• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEPRIBADIAN BIG FIVE DAN PEER ATTACHMENT TERHADAP KETERGANTUNGAN NIKOTIN PADA SISWA SMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KEPRIBADIAN BIG FIVE DAN PEER ATTACHMENT TERHADAP KETERGANTUNGAN NIKOTIN PADA SISWA SMA"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH KEPRIBADIAN BIG FIVE DAN PEER ATTACHMENT

TERHADAP KETERGANTUNGAN NIKOTIN PADA SISWA SMA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh : Adhrover Adipura

11150700000041

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

-MOTTO-

“Start where you are. Use what you have. Do what you

can.”

(Arthur Ashe)

-PERSEMBAHAN-

Skripsi ini saya persembahkan khusus untuk Alm. Ibunda Tercinta

Nurjani yang selalu memberikan doa, semangat, dukungan, motivasi,

dan kasih sayang yang selalu mengalir tiada hentinya.

(6)

vi

ABSTRAK

A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta B) Agustus 2020

C) Adhrover Adipura

D) Pengaruh Kepribadian Big Five dan Peer Attachment Terhadap Ketergantungan Nikotin Pada Siswa SMA.

E) xiv + 57 halaman + lampiran

F) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kepribadian big five dan peer attachement terhadap ketergantungan nikotin pada siswa SMA. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 329 responden yang terdiri dari siswa SMAN 104, SMAN 48, dan SMAN 51 Jakarta dengan teknik nonprobability sampling, yakni metode accidental sampling.

Dalam penelitian ini, penulis mengadaptasi instrumen pengumpulan data, yaitu alat ukur yang digunakan ketergantungan nikotin menurut Shiffman et al (2004) adalah the nicotine dependence syndrome scale (NDSS), alat ukur kepribadin big five yang digunakan menurut Pervin et al (2008) yaitu kurzversion big five personality inventory (BFI-K), dan alat ukur peer attachment yang digunakan menurut Armsden dan Greenberg (1987) adalah inventory of parent and peer attachment (IPPA).

Hasil penelitian menunjukan terdapat pengaruh yang signifikan antara kepribadian big five dan peer attachment terhadap ketergantungn nikotin sebesar 23.7 sedangkan 66.3 dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitin ini. Penulis berharap implikasi dari hasil penelitian ini dapat dikembangkan pada penelitian selanjutnya.

(7)

vii

ABSTRACT

A) Faculty of Psychology of Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta B) July 2020

C) Adhrover Adipura

D) The Influence of Big Five Personality and Peer Attachment on Nicotine Dependence in High School Students.

E) xiv + 57 pages + attachments

F) This study aims to determine how much influence the big five personality and peer attachments have on nicotine dependence in high school students. The sample in this study amounted to 329 respondents consisting of students of SMAN 104, SMAN 48, and SMAN 51 Jakarta with a nonprobability sampling technique, which is the accidental sampling method.

In this study, the authors adapted data collection instruments, which is the measuring tool used for nicotine dependence according to Shiffman et al (2004) is the nicotine dependence syndrome scale (NDSS), the big five personality measurement tool used according to Pervin et al (2008), which is kurzversion big five personality inventory (BFI-K), and the peer attachment measurement tool used according to Armsden and Greenberg (1987) is inventory of parent and peer attachment (IPPA).

The results showed that there is a significant influence between big five personality and peer attachment on nicotine dependence of 23.7, while 66.3 was influenced by other variables outside of this study. The author hopes that the implications of the results of this study can be developed in further research.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulillahirabbil’alamin segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala kuasa dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW serta pengikutnya sampai akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih belum bisa dikatakan sempurna karena keterbatasan penulis dalam pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Skripsi ini tidak lepas juga dari bantuan berbagai pihak yang memberikan bimbingan, saran serta motivasi. Oleh karena itu perkenankan penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Zahrotun Nihayah, M.Si beserta seluruh wakil dekan dan jajaran dekanat lainnya yang tiada hentinya berusaha menciptakan lulusan-lulusan Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang semakin berkualitas.

2. Dr. Gazi, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, memberikan motivasi, kritik, saran, arahan secara terus menerus, dan tentunya kesabaran yang sangat luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 3. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta staff dan

jajarannya yang selalu memberikan yang terbaik untuk penulis.

4. Kedua orangtua peneliti, Almh. Ibunda Nurjani dan Papa dan kakak-kakak yang selalu memberikan do’a, kasih sayang, serta menjadi kekuatan dan penyemangat di berbgai situasi.

5. Para sahabat penulis Riska, Daren, Alim, Adam, Kadika yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis dalam penyelesaikan skripsi ini.

6. Kak Afrizal, Kak Avindra Risyandi, dan kawan-kawan yang memberikan support kepada saya dalam menyelesaikan penelitian ini.

7. Yustisia Aulia Insancita S.Psi sebagai kawan seperbimbingan penulis yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis dan selalu bersama-sama dalam setiap tahapan pengerjaan skripsi ini.

8. Responden penelitian yang telah bersedia menjadi subjek dalam penelitian ini.

9. Seluruh pihak yang ikut terlibat dalam penyusunan penelitian ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas doa serta dukungan yang telah diberikan.

(9)

ix

Semoga Allah SWT memberikan pahala yang tiada henti-hentinya sebagai balasan atas segala kebaikan dan bantuan yang diberikan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima saran serta kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat.

Jakarta, 08 Juli 2020

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 6

1.2.1 Pembatasan Masalah ... 6

1.2.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.2 Manfaat Peneltian ... 8

1.4 Manfaat teoritis dan Manfaat praktis ... 8

1.4.1 Manfaat teoritis ... 8

1.4.2 Manfaat praktis ... 8

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Ketergantungan Nikotin ... 9

2.1.1 Definisi Ketergantungan Nikotin ... 9

2.1.2 Dimensi Ketergantungan Nikotin ... 10

2.1.3 Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Ketergantungan Nikotin... 11

2.1.4 Alat Ukur Ketergantungan Nikotin ... 12

2.2 Kepribadian Big Five ... 12

2.2.1 Definisi Kepribadian Big Five ... 12

2.2.2 Dimensi Kepribadian Big Five ... 14

(11)

xi

2.3 Peer Attachment ... 15

2.3.1 Definisi Peer Attachement ... 15

2.3.2 Dimensi Peer Attachment ... 16

2.3.3 Alat Ukur Peer Attachment ... 17

2.4 Kerangka Berpikir ... 17

2.5 Hipotesis ... 21

2.5.1 Hipotesis Mayor ... 21

2.5.2 Hipotesis Minor ... 21

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Data ... 22

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 22

3.3 Instrumen Pengumpulan Data ... 24

3.3.1 Skala Ketergantungan Nikotin ... 25

3.3.2 Skala Kepribadian Big Five ... 26

3.3.3 Skala Peer Attachment ... 28

3.4 Uji Validitas Konstruk ... 28

3.4.1 Uji Validitas Ketergantungan Nikotin ... 30

3.4.2 Uji Validitas Openness ... 32

3.4.3 Uji Validitas Conscientiousness ... 33

3.4.4 Uji Validitas Extraversion ... 34

3.4.5 Uji Validitas Agreeableness ... 35

3.4.6 Uji Validitas Neuroticism... 36

3.4.7 Uji Validitas Peer Trust ... 37

3.4.8 Uji Validitas Peer Communication... 38

3.4.9 Uji Validitas Peer Alienation ... 39

3.5 Teknik Analisis Data ... 40

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 42

4.2 Analisis Deskriptif Variabel Penelitian ... 43

4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ... 44

4.4 Hasil Uji Hipotesis ... 45

4.4.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian ... 45

(12)

xii

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 52 5.2 Diskusi ... 52 5.3 Saran ... 54 5.3.1 Saran Teoritis ... 54 5.3.2 Saran Praktis ... 55 DAFTAR PUSTAKA ... 56 LAMPIRAN ... 59

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Skor Pengukuran Skala ... 25

Tabel 3.2 Blueprint Skala Ketergantungan Nikotin ... 26

Tabel 3.3 Blueprint Kepribadian Big Five ... 27

Tabel 3.4 Blueprint Peer Attachment ... 28

Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Ketergantungan Nikotin ... 31

Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Openness ... 32

Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Conscientiousness ... 33

Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Extraversion ... 34

Tabel 3.9 Muatan Faktor item Agreeableness ... 35

Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Neuroticism... 36

Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Peer Trust ... 37

Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Peer Communication... 38

Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Peer Alienation ... 39

Tabel 4.1 Deskripsi Sampel Penelitian Berdasarkan Data Demografis ... 42

Tabel 4.2 Analisis Deskriptif ... 43

Tabel 4.3 Norma Kategorisasi Nilai Variabel Penelitian ... 44

Tabel 4.4 Kategorisasi Nilai Variabel Penelitian... 45

Tabel 4.5 R Square ... 46

Tabel 4.6 Signifikansi Uji Regresi ... 46

Tabel 4.7 Koefisien Regresi IV Terhadap DV ... 47

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ... 20

(15)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Ketergantungan nikotin merupakan suatu hal yang fenomenal di era milenial ini. Hal ini didukung dengan data Tobacco Control Support Center (TCSC) menyatakan adanya data bahwa jumlah perokok di Indonesia mencapai lebih dari 60 juta orang dengan konsumsi rokok yang mencapai 240 milyar batang pertahun (dalam Wijaya, 2011). Selain itu, hasil penelitian WHO (2015) menyatakan bahwa mayoritas perokok di seluruh dunia pada 2015 terdapat 1,1 miliar perokok sekitar 800 juta lebih atau 80% berasal dari negara dengan pendapatan rendah dan menengah, sisanya 20% dari negara kaya.

Pada tahun 2030, diperkirakan angka kematian perokok di dunia mencapai 10 juta jiwa, 70% diantaranya berasal dari negara berkembang karena rokok membunuh 1 dari 10 orang dewasa di seluruh dunia dengan angka kematian dini mencapai 5,4 juta jiwa pada tahun 2005 (Canggih, 2012). Adapun data yang dikeluarkan oleh International Union Againts Tuberculusis and Lung Lung Disease menyebutkan bahwa 30% perokok dunia adalah remaja (Wijaya, 2011). Data yang dikeluarkan oleh Global Youth Tobacco Survey (GYTS) semakin mempertegas tejadinya peningkatan usia perokok pemula. GYTS menyebutkan bahwa pada tahun 2007, jumlah perokok pemula usia 13-18 tahun di Indonesia menduduki peringkat pertama di Asia bahkan 3 dari 10 pelajar SMP di Indonesia mulai merokok sebelum usia 10 tahun.

Selain itu, Smet (1994) mengatakan bahwa usia pertama kali merokok pada umumnya antara 11-13 tahun dan mereka merokok sebelum usia 18 tahun yang dimulai pada kelas 7 hingga kelas 9 meskipun terdapat sebagian besar remaja masih memiliki kebiasaan merokok

(16)

2

secara teratur sampai perguruan tinggi. Smet (1994) pun mengklarifikasikan karakteristik perokok aktif berdasarkan banyaknya jumlah batang rokok yang dihisap setiap hari, yaitu perokok ringan (1-4 batang rokok perhari), perokok sedang (5-14 batang rokok perhari), dan perokok berat (>15 batang rokok perhari).

Menurut Santoso (2015) perokok aktif adalah orang yang merokok dan langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupun lingkungan sekitar. Hal tersebut sejalan dengan Bustan (1997) menyatakan bahwa perokok aktif merupakan seseorang yang merokok dan langsung menghisap rokok maupun menghirup asap rokoknya sehingga berdampak pada kesehatan serta lingkungan sekitar.

Adapun hasil peneltian menurut Tirtosastro (2009) menyatakan bahwa terdapat kandungan kimia tembakau yang sudah terindifikasi mencapai 2.500 komponen kimia rokok yang berbahaya bagi kesehatan yaitu: tar, nikotin, gas CO, dan NO yang berasal dari tembakau, kandungan yang membuat seseorang kecanduan terhadap rokok adalah nikotin.

Penggunaan nikotin sebelumnya masalah di negara maju, sekarang telah menjadi epidemi global. Indonesia, termasuk negara perokok terbesar adalah salah satu pasar industri tembakau besar (Republika, 2004). Ketergantungan nikotin adalah penyebab utama penyakit jantung dan kanker di Indonesia, setiap tahun orang meninggal dunia karena komplikasi kesehatan yang disebabkan oleh penggunaan tembakau (Betty & Suharmiati, 2008). Adapun hasil penelitian menurut WHO (2015) menyatakan bahwa adanya prevalensi perokok laki-laki terus meningkat pesat dalam kisaran 50-80% sedangkan perokok perempuan mulai meningkat secara progresif namun masih tertinggal dari laki-laki.

Disamping itu ketergantungan nikotin pada pecandu rokok juga berdampak negatif bagi kesehatan psikologis menurut penelitian yang dilakukan oleh J. G. Johnson (dalam Nevid, 2005) menyatakan bahwa ketergantungan nikotin pada remaja dapat meningkatkan

(17)

3

resiko gangguan kecemasan terutama pada masa remaja akhir dan dewasa awal. Adapun penelitian menurut Nugraheni (2012) menyebutkan bahwa kondisi psikologis yang disebabkan oleh ketergantungan nikotin pada pecandu rokok adalah tidak bergairah, merasa pikiran buntu, mudah marah, bosan dan bingung tanpa sebab ketika kepuasan merokoknya tidak terpenuhi.

WHO (2015) mengindentifikasi ketergantungan nikotin sebagai faktor resiko utama untuk penyakit kronis yang menyebabkan kematian dan beresiko menyebabkan kecacatan pada janin yang sesungguhnya dapat dicegah. Program pencegahan ketergantungan nikotin dan penghentiannya didasarkan pada pemahaman tentang proses psikologis, sosial, biologi, dan farmakologi yang terlibat dalam sifat ataupun perilaku yang mendasari perilaku merokok (Leventhal & Cleary 1980). Dari perspektif ini, penting untuk mengindentifikasi variabel perbedaan individu terutama ciri-ciri kepribadian yang meningkatkan resiko untuk memiliki ketergantungan nikotin. (Terracciano & Costa, 2004).

Hasil penelitian Eysenck (1980) menyatakan terdapat hubungan antara trait kepribadian dan variabel ketergantungan nikotin, yaitu kepribadian extraversion karena seseorang akan cenderung kecanduan merokok disebabkan ia mencari stimulan tertentu ketika merokok, sedangkan penyebab individu menjadi ketergantungan nikotin yang cenderung neuroticsm untuk mengurangi kecemasan. Namun, hal itu menjadi penting mengingat jumlah besar orang yang merokok (WHO, 2002). Penelitian kepribadian dapat meningkatkan pengetahuan tentang ketergantungan nikotin dan memiliki dampak klinis melalui program pencegahan dan pengurangan ketergantungan nikotin. (Terracciano & Costa, 2004).

Faktor penyebab untuk menjadi seorang perokok pada remaja yaitu memiliki seorang teman yang merokok, orientasi akademik yang lemah dan dukungan orangtua rendah (Tucker

(18)

4

et al, 2003). Selain itu, ada banyak faktor yang melatarbelakangi ketergantungan nikotin dikalangan remaja yang berusia 13-18 tahun, diantaranya dari variabel sosiocultural mencakup pengaruh teman sebaya, kedua orangtua yang merokok, kurangnya pengawasan orangtua, pengaruh media dan lingkungan sosial. Selain itu, menurut Brown dan Klute menyatakan bahwa teman-teman saling mempengaruhi satu sama lain, terutama dalam hal yang mempunyai dampak yang beresiko atau bermasalah (dalam Papalia et al, 2009). Data WHO juga semakin mempertegas bahwa seluruh jumlah individu yang ketergantungan nikotin ada di dunia sebanyak 30% adalah kaum remaja (dalam Republika, 2004).

Berdasarkan fenomena-fenomena yang terjadi Perilaku individu dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi perilaku individu yaitu kepribadian, kepribadian dengan pendekatan big five memiliki lima dimensi yang berbeda-beda dan tidak saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, perannya dalam ketergantungan nikotin akan menunjukan peran yang juga berbeda, sesuai dengan karakteristik yang berlaku.

Faktor internal yang mempengaruhi ketergantungan nikotin adalah faktor kepribadian. Kepribadian dalam penelitian ini memiliki 5 tipe kepribadian yaitu Openness, conscientiousness, extraversion, agreeableness, neuroticism. Menurut Costa dan McCrae, didapatkan suatu gambaran umum skor penyalahguna zat, yaitu: (a) tinggi pada dimensi Neuroticism dan Openness to experience; dan (b) rendah pada dimensi Extraversion dan Conscientiousness. Neuroticism yang dimaksud di sini adalah stabilitas emosional, yaitu apabila orang yang bersangkutan menunjukkan skor yang tinggi pada aspek ini menandakan kecenderungan ketidakstabilan yang kuat. Extraversion yang dimaksud di sini adalah kecenderungan socially outgoing. Skor yang rendah pada dimensi ini untuk penyalahguna zat adalah kecenderungan untuk lebih banyak menarik diri dari situasi-situasi sosial. Hal ini

(19)

5

terjadi karena para penyalahguna memiliki subculture sendiri yang memungkinkannya untuk mendapatkan interaksi sosial.

Openness yang dimaksud adalah faktor kepribadian yang mengarah pada originality, kreativitas, independensi, dan senang tantangan. Sementara skor yang tinggi pada dimensi ini untuk penyalahgunaan zat lebih berarti sebagai senang mencari sensasi dan keberanian mengambil risiko tanpa perhitungan yang matang. Conscientiousness yang dimaksud adalah kepribadian yang goal-oriented, dan kerja keras. Skor rendah untuk dimensi ini bagi penyalahguna zat berarti segala tindakannya kecenderungan tidak memiliki tujuan pasti, dan sangat tidak tahan pada proses tindakannya.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka peneliti menganggap perlu adanya penelitian mengenai hal tersebut agar nantinya hasil dari penelitian tersebut dapat menjadi acuan bagi semua orang agar dapat memahami banyak hal tetntang pengaruh kepribadian big five dan peer attachment terhadap ketergantungan nikotin pada siswa SMA.

Maka dari itu, untuk merealisasikan hal tersebut peneliti melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kepribadian Big Five dan Peer Attachment terhadap Ketergantungan Nikotin pada Siswa SMA”.

1.2 Pembatasan Masalah dan Perumasan Masalah 1.2.1 Pembatasan Masalah

Fokus pada penelitian ini dilihat pada masalah mengenai pengaruh kepribadian big five dan peer attachment terhadapat ketergantungan nikotin pada siswa SMA. Adapun konsep yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Ketergantungan nikotin menurut American Psychological Association adalah keadaan psikologis atau fisik (atau keduanya) pada penggunaan alkohol atau obat lain yang penggunaannya sudah diatas normal (Shiffman, 2004).

(20)

6

2. Kepribadian big five adalah karakteristik seseorang yang menyebabkan munculnya konsistensi perasaan, pemikiran, dan perilaku (Pervin et al, 2008). 3. Peer attachment adalah persepsi individu tentang sejauh mana ia dan teman-teman

sebayanya dapat saling memahami, berkontribusi dengan baik, dan mendapatkan rasa aman dan nyaman dari relasinya tersebut (Armsden & Greenberg, 1987). 4. Remaja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah remaja yang bestatus sebagai

siswa SMA.

1.2.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan kepribadian big five dan peer attachment terhadap ketergantungan nikotin siswa SMA.

2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan oppennes terhadap ketergantungan nikotin siswa SMA.

3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan conscientiousness terhadap ketergantungan nikotin siswa SMA.

4. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan extraversion terhadap ketergantungan nikotin siswa SMA.

5. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan agreeableness terhadap ketergantungan nikotin siswa SMA.

6. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan neuroticism terhadap ketergantungan nikotin siswa SMA.

7. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan peer trust terhadap ketergantungan nikotin siswa SMA.

(21)

7

8. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan peer communication terhadap ketergantungan nikotin siswa SMA.

9. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan peer alienation terhadap ketergantungan nikotin siswa SMA.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dapat disimpulkan tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan kepribadian big five dan peer attachment terhadap ketergantungan nikotin siswa SMA.

2. Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan oppennes terhadap ketergantungan nikotin siswa SMA.

3. Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan conscientiousness terhadap ketergantungan nikotin siswa SMA.

4. Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan extraversion terhadap ketergantungan nikotin siswa SMA.

5. Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan agreeableness terhadap ketergantungan nikotin siswa SMA.

6. Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan neuroticism terhadap ketergantungan nikotin siswa SMA.

7. Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan peer trust terhadap ketergantungan nikotin siswa SMA.

8. Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan peer communication terhadap ketergantungan nikotin siswa SMA.

9. Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan peer alienation terhadap ketergantungan nikotin siswa SMA.

(22)

8

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari dilakukannya penelitian ini adalah adalah untuk mengetahui faktor mana yang paling signifikan mempengahuhi ketergantunghan nikotin pada remaja dan mengtahui faktor yang paling besar memberikan sumbangan terhadap ketergantungan nikotin pada remaja.

1.4 Manfaat Teoritis dan Manfaat Praktis 1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan teori-teori psikologi, khususnya yang berkaitan dengan teori psikologi perkembangan, psikologi sosial, dan psikologi kepribadian.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi masyarakat mengenai gambaran perkembangan psikologis remaja yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi ketergantungan nikotin pada siswa.

(23)

9

BAB 2

LANDASAN TEORI 2.1 Ketergantungan Nikotin

2.1.1 Definisi ketergantungan Nikotin

American Psychological Association (dalam Shiffman et al, 2004) mendefinisikan ketergantungan nikotin adalah keadaan psikologis atau fisik (atau keduanya) pada penggunaan alkohol atau obat lain yang penggunaannya sudah diatas normal. Istilah ini sering digunakan sebagai istilah yang setara untuk ketergantungan zat yang juga diterapkan untuk gangguan perilaku, seperti seksual, internet dan kecanduan judi. Zat kimia dengan potensi yang signifikan untuk memproduksi ketergantungan disebut zat adiktif.

Untuk menjelaskan ketergantungan nikotin, American Psychological Association menjelaskan dengan berbagi istilah seperti nicotine dependence dalam DSM-IV-TR yang artinya berupa pola terulang atau kompulsif penggunaan nikotin baik berbentuk perilaku, fisiologis, dan psikososial dan menimbulkan masalah yang berhubungan dengan nikotin yang signifikan. Istilah yang sama dengan DSM-5 adalah gangguan penggunaan tembakau. (American Psychological Association, 2015).

Merokok adalah perilaku adiktif progresif dan kambuh bahkan setelah beberapa bulan pantang, kekambuhan sering terjadi (Carmodi, 1993). Sekarang diakui bahwa perokok dipertahankan terutama oleh ketergantumgan nikotin. Individu yang mencoba untuk berhenti merokok mengalami berbagai gejala penarikan (Fagerstrom et al, 1990). Selain itu, Piper et al (2010) menemukan adanya hubungan yang signifikan secara diagnosis spesifik kecemasan dan ketergantungan nikotin. Keparahan gejala pengurangan zat kemungkinan berhasil dan efektifitas farmakoterapi berhenti merokok. Penjelasan kontribusi faktor lingkungan dan warisan sangat penting untuk memahami ketergantungan nikotin serta perbedaan individu dalam kerentanan terhadap merokok (Pomerleau et al, 1993). Ahli ketergantungan nikotin

(24)

10

mengatakan bahwa pecandu nikotin harus mengindentifikasi dan menangani perilaku, pemicu, dan situasi yang terkait dengan merokok (Nordqvist, 2013).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan definisi ketergantungan nikotin yang dikemukakan oleh American Psychological Association (Shiffman et al, 2004). Adapun definisi ketergantungan nikotin menurut American Psychological Association adalah keadaan psikologis atau fisik (atau keduanya) pada penggunaan alkohol atau obat lain yang penggunaannya sudah diatas normal (Shiffman et al, 2004).

2.1.2 Dimensi Ketergantungan Nikotin

Shiffman et al (2004) mencantumkan 5 dimensi kriteria ketergantungan nikotin, yaitu:

(1) Drive (ditandai dengan nafsu keinginan, dan penarikan merokok).

Merokok merupakan aktivitas penting dalam kehidupan seorang yang Ketergatungan Nikotin. Ketergantungan nikotin dapat menyebabkan perokok sulit mengontrol dirinya dalam merokok; (2) Priority (ditandai dengan preferensi untuk merokok di atas penguat lainnya). Perokok merasa merokok lebih penting dari pada hal-hal lainnya dan menganggap dengan merokok tidak akan merasa kaku; (3) Tolerance (ditandai dengan berkurangnya sensitivitas terhadap efek merokok). Semakin banyak intensitas merokok maka semakin berkurang sensitivitas terhadap rokok. Seiring berjalannya waktu perokok akan menambah banyaknya rokok yang dihisap setiap hari; (4) Continuity (ditandai dengan keteraturan tingkat merokok). Perasaan gelisah muncul ketika tidak merokok dikarenakan perokok yang terus berkelanjutan serta berlebihan dalam merokok sehingga sulit untuk menarik dirinya dari kebiasaan merokok; (5) Stereotypy (ditandai dengan kebiasaan merokok di berbagai situasi). Perokok sulit melihat situasi dan kondisi untuk merokok. Ketika keinginan untuk merokok timbul maka perokok tidak melihat situasi disekelilingnya.

(25)

11

2.1.3 Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Ketergantungan Nikotin

Menurut Park (2011) terdapat empat faktor utama yang mempengaruhi seseorang mengalami ketergantungan merokok, yaitu:

1. Sejarah Keluarga

Frekuensi merokok remaja meningkat ketika ada banyak perokok dalam keluarga. Orang tia sangat penting karena mereka adalah panutan utama remaja. Sikap orang tua terhadap merokok, persepsi mereka tentang merokok, dan kasih sayang antara orang tua dan anak-anak mereka merupakan faktor-faktor penting yang mempengaruhi remaja merokok. Sering pwerbedaan pendapat dengan orang tua, perceraian antara orang tua, penyalahgunaan oleh orang tua, incest, orang tua belum matang, dan linkage intrafamiluar miskin berkontribusi terhadap risiko merokok remaja.

2. Persahabatan dan kelekatan teman sebaya

Jika frekuensi merokok adalah tinggi diantara teman-teman atau anggota keluarga dari usia yang sama, seseorang individu lebih mungkin mengikuti kursus yang sama. Risiko ini sangat tinggi ketika seorang siswa dipindahkan dari satu sekolah ke sekolahlain atau bergabung dengan lingkaran baru teman-teman. Risiko jangka panjang merokok meningkat saat remaja dapat dengan mudah mengakses rokok atau terkena rokok rokok di usia muda.

3. Karakteristik pribadi dan masalah psikopatologis

Setiap remaja mempunyai sistem yang berbeda nilai, sikap, lingkungan sekitar, dan keakraan pribadi (kearah studi dan masyarakat). Anak-anak yang antisosial, memberontak, terisolasi dari sekolah dan masyarakat, atau menunjukan hubungan keluarga miskin atau kinerja akademis sangat mungkin untuk merokok. Beberapa remaja mencoba untuk mengatasi depresi atau takut melalui merokok. Selain itu, tingkat merokok lebih tinggi

(26)

12

pada pria dibandingkan pada wanita. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Asthon dan Lee (2006) menyatakan bahwa karakteristik seseorang untuk melakukan hal yang beresiko adalah penyebab seseorang merokok dan merasakan seolah-olah masalah lepas ketika merokok.

4. Masalah psikososial

Meskipun mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir, menawarkan seseorang rokok telah dianggap sebagai etiket dalam masyarakat Korea, dan remaja dapat belajar kebiasaan ini. Selain itu, remaja kadang-kadang mulai merokok sebagai cara untuk meniru selebriti televisi atau media massa dan bintang olahraga.

2.1.4 Alat Ukur Ketergantungan Nikotin

Dalam penelitian ini, peneliti mengadaptasi skala ketergantungan nikotin yang dikembangkan oleh Shiffman et al (2004) yaitu The Nicotine Dependence Syndrome Scale (NDSS) yang memiliki lima dimensi, yaitu: drive, priority, tolerance, continuity, dan stereotypy. Skala ini memiliki 19 item pernyataan yang diukur dengan menggunakan 4 point skala likert dimana pernyataan 1 = sangat tidak setuju sampai 4 = sangat setuju.

2.2 Kepribadian Big Five

2.2.1. Definisi Kepribadian Big Five

Goldberg (dalam John & Srivastava, 1999) menyatakan bahwa psikologi kepribadian memperoleh suatu pendekatan taksonomi kepribadian yang dapat diterima secara umum yaitu dimensi “Big Five Personality”. Dimensi big five pertama kali diperkenalkan oleh Goldberg pada tahun 1981. Dimensi ini tidak mencerminkan perspektif teoritis tertentu. Akan tetapi merupakan hasil dari analisis bahasa alami manusia dalam menjelaskan dirinya sendiri dan orang lain. Taksonomi big five tidak bertujuan untuk mengganti sistem terdahulu melainkan sebagai penyatu, karena dapat memberikan penjelasan sistem kepribadian secara umum. Big

(27)

13

five disusun bukan untuk menggolongkan individu ke dalam satu kepribadian tertentu melainkan untuk menggambarkan sifat-sifat kepribadian yang disadari oleh individudalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini disebut Goldberg sebagai Fundamental Lexical.

Feist & Feist (2009) mendefinisikan kepribadian sebagai pola dari sifat yang relatif menetap dan berkarakteristik unik. Setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda sehingga dapat menjadikan ciri khas dari individu tersebut. Walaupun pada dasarnya satu sama lain secara umum memiliki sifat yang sama tetapi terdapat karakteristik yang berbeda dalam situasi yang sama.

Menurut Phases (dalam Alwisol, 2009) menyatakan bahwa kepribadian adalah pola khas dari pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang membedakan orang satu dengan yang lain dan tidak berubah lintas waktu dan situasi. Sejalan dengan penjelasan Laura A. King (2010) bahwa kepribadian adalah suatu pola pikiran, emosi dan perilaku yang bertahan dan berbeda yang menjelaskan cara individu beradaptasi dengan dunia. Setiap individu mempunyai kecenderungan perilaku yang dilakukan terus menerus secara konsisten dalam menghadapi situasi sehingga menjadi ciri khas pribadi individu. Kepribadian dipahami sebagai individu yang unik dimana setiap individu memiliki sikap dan perilaku yang berbeda-beda dalam suatu situasi. Kepribadian adalah karakteristik seseorang yang menyebabkan munculnya konsistensi perasaan, pemikiran, dan perilaku (Pervin et al, 2008).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan definisi kepribadian big five yang dikemukakan oleh Pervin et al (2008). Adapun definisi kepribadian big five menurut Pervin et al (2008) adalah karakteristik seseorang yang menyebabkan munculnya konsistensi perasaan, pemikiran, dan perilaku.

(28)

14

2.2.2. Dimensi Kepribadian Big Five

Kepribadian big five terdiri dari lima faktor atau tipe. Meskipun terdapat beberapa pemberian label yang berbeda telah digunakan untuk melabeli big five. Pervin et al (2008) menggunakan istilah kepribadian big five berikut ini:

(1)Openness. Keterbukaan terhadap pengalaman yang mendeskripsikan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas mental individual serta kehidupan eksperiensial; (2) Conscientiousness. Mendeskripsikan perilaku yang berorientasi dengan tugas serta tujuan, impuls yang dipersyaratkan secara sosial; (3) Extraversion. Merangkum sifat yang interpersonal maksudnya sifat tersebut menggambarkan apa yang dilakukan orang kepada orang lain dan dengan orang lain; (4) Agreeableness. Menilai kualitas orientasi interpersonal individu sepanjang kontinum dari perasaan terhadap antagonisme dalam pemikiran, perasaan, dan tindakan; (5) Neuroticism. Bertolak belakang dengan stabilitas emosional dalam hal yang lebih luas mencakup perasaan negatif, termasuk kecemasan, rasa sedih, rasa rapuh, dan ketegangan saraf.

2.2.3. Alat Ukur Kepribadian Big Five

Pada penelitian ini, peneliti mengadaptasi alat ukur Kurzversion Big Five Personality (BFI-K) yang dikembangkan oleh Pervin et al (2008). Skala ini disusun berdasarkan indikator tertentu yang terdapat di dalam aspek-aspek tipe kepribadian, yaitu: openness, conscientiousness, extraversion, agreeableness, dan neuroticism. Item dalam BFI-K terdiri dari 44 item dengan menggunakan skala likert 4 point dimana pernyataan 1 = sangat tidak setuju sampai 4 = sangat setuju.

(29)

15

2.3 Peer Attachment

2.3.1 Definisi Peer Attachment

Attachment pertama kali dicetuskan oleh psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. Armsden & Greenberg (1987) mendefinisikan peer attachment adalah persepsi individu tentang sejauh mana ia dan teman-teman sebayanya dapat saling memahami, berkontribusi dengan baik, dan mendapatkan rasa aman dan nyaman dari relasinya tersebut.

Neufeld (2004) mendefinisikan peer attachment adalah sebuah ikatan yang terjadi antara individu dengan teman-temannya, baik dengan individu itu sendiri maupun dengan kelompok teman sebayanya. Teman sebaya akan menjadi penengah dari apa yang baik, apa yang terjadi, apa yang penting bahkan bagaimana mereka memiliki persepsi mengenai dirinya.

Menurut Bowlby (1988) mendefinisikan attachment merupakan suatu perilaku yang dilakukan individu untuk mendapatkan suatu kedekatan atau mempertahankan suatu kedekatan yang diinginkan. Selain itu, Howe et al (dalam Arifani, 2018) berpendapat bahwa attachment adalah suatu perilaku yang dapat membuat individu lebih dekat dan merasa memiliki hubungan yang aman dengan figur kelekatannya ketika individu menghadapi permasalahan dan merasa cemas atau khawatir.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan definisi peer attachment yang dikemukakan oleh Armsden & Greenberg (1987). Adapun definisi peer attachment menurut Armsden & Greenberg (1978) adalah persepsi individu tentang sejauh mana ia dan teman-teman sebayanya dapat saling memahami, berkontribusi dengan baik, dan mendapatkan rasa aman dan nyaman dari relasinya tersebut.

(30)

16

2.3.2 Dimensi Peer Attachment

Menurut Armsden & Greenberg (1987) terdapat tiga dimensi dari kelekatan teman sebaya yaitu:

1. Peer Trust

Ketergantungan atau kepercayaan pada keandalan seseorang atau sesuatu. Dalam hubungan interpersonal, kepercayaan mengacu pada keyakinan bahwa seseorang atau sekelompok orang memiliki dalam keandalan orang atau kelompok lain; khusus, itu adalah sejauh man masing-masing pihak merasa bahwa mereka dapat bergantung pada pihak lain untuk melakukan apa yang mereka katakan akan mereka lakukan. Faktor kunci tidak kejujuran instrinsik dari orang lain tapi prediktabilitas mereka. Kepercayaan dianggap oleh sebegian besar psikolog untuk menjadi komponen utama dalam hubungan dewasa orang lain, apakah intim, sosial, atau terapi.

2. Peer Communication

Yang mungkin dengan cara verbal (lisan atau tertulis) ayau non verbal. Manusia berkomunikasi untuk berhubungan dan bertukar ide, pengetahuan, perasaan, dan pengalaman untuk berbagai tujuan interpersonal dan sosial lainnya. Hewan bukan manusia juga berkomunikasi secara vokal atau non vacally untuk berbagai keperluan (lihat komunikasi hewan). Komunikasi dipelajari oleh psikolog kognitif dan eksperimental, dan gangguan komunikasi diperlakukan oleh terapis kesehatan mental dan perilaku dan bicara oleh bahasa terapis.

3. Peer Alienation

Keterasingan n. 1. Keterasingan dari orang lain, yang mengakibatkan tidak adanya hubungan dekat atau rumah dengan orang-orang dalam kelompok sosial seseorang

(31)

17

(misalnya keluarga, tempat kerja, masyarakat). 2. Rasa mendalam ketidakpuasan dengan keberadaan pribadi seseorang dan kurangnya kepercayaan di lingkungan sosial atau fisik seseorang atau diri sendiri. 3. Keterasingan dari seseorang cara adat atau diharapkan sendiri berfungsi. 4. Pengalaman yang terpisah dari realistis atau terisolasi dari pikiran seseorang, perasaan, atau makhluk fisik.

2.3.3 Alat Ukur Peer Attachment

Dalam penelitian ini, peneliti mengadaptasi alat ukur Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA) yang dikembangkan oleh Armsden dan Greenberg (1987) yang memiliki 3 dimensi, yaitu: peer trust, peer communication, dan peer alienation. Skala ini memiliki 25 item pernyataan yang diukur dengan 4 point skala likert mulai dari 1 = sangat tidak setuju sampai 4 = sangat setuju

2.4 Kerangka Berpikir

Kepribadian big five dapat diartikan sebagai pendekatan yang digunakan dalam Psikologi dalam melihat kepribadian manusia melalui traits yang tersusun dalam lima buah dimensi kepribadian tersebut adalah oppeness, conscientiousness, extraversion, agreeableness, neoroticism.

Dari kelima dimensi tersebut, akan diteliti dimensi manakah yang berhubungan baik secara positif atau negatif dengan ketergantungan nikotin. Dimesi kepribadian extraversion diasumsikan akan memiliki hubungan secara positif dengan perilaku merokok. Hal ini dikarenakan orang dengan skor extraversion yang tinggi memiliki kecenderungan socially outgouing dan senang berkumpul dengan teman-temannya sehingga ia merokok karena melihat temannya dan perasaan sama dalam perkumpulan.

(32)

18

Sedangkan untuk dimesni conscientiousness diasumsikan akan memiliki hubungan yang negatif dengan perilaku merokok. Conscientiousness yang dimaksud adalah kepribadian yang pekerja keras. Orang yang memiliki skor yang tinggi pada dimensi ini cenderung memiliki pertimbangan yang cermat mengenai konsekuensi dari perilaku mereka dan memiliki ketekunan, sehingga diperkirakan kecenderungan dalam perilaku merokok akan rendah.

Untuk dimensi openness diasumsikan akan memiliki hubungan yang positif dengan perilaku merokok. Oppeness yang dimaksud adalah faktor kepribadian yang mengarah pada originalitas, kreatifitas, independensi, senang tantangan. Orang yang memiliki skor yang tinggi pada dimensi ini cenderung akan berperilaku merokok karena senang mencari sensai dan berani mengambil resiko tanpa perhitungan yang matang. Sehingga diperkirakan kecenderungan berperilaku merokok akan tinggi.

Usia diasumsikan memiliki pengaruh negatif, yang berarti orang dengan usia yang lebih tinggi akan memiliki kecenderungan perilaku merokok yang rendah. Ini dikarenakan semakin matangnya usia, maka kemampuan dirinya untuk tidak merokok akan menjadi lebih besar, dan lebih bisa menilai perilaku mana yang dapat membahayakan dirinya dan mana yang tidak.

Peer Attachment merupakan persepsi individu tentang sejauh mana ia dan teman sebayanya dapat saling memahami, berkomunikasi dengan baik, dan mendapatkan rasa aman dan nyaman dan relasinya tersebut dapat diasumsikan bahwa hubungan tersebut dapat memunculkan remaja adiksi pada rokok.

Dalam hal ini kepribadian big five, peer attachment mempunyai peranan yang cukup penting dalam menentukan perilaku remaja untuk merokok. Oleh karena itu peneliti menduga

(33)

19

ada pengaruh peer attachment dan kepribadian big five terhadap adiksi rokok pada remaja dan berikut merupakan gambar rangkumannya.

(34)

20

Gambar 2.1

Kerangka Berpikir

Kepribadian Big Five Openness Conscientiousness Agreeableness Extraversion Neuroticism Ketergantungan Nikotin Peer Attachment Peer Trust Peer Communication Peer Alienation

(35)

21

2.5 Hipotesis

2.5.1 Hipotesis Mayor

Ho: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara kepribadian big five (opennes, conscientiousness, extraversion, agreeableness dan neuroticism) dan peer attachment (peer trust, peer communication, peer alienation) terhadap ketergantungan nikotin

Ha: Ada pengaruh yang signifikan antara kepribadian big five (opennes, conscientiousness, extraversion, agreeableness dan neuroticism) dan peer attachment (peer trust, peer communication, peer alienation) terhadap ketergantungan nikotin.

2.5.2 Hipotesis Minor

Ha1 : Ada pengaruh yang signifikan opennes terhadap ketergantungan nikotin.

Ha2 : Ada pengaruh yang signifikan conscientiousness tehadap ketergantungan nikotin.

Ha3 : Ada pengaruh yang signifikan extraversion terhadap ketergantungan nikotin.

Ha4 : Ada pengaruh yang signifikan agreeableness terhadap ketergantungan nikotin.

Ha5 : Ada pengaruh yang signifikan neuroticism terhadap ketergantungan nikotin.

Ha6 : Ada pengaruh yang signifikan peer trust terhadap ketergantungan nikotin.

Ha7 : Ada pengaruh yang signifikan peer communication terhadap ketergantungan nikotin.

Ha8 : Ada pengaruh yang signifikan peer alienation terhadap ketergantungan nikotin.

(36)

22

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1 Populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA yang berusia 15-18 tahun. Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa SMAN 104, SMAN 48, dan SMAN 51 Jakarta, perokok aktif, dan bersedia untuk mengisi koesioner penelitian. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 329 responden. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah non probability sampling dengan metode accidental sampling yang merupakan metode pengambilan sampel berdasarkan faktor pertimbangan kemudahan, artinya responden diambil sebagai sampel penelitian karena kebetulan responden tersebut berada di tempat dan memenuhi kriteria sebagai sampel penelitian. Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner fisik yang diberikan peneliti secara langsung kepada responden dengan mendatangi responden yang sedang merokok serta sesuai dengan kriteria penelitian.

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel terikat (dependent variable) dan variabel bebas (independent variable). Variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah ketergantungan nikotin, sedangkan variabel bebas (independent variable) dalam penelitian ini adalah kepribadian big five dan peer attachment. Berikut ini adalah definisi operasional dari masing- masing variabel:

1. Ketergantungan Nikotin

Ketergantungan nikotin menurut American Psychological Association adalah keadaan psikologis atau fisik (atau keduanya) pada penggunaan alkohol atau obat lain yang penggunaannya sudah diatas normal (dalam Shiffman et al, 2004). Ketergantungan nikotin mempunyai 5 dimensi yaitu: (1) Drive (ditandai dengan

(37)

23

nafsu keinginan, dan penarikan merokok), (2)Priority (ditandai dengan preferensi untuk merokok di atas penguat lainnya), (3)Tolerance (ditandai dengan berkurangnya sensitivitas terhadap efek merokok), (4)Continuity (ditandai dengan keteraturan tingkat merokok), dan (5)Stereotypy (ditandai dengan kebiasaan merokok di berbagai situasi).

2. Kepribadian Big Five

Kepribadian big five adalah karakteristik seseorang yang menyebabkan munculnya konsistensi perasaan, pemikiran, dan perilaku (Pervin et al, 2008). Dimensi kepribadian big five terdiri dari 5 faktor atau tipe yaitu: (1)openness (keterbukaan terhadap pengalaman yang mendeskripsikan keluasan, kedalaman dan kompleksitas mental individual serta kehidupan eksperiensial, (2)conscientiusness (mendeskripsikan perilaku yang berorientasi dengan tugas serta tujuan implus yang dipersyaratan secara sosial), (3)extraversion (merangkum sifat yang interpersonal maksudnta sifat tersebut menggambarkan apa yang dilakukan orang kepada orang lain dan dengan orang lain), (4)agreeableness (menilai kualitas orientasi interpersonal individu sepanjang kontinum dari perasan terhadap antagonisme dalam pemikiran, perasaan, dan tindakan), dan (5)neuroticism (bertolak belakang dengan stabilitas emosional dalm hal yang lebuuh luas mencakup perasaan negatif termasuk kecemasan, rasa sedih, rasa rapuh, dan ketegangan saraf).

3. Peer Attachment

Peer attachment adalah persepsi individu tentang sejauh mana ia dan teman-teman sebayanya dapat saling memahami, berkontribusi dengan baik, dan mendapatkan rasa aman dan nyaman dari relasinya tersebut (Armsden & Greenberg, 1978). Peer attachment memiliki 3 dimensi yaitu: (1)peer trust (ketergantungan atau

(38)

24

kepercayaan pada keandalan seseorang), (2)peer communication (sejauhmana individu berkomunikasi untuk berhubungan dan bertukar ide, pengetahuan, perasaan, dan pengalaman serta untuk tujuan interpersonall dan sosial lainnya), dan (3)peer alienation (tidak adanya hubungan dekat dengan individu lain yang menyebabkan ketidakpuasan, keterasingan, dan terisolasi).

3.3 Instrumen Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data menggunakan skala sebagai alat pengumpul data. Skala adalah sejumlah pernyataan tertulis untuk memperoleh jawaban dari responden. Skala yang digunakan adalah model skala Likert yaitu pernyataan pendapat yang disajikan kepada responden yang memberikan indikasi pernyataan setuju atau tidak setuju. Jawaban setiap item Instrumen ini memiliki rentang dan tertinggi (sangat positif) sampai terendah (sangat negatif). Tiap item diukur melalui 4 kategori jawaban yaitu ” Sangat Setuju” (SS), “Setuju” (S), “Tidak Setuju” (TS), dan “Sangat Tidak Setuju” (STS). Hal ini dilakukan ini untuk menghindari terjadinya pemusatan (Cental Tendency) atau menghindari jumlah respon yang bersifat netral.

Instumen pengumpulan data ini terdiri dari pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negati (unfavorable). Skor tertinggi diberikan pada pilihan jawaban yang sangat setuju dan skor terendah diberikan pada pilihan sangat tidak setuju untuk pernyataan favorable. Selanjutnya skor tertinggi untuk pernyataan unfavorable diberikan pada pilihan jawaban sangat tidak setuju dan skor terendah diberikan pada pilihan jawaban sangat setuju.

(39)

25

Tabel 3.1

Skor Pengukuran Skala

Alternatif Jawaban Favorable Unfavorable

Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4 Tidak Sesuai (TS) 2 3 Sesuai (S) 3 2 Sangat Sesuai (SS) 4 1

3.3.1 Skala Ketergantungan Nikotin

Pada penelitian ini, peneliti mengadaptasi skala adiksi tingkat ketergantungan nikotin yang dikembangkan oleh Shiffman et al (2004), yaitu The Nicotine Dependence Syndrome Scale (NDSS) terdapat lima dimensi, yaitu: drive, priority, tolerance, continuity, dan stereotypy. Skala ini memiliki 19 item pernyataan yang diukur dengan menggunakan 4 point skala likert mulai dari 1 (tidak pernah), 2 (jarang), 3 (sering) sampai 4 (sangat sering).

(40)

26

Tabel 3.2

Blue Print Ketergantungan Nikotin Table 3.2

Blue Print Ketergantungan Nikotin

No. Dimensi Indikator Item Jumlah

Fav Unfav 1. Drive Keinginan yang

kuat untuk merokok dan sulit untuk mengontrolnya

1,2,3,4 5 5

2. Priority Merokok lebih penting dari hal lainnya 6,7,8 3 3. Tolerance Sensitivitas merokok berkurang seiring berjalannya waktu 10,11 9 3

4. Continuity Merokok yang berkelanjutan dan keteraturan dalam intensitasnya 12,13,14,1 5,16 5 5. Streotypy Merokok di berbsgai keadaan dan situasi. 17,18,19 3 Jumlah 17 2 19

3.3.2 Skala Kepribadian Big Five

Pada penelitian ini, peneliti mengadaptasi alat ukur Kurzversion Big Five Personality Inventory (BFI-K) yang dikembangkan oleh Pervin et al (2008). Skala ini disusun berdasarkan indikator tertentu yang terdapat di dalam aspek-aspek tipe kepribadian, yaitu: openness, conscientiousness, extraversion, agreeableness, dan neuroticism. Item dalam BFI-K terdiri dari 44 item dengan menggunakan skala likert 4 point dimana pernyataan 1 = sangat tidak setuju sampai 4 = sangat setuju.

(41)

27

Table 3.3

Blue Print Kepribadian Big Five

No. Dimensi Indikator Item Jumlah

Fav Unfav 1. Openness Kreatif, suka

menemukan ide- ide baru, ingin tahu tentang banyak hal, memiliki imajinasi yang aktif dan menjunjung tinggi nilai artistik serta pengalaman estetik. 5,10,15,20, 25,30, 40,44 35,41 10 2. Conscientiousness Mengerjakan pekerjaan dengan teliti, tekun mengerjakan tugas hingga selesai, melakukan sesuatu dengan efisisen, dan suka membuat perencanaan dan mewujudkannya. 3,13,28, 33,38 8,18,23 , 43 9

3. Extraversion Banyak bicara, pernuh semangat, memiliki

antusiasme yang tinggi, memiliki kepribadian asertif (tegas) dan mudah bergaul.

1,11,16, 26,36

6,21,31 8

4. Aggreableness Memiliki sifat pemaaf, mudah percaya dengan orang lain, perhatian, baik terhadap semua orang, dan dapat bekerjasama dengan orang lain 7,17,22, 32,42 2,12,27 , 37 9

5. Neuroticism Terkadang beriskap tegang, mudah cemas, mudah murung dan mudah merasa gugup.

4,14,19, 29,39

9,24,34 8

(42)

28

3.3.3 Skala Peer Attachment

Pada penelitian ini, peneliti mengadaptasi alat ukur Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA) yang dikembangkan oleh Armden dan Greenberg (1987) yang memiliki tiga dimensi, yaitu: peer trust, peer communication, dan peer alienation. Item dalam IPPA terdiri dari 25 item dengan menggunakan skala likert 4 point dimana pernyataan 1 = sangat tidak setuju sampai 4 = sangat setuju.

Tabel 3.4

Blue Print Peer Attachment No

.

Dimensi Indikator Item Jumla

h

Fav Unfav

1. Peer Trust Teman memahami diri, Teman yang menerima diri 6,8,12, 13,14,15, 19,20,21 5 10 2. Peer Communica tion Komunikasi yang berjalan dengan pertemanan, Menyelesaikan masalah bersama 1,2,3, 7,16,17, 24,25 8 3. Peer Alienation Intensitas pertemuan dengan teman, Marah dengan teman 4,9,10, 11,18,22, 23 7 Jumlah 25

3.4. Uji Validitas Konstruk

Sebelum melakukan analisis data, peneliti melakukan pengujian terhadap validitas konstruk dari keempat instrumen yang digunakan, yaitu: 1) Ketergantungan Nikotin 2) kepribadian big five 3) Peer Attachment. Untuk menguji validitas kontruk instrumen pengukuran dalaam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan analisis faktor berupa Confirmatory Factor

(43)

29

Analysis (CFA). Pengujian analisis CFA ini dilakukan dengan bantuan software LISTREL 8.7. Adapun langkah-langkah dalam menguji CFA (Umar, 2011):

1) Sebuah konsep yang didefinisikan secara operasional sehingga dapat disusun dengan pertanyaan atau pernyataan untuk mengukurnya. Kemampuan ini dikenal sebagai faktor, sedangkan pengukuran terhadap faktor ini dilakukan melalui analisisi terhadap respon atas item-itemnya.

2) Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun setiap subtest hanya mengukur satu faktor. Artinya, baik item maupun subtest memiliki sifat unidimensional.

3) Adanya data yang tersedia dapat diestimasi oleh matriks korelasi antar item yang seharusnya diperoleh jika memang memiliki sifat unidimensional. Matriks korelasi ini disebut sigma (∑), kemudian dibandingkan dengan matriks dari data empiris yang disebut matriks S. Apabila teori tersebut benar (bersifat unidimensional) maka tentunya tidak ada perbedaan antara matriks ∑ dengan matriks S dan dapat dinyatakan ∑ - S = 0.

4) Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi square. Jika hasil chi square tidak signifikan (p > 0,05), maka hipotesis nihil tersebut “tidak ditolak”. Artinya, teori unidimensional tersebut dapat diterima bahwa item maupun subtest instrument hanya dapat mengukur sati faktor saja.

5) Apabila model fit, maka langkah selanjutnya yaitu menguji apakah item tersebut signifikan atau tidak untuk mengukur apa yang akan di ukur dengan menggunakan t-test. Jika hasil t-test tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan dalam mengukur apa yang akan diukur, sebaiknya item yang demikian di drop. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan taraf kepercayaan 95% sehingga item yang dikatakan signifikan adalah item yang memiliki t-value lebih dari 1,96 (t > 1,96).

(44)

30

6) Selanjutnya, jika dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan faktornya negatif maka item tersebut harus di drop. Sebab hal tersebut tidak sesuai dengan sifat item yang bersifat positif (favorable).

3.4.1 Uji Validitas Ketergantungan Nikotin

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan uji Vliditas konstruk dengan model CFA terhadap 19 item dari skala Ketergantungan Nikotin yang terdiri dari 5 dimensi, yaitu drive, priority, tolerance, continuity, dan streotypy. Peneliti menguji apakah 19 item dri skala ketergntungan nikotin bersifat unidimensional, artinya seluruh item hanya mengukur skala ketergantungan nikotin. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan model satu faktor tidak fit dengan nilai chi-square= 931.01, df=152, P-value=0.00000, dan RMSEA=0.124. oleh sebab itu, peneliti melakukan modifikasi sebanyak 54 kali terhaadap dimana kesalahan pengukuran pda beberapa item diperbolehkan berkorelasi dengan item lainnya sehingga diperoleh model fit dengan nilai chi-square= 120.61, df= 98, p-value= 0.06032, dan RMSEA= 0.027. Nilai chi-sqaure menghasilkan p-value > 0.05 (signifikan), artinya model faktor (unidimensional) dapat diterima dimana seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu ketergantungan nikotin.

Langkah selanjutnya, peneliti meliht signifikan atau tidaknya dalam mengukur apa yang hendak diukur daan menentukan apakah item tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap muatan faktor. Jika nilai t > 1,96 maka item tersebut signifikan dan begitu sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item ketergantungan nikotin dapat dilihat dari tabel 3.7 berikut:

(45)

31

Tabel 3.5

Muatan Faktor Item Ketergantungan Nikotin

No Item. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan

ITEM 1 0.56 0.05 11.02  ITEM 2 0.69 0.05 13.36  ITEM 3 0.45 0.05 8.54  ITEM 4 0.59 0.05 11.60  ITEM 5 0.40 0.06 7.30  ITEM 6 0.72 0.05 13.79  ITEM 7 0.52 0.05 9.98  ITEM 8 0.57 0.05 710.79  ITEM 9 0.69 0.05 14.03  ITEM 10 0.50 0.05 9.19  ITEM 11 0.61 0.06 11.01  ITEM 12 0.50 0.05 9.25  ITEM 13 0.53 0.05 10.05  ITEM 14 0.50 0.05 9.36  ITEM 15 0.64 0.05 13.03  ITEM 16 0.40 0.05 7.31  ITEM 17 0.72 0.05 14.52  ITEM 18 0.72 0.05 14.81  ITEM 19 0.67 0.05 13.57 

Keterangan: tanda  = signifikan (t > 1.96); × = tidak signifikan

Berdasarkan tabel 3.5 nilai t untuk koefisien seluruh item memenuhi nilai signifikansi t > 1.96. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh item dapat diikutsertakan dalam analisis uji hipotesis.

(46)

32

3.4.2 Uji Validitas Openness

Peneliti menguji apakah 10 item yang bersifat unidimensional, artinya seluruh item hanya mengukur dimensi Openness. Dari hasil analisis CFA yang diilakukan model satu faktor tidak fit dengan nilai chi-square= 412.39, df= 35, p-value= 0.00000, RMSEA= 0.181.

Setelah peneliti melakukan modifikasi sebaanyak 11 kali terhadap model dimana kesalahan pengukuraan pada beberpa item diperbolehkan berkorelasi dengan item lainnya sehingg diperoleh model fit dengan nilai chi-square= 35.84, df= 24, p-value= 0.05689, RMSEA= 0.039. Nilai chi-square menghasilkan p-value > 0.05 (fignifikan), artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima dimana seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu openness.

Tabel 3.6

Muatan Faktor Item Openness

No Item. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan

ITEM 1 0.73 0.05 14.62  ITEM 2 0.79 0.05 16.62  ITEM 3 0.70 0.05 13.32  ITEM 4 0.76 0.05 14.74  ITEM 5 0.61 0.05 11.75  ITEM 6 0.77 0.05 15.87  ITEM 7 -0.52 0.05 -9.87 × ITEM 8 -2.32 0.06 -2.32 × ITEM 9 -0.39 0.05 -7.16 × ITEM 10 -0.12 0.06 -2.20 ×

Keterangan: tanda  = signifikan (t > 1.96); × = tidak signifikan

Berdasarkan tabel 3.6 dapat dilihat bahwa terdapat empat item yang memiliki nilai t < 1.96 yaitu item 7, item 8, item 9, dan item 10. Dengan demikian, item 7, item 8, item 9, dan item 10 akan di drop yang berarti item tersebut tidak akan ikut

(47)

33

dianalisis dalam perhitungan faktor skor dan hanya 6 item yang diikutsertakan dalam analisis uji hipotesis.

3.4.3 Uji Validitas Conscientiousness

Peneliti menguji apakah 9 item yang bersifat unidimensional, artinya seluruh item hanya mengukur dimensi Conscientiousness. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan model satu faktor tidak fit dengan nilai chi-square= 224.79, df= 27, p-value= 0.00000, RMSEA=0.149. Setelah peneliti melakukan modifikasi sebaanyak 7 kali terhadap model dimana kesalahan pengukuraan pada beberapa item diperbolehkan berkorelasi dengan item lainnya sehingg diperoleh model fit dengan nilai chi-square= 26.41, df= 20, p-value= 0.15284, RMSEA= 0.031. Nilai chi-square menghasilkan p-value > 0.05 (Signifikan), artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima dimana seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu conscientiousness.

Tabel 3.7

Muatan Faktor Item Conscientiousness

No Item. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan

ITEM 1 0.73 0.05 13.88  ITEM 2 0.41 0.06 6.80  ITEM 3 0.72 0.05 13.62  ITEM 4 0.38 0.06 6.55  ITEM 5 0.34 0.06 5.67  ITEM 6 0.47 0.06 8.20  ITEM 7 0.08 0.06 15.27  ITEM 8 0.08 0.06 1.34 × ITEM 9 -0.31 0.06 -5.30 ×

Keterangan: tanda  = signifikan (t > 1.96); × = tidak signifikan

Berdasarkan tabel 3.7 dapat dilihat bahwa terdapat dua item yang memiliki nilai t < 1.96 yaitu item 8 dan item 9. Dengan demikian, item 8 dan item 9 akan di

(48)

34

drop yang berarti item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam perhitungan faktor skor dan hanya 7 item yang diikutsertakan dalam analisis uji hipotesis.

3.4.4 Uji Validitas Extraversion

Peneliti menguji apakah 8 item yang bersifat unidimensional, artinya seluruh item hanya mengukur dimensi Extraversion. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan model satu faktor tidak fit dengan nilai chi-square= 191.78, df= 20, p-value= 0.00000, RMSEA=0.162. Setelah peneliti melakukan modifikasi sebaanyak 10 kali terhadap model dimana kesalahan pengukuraan pada beberapa item diperbolehkan berkorelasi dengan item lainnya sehingg diperoleh model fit dengan nilai chi-square= 12.03, df= 10, p-value= 0.28337, RMSEA= 0.025. Nilai chi-square menghasilkan p-value > 0.05 (signifikan), artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima dimana seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu extraversion.

Tabel 3.8

Muatan Faktor Item Extraversion

No Item. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan

ITEM 1 0.63 0.06 9.95  ITEM 2 0.46 0.06 7.45  ITEM 3 0.80 0.06 12.96  ITEM 4 0.68 0.06 11.98  ITEM 5 0.59 0.07 8.03  ITEM 6 0.59 0.06 10.60  ITEM 7 0.30 0.06 4.91  ITEM 8 0.12 0.06 1.78 ×

Keterangan: tanda  = signifikan (t > 1.96); × = tidak signifikan

Berdasarkan tabel 3.8 dapat dilihat bahwa terdapat satu item yang memiliki nilai t < 1.96 yaitu item 8. Dengan demikian, item 8 akan di drop yang berarti item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam perhitungan faktor skor dan hanya 7 item yang diikutsertakan dalam analisis uji hipotesis.

(49)

35

3.4.5 Uji Validitas Agreeableness

Peneliti menguji apakah 8 item yang bersifat unidimensional, artinya seluruh item hanya mengukur dimensi Agreeableness. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan model satu faktor tidak fit dengan nilai chi-square= 191.78, df= 20, p-value= 0.00000, RMSEA=0.162. Setelah peneliti melakukan modifikasi sebaanyak 10 kali terhadap model dimana kesalahan pengukuraan pada beberapa item diperbolehkan berkorelasi dengan item lainnya sehingg diperoleh model fit dengan nilai chi-square= 12.03, df= 10, p-value= 0.28337, RMSEA= 0.025. Nilai chi-square menghasilkan p-value > 0.05 (signifikan), artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima dimana seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu extraversion.

Tabel 3.9

Muatan Faktor Item Agreeableness

No Item. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan

ITEM 1 0.25 0.06 3.78  ITEM 2 0.65 0.05 12.54  ITEM 3 0.49 0.06 8.73  ITEM 4 0.61 0.05 11.45  ITEM 5 0.87 0.05 18.12  ITEM 6 -0.24 0.06 -4.09 × ITEM 7 0.56 0.05 10.36  ITEM 8 -0.46 0.06 -8.16 × ITEM 9 -0.03 0.06 -0.57 ×

Keterangan: tanda  = signifikan (t > 1.96); × = tidak signifikan

Berdasarkan tabel 3.9 dapat dilihat bahwa terdapat satu item yang memiliki nilai t < 1.96 yaitu item 6, item 8 dan item 9. Dengan demikian, item 6, item 8 dan item 9 akan di drop yang berarti item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam perhitungan faktor skor dan hanya 7 item yang diikutsertakan dalam analisis uji hipotesis.

(50)

36

3.4.6 Uji Validitas Neuroticsm

Peneliti menguji apakah 8 item yang bersifat unidimensional, artinya seluruh item hanya mengukur dimensi neuroticism. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan model satu faktor tidak fit dengan nilai chi-square= 103.60, df= 20, p-value= 0.00000, RMSEA=0.113. Setelah peneliti melakukan modifikasi sebaanyak 10 kali terhadap model dimana kesalahan pengukuraan pada beberapa item diperbolehkan berkorelasi dengan item lainnya sehingg diperoleh model fit dengan nilai chi-square= 24.59, df= 15, p-value= 0.0570, RMSEA= 0.044. Nilai chi-square menghasilkan p-value > 0.05 (signifikan), artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima dimana seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu Neuroticsm.

Tabel 3.10

Muatan Faktor Item Neuroticism

No Item. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan

ITEM 1 0.72 0.05 13.56  ITEM 2 0.45 0.06 7.75  ITEM 3 0.78 0.05 14.93  ITEM 4 0.60 0.06 10.96  ITEM 5 0.50 0.06 8.79  ITEM 6 0.31 0.06 5.10  ITEM 7 0.47 0.06 8.04  ITEM 8 0.00 0.06 0.01 ×

Keterangan: tanda  = signifikan (t > 1.96); × = tidak signifikan

Berdasarkan tabel 3.10 dapat dilihat bahwa terdapat satu item yang memiliki nilai t < 1.96 yaitu item 8. Dengan demikian, item 8 akan di drop yang berarti item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam perhitungan faktor skor dan hanya 7 item yang diikutsertakan dalam analisis uji hipotesis.

(51)

37

3.4.7 Uji Validitas Peer Trust

Peneliti menguji apakah 10 item yang bersifat unidimensional, artinya seluruh item hanya mengukur dimensi Peer Trust. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan model satu faktor tidak fit dengan nilai chi-square= 728.83, df= 35, p-value= 0.00000, RMSEA=0.246. Setelah peneliti melakukan modifikasi sebaanyak 13 kali terhadap model dimana kesalahan pengukuraan pada beberapa item diperbolehkan berkorelasi dengan item lainnya sehingg diperoleh model fit dengan nilai chi-square= 32.49, df= 22, p-value= 0.06943, RMSEA= 0.038. Nilai chi-square menghasilkan p-value > 0.05 (signifikan), artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima dimana seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu peer trust.

Tabel 3.11

Muatan Faktor Item Peer Trust

No Item. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan

ITEM 1 0.77 0.05 15.19  ITEM 2 0.35 0.06 5.82  ITEM 3 0.70 0.05 13.26  ITEM 4 0.75 0.05 14.78  ITEM 5 0.68 0.05 13.23  ITEM 6 0.47 0.06 8.21  ITEM 7 0.58 0.06 10.09  ITEM 8 0.46 0.06 7.97  ITEM 9 0.25 0.06 4.32  ITEM 10 0.35 0.06 6.16 

Referensi

Dokumen terkait