum membutuhkan pekerjaan.

(40)

Pengangguran biasanya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada. Berdasarkan pengukurannya dihitung berdasarkan satuan.

D. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian akan ditarik kesimpulannya. Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Populasi juga dapat diartikan sebagai keseluruhan elemen yang menjadi perhatian dalam suatu penelitian.

Adapun populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh data Pengangguran dan Produk Domestik Bruto Regioal (PDBR) tahun 2015-2019.

2. Sampel

Soetriono dan Hanafie (2007:175) menjelaskan sampel adalah anggota populasi yang dianggap dapat mewakili. Besarnya sampel harus mencerminkan karakteristik populasi agar data yang diperoleh representative (terwakili).Agar dapat menggambarkan secara tepat variabel yang diteliti, maka peneliti mengambil semua populasi sebagai sampelnya.Oleh karena itu, pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode sampling jenuh.“Metode sampling jenuh atau istilah lainnya sensus merupakan teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel” (Sugiyono, 2008:122).

(41)

26

E. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu:

Teknik pengumpulan data merupakan suatu usaha dasar untuk mengumpulkan data dengan prosedur standar. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi atau studi pustaka, sehingga tidak diperlukan teknik sampling serta koesioner.

Data yang dipakai atau yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data time series (deret waktu), yaitu pada tahun 2015 sampai dengan tahun 2019.

F. Teknik analisis

Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Analisis regresi ini untuk melihat hubungan antara pengangguran, PDRB dan inflasi yang dapat dilihat sebagai berikut:

Persamaan model regresi dapat dirumuskan dalam model berikut : Y = α+β1X1+ β2X2+µ

Dimana :

Y = Tingkat inflasi X1 = Pengangguran

X2 = PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) β1,β2 = Koefisien Regresi

µ = Kesalahan Pengganggu

hasil analisis regresi adalah berupa koefisien regresi untuk masing-masing variabel independen ( kuncoro, 2011:98). Untuk

(42)

keberhasilan analisis suatu fungsi regresi maka di uji dengan menggunakan alat uji F dan t.

Alat uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Nilai F tabel yang diperoleh disbanding dengan nilai F hitung. Apabila F hitung lebih besar dari F tabel, maka ada pengaruh yang signifikan antara variabel indenpenden dengan variabel dependent.

Alat uji t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi terikat. Tujuannya adalah untuk menguji koefisien regresi secara individual. Nilai t tabel yang diperoleh dibandingkan nilai t hitung., apabila t hitung lebih besar dari tabel, maka variabel indenpenden berpengaruh pada variabel dependent. Apabila t hitung lebih kecil dari t tabel,maka variabel independen berpengaruh pada variabel depend.Apabila t hitung lebih kecil dari t tabe,maka variabel independen tidak berpengaruh terhadap dependent.

Langkah selanjutnya adalah dilakukan pengujian validasi model sebagai berikut:

a. Uji Statistik

Dalam penelitian ini, data diolah dengan menggunakan program SPSS (statistical package for social sience) dan pengujian hipotesis menggunakan regresi linear berganda, dimana akan terlihat pengaruh secara simultan maupun secara parsial.

(43)

28

Uji statisti t dilakukan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas secara individual menjelaskan variasi variabel dependen (Ghozali, 2005). Dengan mengangap variabel lain tetap, menggunakan derajat keyakinan 95% (a = 0,05).

Uji ini dilakukan dengan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut:

a. Apabila probabilitas t hitung < a = 0,05 maka variabel indenpenden mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.

b. Apabila probabilitas t hitung > a =0,05 maka variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. c. Uji F (F – test)

Uji F pada dasarnya dimaksudkan untuk membuktikan secara statistik bahwa seluruh variabel independen berpengaruh secara bersama – sama terhadap variabel -variabel dependen Uji F dalam penelitian ini dilakukan dengan dengan membandingkan nilai F hitung dengan derajat keyakinan 95% ( a = 0,05).Uji ini dilakukan dengan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut:

a. Apabila nilai F hitung > a = 0,05 maka H0 ditolak, artinya bahwa secara bersama -sama semua variabel independen mampu mempengaruhi varabel dependen secara signifikan.

b. Apabila nilai F hitung < a = 0,05 maka H0 diterima, artinya bahwa secara bersama –sama semua variabel indenpenden tidak mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.

(44)

d. Koefisien Determinasi ( R2)

Nilai R2 yang sempurna adalah satu, yaitu apabila keseluruhan variabel dependen dapat dijelaskan sepenuhnya oleh variabel independen yang dimasukkan ke dalam model regresi linear berganda sehingga kesimpulan yang dapat diambil adalah:

a. Nilai R2 yang kecilatau mendekati nol, berarti kemampuan variabel –variabel bebas dalam meneranglan variasi variabel tak bebas sangat terbatas.

b. Nilai R2 mendekatisatu, berarti kemampuan variabel-variabel bebas menerangkan hampir semua informasi yang digunakan untuk memprediksi variasi variabel tak bebas.

e. Uji Asumsi Klasik

Pengujian mengenai ada tidaknya pelanggaran terhadap asumsi-asumsi klasik yang merupakan dasar dalam model regresi linear berganda.

a. Uji Normalitas Data

Ghozali (2005) uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah dalan model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.

b. Uji Multikolineritas

Uji multikolineritas dilakukan untuk melihat apaka variable yang saling berkorelasi pada variabel bebas. Jika terjadi korelasi maka terdapat masalah multikolineritas sehingga model regresi tidak dapat digunakan.

(45)

30

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran umum Sulawesi Selatan

1. Kondisi Geografis

Provinsi Sulawesi Selatan yang beribukota di Makassar terletak pada bagian selatan Pulau Sulawesi memiliki luas wilayah kurang lebih 45.764,53km2,dan diantara 24 kabupaten/kota yang terdapat diwilayah Sulawesi Selatan, Kabupaten Luwu Utara merupakan kabupaten yang memiliki luas wilayah terbesar yakni sekitar 7.502,68 km2 atau 16,40 persen dari luas wilayah Sulawesi Selatan, sementara itu kabupaten/kota dengan luas wilayah terkecil adalah Kota Parepare dengan luas sekitar 99,33km2 atau kurang lebih 0,22 persen dari seluruh wilayah Sulawesi Selatan.

Diantara kabupaten/kota tersebut, Kabupaten Toraja Utara merupakan daerah otonom baru di daerah ini, yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Tana Toraja. Kabupaten ini memiliki luas wilayah kurang lebih 1.151,47 km2 atau 2,52 persen dari luas wilayah Sulawesi Selatan.

Secara geografis posisi Provinsi Sulawesi Selatan terletak antara 116° 48’-122°36’ Bujur Timur dan 0° 12’ -8° Lintang Selatan, yang dengan Provinsi Sulawesi Barat di sebelah utara, Teluk Bone dan Provinsi Sulawesi Tenggara di sebelah timur. Batas Sebelah Barat dan Selatan masing-masing adalah Selat Makassar dan Laut Flores.

(46)

2. Kondisi Demografis

Sampai dengan Mei 2010, jumlah penduduk di Sulawesi Selatan terdaftar sebanyak 8.032.551 jiwa dengan pembagian 3.921.543 orang laki-laki dan 4.111.008 orang perempuan. Pada tahun 2013, penduduk di Sulawesi Selatan sudah mencapai 8.342.047 jiwa.

Pada sekitar abad ke-14 di Sulawesi Selatan terdapat sejumlah kerajaan kecil, dua kerajaan yang menonjol ketika itu adalah Kerajaan Gowa yang berada di sekitar Makassar dan Kerajaan Bugis yang berada di Bone. Pada tahun 1530, Kerajaan Gowa mulai mengembangkan diri, dan pada pertengahan abad ke-16 Gowa menjadi pusat perdagangan terpenting di wilayah timur Indonesia. Pada tahun 1605, Raja Gowa memeluk Agama Islam serta menjadikan Gowa sebagai Kerajaan Islam, dan antara tahun 1608 dan 1611, Kerajaan Gowa menyerang dan menaklukkan Kerajaan Bone sehingga Islam dapat tersebar ke seluruh wilayah Makassar dan Bugis.

5 tahun setelah kemerdekaan, pemerintah mengeluarkan UU Nomor 21 Tahun 1950, yang menjadi dasar hukum berdirinya Provinsi Administratif Sulawesi. 10 tahun kemudian, pemerintah mengeluarkan UU Nomor 47 Tahun 1960 yang mengesahkan terbentuknya Sulawesi Selatan dan Tenggara. 4 tahun setelah itu, melalui UU Nomor 13 Tahun 1964 pemerintah memisahkan Sulawesi Tenggara dari Sulawesi Selatan. Terakhir, pemerintah memecah Sulawesi Selatan menjadi dua, berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2004. Kabupaten Majene, Mamasa, Mamuju, Mamuju Utara dan Polewali Mandar yang tadinya merupakan kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan resmi menjadi kabupaten di

(47)

32

provinsi Sulawesi Barat seiring dengan berdirinya provinsi tersebut pada tanggal 5 Oktober 2004 berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2004.

3. Kondisi Topograpi

Provinsi Sulawesi Selatan dialiri 67 aliran sungai, dimana sebahagian besar aliran sungai tersebut terdapat di Kabupaten Luwu yakni 25 aliran sungai. Sungai terpanjang di daerah ini yaitu Sungai Saddang dengan panjang kurang lebih 150 km dengan melalui 3 kabupaten yakni Kabupaten Tator, Enrekang dan Pinrang. Selain aliran sungai, daerah ini juga memiliki sejumlah danau yaitu Danau Tempe di Kabupaten Wajo dan Danau Sidenreng di Kabupaten Sidrap, serta Danau Matana dan Danau Towuti di Kabupaten Luwu. Disamping memiliki sejumlah sungai dan danau.Selain itu, daerah ini juga memiliki 7 buah gunung, dimana Gunung Rantemario dengan ketinggian 3.470 m di atas permukaan laut merupakan yang tertinggi di daerah.Gunung ini berdiri tegak di perbatasan Kabupaten Enrekang danKabupaten Luwu. 4. Jumlah Penduduk

Dengan perkembangan berbagai bidang yang terjadi di Sulawesi Selatan dan memperhatikan kecenderungan peningkatan jumlah penduduk selama ini, diperkirakan jumlah penduduk Sulawesi Selatan tahun 2013 mencapai 8.342.200 jiwa atau tumbuh sekitar 1,86 persen pertahun yang berarti bertambah sekitar 150 ribu jiwa lebih dibanding tahun 2012 yang mencapai 8,19 juta jiwa lebih. Pada tahun 2013 penduduk Sulawesi Selatan terkonsentasi di Kota Makassar yakni kurang lebih 1,39 juta jiwa atau 16,72 persen dari jumlah penduduk Sulawesi Selatan, sementara itu Kabupaten Selayar merupakan daerah

(48)

yang memiliki jumlah penduduk terkecil yakni hanya 126,86 ribu jiwa lebih atau 1,52 persen dari jumlah penduduk daerah ini.Melihat jumlah penduduk pada kabupaten/kota dan luas wilayah masing-masing daerah, maka nampak bahwa Kota Makassar merupakan daerah yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi yakni 7.936,62 jiwa/km2, sementara daerah dengan tingkat kepadatan terendah adalah Kabupaten Luwu Timur dengan tingkat kepadatan penduduk hanya 36,46 jiwa/km2.

Grafik 4.1

(49)

34

Table 4.1

Jumlah Kecamatan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan, 2015–2019 Number of Sub Districts and Villages by

Regency/Municipality in Sulawesi Selatan Province, 2015–2019.

Kabupaten/KotaRegency/ Municipality 2015 2016 2017 2018 2019 Kepulauan Selayar 11 11 11 11 11 Bulukumba 10 10 10 10 10 Bantaeng 8 8 8 8 8 Jeneponto 11 11 11 11 11 Takalar 9 9 9 9 9 Gowa 18 18 18 18 18 Sinjai 9 9 9 9 9 Maros 14 14 14 14 14 Pangkep 13 13 13 13 13 Barru 7 7 7 7 7 Bone 27 27 27 27 27 Soppeng 8 8 8 8 8 Wajo 14 14 14 14 14 Sidrap 11 11 11 11 11 Pinrang 12 12 12 12 12 Enrekang 12 12 12 12 12 Luwu 22 22 22 22 22 Tana toraja 19 19 19 19 19 Luwu utara 12 12 12 15 15 Luwu timur 11 11 11 11 11 Toraja utara 21 21 21 21 21 Makassar 14 14 15 15 15 Pare-pare 4 4 4 4 4 Palopo 9 9 9 9 9 Sumber : Data Dari BPS Sulsel 2015-2019.

(50)

Gambar 4.1

Peta Sulawesi Selatan

B. Penyajian Data (Hasil Penelitian)

1. Pengangguran Di Sulawesi Selatan

Pengangguran adalah sebutan untuk angkatan kerja (penduduk berumur 15-65 tahun) yang tidak bekerja sama sekali atau sedang mencari pekerjaan. Orang yang tidak sedang mencari kerja contohnya seperti ibu rumah tangga, siswa sekolah SMP, SMA, mahasiswa perguruan tinggi, dan sebagainya yang karena suatu hal tidak/belum membutuhkan pekerjaan. Pengangguran biasanya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada. Adapun data pengangguran dari tahun 2015-2019 pada table 4.2 sebagai berikut:

(51)

36

Table 4.2

Data pengangguran Sulawesi Selatan pada tahun 2015-2019

Kabupaten/Kota Pengangguran 2015 2016 2017 2018 2019 Kepulauan Selayar 4663 2565 1750 2446 1180 Bulukumba 13686 9796 5241 7274 5403 Bantaeng 5317 4503 6401 5559 2274 Jeneponto 10061 7890 7122 4148 4229 Takalar 8615 6846 7535 3092 3540 Gowa 22623 21029 11417 8043 7711 Sinjai 3926 5663 3285 481 989 Maros 13665 9990 9226 7866 6768 Pangkep 12332 8379 9918 6684 12792 Barru 5894 4288 3209 2819 1393 Bone 21578 19603 11715 12286 16834 Soppeng 7907 5461 6423 6194 2381 Wajo 8656 14036 5447 6182 8064 Sidrap 9749 5960 7873 7930 6957 Pinrang 10918 10269 7159 2480 4243 Enrekang 3755 5467 2857 1417 1288 Luwu 9432 10792 13989 9273 7319 Tana Toraja 3802 5257 5141 3315 3944 Luwu Utara 6399 5663 6440 5825 2459 Luwu Timur 16139 8005 8990 7027 9962 Toraja Utara 8191 5314 4817 2544 3706 Makassar 78216 49668 55596 55619 65623 Pare Pare 6935 4401 2276 2608 4166 Palopo 6493 6081 5156 5800 5540 SULAWESI SELATAN 298952 236926 208983 176912 188765 Sumber : data dari BPS tahun 2015-2019

Berdasarkan dari tabel 4.2 di atas maka s diperoleh gambaran umum pengangguran yang di Sulawesi Selatan selama periode tahun 2015-2019, mengalami naik turun dimana angka pengangguran yang terjadi mengalami kenaikan dan penurunan setiap tahunnya karena

(52)

selama kurun waktu 5 tahun memberikan indikasi besarnya pengaruh pengangguran terhadap inflasi di di Sulawesi Selatan .

2. PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)

Data PDRB yang di pakai dalam penelitian ini adalah PDRB Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan Tahun 2015-2019. Menurut BPS (2018), Produk Domestik Bruto (PDRB) merupakan penjumlahan nilai output bersih (barang dan jasa akhir) yang ditimbulkan oleh seluruh kegiatan ekonomi, di suatu wilayah tertentu (provinsi dan kabupaten/kota), dan dalam satu kurun waktu tertentu (satu tahun kalender).

Produk domestik regional bruto adalah jumlah nilai tambah bruto yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di daerah tersebut. Menghitung PDRB bertujuan untuk membantu membuat kebijakan daerah atau perencanaan, evaluasi hasil pembangunan, memberikan informasi yang dapat menggambarkan kinerja perekonomian daerah.

Produk domestik regional bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah bruto yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di daerah tersebut. Menghitung PDRB bertujuan untuk membantu membuat kebijakan daerah atau perencanaan, evaluasi hasil pembangunan, memberikan informasi yang dapat menggambarkan kinerja perekonomian daerah. PDRB meliputi:

1. Upah dan gaji 2. Bunga 3. Sewa tanah

(53)

38

4. Pajak tidak langsung 5. Penyusutan

6. Keuntungan

Pembangunan Kota/Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil, makmur merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam rangka mendukung pembangunan daerah Provinsi Sulawesi Selatan serta bertujuan mengembangkan potensi perekonomian daerah secara optimal. Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat mencerminkan kondisi perekonomian wilayah tersebut. Salah satu indikator ekonomi dalam mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat menggunakan penghitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan adalah angka PDRB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat di tunjukkan data PDRB pada tabel 4.3 sebagai berikut:

Tabel 4.3

Data PDRB Sulawesi Selatan tahun 2015-2019

Komponen

PDRB

2015

2016

2017

2018

2019

(1) (2) (27) (32) (37) (42) (47) 1 Konsumsi Rumah Tangga 165,652.22 185,585.54 204,368.75 225,404.55 251,147.50 2 Konsumsi 3,863.84 4,265.90 4,626.45 5,109.72 6,145.46

(54)

LNPRT 3 Konsumsi Pemerintah 31,774.37 36,396.62 37,399.19 39,393.17 44,827.51 4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 110,225.84 125,989.17 141,414.70 157,246.49 171,943.70 5 Perubahan Inventori -1,550.67 5,641.24 4,848.29 1,821.01 2,422.13 6 Ekspor 79,103.55 73,410.42 50,899.09 41,861.74 43,309.48 7 Impor 91,035.33 90,898.68 66,447.57 55,248.48 58,076.29 Total PDRB 298,033.80 340,390.21 377,108.91 415,588.20 461,719.49

Sumber : data dari BPS tahun 2015-2019

Berdasarkan Dari tabel 4.3 di atas maka diperoleh gambaran umum PDRB yang di Sulawesi Selatan selama periode tahun 2015-2019, mengalami naik turun dimana angka PDRB yang terjadi mengalami kenaikan dan penurunan setiap tahunnya karena selama kurun waktu 5 tahun memberikan indikasi besarnya pengaruh PDRB terhadap inflasi di di Sulawesi Selatan .

3. Inflasi

Inflasi merupakan suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (continue), kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Inflasi berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain: konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi

(55)

40

barang. Selain itu, ketidakstabilan ekonomi dan tingkat penjualan juga menimbulkan inflasi. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadang kala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dilihat pada tabel 4.4 dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 4.4

Data Inflasi Tahunan 2015-2019

Wilayah Inflasi

Inflasi

2019 2018 2017 2016 2015

Tahunan Tahunan Tahunan Tahunan Tahunan Sulawesi

Selatan 2.25 3.58 4.66 1.48 2.17

Sumber : data dari BPS tahun 2015-2019

Dari tabel 4.4 di atas maka diperoleh gambaran umum inflasi di Sulawesi Selatan selama periode tahun 2015-2019, dimana data yang diperoleh hanya pada tahun 2018 dengan jumlah 3.5 angka inflasi yang terjadi karena selama kurun waktu 5 tahun memberikan indikasi besarnya pengaruh inflasi di Sulawesi Selatan.

(56)

Tabel 4.5

Data deskriptif

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Inflasi 19 1,48 12,40 5,8753 3,02898

Pengangguran 19 11,64 13,27 12,3917 ,35201

PDRB 19 29,99 33,43 32,0643 1,22747

Valid N (listwise) 19

Sumber : data dari BPS tahun 2015-2019

Berdasarkan data pada tabel 4.5 pengangguran memiliki rata-rata sebesar 12,3917. pengangguran yang paling rendah (minimum) adalah sebesar 11,64. dan pengangguran yang paling tinggi (maksimum) adalah sebesar 13,27. PDRB rata-rata sebanyak 32,0643. jumlah PDRB yang paling sedikit sebanyak 29,99. dan yang paling banyak adalah sebanyak 33,43. Dan inflasi memiliki rata-rata sebesar 5,8753. jumlah inflasi yang paling sedikit sebanyak1, 48. dan yang paling banyak adalah sebesar 12,40.

4. Uji Validitas Dan Uji Asumsi Klasik

a. Analisis Regresi Linear Berganda

Model regresi yang digunakan adalah model regresi dengan variabel inflasi (Y) sebagai variabel dependent (variabel tak bebas), dan variabel pengangguran (X1), PDRB (X2), independet (bebas), dengan fungsi Y = f (X1, X2), model regresi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Y = a + β1 X1 + β2 X2 + e

Pengujian data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linear berganda. Perhitungan koefisien regresi linear berganda dilakukan dengan analisis melalui software SPSS 26.0 for

Gambar

Gambar 1  Kerangka Pemikiran .............................................................19  Gambar 2  Peta Sulawesi Selatan .........................................................32
GAMBAR 2.1  KERANGKA PEMIKIRAN Pengangguran  (X1) PDRB  (X2)  Inflasi  (Y)
Gambar 4.1  Peta Sulawesi Selatan
Tabel 4.5  Data deskriptif
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pentium II Xeon yang hadir pada tahun 1998 mengandung inovasi teknis yang dirancang khusus untuk mengakomodasi kebutuhan komputer server, disamping untuk menjalankan

Seorang penderita asma persisten sedang atau berat dapat mengalami serangan ringan saja, sebaliknya seorang penderita tergolong episodik jarang (asma ringan) dapat

1) Latihan memegang pinsil dan duduk dengan sikap dan posisi yang benar. Tangan kanan berfungsi untuk menulis, tangan kiri untuk menekan buku tulis agar tidak mudah bergeser.

Dari lima lintasan pengukuran dengan konfigurasi Wenner, ditunjukkan secara umum ada tiga jenis material dengan resistivitas ρ&lt;20 Ωm, ditafsirkan sebagai zona penyebaran

Telah dibuat sebuah sistem irigasi tanaman otomatis menggunakan wireless sensor network dengan 2 node , 1 router dan 1 server yang dapat berkomunikasi antar modul

Panitia penyelenggara penyembelihan hewan qurban agar melaporkan kegiatan pemotongan tersebut keSuku Dinas Peternakan di Kotamadya atau RPH setempat untuk mendapatkan

Iako je prisutno manje povećanje potrebne energije za grijanje i potrebne električne energije za rasvjetu, smanjena je potrebna energija za hlađenje (Slika 45) u

Dari potensi bahaya di atas merupakan potensi bahaya dengan risiko tinggi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja, risiko tinggi tersebut berasal dari mesin atau alat